8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi oleh penulis dalam penelitian ini :
1. Faradila A. Salim (2015)
Meneliti tentang “Analisis penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin
Manado”. Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Jenis data penelitian ini menggunakan data kualitatif berupa data sekunder mengenai sejarah perusahaan, sistem informasi akuntansi dan pengendalian intern pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan penerapan sistem informasi akuntansi dalam mendukung pengendalian internal pemberian kredit pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado sudah dijalankan dengan baik.
Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang membahas tentang
peran pengendalian internal dalam sektor perbankan. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif.
Perbedaan: Penelitian terdahulu memfokuskan penelitian pada seluruh bagian konsumsi. Penelitian terdahulu dilakukan pada PT. Bank Bukopin Cabang Manado, sedangkan Penelitian yang sekarang dilakukan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
2. Maznifar Amriassyifa (2013)
Meneliti tentang “Pengaruh faktor prosedur audit internal terhadap efektivitas pemberian kredit pada Bank Perkreditan Rakyat (studi empiris Bank Perkreditan
Rakyat di kabupaten Jember)”.Penelitian ini bersifat kuantitatif dan menggunakan teknik purposive sampling dalam menentukan sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komponen dari prosedur internal audit yang terdiri dari perencanaan audit, pengujian dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil audit, dan tindak lanjut hasil audit berpengaruh positif terhadap variable efektivitas pemberian kredit. Penelitian ini hanya menggunakan kuisioner dan darta sekunder yang berkaitan dengan sejarah objek penelitian sebagai alat pengumpulan data.
Persamaan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh audit internal
terhadap efektifitas kredit.
Perbedaan: Obyek penelitian terdahulu pada Bank Perkreditan Rakyat di
Kabupaten Jember, sedangkan obyek penelitian sekarang pada PT. Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya. Penelitian terdahulu menggunakan fokus penelitian pada bagian pemberian kredit, sedangkan penelitian yang sekarang fokus pada bagian kredit konsumsi.
3. Ni Made Diah Dianawati dan Wayan Ramantha (2013)
Meneliti tentang “Pengaruh independensi, keahlian professional, dan pengalaman kerja auditor internal terhadap efektivitas struktur pengendalian internal Bank Perkreditan Rakyat di Kabupat en Gianyar” Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi dan kuisioner. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi, keahlian professional, dan pengalaman kerja auditor internal (badan pengawas) berpengaruh positif terhadap efektivitas struktur pengendalian internal pada Bank Perkreditan Rakyat di kabupaten Gianyar.
Persamaan: Penelitian ini membahas topik peran auditor internal dan
pengendalian internal dalam sektor perbankan.
Perbedaan: Penelitian terdahulu menggunakan variabel independensi, keahlian
professional, dan pengalaman kerja auditor internal untuk mengetahui pengaruh terhadap efektifitas struktur pengendalian internal, sedangkan penelitian sekarang berfokus pada pemeriksaan internal untuk menunjang efektifitas pengendalian internal pada prosedur kredit konsumsi. Objek yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah PT. Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Gianyar, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan objek penelitian di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
4. Ni Wayan Wedayani dan I Ketut Jati (2012)
Meneliti tentang “Efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan terhadap pemberian kredit pada LPD di Kecamatan Rending, dilakukan dengan menggunakan data primer berupa penyebaran kuisioner kepada ketua LPD, kasir, dan tata usaha yang terkait langsung dengan pemberian kredit.
Dari 51 LPD aktif yang ada di Kecamatan Rendang, Selat, Sidemen, dan Manggis, sebanyak 44 LPD atau 86,27% tingkat efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan terhadap pemberian kredit telah dilaksanakan secara efektif dan sisanya sebanyak 7 LPD atau 13,73% tingkat efektivitas fungsi badan pengawas sebagai internal auditor dalam pengawasan terhadap pemberian kredit dilaksanakan kurang efektif.
Persamaan: Penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama
menggunakan variabel peran internal auditor.
Perbedaan: Penelitian terdahulu bertujuan untuk mengetahui efektivitas fungsi
badan pengawas sebagai auditor internal terhadap pemberian kredit, sedangkan penelitian sekarang bertujuan untuk mengetahui peran auditor internal dalam efektivitas pengendalian internal kredit konsumsi. Sampel yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah Lembaga Perkreditan Rakyat (LPD), sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
5. Bambang Pamungkas (2012)
Meneliti tentang “Peranan internal audit dalam meningkatkan pengendalian intern piutang studi kasus pada PT. Vaksindo Satwa Nusantara”. Penelitian ini berfokus pada peran audit internal dalam pengendalian intern piutang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peranan internal audit PT. Vaksindo Satwa Nusantara telah internal audit dalam perusahaan untuk menilai efektivitas pengendalian internal piutang telah berjalan dengan baik.
