Tugas Kelompok EMS Hotel dan Pariwisata

ANALISIS PERBANDINGAN HOTEL DAN PARIWISATA SYARIAH
DENGAN KONVENSIONAL

Makalah

Diajukan sebagai Tugas Akhir
Ekonomi Manajerial Syariah (EMS)

Dosen : Idqan Fahmi, Dr., Ir., M.Ec.

Disusun oleh :
Ahmad Sapudin (NPM : P.056132073-14EK)
Fajar Adi

(NPM : P.056132123-14EK)

Sutomo

(NPM : P.056132213-14EK)

Magister Manajemen Syariah

Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis
Institut Pertanian Bogor
Februari 2014

I.

Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam.

Sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini, sebanyak 88,2% dari
total penduduk Indonesia beragama Islam dan sebanyak 12,9% dari Total Muslim
di Dunia, artinya jumlah Muslim di Indonesia merupakan yang tertinggi dari
negara-negara di Dunia dengan jumlah mencapai 202,9 juta orang. Sehingga
dalam melakukan kegiatan kesehariannya sudah seyogyanyalah menggunakan
Syariah Islam sebagai landasan dalam rangka memenuhi kesejahteraan
masyarakat. Syariah Islam, bukan hanya mengacu kepada praktik-praktik ibadah
mahdhah saja, namun juga mengatur tentang praktik hubungan sesama manusia.

Tabel 1. Populasi Muslim di Dunia.


(Sumber : Jafari dan Scott, 2013).
1

Istilah syariah untuk menunjukkan penggunaan sistem Islami dalam
melakukan aktivitas ekonomi, nampaknya mulai menyebar luas di berbagai sektor
bisnis. Dimulai pada Industri Perbankan Syariah, yang dimulai pada tahun 1992,
kemudian diikuti oleh sektor lainnya, seperti Asuransi Syariah, Pegadaian
Syariah, dan sejak tahun 2013 yang lalu, kini muncul trend Hotel Syariah dan
Wisata Syariah.
Saat ini, Hotel Syariah telah menjadi sebuah trend, sehingga diberbagai
kota bermunculan hotel berlabel “Syariah”. Di Ibukota, yang dikenal mengawali
trend ini adalah group Hotel Sofyan, dimana pada tahun 2002 „hijrah‟ dari sistem

perhotelan konvensional menjadi syariah. Di Propinsi Jawa Tengah adalah hotel
Semesta Semarang yang pertama mengikuti langkah dari group Hotel Sofyan. Di
Pekalongan muncul hotel dengan melabelkan syariah di depan nama hotelnya.
Permasalahan dalam hotel syariah bukan hanya sekedar klaim dan label saja,
namun harus jelas spesifikasi dan kriterianya agar tidak rancu dan hanya menjadi
komoditas bisnis semata.
Berbeda dengan Industri Perbankan Syariah, Standar Operasional hotel

syariah secara baku belum ada, tapi tidak menjadi suatu yang sangat sulit pula
untuk membuat suatu bisnis hotel sesuai dengan syariah. Karena bisnis hotel
adalah satu dari sekian banyak bisnis yang ada, dimana dalam kaidah fiqh , bisnis
dalam Islam (syariah) dibolehkan selama tidak ada dalil (nash) yang melarangnya.
Melalui Peraturan Gubernur (Pergub) yang dikeluarkan pada Bulan
Januari 2014, Provinsi DKI Jakarta mengatur tentang Wisata Syariah di Ibukota.
Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah DKI Jakarta untuk melihat besarnya
potensi Wisata Syariah ini, dimana Hotel Syariah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari Industri Wisata Syariah. Hal ini cukup menggembirakan karena,
dibandingkan dengan negara Singapura yang sekuler. Singapura telah lebih dulu
menggarap Wisata Syariah dengan serius, dan mendapatkan devisa yang tidak
sedikit dari wisatawan Muslim yang datang kesana.
Berdasarkan berbagai uraian diatas, maka penting untuk mengetahui
Perbandingan Hotel dan Wisata Syariah dengan Konvensional, baik secara konsep
hingga ke manajerial operasional. Sehingga disusunlah makalah ini dengan judul :
“Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah dengan Konvensional”

2

II.


