BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Analisis Makna Gramatikal Kata الصبر / Aṣ-ṣabru/‘sabar’/Dalam Al-Qur’an.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

  Adapun penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur’an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya antara lain tentang analisis makna kata a.

  Analisis Makna ﺮﻛﺫ / żikrun / oleh Zikri Mahyar (030704016) 2007.

  Menegaskan bahwasanya kata ﺮﻛﺫ / żikrun / memilki makna kontesktual dalam Al-Quran ditemukan sebanyak 137 kata yang tersebar dalam 18 surat dan 35 ayat. Adapun kata

  ﺮﻛﺫ / żikrun / mengandung makna kontekstual ditemukan sebanyak 8 makna yaitu: 1. Al-Quran: 11 (sebelas), 2. Pelajaran: 4 (empat), 3. Kitab: 2 (dua), 4. Kemuliaan: 2 (dua), Kehormatan: 1 (satu), Ke’sabar’an: 1 (satu), Keagungan: 1(satu) dan Kebanggan: 1(satu), 5 (lima), menerangkan: 2 (dua) dan penjelasan: 1 (satu), 6 (enam), Wahyu: 2 (dua), 7. Lauh mahfuzh: 1(satu), 8. Cerita : 1 (satu). Teori yang digunakan Abdul chaer.

  b.

  Analisis Makna Leksikal Dan Relasinya Pada Kata ﻖﺤﻟﺍ / al-ḥaqqu / oleh M.Husnul Fadhillah Nst (040704007) 2009. Menegaskan bahwa hasil penelitian makna leksikal kata

  ﻖﺤﻟﺍ / al-ḥaqqu / bermakna benar mempunyai 146 kata yang tersebar 134 ayat dan mempunyai relasi makna. Adapun relaksi makna tersebeut yaitu: relasi makna sinonim dan relasi makna antonim. Relasi makna sinonim kata

  ﻖﺤﻟﺍ / al-ḥaqqu / dalam Al-Quran bermakna hak, adil,

  

pasti, utang piutang, yang berjumlah48 kata yang tersebar dalam 45 ayat,

  sedangkan relasi makna antonim kata ﻖﺤﻟﺍ / al-ḥaqqu / dalam Al-Quran adalah

  ﻞﻁﺎﺒﻟﺍ / Al-bāṭilu / yang bermakna batil, yang berjumlah 14 kata yang tersebar dalam 13 ayat dari dalam Al-Quran. Teori yang digunakan Abdul chaer.

  c.

  Analisis Makna Kata ﻪﺟﻭ / wajhun / oleh Rukiyah (070704001) 2011.

  Penilitian ini menegaskan apa saja makna leksikal kata ﻪﺟﻭ / wajhun / dan proses gramatikal kata

  ﻪﺟﻭ / wajhun / yang didalam Al-Quran. Teori yang digunakan Abdul chaer. d.

  Konsep ‘sabar’ Dalam Islam Dan Implikasinya Terhadap Pencegahan Stress

  

( Tinjauan Konseling Islam ) oleh Basuki Rahman (1100103) IAIN Walisong

  2004. Menerangkan Bagaimana konsep ‘sabar’ dalam Islam dan bagaiman implmentasinya terhadap sesama Mahluk.

  Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Adapun untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode telaah kepustakaan (library research), yang kemudian akan dianalisa dengan menggunakan metode deskriptif analisis (analisis statis), metode analisis deskriptif interpretatif, dan metode induktif (Halliday).

  Namun penelitian tentang makna kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / yang terdapat ﻟا

  dalam Al-Qur’an belum pernah diteliti oleh Mahasiswa Jurusan Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2.2 Kajian Teoritis

2.2.1 Pengertian Semantik

  Palmer (1981: 5) menyebutkan bahwa semantik semula berasal dari bahasa Yunani, mengandung makna to signify atau memaknai. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik merupakan bagian dari linguistik.

  Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki tingkatan pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Hubungan ketiga komponen itu sesuai dengan kenyataan bahwa (a) bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak yang mengacu pada adanya lambang-lambang tertentu, (b) lambang-lambang merupakan seperangkat sistem yang memiliki tataan dan hubungan tertentu, dan (c) seperangkat lambang yang memiliki bentuk dan hubungan itu mengasosiasikan adanya makna tertentu.

  Menurut Al-Jarim dan Amin (t.t : 262) ilmu ma’ani ialah :

  , ﻥﺃ ﻚﻳﺮﻳ ﻪﻧ ﺄﻔ ﻦﺋﺮﻘﻟﺍ ﺔﻧﻮﻌﻤﺑ ﺎﻨﻤﺿ ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻦﻣ ﺩﺎﻔﺘﺴﻳ ﺎﻣ ﺔﺳﺍﺭﺩ ﻮﻬﻓ ﻰﻧﺎﻌﻤﻟﺍ ﻢﻠﻋ . ﻰﻨﻌﻣ ﻪﻌﺿﻭ ﻞﺻ ﺄﺒ ﺪﻴﻔﻳ ﻡﻼﻜﻟﺍ

  /ilmu al-ma’n ī fahuwa dirᾱsatu mᾱ yastafᾱdu min al-kalᾱmi ḍimnan bima’ūnati al-qara’ina, fa’innahu yurika ‘anna al-kal ᾱma yufidu bi’aṣlin waḍa’ahu ma’na/.