Persamaan: Penelitian ini menggunakan topik peran auditor internal dan
pengendalian internal.
Perbedaan: Penelitian terdahulu peneliti mencoba untuk mengetahui peran
auditor internal dalam pengendalian internal pada bagian piutang perusahaan, sedangkan peneliti saat ini mencoba untuk meneliti peran audit internal dalam efektifitas pengendalian internal kredit konsumsi bank. Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian terdahulu adalah perusahaan produsen vaksin dan obat hewan yang diperuntukkan bagi hewan peliharaan yaitu PT. Vaksindo Satwa Nusantara, sedangkan dalam penelitian saat ini menggunakan PT. Bank Rakyat Indonesia di Surabaya (Persero) Tbk. Kantor Wilayah Surabaya.
2.2 Landasan Teori
Berikut ini beberapa teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian ini, yaitu :
2.2.1 Pemeriksaan Internal
Menurut Board of Directors Institute of Internal Auditors (IIA) tahun 1999 mendefinisikan audit internal adalah sebagai berikut : internal auditing is an
independent, objective assurance and consulting activity designed to add value
and improve an organization’s operations. Its help an organization accomplish its
objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve
the effectiveness of risk management, control, and governance processes . Maksud pengujian yang memberikan keandalan atau jaminan yang independen, objektif, dan aktifitas konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan melakukan perbaikan terhadap operasi organisasi. Aktivitas tersebut membantu organisasi dalam mencapai tujuannya dengan pendekatan yang sistematis, disiplin untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan keefektifan manajemen risiko, pengendalian dan proses yang jujur, bersih, dan baik. (Akmal, 2009: 12)
Sukrisno Agoes (2013 : 204) menyatakan bahwa pemeriksaan internal adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintahan dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi, dan lain-lain. Ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.
2.2.2 Tujuan Pemeriksaan Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2013:205) tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh internal auditor adalah membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Untuk mencapai tujuan tersebut , internal auditor harus melakukan kegiatan-kegiatan berikut :
a) Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan dari sistem pengendalian manajemen, pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
b) Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur- prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
c) Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggung jawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan, dan penyalahgunaan.
d) Memastikan bahwa pengelola data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya.
e) Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manjemen.
f) Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas.
Tujuan pemeriksaan internal adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk itu, pemeriksaan internal akan melakukan analisis, penilaian, dan mengajukan saran- saran. Tujuan pemeriksaan mencakup pula pengembangan pengawasan yang efektif dengan biaya yang wajar (Hiro Tugiman, 1997: 11).
2.2.3 Wewenang dan Tanggung Jawab Auditor Internal
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) menyatakan secara terperinci mengenai tanggung jawab auditor internal dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (2001 : 322) auditor internal bertanggung jawab untuk menyediakan jasa manajemen entitas dewan komisaris atau pihak lain yang setara wewenang dan tanggung jawab tersebut. Auditor internal mempertahankan objektivitasnya yang berkaitan dengan aktivitas yang diauditnya.
Menurut Amin Widjaja Tunggal (2000 : 21) tanggung jawab auditor internal adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan, menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan. Secara garis besar dan tanggung jawab seorang auditor internal di dalam melaksanakan tugasnya adalah sebagai berikut :
1. Memberikan informasi dan saran-saran kepada manajemen atas kelemahan-kelemahan yang ditemukannya.
2. Mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas yang ada dalam perusahaan untuk mencapai tujuan audit dan tujuan organisasi atau perusahaan.
2.2.4 Kedudukan dan Peran Auditor Internal
Menurut Sukrisno Agoes (2013: 222) ada empat alternatif kedudukan auditor dalam struktur organisasi yaitu:
1. Bagian internal audit berada dibawah direktur keuangan (sejajar dengan bagian akuntansi keuangan).
2. Bagian internal audit merupakan staf direktur utama.
3. Bagian internal audit merupakan staf dari dewan komisaris.
4. Bagian internal audit dipimpin oleh seorang internal audit director.
Peran auditor internal bisa sangat membantu manajemen dengan dalam pengendalian internal. Bukti ketaatan terhadap kebijakan, prosedur, peraturan, atau undang-undang yang sudah ditetapkan, baik oleh manajemen maupun pemerintah terletak pada pedokumentasian yang layak. Jika sistem pengendalian didokumentasikan dengan baik, suatu organisasi dapat lebih siap mematuhi peraturan-peraturan yang relevan. Dalam mengevaluasi pengendalian internal, auditor internal harus mengingat bahwa pengendalian dirancang untuk mencapai tujuan mereka (Wuryan Andayani, 2008: 58).
