ALGORITMA DEUTSCH-JOZSA PADA KUANTUM KOMPUTER SISTEM NMR (Nuclear Magnetic

  TUGAS AKHIR - SF 141501

  TUGAS AKHIR - SF 141501

  FINAL PROJECT - SF 141501

  

ALGORITMA DEUTSCH-JOZSA PADA KOMPUTER

KUANTUM SISTEM NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4

QUBIT

Nama : Bayu Dwi Hatmoko

NRP : 1112100060 Jurusan : Fisika, FMIPA-ITS Pembimbing : Agus Purwanto, D.Sc Abstrak

  Gagasan tentang komputer kuantum dikenalkan oleh Yuri Marin pada tahun 1980, kemudian disusul ilmuan Paul Benioff pada tahun 1981 dan disusul lagi oleh Richard feynman pada tahun 1982, komputer kuantum sendiri merupakan teknologi masa depan komputasi yang dapat menggantikan komputer saat ini. Komputer merupakan piranti yang dapat menghitung berdasarkan logika analitis yang dimiliki oleh rangkaian-rangkaian transistor logika. Menurut hukum Moore jumlah transistor pada

  

”Halaman ini sengaja dikosongkan”

  

DEUTSCH-JOZSA ALGORITHM IN QUANTUM

COMPUTER WITH NMR (Nuclear Magnetic Resonance) 4

Name : Bayu Dwi Hatmoko NRP : 1112100060 Major : Physics, FMIPA-ITS Advisor : Agus Purwanto, D.Sc Abstrak

  The idea of a quantum computer introduced by Yuri Marin in 1980, scientist Paul Benioff followed in 1981 and was followed again by Richard Feynman in 1982, quantum computer is the future of computing technology that can replace today's computers. The computer is a tool that can calculate based on the analytical logic used by transistor logic circuits. According to Moore's law continues the number of transistors on a microprocessor has doubled every two years. Based on that

  

”Halaman ini sengaja dikosongkan” Alhamdulillah, beribu-ribu katapun tak akan mampu mewakili rasa syukur penulis atas selesainya laporan tugas akhir ini. Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul: “Algoritma Deutsch-Jozsa pada NMR (Nuclear Magnetic

Resonance) 4 Qubit ”

  Laporan tugas akhir ini penulis persembahkan kepada mayarakat Indonesia sebagai implementai kebermanfaatan bagi bangsa Indoneia dalam bidang yang penulis dalami, yaitu fisika bidang teori. Penulisan laporan tugas akhir ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik, dan beliau adalah ayah saya di jurusan Fisika FMIPA ITS.

  4. Bapak Dr.rer.nat Bintoro Anang Subagyo, Bapak I Nengah Artawan dan Bapak Heru Sukamto yang telah banyak memebantu dalam hal referensi.

  5. Bapak Dr. Yono Hadi P, M. Eng. dan Bapak Eko Minarto selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA

  ITS yang telah memberikan kemudahan sarana kepada penulis selama kuliah sampai terselesaikannya Tugas Akhir ini.

  6. Teman-teman seperjuangan yang membantu dalam penulisan Muhammad Rizki Maulana Yusuf dan Naufal Aulia Adam 7. Teman-teman laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam,

  Mas Yohanes, Mas Usykur, Avif dan adam yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan kepada penulis.

  8. Kepada keluarga Fisika ITS 2012 (FBI 2012) yang telah menjadi angkatan terbaik dan keluarga penulis selama di

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................... i

COVER PAGE ................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................ iii

ABSTRAK ....................................................................... iv

ABSTRACT .................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................. viii

DAFTAR ISI .................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................... xii

DAFTAR GAMBAR .................................................... xiv

  

BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1

  2.4 NMR (Nuclear Magnetic Resonance) ........................... 13

  2.4.1 Presisi Larmor di dalam Medan Magnet Konstan ............................................................... 13

  2.4.2 Teknik Rabi .......................................................... 16

BAB III ALGORITMA DEUTSCH DAN DEUTSCH JOSZA ..................................................................................... 25

  3.1 Register ......................................................................... 25

  3.1.1 Register Qubit Tunggal ...................................... 25

  3.1.2 Register Qubit Jamak ......................................... 25 3.1.2a Register 2 Qubit ........................................ 27 3.1.2b Register 3 Qubit ........................................ 27 3.1.2c Register 4 Qubit ........................................ 27

  3.2 Algoritma Deutsch ........................................................ 28

  3.3 Algoritma Deutch Josza pada sistem 2 Qubit ............... 32

  3.4 Algoritma Deutsch Josza pada sistem 3 Qubit .............. 38

  DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bilangan biner ............................................................. 3Tabel 2.2 Gerbang computer klasik ........................................... 4Tabel 2.3 Realisasi fisis kuantum komputer ............................... 12Tabel 3.1 Kemungkinan fungsi fungsi kotak hitam 2 qubit ........ 32Tabel 3.2 Kemungkinan fungsi fungsi kotak hitam pada

  sistem 3 qubit ............................................................................... 40

