BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori - Egi Cahyaning Putri BAB II

  1. Persalinan

  a. Pengertian Persalinan Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi kepala dalam kurung waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin (Prawihardjo S, 2008; h.100).

  Persalinan adalah proses penggerakan keluar janin, plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan terjadi pada sistem reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu sebelum persalinan dimulai. Persalinan sendiri dapat dibahas dalam bentuk mekanisme yang terjadi selama proses dan tahapan yang dilalui wanita.(Bobak, Lowdermilk, dkk, 2005; h. 245)

  Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks karena adanya pergerakan janin keluar di ikuti dengan lahhirnya plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir. Persalinan terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu).

  b. Sebab

  • – sebab Mulainya Persalinan Teori yang berkaitan dengan mulainnya kekuatan his yang memungkinkan terjadinya proses persalinan :

  1) Teori keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. merupakan faktor yang dapat menganggu sirkulasi uteroplasenter.

  2) Teori penurunan progesterone Dua minggu sebelum persalinan di mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron bekerja sebagai penegangan otot-otot polos di rahim. Penurunan progesteron akan menimbulkan his.

  3) Teori oksitosin internal Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise parst posterior.

  Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat mengubah sensitivitas otot , sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesterone akibat tuanya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dimulai. 4) Teori prostaglandin

  Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu, yang dikeluarkan desidua. Pemberian prostaglandin pada saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga terjadi persalinan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan pemicu terjadinya persalinan. c. Tahap

  • – tahap Persalinan 1) Persalinan Kala I Persalinan kala I adalah pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan lengkap. Proses ini berlangsung kurang lebih 18-24 jam, yang terbagi menjadi 2 fase, yaitu:

  a) Fase laten (8 jam) dari pembukaan 0 cm sampai pembukaan 3 cm, dan fase aktif (7 jam) dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan 10 cm.

  b) Fase aktif ini masih dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu : (1) Fase akselerasi, dimana dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm, (2) Fase dilatasi maksimal, yakni dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari pembukaan 4 cm sampai dengan 9 cm. (3) Fase deselerasi, dimana pembukaan 9 cm menjadi 10 cm. 2) Persalinan Kala II Dimulai dari pembukaan lengkap 10 cm sampai bayi lahir.

  Proses ini berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida. Pada kala ini his menjadi lebih kuat dan cepat kurang lebih 2-3 menit sekali. Dalam kondisi yang normal pada kala ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada saat his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa ada tekanan pada rektum dan seperti akan buang air besar. Kemudian perenium mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada saat ada his. Jika dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi diluar his. Dengan kekuatan his dan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah simpisis dan dahi, muka, dagu melewati perineum. Setelah his istirahat sebentar, maka his akan mulai lagi untuk mengeluarkan badan bayi. 3) Persalinan Kala III

  Dimulai dari segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

  Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi belum keluar,maka perdarahan terjadi di belakang plasenta sehingga uteurus tidak dapat berkontraksi sepenuhnya karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisiologi yang menghentikan perdarahan. (Prawihardjo S, 2008, h; 115)

  4) Persalinan Kala IV Pada saat ini adalah waktu untuk pemantauan. Memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah plasenta lahir. (Prawihardjo S, 2008, h; 118)

  Observasi yang harus dilakukan pada kala IV adalah :

  a) Tingkat kesadaran penderita

  b) Pemeriksaan tanda

  • – tanda vital : tekanan darah, nadi dan pernafasan
d) Terjadinya perdarahan.

  Perdarahan dianggap masih normal jika jumlah tidak melebihi 400 sampai 500 cc.(Sumarah, Yani, Nining, 2008, h; 8) d. Tanda

  • – tanda Persalinan Untuk mendiagnosa persalinan pastikan perubahan serviks dan kontraksi yang cukup : 1) Perubahan serviks, kepastian persalinan dapat ditentukan hanya jika serviks secara progresif menipis dan membuka.

  2) Kontraksi yang cukup / adekuat, kontraksi dianggap adekuat jika :

  a) Kontraksi terjadi teratur, minimal 3 kali dalam 10 menit, setiap kontraksi sedikitnya 40 detik b) Uterus mengeras selama kontraksi, sehingga tidak bisa menekan uterus mengguanakan jari tangan.

  Sangat sulit membedakan antara persalinan sesungguhnya dengan persalinan semu. Indikator persalinan sesungguhnya ditandai dengan kemajuan penipisan dan pembukaan serviks. Ketika ibu mengalami persalinan semu, ia merasakan kontraksi yang menyakitkan, namun kontraksi tersebut tidak menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks. Persalinan semu bisa terjadi beberapa hari atau beberapa minggu sebelum permulaan persalinan sesungguhnya. Karena persalinan semu sangat menyakitkan, mungkin sulit bagi ibu untuk menghadapi masa ini dalam kehamilannya.

