HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (PENDIDIKAN, PERILAKU DAN SIKAP) DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS BANJARNEGARA 1 - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Balita

  1. Pengertian Balita Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun

  (Muaris, 2006). Menurut Sutomo (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (balita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.

  Anak usia 1-3 tahun disebut dengan balita, sedangkan 3-5 tahun disebut prasekolah. Keduanya merupakan istilah umum dari balita, dibawah 1 tahun disebut bayi. Saat usia bayi maupun balita masih sangat bergantung pada orang tuanya (Sutomo, 2010).

  Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya, pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi serta menentukan perkembangan kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia (Supartini, 2004).

  13

  2. Karakteristik Balita Septiari (2012) menyatakan karakteristik balita dibagi menjadi duayaitu: a. Anak usia 1-3 tahun

  Usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif artinya anak menerima makanan yang disediakan orang tuanya. Laju pertumbuhan usia balita lebih besar dari usia prasekolah, sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Perut yang lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih besar oleh sebab itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensisering.

  b. Anak usia prasekolah (3-5 tahun) Usia 3-5 tahun anak menjadi konsumen aktif, anak sudah mulai memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, disebabkan karena anak beraktivitas lebih banyak dan mulai memilih maupun menolak makanan yang disediakan orangtuanya.

  c. Pertumbuhan danPerkembangan Pertumbuhan bersifat kuantitatif seperti pertambahan sel, pertambahan tinggi, dan berat badan. Sedangkan perkembangan bersifat kualitatif dan kuantitatif, contohnya adalah kematangan suatu organ tubuh (Soetjiningsih,2015).

  Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak di antaranya adalah keturunan dan lingkungan. Keturunan akan berpengaruh pada kematangan struktur dan fungsi yang optimal, sedangkan lingkungan akan menentukan bagaimana potensi anak akan terpenuhi (Dodge et al, 2010).

  B.

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

  1. Pengertian ISPA

  ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung hingga kantong paru (alveoli) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (DepKes RI, 2009)

  ISPA adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme di struktur saluran napas atas yang tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, dan laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza tanpa komplikasi. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon imun dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA, yaitu kongesti atau hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung (pilek). Sakit kepala, demam ringan dan malaise juga dapat terjadi akibat reaksi inflamasi. (Corwin, 2009).

  Menurut WHO (2007), ISPA merupakan penyakit yang menyebabkan infeksi pada saluran pernafasan. Penyebabnya adalah agen

  

infeksius yang ditularkan dari satu manusia ke manusia yang lain.

  2. Klasifikasi ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut diklasifikasikan dalam beberapa diantaranya pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia (MTBS,

  2008).Menurut pengklasifikasian IDAI (2014), penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan atas hingga parenkim paru diantaranya sebagai berikut : 1) Rinitis / Commoncold

  Penyakit rinitis ini merupakan golongan infeksi akut ringan pada pernafasan. Namun, penyakit ini sangat mudah penularannya. Pada daerah tropis sering terjadi pada pergantian musim bahkan pada musim hujan. Ditandai dengan hidung tersumpat dan adanya sekret hidung dikarenakan oleh virus. Pada masa bayi maupun balita pilek bisa menimbulkan pneumonia.

  2) Faringitis, tonsilitis, dan tonsilifaringitisakut Faringitis merupakan infeksi yang menyerang jaringan mukosa faring dan jaringan disekitarnya seperti tonsil dan hidung sehingga faringitis memiliki beberapa pengertian yaitu tonsilitis, nasofaringitis, dan

  tonsilifaringitis . Penyakit ini ditandai dengan sakit tenggorokan yang disebabkan oleh virus maupunbakteri.

  3) Otitismedia

  Otitis media adalah salah satu infeksi yang menyerang telinga bagian tengah karena terjadinya penumpukan cairan.

  4) Rinosinuitis Para ahli sepakat dengan penyakit rinosinuitis ataupun

  

rinosinobronkhitis karena infeksi maupun inflamasi pada rinitis (radang

  pada mukosa hidung), sinuitis (radang pada salah satu sinus di

  

paranasal ), dan bronkhitis (radang pada bronkus) sering terjadi

  bersamaan dengan pertimbangan penyakit ini menyerang saluran pernafasan atas (hidung, laring, trakea) dan saluran pernafasan bawah(bronkus). 5) Epiglotitis

  Infeksi yang terjadi pada epiglotis sangat berbahaya jika dibiarkan. Hal ini ditandai dengan sesak nafas berat dan bunyi nafas stridor.

