Transaksi Elektronik dan Perubahan Sosia

OLEH :
Jeffri Argon

Daftar Isi
1. Pendahuluan...............................................................................................................................3
2. Tujuan Pembahasan....................................................................................................................4
3. Trend Peningkatan transaksi Non-tunai......................................................................................4
4. Strategi ekonomi yang mengikuti proses modernisasi dan globalisasi......................................5
5. Teknologi Informasi dan Jejaring Sosial....................................................................................6
6. Kesimpulan.................................................................................................................................8
Daftar Pustaka................................................................................................................................10

1. Pendahuluan
Proses bisnis/sosial jaman sekarang sudah berbeda dengan jaman dahulu. Sekarang
dengan beberapa sentuhan jari saja, transaksi bisnis sudah bisa terlaksana tanpa perlu bertatap
muka dengan kolega bisnis. Alat yang menjadi bagian penting dari transaksi itu adalah kartu
elektronik, semenjak dari dekade 1990-an, kartu ATM dan kartu kredit ditawarkan oleh banyak
bank sebagai solusi untuk pengambilan uang tunai dari bank secara cepat. Kemudian jika kita
melompat jauh ke dekade sekarang, boleh dibilang kita mulai jarang memegang banyak uang
tunai dan bertransaksi secara tunai. Kartu elektronik tersebut dipercaya sebagai alat tukar dalam
transaksi menggantikan uang tunai. Boleh dibilang transaksi dalam bentuk uang tunai hanya

dilakukan ketika melakukan transaksi dalam nilai kecil. Pada dekade sebelum 1990-an mungkin
belum terbayang oleh orang banyak jika suatu saat nanti uang kertas berlembar-lembar serta
uang koin yang biasa dipakai untuk bertransaksi akan digantikan oleh kartu plastik kecil. JIka
dahulu kita sering mendengar sebutan untuk orang kaya adalah “si Tuan/Nyonya berkantung
tebal” karena demikian banyaknya uang yang dibawa di dalam kantung atau dompetnya,
sekarang dengan adanya kartu elektronik kantung si tuan akan sedikit menipis walaupun
kekayaannya semakin meningkat.
Boleh dibilang sudah menjadi keharusan bagi masyarakat perkotaan (sebagian besar)
maupun perdesaan (mungkin masih sebagian kecil) untuk mempunyai dan bertransaksi sehariharinya dengan Non-tunai ini. Apakah itu sekedar transaksi penarikan tunai di ATM, atau
bertransaksi perdagangan secara tatap muka, ataupun transaksi tanpa tutup muka atau transaksi
on-line dengan melewati jarak dan batas-batas negara sekalipun. Dapat dikatakan bentuk proses
bisnis dan sosial seperti ini merupakan “globalisasi yang melibatkan kapitalis dan seperangkat
relasi sosial

dan aliran sumber daya yang melewati batas-batas nasional”

dikemukakan oleh Kellner (Ritzer, “Teori Sosiologi Modern, 2003)

seperti yang


2. Tujuan Pembahasan
Mengapa terjadi perubahan dalam proses bisnis tersebut? seberapa cepat perubahan itu
terjadi? hal-hal apa sajakah yang menjadi sumber dari perubahan itu dalam masyarakat?. Dalam
hal ini penulis akan membahas tentang meningkatnya transaksi non-tunai ini dan hal-hal yang
menjadi penyebabnya.