  “Ilmu ma’ani adalah ilmu yang mempelajari rahasia yang terdapat dalam suatu kalimat melalui qarinah-qarinah yang ada, karena ilmu ma’ani mengajarkan bahwa asal penyusunan suatu kalimat itu untuk menunjukkan makna”. (Al-Jarim dan Amin, 2010: 374).

  Semantik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda dalam bahasa. Dalam bahasa Arab disebut `ilm ad-dalalah. `ilm-ad-dalalah ini terdiri atas dua kata: `ilm yang berarti ilmu pengetahuan, dan al-dilalah yang berarti penunjukkan atau makna. Jadi, ‘ilm al-dilalah menurut bahasa adalah ilmu pengetahuan yang mengetahui tentang makna. Secara terminologis, ilm- ad-dalalah sebagai salah satu cabang linguistik (`ilm al-lughoh) yang telah berdiri sendiri yaitu ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran makna mufrodat (kosa kata) maupun pada makna dalam tataran tarokib (struktur atau gramatikal bahsa) (http://www.falaahisme.blogspot.com/2013/04/pengertian-ilmu-semantik-atau- ilmu-ad.html).

  Menurut Umar, (1998:11) ‘ilm ad-dilalah adalah sebagai berikut:

  

ْﻦِﻣ ُﻉْﺮَﻔﻟﺍ َﻚِﻟَﺫ ْﻭَﺍ ﻰَﻨْﻌَﻤْﻟﺍ ُﺱُﺭْﺪَﻳ ْﻱِﺬّﻟﺍ ُﻢْﻠِﻌْﻟَﺍ ْﻭَﺍ ﻰَﻨْﻌَﻤْﻟﺍ ُﺔَﺳﺍَﺭِﺩ ُﻪﱠﻧَﺎِﺑ ْﻢُﻬُﻀْﻌَﺑ ُﻪُﻓﱠﺮَﻌًﻳ

ﻰَﻨْﻌَﻤﻟﺍ َﺔَﻳِﺮْﻈَﻧ ُﻝَﻭﺎَﻨَﺘَﻳ ْﻱِﺬّﻟﺍ ﺔَﻐّﻠﻟﺍ ِﻢْﻠِﻋ /yu

ʻarrifuhu baʻḍuhum bi`annahu dirāsatu al-maʻnā au al-ʻilmu al-lażī yadrusu

al-

ma`nā au żalika al-farʻu min ʻilmi al-lugati al-lażī yatanāwalu naẓ riyata

alma ʻnā/ “didefenisikan sebagian mereka dengan studi tentang makna atau ilmu

  yang memepelajari tentang makna, atau merupakan cabang linguistik yang mengkaji tentang teori makna”.

  Dalam buku makna dalam wacana yang ditulis oleh Yayat Sudaryat kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’ atau ‘lambang’ yang verbanya semaino ‘menandai’ atau ‘melambangkan’. Tanda atau lambang ini dimaksudkan tanda linguistik (Perancis: signe linguistique). (Sudaryat, 2008:3).

  Secara umum semantik lazim diartikan sebagai kajian mengenai makna bahasa. Mengapa harus dieksplisitkan makna bahasa?, karena selain makna bahasa, dalam kehidupan kita banyak makna-makna yang tidak berkaitan dengan makna bahasa melainkan dengan tanda-tanda dan lambang-lambang lain, seperti tanda-tanda lalu lintas, tanda-tanda kejadian alam, lambang-lambang negara, simbol-simbol negara, simbol-simbol kebudayaan, simbol-simbol keagamaan, dan lambang atau simbol lainnyai bidang ilmu yang mengkaji makna berbagai tanda dan lambang itu disebut semiotik.

  Lalu, karena bahasa itu juga merupakan sistem lambang maka sebenarnya makna bahasa juga termasuk dalam semiotika. Namun, secara khusus kajian mengenai makna bahasa mempunyai wadah sendiri, yaitu semantik. (Chaer:2007).

2.2.2 Satuan Makna (Semantik Unit )

  , ﻲﻤﻠﻌﻟﺍ ﺢﻠﻄﺼﻤﻟﺍ ﻲﻓﻭ ﺔﻴﻟﻻﺪﻟﺍ ﺓﺪﺣ ﻮﻟﺍ ﻒﻳﺮﻌﺗ ﻲﻓ ﻥﻮﺛﺪ ﺤﻤﻟﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ءﺎﻤﻠﻋ ﻒﻠﺘﺨﻳ

  semantic unit

  , . ﻮﻫﻭ ﺢﻠﻄﺼﻣ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻖﻠﻁﺍ ﻦﻣ ﻢﻬﻨﻤﻓ ﺎﻬﻴﻠﻋ ﻪﻧﻮﻘﻠﻄﻳ ﻱﺬﻟﺍ .