Tabel 2.1 Karakteristik persalinan sesungguhnya dan persalinan semu

  Persalina Persalina Semu Sesungguhnya Serviks menipis dan membuka Tidak ada perubahan pada serviks

  Rasa nyeri dan interval teratur Rasa nyeri tidak teratur Tidak ada perubahan interval antara Interval antara rasa nyeri yang rasa nyeri yang satu dengan yang secara perlahan semakin pendek lainnya

  

Waktu dan kekuatan kontraksi Tidak ada perubahan pada waktu dan

semakin bertambah kekuatan kontraksi Dengan berjalan bertambah Tidak ada perubahan rasa nyeri

intensitas dengan berjalan

  Ada hubungan antara tingkat Tidak ada hubungan antara tingkat kekuatan kontraksi dengan intensitas kekuatan kontraksi uterus dengan

nyeri intensitas rasa nyeri

Lendir darah sering tampak Tidak ada lendir darah

  

Ada penurunan bagian terendah Tidak ada kemajuan penurunan bagian

janin terendah janin

Kepala janin sudah terfiksasi di PAP Kepala belum masuk PAP walaupun diantara kontraksi ada kontraksi

  Pemberian obat penenang tidak Pemberian obat penenang yang

menghentikan prose persalinan efesien menghentikan rasa nyeri pada

sesungguhnya persalinan semu

  2. Ketuban Pecah Dini

  a. Definisi Pengertian KPD menurut pendapat Rayburn WF dan Carey JC yang dimaksud dengan ketuban pecah dini (KPD) adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan dimulai. Masa laten biasanya berlangsung sekurangnya satu jam.

  Ketuban pecah dini di definisikan sebagai pecah ketuban sebelum waktunya, tanpa memperhatikan usia gestasi. Namun, dalam praktik dan dalam penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai dengan jumlah jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan. (Varney H, 2008; h.788). Pendapat HK Joseph dan S Nugroho (2010; h. 185) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan pada pembukaan < 4 cm. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban pada kehamilan yang telah viable dan 6 jam setelah itu tidak di ikuti dengan terjadinya persalinan. (M Achadiat, 2004; h.81)

  Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur(Prawihardjo S,2008, h:677)

  Dari pengertian

  • – pengertian diatas disimpulkan pengertian ketuban pecah dini adalah ketuban pecah sebelum adanya pembukaan < 4 cm tanpa melihat usia gestasi. Pecahnya ketuban secara spontan pada sembarang usia kehamilan dan 6 jam sebelum adanya persalinan.

  b. Etiologi Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor

  • – faktor yang berhubungan erat KPD, namun faktor
  • – faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui.

  Kemungkinan yang menjadi faktor predisposisinya adalah :

  1) Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.

  2) Serviks yang inkompetensia yaitu kondisi serviks yang kurang lentur sehingga tidak mampu menahan kehamilan, kanalis servikalis yang selalu terbuka karena kelainan serviks uteri. Serviks yang inkompetensia disebabkan karena laserasi sebelumnya melalui ostium uteri internum atau merupakan suatu kelainan konginetal pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trisemester kedua atau awal trisemester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepse (Wiknjosastro, 2005; h.220)

  3) Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gemeli. Pada gemeli diketahui akan terjadi tekanan intra uterin sehingga kulit ketuban mudah pecah (Varney H, 2008; h.788).

  4) Trauma yang di dapat, misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan KPD.

  5) Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah. 6) Faktor lain :

  a) Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan bawaan termasuk b) Faktor predisposisis antara kepala janin dan panggul ibu.

  c) Faktor merokok d) Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (vitamin C).

  Wanita yang memiliki jumlah asupan vitamin C yang kurang dari 10%memiliki dua kali resiko terjadinya ketuban pecah dini. (Siega- Riz A M, Promislow J H E, Savitz D A, Thorp J M, McDonald T.Vitamin C intake and the risk of preterm delivery)

  c. Tanda dan Gejala 1) Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.

  2) Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut merembes atau menetes dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. 3) Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai persalinan.

  4) Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda

  • – tanda infeksi yang terjadi.

  d. Diagnosa 1) Riwayat

  a) Jumlah cairan yang hilang : ketuban pecah dapat menyebabkan pengeluaran cairan dalam jumlah besar atau rembes dalam jumlah kecil yang terus-menerus.

  b) Tidak mampu mengontrol kebocoran cairan dengan senam kegel ; yang membedakan inkontinensia urine d) Warna cairan : jernih atau keruh; jika bercampur mekonium: kuning atau hijau e) Bau cairan: bau apak, berbeda dari bau urine

  f) Senggama terakhir: semen yang keluar dari vagina dapat di sangka ciaran amnion.

