Makalah Perilaku Organisasi Kelompok 5 r

KARAKTERISTIK INDIVIDU: KEMAMPUAN, KEPRIBADIAN,
DAN NILAI BUDAYA

Mata Kuliah Perilaku Organisasi

Disusun Oleh:
Aryono Fajar Harianto

9910817035

Dzikrina Syahidah

9910817039

Hada Hayata

9910817007

Wahidin

9910817017


Dosen:
Prof. Dr. Rugaiyah, M.Pd.

PROGRAM MANAJEMEN PENDIDIKAN PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
JAKARTA
2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat
dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, para sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Makalah yang berjudul Karakteristik Individu: Kemampuan, Kepribadian, dan
Nilai Budaya ini, disusun sebagai syarat untuk memenuhi penilaian dalam mata kuliah

Perilaku Organisasi. Penulis menyadari segala kekurangan dalam penulisan makalah

ini dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis memohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini dan mengharapkan saran serta kritik
yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang
positif bagi pembaca.

Jakarta, 23 Maret 2018

Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah .................................................................................. 2
1.3. Tujuan ....................................................................................................... 2

1.4. Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3
2.1. Karkteristik ................................................................................................ 3
2.2. Kepribadian ............................................................................................... 7
2.2.1. Faktor Kepribadian........................................................................... 8
2.2.2. Dimensi Kepribadian ...................................................................... 8
2.3. Kemampuan .............................................................................................. 12
2.3.1. Dampak Kemampuan ....................................................................... 15
2.4. Nilai Budaya.............................................................................................. 16
2.4.1. Fungsi Budaya .................................................................................. 17
2.4.2. Nilai Budaya dalam Organisasi ........................................................ 18
2.4.2.1. Pelembagaan adalah Awal Pembentukkan Budaya ............. 20
2.4.2.2. Budaya Sebagai Suatu Kewajiban ....................................... 22
BAB III SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 24
3.1 Simpulan .................................................................................................... 24
3.2 Saran ........................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26
iii

DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.2.1 Model RIASEC Holland ............................................................ 11
Gambar 2.4.1 Aktualisasi dan Terbentuknya Budaya ...................................... 19

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk individu yang memiliki akal

dan pikiran. Meskipun manusia sebagai makhluk individu, tetapi manusia tidak
dapat hidup sendiri dan sangat membutuhkan sekali manusia lainnya, sehingga
manusia juga dapat disebut sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk
sosial yang hidup bermasyarakat tentu akan melakukan komunikasi dan
berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dengan menjunjung dan mematuhi
norma-norma yang berlaku dalam lingkungan masyarakat tersebut.

Organisasi

merupakan

salah

satu

wadah

untuk

manusia

dapat

berkomunikasi dan berinteraksi dalam usaha mencapai tujuan bersama. Tujuan
organisasi akan dapat tercapai jika organisasi tersebut berusaha untuk
meningkatkan kinerjanya. Kinerja disebuah organisasi akan meningkat jika sumber
daya manusia yang berada dalam organisasi tersebut memiliki beberapa komponen

kompetensi seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, perilaku, dan pengalaman.
Perilaku positif yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam sebuah
organisasi akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, sehingga pada
akhirnya akan meningkatkan kinerja masing-masing individu dan organisasi.
Sebaliknya, jika perilaku negatif yang dimiliki oleh sumber daya manusia dalam
sebuah organisasi akan menciptakan suasana kerja yang tidak kondusif, sehingga
kinerja masing-masing individu dan kelompok tidak akan meningkat.
Perilaku organisasi berkaitan dengan bagaimana masing-masing individu
dalam sebuah organisasi itu bertindak dan bereaksi. Perilaku individu di dalam
organisasi merupakan bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan
organisasi. Masing-masing individu di dalam sebuah organisasi memiliki perilaku
yang tidak sama, karena manusia pada dasarnya memiliki karakteristik,
kemampuan, kepribadian, dan nilai budaya yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
mengetahui dan memahami karakteristik individu berdasarkan kemampuan,

1

2

kepribadian, serta nilai budaya di dalam organisasi sangat penting karena individu

di dalam organisasi merupakan motor penggerak utama keberlangsungan
organisasi.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat

diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa

yang

dimaksud

dengan

karakteristik

individu,


kepribadian,

kemampuan, dan nilai budaya?
2. Apa saja faktor-faktor yang membedakan karakteristik individu dan
mempengaruhi pembentukan kemampuan serta kepribadian?

1.3.

Tujuan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang diajukan diatas, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui

pengertian

dari

karakteristik


individu,

kepribadian,

kemampuan, dan nilai budaya.
2. Mengetahui faktor-faktor yang membedakan karakteristik individu dan
mempengaruhi pembentukan kemampuan serta kepribadian.

1.4.

Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan dan

pembelajaran bagi penulis maupun pembaca dalam mengetahui dan memahami
karakteristik individu berdasarkan, kemampuan, kepribadian, serta nilai budaya di
dalam organisasi.

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.

Karakteristik
Manusia menjadi dimensi penting atau motor penggerak utama dalam

keberlangsungan organisasi. Kinerja organisasi sangat tergantung pada kinerja
individu yang ada didalamnya. Karatekristik yang pada hakikatnya berbeda antara
satu individu dengan yang lainnya menjadi salah satu faktor penting yang
berpengaruh dalam menentukan kualitas kinerja seorang anggota dalam suatu
organisasi. Karakteristik sendiri dapat didefiisikan secara berbeda bergantung dari
sudut pandangnya. Berikut adalah definisi karakteristik individu menurut para ahli,
yaitu:
a. Menurut Robbins (2003), karakteristik individu adalah cara memandang ke
obyek tertentu dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya.
b. Menurut Ardana dkk. (2008), bahwa karakteristik individu adalah minat, sikap
terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual,
kemampuan atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan dan emosi,
suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai.1
c. Rahman (2013) mendefinisikan karakteristik individu sebagai ciri khas yang

menunjukkan perbedaan seseorang tentang motivasi, inisiatif, kemampuan
untuk tetap tegar menghadapi tugas sampai tuntas atau memecahkan masalah
atau bagaimana menyesuaikan perubahan yang terkait erat dengan lingkungan
yang mempengaruhi kinerja individu.2
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik individu adalah ciri khas atau sifat khusus pada diri seseorang yang

1

Andy Setiawan dan Tri Bodroastuti, Pengaruh Karakteristik Individu dan Faktor-Faktor Pekerjaan
terhadap Motivasi (Studi pada Karyawan CV. Bintang Timur Semarang), (Semarang: Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala), hlm. 8.
2
Abdur Rahman, Pengaruh Karakteristik Individu, Motivasi dan Budaya Kerja terhadap Kinerja
Pegawai pada Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Donggala,
Jurnal Organisasi dan Manajemen Vol. 1 No. 2, April 2013, hlm. 76.

