LAPORAN PRAKTIKUM ILMU TANAMAN PAKAN ITP

1

BAB I
PENDAHULUAN
Benih adalah alat untuk mempertahankan kelanjutan hidup spesies
tumbuhan tertentu dengan cara memperpanjang kehidupan embrio. Biasanya
benih legum kebanyakan mempunyai kulit yang keras, sehingga untuk membantu
proses perkecambahan perlu dilakukan skarifikasi sehingga dapat mengubah kulit
yang tidak permeabel menjadi permeabel terhadap gas dan air. Skarifikasi dapat
dilakukan dengan perlakuan fisik, mekanik dan kimia.
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi skarifikasi mempunyai
tujuan yaitu mengidentifikasi tipe dormansi benih, mampu menentukan cara
skarifikasi benih sesuai dengan tipe dormansinya dan mampu menyemai benih
secara baik dan benar. Manfaat dari praktikum Ilmu Tanaman Pakan adalah
mengetahui teknik penanaman atau pengadaan hijauan pakan bagi ternak sehingga
diperoleh hasil yang optimal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.


Skarifikasi

2

Skarifikasi merupakan salah satu upaya perawatan benih, yang ditujukan
untuk mematahkan dormansi, serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji
yang seragam (Schmidt, 2000). Salah satu cara untuk mempercepat masa
dormansi adalah dengan cara skarifikasi. Benih yang diberi perlakuan skarifikasi
memungkinkan masuknya air ke dalam benih sehingga imbibisi sebagai proses
awal perkecambahan benih dapat terjadi. Skarifikasi bertujuan untuk mengubah
kulit benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel menjadi permeabel
terhadap gas- gas dan air (Minarno, 2002).
2.1.1. Skarifikasi Fisik
Skarifikasi fisik dilakukan dengan merendam biji dalam air panas atau biji
juga bisa di oven lebih dahulu sebelum meredam dengan air panas (Ilyas, 2007).
Perlakuan fisik dengan perendaman benih pada air panas selama 7-10 menit. Hal
ini bertujuan supaya benih lebih lunak sehingga memudahkan terjadinya
perkecambahan (Pramono et al., 2010).
2.1.2. Skarifikasi Kimia
Skarifikasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan kimia yang

bertujuan supaya kulit biji yang digunakan sebagai benih lebih bersifat permeabel
dan lebih lunak sehingga lebih mudah untuk menyerap air dan udara pada masa
imbibisi. Biji dilindungi oleh kulit biji yang terdiri atas jaringan yang secara
identik dengan tanaman induknya dan biasanya berkembang dari intergumen biji
(Yahya, 2002). Larutan kimia yang biasa digunakan adalah asam sulfat pekat
(H2SO4 96 %) dengan cara merendam benih kedalam larutan atau menggunakan

3

KNO3, sebagai pengganti fungsi cahaya dan suhu serta untuk mempercepat
masuknya oksigen kedalam benih (Muharni, 2002).
2.1.3. Skarifikasi Mekanik
Skarifikasi secara mekanik umumnya digunakan untuk memecah dormansi
benih akibat impermeabilitas kulit, baik terhadap air maupun gas, resisten
mekanisme kulit perkecambahan yang terdapat pada kulit benih. Dormansi benih
adalah ketidakmampuan benih hidup untuk berkecambah pada lingkungan yang
optimum untuk perkecambahannya (Saleh, 2004). Cara mekanisme yang
dilakukan adalah dengan menggosok kulit biji menggunakan amplas, sedangkan
perlakuan “impaction” (goncangan) dilakukan untuk benih yang memiliki
sumbang gabus. Skarifikasi dengan cara mekanik pada setiap benih dapat diberi

perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Semua benih dibuat permeabel
dengan resiko kerusakan kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).
2.2.

Perkecambahan
Proses perkecambahan biji tanaman merupakan suatu rangkaian komplek

dari perubahan - perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia yang terjadi pada
biji. Proses perkecambahan yang baik menjadi salah satu syarat utama tanaman
akan tumbuh baik dan subur dimasa muda. Proses perkecambahan dimulai dengan
penyerapan air oleh benih, melunaknya kulit benih dan hidrasi dari protoplasma
(Nawi, 2000). Pertumbuhan kecambah dipengaruhi beberapa faktor salah satunya
adalah cahaya. Proses perkecambahan benih ada yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat pertumbuhan dan ada yang tidak memerlukan cahaya karena akan

4

menghambat perkecambahan,namun ada pula yang berkecambah sama baik
ditempat gelap atau terang (Mustika, 2010).
2.3.


Uji Muncul Tanah
Uji muncul tanah merupakan cara untuk mengetahui kualitas biji dengan

media tanam tanah, namun sebelum ditanam benih sudah melalui proses
skarifikasi terlebih dahulu. Pengujian kualitas tanah berhubungan dengan
ketersediaan unsur hara dan zat - zat yang terkandung di dalam tanah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik
membutuhkan tanah yang baik pula, yaitu tanah yang banyak mengandung unsur
hara (Nawi, 2000). Uji muncul tanah dipengaruhi oleh keadaan biji dan medium
tanah. Keadaan biji dipengaruhi tekstur, proporsi, struktur, suhu, dan konsistensi
tanah (Sutopo, 2002).
2.4.

Benih
Benih adalah biji yang dipersiapkan untuk tanaman yang telah melalui

proses seleksi sehingga diharapkan dapat mencapai proses tumbuh besar.
Pertumbuhan benih salah satunya dipengaruhi oleh kedalaman tanah. Kedalaman
akan mempengaruhi perkecambahan benih, jika benih ditanam terlalu lama maka

akan menghambat proses perkecambahan (Sutopo, 2002). Suatu benih dikatakan
sebagai benih dorman apabila benih dari tanaman tidak berkecambah meskipun
ditempatkan pada kondisi lingkungan optimum. Kegagalan dalam mengatasi
masalah dormansi akan berakibat pada kegagalan perkecanbahan pada benih
tanaman (Lensari, 2009).

5

2.4.1. Sentro (Centrosema pubescens)
Centrosema pubescens adalah jenis legum yang berasal dari Amerika
Selatan, merupakan tumbuhan parennial, pertumbuhan tanaman membelit,
menjalar, batang berbulu dan tidak berkayu, tipe daun trifoliate, berambut,
panjangnya 5-12 cm dan lebar 3-10 cm (Umiyasih dan Anggraeni, 2003). Sentro
dapat tumbuh didaerah tropis, tidak tahan dengan suhu dingin, dapat tumbuh pada
musim kemarau panjang, responsif terhadap pupuk P dan termasuk tanah masam
dengan kesuburan sedang (Soemarsono, 2007).
2.4.2. Puero (Pueraria phaseoloides)
Tanaman ini berasal dari India Timur, dengan jenis tanaman yang berumur
panjang dengan ciri - ciri tumbuh merambat, memanjat dan membelit. Sifat
perakaran dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat, daunnya berwarna

hijau tua dan bunganya berwarna ungu kebiruan (Pramono et al., 2010). Tanaman
ini dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah serta tahan terhadap tanah asam
dan permukaan air yang tinggi (Rukmana, 2005).
2.4.3. Kalopo (Calopogonium mucunoides)
Kalopo berasal dari Amerika Selatan dengan siklus hidup perennial.
Tanaman kalopo tidak tahan terhadap penggembalaan, tidak tahan naungan yang
lebat akan tetapi dapat tumbuh baik didaerah lembab (Susilawati, 2011). Tanaman
ini dapat beradaptasi di daerah tropis dengan curah hujan 1.000-1.400 mm/th
dengan ketinggian 200-1.000 m, struktur tanah sedang sampai berat, dan tahan
genangan air (Soemarsono, 2007).