Definisi Hotel Syariah dan Wisata Syariah
Surat Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No. KM

94/HK.103/MPPT-87 disebutkan bahwa pengertian Hotel adalah “salah satu jenis
akomodasi yang mempergunakan sebagian atau seluruh bangunan untuk
menyediakan jasa pelayanan penginapan, makan dan minum serta jasa lainnya
bagi umum, yang dikelola secara komersial, serta memenuhi ketentuan
persyaratan yang ditetapkan”. Dalam keputusan tersebut juga dinyatakan bahwa
kewajiban Hotel dalam menjalankan usahanya wajib untuk memberi perlindungan
kepada para tamu hotel, menjaga martabat hotel, serta mencegah penggunaan
hotel untuk perjudian, penggunaan obat bius, kegiatan-kegiatan yang melanggar
kesusilaan, keamanan dan ketertiban umum.
Sedangkan Hotel Syariah adalah hotel yang menyediakan jasa pelayanan
penginapan, makan, dan minum, serta jasa lainnya bagi umum, dikelola secara
komersial serta memenuhi kelentuan persyaratan yang ditetapkan pemerintah,
industri, dan syariah (Corporate Profile PT.SOFYAN HOTEL Tbk).
Menurut Bachtiar (2013), dalam praktik keseharian masyarakat, wisata
berarti rekreasi. Berwisata, berarti rekreasi aktif atau suatu aktivitas mengunjungi
tempat tertentu, untuk tujuan mencapai kebahagiaan. Ada pula istilah wisata atau

rekreasi, yang bukan sekedar demi kepentingan kebahagiaan subyek yang
berwisata, tetapi juga memberikan untung bagi banyak pihak penyelenggaranya.
Tujuan kebahagiaan ini, lebih mengarah kepada kondisi psikologis manusia yang
lebih tenang, tentram, damai dan sentosa (happiness).
Kementerian

Pariwisata

dan

Ekonomi

Kreatif

(Kemenparekraf)

menyatakan bahwa, Wisata Syariah didefinisikan sebagai kegiatan yang didukung
oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha,
pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah. Pariwisata
syariah memiliki karakteristik produk dan jasa yang universal, keberadaannya

dapat dimanfaatkan oleh banyak orang. Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan
tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek
dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai
dan etika syariah. Jadi, tidak terbatas hanya pada wisata religi. Sehingga ada beda
pengertian antara wisata syariah dengan wisata religi. (travel.okezone.com, 2014).

3

III.


Industri Pariwisata dan Hotel dalam Al-Qur’an dan Hadits
Al-Qur’an Surat Al-Ankabut [29] Ayat 20

Artinya : “Katakanlah : Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah
bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian
Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu”.




Al-Qur’an Surat Ar-Rum [30] Ayat 42

Artinya : “Katakanlah : Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana

kesudahan orang-orang yang terdahulu.

Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan
Allah”.



Al-Qur’an Surat Al-An’am [6] Ayat 11

Artinya : “Katakanlah : Berjalanlah di muka

bumi, kemudian

perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu”.


4



Hadits Tentang Memuliakan Tamu

ِ‫من َكا َن ي ؤِمن بِ ه‬
‫اَ َوالْيَ ْوِم ْاْ ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم َ ْي َ ُ َوَم ْن َكا َن‬
َْ
ُ ُْ
ِ‫صل رِِ ومن َكا َن ي ؤِمن بِ ه‬
ِ‫ي ؤِمن بِ ه‬
ِ ‫اَ والْي وِم ْاْ ِخ ِر فَ ْلي‬
َ‫ا‬
ْ
َ
ْ ََ ُ َ ْ َ
َْ َ
ُ ُ

ُ ُْ
ِ‫والْي وِم ْاْ ِخ ِر فَ ْلي ُل خي را َو ل‬
‫ي‬
ْ ُ‫ص‬
ْ َ ْ ًَْ ْ َ
َْ َ

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka

hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali persahabatan; dan
barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia
berkata yang baik-baik saja atau hendaklah dia diam saja ”

[HR. Bukhari dan Muslim]

ِ‫من َكا َن ي ؤِمن بِ ه‬
‫اَ َوالْيَ ْوِم ْاْ ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِرْم َ ْي َ ُ َجائَِزتَ ُ قَالُوا‬
َْ
ُ ُْ

ِ‫ول ه‬
‫الضيَافَةُ ثَََثَةُ َيه ٍام‬
َ َ‫اَ ق‬
َ ‫َوَما َجائَِزتُ ُ يَا َر ُس‬
ِّ ‫ال يَ ْوُم ُ َولَْي لَتُ ُ َو‬
ِ ‫فَ ا َكا َن وراا َلِ َ فَ و َ قَةٌ لَي‬
ْ َ َ َُ
َ
َ ََ

Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka

hendaklah ia memuliakan tamunya pada saat istimewanya. “ Para

shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah saw, apakah saat istimewa
itu? Beliau bersabda, “Hari dan malam pertamanya. Bertamu itu adalah
tiga hari. Kalau lebih dari tiga hari, maka itu adalah sedekah.”