3

4

membuatnya memiliki kemampuan yang berbeda dengan orang lain dalam
menafsirkan apa yang dilihatnya dan cara bertindak untuk melakukan suatu
pekerjaan. Ciri/sifat khas yang dimiliki individu inilah yang akan dibawanya ketika
memasuki lingkungan baru yaitu organisasi atau yang lainnya.
Menurut para ahli, karakteristik personal (individu) dapat mencakup usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dalam organisasi, suku bangsa,
kepribadian, dan status perkawinan.3

Pada makalah ini akan dibahas empat

karakteristik individu yang lebih dominan mempengaruhi komitmen dalam
organisasi, yaitu (Mathiue dan Zajac, 1990):4
a. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menggambarkan laki-laki dan wanita. Jumlah persentase laki-laki
dan wanita dalam bentuk data yang diperoleh pada tahun ini atau sebelumnya akan
dapat dijadikan alat prediksi untuk tahun-tahun yang akan datang. Sehingga jika
sebuah organisasi bisnis dimana produk yang dihasilkan adalah diperuntukkan
untuk laki-laki dan wanita maka jelas ia bisa menghubungkan angka pertambahan
dengan prediksi angka penjualan yang akan diperoleh, sehingga produktivitas yang
diputuskan akan dapat disesuaikan.
Dalam konteks kemampuan bekerja banyak hasil survey menyebutkan jika lakilaki lebih bisa bekerja maksimal dan wanita kadangkala sering terganggu oleh
faktor tertentu seperti tanggungjawab mengurus keluarga. Sehingga wajar jika
kemangkiran sering terjadi di pihak wanita. Karena kondisi ini maka beberapa
perusahaan sering menempatkan untuk perjalanan dinas lebih diutamakan bagi
pihak laki-laki, seperti survey lapangan, audit subsidiaries company (anak
perusahaan), dan lain sebagainya.
Sehingga sering ditemui jika wanita dalam posisi ibu rumah tangga memilih
pekerjaan yang bersifat paruh waktu (part time) dengan tujuan agar ia bisa tetap
fokus mengurus urusan rumah tangga. Karena bagi para ibu rumah tangga tersebut
kesuksesan itu ada dua yaitu sukses karir dan sukses rumah tangga.
3

Stephen P. Robbins, Essentials of Organizational Behavior 7 th Edition, (New Jersey: Prentice-Hall,
2003), hlm. 15.
4
Irham Fahmi, Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 3639.

5

Walaupun sering kita menemui jika wanita yang tinggal di perkotaan
kadangkala lebih memilih untuk begitu fokus pada pekerjaan sehingga mereka
sering terlambat untuk menikah. Termasuk takut jika telah menikah akan terikat
dengan aturan kewajiban sebagai istri termasuk perolehan financial yang selama ini
begitu terpuaskan namun ketika berkeluarga telah berkurang dan hanya
mengharapkan pendapatan dari suami

b. Usia
Dalam konteks usia semakin baik kesehatan yang dimiliki oleh suatu
masyarakat maka semakin panjang usia yang dimiliki seseorang, dan begitu pula
sebaliknya semakin rendah pemahaman tentang kesehatan maka semakin pendek
usia seseorang. Di negara maju umumnya pemahaman tentang kesehatan lebih baik
dibandingkan di negara berkembang dan terbelakang, sehingga wajar usia produktif
di negara maju jauh lebih tinggi dibandingkan di negara berkembang seperti
Indonesia.
Contoh usia produktif dan masih tetap sehat seperti Madeleine K. Albright yang
merupakan mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat tahun 1997. Dimana
beliau memimpin berbagai organisasi yang bergerak di bidang profit dan non-profit.
Jimmy Carter yang merupakan Presiden AS ke 39 periode 1977-1981 yang hingga
saat ini masih sehat dan memiliki aktivitas memantau berjalannya demokrasi dan
Hak Asasi Manusia diseluruh dunia melalui lembaganya Carter Centre, dan saat
ini umurnya 88 tahun. Investor George Soros yang lahir 12 Agustus 1930 berumur
82 tahun adalah investor yang sampai saat ini masih produktif untuk mengontrol
jalannya berbagai bisnis investasinya yang tersebar diseluruh dunia. Warren Buffet
yang lahir tanggal 30 Agustus 1930 berumur 82 tahun adalah seorang pebisnis
dengan bakat telah terlihat semenjak masih kecil. Ini dibuktikan dengan
kemampuan bisnisnya dari sejak menjadi loper Koran pada umur 11 tahun hingga
saat ini telah menjadi orang terkaya nomor 2 (dua) di dunia. Dan hingga saat ini
vitalitas serta kesehatan selalu menjadi bagian favorit yang dijaganya.
Bagi sebuah organisasi jika para karyawan di organisasinya banyak yang sehat
dan mampu mengatur pola hidup sehat maka memungkinkan organisasi tersebut

6

akan terhindar dari berbagai masalah. Sehingga wajar jika beberapa perusahaan
sering melakukan berbagai kebijakan untuk membangun pola hidup sehat bagi para
karyawannya, seperti acara perkumpulan olah raga bersama, siraman rohani, dan
berbagai aktivitas sejenis lainnya. Dengan tujuan mampu mengurangi stres tingkat
karyawan perusahaan.

c. Status
Posisi status dapat dilihat dari segi single (sendiri), menikah (marriage), atau
bercerai (divorce). Di negara maju atau di perkotaan angka perceraian jauh lebih
tinggi. Ini terjadi disebabkan oleh berbagai alasan salah satu faktornya diakibatkan
oleh tingginya aktivitas kehidupan baik laki-laki maupun wanita. Jumlah wanita
karir yang terlalu banyak dan menuntut mereka untuk bekerja maksimal
menyebabkan waktu untuk mengurus rumah tangga menjadi tersita sehingga
dampaknya banyak dari mereka yang berusia 30-an bahkan 40-an belum menikah
bahkan ada perkawinan yang berakhir dengan perceraian. Salah satu dampak
perceraian bagi pasangan yang memiliki anak maka akan timbul single parent
(orang tua tunggal) biasanya hak asuh anak akan jatuh pada si istri (ibu anak)
sampai usia 10 atau 12 tahun sesuai dengan keputusan pengadilan. Dalam kasus
tertentu di negara berkembang dan terbelakang kasus perceraian juga terjadi karena
tidak lahir anak laki-laki, sehingga bagi mereka keturunan penerus generasi
dianggap tidak ada.

