MUTINATIONAL COORPORATION SEBAGAI SUBJEK docx

MUTINATIONAL COORPORATION SEBAGAI SUBJEK HUKUM
EKONOMI INTERNASIONAL
Oleh:
El Renova Ed. Siregar
1212011108
I.
1.

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Subjek hukum ekonomi internasional adalah seseorang atau badan
(entitas) yang mempunyai hak dan kewajiban ekonomi menurut hukum ekonomi
internasional. Untuk memenuhi syarat sebagai subjek hukum internasional perlu
memiliki Legal Personality. Kepribadian hukum (Legal Personality) ini diperlukan
untuk memperoleh keabsahan hukum sebagai subjek serta satuan tersendiri dalam
hubungan internasional.1
Pada umumnya multinational corporation (perusahaan mulitanasional)
merupakan badan hukum yang setara dengan warga negara dimana multinational
corporation (MNC) tersebut didirikan, sehingga hanya negara yang memiliki
kewenangan dalam mengatur kegiatan MNC. Dalam pelaksanaannya pengaruh
ekonomi dari MNC membuat pemerintah di negara-negara berkembang

cenderung meringankan tanggung jawab hukum dari MNCs karena takut akan
berdampak buruk pada kondisi ekonomi di negaranya. Melihat kondisi ini muncul
usulan agar Hukum Internasional berperan dalam pemberian dasar untuk
penerapan tanggung jawab hukum terhadap MNC dengan menempatkannya
sebagai subjek hukum internasional. Pendapat tersebut menimbulkan
kekhawatiran negara-negara bila kedudukannya disetarakan dengan MNC karena
dimungkinkan MNC dapat bersengketa melawan negara. Namun disisi lain MNC
dianggap perlu mempunyai tanggungjawab hukum internasional karena pengaruh
ekonominya yang sangat kuat terhadap kegiatan ekonomi suatu negara terutama
negara berkembang.
2. Permasalahan
Merujuk pada latar belakang tersebut diatas maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penulisan ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Multinational Corporation?
2. Bagaimana kedudukan Multinational Corporation dalam Hukum
Internasional?
II. PEMBAHASAN
1.

Multinational Corporation (MNC)

Perusahaan multinasional telah menarik perhatian masyarakat
internasional sejak abed ke-19. Akan tetapi, fenomena ini mulai sangat terasa usai
Perang Dunia II. Perhatian khusus ini timbul akibat semakin nyatanya peranan
perusahaan-perusahaan multinasional yang memiliki kantor-kantor pusat di suatu
negara dan melakukan kegiatan-kegiatannya di wilayah banyak negara. Meskipun
MNC telah mendapat perhalian luas masyarakat internasional, akan tetapi dalam
konteks kedudukannya sebagai subyek hukum internasional masih menjadi
1 T. May Rudy, Hukum Internasional 2, Bandung: Refika Aditama, 2009, hlm. 98.

1

sesuatu yang kontroversial. Beberapa sarjana berpendapat bahwa MNCs bukanlah
subyek hukum internasional. Menurut Francois Rigaux, “Sesuatu hal yang harus
ditekankan bahwa perusahaan multinasional bukanlah subjek dan quasi-subyek
hukum internasional”. Perdebatan status MNC, seharusnya tidaklah lantas
membutakan realita yang ada bahwa eksistensi mereka harus dapat diterima dalam
masyarakat internasional. MNC memainkan peranan penting dalam kehidupan
global sekarang ini dimana MNC dapat melakukan kerjasama dan membuat
persetujuan dengan pemerintah suatu negara dengan memberlakukan prinsipprinsip umum hukum internasional atau aturan-aturan lainnya, yang pastinya
mereka tidak diatur dengan ketentuan hukum nasional suatu negara atau dalam