  

“ Halaman ini sengaja dikosongkan “

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gerbang Z ............................................................... 6Gambar 2.2 Gerbang Hadamard ................................................. 7Gambar 2.3 Gerbang UCNOT .................................................... 11Gambar 2.4 Presisi Larmor ........................................................ 13 Gambar 2.4a Probabilitas untuk

  | | ≫ ....................... 24 −

  1 Gambar 2.4b Probabilitas untuk = ..................................... 24

  ω ω

  Gambar 2. 4c Probabilitas untuk

  | − | ≈ ...................... 24

  1 Gambar 3.1 Paralelisme kuantum............................................... 26

Gambar 3.2 Skema algoritma Deutsch ...................................... 28Gambar 3.3 Algoritma Deutsch-Josza 2 qubit ............................ 32Gambar 3.4 Algoritma Deutsch-Josza 3 qubit ........................... 40Gambar 3.5 Algoritma Deutsch-Josza 4 qubit ........................... 53

  

“Halaman ini sengaja dikosongkan” Gagasan tentang komputer kuantum dikenalkan oleh Yuri Marin pada tahun 1980, kemudian disusul ilmuan Paul Be- nioff pada tahun 1981 dan disusul lagi oleh Richard feyn- man pada tahun 1982, komputer kuantum sendiri merupakan teknologi masa depan komputasi yang dapat menggantikan komputer saat ini. Komputer merupakan piranti yang da- pat menghitung berdasarkan logika analitis yang dimiliki oleh rangkaian-rangkaian transistor logika. Menurut hukum Moore jumlah transistor pada mikroprosesor terus meningkat dua kali lipat setiap dua tahun. Berdasarkan hal itu para ahli memperkirakan akan menemukan sirkuit pada mikro-

kantum dua keadaan yang mampu menerapkan algoritma Deutsch, algorima Deutsch-Jozsa dan beberapa algoritma kuntum yang laian. NMR memiliki teori yang paling mapan dari realisasi fisis yang berkaitan dengan komputer kuan- tum. Qubit pada realisasi sistem ini merupakan inti yang berspin 1/2. Molekul yang berisi beberapa inti disebut se- bagai ”Quantum Register” dimana sistem NMR dibuat dari jumlah molekul makroskopik dalam keadaan kesetimbangan termal. Komputer kuantum saat ini masih dalam prototype 10 qubit, namun dalam jurnal-jurnal belum menerangkan gan hal tersebut, maka ada peluang yang besar untuk mengkaji lebih mendalam dari perhitungan matematis yang lebih ter- perinci untuk sistem kuantum NMR ini.

  Bilangan biner adalah bilangna yang berbasis 2 keadaan yaitu 0 dan 1, maka dengan demikian apabila dipandang se- bagai bilangan desimal, bilangan biner adalah bilangan yang n berbasis 2 , jadi untuk mengkonversikan bilangan biner ke bilangan desimal atau sebaliknya maka dapat dibuat jumla- han deret,sebagai berikut: Misalkan kita memiliki angka biner 100110

Tabel 2.1 Bilangan biner

  9

  8

  7

  6

  5

  4

  3

  2

  1

  untukkeadaan spin up, sedangkanuntukkeadaan spin down dinyatakan dengan ket berikut: (2)

  |1i ≡ |−i ≡

  1 dan untuk keadaan yang menyatakan solusi secara lengkap (mengkombinasikan kedua keadaan spin up dan spin down) dinyatakan sebagai berikut:

  |ψi = α|+i + β|−i dimana koefisien alfa dan beta merupakan koefisien kompleks yang memenuhi orthonormalitas berikut:

  2

  2 = 1 (4) hψ|ψi = |α| + |β| berdasarkan jumlah qubitnya gerbang kuantum dibagi men- jadi 2 yaitu gerbang qubit tunggal dan gerbang 2 qubit, berikut adalah uraian dari masing-masing gerbang:

  Ada beberapa gerbang logika dalam gerbang qubit tunggal yaitu sebagai berikut: gerbang Z, gerbang NOT dan operator Hadamard. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing gerbang: Gerbang Z Gerbang Z bekerja dalam logika persamaan berikut:

  Z |+i = |+i

  Z (6)

  |−i = −|−i

Gambar 2.1 Gerbang Z

  Gerbang NOT Gerbang logika NOT memiliki simbol X, yang bekerja sesuai dengan persamaan:

  X |+i = |−i

  X (9)

  |−i = |+i dikarenakan |ψi = α|+i + β|−i, maka

  X |ψi = αX|+i + βX|−i

  (10) = α|−i − β|+i

  1 H √

  |+i = (|+i + |−i)

  2

  1 H (12)

  |−i = √ (|+i − |−i)

  2 dikarenakan |ψi = α|+i + β|−i, maka H

  |ψi = αH|+i + βH|−i

  1

  1 = α[

  √ (|+i + |−i)] + β[ √ (|+i − |−i)]

  2

  2

  1

  1 = β (13)