  ﻖﻠﻁﺍ ﻦﻣ ﻢﻬﻨﻣﻭ ﻞﺼﻔﻟﺍ ﺍﺬﻬﻟ ﺎﻧﺍﻮﻨﻋ ﺔﻴﺑﺮﻌﻟﺍ ﻪﺘﻤﺟﺮﺗ ﺎﻧﺮﺘﺧﺍ ﻱﺬﻟﺍ ﺢﻠﻄﺼﻤﻟﺍ

  sememe

  1908 , ﻡﺎﻋ ﺓﺮﻣ ﻝﻭﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻢﻠﻋ ﻞﺧﺩ ﺢﻠﻄﺼﻤﻟﺍ ﻮﻫﻭ ﺢﻠﻄﺼﻣ ﺎﻬﻴﻠﻋ

  Blom field Adolf Noreen

  ﺪﻳ ﻲﻜﻳﺮﻣ ﻷ ﺍ ﺔﻐﻠﻟﺍ ﻢﻠﻋ ﻞﺧﺩﻭ ﻱﺪﻳﻮﺴﻟﺍ ﻱﻮﻐﻠﻟﺍ ﺪﻳ ﻲ ﻠﻋ . 1926 ﻡﺎﻋ . ﺎﻬﻧﺍ ﻝﺎﻗ ﻦﻣ ﻢﻬﻨﻤﻓ ﺔﻴﻟﻻﺪﻟﺍ ﺓﺪﺣﻮﻟﺍ ﻒﻳﺮﻌﺗ ﻝﻮﺣ ﺔﻳﻮﻐﻠﻟﺍ ﺮﻈﻨﻟﺍ ﺕﺎﻬﺟﻭ ﻒﻠﺘﺨﺗﻭ , : . :

  ﺔﻳﺰﻴﻴﻤﺘﻟﺍ ﺢﻤ ﺣ ﻼﻤﻟﺍ ﻦﻣ ﻊﻤﺠﺗ ﺎﻬﻧﺍ ﻝﺎﻗ ﻦﻣ ﻢﻬﻨﻣﻭ ﻰﻨﻌﻤﻠﻟ ﻯﺮﻐﺼﻟﺍ ﺓﺪﺣﻮﻟﺍ

. :

ﺎﻴﻟﻻﺩ ﺎﻨﻳﺎﺒﺗ ﺲﻜﻌﻳ ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻦﻣ ﺩﺍﺪﺘﻣﺍ ﻱﺍ ﺎﻬﻧﺍ ﻝﺎﻗ ﻦﻣ ﻢﻬﻨﻣﻭ

  Nida a text

  ﺍﺪﻧ ﻩﺮﻛﺫ ﺎﻣ ﻥ ﺈﻔ ﺺﻨﻟﺍ ﻲﻫ ﺔﻴﻟﻻﺪﻟﺍ ﺓﺪﺣﻮﻟﺍ ﺮﺒﺘﻋﺍ ﺪﻗ ﻢﻬﻀﻌﺑ ﻥﺎﻛ ﺫﺍﻭ . , ﺎﻨﻫ ﻪﻴﻠﻋ ﺎﻧﺮﺳ ﺎﻣﻭ ﺎﻧﺭﺎﻴﺘﺧﺍ ﻮﻫ ﺓﺪﺣﻮﻟﺍ ﻩﺬﻬﻟ ﺓﺩﺪﻌﺘﻣ ﺕﺎﻳﻮﺘﺴﻣ ﺩﻮﺟﻭ ﻦﻣ morfem Nida

  ﻥﻭﺩ ﺎﻤﻣ ﻞﺑ ﻯﻮﺘﺴﻣ ﻦﻣ ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻦﻣ ﺩﺍﺪﺘﻣﺍ ﻱﺍ ﻥ ﺈﻔ ﻪﻟﺎﻗ ﺎﻤﻟ ﺎﻗ ﺒﻂ ﻭ

  • – : ﺎﻣﺍ ﻦﻴﺒﻧﺎﺟ ﻦﻣ ﻪﻨﻋ ﺙﺪﺤﺘﻳ ﻥﺍ ﻦﻜﻤﻳ ﻪﻠﻛ ﻕﻮﻄﻨﻤﻟﺍ ﻡﻼﻜﻟﺍ ﻰﻟﺍ ﻯﻮﺘﺴﻤﻟﺍ ﺍﺬﻫ
  • – Semantic unit Lexical .

  ﺰﻴﻛﺮﺘﻟﺍ ﻥﻮﻜﻳ ﺎﻤﻨﻴﺤﻓ ﺔﻴﻟﻻﺩ ﺓﺪﺣﻮﻛ ﻭﺍ ﺔﻴﻤﺠﻌﻣ ﺓﺪﺣﻮﻛ , ﻥﻮﻜﻳ ﺎﻤﻨﻴﺣ ﻦﻜﻟﻭ ﺔﻴﻤﺠﻌﻣ ﺓﺪﺣﻭ ﻦﻋ ﺎﺛﺪﺤﺘﻣ ءﺮﻤﻟﺍ ﻥﻮﻜﻳ ﺔﻴﻨﻌﻣ ﺔﻐﻴﺻ ﻰﻠﻋ .

