Konflik dalam Pandangan Kelas Marx dan R

KONFLIK DALAM PANDANGAN KELAS MARX DAN
RELEVANSINYA DENGAN MORALITAS UMAT MANUSIA
MODERN
Muhammad Imam Asy-Syakir
Pendahuluan
Salah satu pertanyaan yang akan muncul sesudah ajaran-ajaran sosial Marx
mempengaruhi secara mendalam berbagai bidang sosial, politik, ideologi, dan
ekonomi adalah apakah Karl Marx itu seorang filsuf atau bukan. Marx lebih dikenal
sebagai seorang ahli ekonomi yang membuat analisis-analisis objektivistis atas
sejarah dan ekonomi.
Karl Marx memiliki pengaruh yang besar dan amat luas dibanding para filsuf
dan tokoh-tokoh politik lainnya. Doktrinnya lebih bersifat sekuler daripada abadi.
Bila suatu doktrin – baik itu doktrin agama atau politik – sudah menjadi
kekuatan institusional, dia selalu akan menjadi obyek analisis secara intensif untuk
mengkaji kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangannya karena interpretasi
yang tepat mungkin akan menjadi satu masalah yang teramat penting.1
Marx adalah satu tokoh yang pemikirannya mewarnai sangat jelas dalam
perkembangan ilmu sosial. Pemikiran Marx berangkat dari filsafat dialektika Hegel.
Hanya saja ia menggantikan dialektika ideal menjadi dialektika material, yang
diambil dari filsafat Fuerbach, sehingga sejarah merupakan proses perubahan terus
menerus secara material. Sebagaimana dijelaskan Cambell dalam Tujuh Teori

Sosial (1994), bahwa Marx menciptakan tradisi materialisme historis yang
menjelaskan proses dialektika sosial masyarakat, penghancuran dan penguasaan
secara bergilir kekuatan-kekuatan ekonomis, dari masyarakat komunis primitif
kepada feodalisme, berlanjut ke kapitalisme, dan terakhir adalah masyarakat
komunis.2

1

Jon Elster, Karl Marx: Marxisme-Analisis Kritis, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2000).
http://sufyan-ahamad-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71902-Tokoh-Sosiologi
Perkembangan-Umum -Teori-Konflik.html
2

1

Kiranya dapat kita lihat hasil dari upaya Marx untuk mewujudkan masyarakat
komunis

ini.


Para

suksesor

Marx,

seperti

Lenin,

dan

Stallin

telah

mentransformasikan teori Marx sehingga mungkin dan bisa (realistis) untuk
diwujudkan menjadi sebuah negara.
Dengan begitu, Karl Marx telah berhasil menjadi seorang filsuf yang berbeda,
sebagaimana yang ia ungkapkan, “Para filsuf tidak lebih dari pada sekadar

menafsirkan dunia dengan berbagai cara, padahal yang terpenting adalah
mengubahnya.”

Sekelumit Tentang Karl Marx
Karl Marx lahir di Trier, sebuah kota di Jerman, dekat perbatasan dengan
Prancis di tahun 1818. lahir setelah perang Napoleon, dan setahun setelah David
Ricardo meluncurkan bukunya “The Principles of Political Economy”. Ia adalah
seorang keturunan Yahudi. Ketika usianya masuk enam tahun, dia dibaptis masuk
agama Kristen Protestan.
Dikatakan bahwa Marx dianugerahi pikiran yang kuat, aktif, konkret, dan
tidak sentimental, sebuah rasa ketidakadilan (sense of injustice) yang tajam, dan
kepekaan yang amat sedikit, dan ditolak oleh retorika dan emosionalisme para
intelektual serta oleh kebodohan dan rasa puas akan diri sendiri yang berlaku di
kalangan borjuasi.3 Namun, Karl Marx juga memiliki sikap arogan dan ofensif
terhadap publik.
Pada umur tujuh belas tahun Karl masuk Universitas Bonn, mempelajari
hukum. Belakangan dia pindah ke Universitas Berlin dan kemudian dapat gelar
Doktor dalam ilmu filsafat dari Universitas Jena.
Entah karena lebih tertarik, Marx menceburkan diri ke dunia jurnalistik dan
sebentar menjadi redaktur Rheinische Zeitung di Cologne. Tapi, pandangan

politiknya yang radikal menyeretnya ke dalam berbagai kesulitan dan memaksanya
pindah ke Paris. Di situlah dia pertama kalinya bertemu dengan Friederich Engels.