6

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan acara Skarifikasi dan Uji Muncul
Tanah dilaksanakan pada tanggal 13April 2013 pukul 07.30 – 09.30 di
Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.


Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum skarifikasi dan uji muncul tanah

adalah bak perkecambahan yang digunakan sebagai tempat perkecambahan, tissue
digunakan sebagai media tanam pada uji perkecambahan, polibag sebagai media
perkecambahan pada uji muncul tanah, amplas digunakan pada perlakuan secara
mekanis pada biji legum, label digunakan untuk memberi tanda pada setiap
perlakuan

dan

untuk

memudahkan

pengamatan

serta


inkubator

untuk

7

mempertahankan suhu dalam proses perkecambahan. Bahan yang digunakan
adalah legum puero, sentro, dan kalopo, air panas 60o C dan H2 SO4 96%.
3.2.

Metode

3.2.1. Skarifikasi
Metode yang digunakan dalam praktikum skarifikasi menggunakan tiga
metode yaitu skarifikasi secara mekanik, fisik, dan kimia. Metode skarifikasi
secara mekanik yaitu dengan cara mengamplas 20 biji sentro. Skarifikasi secara
fisik adalah dengan cara memasukkan 20 biji sentro ke dalam air panas dengan
suhu 60oC selama 7 menit. Skarifikasi secara kimia dengan cara memasukkan 20
biji sentro ke dalam larutan H2SO4 selama 7 menit. Kemudian meniriskan biji
sentro pada masing-masing perlakuan dan meletakkan biji sentro ke dalam

medium tissue yang telah disiapkan dan dibasahi dengan air supaya lembab.
Menyimpan dalam suhu kamar, menyirami secara teratur dengan air dan mencatat
jumlah biji yang berkecambah setiap hari sampai hari ke-14, membuang benih
yang busuk dan berjamur.
3.2.2. Perkecambahan
Mengkecambahkan benih legum sentro yang telah diberi perlakuan
tersebut pada media tissue dengan menyusun biji sebanyak 10 butir untuk U1 dan
10 butir untuk U2. Mengamati dan menyiram setiap hari selama 14 hari,
menghitung benih yang sudah tumbuh serta membuang benih yang busuk dan
berjamur.
3.2.3. Uji Muncul Tanah

8

Praktikum ilmu tanaman pakan dalam uji muncul tanah menggunakan
metode yaitu dengan melakukan skarifikasi secara mekanik, fisik, dan kimia.
Penanaman pada polibag sebanyak 10 benih pada setiap perlakuan, setiap polibag
berisi media tanah dengan kedalaman kira - kira 2 cm pada masing-masing benih.
Menyimpan benih dalam suhu kamar, menyiram benih setiap hari selama 14 hari,
menghitung jumlah benih yang muncul diatas tanah dan menghitung persen

perkecambahan dengan menggunakan Coefisien Vigor (CV) serta Vigor indeks
kecambah (VI).
Persentase Perkecambahan
% perkecambahan =

jumlah kecambah x 100%
Total benih

Vigor indeks dan Coefisien Vigor dapat dihitung dengan :
V1 =

C1
C2
Cn
+
+ ........ +
D1
D2
Dn


(1)

V1 : Vigor Index
C

: Jumlah kecambah pada hari tertentu

D

: Waktu yang berkorespondensi dengan jumlah itu

CV =

100(A1  A2  A3  .....  An
A1T1  A2T2  ....  AnTn

(2)

CV : Coefisien Vigor
T

: Waktu yang berkorespondensi dengan A

A

: Jumlah benih yang berkecambah pada waktu tertentu

9

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Perkecambahan

4.1.1. Perkecambahan dengan Skarifikasi Mekanik
Berdasarkan

praktikum

Ilmu

Tanaman

Pakan

dengan

materi

perkecambahan yang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 1. Perkecambahan dengan Skarifikasi Mekanik
Indek Vigor
Coefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
4,3
3
3,65
40
45,45
42,72
Puero
4,11
1,6
3,29
33,33
12,5
22,91
Kalopo
7,2
5,1
6,15
40
66,67
53,34
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentase
Perkecambahan
(%)
60
65
90

Berdasarkan praktikum perkecambahan secara skarifikasi mekanik dengan
mengamplas biji sentro, puero, dan kalopo menggunakan amplas diperoleh hasil
bahwa rata - rata perkecambahan pada benih sentro 60%, puero 65%, dan kalopo
90%. Pengamplasan bertujuan untuk menghilangkan kulit keras yang menyelimuti
biji sehingga benih mudah menyerap air dan gas pada proses imbibisi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Sutopo (2002) yang menyatakan bahwa tahap pertama
suatu perkecambahan benih dimulai dengan proses penyerapan air, dan

10

melunaknya kulit benih. Namun pada skarifikasi mekanik, pengamplasan harus
dilakukan dengan hati-hati supaya tidak merusak benih. Hal ini sesuai pendapat
Saleh (2002) bahwa skarifikasi mekanik harus dilakukan secara hati - hati pada
benih karena apabila terlalu keras maka dapat merusak benih yang berkulit tipis,
dan apabila telalu pelan maka kulit keras tidak akan terkelupas, dan hal itu akan
mempengaruhi perkecambahan benih tersebut.
4.1.2. Perkecambahan dengan Skarifikasi Fisik
Berdasarkan

praktikum

Ilmu

Tanaman

Pakan

dengan

materi

perkecambahan yang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 2. Perkecambahan dengan Skarifikasi Fisik
Indek Vigor
Koefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
1
3,09
2,04
100
28,57
64,28
Puero
0,27
0,34
0,3
13,33
10,33
11,83
Kalopo
0,42
1
0,71
14,28
100
57,14
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentasi
Perkecambahan
(%)
20
25
15

Berdasarkan praktikum perkecambahan secara skarifikasi fisik dengan
merendam biji sentro, puero, dan kalopo pada air panas dengan suhu 60ºC
diperoleh hasil bahwa pada benih puero mempunyai presentase paling tinggi
dibandingkan dengan benih sentro dan kalopo. Benih puero mempunyai
presentase lebih tinggi karena kecepatan tumbuh benih dipengaruhi suhu air dan
jangka waktu perendaman yang optimum. Hal ini sesuai pendapat Pramono et al.
(2010) bahwa perendaman biji pada air panas bertujuan supaya benih lebih lunak
sehingga memudahkan terjadinya perkecambahan. Sedangkan benih kalopo dan

