Akuntansi untuk operasi cabang (2)

A. Perbedaan antara agen penjualan dan cabang
Perbedaan antara agen penjualan dan cabang terkait dengan tingkat otonomi yaitu agen
penjualan tidak beroperasi secara otonom namun bertindak atas nama kantor pusat dimana
agen penjualan dapat memajang dan mendemonstrasikan contoh produk, menerima pesanan
dan mengatur pengiriman. Agen penjualan tidak menyimpan stok persediaan karena pesanan
biasanya diarsipkan oleh kantor pusat. Kantor cabang biasanya memiliki otonomi lebih luas
dan memberikan rentang penyediaan jasa yang lebih besar dibandingkan agen penjualan,
walaupun tingkatannya berbeda dengan perusahaan individu. Sebuah cabang umumya
menyimpan stok persediaan dan mengarsip pesanan pelanggan. Sistem pengambilan
keputusan manajemen pada agen penjualan kecil adalah keputusan - keputusan dibuat di
kantor pusat dan agen penjualan melakukan operasi rutin dimana tingkat pengambilan
keputusan manajemen di cabang biasanya lebih tinggi dibandingkan agen penjualan.
B. Sistem dan entitas akuntansi
Agen penjualan umumnya tidak mengelola sistem akuntansu keuangan tetapi hanya
menyimpan catatan - catatan penting dalam menjalankan usaha melainkan kantor pusat yang
mengelola sistem akuntansi tersebut berdasarkan transaksi - transaksi agen yang telah dicatat.
Sebuah cabang sebagian besar mengelola sistem akuntansi keuangan lengkap dan terpisah
dari kantor pusat sehingga memberikan kontrol lebih baik terhadap operasi dan membantu
manajemen puncak menilai kinerja masing - masing cabang.
Baik agen penjualan maupun cabang bukanlah entitas akuntansi atau badan hukum terpisah
dimana tidak menyiapkan laporan akuntansi eksternal secara terpisah melainkan pelaporan

entitas ke pihak eksternal merupakan pelaporan perusahaan secara keseluruhan. Ketika
catatan akuntansi cabang terpisah dikelola untuk tujuan internal terkait dengan
pertanggungjawaban akuntansi dan evaluasi kinerja, maka akun - akun yang ada di cabang
dan kantor pusat harus digabungkan dalam penyusunan laporan akuntansi eksternal.
C. Akuntansi untuk agen penjualan
Agen penjualan tidak memiliki sistem akuntansi, seluruh transaksi terkait dengan agen dicatat
oleh kantor pusat. Beberapa jenis transaksi, ayat jurnal yang dicatat oleh kantor pusat
didasarkan pada dokumen yang dihasilkan agen seperti faktur penjualan, catatan gaji, dan
dokumen voucher kas kecil yang disediakan oleh agen penjualan. Transaksi lainnya dapat
dicatat berdasarkan dokumen sumber lain yang diserahkan pihak eksternal langsung ke kantor
pusat seperti tagihan jasa gas, air, dan telekomunikasi. Kantor pusat umumnya mencatat aset,

pendapatan, dan beban tiap agen secara terpisah sehingga memungkinkan kantor pusat
mengkontrol aset dan menyediakan informasi dalam penilaian kinerja tiap agen.
Figur 18-1
D. Akuntansi untuk operasi cabang
Transaksi – transaksi dicatat seperti biasa dan tidak ada perlakuan khusus yang diperlukan.
Kantor pusat maupun cabang harus mencatat transaksi yang terjadi diantara mereka pada
sistem akuntansi masing – masing. Walaupun kantor pusat dan masing – masing cabang
mengelola pembukuan secara terpisah, seluruh pencatatan akan digabungkan untuk pelaporan

eksternal sehingga laporan keuangan eksternal menyajikan perusahaan sebagai entitas
ekonomi tunggal. Secara keseluruhan penyusunan laporan keuangan eksternal untuk
perusahaan yang memiliki kantor pusat dan satu cabang atau lebih mirip dengan penyusunan
laporan konsilidasi.
1. Akun – akun antarperusahaan
Akun – akun antarperusahaan merupakan akun resiprokal antara kantor pusat dan cabang.
Ketika pembukuan di kantor pusat dan cabang selesai dimutakhirkan, saldo akun
antarperusahaan di pembukuan kantor pusat akan sama jumlahnya namun dalam arah
saldo akan berlawanan dengan akun antarperusahaan di pembukuan cabang. Akun
antarperusahaan di pembukuan kantor pusat disebut investasi di cabang, sementara akun
resiprokal di pembukuan cabang dinamakan kantor pusat. Ketika suatu perusahaan
memiliki lebih dari satu cabang, maka dibuat akun investasi terpisah untuk setiap cabang.
Saldo investasi cabang menunjukan besaran investasi kantor pusat di cabang tertentu
melalui kontribusi kas dan transfer aset dimana prosedur akuntansinya menerapkan
metode ekuitas untuk investasi perusahaan induk atas anak perusahaan. Sedangkan akun
resiprokal kantor pusat di pembukuan cabang menunjukan jumlah modal kantor pusat di
cabang yang disajikan di bagian ekuitas pemilik pada laporan keuangan untuk pihak
internal.