3

Isaiah Berlin, Biografi Karl Marx, Surabaya: Pustaka Promethea, 2000. Hal.5.

2

Tali persahabatan dan persamaan pandangan politik mengikat kedua orang ini
selaku dwi tunggal hingga akhir hayatnya.4
Karl Marx merupakan pendiri dari Ideologi komunis sekaligus pula seorang
teoritikus besar kapitalisme. Bukan hanya sekedar ekonom, namun ia juga seorang
filsuf, sosiolog, dan seorang revolusionis. Dia Merupakan seorang profesor dalam
berbagai ide yang Revolusioner, yang menginspirasi pemikir-pemikir lainnya.
Pemikiran Karl Marx adalah adopsi dari filsafat Hegel, Feurbach, dan tentunya
pemikiran dari David Ricardo (pemikir teori ekonom klasik).
Marx sebenarnya adalah seorang ahli waris filsafat Hegel, tetapi dia adalah
seorang ahli waris yang kritis. Dia bergabung dengan Hegelian sayap kiri di Berlin.
Dari Hegel, Marx mendapatkan metode dialektis Hegel untuk menjelaskan sejarah

dan proses-proses kemasyarakatan.
Dia juga menerima pengandaia Feurbach sebagaimana dalam Das Wesen des
Christentums, bahwa
Pada 14 Maret 1883 Karl Marx meninggal dunia. Karl Marx mati, namun
pemikirannya tetap hidup. Marx meninggalkan beberapa karya tulis diantaranya,
Die Heilige Familie (Keluarga kudus), Manifest der Kommunistischen Partei
(Manifesto Partai Komunis), Das Kapital (Modal), Das Elend der Philosophie
(Miskinnya Filsafat), dan Thesen uber Feurbach (tesis-tesis Feurbach).

Konflik
Teori-teori konflik pada umumnya memusatkan perhatiannya terhadap
pengenalan dan penganalisisan kehadiran konflik dalam kehidupan sosial,
penyebabnya dan bentuknya, serta akibatnya dalam menimbulkan perubahan
sosial.5
Ada beberapa asumsi dasar dari teori konflik ini. Teori konflik merupakan
antitesis dari teori struktural fungsional, dimana teori struktural fungsional sangat
mengedepankan keteraturan dalam masyarakat. Teori konflik melihat pertikaian

4


5

http://indonesiadalamsejarah.blogspot.com/2012/03/karl-marx-1818-1883.html
http://wahdadupetro.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false-in-x-none-x_5307.html

3

dan konflik dalam sistem sosial. Teori konflik melihat bahwa di dalam masyarakat
tidak akan selamanya berada pada keteraturan. Buktinya dalam masyarakat
manapun pasti pernah mengalami konflik-konflik atau ketegangan-ketegangan.
Kemudian teori konflik juga melihat adanya dominasi,koersi, dan kekuasaan dalam
masyarakat. Teori konflik juga membicarakan mengenai otoritas yang berbedabeda. Otoritas yang berbeda-beda ini menghasilkan superordinasi dan subordinasi.
Perbedaan antara superordinasi dan subordinasi dapat menimbulkan konflik karena
adanya perbedaan kepentingan.
Teori

konflik

juga


mengatakan

bahwa

konflik

itu

perlu

agar

terciptanya perubahan sosial. Ketika struktural fungsional mengatakan bahwa
perubahan sosial dalam masyarakat itu selalu terjadi pada titik ekulibrium, teori
konflik melihat perubahan sosial disebabkan karena adanya konflik-konflik
kepentingan. Namun pada suatu titik tertentu, masyarakat mampu mencapai sebuah
kesepakatan bersama. Di dalam konflik, selalu ada negosiasi-negosiasi yang
dilakukan sehingga terciptalah suatu konsensus.6
Setiap teori tentu mempunyai kekuatan dan juga kelemahan dalam
menguraikan sebuah masalah. Begitu juga dengan ‘Marxist theory’ dalam