11

sentro perkecambahannya lebih lambat dikarenakan adanya faktor pembatas. Hal
ini sesuai dengan pendapat Saleh (2002) yang menyatakan bahwa fase
pertumbuhan awal ditunjukan bersifat eksponensial kemudian menurun karena
adanya faktor - faktor pembatas yang diantaranya waktu, media tumbuh dan
faktor-faktor lingkungan lainnya.
4.1.3. Perkecambahan dengan Skarifikasi Kimia
Berdasarkan

praktikum

Ilmu

Tanaman

Pakan

dengan

materi

perkecambahan yang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai
berikut:
Tabel 3. Perkecambahan dengan Skarifikasi Kimia
Indek Vigor
Coefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
8
9,17
8,58
100
66,67
83,34
Puero
4,33
3,45
3,89
30
41,67
35,84
Kalopo
5,1
1,96
3,35
40
33,33
36,67
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentasi
Perkecambahan
(%)
90
45
55

Berdasarkan praktikum perkecambahan secara skarifikasi kimia dengan
merendam biji sentro, puero, dan kalopo menggunakan larutan H2SO4 96%
diperoleh hasil bahwa rata - rata perkecambahan pada benih sentro 90%, puero
45%, dan kalopo 55%. Larutan H2SO4 96% digunakan untuk mempercepat
perkecambahan dan mempercepat masuknya air dan oksigen ke dalam benih. Hal
ini sesuai dengan pendapat Muharni (2002) bahwa larutan kimia yang biasa
digunakan adalah asam sulfat pekat (H2SO4 96 %) dengan cara merendam benih
kedalam larutan atau menggunakan KNO3, sebagai pengganti fungsi cahaya dan
suhu serta untuk mempercepat masuknya oksigen ke dalam benih. Perlakuan

12

perendaman dengan larutan asam sulfat dikombinasikan dengan lama perendaman
yang berbeda, karena lama peredaman akan mempengaruhi banyaknya larutan
H2SO4 yang terserap ke dalam benih. Hal ini ditambahkan dengan pendapat
Suyatmi et al. (2011) bahwa semakin pekat asam sulfat yang digunakan maka
perendaman semakin cepat.
4.2.

Uji Muncul Tanah

4.2.1. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Mekanik
Berdasarkan praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi uji muncul
tanah yang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Mekanik
Indek Vigor
Coefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
4,83
4,16
4,5
47,61
37,03
42,32
Puero
0,74
1,66
1,2
15,78
17,24
16,51
Kalopo
2,35
2,98
2,67
16,67
20,93
18,8
Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentasi
Perkecambahan
(%)
100
55
95

Berdasarkan praktikum uji muncul tanah secara skarifikasi mekanik dengan
mengamplas biji sentro, puero, dan kalopo menggunakan amplas diperoleh hasil
bahwa rata - rata laju uji muncul tanah pada sentro 100%, puero 55%, kalopo
95%. Benih puero dan kalopo yang muncul di atas tanah dengan menggunakan
perlakuan mekanik menghasilkan jumlah kecambah yang lebih sedikit
dibandingkan dengan sentro. Hal ini disebabkan perlakuan waktu awal
penggosokan benih menggunakan amplas yang terlalu pelan ataupun keras
sehingga menghambat laju uji muncul tanah. Hal ini sesuai pendapat Saleh (2002)
bahwa skarifikasi mekanik harus dilakukan secara hati-hati pada benih karena

13

apabila terlalu keras maka dapat merusak benih dan apabila telalu pelan maka
kulit keras tidak akan terkelupas, dan hal itu akan mempengaruhi perkecambahan
benih tersebut. Selain itu kepadatan tanah juga berpengaruh pada laju uji muncul
tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Haridjaja et al. (2010) bahwa tanah yang
padat akan memberikan hambatan fisik pada penerobosan akar sehingga
mengendalikan kapasitas kemampuan memanen air, udara dan hara.
4.2.2. Uji Muncul Tanah dengan Sakrifikasi Fisik
Berdasarkan praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi uji muncul
tanahyang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi fisik
Indek Vigor
Koefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
1,6
1,3
1,49
13,11
11,59
12,35
Puero
0,69
1,36
1,02
9,67
11,25
10,46
Kalopo
0,2
0,42
0.31
20
14,28
11,28
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentasi
Perkecambahan
(%)
90
80
20

Berdasarkan praktikum uji muncul tanah secara skarifikasi fisik dengan
merendam biji sentro, puero, dan kalopo menggunakan air pada suhu 60ºC
diperoleh laju kecambah hasil rata - rata uji muncul tanah pada sentro 90%, puero
80%, dan kalopo 20%. Perkecambahan kalopo sangat rendah dibanding dengan
biji yang lain. Hal ini dipengaruhi oleh faktor pemadatan tanah sehingga
penghambat laju kecambah karena akar tidak bisa menyerap air dan udara secara
optimal dan kulit dari benih kalopo belum terlalu lunak. Hal ini sesuai pendapat
Sutopo (2002) bahwa tahap pertama suatu perkecambahan benih dimulai dengan
proses penyerapan air, melunaknya kulit benih. Ditambahkan dengan pendapat

14

Haridjaja et al., (2010) bahwa tanah yang padat akan memberikan hambatan fisik
pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuan memanen
air, udara dan hara. Benih sentro menghasilkan rata-rata uji muncul tanah paling
tinggi dibandingkan dengan benih lainnya. Hal ini disebabkan oleh penyiraman
dan struktur tanah sebagai medium penanam berupa tanah yang berbeda sehingga
terdapat perbedaan hasil presentase perkecambahan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Nawi (2000) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman yang baik
membutuhkan tanah yang baik, yaitu tanah yang banyak mengandung unsur hara.
4.2.2. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Kimia
Berdasarkan praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan materi uji muncul
tanah yang dilaksanakan selama dua minggu diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 6. Uji Muncul Tanah dengan Skarifikasi Kimia
Indek Vigor
Coefisien Vigor
Jenis
U1
U2
RataU1
U2
RataLegum
Rata
Rata
Sentro
3,49
4,3
3,9
23,8
35,71
29,76
Puero
1,89
1,62
1,76
11,82
19,35
15,59
Kalopo
0,2
0,1
10
5
Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Tanaman Pakan, 2013.

Presentasi
Perkecambahan
(%)
100
40
30

Berdasarkan praktikum uji muncul tanah secara skarifikasi kimia dengan
merendam biji sentro, puero, dan kalopo menggunakan larutan H2SO4 96%
diperoleh hasil bahwa rata - rata pada benih sentro 100%, puero 40%, kalopo
30%. Dari data tersebut diperoleh bahwa benih sentro rata-rata uji muncul tanah
tertinggi. Hal ini dikarenakan sentro memiliki kulit yang tipis dbandingkan
dengan puero dan kalopo sehingga mematahkan dormansi benih cepat pada waktu
perendaman dalam asam sulfat. Hal ini sesuai pendapat Mistiani et al. (2012)

15

yang menyatakan bahwa perlakuan dengan menggunakan bahah kimia sering
digunakan dengan tujuan agar kulit biji lebih mudah dimasuki air pada proses
imbibisi sehingga memecahkan dormansi lebih cepat. Selain itu kepadatan tanah
juga berpengaruh pada laju uji muncul tanah. Hal ini sesuai pendapat Haridjaja et
al. (2010) bahwa tanah yang padat akan memberikan hambatan fisik pada
penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas kemampuan memanen air
dan unsur hara.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

16

5.1.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa pada uji

perkecambahan biji sentro, kalopo, dan puero lebih cepat tumbuh dengan
menggunakan scarifikasi mekanik. Sedangkan pada uji muncul tanah biji sentro,
kalopo, dan puero lebih cepat tumbuh pada skarifikasi fisik dan mekanik. Hal ini
disebabkan karena proses perendaman yang cukup lama yang mengakibatkan
banyak air yang masuk kedalam biji dan pengamplasan yang mengakibatkan kulit
dari biji menjadi lebih tipis sehingga biji cepat berkecambah.
5.2.