[HR. Bukhari dan Muslim]


Tamu yang disebut di dalam hadits di atas mencakup tamu Mukmin
maupun kafir. Kata “dhaifahu” termasuk dalam lafadz umum, sehingga mencakup
semua jenis tamu; baik tamu Mukmin, kafir, laki-laki, maupun perempuan. Semua
tamu wajib disambut dan dimuliakan serta dihormati berdasarkan nash-nash
hadits di atas. Seorang Muslim juga diperintahkan untuk memenuhi hak-hak tamu,
sekadar dengan kemampuannya.

5

IV.

Analisis Perbandingan Hotel dan Pariwisata Syariah dengan
Konvensional

a.

Perbandingan Hotel Syariah dengan Hotel Konvensional
Hotel konvensional merupakan hotel yang sesuai dengan definisi dari

Surat Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi, yang bertujuan
hanya untuk memenuhi keinginan konsumen akan tempat yang layak di suatu
tempat wisata. Berbeda dengan hotel yang didirikan sesuai syar‟i bertujuan untuk
mencapai Falah sebagai tujuan hidup setiap insan Muslim. Sehingga dalam
pemenuhan kebutuhan konsumen, Hotel Syariah tidak hanya memandang aspek
materil, namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks
duniawi, Falah merupakan konsep yang multi dimensi dan memiliki implikasi
pada aspek perilaku individual atau mikro dan perilaku kolektif atau makro (Khan
dalam P3EI UII, 2013).

Terpenuhinya kebutuhan masyarakat akan Hotel Syariah, memberikan
dampak yang disebut dengan mashlahah pada proses pemenuhan kebutuhan
tempat tinggal sementara di suatu daerah. Menurut P3EI UII (2013), menyatakan
bahwa mashlahah adalah segala bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang
paling mulia. Menurut As-Syatibi dalam P3EI UII (2013), mashlahah dasar
kehidupan manusia terdiri dari 5 (lima) hal, yaitu agama (dien), jiwa (nafs),
intelektual („aql), keluarga dan keturunan (nash ) dan harta (maal). Sedangkan
pada hotel konvensional, tidak akan memberikan dampak pada mashlahah, karena
menjalankan bisnis tidak bertujuan untuk melindungi kelima hal diatas.
Pemberian label “Syariah” pada Hotel Syariah, bukan hanya sekedar klaim
pihak pengelola semata, karena “Syariah” oleh para ahli hukum Islam, diartikan
sebagai “seperangkat peraturan atau ketentuan dari Allah untuk manusia yang
disampaikan melalui Rasul-Nya” (Al-Sahdili dalam P3EI UII, 2013). Sehingga
dalam program Wisata Syariah yang dicanangkan oleh pemerintah, baik oleh
pemerintah pusat melalui Kemenparekraf maupun pemerintah daerah, hotel-hotel
yang ada akan disertifikasi oleh LPPOM MUI, mana yang memenuhi unsur
Syariah dan mana yang tidak. Sertifikasi hotel tersebut dilihat dari cara
penyediaan tempat dan alat shalat serta penunjuk arah kiblat di kamar hotel, atau

6

penyajian makanan yang halal serta penyediaan minuman non-alkohol di bar
sebuah hotel. Sertifikasi itu menunjukkan betapa penyediaan fasilitas dan sarana
di hotel tersebut termasuk dalam kategori Muslim Friendly, atau yang lebih
dikenal dengan istilah “Ramah bagi Umat Islam” (LPPOM MUI dalam
bisnis.com, 2014).
Sehingga dapat dikatakan, dalam menjalankan bisnis Hotel Syariah
tidaklah mudah. Ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi investor, terutama
prinsip Syariah itu sendiri yang terkait dengan kaidah "halallan thoyiban". Kaidah
ini meliputi dana investasi, pengelolaan, serta makanan dan minuman. Faridasari
dalam Kompas.com (2014) menyatakan, segala hal dalam operasional Hotel