2.2.5 Program Pemeriksaan Internal
Program audit merupakan alat yang menghubungkan survey pendahuluan dengan pekerjaan lapangan. Dalam survey pendahuluan, auditor internal mengidentifikasi tujuan operasi, risiko, kondisi-kondisi operasi, dan kontrol yang diterapkan. Dalam pekerjaan lapangan, auditor mengumpulkan bahan bukti tentang efektifitas sistem pengendalian, efisiensi operasi, pencapaian tujuan, dan dampak risiko terhadap perusahaan. Dengan demikian progam audit internal digunakan sebagai pedoman bagi auditor untuk melaksanakan auditnya dan mengumpulkan bahan bukti (Wuryan Andayani, 2008:93). Menurut Hiro Tugiman (1997 : 58) program audit haruslah mencakup :
1. Membuktikan prosedur pemeriksaan dalam pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama pemeriksaan.
2. Menetapkan tujuan pemeriksaan.
3. Menentukan lingkup dan tingkat pengujian yang diperlukan untuk
4. Mengidentifikasi aspek-aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang akan diteliti.
5. Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.
6. Merupakan persiapan awal pelaksanaan pekerjaan pemeriksaan, dan perubahan bila dipandang perlu selama pemeriksaan.
2.2.6 Efektifitas
Efektifitas yaitu melakukan hal yang benar (doing the right things). Efektifitas menekankan hasil aktual dari dampak atau kekuatan untuk menghasilkan dampak tertentu. Sesuatu bisa jadi efektif tetapi tidak efisien atau ekonomis. Program untuk membuat sistem menjadi lebih efisien atau ekonomis juga bisa menjadi lebih efektif (Wuryan Andayani, 2008:96).
Handoko (2001:44) mengemukakan efektifitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas berhubungan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.2.7 Pengendalian Internal
Horngern, Walter, dan Linda (2006:372) mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu perencanaan organisasi dan semua tindakan yang terkait diterapkan oleh suatu entitas untuk menjaga aktiva, mendorong karyawan untuk mengikuti kebijakan perusahaan, meningkatkan efisiensi operasi dan memastikan keandalan pencatatan akuntansi. Menurut Committee of Sponsoring Organizations Report (COSO) dalam Amin Widjaja Tunggal (2000:70) pengertian pengendalian
entity’s of directors, management, and other personnel, designed to provide
reasonable assurance regarding the achievement of objective in the following
categories : 1.Reliability of financial reporting 2. Compliance with applicable laws and regulations, and 3. Effectiveness and efficiency of operations.
Maksud dari definisi tersebut bahwa pengendalian internal adalah proses yang dipengaruhi oleh aturan direksi, manajemen, personalia lainnya yang disusun untuk memberikan jaminan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan berikut ini :
1. Efektifitas dan efisiensi kegiatan 2.
Dapat dipercayanya laporan keuangan, dan 3. Kesesuaian dengan undang-undang dan aturan yang ditetapkan.
2.2.8 Unsur-Unsur Pengendalian Internal
Sawyer dalam Wuryan Andayani (2008 : 49) mengatakan bahwa terdapat lima komponen pengendalian internal yang saling berkaitan pada pernyataan COSO (Committee of Sponsoring Organization) atau disebut dengan pengendalian COSO. Kelima komponen tersebut adalah :
1. Lingkungan pengendalian Lingkungan pengendalian adalah menggambarkan keseluruhan sikap organisasi yang mempengaruhi kesadaran dan tindakan personel organisasi mengenai pengendalian.
2. Penentuan risiko Penentuan risiko meliputi penentuan risiko di semua aspek organisasi penentu kekuatan organisasi melalui evaluasi risiko, serta pertimbangan tujuan di semua bidang operasi untuk memastikan bahwa semua bagian organisasi bekerja secara harmonis.
3. Aktivitas pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat oleh manajemen. Aktivitas pengendalian tersebut meliputi persetujuan, tanggung jawab dan kewenangan, pemisahan tugas, pendokumentasian, rekonsiliasi, karyawan yang kompeten dan jujur, dan audit internal.