d. Masa Kerja
Masa kerja yang pendek dan lama mampu memberi pengaruh pada experience
(pengalaman) dari seorang karyawan. Semakin lama masa kerja maka tentunya
experience yang dimiliki juga semakin matang, sehingga wajar jika suatu organisasi

dalam melakukan recruitment menempatkan syarat pengalaman sebagai salah satu
syarat penting. Dalam konteks ini muncul istilah senior dan yunior. Jika kita
mendefinisikan senioritas sebagai masa seseorang menjalankan pekerjaan tertentu,
kita dapat mengatakan bahwa bukti paling baru menunjukkan suatu hubungan
positif antara senioritas dan produktivitas pekerjaan. "Secara konsisten ditemukan

7

bahwa masa kerja berhubungan negatif dengan keluar masuknya karyawan dan
telah ditemukan sebagai salah satu peramal tunggal paling baik tentang keluar
masuknya karyawan.
Artinya mereka yang memiliki masa kerja lama atau experience yang matang
menginginkan memperoleh pekerjaan dan gaji yang lebih memuaskan. Sehingga
jika di suatu organisasi ia tidak mendapatkan semua itu sesuai dengan keinginannya
maka keputusan keluar atau mundur dianggap sebagai alternatif dalam mencari
tempat lain yang lebih menjanjikan. Sering pindahan kerja itu diperoleh dari
jaringan kerja yang telah diperoleh pada tempat kerja sebelumnya.
Keputusan mencari pekerjaan ditempat lain dapat dianggap sebagai sesuatu
yang sah-sah saja sejauh itu tidak menyalahi aturan dalam dunia pekerjaan.
Kesalahan atau tindakan yang dianggap tidak etis jika seorang karyawan yang
mengetahui dengan detil strategi perusahaan baik dalam bentuk data kuantitatif
maupun kualitatif kemudian selanjutnya pindah bekerja ke perusahaan pesaing
dengan keputusan membocorkan seluruh data dari perusahaan sebelumnya dan
memperoleh imbalan keuangan sebagai kompensasi dari tindakan tersebut.

2.2.

Kepribadian
Terdapat beberapa pengertian dari kepribadian atau personality yang

diberikan para pakar, yaitu sebagai berikut:



Menurut Kreitner dan Kinicki (2010), kepribadian adalah kombinasi
karakteristik fisik dan mental yang stabil dan memberikan identitas individual5.
Menurut McShane dan Von Glinow (2010), kepribadian adalah pola yang relatif
bertahan lama tentang pemikiran, emosi dan perilaku yang menunjukkan



karakteristik orang, sejalan dengan proses psikologisnya.
Menurut Robbins dan Judge, kepribadian adalah organisasi dinamis dari system
psikologis dalam diri individu yang menentukan penyesuaian uniknya pada
lingkungannya6.

5

ibid., hlm.15-16.
Stephen P. Robbins & Timothy A. Judge, Organizational Behavior 15th Edition, (United States of
America: Prentice Hall, 2013), hlm. 133.

6

8

Berdasarkan pernyataan para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kepribadian dapat didefinisikan sebagai karakteristik individu yang dapat
menunjukkan identitas seseorang melalui pemikiran, emosi, dan perilakunya yang
dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungannya.

2.2.1. Faktor kepribadian
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang
individu, seperti keturunan, lingkungan, situasi dan pengalaman hidup.
a. Faktor keturunan merupakan faktor yang telah ditentukan oleh konsepsi seperti
kemenarikan wajah, gender, ketinggian fisik dan semacamnya yang dihasilkan
secara biologis dari orang tua dan melekat dengan sususan psikologi.
b. Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat berperan penting dalam
membentuk kepribadian seseorang karena lingkungan adalah budaya dimana
seseorang tumbuh dan norma diantara keluarga, teman dan kelompok sosial
akan mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.
c. Faktor situasi, merupakan faktor kepribadian yang telah dihasilkan dari faktor
keturunan dan lingkungan yang dapat berubah pada situasi tertentu yang
memungkinkan bahwa situasi tertentu itu lebih relevan daripada lainnya dalam
mempengaruhi kepribadian.
d. Faktor pengalaman hidup, faktor ini dapat mempengaruhi kepribadian
seseorang seperti contoh pengalaman hidup yang dilalui seseorang pada masa
lalu akan mempengaruhi kepribadiaannya setelah dewasa.
Berdasarkan beberapa faktor diatas dapat disimpulkan bahwa faktor situasi
akan mempengaruhi faktor keturunan, lingkungan dan pengalaman hidup dalam
membentuk kepribadian seseorang.

2.2.2. Dimensi kepribadian
Kepribadian mengandung beberapa dimensi, indikator, sifat, ciri, unsur,
komponen atau karakteristik. Terdapat bebeberapa teori yang membahas tentang
dimensi kepribadian, yaitu:

9

A. The big five personality model
Terdapat lima dimensi kepribadian yaitu:7

➢ Conscientiousness

Karakteristik seseorang dari dimensi kepribadian ini lebih kepada orang yang
mempunyai sifat keberhati-hatian baik yang tinggi maupun rendah. Seseorang
dengan karakter ini cenderung bersifat kebergantungan, bertanggung jawab,
berorientasi pada kesuksesan, gigih, berhati hati, kedisiplinan diri, terorganisir,
ambisius, pekerja keras, tekun dan dapat dipercaya atau diandalkan.

➢ Agreeableness
Karakteristik

seseorang

dari

dimensi

kepribadian

ini

lebih

kepada

menggambarkan seseorang dengan sifat keramahtamahan atau kesedian
menyetujui. Seseorang dengan karakter ini cenderung bersifat dapat dipercaya,
koperatif, lemah lembut, berperilaku baik, peduli, sopan santun, memiliki rasa
simpati dan empati, serta suka menolong.

➢ Emotional stability/neuroticism
Karakteristik

seseorang

dari

dimensi

kepribadian

ini

lebih

kepada

menggambarkan seseorang dengan sifat kestabilitasan emosional (emotional
stability

positif)

atau

gangguan

keemosionalan

(emotional

stability

negative/neuroticism). Seseorang dengan karakteristik emotional stability

positif cenderung bersifat tenang, tidak ragu, dan merasa aman. Sedangkan
seseorang dengan emotional stability negatif cenderung bersifat gelisah,
suasana hati tidak menentu, gugup, kecemburuan, merasa tidak aman,
bermusuhan, dan tertekan.