Saran
Dalam praktikum Ilmu Tanaman Pakan sebaiknya lebih memperhatikan

metode yang telah ditentukan baik fisik, mekanik maupun kimiawi karena sangat
mempengaruhi

proses

perkecambahan

pada

benih.

Kemudian

lebih

memperhatikan prosedur penyimpanan dalam inkubator serta lebih rajin untuk
mengecek perkecambahannya.

17

DAFTAR PUSTAKA
Haridjaja, O. 2010. Pengaruh Isi Bobot Tanah teradap Sifat Fisik Tanah dan
Perkecambahan Benih Kacang Tanah dan Kedelai. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia, 15(3): 147-152.
Ilyas, S. 2007. Persistensi dan Pematahan Dormansi Benih pada beberapa Varietas
Padi Gogo. Jurnal Agrista 11 ( 2 ) : 92-101.
Lensari, Delfy. 2009. Pengaruh Perlakuan Pertahanan Dormansi Terhadap
Kemampuan Perkecambahan Benih Angsana. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Minarno, E. B. 2002. Pengaruh Skarifikasi Giberellin Kyowa terhadap
pertumbuhan palem putri (Vetchia merilli, Becc, H.E Moore). Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang. Pramono, A.A, Fauzi, M.A., Widyani,
N. Heriansyah, I. Dan Roshetko, J.M. 2010. Panduan Lapangan Untuk
Pertanian. CIFOR, Bogor.
Muharni, S. 2002. Pengarah Metode Pengerigan dan Perlakuan Pematahan
Dormansi terhadap Viabilitas Benih Kayu Afrika (Maesopsis emiini
Engler). Fakultas Pertanian IPB, Bogor
Nawi, M. 2000. SkarifikasiTanamanPakan. Erlangga, Jakarta.
Pramono, A.A, Fauzi, M.A., Widyani, N. Heriansyah, I. Dan Roshetko, J.M. 2010.
Panduan Lapangan Untuk Pertanian. CIFOR, Bogor.
Rukmana. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius, Yogyakarta.
Saleh, M.S., 2002 .Perlakuan Fisik dan Kalium Nitrat Untuk Mempercepat
Perkecambahan Benih Aren dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan
Kecambah. J.Agroland 9 (4): 36–330.
Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub
Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung.
Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih (Edisi Revisi). Fakultas Pertanian UNIBRAW.
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Susilawati, I., dkk. 2011. Peningkatan Berat Akar, Berat Nodul Efektif dan Hasil
Hijauan Legum dengan Pemberian Molibdenum dan Inokulasi Rhizobium.
Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung

18

Soemarsono. 2007. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang
Umiyasih, U dan Y.N. Anggraeni. 2003. Keterpaduan Sistem Usaha Perkebunan
dengan Ternak : Tinjauan Tentang Ketersediaan Hijauan Pakan Untuk
Sapi Potong di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit. Prosiding Lokakarya
Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit - Sapi. Departemen Pertanian.
Yahya. 2002. Ilmu Pertanian. Erlangga, Jakarta.

19

BAB I
PENDAHULUAN
Hijauan pakan merupakan makanan untuk ternak yang dapat memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Hijauan pakan berasal dari bangsa rumput (Gramineae),
leguminosa dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain. Kelompok hijauan pakan
biasanya disebut pakan kasar, hijauan sebagai makanan ternak biasanya diberikan
dalam dua macam bentuk yakni hijauan segar dan hijauan kering. Penyediaan
pakan yang baik merupakan faktor yang mendukung dalam terpenuhnya nutrisi
ternak.
Tujuan dari Praktikum Pengenalan Jenis Hijauan Pakan adalah mampu
mengenali dan memahami tentang karakteristik jenis-jenis penting rumput dan
legum pakan serta mampu mengenali ciri khas masing-masing jenis hijauan
pakan. Manfaat dari Praktikum Pengenalan Jenis Hijauan Pakan adalah untuk
memahami tentang karakteristik jenis - jenis dan ciri khas masing-masing jenis
hijauan pakan baik rumput maupun legum.

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Rumput (Gramineae)

2.1.1. Pennisetum purpureum (Rumput gajah)
Pennisetum purpureum adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah
dengan minimal atau tanpa tambahan nutrien, sehingga dapat memperbaiki
kondisi tanah yang rusak akibat erosi, juga dapat hidup pada tanah kritis dimana
tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik (Sanderson dan Paul, 2008).
Rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak,
berakar dalam, tinggi batang mencapai 2-4 meter, tumbuh membentuk rumpun,
pelepah daun gundul hingga garis berbulu pendek, helai daun bergaris dengan
dasar yang lebar, ujungnya runcing (Yahya, 2002).
2.1.2. Pannicum maximum (Rumput benggala)
Rumput benggala berasal dari Afrika tropik dan subtropik. Ciri-cirinya
bersifat perennial atau tanaman tahunan, batang tegak, kuat dan membentuk
rumpun, akarnya membentuk serabut dalam dan mempunyai lidah daun yang
berbulu (Pramono et al., 2010). Pannicum maximum tumbuh pada daerah daratan
rendah sampai pegunungan, dapat bertoleransi dengan berbagai jenis tanah, tahan
naungan, responsif terhadap pupuk nitrogen (Sumarsono, 2007).

2.1.3. Brachiaria brizantha (Rumput bebe)
Brachiaria brizantha berasal dari Afrika, rumput ini memiliki karakteristik
tumbuh tegak, pangkal batang banyak bercabang, tinggi hamparan kurang lebih

21

satu meter dan pangkal daun berbulu lebat (Rukmana, 2005). Proses penanaman
rumput ini menggunakan pols, hidup ditanah struktur ringan, sedang sampai berat.
Pada proses penanaman rumput bebe, juga harus memperhatikan faktor
lingkungan antara lain adalah ketersediaan nutrien yang berdampak langsung pada
pertumbuhan produksi dan persistensi tanaman (Sumarsono, 2007).
2.1.4. Setaria sphacelata (Rumput setaria)
Setaria sphacelata ini termasuk dalam golongan rumput potong atau
gembala di daerah dataran tinggi, berasal dari Afrika tropis dan memiliki siklus
hidup parennial, termasuk tanaman yang kering dan teduh tetapi lebih suka pada
tanah yang lembab dan subur, pertumbuhan setelah pemotongan cepat, pangkal
batang pipih, dan pelepah daun pada pangkal batang coklat kemerahan tersusun
seperti kipas (Rukmana, 2005). Setaria sphacelata dapat dikembangkan dengan
menggunakan pols (Umiyasih, 2006).
2.1.5. Pennisetum purpupoides (Rumput raja)
Pennisetum purpupoides merupakan hasil persilangan antara Penissetum
purpureum dengan Pennisetum typhoides. Rumput raja merupakan jenis rumput
yang dapat hidup dalam waktu panjang dan memiliki batang yang tebal, juga
memiliki daun yang lebar, tajam dan berbulu (Yahya, 2002). Rumput raja berasal
dari Afrika Selatan. Rumput raja termasuk tanaman perennial, beradaptasi dengan
baik di daerah tropis dengan struktur tanah yang tidak terlalu lembab dengan
drainase yang baik (Mufarihin, 2012)
2.2.