  Penyebabnya adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib). Setelah ada vaksin Hib, epiglotitis jarang terjadi.

  6) Laringo trakeobronkhitis akut(CROUP) Sindrom CROUP ini merupakan penyakit heterogen yang menyerang laring, subglotis, trakea dan bronkus. Berawal dari laringitis yang menyebar hingga trakea disebut laringotrakeitis, dan saat menyebar hingga bronkus maka terjadilah laringo trakeobronkhitis. Diakibatkan oleh beberapa organisme virulen.

  7) Bronkhitis akut Proses inflamasi yang terjadi pada trakea, bronkus utama dan menengah yang ditandai dengan batuk berdahak. Bronkhitis disebabkan oleh virus maupun bakteri. Pada beberapa kasus, bronkhitis akan membaik dalam 2 minggu tanpa pengobatan apapun.

  8) Bronkiolitis

  Bronkiolitis merupakan proses inflamasi pada saluran pernafasan

  bagian bawah yang menyerang bronkiolus. Biasanya terjadi dengan gejala ISPA pada umumnya hingga nafas wheezing pada bayi.

  9) Pneumonia Infeksi yang menyerang parenkim paru ini merupakan angka tertinggi penyebab morbiditas dan mortalitas di negara berkembang. Terjadi karena pada awalnya disebabkan oleh infeksi virus hingga menyebabkan komplikasi infeksi bakteri.

  3. Etiologi Penyakit ISPA terjadi disebabkan oleh virus dan bakteri. Virus terbanyak yang menyebabkan ISPA di antaranya adalah Rhinovirus,

  

Adenovirus , RSV (Respiratory Syncytia Virus), virus Influenza, virus

Parainfluenza . Pada klasifikasi khusus seperti bronkhitis akut ditemukan

  virus rubeola dan paramyxavirus. Sedangkan pada bronkiolitis ditemukan virus Mycoplasma. Virus-virus tersebut paling banyak ditemukan pada kasus ISPA. Selain virus, penyebab infeksi pada pernafasan akut juga disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang sering menyerang seperti bakteri

  

Streptococcus , pada kasus penyakit faringitis, tonsilitis dan

tonsilofaringitis adalah bakteri Strepcoccus beta hemolitikus grup A dan

  

Streptococcus grup A. Golongan Streptococcus lainnya yang biasanya

  menyebabkan infeksi adalah Streptococcus pnemuoniae dan

  

Streptococcus Pyogenes . Bakteri lain seperti Hemophilus influenzae

  (beberapa di ataranya tipe B), Staphylococcus aereus, dan Mycoplasma pneumoniae (Naning dkk,2014).

  4. Patofisiologi Sebagian ISPA disebabkan oleh bakteri dan virus yang membuat infeksi pada saluran pernafasan atas maupun bawah (Akhmadi,2008).

  Penyebab tersebut membuat perjalanan penyakit dengan cara kontak antara virus atau bakteri sehingga organ pada pernafasan akan terserang sehingga akan menimbulkan respon inflamasi atau membuat infeksi pada organ tersebut. Saat infeksi akan terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler, hal tersebut akan membuat manifestasi klinik pada penderita (Naning dkk, 2014).

  Menurut Mukono (2008), perjalanan penyakit ISPA berawal dari saluran pernafasan yang dilapisi oleh mukosa bersilia. Udara yang masuk melalui hidung akan disaring oleh rambut pada hidung, partikel kecil dari udara akan menempel pada mukosa. Pada udara yang kotor, partikel udara akan tertahan pada mukosa sehingga pergerakan silia akan menjadi lambat yang akan berakibat pada iritasi pada saluran pernafasan. Hal tersebut membuat peningkatan produksi lendir sehingga saluran pernafasan menjadi sempit. Akibatnya benda asing akan terarik dan bakteri atau virus tidak dapat dikeluarkan dari sistem pernafasan.