  √ [α + β]|+i − √ [α − β]|−i

  2

  2 maka dengan demikan operator H merupakan operator uniter yaitu sebagai berikut: 1 0 1 maka didapatkan keadaan lengkapnya sebagai berikut: S

  |00i = |00i S

  |01i = |01i S

  |10i = |10i S

  |11i = |11i (16) yang memiliki operator uniter berikut

  S =

     h00|S|00i h00|S|01i h00|S|10i h00|S|11i h01|S|00i h01|S|01i h01|S|10i h01|S|11i h10|S|00i h10|S|01i h10|S|10i h10|S|11i h11|S|00i h11|S|01i h11|S|10i h11|S|11i

    

  =     1 0 0 0

  0 0 1 0 0 1 0 0    

  (17) Operator CNOT disimbolkan dengna huruf C, yang bekerja sesuai dengan persamaan berikut: C

  10 |xyi = |xy ⊕ xi

  (19) C

  01 |11i = |01i sehingga didapatkan operator uniternya sebagain berikut:

  C

  01 |10i = |10i

  C

  01 |01i = |11i

  C

  01 |00i = |00i

  01 |xyi = |xy ⊕ xi

  (18) C

  C

  10 |11i = |11i

  C

  10 |10i = |10i

  C

  10 |01i = |01i

  C

  10 |00i = |00i

   

    1 0 0 0   0 1 0 1  

  = (21)

    0 0 1 0 0 1 0 0

  Komputer klasik menggunakan komponen terpadu (IC) yang terdiri dari ribuan transistor yang berfungsi sebagai saklar logika dengan dua keadaan, yaitu saklar terbuka atau saklar tertutup, maka dengan demikian komputer klasik memang sudah dirancang untuk bekerja dalam prinsip dua keadaan. Didalam memori komputer terdapat magnetik yang berisi ribuan register yang bekerja atas dasar dua keadaan yaitu fluks magnetik yang searah dengan jarum jam memiliki reg-

Tabel 2.3 Realiasi Fisis Kuantum Komputer

  No Sistem Fisis Sistem dua keadaan keadaan |0i |1i

  1 NMR spin inti atom up down 2 trapped ion, atom ne- tral dalam potensial optik, rongga QED dengan atom-atom keadaan ion atau atom Keadaan dasar Keadaan terkesi- tasi 3 elektron spin elektron up down

  Banyak elektron Tidak ada elek- tron ada elektron Tunggal 4 keadaan koheren ca- haya squeezed light amplitude squeezed light phase squeezed light 5 kisi optik spin atom up down

  6 josephson junction Qubit bermuatan su- perkonduktor Tidak bermu- atan bermuatan

  2.4.1 Presesi Larmor di dalam Medan Magnet Kon- stan Apabila ada momen magnetik yang ditempatkan dalam ru- ang dimana terdapat medan magnet luar yang konstan yang telah ditentukan sebagai arahsumbu-z, susuai dengan gam- bar 2.1 yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.4 Presesi Larmor apabila ditentukan bahwa ~

  ω = (25)

  −µ · B

  2 maka hamiltoniannya dapat dinyatakan sebagai barikut: ~

  ω H σ

  = z (26)

  2 kemudian apabila hamiltonian bekerja pada vektor keadaan |±i

  ~ ~ ω ω

  H σ z (27)

  |±i = |±i = ± |±i

  2

  2 maka didapatkan bahwa medan luar yang konstan menye- babkan adanya dua tingkat energi pada sistem dengan kon- disi awal dari vektor keadaan dinyatakan sebagai berikut:

  (28) |ψ(0)i = α|+i + β|−i mengingat bahwa σ x |±i = |∓i, maka didapatkan bahwa

  

− iω0t iω0t iω0t − iω0t

  ∗

  2 ∗

2 ∗

2 ∗

  2

  e e e e = µ )(α

  (h+|α + h−|β |−i + β |+i) t iω t

  ∗ ∗ −iω ∗ ∗ = µ (α α βe αe β h+|−i + α h+|+i + β h−|−i + β h−|+i) t iω t

  ∗ −iω ∗ βe αe

  = µ (α + β kemudian kita misalkan bahwa α = r eiθ , β = r 1 eiθ 1 , ψ =

  θ

  1

  2 = θ , maka didapatkan

  1 x r r cos(ω t + ψ) (32) h¯µ i = 2µ kemudian komponen ekspektasi nilai momen magnetik ter- hadap sumbu-y adalah sebagai berikut: y y h¯µ i = µ hψ(t)|σ |ψ(t)i

  iω0t iω0t iω0t iω0t − −

  ∗

  2 ∗ 2 ∗ 2 ∗

  2

  = µ e e )σ y (α e e (h+|α +h−|β |+i+β |−i)