4. Informasi dan Komunikasi Komunikasi dan informasi tentang operasi pengendalian internal memberikan substansi yang dapat digunakan manajemen untuk mengevaluasi efektifitas pengendalian dan untuk mengelola operasi.
5. Pengawasan Pengawasan merupakan evaluasi rasional yang dinamis atas informasi yang diberikan pada komunikasi informasi untuk tujuan pengendalian manajemen.
2.2.9 Pengendalian Internal dalam Perbankan
Beberapa bentuk aplikasi dari Internal Control dalam Perbankan dapatlah diuraikan sebagai berikut : (Teguh Pudjo Muljono, 1987: 25)
1. Division of Duties
Division of Duties dalam kegiatan Perbankan ini dapat berupa pemisahan
fungsi-fungsi administratif, operasionil dan fungsi penyimpanan. Di samping itu pembagian wewenang ini juga dapat dibedakan dari tingkatan jabatan yang ada.
2. Dual Control Pengertian dari Dual Control di sini, dapat diartikan sebagai kegiatan pengecekan kembali atas suatu pekerjaan yang telah dilakukan oleh petugas sebelumnya untuk menetapkan, 1.
Apakah petugas yang pertama tersebut, telah bertindak sesuai dengan batasan-batasan wewenangnya untuk menangani transaksi yang telah dilakukan, 2. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut telah dicatat, dibukukan, diadministrasikan dengan prosedur yang benar.
3. Apakah transaksi-transaksi yang terjadi tersebut, telah diselesaikannya dengan prosedur yang benar.
Adanya Dual Control yang memadai ini, juga merupakan element internal control yang penting harus dievaluasi oleh Bank Auditor apakah telah memadai atau belum.
3. Joint Custody/Dual Custody Di dalam kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh suatu bank, banyak mengelola berbagai barang-barang berharga yang sangat likuid (mudah sekali dicairkan). Mulai dari uang tunai sendiri, bermacam-macam Bank Note (mata uang valuta asing), bilyet saham obligasi, sertifikat barang jaminan ataupun formulir surat berharga yang belum terpakai. Misalnya, formulir traveller check dan lain-lain. Untuk menjaga berbagai kemungkinan dari pemegang kunci/kombinsi kode-kode pintu besi dan strong room tersebut, maka perlulah dibuat suatu sistem pemegang kunci lebih dari satu orang. Kalau mungkin, para pemegang kunci tersebut adalah orang yang mempunya perbedaan fungsi di kantornya. Sehingga kalau seseorang akan membuka pintu khasanah, maka diperlukan pemegang kunci yang lainnya harus hadir.
4. Mandatory vacation Sebagian orang memperkirakan bahwa cuti merupakan hak dari setiap karyawan. Oleh karena itu, ia bebas menggunakan hak cuti tersebut , atau kata lain boleh cuti dan boleh juga tidak cuti tergantung pada yang bersangkutan. Ada pula sebagian mengatakan karyawan yang tidak pernah cuti mempunyai loyalitas yang tinggi. Pendapat itu semua adalah salah, sebab cuti disamping hak, juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh semua karyawan/pejabat.
5. Number Control Seperti telah dikemukakan di muka bahwa sifat pekerjaan di dunia bank sebagian besar berupa pekerjaan administrative/elerical works yang terus menerus dari hari ke hari. Dan sesuai dengan sifatnya ini, sudah tentu berbagai jenis mungkin pula ribuan jenis formulir akan digunakan untuk melaksanakan berbagai transaksinya. Agar arus pekerjaan dan pemakaian dsri formulir-formulir kerja tersebut disusun secara prenumbered.
6. Outside Activities of Bank Personnel Kegiatan pegawai bank di luar pekerjaannya perlu pula diatur sedemikian rupa, hingga memberikan dampak positif bagi bank yang bersangkutan.
Semua kegiatan pegawai bank di luar jam dinas sebaiknya sepengetahuan dari atasan pegawai masing-masing, sebab banyak kegiatan di luar jam kerja yang akan memberikan dampak negative terhadap bank yang bersangkutan.