Legum (Leguminoceae)

22

2.2.1. Centrosema pubescens (Sentro)
Centosema pubescens mempunyai ciri morfologi antar lain tumbuh secara
menjalar hampir menutupi permukaan tanah. Sehingga tanaman sentro dapat
digunakan sebagai penutup tanah pada budidaya tanaman hutan atau agroforestri
(Lukiwati, 2007). Sentro merupakan tumbuhan parennial, tipe daun trifoliate dan
lebih runcing dibandingkan dengan puero dan kalopo, tumbuh membelit dan
menjalar atau memanjang (Pudjiarti, 2004).
2.2.2. Calopogonium muconoides (Kalopo)
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan Tropik bersifat
perennial, pertumbuhan kalopo menjalar, merambat, tidak tahan terhadap
penggembalaan, tidak tahan naungan yang lebat tetapi dapat tumbuh dengan baik
didaerah yang lembab (Sukamto, 2006). Kalopo biasa dikembangbiakan dengan
biji dan mampu tumbuh baik pada tanah sedang sampai berat pada ketinggian 200
- 1000 m diatas permukaan laut dan membutuhkan curah hujan tahunan sebesar
1270 mm (Rahman, 2006).

2.2.3. Desmodium cinereum (Desmodium)
Desmodium cinereum merupakan salah satu tanaman semak tegak berumur
pendek yang digunakan pada teras tanaman pagar untuk tanaman tumpang sari
(Russel, 2008). Daun Desmodium cinereum biasanya berukuran panjang 5 - 7 cm,
ditutupi oleh bulu yang halus, bunga berwarna ungu berada pada panikel terbuka.
Buah polong dengan 6 - 8 biji (Pramono et al., 2010 ).

23

2.2.4. Gliricida sepium (Gamal)
Gamal adalah tanaman leguminosa yang bersifat tahunan, merupakan
tanaman berkayu. Selain sebagai tanaman pakan, gamal dapat dimanfaatkan
sebagai tanaman pagar atau tanaman pencegah erosi (Yahya, 2002). Ciri-ciri pada
gamal diantaranya adalah pohonnya meranggas yang tingginya mencapai 12 m,
batang pendek, daunnya berseling, menyirip, warnanya kuning hijau dan
berambut halus (Pramono et al., 2010).
2.2.5. Leucaena leucocephala (Lamtoro)
Leucaena leucocephala merupakan hijauan pakan yang sering diberikan
kepada ternak tetapi mengandung zat anti nutrisi yaitu mimosin, untuk
mengurangi kandungan mimosin lamtoro harus dijemur sehari lebih dulu sebelum
diberikan pada ternak (Harjadi, 2002). Lamtoro mempunyai ciri-ciri fisik seperti
tumbuh tegak, berupa pohon, tidak berduri, sistem perakarannya dalam, daunnya
berkarang dan bunga berbentuk bola putih kekuningan (Bahar, 2008).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ilmu Tanaman Pakan dengan acara Pengenalan Jenis Hijauan
Pakan dilakukan pada hari Sabtu tanggal 27 April 2013 Pukul 07.30-11.00 WIB di
Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman, Fakultas Peternakan dan Pertanian,
Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.

Materi

24

Bahan yang digunakan yaitu Pennisetum purpureum (rumput gajah),
Panicum maximum (rumput benggala),

Brachiaria brizantha (rumput bebe),

Setaria sphacelata (rumput setaria), Pennisetum purpupoides (rumput raja),
Centrosema pubescens (sentro), Calopogonium mucunoides (kalopo), Leucaena
leucocephala (lamtoro), Desmodium cinereum (Desmodium) dan Gliricidia
sepium (gamal). Alat yang digunakan adalah kertas karton, kertas A4 dan alat tulis
untuk mencatat hasil pengamatan.
3.2.

Metode
Metode yang digunakan adalah mengamati dan menggambar ciri-ciri

jenis rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (Pennisetum hibrida),
rumput setaria (Euclaena setaria), rumput bebe (Brachiaria brizanta) dan rumput
benggala (Panicum maximum) dan jenis leguminosa seperti lamtoro (Leucaena
leucocephala), desmodium (Desmodium cinereum), kalopo (Calopogonium
muconoides), puero (Pueraria phaseoloides) dan gamal (Glirisida sepium).

25

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.

Gramineae (Rumput)

4.1.1. Pennisetum purpureum (Rumput gajah)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Pennisetum purpureum
adalah sebagai berikut:

26

Sumber: Data Primer Praktikum Ilmu
Sumber : www.wikipedia.org
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 1. Pennisetum purpureum (rumput gajah)
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa Pennisetum
purpureum merupakan rumput potongan dan mempunyai ciri-ciri mirip dengan
tebu, tumbuh tegak, memilki ruas yang kecil jika dibandingkan dengan rumput
raja dan daun bagian permukaan atas berbulu tajam serta bunga berwarna kuning
kecoklatan yang tumbuh pada batang utama. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yahya (2002) yang berpendapat bahwa rumput gajah merupakan jenis rumput
yang memiliki umur panjang, memiliki batang yang tebal selain itu rumput gajah
juga memiliki daun yang lebar, tajam dan berbulu. Pennisetum purpureum disebut
juga rumput gajah, rumput ini berasal dari Afrika yang bersifat perennial,
memiliki batang dengan internodus pendek dan bunga yang berwarna kuning
kecoklatan. Rumput gajah dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah,
tumbuh dari daratan rendah sampai pegunungan, tahan terhadap lindungan
sedang. Hal ini ditambahkan dengan pernyataan Sanderson dan Paul (2008) yang
berpendapat bahwa rumput gajah juga dapat hidup pada tanah kritis dimana
tanaman lain relatif tidak dapat tumbuh dengan baik.