memandang sebuah konflik. Teori konflik marxist theory merupakan sebuah
pendekatan yang sangat kompleks dalam menguraikan sebuah situasi konflik di
antara kelas yang bertentangan. Hal inilah yang membuat teori konflik marxist
theory memberikan pengaruh yang sangat besar dalam mengggambarkan sebuah
fenomena konflik dalam masyarakat.
Marxist theory membahas dengan lengkap aspek-aspek yang terdapat dalam
sebuah fenomena konflik, mulai dari penyebab sebuah konflik, kelompokkelompok yang berkonflik, perkembangan konflik itu sendiri, penyelesaian konflik,
sampai kepada perkembangan di dalam masyarakat pasca penyelesaian konflik
tersebut.7

6

http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
7
http://tatangsinaga21.blogspot.com

4

Konflik Menurut Karl Marx
Teori Marx memandang eksistensi hubungan pribadi dalam produksi dan

kelas-kelas sosial sebagai elemen kunci dalam masyarakat. Hubungan dan
pertentangan kelas sosial memiliki peran sentral dalam menciptakan perubahan
sosial dalam masyarakat.
Strategi konflik dalam teori Marx:


Kehidupan sosial adalah arena konflik dan pertentangan antar kelas.



Sumber daya ekonomi dan kekuasaan politik sangat penting dalam
perebutan kelompok.



Pembagian masyarakat menjadi kelompok dominan dan subordinan
dimana pola-pola sosial ditentukan oleh kelompok dominan dalam
masyarakat.




Konflik dan pertentangan menimbulkan perubahan sosial sehingga
sering terjadi.

Marx sangat menekankan pada aspek material karena konflik pada dasarnya
muncul karena upaya memperoleh akses terhadap kekuatan-kekuatan produksi
(sumber daya). Akses terhadap faktor-faktor produksi harus dikembalikan kepada
masyarakat sehingga kapitalisme diganti dengan sosialisme untuk menghilangkan
pertentangan antar kelas.8
Dalam pandangan marxist theory pertentangan kelas terjadi karena adanya
perbedaan kebutuhan/kepentingan yang sangat bertolak belakang. Kelas borjuis
mempunyai kepentingan untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan
cara menghasilkan komoditas yang sebanyak-banyaknya yang diikuti dengan
menekan biaya produksi sekecil mungkin. Cara yang dilakukan untuk
menghasilkan komoditas yang sebanyak-banyaknya tersebut adalah dengan cara
menambah jam kerja bagi para pekerja (proletar) sehingga mampu menghasilkan
komoditas yang lebih banyak. Sedangkan cara yang digunakan untuk mencapai
biaya produksi seminim mungkin adalah dengan cara menekan upah buruh tersebut.
Sedangkan disisi lain kelas proletar menginkan upah yang cukup bagi kebutuhan
8


http://bona-bonbonz.blogspot.com/p/sosiologi.html

5

hidupnya dan juga jam kerja yang tidak terlalu padat sehingga tetap dapat berbaur
dalam lingkungan/kehidupan sosialnya. Jadi jelas antara kelas borjuis dan kelas
proletar mempunyai perbedaan kepentingan yang sangat bertolak belakang.9