7. Rotation of Duty Assignment Sebagaimana halnya dalam pelaksanaan cuti, maka mutasi pegawa, pejabat bank juga mempunyai pengaruh yang positif baginya untuk menghilangkan berbagai kejenuhan bekerja secara routine untuk jngka waktu yang relative lama, yang memungkinkan seseorang mengalami depresi mental sehingga yang bersangkutan akan apatis dan kehilangan
self motivatif untuk memajukan usahanya / maupun dirinya sendiri. Tujuan
lain dari mutasi jabatan yaitu untuk menghilangkan akibat-akibat negatif
1. Untuk menghindarkan seorang pejabat bank menguasai suatu pekerjaan secara terus menerus, yang memungkinkan ia untuk menyembunyikan suatu manipulasi. Maka dengan dimutasikannya yang bersangkutan ke tempat lain sudah tentu ada petugas yang lain yang menggantikannya, sehingga apabila terjadi kejanggalan- kejanggalan akan segera diketahui.
2. Dengan menduduki suatu jabatan yang terlalu lama maka seseorang dapat membentuk suatu persekongkolan baik disengaja ataupun tidak sengaja (self dealing) yang dapat merugikan bank, dengan adanya mutasi tersebut maka segala bentuk persekongkolan (collusion) dapat dipatahkan secara otomatis.
3. Dengan adanya mutasi ini, hubungan baik dengan para debitur / maupun pihak extern ini juga akan mengakibatkan timbulnya self
dealing yang mengorbankan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat.
8. Independence Balancing Dari hasil praktek sistem akuntansi yang baik di suatu bank, akan diperoleh keseimbangan secara otomatis antara saldo suatu rekening dengan rekening lainnya selama pencatatan, klasifikasi, pelaporan transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan benar. Dari accounting
equation
(persamaan akuntansi) ini dapat dimanfaatkan untuk alat control yaitu menilai keseimbangan-keseimbangan tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan auditor dalam mengecheck independence balancing pada buku besar yang dibuat oleh bagian accounting. Sedangkan perincian- perincian buku besar harus dibuat oleh bagian operasional yang mengelola pos rekening tersebut, dan tiap sore harus dibandingkan apakah telah terdapat kecocokan.
2.2.10 Indikasi Keberhasilan Pelaksanaan Sistem Pengendalian Internal dalam Perbankan
Menurut Tjukria P. Tawaf (1999 : 49) sebagai indikasi dari keberhasilam pelaksanaan pengendalian bisa dilihat antara lain:
1. Menurunnya angka pengaduan atau keluhan nasabah.
2. Menurunnya angka penyelewengan dan kebocoran.
3. Berkurangnya kemacetan-kemacetan dalam pelaksanaan pekerjaan.
4. Berkurangnya frekuensi audit khusus pada umumnya ataupun berkurangnya kasus-kasus khusus.
5. Meningkatnya keterampilan pegawai bank dalam pelaksanaan pekerjaan.
6. Meningkatnya efisiensi pelayanan bank.
7. Meningkatnya disiplin kerja pegawai yang diimbangi pula dengan meningkatnya kegairahan, prestasi dan produktivitas kerjanya.
8. Dan akhirnya, meningkatnya kesehatan bank secara keseluruhan.
2.2.11 Pengendalian Internal Kredit
Pengendalian internal kredit meliputi unsur-unsur pengendalian internal berupa penelaahan dan penekanan pada tujuan pengendalian yang ingin dicapai perusahaan. Menurut La Midjan (1994 : 355) memuat prinsip-prinsip-prinsip
1. Perlu adanya pemisahan fungsi antara : a.
Fungsi pembahasan kredit pada bagian analisa kredit.
b.
Fungsi realisai kredit pada bagian penyelenggaraan kredit atau administrasi kredit.
c.
Fungsi pengawasan kredit berada pada bagian pengawasan kredit.
2. Perlu disusun pencatatan dan pelaporan harian yang baik dan tepat waktu mengenai posisi dana dengan kredit.
3. Perlu penyusunan ikhtisar mutasi bulanan.
4. Perlu pelaksanaan investarisasi fisik dalam waktu yang pendek berikut pengawasan administrasi.
5. Perlu diciptakan peraturan-peraturan intern yang akan menjamin keamanan atau kelayakan, baik bersifat preventif maupun represif.
6. Penandatanganan surat-surat berharga oleh dua orang pejabat.
7. Perlu disusun sistem pencatatan dan pengarsipan surat-surat dan berkas pemberian kredit berikut rekening-rekening giro, kredit dan lain-lain.