  − iω0t iω0t iω0t − iω0t

  ∗

  2 ∗ 2 ∗ 2 ∗

  2

  = µ e e )σ (α e e z

  (h+|α +h−|β |+i+β |−i) mengingat bahwa σ z |±i = ±|±i, maka didapatkan bahwa

  − iω0t iω0t iω0t − iω0t

  ∗

  2 ∗ 2 ∗ 2 ∗

  2

  e e e e = µ )(α

  (h+|α +h−|β |+i−β |−i) ∗ ∗

  = µ (α α β h+|+i + β h−|−i)

  2

  2 = µ )

  (|α| + |β| maka didapatkan

  2

  2 ) (34) z h¯µ i = µ (|α| + |β|

  Apabila sistem momen magnetik dipengaruhi oleh medan magnet bergantung waktu yang tegak lurus dengan medan dalam keadaan sembarang setiap keadaan diberikan oleh ben- tuk umum (38)

  |ψ(t)i = α(t)|+i + β(t)|−i persamaan schrodinger untuk keadaan tersebut adalah d i~

  (39) |ψ(t)i = H|ψ(t)i dt maka dapat kita selesaikan terlebih dahulu secara terpisah yaitu ruas kiri diselesaikan dulu kemudian ruas kanan kita selesaikan, berikut adalah penyelesaian ruas kiri: d i~

  (40) |ψ(t)i = i~ ˙α(t)|+i + i~ ˙β(t)|−i dt dan berikut dalah penyelesaian ruas kanannya

  1

  1 H B cos ωt σ x µ sin ωt σ y B σ z |ψ(t)i = (−µ −B −µ )(α(t)|+i+ untuk keadaan |+i −iωt i~ 1 β B α

  (B (t)e + µ (t)) ˙α(t) = −µ

  −µ −iωt i ˙α(t) = β (t)e α (t)

  1 B µ B

  ~ − ~ kita ingat kembali persamaan 2.4, maka kita dapatkan bahwa

  ω 1 ω −iωt i β α

  ˙α(t) = (t)e (t) (42) −

  2

  2 untuk keadaan |−i −ωt i~ ˙ β 1 α B β

  (β (t)e + µ (t)) (t) = −µ

  B

  1 B

  −µ −µ −iωt i ˙ β (t) = α (t)e β (t)

  ~ − ~ kita ingat kembali persamaan 2.4, maka kita dapatkan bahwa

  ω 1 ω kemudian kita subtitusikan persamaan 2.21 dan 2.22 ke per- samaan 2.23, maka didapatkan hasil sebagai berikut: ω 1 ω

  − ω β α

  ˙α(t) = (t) + (t) 2i 2i

  1 ω ω

  − ω ˙

  β (t) = α β (t) (45) (t) −

  2i 2i maka kita dapatkan hamiltonian dalam bentuk matriks yaitu sebagai berikut: d

  |ψ(t)i = i~ |ψ(t)i dt ˙α(t)

  = i~ ˙

  β (t) ω

  

1 ω

  −ω β α

  (t) + (t) 2i 2i

  = i~ ω

  

1 ω

  −ω α β (t)

  (t) − 2i 2i i~

  ω

  1 ω α(t)

  − ω

  ω 1 ω − ω

  ¨ ˙ β α β

  (t) = (t) (47) (t) −

  2i 2i kemudian apabila kita subtitusikan persamaan 2.24 ke per- samaan 2.26 maka kita dapatkan

  1

  2

  2 α ¨ [(ω + ω ]α(t)

  1 (t) = − − ω)

  4

  1

  2

  2 ¨

  β [(ω + ω ]β(t) (48)

  1 (t) = − − ω)

  4

  2

  2

  2 kita definisikan bahwa ω = [(ω + ω ], maka diperoleh

  1 − ω)

  ω

  2 α α

  ¨ (t) + ( ) (t) = 0

  2 ω

  2 ¨

  β β (t) + ( ) (t) = 0 (49)

  2 sebagaimana kita tahu bahwa solusi dari persamaan 2.28 merupakan kombinasi sin dan cos, yaitu sebagai berikut: dan 0.t 0.t

  β

  3

  4 (0) = A sin + A cos

  2

  2

  3

  4 1 = A sin 0 + A cos 0

  4 1 = A sehingga persamaan 2.29 menjadi berikut

  ωt ωt α (t) = A 1 sin + cos

  2

  2 ωt

  β

  3 (t) = A sin (51)

  2

  1

  3 untuk mendapatkan A dan A maka dipakai syarat orthonor- malitas yaitu sebagai berikut:

  1 = hψ(t)|ψ(t)i

  ω0t ω0t ω0t ω0t

  i i ∗ −i

  2 ∗ 2 −i

  2

  2

  1 hal ini dapat terpenuhi jika A merupakan perkalian bilan- gan imajiner dengan bagian imajiner suatu bilangan kom- pleks yang bagian rielnya berinilai nol (imaginer murni).