Syariah harus sesuai syar'i, mulai dari pakaian muslim untuk petugas hotel
(khususnya bagi petugas hotel wanita menggunakan pakaian hijab), seleksi tamu
hotel, pemisahan tamu laki-laki dan perempuan yang akan menggunakan fasilitas
hotel, hingga pelarangan minuman-minuman beralkohol.
Berbeda dengan Industri Perbankan dan Industri Keuangan lainnya,
dimana Pertumbuhan Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Non Bank
(LKNB) Syariah cukup pesat dibandingkan dengan Perbankan dan LKNB
konvensional.

Pada

Hotel

Syariah,

pertumbuhannya

terhitung

lambat

dibandingkan dengan hotel konvensional. Sampai saat ini, jumlah hotel berlabel
Syariah dapat dihitung dengan jari. Jaringan Grup Hotel Sofyan baru memiliki
dua properti yakni di Menteng dan Tebet, Jakarta. Sementara Metropolitan
Golden Management (MGM) akan memiliki tiga properti. Selain Pekanbaru,
MGM akan membuka Aziza Hotel di Solo dan Semarang, Jawa Tengah. Ada pun
sejumlah Hotel Syariah lainnya dikelola jaringan lokal yang tersebar di sejumlah
kota besar dan kota kedua di Indonesia (Kompas.com, 2014).
Namun

demikian,

bukan

berarti

bisnis

Hotel

Syariah

tidak

menguntungkan. Sebaliknya, fasilitas akomodasi dengan label khusus ini justru
sangat menjanjikan. Hal ini mempertimbangkan kuatnya pasar domestik yang
didorong pesatnya aktifitas meeting, incentives, convention, exhibition (MICE)
dan meningkatnya jumlah wisatawan bisnis. Contohnya, Aziza Hotel yang
berlokasi di kawasan "abu-abu" di Pekanbaru, dalam arti bukan kawasan berbasis
muslim, mampu meraup tingkat okupansi yang terus meningkat.

7

Salah satu Hotel yang menjalankan operasinya secara Syariah yaitu Hotel
Sofyan. Dari hotel bereputasi negatif, Hotel Sofyan kini berubah bernuansa
Islami. Tingkat huniannya pun meningkat. Jika tamu berkunjung ke Hotel Sofyan
Betawi di Jalan Cut Meutia atau Hotel Sofyan Tebet di Jalan Sahardjo - Jakarta,
tamu tidak akan melihat lagi para resepsionis yang memakai rok pendek. Para
penerima tamu kini mengenakan busana muslimah. Tentu saja dengan senyum
sumringah tak mereka tinggalkan. Kesan sebagai hotel yang mempunyai reputasi
negatif yang pernah melekat dalam imaji publik sudah ditanggalkan Hotel Sofyan.
Pada tahun 1980-an, saat itu ada sebuah klub malam Santai Music Club di hotel
yang berada di Jalan Saharjo, Tebet, Jakarta Selatan itu. Tamu-tamu akan
dimanjakan dengan perempuan-perempuan cantik yang siap menemani tamu
sampai ke dalam kamar hotel. Selain memiliki klub malam dan karaoke, hotel
yang terletak di depan sebuah universitas ternama ini, juga memiliki diskotik dan
panti pijat (news.detik.com dalam Rezeki, 2011).
Dari Hotel Konvensional, yang bahkan memiliki citra yang negatif di
masyarakat, Hotel Sofyan kini diposisikan sebagai Hotel dengan landasan bisnis
syariah yang pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikat dari Dewan
Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan hotel syariah
pertama yang telah mencatatkan sahamnya di bursa efek. Walaupun pada tahun
1994 di Bukit Tinggi, Sumatera Barat telah berdiri sebuah hotel kecil yang
menerapkan prinsip syariah, bedanya hotel ini belum mendapatkan sertifikat dari
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan tidak
mencatatkan saham dibursa efek (koran-jakarta.com dalam Rezeki, 2011).
Lebih lanjut Rezeki (2011) menyatakan bahwa, meskipun Hotel dengan
konsep Syariah telah di akui oleh Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia
(PHRI), namun hingga saat ini belum ada satupun ketentuan baku mengenai Hotel
Syariah yang dikeluarkan oleh PHRI ataupun Dewan Syariah Nasional MUI. Hal
ini bisa dimaklumi karena PT. Sofyan Hotels, Tbk adalah pioneer dalam
pengembangan Hotel dengan konsep syariah.
Banyak prinsip dan kaidah syariah yang dapat dijadikan pedoman dalam
mengelola Hotel Syariah, antara lain: Memuliakan tamu (fal yukrim dhaifahu);
Tenteram, damai dan selamat (salam); Terbuka untuk semua kalangan, artinya