  5. Kekambuhan ISPA Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) kambuh definisikan sebagaikondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah dari dahulu.

  Menurut Eva (2009) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA termasuk pneumonia pada balita di negara berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada dinegara maju. Dalam satu tahun rata-rata seseorang anak di pedesaan dapatterserang sampai 3-5 kali, sedangkan di daerah perkotaan sampai 6-8 kali. Kekambuhan pneumonia atau pneumonia yang terjadi secara berulang ini terjadipada sebagian besar penderita pneumonia.

  Penyebab tingginya kejadian ISPA berulang pada balita terkait dengan banyaknya faktor yang berhubungan dengan ISPA. Kekambuhan ini dipengaruhi oleh rendahnya daya tahan tubuh balita dan kondisi lingkungan yang tidak sehat yang mempengaruhi munculnya penyakit

  ISPA kembali (WHO,2008).

  Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dan meningkatkan kejadian penyakit ISPA adalah sebagai berikut:

  1. Faktor Ibu

  a. Faktor Pendidikan Menurut UU Nomor 20. Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.Pengertian pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktifmengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap warga NegaraIndonesia harus mengikuti wajib belajar sembilan tahun yaitu jenjang SekolahDasar (SD) ditambah dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP), wajib belajarmerupakan program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga NegaraIndonesia atas tanggung jawab pemerintah daerah (Dikti, 2003).

  Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dewasa ini. Pendidikan tidak hanya diperoleh dari sektor formal (pendidikan dasar, menengah dan tinggi), tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal seperti kursus, pelatihan, maupun diklat.

  Menurut Inpres RI no. 1 tahun 1994, pendidikan dasar atau pendidikan yang paling rendah dimiliki oleh masyarakat Indonesia yaitu bila tamat SMP (sederajat) berdasarkan ketentuan pendidikan dasar sembilan tahun, sedangkan pendidikan tinggi yaitu apabila seseorang menamatkan pendidikan SMA (sederajat) keatas (Fatah, 2001).

  Penelitian yang dilakukan oleh Supraptini (2007), menunjukkan adanya hubungan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada balita, dimana ibu dengan pendidikan tidak tamat SD dan SMP lebih berisiko balitanya terkena ISPA dibandingkan tamat SLTA keatas.

  b. Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitasorganisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Perilaku merupakan responatau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Perilakukesehatan (health behavior) adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang baikyang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable)yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo,2010)

  Berdasarkan batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2007), makaperilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulusatau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,makanan, minuman serta lingkungan.

  Respon manusia baik bersifat pasif(pengetahuan, sikap, dan persepsi) maupun bersifat aktif (tindakan atau praktik).

  Perilaku sehat adalah pengetahuan, sikap, tindakan, proaktif untuk memeliharadan mencegah risiko terjadinya penyakit (Depkes RI, 2003). Dari batasan ini,perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok:

  1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintanance) Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit danusaha untuk penyembuhan bila mana sakit.

  2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanankesehatan Sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking

  behaviour). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan

  seseorang pada saatmenderita atau kecelakaan (Notoatmodjo, 2007).

  3. Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang meresponslingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya,sehingga lingkungan tersebut tidak memengaruhi kesehatannya. Denganperkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehinggatidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga atau masyarakatnya(Notoatmodjo, 2007). Praktik atau perilaku kesehatan mencakup tindakan sehubungan denganpenyakit (pencegahan dan penyembuhan penyakit), tindakan pemeliharaan danpeningkatan kesehatan, dan tindakan kesehatan lingkungan. Strategi untuk mendapatkan perubahanperilaku pada masyarakat (Notoatmodjo, 2005):

  1. Paksaan atau Tekanan (coercion) Dilakukan dengan tekanan pada masyarakat agar memelihara kesehatanmelalui perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat, dengancara pemaksaan didapatkan hasil yang cepat tetapi belum tentu dapatberlangsung lama karena tidak berdasarkan kesadaran masyarakat.