➢ Openess to experience
Karakteristik

seseorang

dari

dimensi

kepribadian

ini

lebih

kepada

menggambarkan seseorang dengan sifat keterbukaan pada pengalaman.
Seseorang dengan karakter ini cenderung bersifat kreatif, memiliki intelektual,
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, imajinatif, berpikiran luas, dan peka.

7

Jason A. Colquitt, Jeffery A. LePine, & Michael J. Wesson, Organizational Behavior: Improving
Performance and Commitment in The Workplace 4 th Edition, (New York: McGraw-Hill Education,
2015), hlm. 278-291.

10

➢ Extroversions
Karakteristik

seseorang

dari

dimensi

kepribadian

ini

lebih

kepada

menggambarkan seseorang dengan sifat berpandangan keluar atau jangka
panjang. Seseorang dengan karakter ini cenderung bersifat mudah bergaul, aktif
berbicara, dominan, dan tegas. Lawan dari karakteristik ini adalah introversions
yang cenderung memiliki sifat pemalu, pendiam, dan berhati-hati.

B. The Myers-Briggs Type Indicator
Terdapat empat tipe preferensi untuk mengevaluasi kepribadian individu
menurut Myers-Briggs, yaitu:8

➢ Extroversions, merupakan kepribadian yang dibangkitkan oleh interaksi orang
dan sosial, sedangkan sebagai lawannya adalah Introversion yang sifat
kepribadiannya dibangkitkan oleh waktu pribadi dan refleksi atau pemikiran
sendiri.

➢ Sensing, merupakan kepribadian yang bersifat menyukai fakta dan data yang
jelas dan konkret, sedangkan lawannya adalah intuition yang merupakan
kepribadian lebih kepada firasat, dugaan, dan spekulasi berdasar teori dan
imajinasi.

➢ Thinking, merupakan sifat kepribadian yang mendekati keputusan dengan
analisis logis dan kritis, sedangkan sebagai lawannya, feeling yang mendekati
keputusan dengan menekankan pada kebutuhan dan perasaan orang lain.

➢ Judging, merupakan sifat kepribadian yang mendekati tugas dengan
perencanaan dan penetapan tujuan, sedangkan sebagai lawannya. adalah
Perceiving yang menunjukkan sifat lebih menyukai mempunyai fleksibilitas
dan spontanitas ketika melakukan tugas.
C. Holland’ RIASEC Model
Model ini membagi kepribadian dalam enam tipe berdasarkan pada Interest atau
minat dalam bidang tertentu. Interest adalah merupakan ekspresi kepribadian yang

8

Robbins & Judge, Op.Cit., hlm. 135-136.

11

memengaruhi perilaku melalui preferensi terhadap lingkungan dan aktivitas
tertentu (Colquitt, LePine dan Wesson, 2011)

➢ Realistic  Menikmati tugas riil yang praktis, meneruskan, tugas yang jelas.
Cenderung menjadi jujur, praktis, tekun, dan tidak datar.

➢ Investigative  Menyenangi abstrak, analitis, tugas berorientasi teori.
Cenderung menjadi analitis, intelektual, pendiam, dan ilmiah.

➢ Artistic  Menyenangi menghibur dan mengagumi orang lain dengan
menggunakan imajinasi. Cenderung menjadi original, independen, menurutkan
kata hati, dan kreatif.

➢ Social  Menyukai menolong, melayani atau membantu orang lain. cenderung
menjadi sangat membantu, memberi inspirasi, informatif dan empatik.

➢ Enterpricing  Suka membujuk, memimpin, atau melebihi kinerja orang lain.
Cenderung penuh semangat, suka bergaul, ambisius, dan mengambil resiko.

➢ Conventional  Suka mengorganisir, menghitung, atau mengatur orang atau
sesuatu. Cenderung menjadi berhhati-hati, konservatif, mengontrol diri sendiri.
RIASEC Model mengklasifikasi tipe kepribadian dalam dua dimensi, yaitu

tingkatan dimana pekerja lebih suka bekerja dengan data dibandingkan gagasan dan
tingkatan dimana mereka lebih suka bekerja dengan orang dibandingkan dengan
sesuatu.

Gambar 2.2.1. Model RIASEC Holland (Sumber: Wibowo, 2015)

12

2.3.

Kemampuan
Greenberg dan Barron (2003) mendefinisikan kemampuan atau ability

sebagai kapasitas mental dan fisik untuk mewujudkan tugas.9 Kemampuan juga
didefinisikan oleh Robbins10 sebagai suatu kapasitas dalam diri individu untuk
melakukan atau mewujudkan berbagai tugas dalam pekerjaan, sedangkan Colquitt,
LePine, dan Wesson11 mengartikan kemampuan sebagai suatu hal yang
menunjukkan kapabilitas yang dimiliki seseorang yang relatif stabil untuk
mewujudkan rentang aktivitas tertentu yang berbeda tetapi saling berhubungan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian kemampuan
yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan merupakan suatu
kemahiran yang dimiliki seorang individu dalam mewujudkan atau menjalankan
berbagai tugas dalam mencapai tujuannya. Pada dasarnya kemampuan memiliki
makna yang berbeda dengan keterampilan, yang mana kemampuan seseorang
biasanya relatif stabil meskipun kemampuan dapat berubah secara perlahan dengan
pelatihan atau pengulangan yang kerap dilakukan. Namun tidak untuk
keterampilan, keterampilan seseorang dapat berubah dan diperbaiki sepanjang
waktu melalui pelatihan dan pengalaman individu.
Robbins berpendapat bahwa kemampuan dibentuk oleh dua faktor penting,
yaitu intellectual dan physical abilities.12 Sedangkan Colquitt, LePine, dan Wesson
menjelaskan bahwa kemampuan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
kemampuan kognitif, emosi dan fisik.13 Didasarkan dari pendapat-pendapat
tersebut, kemampuan dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual adalah kemampuan seseorang dalam melakukan
aktivitas mental.8 Kemampuan intelektual sangat diperlukan pada dunia pekerjaan
dalam membantu individu dalam mencapai keberhasilan, dan setiap pekerjaan
mempunyai tuntuta terhadap kemampuan intelektual yang berbeda. Greenberg dan

9

Wibowo, Perilaku Dalam Organisasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hlm. 93.
Robbins & Judge, Op.Cit., hlm. 52.
11
Colquitt, LePine, & Wesson, Op.Cit., hlm. 320.
12
Robbins & Judge, Op.Cit., hm. 52.
13
Colquitt, LePine, dan Wesson, Op.Cit., hlm. 321.
10