3. Trend Peningkatan transaksi Non-tunai
Kartu elektronik memang telah bagian penting bagi banyak pihak untuk bertransaksi.
Dalam sehari, transaksi ATM secara nasional rata-rata mencapai Rp 8,1 triliun per hari.
"Transaksi itu baik menggunakan kartu debit maupun kartu kredit," kata Deputi Direktur
Pengawasan Sistem Pembayaran Departemen Akunting dan Sistem Pembayaran BI, Pudji
Atmoko. Menurut dia, memiliki ATM lebih memudahkan nasabah dalam bertransaksi tanpa
perlu ke kantor bank.
Sementara itu, pengguna kartu debit hingga posisi Maret 2012 tercatat sekitar 65 juta
orang dengan jumlah transaksi mencapai Rp 7,6 triliun per hari. Sedang pengguna kartu kredit
secara nasional tercatat 14,7 juta orang dengan jumlah transaksi Rp 520 miliar per hari. Adapun
jumlah penerbit kartu ATM baik kartu debit maupun kredit sebanyak 100 penerbit dengan
menggunakan jaringan atau infrastruktur seperti VISA, Master Card, Cirrus atau ATM Bersama.
Dapat kita lihat dari data di atas bahwa transaksi bisnis non-tunai telah meningkat pesat
per harinya


dan dalam jumlah transaksi yang tidak sedikit. Seperti sudah disebut di atas,

mungkin transaksi uang kertas dan uang koin telah terdesak sekarang menjadi bagian kecil dari
proses bisnis. Hal ini terus menunjukkan kecendrungan akan meningkatnya jumlah transaksi
non-tunai dan menurunnya transaksi uang tunai. Dan dalam jumlah pengguna yang telah
mencapai puluhan juta, dapat kita asumsikan penggunaan kartu elektronik ini tidak hanya
terbatas di kalangan masyarakat perkotaan namun telah mencapai masyarakat perdesaan.
Harus diakui proses transaksi non-tunai memang menyediakan kepraktisan bagi
penggunanya, bayangkan jika kita ingin mentransfer sebuah transaksi, kita harus antri beberapa
jam di sebuah bank dan di dalam tas atau saku kita ada berlembar-lembar uang kertas yang
cukup merepotkan. Dan sekarang malah ada pilihan orang untuk mempunyai kartu kredit,
sehingga tanpa memiliki tabungan di bank yang dalam jumlah besar pun, orang bisa langsung

bertransaksi. Menurut Ingene dan Levy (1982), ada tiga alasan mengapa seseorang memilih
untuk memakai kartu kredit daripada membayar tunai. Pertama, karena konsumen membutuhkan
kredit untuk mampu membeli barang atau

jasa yang diinginkan. Kedua, konsumen ingin


memanfaatkan kenyamanan untuk tidak perlu membawa-bawa uang tunai. Ketiga, konsumen
merupakan orang yang sangat perhitungan dan memahami keuntungan yang diperoleh dari
membeli sekarang dan membayar kemudian.
Demikianlah kepraktisan dan kemudahan tersebut tentunya diiringi dengan kemajuan di
bidang perekonomian dan teknologi, tanpa alat-alat yang canggih, strategi perdagangan serta
perhitungan secara ekonomi yang cermat, tentunya pihak bank serta pelaku bisnis lainnya tidak
akan bisa menerbitkan kartu elektronik untuk keperluan transaksi non-tunai. Di bawah ini akan
dijabarkan lebih lanjut mengenai

strategi dan perhitungan secara ekonomi tersebut, serta

teknologi canggih yang mengiringinya.

4. Strategi ekonomi yang mengikuti proses modernisasi dan globalisasi
Pada era teknologi modern masa kini, proses jual-beli bisa dilakukan di mal-mal,
supermarket atau minimarket seperti Matahari, Carefour, Ramayana, AlfaMart, Giant dan lainlain. Begitu dengan pengadaan mesin-mesin ATM, mesin kartu debit/kredit pembayarannya pun
sekarang bisa melalui transfer rekening melalui ATM, kartu kredit dll. Begitu juga masyarakat
perdesaan, sudah terbiasa membayar rekening listrik, air dan teleponnya melalui kartu ATM.
Kesemuanya itu merupakan alat-alat konsumsi baru, seperti diungkapkan Ritzer
(“Enhancing a Dischanted World: Revolutionizing the Means of Consumption” 1999),