8

universal (Kaffatan lin-naas); Rahmat bagi semua kalangan dan lingkungan
(Rahmatan lil ‟aalamin); Jujur (Shiddiq); Dipercaya (Amanah); Konsisten
(Istiqomah); Tolong menolong dalam kebaikan (Ta‟awun alal birri wat taqwa)
(Sofyan, 2010).
Lebih Lanjut Sofyan (2010) menyebutkan bahwa, untuk memenuhi
kebutuhan operasional, Dewan Pengawas Syariah PT. Sofyan Hotels Tbk, telah
menetapkan sejumlah fatwa atau opini syariah, sebagai berikut: Fatwa atau opini
syariah tentang Bisnis Hotel; Fatwa atau opini syariah tentang Seleksi Tamu;
Fatwa atau opini syariah tentang Sewa Ruangan; Fatwa atau opini syariah tentang
Dekorasi Hotel; Fatwa atau opini syariah tentang Resturan dan Produk Makanan
dan Minuman; Fatwa atau opini syariah tentang Penyediaan Fasilitas TV, Musik
dan Hiburan; Fatwa atau opini syraiah tentang Seragam Karyawati dan Pelayanan;
Fatwa atau opini syariah tentang Pengelolaan SDM; Fatwa atau opini syariah
tentang Kebiajakan/Pengelolaan Keuangan; Fatwa atau opini syariah tentang
Barang Temuan; Fatwa atau opini syariah tentang Zakat Perusahaan; Fatwa atau
opini syariah tentang Busana Kerja dan Berhias.
Sedangkan DSN MUI dalam Rezeki (2011) menyebutkan bahwa nilai nilai syariah yang menjadi koridor dalam menjalankan operasional Hotel Syariah
adalah sebagai berikut :
1.

Tidak memproduksi, memperdagangkan, menyediakan, meyewakan suatu
produk atau jasa yang seluruh maupun sebagian dari unsur jasa atau
produk tersebut dilarang atau tidak dianjurkan dalam hukum Islam,
mislanya makanan yang mengandung unsur babi, minuman beralkohol
atau zat yang memabukkan, perjudian, perzinaan, pornografi dan
pornoaksi, dan lain – lain.

2.

Transaksi harus didasarkan pada suatu jasa atau produk yang riil, benar –
benar ada, dan bukan atas suatu yang deveriatif seperti transaksi ijon
komoditas pertanian.

3.

Tidak

ada

kedzaliman,

kemudharatan,

kemungkaran,

kerusakan,

kemaksiatan, kesesatan, dan keterlibatan baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam suatu tindakan atau hal yang dilarang atau tidak
dianjurkan dalam hukum Islam.

9

4.

Tidak ada unsur kecurangan, kebohongan, ketidakjelasan, risiko yang
berlebihan, korupsi, manipulasi dan ribawi.

5.

Komitmen menyeluruh

dan konsekuen terhadap perjanjian

yang

dilakukan.
Rezeki (2011) menyimpulkan bahwa, berdasarkan nilai – nilai tersebut
diatas, lalu dilakukan pendalaman terhadap operasional hotel dan dibuatlah
Standar atau Kriteria Hotel Syariah sebagai berikut :
1.

Fasilitas : Semua fasilitas merupakan fasilitas yang dapat memberi
manfaat bagi tamu. Fasilitas-fasilitas yang mengakibatkan kerusakan,
kemungkaran, perpecahan, membangkitkan hawa nafsu, eksploitasi
wanita, dan lain yang sejenis ditiadakan. Penggunaan fasilitas yang
disediakan juga disesuaikan dengan tujuan diadakannya sehingga tidak
terjadi penyalahgunaan fasilitas.

2.