13

Baron (2003) membagi kemampuan intelektual dalam empat sub-bagian (kategori),
yaitu: 14
1) Cognitive intelligence, merupakan kemampuan memahami gagasan yang
komplek untuk menyesuaikan secara efektif terhadap lingkungan, belajar dari
pengalaman, terikat dalam berbagai bentuk pertimbangan, dan mengatasi
hambatan dengan pemikiran berhati-hati.
2) Emotional

intelligence,

merupakan

kelompok

keterampilan

yang

berhubungan dengan sisi emosional dari kehidupan.
3) Practical intelligence, merupakan ketangkasan dalam menyelesaikan masalah
praktis secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.
4) Successful

intelligence,

merupakan

kecerdasan

yang

menunjukkan

kesimbangan yang baik antara cognitive intelligence (IQ), practical
intelligence, dan creative intelligence (menyangkut kemampuan berpikir

fleksibel dan berada di depan kelompok).
Sedangkan Albrecht (2006) membagi kemampuan intelektual dalam enam subbagian (kategori), yaitu Abstract intelligence yang menunjukkan pertimbangan
simbolik, Social intelligence berkenaan dengan menunjukkan kemampuan orang
berhubungan secara efektif dengan orang lain, Emotional intelligence berkenaan
dengan kepedulian diri dan manajemen diri atau kemampuan mengidentifikasi,
memahami, dan mengelola emosi, Practical intelligence yang berkenaan dengan
membuat segala sesuatu dapat dilakukan, Aesthetic intelligence yang menyangkut
perasaan tentang bentuk, desain, musik, seni, dan literatur, serta Kinesthetic
intelligence yang menunjukkan keterampilan seluruh badan seperti olah raga,

menari, dan bermain musik.

b. Kemampuan Kognitif
Kemampuan kognitif merupakan kemapuan menunjukkan kapabilitas berkaitan
dengan akuisisi dan aplikasi pengetahuan dalam pemecahan masalah. Kemampuan
kognitif

14

dapat

diartikan

Wibowo, Op. Cit., hlm. 94-106.

sebagai

kemampuan

seorang

individu

dalam

14

mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dalam memecahkan suatu masalah.
Terdapat lima tipe kemampuan kognitif, yaitu:15
1) Verbal ability, berkenaan dengan berbagai kapabilitas yang berkaitan dengan
pemahaman dan menyatakan komunikasi secara lisan dan tertulis.
2) Quantitative ability, berkenaan dengan dua tipe kapabilitas atematika, yaitu
number facility dan mathematical reasoning.

3) Reasoning ability, merupakan kumpulan kemampuan yang berbeda berkaitan
dengan pengertian dan menyelesaikan masalah dengan menggunakan
wawasan, aturan, dan logika.
4) Spatial ability, merupakan dua kapabilitas dalam hubungannya dengan
gambaran visual dan mental dan manipulasi dari objek dalam ruang.
5) Perceptual ability, berkenaan dengan dapat merasa, memahami, dan
mengingat pola informasi.
Seseorang individu dapat memiliki beberapa kemampuan dari lima tipe
kemampuan kognitif ini. Oleh karena itu kemampuan kognitif sangat diperlukan
bagi kehidupan seorang individu terutama didunia pekerjaan.

c. Kemampuan Emosional
Menurut Colquitt, Lepine, dan Wesson (2015) kemampuan emosional
merupakan tipe kemampuan yang mempengaruhi tingkatan dimana orang
cenderung efektif dalam situasi sosial, tanpa memandang tingkat kemampuan
kognitif mereka. Namun terdapat pandangan yang berbeda dari para ahli mengenai
kemampuan emosional, salah satunya adalah pandangan dari Robbins (2003) yang
melihat bahwa masalah emosional dari segi kecerdasan bukan masalah
kemampuan, sedangkan Greenberg dan baron berpendapat bahwa masalah
emosional sebagai bagian dari masalah kemampuan.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut dapat dilihat masih terdapat
perdebatan dan meyakini bahwa kemampuan manusia yang mempengaruhi fungsi
sosial dinamakan kecerdasan emosi dan kecerdasan inilah terdapat hubungan

15

Colquitt, LePine, & Wesson, Op.Cit., hlm. 322-325.

15

dengan kemampuan yang mencakup self awareness, other awareness, emotion
regulation, dan use emotion. Empat kemampuan ini merupakan aplikasi dari

kecerdasan emosional seseorang dan sangat relevan digunakan dalam berbagai
situasi interpersonal.

d. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan seseorang individu dalam menjalankan
kegiatan yang menuntut seseorang melibatkan aktivitas fisik. Kemampuan fisik
juga merupakan kapasitas untuk melakukan tugas yang menuntut stamina,
ketangkasan, kekuatan, dan karakteristik semacamnya.16
Kemampuan fisik memiliki kepentingan untuk berhasil dalam melakukan
pekerjaan yang kurang memerlukan keterampilan seperti kemampuan intelektual
tapi lebih kepada kegiatan yang terstandardisir, dimana kegiatan tersebut lebih
menuntut stamina, ketangkasan manual, kekuatan kaki atau bakat sejenis yang
dapat mengidentifikasi kapabilitas fisik pekerja. Beberapa kemampuan yang dapat
dikatakan sebagai indikator dari kemampuan fisik yaitu, kekuatan, kelenturan,
koordinasi, stamina, kecepatan, psikomotor, sensori, dan keseimbangan.

2.3.1. Dampak Kemampuan
Kemampuan akan berdampak pada kinerja dan komitmen seseorang
individu, baik itu kemampuan kognitif, emosional maupun fisik. Dampak yang
paling kerap dijumpai adalah tekanan dari kemampuan kognitif, karena kemapuan
inilah yang dianggap paling relevan untuk semua jenis pekerjaan. Kemampuan
kognitif merupakan prediktor paling kuat dari job performance dimana pekerjaan
lebih efektif dijalankan oleh pekerja yang lebih cerdas dibandingkan dengan
pekerja yang kurang cerdas, karena pekerja yang lebih cerdas cenderung lebih baik
dalam pengambilann keputusan dan dalam pembelajaran seperti memanfaatkan
lebih banyak pengetahuan dan mengembangkannya sehingga dapat melakukan
pekerjaan dengan lebih efektif.17
16
17

Robbins & Judge, Op.Cit., hlm. 55.
Wibowo, Op. Cit., hlm. 107-108.

16

Kemampuan kognitif cenderung lebih kuat berkorelasi dengan task
performance daripada citizenship behavior atau counterproductive behavior .