2.2.12 Kredit
Menurut Anwar (2002 : 14) kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi (jasa) itu akan dikembalikan lagi pada jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang disertai dengan kontraprestasi (balas jasa) yang berupa uang. Undang-undang Republik Indonesia No.10 tahun 1998 menyatakan kredit adalah penyedia uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. (Kasmir, 2005: 92). Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian fasilitas kredit menurut Kasmir (2005 : 94) adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan Yaitu suatu keyakinan pemberian kredit bahwa kredit yang diberikan (berupa uang, barang, atau jasa) akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah baik secara intern maupun dari ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap nasabah pemohon kredit.
2. Kesepakatan Disampimg unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi dengan si penerima kredit. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
3. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
4. Resiko Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah yang lalai, maupun oleh resiko yang tidak sengaja. Misalnya terjadi bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya.
5. Balas jasa Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank. Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.
2.2.13 Tujuan dan Fungsi Kredit
Menurut Kasmir (2005:95) Pemberian suatu fasilitas kredit mempunya tujuan tertentu. Tujuan pemberian kredit tersebut tidak akan terlepas dari misi bank tersebut didirikan. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit antara lain :
1. Mencari keuntungan Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dalam bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah. Keuntungan ini penting untuk kelangsungan hidup bank. Jika bank yang terus menerut menderita kerugian, maka besar kemungkinan bank tersebut akan dilikuidir (dibubarkan).
2. Membantu usaha nasabah Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana untuk modal kerja. Dengan dana tersebut, maka pihak debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu pemerintah Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak perbankan, maka semakin baik, mengingat semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembangunan di berbagai sektor. Disamping tujuan di atas suatu fasilitas kredit memiliki fungsi sebagai berikut : (Kasmir. 2005: 97)
1. Untuk meningkatkan daya guna uang.
Kredit dapat meningkatkan daya guna uang maksudnya jika uang hanya disimpan saja tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna.
Diberikannya kredit uang tersebut menjadi berguna untuk menghasilkan barang atau jasa oleh si penerima kredit.
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.
Uang yang diberikan atau disalurkan akan beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya sehingga, suatu daerah yang kekurangan uang dengan memperoleh kredit maka daerah tersebut akan memperoleh tambahan uang dari daerah lainnya.
3. Untuk meningkatkan daya guna barang.
Kredit yang diberikan oleh bank akan dapat digunakan oleh si debitur untuk mengolah barang yang tidak berguna menjadi berguna atau bermanfaat.
4. Meningkatkan peredaran barang.
Kredit dapat pula menambah atau memperlancar arus barang dari satu wilayah ke wilayah lainnya, sehingga jumlah barang yang beredar dari satu wilayah ke wilayah lainnya bertambah atau kredit dapat pula meningkatkan jumlah barang yang beredar.
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi.
Memberikan kredit dapat dikatakan sebagai stabilitas ekonomi karena dengan adanya kredit yang diberikan akan menambah jumlah barang yang diperlukan oleh masyarakat. Kemudian dapat pula kredit membantu dalam mengekspor barang dari dalam negeri ke luar negeri sehingga meningkatkan devisa negara.
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha.
Bagi si penerima kredit tentu akan dapat meningkatkan kegairahan berusaha, apa lagi si nasabah yang memang modalnya pas-pasan.
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan.
Semakin banyak kredit yang disalurkan maka akan semakin baik, terutama dalam hal meningkatkan pendapatan. Jika sebuah kredit diberikan untuk membangun pabrik, maka pabrik tersebut tentu membutuhkan tenaga kerja masyarakat sekitar pabrik juga akan dapat meningkatkan pendapatannya seperti membuka warung atau menyewa rumah kontrakan atau jasa lainnya.
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional.
Pinjaman internasional akan dapat meningkatkan saling membutuhkan antara si penerima kredit dengan si pemberi kredit. Pemberi kredit oleh negara lain akan meningkatkan kerja sama di bidang lainnya.
2.2.14 Prinsip-prinsip pemberian kredit
Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali. Keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian kredit sebelum kredit tersebut disalurkan. Kriteria penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan dilakukan dengn analisis 5 C dan 7 P. Adapun penjelasan untuk analisis 5 C kredit adalah sebagai berikut (Kasmir, 2005: 104) :
1. Character Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi.
2. Capacity Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur pemerintah. Begitu pula dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat kemampuan dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3. Capital Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti segi
likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Colleteral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5. Condition Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil.
Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah sebagai berikut :
1. Personality Menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkahlakunya sehari- hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.
2. Party Mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalita serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.
3. Perpose Untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif dan lain sebagainya.
4. Prospect Untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi akan tetapi juga nasabah.
5. Payment Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit. Semakin banyak sumber penghasilan debitur maka akan semakin baik. Sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.