27

4.1.2. Panicum maximum (Rumput benggala)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Panicum maximum adalah
sebagai berikut:

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Sumber : www.hear.org
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 2. Panicum maximum (rumput benggala)
Berdasarkan hasil praktikum pengenalan jenis tanaman pakan diketahui
bahwa Panicum maximum merupakan rumput potong yang mempunyai ciri - ciri
akarnya membentuk serabut dalam, dapat bertoleransi dengan berbagai jenis
tanah, tahan naungan, buku dan lidah daun berbulu, dan daun lebih halus dari
rumput gajah serta warna bunga hijau atau keunguan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mannetje dan Jones (2000) yang menyatakan bahwa rumput benggala
ciri-cirinya bersifat perennial, batang tegak, kuat, dan membentuk rumpun.
Pendapat ini ditambahkan oleh Sumarsono (2007) menyatakan bahwa ciri-ciri
rumput benggala adalah batang tegak, kuat, membentuk rumpun, akar serabut
dalam, buku dan lidah daun berbulu, warna bunga hijau keunguan.
4.1.3. Brachiaria brizantha (Rumput bebe)

28

Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Brachiaria brizantha adalah
sebagai berikut:

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu Sumber : www.temmaisrural.com
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 3. Brachiaria brizantha (rumput bebe)
Berdasarkan hasil praktikum pengenalan jenis tanaman pakan bahwa
Brachiaria brizantha memiliki ciri-ciri tumbuh membentuk rumpun, pangkal
batang berwarna merah keunguan, daun lebar dan berbulu pada permukaannya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarsono (2007) yang menyatakan bahwa
karakteristik rumput Brachiaria brizantha adalah tumbuh membentuk hamparan,
batang beruas pendek, berdaun lebar, dan berbulu halus. Hal ini diperkuat dengan
pendapat Rukmana (2005) bahwa ciri rumput ini adalah tumbuh tegak, pangkal
batang banyak bercabang sehingga terbentuk hamparan yang lebat, tinggi
hamparan kurang lebih 1m dan pangkal daun berbulu lebat.
4.1.4. Setaria sphacelata (Rumput setaria)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Setaria sphacelata adalah
sebagai berikut:

29

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Sumber : www.tropicalforages.info
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 4. Setaria sphacelata (rumput setaria)
Berdasarkan praktikum pengenalan jenis tanaman pakan bahwa Setaria
sphacelata termasuk jenis rumput potong yang memiliki ciri-ciri tumbuh
membentuk rumpun, berakar serabut, pangkal batang coklat kemerahan dan daun
berhelai agak lebar serta berbulu pada permukaannya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rukmana (2005) bahwa tanaman rumput setaria berumur panjang,
tumbuh tegak dengan tinggi mencapai 2 m, pangkal batang yang berwarna emas
kecoklatan dan membentuk rumpun. Bila dalam kondisi baik rumput ini dapat
mencapai ratusan batang. Rumput ini termasuk rumput potong atau gembala,
dapat tumbuh pada tempat kering dan genangan air serta cepat tumbuh. Hal ini
ditambahkan oleh pendapat Sumarsono (2007) bahwa rumput setaria memiliki
daun dan berbatang lunak, tahan terhadap panas, cepat tumbuh dan umurnya
pendek 60 hari sudah dapat panen.
4.1.5. Pennisetum purpupoides (Rumput Raja)

30

Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Pennisetum purpupoides
adalah sebagai berikut:

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Sumber : www.tropicalforages.info
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 5. Pennisetum hybrida (rumput raja)
Berdasarkan

praktikum

pengenalan

jenis

tanaman

pakan

bahwa

Pennisetum purpupoides termasuk rumput potong yang memiliki ciri-ciri tumbuh
membentuk rumpun, batang tebal dan keras, daun lebar, warna daun hijau tua
dengan bagian dalam permukaan daun kasar serta tulang daun lebih putih dari
rumput gajah. Hal ini sesuai dengan pendapat Yahya (2002) bahwa rumput raja
merupakna tanaman yang hidup dalam jangka waktu panjang dan memiliki batang
yang tebal, juga berdaun lebar, tajam, dan berbulu. Proses penanaman pada
rumput raja menggunakan stek dan sobekan rumpun. Hal ini ditambahkan dengan
pendapat Sukamto (2006) yang menyatakan bahwa penanaman rumput raja ada
dua macam yaitu stek dan sobekan rumpun (pols) yang dapat tumbuh pada tempat
sampai ketinggian 1500m dari permukaan laut.
4.2.

Leguminoceae (Legum)

4.2.1. Centrosema pubescens (Sentro)

31

Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Centrosoma pubescen
adalah sebagai berikut:

Sumber : commons.wikimedia.org
Sumber : Data Primer Praktikum
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 6. Centrosema pubescens (sentro)
Berdasarkan

praktikum

pengenalan

jenis

hijauan

pakan

bahwa

Centrosema pubescens (Sentro) memiliki ciri tumbuh menjalar, memanjat dan
membelit, batang agak berbulu tidak berkayu, berdaun tiga pada setiap tangkai
daun, bentuk helai daun oval agak elips, berbunga kupu-kupu besar warna ungu
muda kemerahan. Hal ini sesuai pendapat Pudjiarti (2004) bahwa sentro
merupakan tumbuhan parennial, tipe daun trifoliate dan lebih runcing
dibandingkan dengan puero dan kalopo, tumbuh membelit dan menjalar atau
memanjang. Pendapat ini diperkuat oleh Rukmana (2005) menyatakan bahwa
sentro memiliki ciri bunga yang berbentuk tandan berwarna ungu muda bertipe
kacang ercis dan kapri.
4.2.2. Calopogonium mucunoides (Kalopo)
Berdasarkan

hasil

pengamatan

mucunoides adalah sebagai berikut:

pada

tanaman

Calopogonium

32

Sumber : Data Primer Praktik Tanaman Sumber : www.medicinalplantsinnigeria.
Com
Pakan, 2013.
Ilustrasi 7. Calopogonium muconoides (kalopo)
Berdasarkan

praktikum

pengenalan

jenis

hijauan

pakan

bahwa

Calopogonium mucunoides (Kalopo) memiliki ciri-ciri tumbuh merambat,
membelit, memanjat, batang lunak ditutupi bulu-bulu panjang warna coklat,
berdaun tiga setiap tangkai daun, dan bunga kecil berwarna ungu. Calopogonium
muconoides berasal dari Amerika Selatan Tropik bersifat perennial, pertumbuhan
kalopo menjalar, merambat, tidak tahan terhadap pengembalaan, tidak tahan
naungan yang lebat tetapi dapat tumbuh dengan baik didaerah yang lembab sesuai
dengan pendapat Sukamto (2006). Diperkuat oleh Rahman (2006) bahwa kalopo
biasa dikembangbiakan dengan biji dan mampu tumbuh baik pada tanah sedang
sampai berat pada ketinggian 200-1000 m diatas permukaan laut dan
membutuhkan curah hujan tahunan sebesar 1270 mm.
4.2.3. Desmodium cinereum (Desmodium)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Desmodium cinereum
adalah sebagai berikut:

33

Sumber : Data Primer Praktik Tanaman Sumber : www.yiesoniksoka.wordpress.
com
Pakan, 2013.
Ilustrasi 8. Desmodium cinereum
Berdasarkan

praktikum

pengenalan

jenis

hijauan

pakan

bahwa

Desmodium cinereum memiliki ciri-ciri daun trifoliate, batang hampir berbentuk
kotak, akar tunggang serta disetiap daun memilki tunas. Hal ini sesuai dengan
pendapat Pramono et al., (2010) yang menyatakan bahwa daun pada Desmodium
cinereum biasanya agak tebal, panjang 5 - 7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus,
bunga berwarna ungu berada pada panikel terbuka, buah polong dengan 6 - 8 biji.
Hal ini ditambahkan dengan pendapat Russel (2008) bahwa Desmodium cinereum
merupakan salah satu tanaman semak tegak berumur pendek yang digunakan pada
teras tanaman pagar untuk tanaman tumpang sari.
4.2.4. Gliricidia sepium (Gamal)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Gliricidia sepium adalah
sebagai berikut:

34

Sumber : Data Primer Praktik Tanaman Sumber : www.nusataniterpadu.
Pakan, 2013.
Wordpress
Ilustrasi 9. Gliricidia sepium (gamal)
Berdasarkan praktikum pengenalan jenis hijauan pakan bahwa Gliricidia
sepium memiliki ciri-ciri permukaan daun halus, daun tipe majemuk tunggal, akar
tunggang dan batang berkayu. Hal ini sesuai pendapat Yahya (2002) yang
menyatakan bahwa gamal merupakan tanaman berkayu. Diperkuat oleh pendapat
Pramono et al. (2010) yang menyatakan bahwa ciri-ciri pada tanaman gamal
diantaranya adalah pohonnya merenggas yang tingginya mencapai 12 m, batang
pendek, daunnya berseling, menyirip, warnanya kuning hijau dan berambut halus.
4.2.5. Leucaena leucocephala (Lamtoro)
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman Leucaena leucocephala
adalah sebagai berikut:

35

Sumber : Data Primer Praktikum Ilmu
Sumber : www.id.wikipedia.org
Tanaman Pakan, 2013.
Ilustrasi 10. Leucaena leucocephala (Lamtoro)
Berdasarkan praktikum pengenalan jenis hijauan pakan bahwa Leucaena
leucocephala memiliki ciri-ciri tumbuh tegak, perakaran dalam, anak daun elips
agak oval dan kecil serta warna daun hijau tua agak kelabu serta bunga berbentuk
bola warna putih. Hal ini sesuai pendapat Kavana et al., (2005) bahwa lamtoro
mempunyai ciri fisik seperti daunnya bulat dan kecil yang tumbuh pada tiap-tiap
ruas daun, mempunyai tulang daun menyirip. Leguminosa pohon seperti
kaliandra, gamal dan lamtoro merupakan sumber pakan ternak yang mampu
menyediakan

protein

by-pass,

karena

mengandung

tannin

yang

dapat

memproteksi protein dari pencernaan mikroba rumen. Pendapat ini diperkuat oleh
Bahar (2008) yang menyatakan bahwa lamtoro mempunyai ciri fisik seperti
tumbuh tegak, berupa pohon, tidak berduri, sistem perakarannya dalam, daunnya
berkarang dan bunga berbentuk bola putih kekuningan atau merah muda.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.

Kesimpulan

36

Hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa rumput
dan leguminosa memiliki ciri yang berbeda. Rumput umumnya memiliki ciri-ciri
umum seperti daun menyirip, tumbuh berumpun, batang dan permukaan daun
berbulu, serta memiliki akar serabut. Sedangkan pada leguminosa memiliki ciriciri umum seperti batang nodus dan internodus menyatu, daunnya trifoliate atau
lebih, bunga tumbuh pada setiap cabang, biji polong dan ada yang tumbuh
membelit, menjalar dan tegak, serta memiliki akar tunggang.
5.2.

Saran
Dalam praktikum pengenalan jenis tanaman pakan, sebaiknya praktikan

lebih teliti dan cermat dalam menganalisis ciri-ciri khusus dari masing-masing
tanaman pakan. Untuk praktikum selanjutnya, sebaiknya tamanan pakan yang
yang akan diamati memiliki bagian-bagian yang lebih lengkap (daun, akar,
batang, bunga, dan biji).

37

DAFTAR PUSTAKA
Bahar, S. 2008. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan.
Produktivitas Hijauan Pakan untuk Produksi Sapi Bali di Sulawesi Selatan.
233-237.
Christians, N. 2001. Fundamentals of Turfgrass Management. Ann Arbor Press.
Chelsea, Michigan, 301 p.
Lukiwati, D.R. 2007. Peningkatan Prduksi dan Kecernaan Bahan Kering
Centrosema pubescens dan Pueraria phaseoloides oleh Pemupukan
Batuan Posfat dan Inokulasi MVA. Vol 9. No.1, 2007, Hal 1-5.
Mufarihin, A; Lukiwati, D.R dan Sutarno. 2012. Animal Agriculture Journal.
Pertumbuhan dan Bobot Bahan Kering Rumput Gajah dan Rumput Raja
pada Perlakuan Aras Auksin yang Berbeda. Vol 1.No. 2, 2012, p1-15.
Guntoro, S. 2009. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agro.
Harjadi, S. 2002. Pengantar Agronomi Edisi 2. PT Gramedia, Jakarta.
Mannetje dan R.M.Jones. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. PT Balai
Pustaka, Jakarta.
Pramono, A.A, Fauzi, M.A., Widyani, N. Heriansyah, I. Dan Roshetko, J.M. 2010.
Panduan Lapangan Untuk Pertanian. CIFOR, Bogor.
Pudjiarti. 2004. Produksi Bahan Kering Serapan N dan P Hijauan pada
Pertamanan Ganda Setaria dan Puero atau Centro dengan Pemupukan
Fosfat dari Sumber yang Berbeda. 1-65.
Rahman, S.Y. 2006. Respons Pertumbuhan dan Adaptasi Terhadap Cekaman
Kekeringan 3 Jenis Tanaman Legum Pakan yang Diinokulasi Cendawan
Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium di Ultisol. 1-134.
Rukmana, R. 2005. Rumput Unggul Hijauan Makanan Ternak. Kanisius,
Yogyakarta.
Russel. 2008. Pertanian Umum. Erlangga, Jakarta.
Sanderson, M. A. and R. A., Paul. 2008. Perennial forages as second Generation
bioenergy crops. International Journal of Molecular Sciences, 9, 768-788.

38

Sukamto, B. 2006. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Jurusan Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
Sumarsono. 2007. Ilmu Tanaman Makanan Ternak. Facultas Peternakan
Universitas Diponegoro, Semarang.
Turgeon, A.J. 2002. Turfgrass Management. 6th ed. Prentice-Hall, New Jersey. 400
p.
Umiyasih, U dan Yenny N.Y. 2006. Respons Perbaikan Pakan Terhadap
Produktivitas Sapi Potong Induk Periode Post Partum Di Kabupaten
Probolinggo. Hal 1-7.
Yahya. 2002. Ilmu Pertanian. Erlangga, Jakarta.