konsep konsumsi baru ini merupakan turunan dari pemikiran Karl Marx, yang didefinisikan
sebagai berikut “komoditas merupakan suatu bentuk dimana komoditas itu memasuki konsumsi
individual baik dari kelas kapitalis maupun pekerja”, sehingga dapat dipastikan dengan alat-alat
konsumsi baru tersebut, komoditas-komoditas yang diperjualbelikan telah merambah dan di
konsumsi ke segala tingkat strata masyarakat.
Lebih lanjut lagi Ritzer (2003), mengungkapkan hal-hal seperti mal, kartu kredit, restoran
cepat saji mudah diterima oleh masyarakat karena sebenarnya menawarkan sesuatu yang kosong,
“Globalization of Nothing” ungkapnya, semua alat-alat konsumsi itu kosong dari segi distingtif
dan bentuk-bentuk kosong ini lebih kecil kemungkinanya untuk berkonflik, sebaliknya malah
akan menyatu dengan muatan lokal. Dapat dibayangkan mal-mal yang terdiri dari bangunanbangunan kosong awalnya, direplikasikan ke seluruh dunia, nantinya akan diisi oleh muatan

lokal. Begitu juga kartu-kartu elektronik yang direplikasikan, dan nantinya akan terisi oleh
rekening-rekening yang sesuai dengan data penggunanya. Secara khusus mengenai kartu kredit
sendiri Ritzer (Expressing America: a Critique of Global Credit Card Society, 1995),
mengutip ungkapan Simmels “Alat yang kompatibel untuk melakukan intrik-intrik yang
paling kejam”. Mengenai hal ini kita pernah mendengar kasus-kasus yang menimpa orang yang
terjerat hutang kartu kredit. Baiklah mungkin masalah tersebut akan dibahas lebih lanjut
pada kesempatan lain, sekarang kita lanjutkan pembahasan mengenai perubahan cara transaksi
masyarakat kita dengan mengamati penyebabnya yang tidak kalah canggih yaitu Teknologi
Informasi dan Jejaring Sosial.


5. Teknologi Informasi dan Jejaring Sosial
Televisi sebagai tak pelak lagi merupakan garda depan dari teknologi informasi dan
komunikasi (selanjutnya jika penulis menulis teknologi informasi, berarti mencakup teknologi
informasi dan komunikasi) yang mengubah dunia.

Televisi sebagai media informasi dari

berbagai belahan dunia dari informasi teknologi, ekonomi, hukum, sosial dan lain-lain yang
menampilkannya secara nyata. Lalu ada lagi teknologi internet yang merupakan bagian dari
teknologi informasi, Lewat teknologi ini orang bebas berinteraksi dengan sesama pengguna
internet dari belahan dunia manapun yang terjangkau dengan jaringan internet
Sebagai catatan saja, seringkali orang mengidentikkan internet dengan teknologi
informasi, padahal sebenarnya internet hanya sebagian dari teknologi informasi tersebut, dan
yang kurang tepat lagi internet diidentikkan dengan media jejaring sosial. Jika kita teliti lebih
lanjut media jejaring sosial itu tidak hanya di internet saja, peran-peran perusahaan multi level
marketing juga bertangggung jawab akan tumbuhnya jejaring sosial ini, begitu juga jejaring
sosial lainnya seperti perkumpulan adat, suku dan lain-lain. Namun pada masa sekarang
kebanyakan jejaring sosial itu telah banyak memanfaatkan teknologi informasi demi kemudahan
berinteraksi dan berbagi.

Media jejaring sosial sendiri pada dasarnya memanfaatkan sifat manusia yang senang
berbagi dengan manusia yang lain. Manusia juga ingin eksistensinya dihargai dan diakui. Karena
itulah kehadiran media sosial seperti Facebook dan Twitter bisa dengan cepat membius para
pengguna internet. Hingga saat ini misalnya, jumlah facebookers di seluruh dunia telah mencapai
lebih dari seperempat milyar orang. Di Indonesia sendiri, menurut data dari checkfacebook,
mencapai 117 juta orang. Tumbuh pesatnya media jejaring sosial ini, ditambah dengan beragam

fitur yang ditawarkan, membuat waktu orang untuk berlama-lama di akun yang dimilikinya kian
lama. Para pemiliki akun pun kian kerap berbagi berita atau peristiwa dengan para pemilik akun
yang ada dalam jaringan sosialnya.
Tidak berlebihan bila survei yang dilakukan Harris Interactive menunjukkan kian
menguatnya media sosial dalam mempengaruhi kebijakan berbelanja online. Situs-situs belanja
online terus tumbuh seiring dengan perkembangan media jejaring sosial, sehingga transaksi nontunai pun bertambah pesat. Proses bisnis dulunya dilaksanakan secara manual akan tetapi
sekarang dengan adanya e-commerce (bisnis online), maka proses bisnis dilaksanakan secara
elektronik dalam hal ini menggunakan komputer sebagai media terjalinnya transaksi tersebut.
Adapun teknologi yang digunakan dalam proses bisnis e-commerce

ini adalah dengan

menggunakan komputer yang bisa mengakses internet. Selain itu proses e-commerce ini bisa

dilaksanakan dengan menggunakan mobile- phone atau yang sering disebut dengan handphone,
smart-phone dengan menggunkan sms banking atau mobile web.
Manuel Castell (Ritzer, 2003) dalam salah satu dari trilogi bukunya (1996, 1997, 1998)
yang berjudul The Information Age: Economy, Society, and Culture (1996), mengungkapkan
akan kemunculan masyarakat, kultur, dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi
teknologi informasi dengan lima karakteristik dasar, Pertama; teknologi yang bereaksi
berdasarkan informasi, Kedua; karena informasi merupakan aktivitas manusia, teknologi
informasi mempunyai efek pervasif (menyebar), Ketiga; semua sistem yang menggunakan
teknologi informasi didefinisikan oleh “logika jaringan” yang menbuatnya bisa mempengaruhi
berbagai proses dan organisasi, Keempat; teknologi baru sangatlah fleksibel, membuatnya bisa
beradaptasi dan berubah secara konstan, Kelima, teknologi spesifik yang diasosiasikan dengan
informasi berpadu dengan sistem yang terintegrasi.
Dari kajian Castells di atas dapat dilihat, sekitar lebih kurang dua dekade dari awal
penulisan buku triloginya tersebut (1996), teknologi informasi telah menyebar, beradaptasi
mempengaruhi proses dalam masyarakat. Sebagai contoh fenomena “Kerupuk Mak Icih” yang
memanfaatkan jejaring sosial dan teknologi informasi dalam proses pemasarannya, serta
menawarkan sesuatu yang kosong secara distingtif (Ritzer) serta dibumbui dengan selera lokal
dan khas anak muda, dapat meraup keuntungan mencapai milyaran rupiah dalam waktu hanya
1-2 tahun.


Demikianlah rekor-rekor penjualan fantastis yang dicetak oleh “Kerupuk Mak Icih”, serta
para pengikutnya dan usaha lain yang juga memanfaatkan teknologi informasi, membuat
transaksi non-tunai bertumbuh pesat mencapai angka triliunan rupiah per harinya.

6. Kesimpulan
Persoalan transaksi bisnis sekarang semakin dimudahkan dengan adanya transaksi nontunai, sifat manusia modern yang menginginkan semuanya serba instan, pragmatis dan
materialis, selain itu manusia juga senang berbagi dengan sesama dan membentuk jejaring sosial,
semua sifat itu ditangggapi oleh dunia perekonomian dan teknologi informasi, sehingga
menyebarlah kebiasaan transaksi non-tunai tanpa adanya tatap muka. Kalu dulu kita ingin
mengambil uang di bank harus berhadapan dengan antrian dan teller bank, sekarang dengan kita
tinggal berhadapan dengan mesin ATM. Atau kalau dulu kita bertransaksi di pasar dan pertokoan
dengan uang tunai, sekarang kita bisa memakai kartu ATM/debit atau kartu kredit. Begitu ketika
melakukan transaksi di media online, kita tidak perlu bertatap muka dengan rekan bisnis kita.
Semua itu didorong dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi di bidang ekonomi dan
informasi. Dalam tiga dekade setelah kartu debit/kredit mulai marak ditawarkan oleh dunia
Perbankan, dua dekade setelah Ritzer menulis tentang Masyarakat Kartu Kredit dan sejak
Castells menulis buku tentang Era Informasi, telah terlihat perkembangan nyata dari transaksi
non-tunai.
Dengan pendekatan teori rasionalitas dari Weber, dimana formalitas rasional
mempunyai sifat dapat diprediksi, lebih menekankan pendekatan kuantitas, penggantian

teknologi non-manusia untuk teknologi manusia, maka dapat dilihatlah arah perubahan sosial
dalam masyarakat dalam transaksi bisnis, semakin banyak meyediakan barang-barang yang
menyebar ke seluruh dunia tanpa memperhitungkan kelas sosial manusia tersebut, lebih
mementingkan kuantitas dibanding kualitas, serta penggunaan teknologi baru, sehingga transaksi
bisnis pun lebih mudah dilakukan dan lebih mudah terprediksi.
Norma-norma dan etika bisnis lama pun terhapuskan dengan adanya transaksi non-tunai
ini, distribusi produksi semakin cepat, produktivitas pun tumbuh sehingga hal ini pun bisa
mendorong tumbuhnya perekonomian. Dan sebagai catatan, pertumbuhan eknonomi Indonesia
yang sedang di gadang-gadang mencapai 6,8%, serta bertambahnya masyarakat kelas menengah,
sedikit banyaknya didorong dengan dengan adanya kemajuan di bidang Teknologi Informasi dan
Ekonomi Kreatif (http://budpar.go.id/budpar/asp/detil.asp?c=16&id=1466)

Demikianlah, dan sebagai penutup dari penulis, di tengah maraknya transaksi non-tunai
ini, walaupun masih merupakan beberapa kasus muncul, sudah sepatutnya kita mencurigai efek
negatif dari transaksi non-tunai ini, baik berupa pencurian data-data pribadi kita, penipuan dalam
transaksi dan lain-lain, lebih baik dari sekarang kita menjaga kerahasiaan data pribadi dan
waspada terhadap penipuan.

Daftar Pustaka




Ritzer, “Teori Sosiologi Modern”, 2003
Suwarsono – So, “Perubahan Sosial dan Pembangunan”, 1990
Fakih, “Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi”, 2008
Pratinjau dari (Ritzer, “Expressing America: A Critique of the Global Credit Card



Society”, 1995)http://afcpe.org/assets/pdf/vol7b1.pdf
Pratinjau dari ( Ritzer, “Enhancing a Dischanted World: Revolutionizing the Means of





Consumption”,

199)http://books.google.co.id/books?

hl=en&lr=&id=DznT_TbfKzMC&oi=fnd&pg=PR9&dq=enhancing+disenchanted+

world&ots=rnw8ASjEql&sig=CU9WPBSxQQzRrHkUiIqmWmk5yQk&redir_esc=




y#v=onepage&q=marx&f=false
http://bisnis-jabar.com/index.php/berita/kartu-atm-debit-capai-5832-juta-pengguna
http://www.centroone.com/news/2012/05/1s/wow-transaksi-atm-rp-8-1-t-per-hari/
http://blog.nuantero.com/2009/11/13/pengaruh-media-sosial-terhadap-transaksi-



online/
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/12/10/12/mbs3li-dongkrak-




transaksi-non-tunai-bri-gandeng-indosat
http://dutaxp.blogspot.com/2012/04/contoh-contoh-perubahan-proses-sosial.html
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/332653-80--transaksi-non-tunai-dilakukan-



di-jakarta
http://papers.gunadarma.ac.id/index.php/mmanagement/article/viewFile/14899/14164