  2. Pendidikan (education) Upaya yang dilakukan agar masyarakat mau secara sadar untuk merubahtindakannya untuk memelihara dan meningkatkan kesadarannya dengan carapenyuluhan atau diskusi. Pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadapfaktor perilaku. Selain faktor perilaku, faktor lingkungan, pelayanan kesehatandan hereditas juga memerlukan intervensi pendidikan kesehatan. Pendidikankesehatan adalah suatu upaya atau kegiatan untuk menciptakan perilakumasyarakat yang kondusif untuk kesehatan. Pendidikan kesehatan berupaya agarmasyarakat menyadari atau mengetahui bagaimana cara memelihara kesehatanmereka, bagaimana menghindari atau mencegah hal-hal yang merugikankesehatan mereka dan kesehatan orang lain, yang tujuan akhirnya adalah agarmasyarakat dapat mempraktikkan hidup sehat bagi dirinya sendiri dan bagimasyarakat atau masyarakat dapat berperilaku hidup sehat (healthy life style).(Notoatmodjo, 2007).

  Penelitian yang dilakukan oleh Fidiani (2011) menunjukkan bahwaterdapat hubungan bermakna antara perilaku keluarga dengan kejadian ISPA,bahwa balita dengan perilaku keluarga yang kurang baik berisiko untuk menderitaISPA sebesar 3,38 kali lebih besar disbanding dengan perilaku keluarga yangbaik.Pada umumnya Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumahmerupakan hasil dari perilaku manusia atau anggota keluarga itu sendiri.Pencemaran udara itu terjadi karena prilaku tersebut dapat menghasilkan partikedebu diameter 2,5.0 (PM

  2,5

  ) dan partikel debu diameter 10 μ (PM

  10

  ) disampingitu, sumber pencemaran kimia juga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakitISPA yaitu Sulfur Dioksida (SO

  2

  ), Nitrogen Dioksida (NO

  2

  ), Karbon monoksida(CO), karbon dioksida (CO

  2

  ) dan asap rokok (Environmental TobaccoSmoke/ETS). Semua pencemaran udara tersebut dapat menimbulkan dampak padagangguan sistem pernapasan atau penyakit ISPA.

  c. Sikap 1) Pengertian Sikap

  Menurut Randi (dalam Imam 2011) mengungkapkan bahwa Sikap merupakan sebuah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri atau orang lain atas reaksi atau respon terhadap stimulus (objek) yang menimbulkan perasaan yang disertai dengan tindakan yang sesuai denganobjeknya.

  Selanjutnya Menurut Ahmadi dalam Aditama (2013) Orang yang memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negative terhadap objek psikologi bila tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi. 2) Ciri-ciri Sikap

  Ciri-ciri sikap menurut Purwanto dalam Rina (2013), adalah :

  a)

  Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalamhubungan dengan objeknya. Sifat ini yang membedakannya dengan sifat motif- motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

  

b) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan

  sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap orang itu.

  c)

  Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain sikap itu terbentuk dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

  

d) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga

merupakan kumpulan dari hal-haltersebut.

  

e) Sikap mempunyai segi motivasi dan segi perasaan, sifat alamiah

  yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan yang dimilikiorang.

  3) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Menurut Azwar (2013), faktor-faktor yangmempengaruhi sikap terhadap objek sikap antara lain :

  a) Pengalamanpribadi

  Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

  b) Pengaruh orang lain yang dianggappenting

  Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

  Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  c)

  Pengaruhkebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah.Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karna kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu masyarakat asuhannya.

  d) Mediamassa

  Pemberitaan media masa atau media komunikasi lainnya,sering kali berita yang seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung dipengaruhi olehsikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

  e) Lembaga pendidikan dan lembagaagama

  Konsep moral dan ajaran dari lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

  Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

  2. Faktor Balita

  a. Riwayat ASI Eksklusif Menyusui adalah suatu proses alamiah. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa bahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim untuk jangka waktu 6 bulan (Roesli, 2009).

  Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa bahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim kecuali vitamin, mineral, dan obat. (Prasetyono, 2009).

  ASI selain memiliki nilai gizi yang tinggi, ASI juga memiliki zat antibody yang dapat melindungi bayi terhadap berbagai macam infeksi (Soetjiningsih, 2012).

  b. Status Imunisasi Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukkan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau berbahaya bagi seseorang. Imunisasi berasal dari kata imun yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya (Adnan, 2011).