  

ﺔﻴﻟﻻﺪﻟﺍ ﺓﺪﺣﻮﻟﺎﺑ ﻰﻤﺴﻳﺎﻣ ﻞﻤﻌﺘﺴﻳ ﻥﺍ ءﺮﻤﻠﻟ ﻦﻜ ﻤﻳ ﺔﻐﻴﺼﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻰﻨﻌﻣ ﻰﻠﻋ ﺰﻴﻛﺮﺘﻟﺍ

  Nida

  : ﻲﻫ ﺔﻴﺴﺋﺭ ﻡﺎﺴﻗﺍ ﺔﻌﺑﺭﺍ ﻰﻟﺍ ﺔﻴﻟﻻﺪﻟﺍ ﺓﺪﺣﻮﻟﺍ ﻢﺴﻗ ﺪﻗﻭ 3 2 . - ) . ( )

  1 ﻢﻴﻓﺭﻮﻣ ﺔﻤﻠﻛ ﻦﻣ ﺮﻐﺻﺍ ﺐﻴﻛﺮﺗ ﺔﻠﻛ ﻦﻣ ﺮﺒﻛﺍ ﺓﺮﻔﻤﻟﺍ ﺔﻤﻠﻜﻟﺍ ( . 1998 . ) ( ) 4 . ( ۳۱ ـ ۳۲ ﺮﻤﻋ ﺩﺮﻔﻣ ﺕﻮﺻ ﻢﻴﻓﺭﻮﻣ ﻦﻣ ﺮﻐﺻﺍ ﻞﺼﺘﻣ

  /ya

ḥtalifu ‘ulamāu al-lughati al- muḥaddiṡūna fī ta’rīfi al- waḥdati ad- dilāliyyah,

wa fī al- muṣṭalaḥi al-‘alamī al- lażī yaṭluqūnahu ‘alaihā. Faminhum min aṭlaqi

  

‘alaihā mu ṣṭalaḥa semantic unit, wahuwa al- muṣṭalaḥa al-lażī ikhtiranā

tarjamatuhu al- ‘arabiyyat ‘unwānan lihażā al-faṣli. Waminhm min aṭlaqi ‘alaihā mu

  ṣṭalaḥa sememe, wahuwa al- muṣṭalaḥu dakhala ‘ilmu al-lughatu awala marratu ‘ammi

  ۱ ۹۰۸ ‘alā yadin allughawiya al-suwidiya Adolf Noreen

  wadakhala ‘ilmu al-lughatu al- amrikiya yadi Bulumfilidi ‘ammī ۱ ۹۲٦.

Watakhtalifu wijhāti an-naẓari al-lughawiyyati ad-dilāliyyah. Faminhum min qāla

innahā : al-wiḥda aṣ-ṣugharā lilma’nā. Waminhum min qāla innahā : tujma’u

min al- malāmiḥi al- tamyiziyyati, waminhum man qāla innahā :ayyu imtidādu mina al- kalāmi ya’kasi tabāyanan dilāliyan.

Waiżā kāna ba’ḍuhum qad I’tabara al-wiḥdatu ad-dilāliyyah hiya an-naṣu a text

fainna mā żakarahu Nida min wujūdin mustawiyātu muta’addadatu lihażihi al-

wi ḥdatu huwa ikhtiyārunā, wamā saranā ‘alaihi hunnā. wa

ṭabaqan limā qālahu Nida fainna ayyu imtidādu min al-kālami min mustawā

al-

mūrufim – bal mimmā dūna hażā al-mustawā- ilā al-kālami al-manṭuqi kulluhu

yumkinu anna yata ḥaddaṡa ‘anhu min jānibina :immā kawḥadatu mu’jamiyy atu Lexical unit aw kaw ḥadatu dilāliyyatu Semantic unit. faḥīnamā yakūnu at - tarkiyzu ‘alā ṣīghati ma’niyyati yakūnu al -mar u mutaḥaddaṡan ‘an wiḥdati mu’jamiyyati, walakinna

  ḥinamā yakūnu at -tarkizu ‘alā ma’nā hażihi aṣ -ṣighati yumkinu lilmara I an yasta’m ila mā yusammā bīl- wiḥdati ad-dilāliyyati. Wa qad qismu Nida al- wi

  ḥdatu ad-dilāliyyatu ilā arba’atin aqsāmi raīsiyyah hiyā :