Peningkatan jumlah pengetahuan kerja membantu pekerja menyelesaikan tugas
pekerjaan, tetapi tidak perlu mempengaruhi pilihan untuk membantu rekan kerja
atau berhenti melanggar aturan.

2.4.

Nilai Budaya
Istilah budaya berasal dari bahasa Latin yaitu “colere” yang berarti

mengolah, mengerjakan, terutama mengolah tanah dan bertani. Edward (1997)
mendefinisikan budaya secara luas sebagai ilmu pengetahuan, keyakinan/
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan berbagai kemampuan dan
kebiasaan lainnya yang didapat sebagai anggota masyarakat. Sedangkan Vijay
Sathe mengartikan budaya sebagai seperangkat asumsi penting yang dimiliki
bersama anggota masyarakat. Melanjutkan lebih luas lagi pengertian budaya dari
Sathe, Edgar H. Scein (1983) menyatakan budaya adalah suatu asumsi dasar yang
diciptakan, ditemukan dan dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai
pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal
yang resmi dan terlaksana dengan baik.
Budaya sebagai nilai-nilai (values) dan kepercayaan (belliefs) yang
memberikan orang-orang suatu cara pandang terprogram (programmed of seeing).
Dengan demikian, budaya merupakan suatu cara pandang yang sama bagi sebagian
besar orang (Hofstede dalam Pheysey,1993). Nilai-nilai sebagai segala sesuatu
yang dimuliakan, dijunjung atau dihargai dalam budaya tersebut. Adapun
kepercayaan diartikan sebagai, apa yang seseorang anggap benar (true). Dengan
demikian, bentuk dari pengertian budaya dapat dilihat dari tiga hal, yaitu: pertama
budaya itu abstrak (ideal), kepercayaan, asusmsi dasar, gagasan, ide, moral, norma,
adat-istiadat, hukum atau peraturan. Kedua , budaya berupa sikap yang merupakan
pola perilaku atau kebiasaan dari kegiatan manusia dalam lingkungan komunitas
masyarakat, yang menggambarkan kemampuan beradaptasi, baik secara internal

17

maupun eksternal. Ketiga budaya itu tampak secara fisik yang merupakan bentuk
fisik dari hasil karya manusia.18
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa budaya
merupakan sebuah kultur yang tumbuh disetiap kawasan yang dapat mempengaruhi
perilaku bagi anggota masyarakatnya. Budaya dapat menghasilkan suatu identitas
baik secara individu, kelompok, organisasi, bahkan komunitas masyarakat tertentu.

2.4.1. Fungsi Budaya
Budaya adalah hasil karya cipta manusia yang dihasilkan dan telah dipakai
sebagai bahagian dari tata kehidupan sehari-hari. Suatu budaya yang dipakai dan
diterapkan dalam kehidupan selama periode waktu yang lama akan mempengaruhi
pola pembentukan dari suatu masyarakat, seperti kebiasaan rajin bekerja, dan
kebiasaan ini berpengaruh secara jangka panjang atau terus terjadi hingga di usia
senja. Karena itu suatu budaya bukan tidak mungkin untuk dirubah, asalkan ada
keinginan dan semangat kuat untuk melakukan perubahan itu, maka diri sendiri
akan mampu mengubah dan membangun budaya yang salah menjadi budaya yang
baik dan benar. Ndraha (1997) mengemukakan beberapa fungsi budaya, yaitu:19



Identitas dan citra suatu masyarakat,



Sumber inspirasi, kebanggaan, dan sumber daya,



Kemampuan untuk membentuk nilai tambah,



Wawasan,



Mekanisme adaptasi terhadap perubahan,



Pengikat suatu masyarakat,



Kekuatan penggerak,



Pola perilaku,



Pengganti formalisasi,

Proses menjadikan masyarakat kongruen dengan Negara sehingga terbentuk
nation state.

18
19

Khaerul Umam, Perilaku Organisasi, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), hlm. 123.
ibid., hlm. 125.

18

Sedangkan dalam suatu organisasi, budaya memiliki beberapa fungsi, yaitu
Pertama , budaya mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas; artinya, budaya

menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. Dimensi
kultural yang membedakan satu kultur dengan kultur lain termasuk hubungan antar
manusia secara alamiah, individualis lawan kolektivisme orientasi waktu, orientasi
aktivitas, informalitas bahasa dan agama. Kedua , budaya membawa suatu rasa
identitas bagi anggota-anggotanya organisasi. Ketiga , budaya mempermudah
timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan diri pribadi
seseorang. Ke empat, budaya itu meningkatkan kemantapan system social. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan
dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme
pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku
para karyawan. Karyawan tetap profesional ketika organisasi mengejar tujuannya
tanpa dilakukan dengan tindakan-tindakan yang melanggar norma bahkan menjurus
ilegal.20

2.4.2. Nilai Budaya dalam Organisasi
Budaya dalam konteks manusia dapat menjadi pengikat atau perekat bagi
suatu kelompok, organisai, suku maupun Negara yang utuh. Budaya dapat menjadi
sumber inspirasi yang membanggakan, dimana jika setiap anggota ataupun
kelompok memberdayakan dan mengembangkan budayanya secara lebih luas maka
akan menjadi suatu kebanggaan bagi kelompok tertentu tersebut.
Budaya juga menjadi penggerak dan penguat semangat juang bagi bangsa
untuk memerdekakan dan memajukan suatu daerah atau Negara. Budaya
merupakan asset terpenting yang dapat dijadikan sebagai modal untuk
mengembangkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang sejahtera, adil dan
bermartabat. Kerena dengan budaya manusia dapat dikenal dan hidup
berdampingan secara sehat dan harmonis. Adapun unsur- unsur budaya, yaitu, ilmu

20

Sentot Imam Wahjono. Perilaku Organisasi. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 41.