  Imunisasi memberikan kekebalan individu untuk melindungi anak dari serangan penyakit menular. Selain mendapat kekebalan terhadap penyakit pada individu, Imunisasi juga dapat menghambat perkembangan penyakit dikalangan masyarakat. Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sabagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau kelompok orang, yang betujuan merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada orang-orang tersebut. Orang yang diberi vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006).

  3. Faktor Lingkungan Lingkungan manusia memiliki hubungan dengan kesehatan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dan interaksi antara manusia dan lingkungan tersebut memiliki potensi bahaya kesehatan atau penularan penyakit. Lingkungan tersebut seperti udara, air, pangan, hewan, dan manusia itu sendiri. Hampir semua organ tubuh dapat terkena penyakit akibat pencemaran lingkungan seperti gangguan fungsi otak dan syaraf perifer, gangguan sistem pernapasan, gangguan kardiovaskuler, gangguan jantung, gangguan pembuluh darah, gangguan alat pencernaan, gangguan ginjal, gangguan otot, gangguan tulang, dan gangguan pembentukan darah (Achmadi, 2008).

  Kesehatan lingkungan pada hakekatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Kesehatan perumahan merupakan salah satu ruang lingkup dari kesehatan lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

  Chandra (2007), menjelaskan bahwa polusi udara mempunyai efek terhadap kehidupan manusia yang salah satunya berpengaruh terhadap kesehatan yaitu peningkatan angka kasus kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran pernapasan. Penyakit saluran napas juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan yang buruk, keadaan sosial ekonomiyang dapat menyebabkan penyakit tuberkolosis.

  Menurut angka statistik kematian dan kesakitan paling tinggi terjadi pada orang-orang yang menempati rumah yang tidak memenuhi syarat dan terletak pada tempat yang tidak sanitary, kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah, begitupula sebaliknya (Yuwono, 2008). Rumah atau tempat tinggal yang buruk atau kumuh dapat mendukung terjadinya penularan penyakit dan gangguan kesehatan. penyakit dan gangguan kesehatan yang terjadi akibat rumah atautempattinggalyangburukadalahinfeksisaluranpernapasan,infeksipada kulit, infeksi akibat infeksi tikus, arthropoda, kecelakaan dan mental (Chandra 2007).

  Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena umumnya orang lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah. Dampaknya bagi kesehatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. ISPA merupakan salah satu penyakit yang disebabkan karena rendahnya kualitas udara baik di dalam maupin di luar rumah.

  Kualitas udara di dalam ruang rumah dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, bahan bangunan, struktur bangunan, bahan pelapis untuk furniture serta interior, serta kepadatan hunian, kualitasudara luar rumah, radiasi dari radon (Rd), formaldehid, debu, dan dipengaruhi oleh kegiatan dalam rumah seperti penggunaan energi tidak ramah lingkungan, penggunaan energi yang relative murah seperti batubara dan biomasa, perilaku merokok dalam rumah, penggunaan pestisida, penggunaan bahan kimia pembersih, dan kosmetika. Serta penggunaan bahan bakar padat sebagai energi untuk memasak dengan tungku/sederhana kompor tradisional. Keadaan tersebut akan memperburuk kualitas udara dalam ruang rumah apabila kondisi rumah tidak memenuhi syarat fisik, seperti ventilasi yang tidak memadai, serta tidak adanya cerobong asap di dapur.

  (Kemenkes, 2011).

  a. Kepadatan Hunian

  Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini (Prabu,2009).Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mudehir, 2002) menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan presentase anak balita terkena ISPA yang tinggal di rumah penghuni padat dengan anak balita di tinggal di rumah penghuni tidak padat. Anak balita yang tinggal di rumah penghuni padat mempunyai risiko terkena ISPA 3 kali lebih besar dibandingkan dengan anak balita yang tinggal dirumah tidak padat penghuni.

  b. Ventilasi Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini

  2

  berarti keseimbangan O yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya O