  1.Al-kalimatu al- mufadatu. 2. Akbaru min killati (tarkību). 3.Aṣgharu min

kalimati (mūrufim muttaṣilu). 4. aṣgharu min mūrufim (ṣawtu mufradu)/. ’Ada

  perbedaan diantara para ilmuan tentang pengertian ilmu dilalah, yang sudah ahli ilmu bahasa masa kini. Adapun pembagiannya seperti unit semantik. Dan merupakan pembagian dari morfem. Dan ilmu mustalah termasuk dalam ilmu bahasa pertama kali sejak tahun 1908 oleh Adolf Noreen dan termasuk ilmu bahasa dalam di tangan Blood Field 1926. Ada perbedaan pandangan para ahli bahasa tentang pengertian ilmu dilalah. Diantara mereka ada yang berpendapat : unit kesatuan makna terkecil. Sebagian berkata : gabungan makna dan sebagian lagi mengatakan kata yang berlawanan yang perlu penjelasan variasi makna. Pendapat terbesar mengenai pengertian ilmu dilalah adalah teks. Nida mengatakan adanya beberapa tingkatan dari pilihan-pilihan kami, dan apa apa yang menjadi pembeda . Nida mengatakan apa yang menjadi perpanjangan kata dari tingkatan pemahaman. Akan tetapi itu tergantung terhadap tingkatannya sendiri. Terhadap pengucapan kata semuanya kemungkinan diucapkan diantara keduanya. Apakah termasuk dalam golongan kata leksikal atau termasuk dalam semantik. Maka ketika suatu kata sudah masuk dalam salah satu bagian dari leksikal dan semantik maka akn terlihat dalam sebuah kamus, akan tetapi kalau seandainya suatu kata tidak ada dalam leksikal maupun semantik, maka kata itu termasuk dalam ilmu dilalah. Menurut Nida dalam Umar (1998: 21-22) membagi dilalah kepada 4 bagian pokok, yaitu : 1) Kata yang berdiri sendiri. 2) Lebih dari satu kata ( Frase). 3) Lebih kecil dari satu kata. 4) Lebih kecil dari satu morfem.

1. Pengertian Makna

  Adapun makna menurut KBBI (2010- 2011 Hal:186) : (1) arti: ia memperhatikan setiap kata yg terdapat dalam tulisan kuno itu; (2) maksud pembicara atau peneliti; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.

  Menurut Aristoteles dalam Chaer (1989, 13) Kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Malah dijelaskannya juga bahwa kata itu memiliki dua macam makna, yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom, dan (2) makna yang hadir sebagai akibat terjadinya proses gramatikal. Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian ; atau kata adalah huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti ( Chaer, 2007 : 162).

  Kata menurut KBBI ( 2002 Hal:5) kata adalah : (1) unsur bahasa yg diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa; (2) ujar; bicara; (3) Ling a morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; b satuan bahasa yg dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (misal : batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (misal : pejuang, pancasila, mahakuasa) .

  Menurut KBBI ( 2002 Hal:215) variasi adalah : (1) tindakan atau hasil perubahan dari keadaan semula; selingan: berulang-ulang tanpa--; (2) bentuk (rupa) yang lain; yang berbeda bentuk (rupa) : harga tiket pesawat memang ada–

  

nya; berbagai– dialek bahasa indonesia ; (3) hiasan tambahan: sepeda motornya

diberi– berupa lampu-lampu kecil ( gambar temple dsb) ; (4) Bio perubahan turun-

  temurun pada binatang yang disebabkan oleh perubahan lingkungan; (5) Ling a. wujud pelbagai manifestasi, baik bersyarat maupun tidak bersyarat dari suatu satuan; b. konsep yang mencakupi variable dan variasi.

  Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Abdul Chaer, dari beberapa pengertian tentang makna peneliti hanya memfokuskan pada variasi makna kata saja. Chaer (1989: 60-77) mengemukakan beberapa pengertian makna dalam buku pengantar semantik bahasa indonesia yaitu :

  1.Makna leksikal dan makna gramatikal, 2.Makna referensial dan non referensial,

  3.Makna denotatif dan konotatif, 4.Makna kata dan makna istilah, 5.Makna konseptual dan asosiatif, 6.Makna idiomatikal dan peribahasa , 7.Makna kias.

  Menurut Chaer (2009: 70) makna kata dan makna istilah, perbedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata itu dalam penggunaannya secara umum dan secara khusus. Makna sebuah kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan, dapat menjadi bersifat umum.

  Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan di dalam suatu kalimat. Kalau lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi umum dan kabur. Misalnya kata tahanan. Apa makna kata tahanan? Mungkin saja yang dimaksud dengan tahanan itu adalah ‘orang yang ditahan’, tetapi bias juga ‘hasil perbuatan menahan’, atau mungkin makna yang lainnya lagi (Hamidi. 2010 Hal:45).

  Makna Gramatikal

  Makna Gramatikal adalah makna yang “muncul” sebagai hasil suatu proses gramatikal. Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya beberapa proses gramatikal. Yang utama adalah proses afiksasi, proses reduplikasi, proses komposisi, proses pemfrasean dan proses pengalimatan. (Chaer:2003 Hal:54).

1. Makna Gramatikal Afiksasi.

  Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia afiksasi merupakan salah satu proses penting dalam pembentukan kata dan penyampaian makna. Jenis afiks dan makna gramatikal yang dihasilkan cukup banyak dan beragam. Satu hal yang jelas makna afiks yang dihasilkan mempunyai kaitan dengan fitur semantik bentuk dasarnya. Umpamanya dalam prefiksasi dengan prefiks ber- pada bentuk dasar nomina yang berfitur makna [+pakaian] atau [+perhiasan] akan melahirkan makna gramatikal ‘mengenakan’ atau ‘memakai’.