  A 1 = iA 5 (52) Kemudian yang bagian konstan dapat kita selesaikan, yaitu sebagai berikut

  2

  2 2 Ωt 2 Ωt

  1

  3 )sin + cos 1 = (|A | + |A |

  2

  2

  2

  2 maka kita dapat menggunakan kaidah sin θ +cos = 1, maka dengan nilai dari

  2

  2

  1

  3 = 1 (53)

  |A | + |A |

  2 ω

  −ω

  • persamaan 2.32 dapat dinyatakan dalam bentuk ( )

  Ω ω

  1

  2

  1

  3 ( ) dan dipenuhi oleh A dan A yaitu

  Ω ω

  − ω A 1 = i apabila kita ingin mengukur spin dari keadaan negatif |−i ≡ |1i maka h1|ψi = −i

  ω

  1 Ω sin

  Ωt

  2 (57) dan apabila dihitung probabilitas spin flip dari keadaan up ke keadaan down maka diperoleh :

  P + →−

  = | h1|ψi |

  2 =

  ω

  1 Ω

  2 sin

  2 Ωt

  2 (58) berdasarkan pers. (58) maka dapat diambil suatu keadaan khusus yaitu sebagai berikut:

  1. apabila |ω − ω

  1 | >> ω maka didapatkan spin flip dari keadaan up ke keadaan down memiliki probabili- tas yang kecil, artinya sebagian besar masih tetap pada Gambar 2.4a Probabilitas untuk |ω − ω

  1 | >> ω sebelum membahas tentang algoritma Deutsch dan Algo- ritma Deutsch-Josza diperlukan untuk membahas terlebih dahulu tentang register, yaitu sebagai berikut:

  Pada algortima Deutsch register yang diperlukan adalah reg- ister qubit tunggal dikarenakan Algortima Deutsch berfungsi untuk memetakan input qubit tunggal ke output qubit tung- gal. Maka registernya adalah sebagai berikut: |0i dan |1i sedangkan set lengkap dari keadaan adalah sebagai berikut:

  Paralelisme Kuantum Diberikan suatu fungsi f(x) yang membangun suatu sirkuit kuantum U f yang bekerja sesuai dengan persamaan berikut:

  −c−N (63)

  |xyi → |xy ⊕ f(x)i berikut adalah beberapa contoh keadaan paralelisme kuan- tum:

  3.1.2a Register 2 Qubit dalam register 2 qubit masukan merupakan superposisi keadaan yaitu berupa direct product:

   

  1    

  (64) |00i = |0i ⊗ |0i =

    sedangakn dalam 2 qubit berikut adalah kemungkinan keadaan yang terjadi |00i , |01i , |10i , |11i, secara lengkap dapat dit- uliskan dalam bentuk

  1

  3

  4 (65)

  |ψi = a |00i + a |01i + a |10i + a |11i 3.1.2b Register 3 Qubit Register 3 qubit masukan keadaan berupa |000i , |0001i , ..., |111i Algoritma Deutsch merupakan algoritma kuantum yang per- tama yang mana algoritma ini jauh lebih efisien daripada al- goritma pada perhitungan klasik, Untuk memudahkan pema- haman maka kita misalakan f : (0, 1) → (0, 1) adalah fungsi biner maka fungsi tersebut hanya memiliki 4 kemungkinan yaitu : f

  1 : 0 → 0, 1 → 0 f

  2 : 0 → 1, 1 → 1

  (68) f

  3 : 0 → 0, 1 → 1 f

  4 : 0 → 0, 1 → 0

  1

  2

  3 fungsi f dan f merupakan fungsi tetapan sedangkan f dan f

  4 merupakan fungsi setimbang. maka perlu dilakukan dua evaluasi untuk mengetahui bahwa fungsi f merupakan fungsi klasik atau fungsi setimbang.

  1 katakanlah |ψ i Maka Nilainya adalah

  1 |ψ i = H ⊗ H|01i

  = H|0i ⊗ H|1i

  1

  1 =

  √ (|0i + |1i) √ (|0i + |1i)

  2

  2

  1 (69)

  = (|00i − |01i + |10i − |11i)

  2 kemudian kita dapat menerapkan operasi f pada keadaan 1 f

  |ψ i dalam suku operator uniter U U f (70)

  |xyi = |xy ⊗ f(x)i maka operasi mendapatkan hasil

  2

  1 f |ψ i = U |ψ i

  • 1
  • 1
  • 1
sedangkan untuk f merupakan fungsi setimbang dimana f (0) = −f(1) dapat diuraikan sebagai berikut:

  =

  4 [(|0i + |1i) (|f(0)i − |−f(0)i)]

  2

  = √

  2 [(|0i − |1i) |f(1)i + (|0i − |1i) |−f(1)i]

  2 [(|0i + |1i) |f(0)i − (|0i + |1i) |−f(0)i]

  2 √

  1

  2 (H |1i ⊗ I |f(1)i − H |1i ⊗ I |−f(1)i)

  selanjutnya kita terapkan gerbang hadamard pada qubit perrtama dan gerbang identitas pada qubit kedua |ψ

  2 (H |0i ⊗ I |f(0)i − H |0i ⊗ I |−f(0)i)

  1

  ⊗ I(|0i |f(0)i − |0i |f(1)i + |1i |f(1)i − |1i |−f(1)i =

  1

  =

  2 i

  3 i = H ⊗ I |ψ

  (72)

  √

  2

  3 |ψ i = [(|0i + |1i) (|f(0)i − |−f(0)i)]

  4 √

  2 [(|0i − |1i) (|f(1)i − |−f(1)i)]

  • 4

  √

  2 (74)

  = (|0i + |1i − (|0i − |1i)) (|f(0)i − |−f(0)i)

  4 √

  2 = 2 |1i (|f(0)i − |−f(0)i)

  4 √

  2 =

  |1i (|f(0)i − |−f(0)i)

  2

  1 berikut adalah rincian luaran untuk setiap f : untuk f (0) =

  1 out

  √ |ψ i = |0i (|0i − |1i)

  4 untuk f (0) = 1

  1 out

  |ψ i = √ |1i (|1i − |0i)

  2 (78)

  1 = − √ (|10i − |11i)

  2

  4

  = −f

  3 maka didapatkan bahwa f .

  3.3 Algoritma Deutsch Josza pada sistem 2 qubit

  algoritma Deutsch-josza merupakan perluasan daripada al- goritma Deutsch, yaitu dengan masukan n-qubit untuk memetakan- pada qubit tungal. misalkan kita memiliki suatiu kotak hi- tam untuk 2 qubit maka kita mendapat masukan:

  1

Gambar 3.3 Algoritma Deutsch-Josza 2 qubit kemudian kemungkinan-kemungkinan fungsi konstan dan se-

  timbang diatas di evaluasi sebagai berikut: maka kita defin- isikan terlebih dahulu untuk masukan, dengan syarat bahwa dalam algoritma Deutsc-jozsa diberikan qubit tambahan den- gan keadaan |1i maka dengan demikian didapatkan : in (79)

  |ψ i = |0i ⊗ |0i ⊗ |1i = |001i kemudian diaplikasikan transformasi walsh-Hadamard dida-

  1 kemudian diterapakan u f pada |ψ i daan didapatkan:

  2

  1 f |ψ i = U |ψ i

  1 =

  3

  [U |000i − U |001i + U |010i − U |011i]

  2

  2

  1

  • 3

  [U |100i − U |101i + U |110i − U |111i]

  2

  2

  1 =

  3

  (|000 ⊕ f(00)i − |001 ⊕ f(00)i)

  2

  2

  1

  • 3

  (|010 ⊕ f(01)i − |011 ⊕ f(01)i)

  2

  2

  1

  • 3

  (|100 ⊕ f(10)i − |101 ⊕ f(10)i)

  2

  2

  1

  • 3

  (|110 ⊕ f(11)i − |111 ⊕ f(11)i)

  2

  2

  1 =

  3

  |00i (|0 ⊕ f(00)i − |1 ⊕ f(00)i)

  2

  (81) kemudian diterapkan kembali transformasi walsh hadamard maka diperoleh:

  3

  2 |ψ i = (H ⊗ H ⊗ I) |ψ i

  1

  = |0i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(00)i − |−f(00)i)

  2

  2

  1

  H |0i ⊗ H |1i ⊗ I (|f(01)i − |−f(01)i)

  • 3

  2

  2

  1

  • 3 H

  |1i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(10)i − |−f(10)i)

  2

  2

  1

  • 3

  |1i ⊗ H |1i ⊗ I (|f(11)i − |−f(11)i)

  2

  2

  1

  3

  = (|0i + |1i) (|0i + |1i) (|f(00)i − |−f(00)i)

  2

  2

  1

  • 3

  (|0i + |1i) (|0i − |1i) (|f(01)i − |−f(01)i)

  2

  2

  1

  1

  5

  = (|00i [|f(00)i − |−f(00)i + |f(01)i − |−f(01)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|00i [|f(10)i − |−f(10)i + |f(11)i − |−f(11)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|01i [|f(00)i − |−f(00)i − |f(01)i + |−f(01)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|01i [|f(10)i − |−f(10)i − |f(11)i + |−f(11)i])

  2

  2 (82)

  1

  • 5

  (|10i [|f(00)i − |−f(00)i + |f(01)i − |−f(01)i])

  2

  2

  1

  5

  − (|10i [|f(10)i + |−f(10)i − |f(11)i + |−f(11)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|11i [|f(00)i − |−f(00)i − |f(01)i + |−f(01)i])

  2

  2

  1

  5

  − (|10i [|f(10)i + |−f(10)i + |f(11)i − |−f(11)i])

  2

  2 berikut:

  1

  3

  5

  |ψ i = (|00i [|f(00)i − |−f(00)i + |f(00)i − |−f(00)i])

  2

  2

  1

  5

  (|00i [+ |f(00)i − |−f(00)i + |f(00)i − |−f(00)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|01i [|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i + |−f(00)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|01i [|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i + |−f(00)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|10i [|f(00)i − |−f(00)i + |f(00)i − |−f(00)i])

  2

  2 (83)

  1

  5

  − (|10i [|f(00)i + |−f(00)i − |f(00)i + |−f(00)i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|11i [|f(00)i − |−f(00)i − |f(00)i + |−f(00)i])

  2

  2

  1

  5

  2 sedangkan untuk fungsi setimbang f (00) = 1 maka didap- atkan:

  1

  3 |ψ i = √ |00i [|1i − |0i]

  2 (85)

  1 √

  = − [|000i − |001i]

  2 out2 out1 maka dengan demikian didapatkan bahwa |ψ i = − |ψ i. untuk fungsi setimbang, diambil contoh evaluasi untuk f

  8 danf

  11 , yaitu sebagai berikut:

  8

  8

  8 untuk f diketahui dari tabel bahwa f (00 = f (10) = 1 dan f

  8

  8 (01) = f (11), maka dengan demikian didapatkan:

  1

  3

  5

  |ψ i = (|00i [|1i − |0i + |0i − |1i + |1i − |0i + |0i − |−1i])

  2

  2

  1

  • 5

  (|01i [|1i − |0i − |0i + |1i + |1i − |0i − |0i + |1i])

  2

  2

  • 1

  2

  2 (|011i − |010i)

  1 √

  4 |01i (|0i − |1i) = −

  2

  5

  2

  1

  (|11i [|0i − |1i − |1i + |0i − |0i + |1i + |1i − |0i]) =

  2

  5

  2

  (|10i [|0i − |1i + |1i − |0i − |0i + |1i − |1i + |0i])

  5

  • 1

  2

  (|01i [|0i − |1i − |1i + |0i + |0i − |1i − |1i + |0i])

  2

  5

  2

  (|00i [|0i − |1i + |1i − |0i + |0i − |1i + |1i − |0i])

  2

  5

  2

  1

  3 i =

  sebagai berikut: |ψ

  (87) maka dengan demikian diperoleh bahwa |ψ out11 i = − |ψ out8 i. untuk selanjutnya juga dilakukan evaluasi terhadap fungsi-

  • 1

  3.4 Algoritma Deutsch-Jozsa pada sistem 3 qubit

  inti daripada algoritma Deutsch-jozsa adalah memetakan qubit banyak ke qubit tunggal. Dalama sisttem 3 qubit kotak hi- tam memiliki masukan keadaan:

  2

  1 x x

  |ψi = |x i = |000i + |001i + |010i + |011i (89)

  • |100i + |101i + |110i + |111i berdasarkan masukan tersebut maka dapat dibuat tabel kemungkinan- qubit yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.2 Kemungkinan Fungsi-Fungsi Kotak Hitam Pada sistem 3 qubit

  2 x 1 x f f f f f f f f f f k0 k0 k1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 s8 s9 |x i f

  1 |000i misalkan qubit masukan memiliki keadaan in

  (90) |ψ i = |0i ⊗ |0i ⊗ |0i ⊗ |1i = |0001i dari qubit masukan tersebut diaplikasikan transformasi Walsh-

  Hadamard dan didapatkan :

  1 in |ψ i = (H ⊗ H ⊗ H ⊗ H) |ψ i

  = H |0i ⊗ H |0i ⊗ H |0i ⊗ H |1i

  1 =

  [(|0i + |1i) (|0i + |1i) (|0i + |1i) (|0i − |1i)]

  4

  1 =

  [|0000i − |0001i + |0010i − |0011i]

  4 (91)

  1 [|0100i − |0101i + |0110i − |0111i]

  • 4

  1 [|1000i − |1001i + |1010i − |1011i]

  • 4

  1

  1 =

  [|0000 ⊕ f(000)i − |0001 ⊕ f(000)i]

  4

  1 [|0010 ⊕ f(001)i − |0011 ⊕ f(001)i]

  • 4

  1 [|0100 ⊕ f(010)i − |0101 ⊕ f(101)i]

  • 4

  1 [|0110 ⊕ f(011)i − |0111 ⊕ f(011)i]

  • 4

  1 [|1000 ⊕ f(100)i − |1001 ⊕ f(100)i]

  • 4

  1 [|1010 ⊕ f(101)i − |1011 ⊕ f(101)i]

  • 4

  1 [|1100 ⊕ f(110)i − |1101 ⊕ f(110)i]

  • 4

  1 [|1110 ⊕ f(111)i − |1111 ⊕ f(111)i]

  • 4

  1 =

  [|000i (|0 ⊕ f(000)i − |1 ⊕ f(000)i)]

  4

  1 =

  [|000i (|f(000)i − |−f(000)i)]

  4

  1 [|001i (|f(001)i − |−f(001)i)]

  • 4

  1

  • [|010i (|f(010)i − |−f(010)i)]

  4

  1 [|011i (|f(011)i − |−f(011)i)]

  • 4

  (92)

  1 [|100i (|f(100)i − |−f(100)i)]

  • 4

  1 [|101i (|f(101)i − |−f(101)i)]

  • 4

  1 [|110i (|f(110)i − |−f(110)i)]

  • 4

  1 [|111i (|f(111)i − |−f(111)i)]

  • 4
kemudian diaplikasin transformasi walsh-hadamard lagi se-

  3 hingga didapatkan|ψ i, yaitu sebagai berikut:

  3

  2 |ψ i = (H ⊗ H ⊗ H ⊗ I) |ψ i

  1 =

  [H |0i ⊗ H |0i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(000)i − |−f(000)i)]

  4

  1 [H |0i ⊗ H |0i ⊗ H |1i ⊗ I (|f(001)i − |−f(001)i)]

  • 4

  1

  • [H |0i ⊗ H |1i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(010)i − |−f(010)i)]

  4

  1

  • [H |0i ⊗ H |1i ⊗ H |1i ⊗ I (|f(011)i − |−f(011)i)]

  4

  1 [H |1i ⊗ H |0i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(100)i − |−f(100)i)]

  • 4

  1

  • [H |1i ⊗ H |0i ⊗ H |1i ⊗ I (|f(101)i − |−f(101)i)]

  4

  1 [H |1i ⊗ H |1i ⊗ H |0i ⊗ I (|f(110)i − |−f(110)i)]

  1

  7

  = [(|0i + |1i) (|0i + |1i) (|0i + |1i) (|f(000)i − |−f(000)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i + |1i) (|0i + |1i) (|0i − |1i) (|f(001)i − |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i + |1i) (|0i − |1i) (|0i + |1i) (|f(010)i − |−f(010)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i + |1i) (|0i − |1i) (|0i − |1i) (|f(011)i − |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i − |1i) (|0i + |1i) (|0i + |1i) (|f(100)i − |−f(100)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i − |1i) (|0i + |1i) (|0i − |1i) (|f(101)i − |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|0i − |1i) (|0i − |1i) (|0i + |1i) (|f(110)i − |−f(110)i)]

  2

  2

  1

  7

  − [(|0i − |1i) (|0i − |1i) (|0i − |1i) (|f(111)i − |−f(111)i)]

  2

  2

  1 = 7 [(|000i + |001i + |010i + |011i + |100i + |101i + |110i + |111i) (|f (000)i − |−f (000)i)]

  2

  2

  1

  2

  7 [(|000i − |001i + |010i − |011i + |100i − |101i + |110i − |111i) (|f (001)i − |−f (001)i)] +

  2

  1

  • 7 [(|000i + |001i − |010i − |011i + |100i + |101i − |110i − |111i) (|f (010)i − |−f (010)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [(|000i − |001i − |010i + |011i + |100i − |101i − |110i + |111i) (|f (011)i − |−f (011)i)]

  2

  2

  4

  1

  • 6

  7 [(|000i + |001i + |010i + |011i − |100i − |101i − |110i − |111i) (|f (100)i − |−f (100)i)]

  2

  2

  1

  • 7 [(|000i − |001i + |010i − |011i − |100i + |101i − |110i + |111i) (|f (101)i − |−f (101)i)]

  2

  2

  1

  • 7 [(|000i + |001i − |010i − |011i − |100i − |101i + |110i + |111i) (|f (110)i − |−f (110)i)]

  2

  2

  1

  • 7 [(|000i − |001i − |010i − |011i − |100i − |101i − |110i − |111i) (|f (111)i − |−f (111)i)]

  2

  2

  1 =

  7

  [|000i (|f(000)i − |−f(000)i + |f(001)i − |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|000i (|f(010)i − |−f(010)i + |f(011)i − |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|000i (|f(100)i − |−f(100)i + |f(101)i − |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|000i (|f(110)i − |−f(110)i + |f(111)i − |−f(111)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|001i (|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i + |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|001i (|f(010)i − |−f(010)i − |f(011)i + |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|001i (|f(100)i − |−f(100)i − |f(101)i + |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  1

  • 7

  [|011i (− |f(010)i + |−f(010)i + |f(011)i − |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|011i (|f(100)i − |−f(100)i − |f(101)i + |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|011i (− |f(110)i + |−f(110)i + |f(111)i − |−f(111)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|100i (|f(000)i − |−f(000)i + |f(001)i − |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|100i (|f(010)i − |−f(010)i + |f(011)i − |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|100i (− |f(100)i + |−f(100)i − |f(101)i + |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|100i (− |f(110)i + |−f(110)i − |f(111)i + |−f(111)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|101i (|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i + |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  1

  • 7

  [|111i (|f(000)i − |−f(000)i − |f(001)i + |−f(001)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|111i (− |f(010)i + |−f(010)i + |f(011)i − |−f(011)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|111i (− |f(100)i + |−f(100)i + |f(101)i − |−f(101)i)]

  2

  2

  1

  • 7

  [|111i (|f(110)i − |−f(110)i − |f(111)i + |−f(111)i)]

  2

  2 apabila f merupakan fungsi konstsan maka f (000) = f (001) = f

  (010) = f (011) = f (100) = f (101) = f (110) = f (111) se- hingga didapatkan:

  1 out

  7

  |ψ i = [|000i .8 (|f(000)i − |−f(000)i) + |001i .0 + |010i .0 + |011i

  2