Tamu yang check in : Tamu yang check in khususnya bagi pasangan
lawan jenis dilakukan reception policy (seleksi tamu). Seleksi dilakukan
untuk mengetahui apakah pasangan merupakan suami istri atau keluarga.
Seleksi tersebut didasarkan pada dua hal yakni: Gelagat (pasangan tersebut
lebih cangung atau terlihat mesra, mengucapkan kata–kata sayang pada
pasangannya, berjauhan pada saat mendatangi counter front office) dan
Penampilan (pasangan wanita berpenampilan seksi, pasangan wanita
mengenakan seragam sekolah dan masih belia, tidak membawa
perlengkapan menginap (koper) serta perbedaan usia cukup mencolok.

3.

Pemasaran : Terbuka bagi siapa saja baik pribadi maupun kelompok,
formal maupun informal, dengan berbagai macam suku, agama, ras dan
golongan. Asalkan aktifitas tamu tersebut tidak dilarang oleh negara dan
tidak merupakan penganjur kerusakan, kemungkaran, permusuhan dan lain
sejenisnya.

4.

Makanan dan Minuman : Makanan dan minuman yang disediakan
adalah manakan dan minuman yang dijamin kehalalannya baik bahan –
bahan maupun proses pembuatannya, serta baik bagi kesehatan tubuh yang
memakannya.

10

5.

Dekorasi dan ornamen : Dekorasi dan ornamen disesuaikan dengan
nilai–nilai keindahan dalam Islam serta tidak bertentangan dengan syariah.
Ornamen patung ditiadakan dan lukisan mahluk hidup dihindari. Dekorasi
tidak harus dalam bentuk kaligrafi.

6.

Operasional :
a. Kebijakan : meliputi kebijakan manajemen, peraturan – peraturan yang
dibuat, kerjasama dengan pihak luar, investasi dan pengembangan
usaha dilakukan sesuai dengan prinsip syariah Islam.
b. Pengelolaan SDM : meliputi penerimaan dan perekrutan SDM, tidak
membedakan suku, agama, ras dan golongan selama memenuhi standar
kualifikasi yang telah ditentukan. Perusahaan harus jujur kepada
karyawan dan memberikan pelatihan – pelatihan yang dibutuhkan
karyawan. Pengelolaan SDM mengacu pada peningkatan kualitas yang
mengacu pada peningkatan kualitas yang mencakup tiga hal, etika,
pengetahuan dan keahlian.
c. Keuangan : yaitu pengelolaan keuangan menggunakan akuntansi
syariah dan menggunakan bank dan asuransi syariah sebagai mitra.
Jika perusahaan mempunyai keuntungan yang mencukupi nilai wajib
zakat maka perusahaan berkewajiban mengeluarkan zakat.

7.

Struktur : Adanya sebuah lembaga yakni Dewan Pengawas Syariah
(DPS) yang bertugas mengawasi jalannya operasional hotel secara syariah
dan yang akan memberikan arahan dan menjawab masalah yang muncul
dilapangan. Lembaga ini diambil dan disetujui oleh Dewan Syariah
Nasional (DSN) yang menujuk anggotanya untuk menjadi Dewan
Pengawas Syariah.

8.

Pelayanan : Pelayanan yang diberikan adalah pelayanan yang sesuai
kaidah Islam yang memenuhi aspek keramah-tamahan, bersahabat, jujur,
amanah, suka membantu dan mengucapkan kata maaf dan terimakasih.
Pelayanan yang dilakukan juga harus pada batas – batas yang dibolehkan
oleh syariat Islam, misalnya tidak menjurus kepada khalwat.

11

b.

Perbandingan Pariwisata Syariah dengan Pariwisata Konvensional
Bentuk pariwisata seperti yang kita kenal dewasa ini yang sering disebut

pariwisata modern, bermula dari suatu bentuk kegiatan wisata yang dipelopori
oleh Thomas Cook yang menyelenggarakan suatu inclusive tour dari Leicester ke
Loughborough pulang pergi pada tanggal 5 juli 1842 dengan biaya 1 (satu)
shilling per orang. Paket wisata atau inclusive tour itu diikuti oleh 570 orang

berkat upaya promosi yang dilakukan melalui iklan. Jenis atau bentuk kegiatan
wisata yang dikemas dalam paket-paket wisata itulah yang sebelumnya disebut
sebagai pariwisata modern. Namun dengan timbulnya berbagai bentuk
kepariwisataan alternatif, maka apa yang dulu disebut sebagai pariwisata modern
itu kini disebut sebagai pariwisata konvensional. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, ciri-ciri pariwisata konvensional adalah sebagai berikut:
1.