  2) Pemeriksaan Fisik

  a) Pemeriksaan dengan spekulum steril (1) Inspeksi genetalia eksternal untuk melihat adanya cairan.

  (2) Lihat adanya cairan yang mengalir dari ostium serviks. (3) Lihat genangan cairan amnion. (4) Minta wanita untuk mengejan, tekan dengan lembut pada fundus atau angkat bagian presentasi perabdomen sehingga cairan bisa mengalir. (5) Observasi cairan untuk mengetahui adanya lanugo atau verniks kaseosa.

  (6) Lihat serviks untuk memperkirakan pembukaan jika pemeriksaan dalam tidak dilakukan.

  (7) Lihat serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat atau ekstremitas janin.

  b) Tes Laboratorium (1) Tes pakis positif (2) Tes kertas nitrazin positif (3) Ultrasonografi untuk mendeteksi oligohidramnion jika ultrasonografi sebelumnya tidak memberikan gambar yang jelas (pastikan untuk menyingkirkan penyebab lain oligohidramnion) (4) Spesimen untuk kultur streptokokus grup B (5) Kultur herpes, jika diindikasikan (Jan M Kriebs dan Carolyn L

  Geoger, 2005, h;398)

  e. Komplikasi Adapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :

  1) Komplikasi pada ibu :

  a) Infeksi dalam persalinan Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah dapat menyebabkan sepsis.

  b) Infeksi pada masa nifas

  c) Partus lama

  d) Perdarahan post partum

  e) Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) 2) Komplikasi pada janin :

  a) Prematuritas Masalah yang terjadi pada persalinan premature diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.

  b) Prolaps tali pusat c) Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi) Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, partus lama, apgar score rendah, perdarahan intrakranial, respiratory distress.

  d) Sindrom deformitas janin Terjadi akibat oligohiramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat.

  e) Morbiditas dan mortalitas perinatal (Marsha Kumaira, 2012, h;181) f. Penatalaksanaan Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi.

  Kesalahan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.

  Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan.Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin.Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis.Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan.Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya periode laten.

  1) Terapi

  a) Konsevatif (1) Pasien di rawat di rumah sakit.

  (2) Bila KPD > 6 jam, diberikan antibiotika (golongan penisilin seperti ampisilin atau amoksilin atau eritrosinsilin jika tidak tahan terhadap penisilin). (3) Pada usia kehamilan <32-34 minggu, pasien di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. (4) Pada usia kehamilan < 32-34 minggu dimana air ketuban masih tetap keluar, maka dapat dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan pada usia 35 minggu (sangat tergantung dari kemampuan melakukan perawatan terhadap bayi premature). (5) Bila terdapat kecenderungan infeksi, maka kehamilan harus segera diakhiri .

  (6) Pada usia kehamilan 32-34 minggu dapat diberikan steroid untuk memacu pematangan paru janin.

  b) Aktif (1) Pada usia kehamilan aterm dilakukan induksi persalinan. Bila induksi persalinan induksi persalinan gagal lakukan seksio sesaria.

  (3) Bila terdapat tanda

  • – tanda infeksi diberikan antibiotika dosis tinggi kombinasi dan persalinan segera diakhiri (a) Pelvic score < 5, maka lakukan seksio sesaria. (b) Pelvic score >5 , tetap lakukan induksi persalinan, usahakan persalinan pervaginam.

  (c) Infeksi berat.

Tabel 2.2 :Skor pelvic menurut Bishop

  Skor

  1

  2

  3 Pembukaan serviks (cm) 1-2 3-4 5-6 Pendataran serviks 0-30% 40-50% 60-70% 80% Penurunan kepala di ukur dari bidang Hodge III(CM)

  • 3 -2 -1.0 +1 +2 Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak Posisi serviks Kebelakang Searah sumbu jalan lahir Ke arah depan

  Sumber, Wiknjosastro.2007.h;75 Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.

  1) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu) (a) Pemberian Induksi

  Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan. Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan yang berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin berkepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memperhatikan Bishop score, jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya jika < 5, dilakukan pematangan serviks, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. (b) Pemberian antibiotik

  Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaedah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatannya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakkan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam. 2) Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)

  Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaannya bersifat konservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis.

  (a) Pemberian tokolitik Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan tocolitic agent diberikan

  • – juga bertujuan menunda proses persalinan. Agonis beta adrenergikseperti salbutamol, terbutalin dan khususnya ritodrin merupakan tokolitik yang paling sering digunakan (Liu, David 2008; 164)

  (b) Pemberian Kortikosteroid Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid (deksametason 2x6 mg atau betametason 1x12 mg dalam 2 hari) pada penderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan. Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of

  Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid

  pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sediaan terdiri atas Betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau Dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.