  2 di dalam

  rumah dan kadar CO

  2 yang bersifat racun meningkat. Disamping itu

  tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapancairandarikulitdanpenyerapan.Kelembabaniniakanmerupak an media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri- bakteri penyebab penyakit). Fungsi kedua adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri- bakteri, terutama bakteri patogen, karena selalu terjadi aliran udara yang terus- menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap di dalam kelembaban (humidity) yang optimum (Notoatmodjo, 2003).Pertukaran udara yang cukup menyebabkan hawa ruangan tetap segar (cukup mengandung oksigen). Setiap rumah harus memiliki jendela yangmemadai. Luas jendela secara keseluruhan kurang lebih 15% dari luas lantai. Susunan ruangan harus sedemikian rupa sehingga udara dapat mengalir bebas jika jendela dan pintu dibuka (Chandra, 2007).

  c. Pencahayaan Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam rumah, terutama cahaya matahari dapat merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.

  Sebaliknya cahaya yang berlebihan akan mengakibatkan silau dan akhirnya dapat merusak mata. (Notoatmodjo, 2003). Rumah harus cukup mendapatkan penerangan baik pada siang maupun malam hari. Idealnya, penerangan didapat dengan bantuan listrik. Setiap ruang diupayakan mendapat sinar matahari terutama di pagi hari (Chandra, 2007) d. Jenis Atap Atap adalah penutup atas suatu bangunan yang melindungi bagian dalam bangunan dari hujan, panas terik matahari, serta memberikan rasa aman bagi penghuni rumah. (Ilmu sipil, 2011).Atap rumah berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan. Atap genteng merupakan hal yang umum digunakan baik di daerah perkotaan, maupun di pedesaan.

  Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan dapat membuat sendiri. Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk menggunakan atap genteng, maka bahan atap rumah mereka terbuat dari daun rumbai atau daun kelapa. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan suhu panas di dalam rumah (Notoatmodjo, 2007).

C. Kerangka Teori

  Faktor predisposing Ibu:

  1. Pendidikan

  2. Perilaku

  3. Sikap Faktor balita:

  1. Riwayat ASI Kejadian ISPA pada balita Eklusif

  2. Status imunisasi Faktor lingkungan:

  1. Kepadatan hunian

  2. Ventilasi

  3. Pencahayaan

  4. Jenis atap

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: Modifikasi dari beberapa Referensi; teori Blum 1974 dalam Notoatmodjo 2007, Chandra 2007, DepKes RI 2009, Macmud 2006 D.

Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat

  Kejadian kekambuhan ISPA

  1. Pendidikan Pada Balita

  2. Perilaku

  3. Sikap

Gambar 2.2 Kerangka Teori E.

   Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu kesimpulan sementara atau jawaban sementara dari suatu penelitian (Notoatmodjo, 2010).

  Ha: Terdapat hubungan faktor predisposing (pendidikan, perilakudan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada Balita di Puskesmas Banjarnegara 1 ”. Ho: Tidak terdapat hubungan faktor predisposing (pendidikan, pengetahuan dan sikap) dengan kejadian kekambuhan ISPA pada

  Balita di Puskesmas Banjarnegara 1 ”.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA ANAK DI WILAYAH PUSKESMAS BANJARNEGARA II - repository perpustakaan

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN KETAHANAN FISIK TERHADAP PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS 1 MADUKARA KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 10

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 13

HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS II RAKIT KABUPATEN BANJARNEGARA - repository perpustakaan

0 0 29

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN KELUARGA TERHADAP PENANGANAN PERTAMA PADA BALITA DENGAN ISPA DI PUSKESMAS KARANGLEWAS BANYUMAS - repository perpustakaan

0 0 26

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS LEKSONO 1 WONOSOBO - repository perpustakaan

0 0 23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - ANALISIS FAKTOR PREDISPOSISI PERILAKU IBU DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS GOMBONG I KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 - repository perpustakaan

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori - ANALISIS FAKTOR PREDISPOSISI PERILAKU IBU DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS GOMBONG I KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2015 - repository perpustakaan

0 0 22

HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (PENDIDIKAN, PERILAKU DAN SIKAP) DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS BANJARNEGARA 1

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - HUBUNGAN FAKTOR PREDISPOSING (PENDIDIKAN, PERILAKU DAN SIKAP) DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS BANJARNEGARA 1 - repository perpustakaan

0 0 12