2. Pendirian cabang

Ketika suatu perusahaan mendirikan cabang, transfer aset ke cabang dicatat oleh kantor pusat
pada akun investasi di cabang. Hal yang sama, cabang mencatat transfer tersebut di akun kantor
pusat. Ilustrasi, PT Jaya berlokasi di Jakarta, mendirikan sebuah cabang di Medan, Sumatera
Utara. Kantor pusat mentransfer ke cabang berupa kas Rp. 20.000.000, peralatan kantor baru Rp.
Investasi di cabang Medan
Kas
Peralatan Kantor
Peralatan Toko
(Transfer aset ke cabang Medan)

Rp 55.000.000
Rp 20.000.000
Rp 5.000.000
Rp 30.000.000

5.000.000, dan peralatan toko baru Rp. 30.000.000. Kantor pusat mencatat transaksi tersebut
dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Cabang Medan PT Jaya mencatat pentransferan sejumlah aset dari kantor pusat dengan ayat
jurnal sebagai berikut :
Kas

Rp 20.000.000
Peralatan Kantor
Rp 5.000.000
Peralatan Toko
Rp 30.000.000
Kantor Pusat
Rp 55.000.000
(Transfer aset dari kantor pusat)
Setelah kantor pusat dan cabang mencatat transfer aset, akun investasi di cabang pada
buku kantor pusat dan akun kantor pusat pada buku cabang memiliki saldo resiprokal Rp.
55.000.000. neraca terpisah yang dibuat oleh Cabang Medan sesaat setelah transfer
sebagai berikut :

Aset
Kas
Peralatan Kantor
Peralatan Toko
Total

Cabang Medan PT Jaya

Neraca
Kewajiban
Rp 20.000.000
Rp 5.000.000
Rp 30.000.000
Kantor Pusat
Rp 55.000.000
Total

Rp 55.000.000
Rp 55.000.000

Jika laporan keuangan cabang disusun untuk tujuan pelaporan internal, maka laporan
keuangan eksternal merefleksikan aktivitas dan posisi perusahaan secara keseluruhan.
3. Pengakuan laba cabang
Laba tiap cabang dihitung secara periodik dengan cara yang normal. Cabang jarang
menghitung pajak penghasilan atas laba untuk setiap cabang dan mencatat beban pajak
penghasilan atas laba di pembukuannya. Karena kantor pusat dan cabang bukan entitas
legal terpiasah, pajak penghasilan atas laba dihitung sebagai kewajiban perusahaan secara
keseluruhan. Beban pajak dapat dialokasikan ke setiap cabang oleh kantor pusat namun

tidak umum dilakukan karena mengganggu pengendalian internal.
Seluruh pendapatan dan beban cabang ditutup ke ikhtisar laba rugi dimana saldo ikhtisar
laba rugi menunjukan laba cabang pada suatu periode dan ditutup ke akun kantor pusat.

Akun kantor pusat disajikan di bagian ekuitas pemilik dan saldo laba pada pembukuan
cabang. Ketika laba cabang dilaporkan ke kantor pusat, ayat jurnal dibuat kantor pusat
untuk mengakui laba cabang dan meningkatkan jumlah investasi kantor pusat di cabang.
Misalnya, akun ikhtisar laba rugi cabang Medan memiliki saldo kredit Rp.63.000.000
pada akhir periode. Kemudian ditutup di buku cabang Medan dengan ayat jurnal yaitu :
Ikhtisar laba rugi
Kantor Pusat
(Menutup ikhtisar laba rugi)

Rp 63.000.000
Rp 63.000.000

Saat menerima laporan laba cabang Medan, kantor pusat mencatat ayat jurnal yaitu :
Investasi di cabang Medan
Laba cabang Medan
(Mencatat laba cabang Medan)