  Misalnya pada kata berdasi, bersepatu, berbedak dan berpita. Pada bentuk dasar yang berfitur semantik [+kendaraan] akan melahirkan makna ‘mengendarai’, ‘naik’ atau ‘ menumpang’. Misalnya pada kata bersepeda, berkereta, berkuda dan berbemo. (Chaer:2003 Hal:48).

  Kalau sebuah bentuk dasar memiliki fitur makna yang menonjol lebih dari satu. Umpamanya kata patung memiliki fitur makna yang menonjol (a) [+hasil (pekerjaan)] dan (b) [+sifat diam (tak berbicara, tak bergerak)], maka bila dibubuhi prefiks me- menjadi kata mematung akan memunculkan makna gramatikal (a) ‘membuat patung’ dan (b) ‘diam seperti patung’. Contoh bahasa Arab ‘sabar’ menjadi menimbulkan ‘bersabar’ artinya memunculkan

  ﺮﺒﺻ ﺮﺒﺼﻳ makna seorang yang sedang bersabar.

  Padahal kata menyambal hanya bermakna gramatikal ‘membuat sambal’ dan kata membatu hanya bermakna gramatikal ‘(keras) seperti batu’. Mengapa? Karna kata sambal hanya memiliki satu fitur makna yang menonjol yaitu [+hasil (pekerjaan)], dan kata batu hanya memiki satu fitur makna yang menonjol yaitu [+’(keras) seperti batu’].

  Unuk mengetahui makna gramatikal makna yang diacu pada kata mematung tampaknya tidak cukup hanya pada tingkat morfologi, melainkan kita harus melihat pada tingkat gramatikal yang lebih tinggi. Yaitu tingkatan sintaksis seperti kalimat berikut:

  1. Usaha mematung banyak dilakukan penduduk desa itu.

  2. Dia duduk saja mematung dalam seminar itu.

  Kalimat pertama memberikan makna gramatikal ‘membuat patung’ dan kalimat kedua memberikan makna gramatikal ‘(diam) seperti patung’ Contoh dalam bahasa Arab sebagai berikut :

  ‘dia mengerjakan sholat dengan sabar .1

  ﺮﺼﺑ ﺓﻼﺼﻟﺍ ﺍﻮﻤﻴﻘﺗ ﻮﻫ

  ‘Mak bersabarlah kamu dengan sabar yang baik’ .2 ﻼﻤﺟ ﺍﺮﺒﺻ ﺮ ﺒﺼﻓ

  Kalimat pertama memberikan makna gramatikal sabar menjadi ‘khusyu’ dan kalimat kedua memberikan makna gramatikal sabar itu ‘baik’.

  Contoh makna gramatikal kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru dalam Alquran dan ﻟا

  Terjemahnya Departemen Agama RI yang sementara ini peneliti temukan diantaranya:                                           

   

  /

Allażīna `iżā żukira allahu wa jilat qulūbuhum wa a ṣ -ṣābirīna ‘alā `aṣābahum

wa almuqīmī aṣ -ṣalāti wa mimmā razaqnāhum yunfiqūna/. “(yaitu) orang-orang

yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang

‘sabar’ terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan

  

sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah

Kami rezkikan kepada mereka”. (Qs. 22:35)

2. Makna Gramatikal Reduplikasi

  Reduplikasi juga merupakan satu proses gramatikal dalam pembentukan kata. Secara umum makna gramatikalnya adalah menyatakan ‘pluralis’ atau ‘intensitas’. Umpamanya kata rumah direduplikasikan menjadi rumah-rumah bermakna gramatikal ‘banyak rumah’, dan kata besar direduplikasikan menjadi

  

besar -besar memiliki makna gramatikal ‘banyak yang besar’. Sedangkan kata

memukul yang direduplikasikan menjadi memukul-mukul memberi makna

  gramatikal ‘berkali-kali memukul’. (Chaer, 2003).

  Namun, makna gramatikal reduplikasi ini tampaknya tidak bisa ditafsirkan pada tingkat morfologi saja, melainkan baru bisa ditafsirkan pada tingkatan gramatikal yang lebih tinggi yaitu pada tingkatan sintaksis. Contoh :

  1. Bukalah pintu itu lebar-lebar! 2. Daunnya sudah lebar-lebar, tetapi belum dipetik.

  3. Kumpulkan kertas yang lebar-lebar itu disini.

  Contoh : ‘dia banyak melakukan sesuatu’ / .

  1 ḥua fu’ailun/ ﻞﻴﻌﻓ ﻮﻫ ‘dia tukang ketawa’ / .

  2 ḥia ḍuhaikun/ ﻚﻴﺨﺿ ﻲﻫ

`kata lebar-lebar pada kalimat (1) bermakna ‘selebar mungkin’, pada kalimat (2)

  bermakna ‘banyak yang lebar’ dan pada kalimat (3) bermakna ‘hanya yang lebar saja’. Sejauh ini peneliti tidak menemukan kata / A

  ṣ-ṣabru / dalam Alquran yang mengalami proses gramatikal Reduplikasi.