19

pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, perilaku/kebiasaan
(norma) masyarakat, asumsi dasar, sistem nilai, pembelajaran, dan masalah adaptasi
eksternal atau internal.
Pengaruh budaya dalam mendorong pembentukan manajemen kinerja
terasa sangat sering didiskusikan terutama oleh para manajer di berbagai
perusahaan. Dari berbagai literatur yang diperoleh dijelaskan bahwa disebutkan jika
suatu organisasi menerapkan budaya kuat maka itu akan mendorong terjadinya
peningkatan keefektifan pada organisasi tersebut. Menurut Stephen Robbins
"Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat,
diatur dengan baik, dan dirasakan bersama-sama secara luas".21 Gambaran
aktualisasi dan terbentuknya suatu budaya dapat dilihat pada Gambar 2.4.1.
Raga Semua Yang
Terlihat Dapat Diamati

Proses Aktualisasi
Budaya

Perilaku Norma. Proses,
Perubahan, Daya Tarik, Daya
Tolak

Proses Terbentuknya
Budaya

Basic, Pendirian Mendasar, Tidak
Mudah Berubah Bagian Diri (Self-)

Gambar 2.4.1. Aktualisasi dan Terbentuknya Budaya
Menurut Taliziduhu Ndraha (2003) (Sumber: Wibowo, 2015)

Contoh jelas pengaruh budaya kuat yang dianut oleh suatu organisasi dan
itu mampu mendorong pembentukan mendorong pembentukan manajemen kinerja
di organisasi adalah salah satunya pada perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh
orang India. Masyarakat India sudah lama dikenal bahwa hubungan kekerabatan
mereka sesama anggota keluarga sangat kuat. Sehingga kita sering menemui
tentang family business di masyarakat India, artinya mereka mendirikan dan
21

Irham Fahmi, Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm 51.

20

melakukan perekrutan tenaga kerja yang berasal dari garis keturunan mereka
sendiri khususnya para anggota keluarga. Dan tujuannya ada bermacam-macam,
diantaranya adalah:22
1. Berbagai macam permasalahan bisnis dan konflik yang terjadi di dalam
perusahaan akan dapat cepat diselesaikan. Karena para anggota keluarga akan
saling menghormati dan mematuhi setiap keputusan, apalagi jika keputusan
tersebut dipimpin dan dibuat oleh salah satu anggota keluarga tertua.
2. Konsep family business diharapkan mampu menjaga rahasia bisnis dengan
baik.
3. Perolehan keuntungan dapat dipakai untuk menyejahterakan para anggota
keluarga. Karena ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa jika ingin
membantu maka bantulah terlebih dahulu keluarga dekat, dan jika keluarga
dekat telah terbantu maka bantulah keluarga jauh. Dan sebaliknya keluarga
yang telah dibantu itu pula yang akan membantu kita jika berada dalam
kesusahan di kemudian hari.
4. Para anggota keluarga dapat belajar bisnis dan khususnya dapat tertampung
pekerjaan. Bagaimanapun mencari dan mendapatkan pekerjaan yang layak
bukan urusan yang mudah, namun dengan adanya ketersediaan lapangan
pekerjaan yang memadai seseorang dapat dengan mudah mendapatkan
pekerjaan disana.

2.4.2.1.Pelembagaan adalah Awal Pembentukkan Budaya
Sebuah budaya organisasi tidak dengan sendirinya terbentuk, namun semua
itu melalui proses yang panjang yaitu menyangkut dengan berbagai interaksi yang
terjadi di lingkungan organisasi tersebut. Edgar H. Shein (1983) mengatakan
budaya organisasi merupakan hasil dari interaksi antara:
1. Bias dan asumsi para pendirinya, dan
2. Apa yang dipelajari oleh para anggota pertama organisasi, yang diperkerjakan
oleh para pendiri, dari pengalaman mereka sendiri.

22

Ibid., hlm. 51-52.

21

Budaya organisasi yang baik adalah kebiasaan yang memungkinkan setiap
anggota organisasi mampu menjadi manusia yang produktif, kreatif bekerja dengan
antusias sesuai dengan peminatan, dan mampu mengubah produk usang menjadi
produk yang mempunyai nilai tambah tinggi dengan inovasi yang unik. Kebiasaan
untuk memperlakukan pelanggan dengan baik dan pada tempatnya, kebiasaan
untuk selalu memperhatikan keluhan konsumen dan kemudian menindaklanjutinya
dengan perubahan ke arah

yang lebih baik, kebiasaan untuk selalu

menyempurnakan produk dan melakukan upaya pengkinian teknologi meski
dilakukan dengan biaya yang serendah mungkin dikarenakan adanya upaya inovasi
diyakini merupakan karakteristik kunci yang dimiliki pendiri sebagai talenta
entrepreunership. Andai kebiasaan-kebiasaan positif itu dibiasakan baik dengan
jalan formalisasi maupun secara lembut (soft) hanya dengan contoh dan
pengingatan (reminder), maka pembiasaan yang berulang-ulang itu akan menjadi
melembaga. Eksekutif yang bukan pendiri bisa melengkap dengan kebiasaan yang
bersifat manajerial. Kalau pendiri lebih menekankan pada bagaimana mencipta,
berinovasi, menjawab tantangan membuat ada dari tidak ada, maka eksekutif
penerus haruslah melengkapi dengan hal-hal yang memungkinkan organisasi tetap
berdiri, berkembang dan bertumbuh. Kebiasaan manajerial yang bersifat positif di
antaranya adalah kebiasaan melakukan perencanaan sebelum dilakukan suatu aksi
organisasi, melakukan upaya pengorganisasian dengan ilmu manajemen,
melakukan koordinasi dengan beberapa elemen organisasi untuk menjamin segala
sesuatu yang telah direncanakan dan diorganisasikan berjalan dengan baik dan tidak
terjadi tumpang tindih yang merugikan, tidak terjadi konflik yang meruncing yang
berakibat pada perpecahan dan saling mematikan. Kemudian melakukan upayaupaya pengendalian yang cocok sehingga seluruh upaya organisasi dapat lebih
berdaya guna dan tidak terjebak pada kesalahan yang sama yang tidak perlu.
Hal-hal kecil yang berdampak besar bisa juga dilakukan oleh eksekutif yang
bukan pendiri, yaitu senantiasa meletakkan dasar-dasar disiplin dalam bekerja
dengan memberi teladan. Datang pagi bahkan sebelum jam kerja dimulai dan baru
pulang setelah semua pekerjaan diselesaikan dan setelah karyawan merasa yakin
tidak menjumpai kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaannya di hari itu. Menyapa

22

dengan senyum dan kata-kata baik dan yang memotivasi untuk membangkitkan
antusiasme kerja di setiap hari. Mentaati semua peraturan yang dibuat dan telah
disepakati bersama. Meminta maaf manakala terpaksa harus melanggar disiplin,
melanggar peraturan yang disepakati, dan menyalahi janji Apabila teladan eksekutif
tersebut dilakukan dengan dawam (konsisten) maka dalam jangka panjang akan
memperkuat pembiasaan pendiri dan seterusnya secara simultan pembiasaan itu
akan menjadi sesuatu yang melembaga yang disepakati semua pihak yang terlibat
dalam kegiatan organisasi. Saat itulah budaya organisasi terbentuk.

2.4.2.2.Budaya Sebagai Suatu Kewajiban
Berdasarkan titik pandang seorang karyawan, budaya bernilai karena
mengurangi kemenduaan (ambiguitas). Budaya memberi tahu para karyawan
bagaimana segala sesuatu dilakukan dan apa yang penting. Namun kita tidak boleh
mengabaikan aspek budaya yang secara potensial bersifat disfungsional,
teristimewa budaya yang kuat, pada keefektifan suatu organisasi.23
a) Hambatan Terhadap Perubahan
Budaya merupakan suatu beban, bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok
dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu Ini paling
mungkin terjadi bila lingkungan organisasi itu dinamis. Bila lingkungan itu
mengalami perubahan yang cepat, budaya yang telah berakar dari organisasi itu
mungkin tidak lagi tepat. Jadi konsistensi perilaku merupakan suatu aset bagi
suatu organisasi bila organisasi itu menghadapi suatu lingkungan yang mantap.
Tetapi konsistensi itu dapat membebani organisasi itu dan membuatnya
kesulitan

dalam

menggapai

perubahan-perubahannya.

Manajer

harus

menerapkan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
yang konsisten dengan kepercayaan dan nilai-nilai dari kultur yang diinginkan.
Semua empat fungsi bisa memberikan kontribusi pada perubahan kultur, tetapi
biasanya pengarahan adalah sangat penting.

23

Wahjono, Op. Cit., hlm. 42-43.

23

b) Hambatan terhadap Keanekaragaman
Mempekerjakan karyawan-karyawan baru yang karena ras, kelamin, etnis,
atau perbedaan lain, tidak sama den mayoritas anggota organisasi, menciptakan
suatu paradok. Manajemen menginginkan karyawan baru itu menerima nilai
budaya inti dari organisasi itu. Bila tidak, karyawan ini kecil kemungkinan
cocok atau tidak diterima. Tetapi sekaligus manajemen ingin mengumumkan
secara terbuka dan menunjukkan dukungan akan perbedaan-perbedaan yang di
bawah karyawan ini di tempat kerja. Efek dalam penyerapan, komunikasi,
konflik, dan moral yang berbeda merupakan unsur afeksi yang perlu dibentuk
menjadi suatu penyatuan persepsi agar dapat mengatisipasi perbedaanperbedaan dari segi ras, etnik dan kebangsaan. Kepeduliaan atas keragaman
dapat membuat kesuksesan perencanaan dan beberapa usaha dari bagian sumber
daya manusia (SDM).

c) Hambatan Terhadap Merger dan Akuisisi
Secara historis faktor-faktor utama yang diperhatikan manajemen dalam
mengambil keputusan merger atau akuisisi dikaitkan dengan keuntungan
finansial atau sinergi produk. Akhir-akhir ini, kecocokan budaya telah menjadi
kepedulian yang mendasar. Walaupun suatu laporan keuangan atau suatu
produk yang mendukung mungkin merupakan tarikan awal dari suatu calon
akuisisi,

apakah

akuisisi

benar-benar

berhasil

tampaknya

mempertimbangkan faktor kecocokan bu daya kedua organisasi itu.

.

lebih

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

3.1.

Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijabarkan dalam makalah ini, dapat

ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Karakteristik individu dapat didefinisikan sebagai ciri khas atau sifat khusus
pada diri seseorang yang membuatnya memiliki kemampuan yang berbeda
dengan orang lain dalam menafsirkan apa yang dilihatnya dan cara bertindak
untuk melakukan suatu pekerjaan. Kemampuan merupakan suatu kemahiran
yang dimiliki seorang individu dalam mewujudkan atau menjalankan
berbagai tugas dalam mencapai tujuannya. Kepribadian didefinisikan sebagai
karakteristik individu yang dapat menunjukkan identitas seseorang melalui
pemikiran, emosi, dan perilakunya yang dipengaruhi oleh faktor keturunan
dan lingkungannya. Nilai budaya adalah sebuah kultur yang tumbuh disetiap
kawasan yang dapat mempengaruhi perilaku bagi anggota masyarakatnya dan
dapat menghasilkan suatu identitas baik secara individu, kelompok,
organisasi, bahkan komunitas masyarakat tertentu.
2. Faktor-faktor yang membedakan karakteristik individu antara lain adalah

usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja dalam organisasi, suku
bangsa, kepribadian, dan status perkawinan. Faktor yang mempengaruhi
pembentukan kemampuan individu yaitu kemampuan intelektual yang terdiri
dari cognitive intelligence, emotional intelligence, practical intelligence, dan
successful intelligence, serta kemampuan fisik yang terdiri dari kekuatan,

kelenturan, koordinasi, stamina, kecepatan, dan keseimbangan. Sedangkan
faktor yang mempengaruhi kepribadian antara lain adalah keturunan,
lingkungan, situasi, dan pengalaman hidup.

24

25

3.2.

Saran
Penjelasan mengenai pemahaman perencanaan pendidikan dan cara

mengkonsepkannya dapat disebutkan lebih detail dengan sumber yang lebih
beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Colquitt, J. A., J. A. LePine, & M. J. Wesson. (2015). Organizational Behavior:
Improving Performance and Commitment in The Workplace 4th Edition.
New York: McGraw-Hill Education. (Halaman 278-291, 320-325).
Fahmi, I. (2013). Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus . Bandung:
Alfabeta. (Halaman 15-16, 36-39).
Fahmi, I. (2013). Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi, dan Kasus . Bandung:
Alfabeta. (Halaman 51-52).
Rahman, A. (2013). Pengaruh Karakteristik Individu, Motivasi dan Budaya Kerja
terhadap Kinerja Pegawai pada Badan Keluarga Berencana dan
Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Donggala. Jurnal Organisasi dan
Manajemen 1(2):76.
Robbins, S. P. & T. A. Judge. (2013). Organizational Behavior 15th Edition. United
States of America: Prentice Hall. (Halaman 52-55, 133-136).
Robbins, S. P. (2003). Essentials of Organizational Behavior 7th Edition. New
Jersey: Prentice-Hall. (Halaman 15).
Setiawan, A. dan T. Bodroastuti. (2012). Pengaruh Karakteristik Individu dan
Faktor-Faktor Pekerjaan terhadap Motivasi (Studi pada Karyawan CV.
Bintang Timur Semarang). Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Widya Manggala. (Halaman: 8).
Umam, K. (2010). Perilaku Organisasi. Bandung: CV Pustaka Setia. (Halaman:
123-125).
Wahjono, S. I. (2010). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu. (Halaman:
41-43).
Wibowo. (2015). Perilaku dalam Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers. (Halaman 93108).

26