  (c) Induksi Persalinan Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi: gawat janin sampai matinya janin, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedah sesar.Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tindakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dll. Selain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabkan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengelolaan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin. Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leukosit darah tepi setiap hari, pemeriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jantung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya setiap 6 jam.

  1. Tinjauan Asuhan Kebidanan dengan Varney Manajemen kebidanan menurut Varney proses penatalaksanaan terdiri dari tujuh langkah berurutan secara periodik disempurnakan. Proses penatalaksanaan di mulai dengan mengumpulkan data dasar cakup seluruh kerangka kerja yang dapat diaplikasikan pada setiap situasi. Kemudian, setiap langkah dapat dibagi menjadi tugas-tugas lebih spesifik dan bervariasi untuk disesuaikan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir.

  a. Langkah I Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelvik sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. Bidan mengumpulkan data dasar awal lengkap, bahkan jika ibu dan bayi mengalami komplikasi yang mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter sebagai bagian dar penatalaksanaan kolaborasi. Pada waktu tertentu, langkah saty tumpang tindih dengan langkah lima dan langkah 6 (atau menjadi bagian dari sebuah alur berkelanjutan) karena upaya memperoleh data tambahan dari uji laboratorium atau penelitian diagnosis lain dapat merupakan bagian dari rencana. Kadang

  • – kadang bidan perlu
b. Langkah II Langkah kedua bermula dari data dasar seperti menginterpretasi data untuk kemudian diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan kesehatan yang diidentifikasikan khusus. Kata masalah dan diagnosis sama

  • – sama digunakan karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai sebuah diagnosis, tetapi tetap perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan rencana perawatan yang menyeluruh. Masalah sering klai berkaitan dengan bagaimana ibu menghadapi kenyataan tentang diagnosanya dan ini sering kali bisa diidentifikasi berdasarkan pengalaman bidan dalam mengalami masalah seseorang. Sebagai contoh, seorang wanita didiagnosis sedang hamil dan masalah yang berhubungan adalah ia tidak menginginkan kehamilannya. Contoh lain: seorang wanita berada pada trisemer tiga dan mengalami ketakutan menjelang bersalin dan melhirkan anak. Merasa takut tidak sesuai dengan kategori apapun dalam nomenklatur diagnostik standar, tetapi yang pasti, hal ini menciptakan masalah yang perlu digali lebih lanjut. Selanjutnya sebuah rencana harus dikembangkan untuk

  c. Langkah III Mengidentifikasikan masalah atau diagnosis potensial berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada jenuh dan persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan kesehatan yang aman. Sebagai contoh, seorang wanita memiliki uterus bidan harus memperkirakan alasan terjadinya distensi-berlebihan ( mis, polihidramnion, bayi besar untuk masa kehamilan, ibu diabetes gestasional,atau kehamilan kembar) dan kemudian mengambil langkah antisipasi, melakukan tindakan kewaspadaan dan kemudian mempersiapkan beberapa alternatif tindakan terhadap kemungkinan pendarahan pascapartum mendadak sebagai akibat atoni uterus karena distensi berlebihan. Pada keadaan bayi besar tunggal, bidan harus mengantisipasi dan bersiap terhadap kemungkinan distosia bahu dan kebutuhan bayi untuk mendapat tindakan resusitasi.

  d. Langkah IV Langkah empat mencerminkan kesinambungan proses penatalaksanaan, yang tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan pranatal periodik, tetapi juga saat bidan melakukan keperawatan berkelanjutan bagi wanita tersebut, misalnya saat ia menjalani persalinan. Data baru yang diperoleh lalu dikaji dan kemudian evaluasi. Beberapa data mengindikasikan situasi kedaruratan, yang mengharuskan bidan mengambil tindakan secara cepat untuk mempertahankan nyawa ibu e. Langkah V

  Pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan yang dibutuhkan. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data dasar. Sebuah rencana perawatan yang menyeluruh tidak hanya berhubungan, tetapi juga menggembarkan petunjuk antisipasi bagi pasien tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. Petunjuk antisipasi ini juga mencakup pendidikan dan konseling kesehatan semua rujukan untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, agama, keluarga, budaya, atau psikologis. Setiap hal yang berkaitan dengan aspek perawatan kesehatan dapat digunakan dalam rencana perawatan kesehatan. Sebuah rencana kesehatan harus menguntungkan baik bidan maupun pasien supaya dapat memberi perawatan kesehatan yang efektif, karena pasien dan keluarganya adalah pihak yang nantinya melaksanakan rencana yang telah dibuat bersama. Kesimpulannya setiap tugas yang dilakukan pada setiap langkah ditetapkan setelah dirumuskan dan didiskusikan bersama pasien atau keluarga untuk mengonfirmasi persetujuan atas nama pasien.