istilah kontrak biasa disebut internationalized contracts.
Perusahaan Multinasional merupakan agen kunci yang mengubah
pandangan politik dan ekonomi internasional. MNC bergerak dalam kegiatan
produktif dibeberapa negara. Ekonomi liberal melihat mereka sebagai kekuatan
baru yang positif sedangkan nasionalis ekonomi melihat mereka sebagai ancaman
bagi kedaulatan negara sendiri.
PBB dalam laporan tahunan 1973 mendefinisakan Perusahaan
muktinasional sebagai salah satu perusahaan yang kegiatan pokoknya meliputi
usaha-usaha pengolahan/manufaktur atau pemberian jasa dalam sedikitnya dua
negara. Perusahaan Multinasional merupakan sumber dari penanaman modal
asing langsung dan jumlahnya merupakan ukuran kegiatan perusahaan itu.
MNC memiliki kantor pusat di negara asal mereka (home country) dan
memperluas jaringan luar negeri dengan membangun atau mengakusisi afiliasi
atau anak perusahaan di negara-negara mereka (host country).2 Jenis ekspansi itu
ditunjuk sebagai foreign direct investment (FDI) karena melibatkan keterlibatan
dalam kegiatan langsung produktif di luar negeri seperti, Ford yang membangun
pabrik di Mexico untuk proses produksi mobil.
Pada tahun 1980-an FDI memiliki peningkatan sebesar 28.9% per tahun,
tiga kali meningkat dalam perdagangan dunia, dan telah menjadi kekuatan kunci
dalam mengintegrasikan ekonomi dunia.3 Akan tetapi FDI bukanlah menjadi salah

satu faktor pengubah hubungan ekonomi didunia. Perdagangan dan investasi
portofolio juga menghubungkan ekonomi nasional yang juga telah berkembang
dengan pesat. FDI merupakan kenyataan dari kegiatan yang dilakukan terutama
antara negara-negara kaya. Pusat PBB untuk Perusahaan Transnasional, monitor
terkemuka aktivitas PMN, memperkirakan bahwa ekonomi maju tidak hanya
rumah (sumber) lebih dari 95 persen yang mengalir di FDI, tetapi juga host
(penerima) lebih dari 80 persen dari arus tersebut.
FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau
konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau
konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan
asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan
penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan
perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung.
2 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global,
Bandung: PT Alumni, 2011, hlm. 55.

3 Edward M. Graham and Paul R. Krugman, “The Surge in FDIin the 1980s,” in Kenneth A.
Froot, ed., Foreign Direct Investment (Chicago: University of Chicago Press, 1993), page 13.

2


Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas
penggunaan teknologi tinggi. Sebagian besar FDI ini merupakan kepemilikan
penuh atau hampir penuh dari sebuah perusahaan. Termasuk juga perusahaanperusahaan yang dimiliki bersama (joint ventures) dan aliansi strategis dengan
perusahaan-perusahaan lokal. Joint ventures yang melibatkan tiga pihak atau lebih
biasanya disebut sindikasi (atau ‘syndicates‘) dan biasanya dibentuk untuk proyek
tertentu seperti konstruksi skala luas atau proyek pekerjaan umum yang
melibatkan dan membutuhkan berbagai jenis keahlian dan sumberdaya.
Salah satu aspek penting dari FDI adalah bahwa pemodal bisa mengontrol
atau setidaknya punya pengaruh
penting manajemen dan produksi dari
perusahaan di luar negeri. Hal ini berbeda dari portofolio atau investasi tak
langsung, dimana pemodal asing membeli saham perusahaan lokal tetapi tidak
mengendalikannya secara langsung. Biasanya juga FDI adalah komitmen jangkapanjang. Itu sebabnya ia dianggap lebih bernilai bagi sebuah negara dibandingkan
investasi jenis lain yang bisa ditarik begitu saja ketika ada muncul tanda adanya
persoalan.
Terdapat dua karakteristik pokok dari perusahaan multinasional, yakni
ukuran mereka yang sangat besar dan kenyataan bahwa operasi bisnis mereka
yang tersebar ke seluruh dunia itu cenderung dikelola secara terpusat oleh para
pemimpinnya di kantor pusatnya yang berkedudukan di negara asal. Ukuran