Pandangan Kelas Marx : Perjuangan Kelas
Berkaitan dengan konflik, Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang
masyarakat kelas dan perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara
panjang lebar, tetapi ia menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke 19 di
Eropa dimana dia hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja
miskin sebagai kelas proletar. Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial
hierarkis, dan borjuis melakukan eksploitasi terhadap proletar dalam sistem
produksi kapitalis. Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis,
false consiousness, dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima
keadaan dan cita-cita akhirat. Dengan ini Marx mejadi orang yang tidak tertarik
pada agama karena itu candu yang mengantar manusia pada halusinasi kosong dan
menipu, untuk itulah komunisme selalu diintepretasikan dengan politik anti-Tuhan
(ateisme).10
Marxist theory melihat bahwa yang menjadi dasar dari terjadinya sebuah
konflik adalah karena adanya sebuah bentuk penindasan yang dilakukan oleh kelas
borjuis terhadap kelas proletar sebagai mana disebutkan sebelumnya, penderitaan
yang terus menerus dialami oleh kelas proletar telah membuat mereka mempunyai
dendam yang begitu hebat terhadap kelas borjuis. Menurut marxist theory konflik
tersebut tidak dapat diselesaikan secara persuasif melainkan harus dengan cara
koersif. Ini karena dendam yang sudah begitu lama dipendam oleh kelas proletar
terhadap kelas borjuis. Sehingga jalan satu satunya yang harus diambil dalam
menyelesaikan konflik tersebut adalah melalui cara koersif yaitu dengan cara
revolusi. Dalam pandangan marxist theory revolusi hanya akan terjadi pada sebuah

9

http://tatangsinaga21.blogspot.com
http://bona-bonbonz.blogspot.com/p/sosiologi.html

10

6

kelas yang mendapat penindasan dan penderitaan yang begitu besar dari si
penindas. Kondisi ini membuat terciptanya kesadaran sosial dalam kelas yang
tertindas untuk melakukan perlawanan terhadap kelas si penindas. Marxist theory
berpendapat bahwa penindasan/penderitaan akan menciptakan frustrasi dalam kelas
tertindas, dan selanjutnya dalam keadaan yang frustasi maka akan terjadi
perlawanan untuk melakukan revolusi. Revolusi yang dilakukan oleh kelas proletar
hanya dapat dilakukan melalui revolusi fisik karena mereka tidak mempunyai apa
apa kecuali tenaga mereka sendiri. Para buruh akan menyatukan kekuatannya dalam
bentuk kelompok buruh dan melakukan revolusi (perlawanan fisik) terhadap kelas
borjuis.
Revolusi proletariat tersebut akan menghasilkan sebuah kemenangan bagi
kelas proletar. Kelas proletar akan mengambil alih alat-alat produksi yang selama
ini hanya dimiliki oleh kelas borjuis. Perampasan terhadap alat produksi tersebut
akan digunakan oleh kelas proletar untuk melakukan proses produksi. Hasil dari
proses produksi akan langsung digunakan untuk mencukupi kehidupan mereka.
Dengan keadaan seperti ini tidak ada lagi penindasan yang terjadi oleh karena
kepemilikan alat produksi telah menjadi kepemilikan bersama sehingga semua
orang mempunyai kesempatan yang sama untuk menggunakannya. Kemenangan
kelas proletar ini akan menyebabkan terbentuknya sistem yang baru yaitu ‘diktator
proletariat’. Yaitu bagaimana kepemimpian dalam bidang ekonomi maupun politik
akan diambil alih oleh kelas proletar. Kondisi ini akan menciptakan sebuah keadaan
yang harmoni dan tidak ada konflik lagi yang terjadi.11
Perubahan sejarah umat manusia dalam masyarakat hanya tercapai dengan
jalan kekerasan yaitu melalui suatu revolusi. Karl Marx pada dasarnya menentang
semua bentuk usaha untuk memperdamaikan kelas-kelas yang bertentangan.
Reformasi pada kelas atas dan usaha pendamaian antar kelas hanya akan
menguntungkan kelas penindas. Karl Marx menekankan bahwa perjuangan kelas
yaitu penghancuran penindasan yang terjadi dalam masyarakat.