3. Makna Gramatikal Komposisi

  Butir leksikal dalam setiap leksikal, termasuk bahasa Indonesia, adalah terbatas, padahal konsep-konsep yang berkembang dalam kehidupan manusia selalu bertambah. Oleh karena itu, selain dengan proses afiksasi dan proses reduplikasi, banyak juga digunakan proses komposisi untuk menampung konsep- konsep yang baru muncul itu atau yang belum ada kosa katanya. Umpamanya, dulu kata kereta digunakan untuk menampung konsep ‘kendaraan beroda yang ditarik oleh kuda’. Kemudian dengan hadirnya kereta yang berjalan di atas rel dan ditarik oleh lokomotif bertenaga uap, muncullah gabungan kata kereta api atau kereta rel; dan yang ditarik oleh kuda disebut kereta kuda. Lalu, dengan hadirnya tenaga listrik yang digunakan untuk menjalankan kereta muncullah kata kereta listrik. (Chaer:2003).

  Dalam perkembangan selanjutnya dikenal pula pola komposisi kata seperti kereta penumpang, kereta barang, kereta bisnis, kereta eksekutif dan sebagainya, dengan makna gramatikal ’kereta untuk mengangkut penumpang’,’ kereta untuk mengangkut barang’, ‘kereta untuk kelas bisnis’, dan ‘kereta untuk penumpang eksekutif’.

  Penutur (asli) suatu bahasa tidak perlu secara khusus mempelajari dulu fitur2 semantik kosa kata yang ada di dalam bahasanya untuk dapat membuat gabungan kata, sebab fitur-fitur semantik itu sudah turut ternuranikan sewaktu dia dalam proses pemerolehan bahasannya (Iskandar 2009 Hal: 127).

4. Kasus Kepolisemian

  Kepolisemian lazim diartikan sebagai dimilikinya lebih dari satu makna oleh sebuah kata atau leksem. Atau dengan rumusan sederhana lazim dikatakan polisemi adalah kata yang bermakna ganda atau memiliki banyak makna. Misalnya kata kepala dalam kamus besar bahasa Indonesia tercatat memiliki enam buah makna, yaitu: (1) bagian tubuh diatas leher ; (2) bagian diatas leher tempat tumbuhnya rambut; (3) bagian suatu benda yang sebelah atas (ujung, depan, dan sebaginya); (4) bagian yang terutama, (yang penting); (5) pemimpin, ketua dan (6) akal pikiran, otak.

  Sedangkan kata jatuh tercatat memiliki sepuluh buah makna, yaitu: (1) turun kebawah dengan cepat; (2) merosot, menjadi murah; (3) ditujukan kepada (4) bertepatan dengan; (5) berhenti dari suatu jabatan; (6) bangkrut, merugi; (7) kalah, dirampas musuh; (8) tidak lulus; (9) tidak tahan lagi; dan (10) menjadi sakit (miskin dan sebagainya) (Chaer:2003).

  Di dalam bahasa Arab misalnya /

  ﺔﻘﻧ ﻒﻧا/ anfu nuqotu/hidung unta artinya

  si hidung mancung’ , /

   ﺪﻣﺮﻟا ﺮﻴﺜﻛ/ katsiru ar-ramad/ ‘banyak debu dapurnya’ artinya orang dermawan banyak tamu yang telah diberinya makan.

  Konsep umum bahwa polisemi merupakan masalah sebuah kata yang memiliki makna lebih dari satu, sebetulnya kurang tepat, sebab substansinya tidak menyangkut masalah leksikal. Makna pertama kata kepala dan makna pertama kata jatuh yang tercatat dalam kamus besar bahasa Indonesia memang makna leksikal atau makna denotatif dari kata kepala dan kata jatuh itu. Namun, makna- makna berikutnya tidak bisa dipahami tanpa konteks sintaksisnya, baik dalam satuan frase maupun satuan kalimat. Makna ‘pemimpin’, ‘ketua’ sebagai makna kelima dalam kamus besar itu baru bisa dipahami atau dimengerti kalau kata

  kepala itu berada dalam frase seperti kepala kantor, kepala sekolah dan kepala keluarga.

  Tanpa konteksnya dalam frase seperti itu kata kepala hanyalah memiliki makna leksikalnya. Begitupun makna menjadi sebagai makna kesepuluh dari kata jatuh yang tercatat dalam kamus besar itu baru bisa dipahami kalau kata jatuh itu berada dalam konteks frase seperti jatuh cinta, jatuh miskin dan jatuh sakit. Tanpa konteks tentu kata jatuh itu hanya memiliki makna leksikalnya, yakni makna pertama yang tercatat dalam kamus besar itu (Halliday 1976. Hal:86).