  f. Langkah VI Melaksanakan rencana keperawatan secara menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh pasien, keluarga pasien, bidan atau anggota tim kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri, bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar

  • – benar dilakukan. Pada keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter memberikan konstribusi terhadap penatalaksanaanperawatan ibu dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasi rencana perawatan kolaborasi yang menyeluruh. Implementasi yang efesien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu komponen implementasi yang sangat penting adalah
g. Langkah VII Langkah untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar

  • –benar mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan pasien seperti yang diidentifikasi pada langkah kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan kesehatan. Rencana tersebut menjadi efektif bila bidan mengimplementasi semua tindakan dalam rencana. Apabila kita memandang proses penatalksanaan sebagai sebuah proses yang berkesinambungan, maka sangat penting untuk memperbaiki setiap perawatan yang tidak efektif dan kemudian rencana perawatan disesuaikan lagi. Proses penatalaksanaan sebagai sebuah rangkaian proses yang berkelanjutan untuk tenaga klinik dengan mudah berespons terhadap setiap perubahan aktual atau potensial pada kondisi pasien.

  2. Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini

  a. Pengkajian Tinjauan Asuhan Kebidanan Ibu Cara melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali masalah kebidanan. Dalam wawancara diperolah gambaran umum status kesehatan dan data subjektif dari pasien yang meliputi : 1) Data Subjektif

  a) Umur Umur dikaji untuk mengetahui usia ibu saat ini, karena jika umur ibu bukan di antara 20-35 tahun merupakan resiko tinggi hamil dan persalinan dengan ketuban pecah dini. Jika pada umur kurang dari 20 tahun resiko tinggi hamil dan persalinan karena

  35 tahun lebih berkaitan dengan kondisi serviks yang kurang lentur. Karena kondisi serviks yang kurang lentur menyebabkan terjadinya KPD.

  b) Keluhan utama Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui yang dirasakan ibu saat ini yang berhubungan dengan ketuban pecah dini pada saat pengkajian, ibu mengatakan merasakan adanya air yang keluar dengan tiba

  • – tiba dari jalan lahir ibu yang tidak bisa ditahan oleh ibu yang disertai bau yang khas. Sejak kapan ibu merasakan hal tersebut untuk memastikan terjadinya ketuban pecah berapa jam sebelum adanya persalinan (Varney)

  c) Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan keluarga apakah ada penyakit penyerta kehamilan atau tidak, adanya riwayat kehamilan kembar, karena kehamilan kembar dapat meningkatkan tekanan intra uterin sehingga terjadi ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2010; h.186)

  d) Riwayat Obstetri (1) Riwayat haid

  Menanyakan hari pertama haid terakhir untuk mengetahui berapa umur kehamilan saat ini dan mengetahui tafsiran persalinan. Untuk mengetahui tindakan yang sesuai dengan umur kehamilan. Jika umur kehamilan < 37 minggu akan di berikan antibiotik, tokolitik dan kortikosteroid (Liu berikan atibiotik dan lakukan induksi (Khumaira M, 2012; h. 184). (2) Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu

  Riwayat persalinan di tanyakan untuk mengetahui adakah riwayat pecahnya ketuban sebelum persalinan.

  Riwayat ketuban pecah dini salah satu faktor resiko dar ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011; h.186).

  (3) Riwayat kehamilan sekarang Ditanyakan untuk mengetahui berapa kali melakukan pemeriksaan kehamilannya. Tujuannya untuk mendeteksi adanya faktor penyebab ketuban pecah dini, faktor yang dapat di deteksi selama pemeriksaan kehamilan adalah kehamilan kembar dan hidramnion yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini (HK Joseph, S Nugroho, 2011; h.186)

  (4) Pola aktivitas sehari

  • – hari (a) Pola nutrisi

  Kebutuhan nutrisi dikaji untuk mengetahui pemenuhan nutrisi ibu pada saat hamil karena penyebab lain terjadinya ketuban pecah dini adalah kurangnya asupan vitamin C. Jumlah asupan vitamin C yang kurang dari 10%memiliki dua kali resiko terjadinya ketuban pecah dini. (Siega-Riz A M, Promislow J H E, Savitz D A, Thorp J M, McDonald T.2003)

  (b) Pola seksual Ditanyakan untuk mengetahui kapan ibu melakukan hubungan seksual dengan suami karena di dalam cairan sperma terdapat prostaglandin yang menyebabkan kontraksi uterus (Corwin JE, 2009; h.766).