6. Profitability Menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.
Profitability diukur dari period eke periode apakah akan tetap sama
atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperoleh.
7. Protection Menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.
Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau jaminan asuransi.
2.2.15 Jenis-jenis Kredit
Kredit yang dinerikan oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat untuk masyarakat terdiri dari berbagai jenis. Menurut Kasmir (2005: 99) secara umum jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain : 1.
Dilihat dari segi kegunaan a.
Kredit investasi Kredit yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek atau pabrik baru dimana masa pemakaiannya untuk suatu periode yang relative lebih lama dan biasanya kegunaan kredit ini adalah untuk kegiatan utama suatu perusahaan.
b.
Kredit modal kerja Kredit yang digunakan untuk keperluan peningkatan produksi dalam operasionalnya. Contoh : kredit modal kerja diberikan untuk membeli bahan baku, membayar gaji pegawai, atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Kredit modal kerja merupakan kredit yang dicarikan untuk membantu kredit investasi yang sudah ada.
2. Dilihat dari segi tujuan kredit a.
Kredit produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa.
Artinya, kredit ini digunakan untuk diusahakan sehingga menghasilkan sesuatu baik berupa barang maupun jasa.
b.
Kredit konsumtif Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi atau dipakai secara pribadi.
Kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha.
c.
Kredit perdagangan Kredit perdagangan merupakan kredit yang digunakan untuk kegiatan pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. Kredi ini sering diberikan kepada supplier atau agen-agen perdagangan yang akan membeli baramg dalam jumlah tertentu.
3. Dilihat dari segi jangka waktu a.
Kredit jangka pendek Kredit ini merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari satu tahun atau paling lama satu tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.
b.
Kredit jangka menengah Jangka waktu kreditnya berkisar antara satu tahun sampai dengan tiga tahun, kredit jenis ini dapat diberikan untuk modal kerja. Beberapa bank mengklasfikasikan kredit menengah menjadi kredit jangka panjang.
c.
Kredit jangka panjang Kredit yang masa pengembaliannya paling panjang, yaitu di atas tiga tahun atau lima tahun. Biasanya kredit ini digunakan untuk investasi jangka panjang seperti perkebunan karet, kelapa sawit, atau manufaktur, dan untuk kredit konsumtif seperti kredit perumahan.
4. Dilihat dari segi jaminan a.
Kredit dengan jaminan Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tertentu. Jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud. Artinya, setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi senilai jaminan yang diberikan b.
Kredit tanpa jaminan Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, karakter, serta loyalitas si calon debitur selama berhubungan dengan bank yang bersangkutan.
5. Dilihat dari segi sektor usaha a.
Kredit pertanian, merupakan kredit yang dibiayai untuk sector perkebunan atau pertanian rakyat. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang.
b.
Kredit peternakan, dalam hal ini kredit diberikan untuk jangka waktu yang relative pendek misalnya peternakan ayam dan untuk kredit jangka panjang seperti kambing atau sapi.
c.
Kredit industri , yaitu kredit untuk membiayai industri pengolahan baik untuk industri kecil, menengah, atau besar.
d.
Kredit pertambangan, yaitu kredit untuk usaha tambang yang dibiayai, biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak, atau tambang timah.
e.
Kredit pendidikan, merupakan kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula berupa kredit untuk pada mahasiswa yang sedang belajar.
f.
Kredit profesi, diberikan kepada kalangan profesional seperti dosen, dokter, atau pengacara. g.
Kredit perumahan, yaitu kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan.