Rp 63.000.000
Rp 63.000.000

Saat laporan keuangan disusun untuk perusahaan secara keseluruhan, akun investasi di
cabang Medan, akun kantor pusat, dan laba cabang Medan seluruhnya harus dieliminasi.
4. Pengiriman persediaan ke cabang
Suatu cabang yang membeli dan menjual persediaan barang dagang dapat diminta untuk
memperoleh seluruh persediaan dari kantor pusat, dan diizinkan memperoleh sebagian
persediaan dari pembelian dari pihak eksternal yang dicatat dengan cara normal serta
tidak ada ayat jurnal yang dibuat di buku kantor pusat atas transaksi tersebut. Misalnya,
PT Jaya membeli persediaan senilai Rp. 5.000.000 dari penjual grosir independen dan
cabang menerapkan metode persediaan perpetual, maka transaksi tersebut akan dicatat
dengan jurnal sebagai berikut :
Persediaan
Kas (Utang Dagang)
(Pembelian persediaan dari pihak eksternal)

Rp 5.000.000
Rp 5.000.000


Ketika persediaan ditransfer dari kantor pusat ke cabang, baik kantor pusat maupun
cabang harus mencatat transaksi tersebut dimana jumlah yang dialokasikan ke nilai
persediaan yang ditransfer diistilahkan sebagai harga transfer yang dinyatakan sebesar
nilai perolehan di kantor pusat atau pada suatu nilai yang melebihi nilai perolehannya.

a. Persediaan yang ditagih sebesar nilai perolehan
Persediaan yang ditransfer dari kantor pusat dan ditagihkan ke cabang dicatat oleh cabang
dengan cara yang sama seperti jika memperoleh dari pihak eksternal, kecuali dikreditkan ke akun
kantor pusat. Transfer persediaan diperlakukan oleh kantor pusat dan cabang dengan cara yang
sama seperti transfer aset lainnya dengan menggunakan metode persediaan perpetual. Misalnya
PT Jaya mentransfer persediaan dengan harga perolehan Rp. 8.000.000 ke cabang Medan.
Transaksi tersebut dicatat di pembukuan kantor pusat sebagai berikut :

Investasi di cabang Medan
Rp 8.000.000
Persediaan
Rp 8.000.000
(Transfer persediaan ke cabang Medan)
Cabang mencatat persediaan yang diterima sebagai aset di akun persediaan dan juga

mengakui kenaikan ekuitas di ast neto dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Persediaan
Kantor Pusat
(Transfer persediaan dari kantor pusat)

Rp 8.000.000
Rp 8.000.000

Tidak ada keuntungan yang diakui oleh kantor pusat atas transaksi tersebut. Seluruh
nilai keuntungan diakui oleh cabang ketika cabang menjual persediaan tersebut ke
pihak eksternal.
b. Beban pengiriman yang dibebankan atas pengiriman persediaan
Biaya yang timbul atas pengiriman persediaan dari kantor pusat ke cabang menjadi
bagian dari biaya perolehan persediaan cabang. Misalnya, kantor pusat PT Jaya
membayar Rp. 100.000 untuk mengirim persediaan senilai Rp. 8.000.000 ke cabang
Medan. Transfer tersebut dicatat oleh kantor pusat sebagai berikut :
Investasi di cabang Medan
Persediaan
Kas
Transfer persediaan ke cabang

Medan
dan membayar ongkos

Rp 8.100.000
Rp 8.000.000
Rp 100.000

Cabang Medan mencatat transfer sebagai berikut :
Persediaan
Kantor pusat
(Transfer persediaan dari kantor pusat)

Rp 8.100.000
Rp 8.100.000

c. Persediaan yang ditagih melebihi nilai perolehan
Perusahaan kadang mentransfer persediaan dari kantor pusat ke cabang dan
menagihkan pada nilai yang lebih besar dari harga perolehan kantor pusat. Hal ini
terjadi, ketika kantor pusat memperoleh persediaan dengan harga lebih murah melalui
kuantitas pembelian atau memproduksi persediaan sehingga menagihkan ke cabang