11

http://tatangsinaga21.blogspot.com

7

Marx mengajukan konsepsi mendasar tentang masyarakat kelas dan
perjuangannya. Marx tidak mendefinisikan kelas secara panjang lebar tetapi ia
menunjukkan bahwa dalam masyarakat, pada abad ke- 19 di Eropa di mana dia
hidup, terdiri dari kelas pemilik modal (borjuis) dan kelas pekerja miskin sebagai
kelas proletar Kedua kelas ini berada dalam suatu struktur sosial hirarkis,
kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi.
Eksploitasi ini akan terus berjalan selama kesadaran semu eksis (false
consiousness) dalam diri proletar, yaitu berupa rasa menyerah diri, menerima
keadaan apa adanya tetap terjaga. Ketegangan hubungan antara kaum proletar dan
kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar, yaitu revolusi.
Ketegangan tersebut terjadi jika kaum proletar telah sadar akan eksploitasi kaum
borjuis terhadap mereka.
Dapat kita lihat di sini, bahwa Karl Marx ingin mengubah keadaan
masyarakat yang penuh konflik, dalam pandangan Marx konflik antara kelas borjuis
dan proletar. Marx terinspirasi oleh teori dialektika Hegel dan pandangan
materialisme Feurbach dalam menindak lanjuti pikirannya. Maka Marx kemudian
mengemukakan konsep ‘Materialisme Dialektik’. Pada akhirnya Karl Marx
memimpikan sebuah masyarakat yang dapat menjembatani antara kelas borjuis dan
kelas proletar, yakni masyarakat komunis.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Marx
Diantara beberapa kelebihan dari Marxist theory ialah Kecerdasan marx
dalam mengklasifikasikan kelas kelas sosial dalam masyarakat yang secara prinsip
sangat bertentangan. Kemudian Analisisnya dalam menguraikan penyebab dari
pertentang kelas serta menganalisis penyebab ataupun pemicu terjadinya sebuah
konflik dalam masyarakat.
Dari poin-poin tersebut, dapat kita lihat bagaimana kemampuan marxist
theory dalam meramalkan akhir dari sebuah konflik. Namun, Marxist theory ini
selain memiliki kelebihan juga terdapat kekurangan dalam teori ini. Yaitu,
mengenai keyakinannya akan tercipta kesadaran kolektif/kesadaran kelas dalam
kelas buruh yang permanen.
8

Menurut pandangan marxist theory, dalam melakukan sebuah revolusi
dibutuhkan kesadaran bersama dari kelas sosial yang kemudian menghasilkan
wacana yang sama untuk melakukan tindakan bersama pula yaitu melakukan
perlawanan terhadap kelas borjuis. Yang menjadi titik permasalahan dari
kelemahan teori ini adalah mengenai kesadaran bersama/tindakan bersama yang
sifatnya dipermanenkan dalam kelas proletar. Marxist theory sepertinya melupakan
bahwa sejarah manusia itu bersifat dinamis dan tidak dapat dipaksakan untuk tetap
berada pada satu jalur. Menurut pendapat saya, apa yang dikatakan sebagai tindakan
bersama hanya akan terwujud apabila disertai adanya tujuan bersama pada sebuah
kelompok masyarakat/kelas. Jadi kesadaran bersama yang sebelumnya terdapat
pada kelas proletar tersebut belum tentu akan tetap sama pada masa selanjutnya,
karena memang semuanya itu dipengaruhi oleh kepentingan masing masing dari
setiap individu yang terdapat pada kelas proletar tersebut.
Kelemahan

marxist

theory

selanjutnya

adalah

mengenai

ketidakmampuannya dalam melihat masalah konflik yang lebih mendetail. Konflik
dalam pandangan marxist theory merupakan sebuah pertentangan kelas antara kelas
borjuis dan kelas proletar. Marxist theory tidak pernah menyebutkan mengenai
konflik yang terjadi didalam masing-masing kelas tersebut. Menurut saya hal
semacam itu adalah sesuatu yang sangat mungkin terjadi. Sesama borjuis (pemilik
modal) pasti akan berusaha untuk menghasilkan komoditas sebanyak mungkin
dibandingkan pemilik modal lainnya. Karena dengan bertambahnya komoditas
berarti berbanding lurus dengan keuntungan yang akan didapat oleh para pemodal.
Untuk menghasilkan komoditas yang dibarengi dengan keuntungan yang melimpah
maka sangat dibutuhkan alat produksi yang lebih baik secara kuantitas maupun
kualitas. Disinilah letak konflik yang dimaksud, dimana para pemodal (kaum
borjuis) akan berkompetisi untuk memiliki alat produksi sebanyak mungkin dan
memiliki alat produksi yang paling modern sehingga dapat menunjang komoditas
dari hasil produksinya. Oleh sebab itu sesama borjuis sendiripun mengalami
konflik, yang dalam hal ini mengenai perebutan alat produksi tersebut. Tidak hanya
dalam kelas borjuis, konflik sebenarnya terjadi juga dalam kelas proletar. Karena
upah yang diterima terlalu rendah, maka para buruh akan melakukan pekerjaannya