2.2.16 Kredit Konsumsi
Kredit konsumsi (pada sebagian bank disebut Consummers Credit) adalah kredit yang diberikan bank untuk keperluan pembelian barang kebutuhan yang sifatnya jangka panjang seperti rumah, kendaraan bermotor (mobil dan motor), bahkan untuk peralatan rumah tangga seperti kulkas, Tv, dan lainnya. Pemberian kredit konsumsi harus dilakukan dengan memperhatikan kemampuan nasabah, khususnya penghasilannya (gaji dan lainnya) yang harus cukup untuk membayar cicilan tetap selama kredit berjalan. Lazimnya calon dianggap cukup mampu apabila yang dipakai untuk cicilan kredit < 40% dari gajinya. Artinya dianggap sisa gaji sebesar 60% masih cukup untuk biaya hidup yang bersangkutan dengan keluarganya. Angka 40% tersebut tidak mutlak, karena semakin tinggi penghasilan persentase tersebut dapat pula menjadi lebih rendah. Disamping itu share nasabah harus disetor tunai (antara 20% s/d 40%) umumnya dengan memperhitungkan suku bunga secara flat. Jadi kalau suku bunga setahun ditetapkan 10% maka 5 tahun bunganya menjadi 50%. Pokok ditambah bunga dibagi jangka waktu kredit adalah cicilan yang harus dibayar oleh debitur Selain dengan sistem bunga flat, ada juga yang melakukannya dengan perhitungan bunga berdasarkan sisa hutang (baki debet), namun tetap dengan cicilan pokok dan bunga yang jumlahnya sama setiap bulan (anuitet). Sistem mana yang dipakai sepenuhnya sesuai kebijakan bank yang bersangkutan, cara mana yang dipandang cenderung memaksa bank mengenakan bunga yang lebih ringan sehingga semakin banyak bank yang menerapkan suku bunga riil berdasarkan sisa hutang (Z.Dunil, 2005:309).
Menurut Kasmir (2005:100) kredit konsumsi adalah kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. Sebagai contoh kredit untuk perunmahan, kredit mobil pribadi, kredit perabotan rumah tangga dan kredit konsumtif lainnya.
2.2.17 Alasan Kegagalan Kredit
Menurut Teguh Pudjo Muljono (1987 : 98) sebab-sebab kegagalan kredit adalah: 1.
Adanya Self Dealing : yaitu adanya Vested Interest (kepentingan pribadi) dari para eksekutif bank dalam memutuskan kreditnya sehingga tidak obyektif lagi dan melanggar prinsip-prinsip perkreditan yang sehat. Self dealing ini erat hubungannya dengan masalah mental yang kurang baik dari pejabat kredit bank.
2. Tidak terdapatnya kebijaksanaan kredit yang sehat (Non Existence of
Sound lending Policies ) yaitu ketidakadaan perencanaan kredit maupun
ketidakaadaan pedoman dalam pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan yang sehat serta tidak adanya pedoman atau dasar/teknik yang realistik dalam pemutusan pemberian kredit oleh suatu bank kepada para nasabahnya.
3. Incomplete Credit Information, yaitu jeleknya management information yang menyangkut kegiatan usaha nasabah yang bersangkutan. Akan mengakibatkan analisa pemutusan kredit didasarkan informasi-informasi yang tidak lengkap hingga mengakibatkan keputusan yang salah.
4. Failure to Obtain or Enforce liquidation agreement, yaitu ketidakmampuan untuk memperoleh atau mengambil tindakan likuidasi sesuai isi perjanjian kredit yang disebabkan mungkin posisi yuridis bank yang tidak menguntungkan, tidak lengkapnya dokumen yang menyangkut legalitas nasabah dan seterusnya.
5. Technical Incompetency, yaitu kurangnya kemampuan teknis para pejabat kredit dalam menganalisa permohonan kredit sehingga menghasilkan keputusan-keputusan yang salah, begitu juga kurangnya kemampuan teknis para pengelola kredit sehingga mengakibatkan kegagalan dalam pengelolaan kredit.
6. Poor Selection of Risk, yaitu ketidakmampuan eksekutif kredit dari bank yang bersangkutan dalam melakukan seleksi resiko dalam pemberian kredit kepada para nasabahnya.
7. Overfinancing Underfinancing, yaitu ketidakmampuan pengelolah kredit dalam memberikan kredit dalam memberikan kredit dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan, baik ditinjau dari jumlahnya maupun ditinjau dari waktunya, mungkin pemberian kredit terlalu lambat ataupun juga terlalu cepat.
8. Lack of Supervising. Banyak pinjaman yang cukup sehat pada saat kredit diberikan tetapi karena tidak adanya pengawasan yang efektif, maka kredit-kredit tersebut menjurus kearah kredit macet dan lain-lain. Jika diteliti lebih mendalam sebab-sebab kegagalan kredit di atas terlihat terutama disebabkan karena lemahnya internal kontrol. Oleh karena itu dalam audit ini auditor bank perlu memberikan perhatian yang besar pada penilaian Internal Control bidang perkreditan apakah telah memadai atau belum.
Dalam upaya menekan atau meminimalisir kegagalan dalam pemberian kredit Bank Indonesia pada tanggal 31 Juli 1995 telah mengeluarkan SE No.27/7/UPDB yang menetapkan tentang penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan bank pada setiap bank umum. Ada enam hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) tersebut yaitu: 1.