Kegiatan wisata tersebut memiliki jumlah peserta yang besar (mass tourism),
sebagian dikemas dalam satuan paket wisata (package tour ).

2.

Pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dan mewah.

3.

Memerlukan tempat yang dianggap strategis dengan tanah yang cukup luas.
Pariwisata sebagai industri tentunya akan memberikan dampak terhadap

lingkungan. Oleh karena itu, pariwisata berkelanjutan (sustainability) diterapkan
pada segala tipe aktifitas, operasi, pembuatan/pendirian dan proyek pariwisata
termasuk bentuk pariwisata yang konvensional. Tourism Concern (TC) dan
Worlwide Fund for Nature (WWF) mendefinisikan pariwisata berkelanjutan

adalah sebagai pariwisata dan infrastrukturnya yang :
1.

Beroperasi dengan kapasitas alami untuk regenerasi dan masa depan
produktifitas alam, sosial dan budaya;

2.

Mengakui kontribusi dimana masyarakat dan komunitas, kebiasaan dan gaya
hidup sekarang dan yang akan datang menjadi pengalaman bagi pariwisata;

3.

Menerima bahwa masyarakat memiliki pembagian yang adil dan wajar dari
keuntungan pariwisata;

4.

Diarahkan dari yang „berkepentingan‟ kepada masyarakat dan komunitas di
sekitar wilayah wisata khususnya (Beritamanado.com, 2014).
Prinsip keberlanjutan inilah yang dalam Islam sangat ditekankan.

Sebagaimana dalam Firman Allah dalam Al-Qur‟an Surat Al-A‟raf [7] Ayat 56 :

12

Artinya : “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat
dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Sehingga dalam mengkaji perbedaan pariwisata syariah dengan pariwisata
konvensional, tidak dapat dibedakan secara spesifik, karena keduanya diharuskan
menjalankan prinsip keberlanjutan dalam berbagai aktivitas operasionalnya.
Pariwisata syariah, memiliki ciri khas dalam “melayani” wisatawan yaitu
pariwisata dengan dasar Al-Qur‟an dan Hadits.
Namun, tentunya pariwisata syariah bukan hanya untuk wisatawan Muslim
saja, Karena pada prinsipnya, implementasi kaidah syariah itu berarti
menyingkirkan

hal-hal

yang

membahayakan

bagi

kemanusiaan

dan

lingkungannya dalam produk maupun jasa yang diberikan, dan tentu memberikan
kebaikan atau kemaslahatan secara umum, sesuai dengan misi Risalah Islamiyah
yang bersifat Rahmatan Lil- „Alamin. Pariwisata Syariah seharusnya lebih bernilai
substansial, bukan sekedar tampilan yang bersifat artificial, contohnya kawasan

wisata didekorasi dengan bernuansa budaya Timur Tengah hanya bersifat
artificial. Dan wisata syariah bukanlah pariwisata yang hanya menampilkan

wisata ziarah atau wisata yang bersifat religi (Arrahmah.com, 2014).
Kemenparekraf menyadari adanya minat yang sangat tinggi untuk Wisata
Syariah di Indonesia, sementara produk dan pelayanan untuk Wisata Syariah
sendiri sudah ada sejak lama. Untuk itu Kemenparekraf berinisiatif mendorong
potensi pengembangan Wisata Syariah di Indonesia. Seperti juga negara-negara
lain di dunia, Indonesia memiliki beberapa destinasi wisata yang sudah mulai
menawarkan produk dan pelayanan wisata dengan nilai-nilai syariah yang
diminati oleh wisatawan muslim (Parekraf.go.id, 2014). Kemenparekraf telah
mengembangkan dan mempromosikan usaha jasa di bidang perhotelan, restoran,
biro perjalanan wisata dan spa di 12 destinasi Wisata Syariah. Pengembangan