9

sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh pemodal dengan harapan mendapatkan
sedikit tambahan upah. Sekalipun tambahan upah yang diberikan nantinya, tetapi
hal tersebut cukup berarti mengingat keadaan buruh yang sangat menderita atas
sistem yang telah menindas mereka. Dengan keadaan yang demikian, akhirnya para
buruh akan berlomba-lomba untuk mendapat perhatian dari kelas borjuis akan
kinerja lebih yang mereka lakukan. Disinilah yang dimaksud bahwa sebenarnya
didalam tubuh kelas proletar itu sendiri juga terjadi konflik, yang juga dapat
dikatakan sebagi konflik individu.
Kelemahan marxist theory yang selanjutnya adalah mengenai analisisnya
dalam memandang konflik yang masih terlalu simpel/sempit. Hal ini sebeneranya
disebabkan mengenai keegoisan marx dalam membagi kelas sosial hanya kedalam
dua kelompok saja yaitu borjuis dan proletar. Menurut saya ada elemen lain dilar
kedua kelas tersebut yang tidak dikemukan dalam marxist theory dan kelompok ini
tidak berhubungan secara sistemik dengan kelas borjuis maupun kelas proletar.
Sebagai contoh, dalam sebuah perusahan tentunya terdiri dari para pemodal yang
disebut sebagai kelas borjuis dan para pekerja yang disebut sebagai kelas proletar.
Kedua kelas ini merupakan elemen elemen yang terhubung berdasarkan sistem
yang mengatur mereka dan menjadi sebuah keutuhan dalam sebuah perusahan
(lembaga proses produksi). Jika terjadi konflik antara kedua kelas tersebut, jelas hal
ini akan dengan lugas dapat diselesaikan dengan marxist theory. Namun
permasalahannya adalah bagaimana jika konflik justru melibatkan antara seluruh
elemen yang terdapat dalam perusahan (kelas borjuis dan kelas proletar) dengan
kelas sosial diluar dari perusahan tersebut. Bagaimana mungkin marxist theory
dapat menjawab konflik antara sebuah perusahan dengan masyarakat yang berada
di sekitar perusahan tersebut yang tidak menginginkan perusahan tersebut berada
di wilayah mereka. Dalam kondisi ini, kelas borjuis dan kelas proletar akan
cenderung bersatu untuk menghadapi masyarakat disekitar perusahan tersebut. Hal
ini dapat terjadi karena kelas proletar hanya mempunyai tenaga sebagai alat untuk
mencukupi kebutuhan mereka. Sedangkan jika perusahan tersebut ditutup, maka
mereka tidak akan lagi dapat bekerja yang pada akhirnya mereka tidak akan
mendapatkan uang yang berakibat pada ketidakmampuan mereka mencukupi

10

kebutuhan mereka. Jadi jalan satu-satunya bagi kelas proletar adalah dengan
berkoalisi dengan kelas borjuis untuk mempertahankan agar perusahan tersebut
tetap berdiri. Analisa seperti ini jelas tidak pernah dibahas dalam marxist theory.
Hal ini merupakan salah satu kelemahan marxist theory untuk melihat sebuah
konflik dalam cakupan yang lebih luas.12