  Sehingga menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. 2) Data Objektif

  a) Pemeriksaan umum Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan tanda

  • – tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, respirasi ibu, dan denyut jantung janin setiap 4 jam sekali. Pemeriksaan suhu dan nadi dilakukan untuk mengetahui adakah infeksi atau tidak. Nadi dikaji karena berkaitan dengan kejadian takikardi. Karena jika adanya peningkatan suhu dan nadi merupakan tanda dari infeksi. Selain tanda vital lakukan pengukuran tinggi badan untuk mengetahui apakah ibu dengan panggul sempit atau tidak. Karena jika ibu memiliki panggul sempit untuk penatalaksanaannya dilakuakan seksio sesaria. (Varney H, 2007; h. 791)

  b) Status present (1) Abdomen

  Untuk mengetahui tinggi fundus uterus sesuai usia kehamilan atau tidak, jika tunggi fundus uterus lebih besar dari usia kehamilan menandakan overdistensi uterus atau gemeli yang merupakan faktor resiko terjadinya ketuban

  (2) Genetalia untuk mengetahui keluarnya cairan ketuban atau bukan, karena ibu yang mengalami infeksi pada vagina merupakan faktor resiko ketuban pecah dini.

  c) Status obstetri (1) Inspeksi : dilakukan untuk melihat cairan ketuban yang keluar dari jalan lahir ibu, sedikit atau banyak. Pastikan cairan yang keluar adalah air ketuban, dengan mencium bau cairan amnion. Cairan amnion memiliki bau apek yang khas yang membedakannya dari urine (Varney H, 2008; h.789). (2) Palpasi : untuk mengetahui letak janin normal atau tidak.

  Karena jika terdapat kelainan letak merupakan salah satu penyebab ketuban pecah dini. Letak lintang dapat menyebabkan ketuban pecah dini karena tidak adanya bagian terendah janin yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah(S Nugroho, 2010; h. 186). Untuk itu lakukan palpasi leopold : (a) Leopold I menentukan tinggi fundus uteri dan menentukan bagian fundus kepala atau bokong.

  (b) Leopold II menentukan bagian kanan dan kiri ibu, punggung dan ekstremitas janin (c) Leopold III menentukan bagian terendah janin (d) Leopod IV untuk mengetahui bagian terbawah janin sudah masuk panggul atau belum. d) Aukskultasi dilakukan untuk memantau denyut jantung janin.

  Untuk mengetahui kemungkinan terjadi takikardi pada janin yang di sebabkan karena infeksi pada ketuban pecah dini. Jika terjadinya infeksi maka berikan antibiotik.

  e) Pemeriksaan dalam di gunakan untuk mengetahui kemajuan persalinan pada pasien KPD setiap 4 jam sekali.

  f) Pemeriksaan penunjang (1) Pemeriksaan laboratorium

  Memastikan bahwa cairan yang keluar adalah cairan ketuban menggunakan tes lakmus (tes nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya air ketuban. Kertas lakmus merah mengandung basa, sedangkan kertas lakmus merah yang berubah menjadi warna biru tandanya cairan tersebut bersifat basa. Seperti pada cairan amnion mengandung basa (S Nugroho, 2010; h.188)

  (2) Pemeriksaan ultrasonografi Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui masih cukup atau tidak cairan amnionnya.

  Karena jika kekurangan cairan amnion dapat menyebabkan hipoksia pada janin (Khumaira M, 2012; h.182) b. Interpretasi Data

  1) Diagnosa Diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan dengan analisis data

  kesenjangan yang di alami oleh pasien. Ny...G...P...A...umur...tahun hamil...minggu dengan ketuban pecah dini.

  a) Data subjektif Ibu mengatakan umur...tahun, hamil ke... belum pernah keguguran dan ibu merasa khawatir karena keluarnya cairan dari jalan lahir, keluar sejak jam....

  b) Data objektif Data objektinya adalah ibu mengeluarkan cairan dari jalan lahir sejak..., belum keluar lendir darah, hari pertama haid terakhir. (1) Suhu dikaji untuk mengetahui apakah suhu tubuh ibu normal atau lebih dari normal (> 38

  C), karena suhu yang meningkat merupakan tanda terjadinya infeksi.

  (2) Nadi di hitung untuk mengetahui laju nadi yang berhubungan dengan adanya takikardi yang di sebabkan oleh infeksi vagina yang menyebabkan ketuban pecah dini. (3) Tinggi badan di ukur untuk mengetahui tinggi badan ibu kurang dari 145 cm atau tidak, jika tinggi badan kurang dari sama dengan 145 cm tindakan penatalaksanaannya lakukan seksio sesaria pada ketuban pecah dini.