atas persediaan yang ditransfer dengan harga lebih besar dari biaya perolehan kantor
pusat. Oleh sebab itu terjadi selisih antara biaya perolehan dengan harga transfer ke
cabang yang disebut dengan laba antarperusahaan. Sedangkan laba cabang dihitung
sebagai selisih antara harga transfer (biaya perolehan cabang) dengan harga jual ke
pihak eksternal.
Laporan keuangan eksternal perusahaan harus mencerminkan persediaan sebesar
harga perolehannya (kecuali nilai pasar lebih rendah) dan tidak boleh memasukan
laba sampai dengan persediaan dijual ke pihak eksternal dan laba yang belum
terealisasi harus dieliminasi dengan membuat kertas kerja. Kantor pusat mencatat laba
atas persediaan yang dikirim ke cabang pada akun terpisah untuk menangguhkan laba
dari penjualan antarperusahaan sampai persediaan dijual ke pihak eksternal oleh
cabang. Setiap cabang mencatat persediaan yang diperoleh dari kantor pusat pada
akun terpisah dari akun yang digunakan untuk mencatat persediaan dari pihak
eksternal sehingga laba antarperusahaan lebih mudah diidentifikasi. Misalnya PT Jaya
memperoleh persediaan dengan harga Rp. 12.000.000 dan mengirimkan ke cabang
Medan, menagihkan ke
cabang sebesar Rp. 15.000.000. Kantor pusat mencatat pengiriman persediaan yaitu :
Laba

Investasi di cabang Medan
Rp 15.000.000
Persediaan
Rp 12.000.000
Laba antarperusahaan belum terealisasi
Rp 3.000.000
Transfer persediaan ke cabang Medan,
ditagih melebihi harga
antarperusahaan sebesar Rp.3.000.000 bersifat belum terealisasi karena persediaan belum dijual
ke

Persediaan-Dari kantor pusat
Rp 15.000.000
Kantor pusat
Rp 15.000.000
Transfer persediaan dari kantor pusat
eksternal dan pengakuan laba ditangguhkan sampai dengan cabang menjual persediaan ke pihak
pihak

eksternal. Cabang mencatat penerimaan pengiriman persediaan dengan ayat jurnal sebagai
berikut :
Jurnal tersebut mencatat persediaan pada harga perolehan di cabang tanpa
memisahkan pengakuan laba antarperusahaan yang termasuk dalam harga transfer.
Akun persediaan terpisah dibuat untuk menfasilitasi eliminasi laba antarperusahaan
belum terealisasi saat menyusun laporan keuangan perusahaan secara keseluruhan
dimana jika terdapat persediaan yang masih disimpan, ayat jurnal kertas kerja
dibutuhkan untuk mengeliminasi saldo Laba Antarperusahaan Belum Terealisasi
sebesar Rp. 3.000.000 terhadap akun Persediaan-Dari Kantor Pusat sehingga
persediaan dilaporkan sebesar harga perolehan awalnya Rp. 12.000.000.
Ketika cabang menjual persediaan yang diperooleh dari kantor pusat, cabang
mengakui laba sebesar selisish antara harga jual ke pihak eksternal dengan harga
transfer dari kantor pusat sedangkan kantor pusat juga mengakui laba antarperusahaan
yang sebelumnya ditangguhkan. Misalnya, cabang Medan menjual 80 % persediaan
yang ditransfer dari kantor pusat dimana laba antarperusahaan yang diakui oleh
kantor pusat
dicatat sebagai berikut :
Laba antarperusahaan belum terealisasi
Laba cabang Medan
Mengakui laba antarperusahaan :
Rp. 3.000.000 x 0.8

Rp

2.400.000
Rp 2.400.000

Alternatif lain, perusahaan dapat menganggap bahwa laba antarperusahaan seharusnya
dialokasikan ke kantor pusat atas jasa yang telah diberikan. Laba antarperusahaan yang diakui
oleh kantor pusat dengan ayat jurnal sebagai berikut :
Laba antarperusahaan belum terealisasi
Laba terealisasi atas pengiriman ke cabang
Mengakui laba antarperusahaan :
Rp. 3.000.000 x 0.8
d. Akuntansi untuk aset tetap cabang

Rp

2.400.000
Rp 2.400.000

Tidak ada prosedur khusus yang diperlakukan dalam akuntansi untuk pembelian aset tetap
cabang ataupun penyusutan setelahnya atas aset tersebut. Sebaliknya, jika aset tetap dibeli oleh
kantor pusat maka pencatatan harus dilakukan oleh kantor pusat maupun cabang di
pembukuannya. Misalnya, kantor pusat PT Jaya membeli peralatan toko senilai Rp. 30.000.000
untuk cabang Medan. Kantor pusat mencatat pembelian tersebut sebagai berikut :
Investasi di cabang Medan
Kas
Membeli peralatan untuk cabang Medan

Rp 30.000.000
Rp 30.000.000

Pembelian ini dicatat oleh cabang sebagai berikut :
Peralatan toko
Kantor pusat
Mencatat pembelian peralatan oleh kantor pusat