mereka yang sedemikian besar tentu memberikan kekuatan ekonomi (dan
terkadang juga kekuatan politik) yang sangat besar, sehingga mereka merupakan
kekuatan utama (sekitar 40%) yang menyebabkan berlangsungnya globalisasi
perdagangan duniua secara pesat.
Pada pelaksanaanya, MNC dapat memberikan dampak positif dan negatif.
Dampak positif tersebut antara lain:
1. Peranannya dalam mengisi kekosongan atau kekurangan sumber daya antara
tingkat investasi yang ditargetkan dengan jumlah aktual “tabungan domestik”
yang dapat dimobilisasikan.
2. Dengan memungut pajak atas keuntungan perusahaan multinasional dan ikut
serta secara financial dalam kegiatan-kegiatan mereka di dalam negeri,
pemerintah negara-negara berkembang berharap bahwa mereka tidak hanya
akan menyediakan sumber-sumber financial dan pabrik-pabrik baru saja
kepada negara-negara miskin yang bertindak sebagai tuan rumah, akan tetapi
mereka juga menyediakan suatu “paket” sumber daya yang dibutuhkan bagi
proses pembangunan secara keseluruhan, termasuk juga pengalaman dan
kecakapan manajerial, kemampuan kewirausahaan, yang pada akhirnya nanti
dapat dimanifestasikan dan diajarkan kepada pengusaha-pengusaha domestik.
3. Perusahaan multinasional juga berguna untuk mendidik para manajer lokal
agar mengetahui strategi dalam rangka membuat relasi dengan bank-bank luar

negeri, mencari alternatif pasokan sumber daya, serta memperluas jaringanjaringan pemasaran sampai ke tingkat internasional.
4.

Perusahaan multinasional akan membawa pengetahuan dan teknologi yang
tentu saja dinilai sangat maju dan maju oleh negara berkembang mengenai
proses produksi sekaligus memperkenalkan mesin-mesin dan peralatan
modern kepada negara-negara dunia ketiga.
Sedangkan dampak negatifnya, yaitu:

3

1.

2.
3.

Negara-negara berkembang menjadi sasaran dari perusahaan multinasional
karena negara-negara ini menghadapi dilema di mana sebagian besar negara
terlalu lemah untuk menerapkan prinsip aturan hukum, dan juga perusahaanperusahaan raksasa ini sangat kuat menjalankan kepentingan ekonomi untuk
keuntungan mereka sendiri.

Perusahaan-perusahaan mutinasional ini tidak tertarik untuk menunjang usaha
pembangunan suatu negara.
Memberi pengaruh negatif terhadap tingkat upah rata-rata, karena mereka
biasanya memberikan gaji dan aneka tunjangan kesejahteraan yang jauh lebih
tinggi ketimbang gaji rata-rata kepada para karyawannya, baik itu yang
berasal dari negara setempat atau yang didatangkan dari negara-negara lain.

4.

Perusahaan multinasional juga merusak perekonomian tuan rumah dengan
cara merusak semangat dari pengusaha-pengusaha lokal.
5. Memobilisasikan sumber-sumber financial dalam rangka membiayai proyekproyek pembangunan secara lebih baik.
Contoh Perusahaan Multinasional, antara lain: Perusahaan Coca Cola, Perusahaan
Dunkin’Donuts, dan lain-lain.
2.