Antara Manusia Modern dan Modernisasi Manusia
Istilah modern berasal dari kata Latin ‘moderna’ yang artinya sekarang, baru,
atau saat kini. Atas dasar pengertian asli ini kita bisa mengatakan bahwa manusia
senantiasa hidup di zaman modern, sejauh kekinian menjadi kesadarannya. Sebagai
bentuk kesadaran, modernitas dicirikan oleh tiga hal, yaitu: subyektivitas, kritik,
dan kemajuan.
Pemahaman tentang modernitas lebih mendasar daripada pemahamanpemahaman yang bersifat sosiologis ataupun ekonomis.
Ahli sejarah menyepakati bahwa sekitar tahun 1500 adalah hari kelahiran
zaman modern di Eropa. Sejak itu, kesadaran waktu akan kekinian muncul di manamana. Seorang sejarawan Swiss, Jacob Buckhardt, menjelaskan bagaimana
manusia dalam masyarakat abad pertengahan lebih mengenali dirinya sebagai ras,
rakyat, partai, keluarga atau kolektif.13
Istilah modern pada akhirnya tidak bisa terlepas dari istilah modernisasi.
Dampak dari adanya masa modern ini mau tidak mau membawa efek domino pada
berbagai aspek kehidupan dan umat manusia. Manusia yang masih hidup secara
tradisional mulai mengalami tuntutan-tuntutan untuk bisa menerima modernitas,
yang kemudian muncullah istilah modernisasi ini.
Aspek yang paling spektakuler dalam modenisasi sesuatu masyarakat ialah
pergantian teknik produksi dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern, yang
tertampung dalam pengertian revolusi industri.

12

http://tatangsinaga21.blogspot.com
F. Budi Hardiman, Filsafat Modern: Dari Machiavell Sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia,
2004).
13

11

Akan tetapi proses yang disebut revolusi industri itu hanya satu bagian, atau
satu aspek saja dari suatu proses yang jauh lebih luas. Modernisasi sesuatu
masyarakat ialah suatu proses tansformasi, suatu perubahan masyarakat dalam
segala aspek-aspeknya.14
Kaitan manusia dan modernitas teramat erat. Bahkan rasio manusia terus
mencari masa yang lebih dari masa modern, yaitu post-modern.
Bila kita kriteriakan antara manusia yang hidup pada masa modern ini, maka
ciri yang spesial ialah manusia bersifat individual, material, dan rasional.
Menyoal Moralitas15
Seorang filsuf Jerman Nietzsche mengemukakan kritik atas moralitas, ia
membuat sebuah teori bernama ‘genealogi moral’ atau silsilah moral. Menurut
Nietzsche manusia terdiri dari dua jenis kasta, yaitu kasta aristokrat atau para tuan
dan kasta rakyat kecil atau kasta para budak. Dari kedua macam kasta ini lahirlah
dua macam moralitas, yaitu: moralitas tuan (Herrenmoral) dan moralitas kaum
budak atau kawanan (Herdenmoral).16
Filsuf lainnya yang berbicara perihal moral ialah Immanuel Kant. Kant
membedakan antara moralitas dan legalitas. Menurut pendapatnya, moralitas
adalah kesesuaian sikap dan perbuatan dengan norma atau hukum batiniah, yakni
apa yang oleh Kant dipandang sebagai “kewajiban”. Sedangkan legalitas adalah
kesesuaian sikap dan tindakan dengan hukum atau norma lahiriah belaka.
Kesesuaian ini ini belum bernilai moral, sebab tidak didasari dorongan batin.
Moralitas akan tercapai jika dalam menaati hukum lahiriah bukan karena takut pada

14

J.W. Schoorl, Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang
Berkembang, (Jakarta: Gramedia, 1988.).
15
Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos dalam bahasa Latin, bentuk jamaknya
mores, yang artinya adalah tata-cara atau adat-istiadat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:
592), moral diartikan sebagai akhlak, budi pekerti, atau susila. Secara terminologis, terdapat
berbagai rumusan pengertian moral, yang dari segi substantif materiilnya tidak ada perbedaan, akan
tetapi bentuk formalnya berbeda. Widjaja (1985: 154) menyatakan bahwa moral adalah ajaran baik
dan buruk tentang perbuatan dan kelakuan (akhlak). Al-Ghazali (1994: 31) mengemukakan
pengertian akhlak, sebagai padanan kata moral, sebagai perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat
dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah
dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya.
16
F. Budi Hardiman, Op.Cit,.