C. Makna kontekstual

  Untuk dapat memahami makna suatu ujaran harus pula diketahui konteks dari terjadinya ujaran itu, atau tempat terjadinya ujaran itu. Konteks ujaran ini dapat berupa konteks intrakalimat, antarkalimat, bidang ujaran atau juga situasi ujaran. (Tarigan:1985). Misal dalam bahasa Arab kalimat / kutiba

   ﻡﺎﻴﺼﻟا ﻢﻜﻴ ﻠ ﻋ ﺐﺘ ﻛ ‘alaikumu a ṣ-ṣiyām /‘diwajibkan bagi kamu berpuasa

  Makna kata 1. ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / (‘sabar’) ﻟا

  Menurut KBBI (2004) arti kata ‘sabar’ 1 tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati); tabah: ia menerima

  nasibnya dengan ‘sabar’; hidup ini dihadapinya dengan ‘sabar’; 2 tenang; tidak

  tergesa-gesa; tidak terburu nafsu: segala usahanya dijalankannya dengan ‘sabar’;

  ber’sabar’ bersikap tenang (pikiran, perasaan): hendaknya kita ber’sabar’ dalam menghadapi cobaan hidup. menyabarkan menenangkan perasaan (pikiran dan sebagainya); menenteramkan

  hati: sebaiknya kita menyabarkan kedua orang yang sedang bertengkar itu;

  

ter’sabar’ paling tenang (tidak mudah putus asa, marah, jengkel, dan

  sebagainya): ia termasuk gadis ter’sabar’ di antara teman-temannya sekelas;

  

memper’sabar’ menjadikan lebih memper’sabar’ (tabah, tenang);

penyabar orang yg bersikap tenang (tidak terburu nafsu dan tidak lekas marah): seorang ‘sabar’ biasanya tidak cepat marah karena persoalan kecil; ke’sabar’an ketenangan hati dalam menghadapi cobaan; sifat tenang (‘sabar’): ia

pun akan kehilangan ke’sabar’nya apabila diperlakukan tidak adil dan

melampaui batas.

  Menurut Kamus Munawwir (1997 Hal: 265) kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / yang berarti : ﻟا 4. ﺮﺒﺻ / ṣabara / ‘Bersabar’ 5. ﺮﺒﺼﻳ / yaṣbiru / ‘Tabah Hati’ 6. ﺮﺒﺼﻳ / yaṣbiru / ‘Berani’

  Menurut Kamus Al-Munjid fi lughathu wa a’lam (1973 : 414) kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ- ﻟا ṣabru / yang berarti : 3.

  ﺪﻠﺠﺗ / tajallud / ‘Berani’ 4. ﻯﻮﻜﺷ / syakwā / ‘Tidak Mengeluh’

  Secara terminologi ‘sabar’ berarti menahan dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharapkan ridha dari Allah. Sedangkan secara istilah, ‘sabar’ adalah ketabahan hati dalam menanggung berbagai macam kesulitan dalam hal mencegah perbuatan-perbuatan maksiat (Al-Maraghi 1998. Hal:102)

2. Proses Makna Gramatikal Kata ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / ﻟا

  Secara terminologi ‘sabar’ berarti menahan dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharapkan ridha dari Allah. Sedangkan secara istilah sebagaimana yang diungkapkan oleh Shihab, ‘sabar’ adalah ketabahan hati dalam menanggung berbagai macam kesulitan dalam hal mencegah perbuatan-perbuatan maksiat.

  Guna memudahkan pemahaman tentang hal ini maka sebagai bahan acuan pemaknaan, berikut peneliti cantumkan dua ayat yang sekiranya dapat mewakili perbedaan makna kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / ‘sabar’ ﻟا

  Allah SWT berfirman pada surah As-sajadah   

                                     

   

  ` immatan yahd na bi ` amrin ṣabar ū wa k bi / waj’alnā minhum a ū ā lammā ān ū `ayatin ā yūqiūna / “dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka ‘sabar’ . dan mereka adalah meyakini ayat-ayat kami.” (QS 32 : 24)

                                        

  

  / `

ūlā`ikal lażīnasy tarrawḍ ḍal ālath bil hudā wal ‘ażāba bil magfirati famā

`a

ṣbarahum ‘alān nāri / “Mereka Itulah orang-orang yang membeli kesesatan

dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka Alangkah beraninya mereka menentang api neraka” ( QS. 2:175 ).

  Berdasarkan contoh ayat pertama kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / diterjemahkan ﻟا

  dengan mereka ‘sabar’, dengan pengertian ‘sabar’ erat kaitannya dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan sesama makhluk, maka makna ini digolongkan menjadi makna leksikal atau makna sebenarnya. Pada contoh kedua terjadi perubahan makna asli kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / menjadi makna beraninya ﻟا

  disebabkan proses gramatikal yaitu adanya pengaruh penggabungan kata

  ﺎﻤﻓ / fam ā / dengan kata ﻢﻫﺮﺒﺻ / `aṣbarahum /, proses gramatikal itu disebut ا

  komposisi.

  Setelah dicermati dari dua contoh yang telah dipaparkan tersebut, dapat diketahui bahwsanya kata

  ﺮﺒﺼ / Aṣ-ṣabru / di dalam Al-Qur’an memiliki ﻟا

  berbagai macam makna tergantung pada konteksnya atau berdasarkan proses gramatikalnya.