13

tersebut dilakukan di sejumlah kota yakni Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung,
Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, NTB serta
Sulawesi Selatan (Hidayatullah.com, 2014).
Sejauh ini, Kemenparekraf

bersama beberapa pihak terkait

sudah

meyepakati pedoman wisata syariah, antara lain standar yang harus dipenuhi oleh
hotel, restoran, biro perjalanan, pemandu wisata yang sesuai dengan kaidah
syariah. Saat ini, pedoman tersebut telah berlangsung cukup efektif di hotel seperti
penyediaan alat Sholat, petunjuk arah Sholat, penyediaan makanan bersertifikasi
halal, dan lain-lain (Parekraf.go.id, 2014). Dalam hal kuliner halal, LPPOM MUI
juga turut mengawal misi Kemenparekraf dalam mengembangkan wisata syariah.
Karena kuliner merupakan salah satu daya tarik utama dalam sebuah perjalanan
wisata. Jadi, jika ada wisata syariah, maka peserta wisatanya diarahkan pada hotel
dan restoran yang halal dan sesuai syariah (Food.detik.com, 2014).

V.

Penutup
Perbandingan Hotel dan Wisata Syariah dengan Konvensional dapat

disimpulkan sebagai berikut :
1.

Hotel dan Wisata Konvensional hanya bertujuan untuk memenuhi kepuasan
(utility) dalam kegiatan konsumsinya, sedangkan Hotel dan Wisata Syariah
bertujuan untuk mencapai Falah melalui pencapaian mashlahah, yang terdiri
dari manfaat dan berkah, dalam kegiatan konsumsinya.

2.

Hotel dan Wisata Konvensional mencampuradukkan antara barang atau
transaksi yang halal dengan barang atau transaksi yang haram, sedangkan
Hotel dan Wisata Syariah melarangnya, sehingga hubungan komplemen dan
substitusi pada Hotel dan Wisata Syariah hanyalah untuk barang/kegiatan
halal dan barang/kegiatan halal yang lain.

3.

Hotel dan Wisata Konvensional bertujuan untuk mencapai keuntungan tanpa
didasarkan nilai, sedangkan Hotel dan Wisata Syariah didasarkan pada nilainilai Syariah Islam yang terkait dengan kaidah "halallan thoyiban". Kaidah
ini meliputi dana investasi, pengelolaan, serta makanan dan minuman.

4.

Hotel dan Wisata Syariah memerlukan Sertifikasi dari LPPOM MUI,
sedangkan Hotel dan Wisata Konvensional tidak memerlukannya.

14

Daftar Pustaka
Arrahmah.com/news/2013/11/26/wisata-syariah-artifisial-substansial.html. Diakses
pada Tanggal 2 Februari 2014.
Beritamanado.com/pariwisata-dan-perubahan-lingkungan/. Diakses pada Tanggal 2
Februari 2014.
Bisnis.com/industri/read/20140111/12/196814/pariwisata-syariah-mui-siap-lakukansertifikasi-hotel-halal. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.

Food.detik.com/read/2013/01/11/083449/2139201/901/kuliner-halal-jadi-aspekpenting-wisata-syariah. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.

Hidayatullah.com/read/2013/11/02/7114/kemenparekraf-luncurkan-produk-wisatasyariah-dengan-prospek-menjanjikan.html. Diakses pada 2 Februari 2014.

Jafari, Jafar dan Noel Scott. 2013. Muslim World and Its Tourism. Annals of Tourism
Research 44 (2014) 1-19.
Parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2042. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.
Parekraf.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2466. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.
News.detik.com/read/2010/07/12/180032/1397809/159/geliat-bisnis-di-hotel-syariah.
Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.
Properti.kompas.com/read/2013/07/24/1335531/Bisnis.Hotel.Syariah.Menjanjikan
Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam
Indonesia (UII) Yogyakarta. 2013. Ekonomi Islam. Raja Grafindo. Jakarta.
Rezeki, S. Reza Irwansyah. 2011.

STRATEGI KOMUNIKASI “CHANGE

MANAGEMENT” (Studi Kasus : Perubahan Konsep Bisnis dari Hotel
Konvensional ke Hotel Syariah). Jurnal Semai Komunikasi Vol. II No. 1.

Sofyan, Riyanto. 2010. Bisnis Syariah, Mengapa tidak! Pengalaman Penerapan Pada
Bisnis Hotel. Jakarta.

Travel.okezone.com/read/2012/12/24/407/736528/kemenparekraf-bersiapkembangkan-wisata-syariah/large. Diakses pada Tanggal 2 Februari 2014.

15