Rp 30.000.000
Rp 30.000.000

Beberapa perusahaan memilih mencatat aset tetap cabang di pembukuan kantor pusat
dibanding di pembukuan cabang sehingga dapat mengontrol lebih baik atas aset
cabang dan membantu perhitungan penyusutan secara keseluruhan dengan membuat
kebijakan penyusutan yang diaplikasikan keseluruh aset tetap perusahaan. Ketika
kantor pusat melakukan pembelian aset tetap cabang maka hanya dicatat di
pembukuan kantor pusat dan tidak ada ayat jurnal di cabang. Misalnya, kantor pusat
PT Jaya membeli Rp.30.000.000 peralatan toko untuk cabang Medan maka tidak ada
ayat jurnal yang
dicatat oleh cabang sedangkan kantor pusat mencatat pembelian sebagai berikut :
Peralatan toko-cabang Medan
Kas
Membeli peralatan untuk cabang Medan

Rp 30.000.000
Rp 30.000.000

Jika cabang membeli aset tetap yang dicatat di pembukuan kantor pusat, maka ayat
jurnal harus disusun baik oleh kantor pusat maupun cabang. Misalnya, cabang Medan
PT Jaya membeli peralatan toko senilai Rp. 30.000.000 yang digunakan oleh cabang
namun dicatat oleh kantor pusat. Cabang mencatat pembelian aset tetap yaitu :

Kantor pusat
Rp 30.000.000
Kas
Membeli peralatan
Pembelian dicatat kantor pusat sebagai berikut :
Peralatan toko
Investasi di cabang Medan
Membeli peralatan

Rp 30.000.000

Rp 30.000.000
Rp 30.000.000

5. Pembagian beban
Beban cabang yang terjadi dan dibayar oleh cabang dicatat secara langsung pada
pembukuan cabang. Namun, kantor pusat dapat memutuskan mengalokasikan beban ke
suatu cabang. Pengalokasian beban dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Beban yang terjadi di cabang tapi dibayar oleh kantor pusat. Misalnya, persediaan
dibeli dari pihak eksternal oleh cabang dan ditagihkan ke kantor pusat.
b. Beban yang dikeluarkan oleh kantor pusat atas nama cabang. Misalnya, penyusutan
atas peralatan cabang yang dicatat pada buku kantor pusat atau biaya promosi cabang
yang dialokasikan oleh kantor pusat.
c. Alokasi biaya yang dikeluarkan kantor pusat. Misalnya, sebagian dari biaya promosi
umum atau sebagian dari biaya overhead umum kantor pusat.
Dalam beberapa kasus, biaya-biaya ini dialokasikan berdasarkan laba cabang dan dicatat pada
pembukuan kantor pusat. Namun, cabang yang mendapat beban diberitahu tentang jumlah yang
dialokasikan lalu cabang mencatat beban pada pembukuannya dimana laba yang dihitung oleh
cabang meliputi seluruh beban yang dianggap terkait dengan cabang. Misalnya kantor pusat PT
Jaya mengeluarkan biaya-biaya yang dialokasikan ke cabang Medan, sebagai berikut :

Beban utilitas (biaya terjadi di cabang Medan dan ditagih ke
akun utama kantor pusat)

Rp 14.000.000
Beban
penyusutan
(aset
cabang
Medan
yang
dicatat
di
Kantor
pusat
pembukuan kantor pusat)
Rp 3.000.000
PT Jaya Overhead umum (dialokasikan ke cabang berdasarkan
sudah
penjualan bruto)
Rp 8.000.000
Total
Rp 35.000.000
mencatat beban-beban, seolah-olah beban tersebut terkait dengan kantor pusat dan secara
Investasi di cabang Medan

Rp 35.000.000

Beban utilitas

Rp 14.000.000

Beban penyusutan

Rp 3.000.000

Beban overhead umum

Rp 8.000.000

Mengalokasikan beban ke cabang Medan

periodik kantor pusat memberitahukan cabang beban yang dialokasikan. Kantor pusat mencatat
ayat jurnal berikut setelah memberitahukan cabang Medan beban yang dialokasikan sebesar Rp.
35.000.000.

Berdasarkan pemberitahuan beban dari kantor pusat, cabang mencatat beban
tersebut,yaitu
Beban utilitas
Beban penyusutan
Beban overhead umum
Investasi di cabang Medan
Mencatat beban ke cabang Medan

Rp 14.000.000
Rp 3.000.000
Rp 8.000.000
Rp 35.000.000