39

BAB 1
PENDAHULUAN
Hijauan pakan yang sering digunakan untuk ternak adalah legum dan
rumput. Bahan tanam untuk rumput berupa biji, pols, dan stek, sedangkan legum
berupa biji dan stek. Pemilihan bahan tanam dan pengolahan lahan yang tepat
dengan lingkungannya dapat memberikan produksi yang tinggi. Produksi hijauan
pakan di Indonesia masih terhitung rendah karena banyak dari peternak tidak
mempertimbangkan ketersedian lahan untuk tanaman pakan terutama peternak
skala kecil, sehingga perlu diadakan pengolahan lahan agar dengan lahan yang
minimum dapat menghasilkan produksi hijauan pakan yang maksimum.
Dalam bidang peternakan produksi hijauan memegang peranan sangat
penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi hijauan adalah intensitas
cahaya, curah hujan, benih atau bibit yang digunakan dan manajemen sistem
pengolahan lahan. Pengolahan lahan yang biasa dilakukan meliputi pembersihan,
pembajakan, penggaruan dan penyiapan bibit.
Tujuan dalam praktikum ini adalah mengetahui cara pengolahan lahan
yang benar, mampu memilih bahan tanam yang sesuai, mengetahui cara tanam
yang benar, mengetahui jarak tanam yang tepat, mampu memupuk yang benar,
mengetahui interval pemotongan yang tepat, mampu memprediksi produksi
hijauan pakan. Manfaat dari praktikum ini adalah praktikan mampu memilih
bahan tanam yang sesuai sehingga dapat menghasilkan hasil yang optimum dari
tanaman pakan yang dikembangkan.
BAB II

40

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Hijauan Pakan

2.1.1. Jagung
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu komoditas pertanian yang
ekonomis dan berpeluang untuk dikembangkan. Jagung biasanya digunakan
sebagai bahan baku industri makanan, indutri kimia, industri fermentasi dan pakan
ternak. Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun
interval waktu antar tahap petumbuhan dan jumlah daun yang berkembang
berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan menjadi ke dalam tiga tahap
yaitu fase perkecambahan, saat proses ambibisi air yang ditandai dengan
pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama fase
pertumbuhan vegetatif, fase ini di identifikasikan dengan jumlah daun yang
terbentuk (Prasnasari et al., 2012). Pertambahan jumlah daun akan meningkat
seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan sampai pada umur tertentu akan
terhenti atau menurun karena tanaman memasuki fase reproduktif (Rahni, 2012).
2.1.2. Rumput Setaria
Rumput Setaria sphacelata merupakan salah satu rumput yang produktif,
bisa digunakan untuk konservasi tanah dilahan kering. Selain itu rumput ini juga
mempunyai protein kasar yang tinggi (Hartanto dan Mulyono, 2001). Untuk
mendapatkan bahan kering dari setaria, maka harus dikalikan antara kadar (%)
bahan keringnya terhadap produksi segar hijauan (Anwar, 2003). Produksi bahan
kering ini merupakan bobot rumput yang telah dikeringkan dalam oven selama 1

41

hari pada suhu 1050 C dan beratnya stabil. Kandungan bahan kering ini semakin
meningkat seiring dengan semakin tua umur tanaman tersebut. Sedangkan untuk
mendapatkan produksi berat segar, bisa diukur dari jumlah hijauan yang
dihasilkan pada saat panen, dan untuk pengukuran produksi bahan kering dengan
cara pengambilan tanaman pada saat defoliasi (Suswati, 2012).
2.2.

Teknik Budidaya Tanaman

2.2.1. Pengolahan Lahan
Pengolahan tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan produksi tanaman karena dapat menciptakan struktur tanah yang
remah, aerase tanah yang baik dan menghambat pertumbuhan tanaman
pengganggu (Ohorella, 2011). Sistem olah tanah sempurna akan memberikan
jumlah daun yang lebih banyak pada tanaman dari pada sistem tanpa olah tanah
(Ma’sumah, 2002). Perbedaan kondisi tanah pada sistem olah tanah sempurna
dapat mengakibatkan perbedaan ketersediaan air dan unsur hara yang dapat
diserap tanaman sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman (Mahmud et al., 2002).

2.2.2

Penanaman
Penanaman tanaman erat kaitannya dengan jarak tanam dan berpengaruh

terhadap produksi yang akan dicapai. Jarak tanam yang tidak teratur akan
memungkinkan terjadinya kompetisi terhadap individu tanaman lain, sehingga

42

pengaturan jarak tanam yang sesuai dapat mengurangi terjadinya kompetisi
terhadap faktor–faktor tumbuh tanaman (Ariwibawa et al., 2007). Bahan
penanaman yang digunakan dalam penanaman hijauan makanan ternak yaitu biji,
stek atau sobekan rumpun, untuk jenis stolon atau rhizoma penanamanya
dilakukan dengan potongan stolon atau rhizome (Muliwarni dan Wawo, 2011).
2.2.3. Pemupukan
Pemupukan merupakan faktor terpenting dalam penanaman karena unsur
hara yang terdapat di dalam tanah jumlahnya terbatas dan tidak selalu ada untuk
diserap oleh tanaman secara terus menerus sehingga harus ada unsur hara yang
diberikan secara teratur yaitu berupa pupuk. Tidak semua pupuk yang diberikan
kedalam tanah dapat diserap oleh tanaman. Pupuk NPK sangat dibutuhkan untuk
merangsang pembentukan akar yang akan menunjang berdirinya tanaman disertai
pembentukkan tinggi tanaman (Mamonto, 2005). Pemupukkan berimbang berarti
menyediakan semua unsur hara yang cukup sehingga menghasilkan pertumbuhan
tanaman yang baik (Pusri, 2008). Pupuk N, P dan K adalah pupuk majemuk yang
dibuat dengan mencampurkan unsur unsur pupuk yaitu N, P dan K.

2.3.4. Pengairan
Pengairan merupakan proses pemberian air pada tanah untuk memenuhi
kebutuhan tanaman. Kegiatan pengairan meliputi penampungan dan pengambilan
air dari sumbernya, mengalirkannya melalui saluran-saluran ke tanah atau lahan

43

pertanian, dan membuang kelebihan air ke saluran pembuangan. Pengairan
bertujuan untuk memberikan tambahan air pada air hujan dalam jumlah yang
cukup dan pada waktu diperlukan tanaman (Kurnia, 2004). Interval pemberian air
sangat berpengaruh terhadap kelembaban tanah, baik untuk setiap jenis tanaman
maupun fase pertumbuhannya (Kurnia et al., 2002).
2.3.5. Penyiraman
Pemberian air atau irigasi dapat dilakukan dengan cara Subsurface
irrigation, dilakukan dengan mengatur drainage dibawah permukaan tanah.
Pemberian air dibawah permukaan tanah dimaksudkan agar perakaran tanah tetap
basah. Subsurface irrigation dilakukan melalui pipa-pipa yang ditanam di bawah
permukaan tanah. Surface irrigation dilakukan dengan cara menyiram air ke
tanaman. Surface irrigation dapat dilakukan dengan cara mengairi lahan melalui
parit-parit yang disiapkan. Sprinker irrigation merupakan cara penyiraman
dengan penyemprotan melalui sprinkler. Penyiraman dengan cara ini lebih sedikit
membutuhkan air. Trickle irrigation atau Drip irrigation, disebut irigasi tetes.
Dilakukan dengan cara memberi air dengan jumlah sangat sedikit dan terus
menerus (Purbajanti, 2013). Penyiraman dengan interval yang panjang juga dapat
menghindari tanah di pembibitan yang menjadi padat karena penyiraman yang
sering dilakukan (Haryati, 2003).
2.3.6. Defoliasi

44

Defoliasi adalah pemotongan atau pengambilan bagian tanaman yang ada
di atas permukaan tanah, baik oleh manusia maupun oleh renggutan hewan itu
sendiri diwaktu ternak itu digembalakan (Efendi, 2008). Defoliasi denga