12

akibat hukum lahiriah itu, melainkan karena menyadari bahwa taat pada hukum itu
merupakan kewajiban.17
Filsuf lainnya, yakni Hegel memiliki pandangan tersendiri mengeni
moralitas, yang diklaim sebagai sintesis dari pandangan Aristoteles dan Kant.
Tetapi moralitas pun bagi Hegel masih abstrak karena hanya ada dalam kebatinan
murni dan tidak mengacu pada struktur-struktur objektif dunia luar. Tidak cukup
mengatakan kepada seseorang, ikutilah suara hatimu, karena suara hati sendiri
masih memerlukan orientasi. Suara hati hanya membunyikan perintah untuk
melakukan apa yang benar. Tapi yang benar sendiri itu apa? Menurut Hegel yang
benar adalah yang rasional, dan yang rasional itu digariskan melalui struktur realitas
sosial, yang oleh Hegel disebut sittlichkeit (diartikan Frans Magnis Suseno sebagai
tatanan sosial-moral). Moralitas adalah negasi dialektik hukum. Subjek yang
bermoral tidak tunduk kepada hukum yang dipasang dari luar, melainkan kepada
hukum yang disadari dalam hati. Dalam moralitas manusia bebas dari heteronomi,
menjadi otonomi. Moralitas adalah lingkaran kehendak subjektif yang
mempertahankan diri secara otonom berhadapan dengan dunia luar. Maka
kebebasan sekarang tidak lagi terikat pada benda, hak milik, melainkan hanya dapat
menjadi nyata dalam kehendak sebagai kehendak subjektif.18

Konsekuensi dan Korelasi Marxist Theory terhadap Moralitas
Sebagaimana dapat kita pahami, Karl Marx menjadi pemikir yang kuat karena
pandangan materialistiknya. Kiranya hal inilah yang menjadikan Marx sebagai
seorang yang menolak hal-hal yang metafisik termasuk agama. Teori-teori Marx
senantiasa bertumpu pada poros materialistiknya, sehingga mampu menelurkan
materialisme historis dan dialektis.
Hal-ihwal moralitas pun bagi Marx tentunya tidak akan terlepas dari
pandangan materialisme. Moralitas yang bersumbu pada akar materialisme
bukanlah moralitas yang murni. Sebagaimana disebutkan Imannuel Kant bahwa
moralitas itu adalah bagian dari perkara batin bukan lahiriah yang materialistik.
17

18

Makalah: Dasar-Dasar Pengertian Moral.
http://bermenschool.wordpress.com/2008/11/12/hegel-tentang-moralitas-dan-struktur-sosial.

13

Walhasil, moralitas ini termarjinalkan dari keikhlasan dan kesadaran hati nurani
kepada pada tuntutan lahiriah yang profan dan hipokrit.
Moralitas manusia modern telah merepresentasikan moralitas yang rendah,
pola hidup individual mendidik untuk lebih egoitis dan kehilangan makna
kebersamaan/kolektif. Masyarakat hanyalah sebuah wadah tak bermakna bagi
manusia yang telah teralienasi dan mengalami dekadensi moral.
Pada kesimpulannya, pandangan materialistik membawa umat manusia pada
kehidupan yang berada pada garis batas eksistensinya. Moralitas yang menjadi
keistimewaan manusia bagi sesama menjadi tumbal atas pandangan materialisme.

14

Daftar Pustaka
Berlin, Isaiah. 2000. Biografi Karl Marx. Surabaya. Pustaka Promethea.
Hardiman, F. Budi. 2004. Filsafat Modern: Dari Machiavell Sampai Nietzsche.
Jakarta. Gramedia.
Elster, Jon. 2000. Karl Marx: Marxisme-Analisis Kritis. Jakarta. PT. Prestasi
Pustakaraya.
Schoorl, J.W. 1988. Modernisasi: Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara
Sedang Berkembang. Jakarta. Gramedia.

Website







http://bona-bonbonz.blogspot.com/p/sosiologi.html
http://wahdadupetro.blogspot.com/2012/10/normal-0-false-false-false-inx-none-x_5307.html
http://tatangsinaga21.blogspot.com
http://sufyan-ahamad-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-71902
TokohSosiologi-Perkembangan Umum Teori Konflik.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik
http://bermenschool.wordpress.com/2008/11/12/hegel-tentang-moralitasdan-struktur-sosial.

15