  2) Masalah Masalah yang muncul pada ibu adalah kurangnya tingkat pengetahuan dan informasi tentang ketuban pecah dini yang menimbulkan ke khawatiran pada ibu.

  c. Diagnosa Potensial Pada ketuban pecah dini akan timbul komplikasi yang mendukung ketuban pecah dini baik pada ibu maupun pada bayi. Komplikasi yang timbul pada ketuban pecah dini dapat terjadi infeksi maternal maupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal (Prawihardjo S, 2008; h.678).

  d. Identifikasi Kebutuhan akan Tindakan Segera atau Kolaborasi dan Konsultasi

  Tindakan segera yang dilakukan pada ketuban pecah dini adalah berikan antibiotik (ampicillin). Jika umur kehamilan 32 - 34 minggu, di rawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Jika usia kehamilan 32

  • – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri deksometason, observasi tanda
  • – tanda infeksi dan kesejahteraan janin. Jika usia kehamilan
  • – 37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksi berikan tokolitik dan induksi setelah 24 jam. Dan jika usia kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila induksi gagal lakukan seksio sesaria (Prawihardjo S, 2008, h; 680).

  e. Perencanaan Rencana tindakan yang dilakukan pada ibu dengan ketuban pecah dini pada kala I sebagai berikut :

  1) Jelaskan hasil tindakan yang dilakukan. Ibu merasa khawatir menghadapi persalinan karena disertai dengan ketuban pecah dini (Varney H, 2007 ; h.792)

  2) Berikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi (Prawihardjo S, 2008, h; 680).

  3) Lakukan pemasangan infus menggunakan cairan RL. 4) Lakukan induksi dengan diberikan oksitosin pada cairan infus dan mengatur tetesan infus di mulai dari 8 tetes per menit setiap 15 menit naikkan 4 tetes hingga 20 tetes per menit. 5) Anjurkan ibu untuk di dampingi oleh suami atau keluarganya, karena dukungan dari suami dan keluarga di perlukan dalam proses persalinan (JNPK KR)

  6) Berikan dukungan emosional pada ibu dan keluarga, agar menurangi rasa tegang untuk membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi (Depkes RI, 2008; h.79). 7) Berikan makan dan minum untuk menambah tenaga pada saat proses perasalinan dan kelahiran bayi. Berikan makanan yang mudah dan cepat di cerna, untuk cepat membentuk energi pada ibu saat persalinan. Untuk memberikan tenaga pada ibu saat meneran (JNPK-KR, 2008, hal;146). 8) Lakukan pemeriksaan tanda

  • – tanda vital ibu setiap 4 jam sekali, untuk mengetahui adakah komplikasi pada ibu atau tidak seperti peningkatan suhu. Pemeriksaan pada janin adalah denyut jantung janin setiap 5-10 menit, untuk mengetahui ada tidaknya gawat janin (JNPK-KR, 2008, hal;146).

  9) Anjurkan ibu untuk tetap berada di tempat tidur, untuk mempertahan jumlah cairan ketuban yang ada, sehingga ibu tidak terlalu banyak

  10) Hindari pemeriksaan dalam yang tidak di perlukan, karena pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat menyebabkan infeksi pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini (Varney, 2008, h ; 78). 11) Periksa pengeluaran cairan ketuban, kemungkinan terjadi ketidaknormalan pada ibu dan janin.

  12) Palpasi fundus uteri untuk mengetahui jumlah kontraksi dalam 10 menit.

  13) Siapkan partus set, hecting set, dan resusitasi.

  f. Pelaksanaan Pelaksanaan asuhan kebidanan ibu bersalin dengan ketuban pecah dini pada kala I sesuai dengan asuhan kebidanan pada langkah perencanaan diatas. Ketuban pecah dini yang terjadi pada umur kehamilan > 37 minngu berikan induksi untuk mempercepat persalinan dan mengurangi terjadinya infeksi juga di berikan antibiotika. Sedangkan jika umur kehamilan < 37 minggu di pertahankan kehamilannya dengan diberikan tokolitik dan kortikosteroid untuk pematangan paru janin.

  g. Evaluasi Evaluasi mengunanakan dokuemntasi SOAP (Subjektive Objective

  Assesment Planning) dimuali dari kala II. Mengevaluasi hasil induksi apakah ada kemajuan persalinan atau tidak dengan penghitungan bishop, jika penilaian > 5 lanjutkan induksi, namun jika penilaian < 5 hentikan induksi dan lakukan seksio sesaria.

  Kala II

  1. Subjektif Ibu mengatakan sudah ingin meneran, ibu merasakan ada tekanan pada anus dan ibu sudah merasa buang air besar (Depkes RI, 2008; h.77)

  2. Objektif Tanda gejala kala II yaitu dorongan meneran, tekanan pada anus, perenium menonjol, vulva dan spinter ani membuka. Adanya lendir darah dan pembukaan lengkap, kepala janin terlihat di introitus vagina (Depkes RI, 2008; h.77).