Kedudukan Multinational Corporation dalam Hukum Internasional
Status yang dimiliki oleh MNC adalah Perusahaan swasta dan merupakan
kesatuan non pemerintah dan tidak berstatus international legal person. MNC pada
umumnya tidak mempunyai hak dan kewajiban sesuai hukum internasional dan tidak

memiliki standing untuk berperkara di International Court of Justice, namun dalam
hal-hal tertentu MNC dapat membuat persetujuan dengan pemerintah suatu negara
dengan memberlakukan prinsip hukum internasional atau prinsip hukum umum untuk
transaksi mereka dan bukan diatur oleh hukum nasional suatu negara. 4
Beberapa MNC melakukan usaha melalui cabang perusahaannya di
negaranegara berkembang. MNC melakukan usahanya ke wilayah yang lebih
menguntungkan dengan tujuan perluasan wilayah pemasaran, efisiensi biaya
produksi, dan memperoleh tenaga kerja dengan gaji yang lebih rendah. 5 Pengaruh
ekonomi yang dimiliki oleh MNC dapat membangun perekonomian suatu negara
melalui dana investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, menyediakan pendidikan
latihan serta teknologi canggih. Namun disisi lain MNC juga mampu
menghancurkan perekonomian suatu negara khususnya negara kecil atau negara
berkembang. Seperti Perusahaan Lapindo yang telah memberikan gambaran
bahwa MNC di satu sisi juga dapat menyebabkan kerugian yang besar terhadap
negara dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Berdasarkan dengan dampak yang dapat ditimbulkan oleh MNC, muncul
usulan menempatkan MNC sebagai subjek hukum internasional dengan tujuan
agar MNC dapat dibebankan tanggungjawab melalui pelaksanaan sebuah
instrumen hukum internasional. Ketika menjadi subjek hukum internasional maka
MNC akan memiliki legal capacity, sehingga mampu mengajukan gugatan

apabila terjadi pelanggaran hukum internasional, mampu mengadakan dan
membuat perjanjian, mampu untuk mempertahankan hak milikknya serta
memiliki kekebalan (privileges dan immunities). Hal tersebut secara tidak
4 Boer Mauna, Op.,Cit, hlm. 56.
5 I Made Udiana, Rekonstruksi Pengaturan Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Asing,
Denpasar: Udayana University Press, 2011, hlm. .9.

4

langsung menempatkan MNC setara dengan negara yang menimbulkan
kekhawatiran suatu negara dimana kesetaraan tersebut memungkinkan MNC
dapat bersengketa melawan aturanaturan hukum suatu negara berdasarkan hukum
internasional.6
Oleh karena itu, hingga saat ini usulan penempatan MNC sebagai subjek
hukum internasional masih diperdebatkan dan hingga saat ini MNC masih
berstatus sebagai subjek hukum nasional dari negara tujuan (host country) dan
negara asal (home country) dan sebagai subjek hukum ekonomi internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Rudy , T. May. Hukum Internasional 2. Bandung: Refika Aditama. 2009.

Mauna , Boer. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global. Bandung: PT Alumni. 2011.
Udiana, I Made. Rekonstruksi Pengaturan Penyelesaian Sengketa Penanaman
Modal Asing. Denpasar: Udayana University Press. 2011.
Jurnal:
Edward M. Graham and Paul R. Krugman, “The Surge in FDIin the 1980s,” in
Kenneth A. Froot, ed., Foreign Direct Investment (Chicago: University of
Chicago Press, 1993).
Imam Prihandono, Status dan Tanggung Jawab MNCs dalam Hukum
Internasional, 2008, hlm. 5,dikutip dari Nancy L.Mensch, “Codes Lawsuit of
International Law:How Should the Multinational Corporation be Regulated
with Respect to Human Rights?”, Miami Int’l&Comp.L.

6 Imam Prihandono, Status dan Tanggung Jawab MNCs dalam Hukum Internasional, 2008, hlm.
5,dikutip dari Nancy L.Mensch, “Codes Lawsuit of International Law:How Should the
Multinational Corporation be Regulated with Respect to Human Rights?”, Miami Int’l&Comp.L,
hlm. 287.

5