  3. Assesment Ny...G...P..A...umur...tahun, umur kehamilan... dalam persalinan kala II dengan ketuban pecah dini.

  4. Planning

  a. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap, anjurkan ibu untuk meneran seperti saat buang air besar, dagu menempel pada dada, dan mata membuka melihat perut ibu.

  b. Memposisikan ibu agar nyaman dalam proses persalinan dengan posisi setengah duduk dan memeberikan kemudahan pada ibu untuk beristirahat pada saat tidak ada kontraksi.

  c. Memeriksa denyut jantung janin setiap 5-10 menit untuk mengetahui ada tidaknya gawat janin.

  d. Menganjurkan kepada keluarga atau suami untuk mendampingi ibu pada saat proses persalinan.

  e. Saat kepala bayi sudahh membuka vulva 5-6 cm, bantu melahirkan

  menhindari terjadinya robekan perenium, setelah kepala bayi lahir cek adakah lilitan tali pusat atau tidak, jika ada dan longgar maka longgarkan tetapi jika melilit terlalu kuat di lakukan pemotongan tali pusat. Setelah kepala bayi lahir tunggu putar paksi luar, setelah putar paksi luar menarik kepala bayi ke arah atas untuk melahirkan bahu bawah dan menarik ke bawah untuk melahirkan bahu atas, sangga susur dengan menelusuri badan bayi sampai badan bayi lahir semua.

  f. Potong tali pusat bayi, gunakan 2 klem dengan jarak 3 cm dengan klem satu dengan yang lainnya kemudian potong tali pusat dan ikat dengan benang tali pusat. Kala III

  1. Subjektif Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya.

  2. Obyektif Adanya tanda

  • – tanda pelepasan plasenta yaitu adanya semburan darag, tali pusat memanjang dan uterus globuler.

  3. Assesment Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala III dengan ketuban pecah dini.

  4. Planning

  a. Memeriksa adanya bayi kedua dengan melakukan palpasi pada perut ibu, berikan suntikan oksitosin 1 ampul ataua 10 UI secara intra muscular pada sepertiga paha atas bagian luar. Pemberian oksitosin merangsang kontraksi uterus yang akan membantu mempercepat pelepasan plasenta.

  c. Lakukan penegangan tali pusat terkendali pada saat ada kontraksi.

  d. Lahirkan plasenta setelah ada tanda – tanda pelepasan plasenta.

  e. Massase fundus uteri segera setelah bayi lahir untuk mencegah terjadinya perdarahan hingga kontraksinya baik. Pada pemberian induksi dapat menyebabkan terjadinya laserasi jalan lahir yang menyebabkan perdarahan karena kontraksi yang terlalu kuat.

  Kala IV

  1. Subjektif Ibu mengatakan bahwa perut ibu sufah terasa mules.

  2. Obyektif Plasenta sudah lahir jam... kondisi tali pusat dan plasenta... jumlah perdarahan...tinggi fundus uteri...berapa jari di bawah pusat.

  3. Assesment Ny...P...A...umur...tahun dalam persalinan kala IV dengan ketuban pecah dini.

  4. Planning

  a. Memantau tanda

  • – tanda vital ibu, tinggi fundus uteri, dan estimasi jumlah kehilangan darah yang keluar setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit selama 1 jam kedua. Untuk mengetahui perdarahan yang abnormal kemungkinan akibat induksi. Tanda vital di pantau untuk mengetahui ketidaknormalan pada tanda vital seperti meningkatnya laju nadi yang berhubungan dengan adanya takikardi pada ibu dan pantau suhu ibu apakah meningkat atau tidak, jika meningkat kemungkinan ada infeksi.

  b. Memantau kontraksi uterus dan anjurkan ibu atau keluarga untuk melakukan massase dengan mengajarkan cara massase. Mencegah terjadinya perdarahan karena kontraksi yang kurang baik.

  c. Memantau suhu tubuh ibu setiap 2 jam pertama setelah persalinan.

  d. Bersihkan ibu, bersihkan dan berekan alat, bersihkan diri penolong.

  Landasan hukum yang digunakan oleh bidan dalam menjalankan asuhan kebidanan pada ibu bersalin adalah :

  1. Peran fungsi dan kompetisi bidan :

  a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.

  b. Menentukan diagnosa dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.

  c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.

  d. Melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.

  e. Mengevaluasi bersama klien asuhan yang telah dinerikan.

  2. Kepmenkes Peraturan Menkes RI No.1464/MENKES/PER/X/2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan.