KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP CYBER SEX (MENGGUNAKAN INTERNET UNTUK TUJUAN SEKSUAL) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA - UNIB Scholar Repository

  Bengkoelen JURNAL ILMIAH JUSTICE

ILMU HUKUM

  Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum

  Universitas Bengkulu

  

Pe lind ung

M. Ab d i, S.H., M.Hum . (De ka n FH UNIB)

  

Pe m b ina

Pro f. Dr. He ra wa n Sa uni, SH.,MS

(Ke tua Pro g ra m Stud i Pa sc a sa rja na Ilm u Hukum )

  

Pe m im p in Re da ksi

Dr. Ele ktiso n So mi, SH., M.Hum .

  

De wa n Re da ksi

Pro f. Dr. Jua nd a , SH.,M.H.

  

Pro f. Dr. Sa tya Arina nto , SH., MH.

  

Pro f. Dr. Ad e Sa p to m o , SH.

Pro f. Dr. Ba rd a Na wa wi, SH.,MH

Dr. Ta ufiq urra hm a n, SH., MH.

  

Dr. C a nd ra Ira wa n, SH., MH.

  

Mitra Be sta ri

Dr. Ja zim Ha m id i, SH.,M.H

Dr. Na nik Triha stuti, SH.,M.Hum

  

Se kre ta ris

Le ntia ra Putri, S., SH.,MH

  

Sta f Re d a ksi

Suya nto , SH.

  

Eng ki Re nd ra , S.H

Ala m a t Re da ksi

  

Pro g ra m Stud i Pa sc a sa rja na Ilm u Hukum

Fa kulta s Hukum UNIB

Ja la n WR. Sup ra tma n Ka nd a ng Lim un Be ng kulu

Te lp / Fa x. 0736-25764

e m a il : e lthim e ys@ ya ho o .c o .id

  

Be ng ko e le n Justic e d ite rb itka n se ta hun d ua ka li ya itu b ula n Ap ril d a n

No ve m b e r o le h Pro g ra m Stud i Pa sc a sa rja na Ilm u Hukum Fa kulta s Hukum UNIB,

se b a g a i m e d ia ko m unika si d a n p e ng e m b a ng a n ilm u, khususnya Ilm u Hukum .

DAFTAR ISI

  ANALISIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH NOMOR 027/751/B.II ANTARA PEMERINTAH KOTA BENGKULU DENGAN CV. DWI PUJA KESUMA (Editiawarman)

  838-862 KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP CYBER SEX (MENGGUNAKAN INTERNET UNTUK TUJUAN SEKSUAL) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA (Ria Anggraeni Utami)

  863-882 SANKSI ADAT TERHADAP DELIK TANANYAO PADA MASYARAKAT DESA SUNGAI LIUK KECAMATAN PESISIR BUKIT DI KOTA SUNGAI PENUH (Merry yono)

  883-897 AKIBAT HUKUM KONTRAK KERJA PASCA AKUISISI PERUSAHAAN OLEH PIHAK KETIGA TERHADAP PEKERJA/BURUH (Yesi Wisatina, Tito Sofyan, Candra Irawan) 898-913

  IBADAH HAJI DAN PERMASALAHAN DI INDONESIA (Sirman Dahwal) 914-941 HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN PEMENUHAN

  HAK TUMBUH KEMBANG KEMBANG ANAK DI WILAYAH PESISIR KOTA BENGKULU (Helda Rahmasari)

  942-959 TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN HUKUM PERKAWINAN KRISTEN TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TENTANG PERCERAIAN BAGI PEMELUK AGAMA KRISTEN STUDI KASUS DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN TINGGI BENGKULU (Adil Hakim, Farida Fitriyah, Sirman Dahwal) 960-988 KEPASTIAN HUKUM CERAI TALAK DI LUAR PENGADILAN (STUDI KASUS DI KABUPATEN LEBONG)

(M.Sahri, Herawan Sauni, Sirman Dahwal) 989-1007

HUBUNGAN LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Elektison Somi)

  1008-1019 URGENSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMODAL DALAM PERDAGANGAN SAHAM DI PASAR MODAL (Tito Sofyan)

  1020-1049

  

Pengantar Redaksi Bengkoelen Justice . Vol 3 No. 2 Tahun 2013

PENGANTAR REDAKSI

  Seperangkat mekanisme sebagai upaya untuk mendukung perwujudan

penegakan hukum (law enforcement) yang baik, dapat dilakukan melalui 2

(dua) mekanisme. Mekanisme law enforcement secara langsung dapat

dilakukan oleh praktisi hukum khususnya para hakim melalui putusan pengadilan

yang harus diterima sebagai hukum dalam kenyataan (res judicata facit ius).

Sedangkan mekanisme law enforcement secara tidak langsung dapat

dilakukan oleh para akademisi hukum melalui penulisan hukum dengan tujuan

melakukan perubahan (ammendable article) terhadap perkembangan hukum.

  Penulisan hukum juga diharapkan dapat membantu penerimaan dan

pemahaman masyarakat terhadap hukum, yaitu dilakukan melalui pengkajian

secara ilmiah terhadap keberlakuan hukum yang ada, untuk kemudian

dipublikasikan secara umum sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi

para pemegang kebijakan dan masyarakat itu sendiri. Mendasarkan pada

upaya tersebut, maka lahirnya Jurnal Bengkoelen Justice ini diharapkan dapat

menjadi media publikasi terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan

berkaitan dengan pengkajian di bidang hukum.

  Jurnal Bengkoelen Justice yang ada di hadapan para pembaca ini

merupakan hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para penulis baik dalam

bentuk hasil penelitian tesis/disertasi maupun hasil dari karya ilmiah konseptual.

Pada edisi ini memuat tulisan tentang Pertama, Analisis Perjanjian Sewa

Menyewa Tanah Nomor 027/751/B.Ii Antara Pemerintah Kota Bengkulu Dengan

Cv. Dwi Puja Kesuma, yang ditulis oleh Editiawarman; kedua, Kebijakan Kriminal

Terhadap Cyber Sex (Menggunakan Internet Untuk Tujuan Seksual) Dalam

Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, yang ditulis oleh Ria Anggraeni Utami;

ketiga, Sanksi Adat Terhadap Delik Tananyao Pada Masyarakat Desa Sungai

Liuk Kecamatan Pesisir Bukit Di Kota Sungai Penuh, yang ditulis oleh Merry Yono;

keempat Akibat Hukum Kontrak Kerja Pasca Akuisisi Perusahaan Oleh Pihak

Ketiga Terhadap Pekerja/Buruh, yang ditulis oleh Yesi Wisatina, Tito Sofyan, dan

Candra Irawan; kelima, Ibadah Haji Dan Permasalahan Di Indonesia, yang ditulis

oleh Sirman Dahwal; keenam, Hambatan Dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak

Tumbuh Kembang Kembang Anak Di Wilayah Pesisir Kota Bengkulu, yang ditulis

oleh Helda Rahmasari; ketujuh, Tinjauan Yuridis Penerapan Hukum Perkawinan

Kristen Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tentang Perceraian Bagi Pemeluk

Agama Kristen Studi Kasus Di Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Bengkulu, yang

ditulis oleh Adil Hakim, Farida Fitriyah, dan Sirman Dahwal; kedelapan, Kepastian

Hukum Cerai Talak Di Luar Pengadilan (Studi Kasus Di Kabupaten Lebong), yang

ditulis oleh M.Sahri, Herawan Sauni, dan Sirman Dahwal; kesembilan, Hubungan

Lembaga-Lembaga Negara Menurut Undang-Undang Dasar 1945, yang ditulis

oleh Elektison Somi; kesepuluh, Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Pemodal

Dalam Perdagangan Saham Di Pasar Modal, yang ditulis oleh Tito Sofyan.

  

Pengantar Redaksi Bengkoelen Justice . Vol 3 No. 2 Tahun 2013

Akhirnya, redaksi mengucapkan terima kasih kepada para penulis yang

telah menyumbangkan tulisannya, semoga dapat memberikan manfaat dalam

rangka pengembangan keilmuan hukum dan dalam rangka praktik keberlakuan

hukum bagi masyarakat dan seluruh elemen pemerintahan yang ada.

  Bengkulu, November 2013 Redaksi

  

KEBIJAKAN KRIMINAL TERHADAP CYBER SEX

(MENGGUNAKAN INTERNET UNTUK TUJUAN SEKSUAL) DALAM PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA Oleh

  1 Ria Anggraeni Utami

ABSTRAK

  Cyberspace telah menciptakan bentuk kejahatan baru,

  sebagai bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan tekhnologi informasi dan telekomunikasi yaitu kejahatan yang berkaitan dengan aplikasi internet yang dalam istilah asing disebut cyber crime. Salah satu masalah cyber crime yang juga sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan adalah masalah cyber

  

crime di bidang kesusilaan. Penelitian ini dilakukan dengan

  metode penelitian hukum normatif, khususnya terhadap asas-asas hukum dan perbandingan hukum serta sinkronisasi hukum yang berkaitan dengan cyber crime dibidang kesusilaan. Langkah yang dilakukan adalah inventarisir kententuan perundang-undangan dibidang kesusilaan dan cybercrime

  

(cybersex) . Hasil penelitian akan dianalisis dan ditafsirkan serta

  diperbandingankan, sehingga didapat persamaan dan perbedaan masing-masing ketentuan tersebut yang berlaku di berbagai negara.

  Penelitian menghasilkan kesimpulan (1) Cyber sex jika dilihat dari sudut yuridis normatif, yuridis konsptual/teoritik/keilmuan, jurisprudensi, pandangan pakar/artikel cyber crime (cyber sex), agama dan dari sudut akibat sosial (dampak negatifnya) maka cyber sex adalah zina yang merupakan bagian dari tindak pidana kesusilaan. (2) Dalam praktik peradilan khususnya kasus cyber sex hakim dapat melakukan konstruksi hukum dengan menggunakan hukum yang ada (the existing law) untuk mengatasi masalah cyber sex yang timbul, dengan menyatakan bahwa cyber sex atau hubungan seksual nonfisik (maya) ini merupakan bentuk zina dalam pengertian Pasal 284 KUHP.

  Kata Kunci: Cyber Sex, Kebijakan Kriminal, Sarana Penal dan Non

  Penal

A. PENDAHULUAN

  Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa diikuti dengan akibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak sosial dalam penerapan ilmu dan teknologi tersebut dapat dirasakan baik dalam arti positif maupun negatif. Pengaruh penerapan teknologi komputer atau dalam hal ini internet, telah melanda semua sendi kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut menyebabkan perubahan cara berfikir, bersikap dan bertindak sehingga dapat mempengaruhi sikap tindak dan sikap mental suatu bangsa khususnya bangsa Indonesia yang sedang berkembang. Hal ini juga akan mempengaruhi sikap masyarakat terhadap hukum yang berlaku baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis.

  Kecanggihan teknologi ini berpotensi membuat orang cenderung melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma sosial yang berlaku. Penggunaan teknologi internet telah membentuk masyarakat dunia baru yang tidak lagi teritorial suatu negara yang dahulu ditetapkan sangat esensial sekali yaitu dunia maya, dunia yang tanpa batas atau realitas virtual (virtual reality).

  Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan Borderless World.

  2 Dalam menggunakan

  jasa pada dunia maya masyarakat cenderung bebas berinteraksi, beraktifitas dan berkreasi yang hampir sempurna pada semua bidang. Masyarakat sedang membangun kebudayaan baru di ruang maya yang dikenal dengan istilah Cyber

  space

  3 . Cyberspace telah

  pula menciptakan bentuk kejahatan baru, sebagai bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan tekhnologi informasi dan 2 Onno W. Purbo dalam Agus

  Raharjo, 2002, Cybercrime, Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, (Citra Aditya Bahkti : Bandung, halaman 5) 3 Menurut Howard Rheingold bahwa Cyber space adalah sebuah ruang imajiner atau ruang maya yang bersifat artificial, dimana setiap orang melakukan apa saja yang biasa dilakukan dalam kehidupan social sehari-hari dengan cara-cara yang baru, dalam Abdul Wahid, Kejahatan Mayantara, 2005, (Refika Aditama:Bandung, Halaman 32) istilah Cyber Space ini lahir dari William Gibson seorang penulis fiksi ilmiah (science fiction), kata cyber space di temukan dalam novelnya yang berjudul/Veiwomancerdan telekomunikasi yaitu kejahatan yang berkaitan dengan aplikasi internet yang dalam istilah asing disebut cyber crime.

4 Salah

  satu masalah cyber crime yang juga sangat meresahkan dan mendapat perhatian berbagai kalangan adalah masalah

  Cybersex

  bahkan ada yang sudah mengklasifikasikannya sebagai bentuk baru perzinahan. Melihat fakta tersebut maka perlu dilakukan kajian serius terhadap kebijakan penanggulangannya. Tidak adanya pengaturan yang

  sex,

  Banyak akibat negatif yang ditimbulkan dari cyber

  Ini merupakan suatu kepuasan seksual bagi seseorang yang menginginkan hubungan dengan seseorang dan berkhayal dengan orang lain.

  combination of communication and masturbation).

  kombinasi antara komunikasi dan masturbasi." (a

  cyber sex adalah, "suatu

  paling tegas dan pendek

  seks," Dalam definisi yang

  terkait dengan seks, jasa, dan aktivitas yang menyertakan internet didalamnya. "Cyber" dalam konteks ini adalah suatu kata kerja, yang mengacu pada tindakan " menikmati cyber

  dan cyber sex offender yang dapat menimbulkan permasalahan dalam aspek hukum, moral dan agama.

  cyber crime

  pornography, cyber sex, cyber sexer, cyber lover, cyber romance, cyber affair, on-line romance, sex on-line, cyber sex addicts

  Hukum Pidana Dan Perlindungan Korban Cyber Crime Di Bidang Kesusilaan, makalah pada Seminar “Kejahatan Seks melalui Cyber Crime dalam Perspktif Agama, Hukum, dan Perlindungan Korban”, F.H UNSWAGATI, di Hotel Zamrud Cirebon, tanggal

  child pornography), on-line 4 Barda Nawawi Arief menggunakan istilah Kejahatan Mayantara untuk menunjuk jenis kejahatan ini. Dalam Barda Nawawi Arif, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Citra Aditya Bhakti : Bandung), halaman 255 5 Barda Nawawi Arief, Antisipasi

  (khususnya

  cyber pornography

  istilah seperti:

  cyber kini muncul berbagai

  internet di dunia maya hingga kini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara khusus, terlebih yang dikaitkan dengan perbuatan asusila atau seks. Padahal di dunia

  child pornography) dan cyber sex.

  (khususnya

  cyber pornography

  di bidang kesusilaan. Jenis cyber crime di bidang kesusilaan yang sering diungkapkan adalah

5 Penyalahgunaan

20 Agustus 2005,

  tegas dalam bidang hukum sekunder dengan

  cyber sex

  mengenai memahami hukum sebagai tersebut, maka telah perlu seperangkat peraturan atau dicari bentuk aturan hukum norma-norma positif di yang yang tepat. dalam sistim

  Berhubung dengan perundang-undangan yang latar belakang tersebut di mengatur mengenai atas, penelitian ini hanya kehidupan manusia. Selain terbatas pada ruang itu digunakan kajian yuridis lingkup yang berkaitan komparatif yaitu dengan dengan cybersex dengan melakukan kajian perumusan masalah perbandingan terhadap sebagai berikut : peraturan hukum pidana

  sex”

  1. Apakah “cyber diberbagai negara yang

  (“menggunakan

  mengatur tentang internet untuk tujuan kejahatan kesusilaan di seksual”) dapat internet khususnya cyber

  sex serta kajian terhadap

  dikatagorikan sebagai salah satu bentuk instrumen internasioanl perzinahan yang sehingga nantinya akan merupakan bagian dari didapatkan suatu tindak pidana ketentuan bagaimana kesusilaan menurut seharusnya diatur dalam hukum pidana? suatu

  2. Apakah kebijakan perundang-undangan agar hukum pidana di memiliki nilai kepastian Indonesia yang ada hukum di Indonesia. saat ini dapat digunakan untuk

  2. Spesifikasi Penelitian

  cyber

  menjangkau Spesifikasi dalam

  sex ?

  penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis

B. METODE PENELITIAN

  yang merupakan penelitian

  1. Metode Pendekatan untuk menggambarkan dan Penelitian ini menganalisa masalah yang menggunakan pendekatan ada dan termasuk dalam yuridis normatif, yaitu jenis penelitian kepustakaan dengan

  (library research)

  yang mengkaji/menganalisis data akan disajikan secara sekunder yang berupa deskriptif. bahan-bahan hukum terutama bahan hukum

  3. Sumber Data Penelitian ini sangat bertumpu pada sumber data sekunder yang terdiri dari peraturan perundangan hukum pidana positif di Indonesia yaitu KUHP, peraturan perundangan di luar KUHP yang berkaitan dengan permasalahan, Konsep KUHP Nasional tahun 2005, Rancangan Undang-Undang Pemanfataan Tekhnologi Informasi, berbagai peraturan perundangan yang diperoleh dari berbagai negara sebagai pembanding serta berbagai hasil pemikiran para ahli hukum dan kriminologi yang erat kaitannya dengan penelitian ini. Keseluruhan bahan pemikiran tersebut sudah dituangkan dalam suatu terbitan baik yang berupa buku-buku ilmiah, majalah, kertas kerja dan tulisan ilmiah yang didapat baik melalui media cetak dan atau elektronik.

  4. Metode Pengumpulan Data

  Berdasarkan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah studi

  Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan tertulis yang terdiri dari bahan-bahan hukum primer dan sekunder serta digunakan juga dokumen-dokumen pendukung yang dikelompokkan sesuai dengan kepentingannya.

  5. Metode Analisa Data Data dianalisis secara normatif-kualitatif dengan jalan menafsirkan dan mengkonstruksikan pernyataan yang terdapat dalam dokumen dan perundang-undangan. Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif, sedangkan kualitatif berarti analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Cyber Sex ( “Menggunakan Internet Untuk Tujuan Seksual”) Sebagai Salah Satu Bentuk Perzinahan Yang Merupakan Bagian Dari Tindak Pidana Kesusilaan Menurut Hukum Pidana

  Cyber sex merupakan

  based dan information technology, khususny a internet dan web.

  cybercrime

  yang merupakan perluasan dari adanya cyberspace.

  Cyberspace

  telah menciptakan bentuk kejahatan baru, sebagai bentuk kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan tekhnologi informasi dan telekomunikasi yaitu kejahatan yang berkaitan dengan aplikasi internet atau disebut cyber crime.

  pemalsuan kartu kredit, persaingan usaha tidak sehat, monopoli barang perdagangan, HaKi dan lainnya.

  ce ini, bisa berbentuk

  Motif yang terjadi dalam komunitas e-commer

  bentuk dari

  a. E-Commerce Kegiatan perdagangan yang dilakukan melalui layanan elektronik, dalam hal ini melalui sarana internet, baik sistem promosi, sistem transaksi, sistem pembayaran, dan lain-lain.Landasan yang dipakai adalah elektronic

6 Cybercrime

  menggunakan istilah Kejahatan Mayantara untuk menunjuk jenis kejahatan ini. Dalam Barda Nawawi Arif, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Citra Aditya Bhakti : Bandung), halaman 255 7 Aris susanto, dalam Kajian Sosiologis Terhadap Kejahatan Cyber

  : 6 Barda Nawawi Arief

  7

  b. Cybersex

  Cybersex adalah

  dunia pornografi yang dilakukan di internet, yang dapat diakses secara bebas. Ada yang membayar terlebih dahulu melalui pendaftaran dan pembayaran dengan kartu kredit, namun ada juga yang gratis. Situs ini dapat diakses dengan

  crime adalah

  atau tindak pidana mayantara ini merupakan bentuk fenomena baru dalam tindak kejahatan sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi informasi. Jenis-jenis cyber

  Crime, tersedia dalam mudah dan bebas, meskipun yang mengakses ini belum cukup umur. Dan dikafe internet pun tidak ada larangan pembatasan umur sehingga ini termasuk dalam pengaruh negatif terhadap anak-anak berkaitan dengan kejahatan tersebut.

  c. Hacker

  Hacker adalah orang

  yang memasuki atau mengakses jaringan komputer secara tidak sah (tanpa ijin) dengan suatu alat dan program tertentu, bertujuan untuk merusak, merubah data dengan menambah atau mengurangi. Kejahat an ini berdampak pada kerusakan jaringan komputer, dan dengan adanya UU

  ITE dapat dikenakan

  Pasal 32 ayat(1)

  d. Merusak Situs Milik Negara

  Situs-situs milik pemerintah atau situs lainnya yang ditujukan untuk konsumsi publik adalah situs potensial bagi semua pihak, dengan tujuan awal adalah untuk memberikan informasi yang diperlukan oleh masyarakat. Niat baik ini bila rusak apabila ada tanda tangan jahil yang berusaha merusaknya dapat dikenai ancaman pidana sesuai dengan ketentuan

  Pasal 51 ayat (1) UU ITE No 11 Tahun 2008. Ada banyak pendapat mengenai apa yang disebut dengan cyber

  sex. Cyber sex is the act of two persons (sometimes more) sitting at distant computer terminals sending sexually explicit messages back and forth to one another.

  8 Ataupun pendapat lain

  yang mengatakan Cyber

  sex is the participation in sexual fantasy via chat or instant messaging. This normally involves an e-mail or instant chat "conversation" back and forth between two or more willing participants whereby various sexual acts are described. Basically, cyber sex is the mediated telling of interactive sexual stories (in real time) with the intent of arousal.

  9 Peter David Goldberg

  menyebutkan bahwa cyber 8

  www.fixedereference.org

  sex adalah “penggunaan

  Sedangkan dalam Ensiklopedia Bebas Wikipedia dinyatakan, bahwa “cyber sex” atau “computer

  Pengertian “Cybering" atau “sex on the Internet” dikemukakan oleh Michael G. Conner, Psy.D sebagai “diskusi seksual secara “on-line” dengan tujuan mencapai orgasme (puncak syahwat)” “Cybering", or sex on the Internet, is defined as the consensual sexual discussion on-line for the purpose of achieving arousal or an orgasm dalam Michael

  sex , in it's shortest and most explicit definition is, a combination of communication and masturbation. It is a selfish gratification of one's sexual desires while sharing one's most intimate thoughts and fantasies with someone else. It is nearly identical to phone sex, the only difference being the method of communication. As computer networks become ever more sophisticated 11 Lihat Wikipedia, the free encyclopedia, (en.wikipedia.org/wiki/Cyber sex): “Cyber sex or computer sex is a virtual sex encounter in which two or more persons connected remotely via a computer network send one another sexually explicit messages describing a sexual experience, by describing their actions and responding to their chat partners in a mostly written form designed to stimulate their own sexual feelings and fantasies. … Ciber sex is sometimes colloquially called "cybering".

  Pendapat lain yang dikemukakan dalam Kenneth Allena Notre Dame Seminary mengatakan bahwa cyber

  11 .

  disebut juga dengan istilah “cybering

  Exploratory Study About the Impacts that Cyber sex (The Use of the Internet for Sexual Purposes) is Having on Families and The Practices of Marriage and Family Therapists, 2004, tersedia pada cyber sex ini terkadang

  adalah “pertemuan sex secara virtual/maya antara dua orang atau lebih yang terhubung melalui jaringan internet dengan mengirimkan pesan-pesan seksual yang menggambarkan suatu pengalaman seksual”. 10 Peter David Goldberg, An

  sex

  intimacy").

  internet untuk tujuan-tujuan seksual” (“the use of the

  “bentuk baru dari keintiman” (“a new type of

  gratification”), serta suatu

  dipandang sebagai “kepuasan/kegembiraan maya” ("virtual

  the computer for any form of sexual expression or gratification", dan dapat

  adalah “menggunakan komputer untuk setiap bentuk ekspresi atau kepuasan seksual” ("using

  cyber sex

  sedangkan Barda Nawawi Arief dalam makalahnya menyebutkan bahwa menurut David Greenfield,

  10

  Internet for sexual purposes”)

  G. Conner, Psy.D, Internet Addiction & Cyber sex , tersedia pada

  and voice chat more common, even this distinction fades. The newest problem comes in the form of video conferencing, which adds visual images making the activity even more addictive.

  cyber sex

  www.indomp3z.us

  . Ini terjadi apabila suami dan isteri bekerja di lain daerah 14

  15

  Dengan bantuan web cam dan internet phone mereka bisa saling melihat dan berkomunikasi.

  sex bisa menjadi alat untuk tetap berhubungan seksual.

  internet, pelaku bisnis seks tidak perlu lagi menjual wanita nyata cukup secara visual. Pada jenis pertama ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang sedang berpisah, di mana tidak ada waktu untuk bertemu dan berhubungan seksual, cyber

  14 Dengan adanya teknologi

  Secara sederhana ada dua jenis cyber sex, pertama dilakukan pasangan resmi, kedua dengan wanita penghibur.

  cenderung akan kecanduan. Proses kecanduan terjadi beberapa tahap.

  cyber sex

  karena cyber sex aman, murah dan tanpa risiko. Segala sesuatu yang menyenangkan akan cenderung diulang. Begitu juga cyber sex. Orang yang terlibat

  ruang yang selebar-lebarnya untuk mengeksploitasi aktivitas seksual. Cyber sex dilakukan para pelaku

12 Dalam

  definisi yang paling tegas dan pendek

  Cyber sex memberi

  Amongst Multiple-Selves and Cyborgs in the Narrow-Bandwidth Space of America Online Chat Rooms, terdapat pada http://www.cybersoc.com/Cyberorgasm.

  13 12 www.homeearthlink.net 13 Robin B Hamman, Cyberorgasm, Cyber sex

  interactive masturbation in real time dan Computer mediated telling of interactive sexual stories (in real time) with the intent of arousal.

  ruang chatting, yaitu Computer mediated

  cyber sex dalam

  untuk menyebarluaskan informasi tentang cerita ataupun gambar pornografi (baik untuk sisi gelap maupun sisi terang dari pornografi) atau disebut juga cyber sex. Ada dua bentuk dari

  (chatting) dapat digunakan

  Robin B Hamman mengatakan bahwa jaringan komunikasi global interaktif melalui fasilitas internet relay chat

  of communication and masturbation).

  adalah, "suatu kombinasi antara komunikasi dan masturbasi." (a combination

  cyber sex ataupun sedang melanjutkan sekolah di daerah lain yang jauh yang tidak memungkinkan untuk berhubungan seksual secara nyata.

  Pada jenis kedua ini, menurut A. Kasandra

  padahal mereka telah mempunyai pasangan resmi baik itu suami ataupun isteri.

  18 17 Ibid 18 Ketahuan Cybersex, Calon Pengantin Batal Menikah, tersedia pada

  Bunga, sama dengan melakukan hubungan intim secara fisik kendati 'hubungan intim' yang terjadi hanya melalui dunia maya. Hal itu, dianggap Bunga, telah masuk dalam kategori pengkhianatan.

  Cybersex menurut

  lain melalui facebook. Bunga lebih memilih untuk membatalkan menikah dengan kekasihnya karena

  cyber sex dengan orang

  identik dengan sebuah penghianatan terhadap pasangan. Ada sebuah kasus sepasang kekasih yang akan menikah menjadi batal menikah dikarenakan kekasih Bunga (bukan nama sebenarnya) ketahuan telah melakukan

  Cyber sex

  cyber sex

  Putranto seorang pengamat psikologi, ada dua faktor yang menyebabkan seorang wanita menjadi penghibur alam maya. Pertama faktor finansial. Kekurangan uang membuat orang mudah lupa dengan nilai agama dan sosial. Hal seperti ini bisa terjadi pada siapa saja, termasuk pria. Kedua faktor ekshibisionis. Wanita ekshibisionis adalah wanita yang suka memperlihatkan hal yang tidak wajar pada kepada orang lain. Bahkan wanita seperti ini mau tidak dibayar, bagi mereka memperlihatkan hal tidak wajar pada orang lain merupakan satu kesenangan tersendiri.

  atau penggemar cyber sex yang sudah menikah melakukan

  17 Banyak pelaku

  Kedua, demi memuaskan fantasi seksual yang kemudian akan dipratikkan ke dalam kehidupan seks yang sebenarnya. Ketiga, sekadar iseng belaka.

16 Bagi yang sudah

  dilakukan karena beberapa alasan. Pertama sebagai kompensasi ketidakpuasan seksual dalam pernikahan.

  sex yang mereka lakukan ini

  A. Kasandra Putranto, cyber

  menikah, cyber sex juga dapat dilakukan dengan orang lain, dimana mereka tidak melakukan cyber sex ini dengan pasangan resminya. Menurut

  Yang paling utama, bagi yang sudah menikah,

  adalah dorongan yang tidak terkendali untuk secara diam-diam mengintip atau melihat seseorang yang sedeng telanjang, melepas pakaian atau melakukan kegiatan seksual lainnya. Tujuan voyeurism ini hanya untuk memperoleh kepuasan organisme dengan cara masturbasi.

  buruk pada kelangsungan rumah tangga. Hubungan rumah tangga menjadi kurang harmonis. Mereka justru lebih senang berinteraksi dengan komputer ketimbang dengan pasangannya, lebih senang menghabiskan waktu dengan partner visualnya atau partner

  cyber sex mereka daripada

  dengan pasangan resmi mereka.

  Sebagian istri ada yang tidak suka terhadap suami yang senang cyber

  sex,

  karena dianggap pelecehan dan selingkuh. Walau tidak melakukan kontak fisik, tapi terjadi interaksi rasa yang menimbulkan gejolak. Ketika berhubungan seksual dengan istri, yang ada dalam pikiran bukan istri, tapi wanita lain.

  diatur dalam Pasal 284 KUHP yang dapat dikategorikan sebagai salah satu kejahatan terhadap kesusilaan. Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan dan Bab

  20 Delik perzinahan

  cyber sex bisa berdampak

  Cyber sex

  ini juga memunculkan fenomena negatif lain yaitu voyeurism, yang adalah sebuah kelainan jiwa dalam seksual. Ciri utama

  voyeurism

19 Orang yang sudah menikah,

  sex menjadi “orang ketiga”,

  menjadi tidak puas lagi dengan pasangannya karena performa mereka tidak “sehebat” partner visualnya. Sehingga cyber

  VI Buku

  III yang termasuk jenis pelanggaran. Yang termasuk dalam kelompok kejahatan kesusilaan meliputi perbuatan-perbuatan: a. Yang berhubungan dengan minuman, yang berhubungan dengan kesusilaan di muka umum 20 Yunitalia Subroto, tersedia

  pada

  perampas kebahagiaan rumah tangga. Kerusakan seksual akan menghancurkan hubungan suami-isteri, orangtua-anak kemudian merembet ke hubungan masyarakat. dan yang berhubungan dengan benda- benda dan sebagainya yang melanggar kesusilaan atau bersifat porno (Pasal 281 – 283);

  b. Zina dan sebagainya yang berhubungan dengan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296);

  the computer for any form of sexual expression or gratification", dan dapat

  Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber crime di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, halaman 179 22 Oemar Seno Adji, seperti yang dikutip oleh Eman Sulaeman, 2008, Delik

  menguraikan kriteria-kriteria 21 Barda Nawawi Arief, 2006,

  22

  disebutkan di atas bahwa delik perzinahan merupakan bagian dari delik kesusilaan. Oemar Seno Adji

  21 Seperti yang

  atau keintiman ini mengandung arti hubungan seksual atau perzinahan

  intimacy"). Hubungan intim

  “bentuk baru dari keintiman” (“a new type of

  gratification”), serta suatu

  dipandang sebagai “kepuasan/kegembiraan maya” ("virtual

  adalah “menggunakan komputer untuk setiap bentuk ekspresi atau kepuasan seksual” ("using

  c. Perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur (Pasal 297); d.yang berhubungan dengan pengobatan untuk menggugurkan kandungan (Pasal 299); d. Memabukkan (Pasal

  sex

  Menurut David Greenfield, cyber

  f. Memakai jimat sebagai saksi dalam persidangan (Pasal547)

  d. Meramal nasib atau mimpi (Pasal 545); e. Menjual dan sebagainya jimat-jimat, benda berkekuatan gaib dan memberi ilmu kesaktian (Pasal 546);

  c. Yang berhubungan dengan perbuatan tidak susila terhadap hewan (Pasal 540, 541 dan 544);

  Adapun yang termasuk pelanggaran kesusilaan dalam KUHP meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut: a. Mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno (Pasal 532-535); b. Yang berhubungan dengan mabuk dan minuman keras (Pasal 536-539);

  g. Perjudian (Pasal 303 dan 303 bis).

  f. Penganiayaan hewan (Pasal 302);

  e. Menyerahkan anak untuk pengemisan dan sebagainya (Pasal 301);

  300);

  Perzinahan dalam Pembaharuan Hukum dasar-dasar pemidanaan terhadap delik kesusilaan sebagi berikut:

  1. Delik-delik kesusilaan pada pokoknya dicari pada syarat

  kuisheid, chastity, sexual purity or decency. Artinya bahwa

  delik-delik kesusilaan harus didasarkan pada kesesuaian/kepatutan kesucian/sakralitas perbuatan seksual dan nilai-nilai kesusilaan sehingga kejahatan (pelanggaran) terhadap hal-hal tersebut di atas masuk pada kategori delik kesusilaan. Dasar inilah misalnya yang digunakan untuk mengkriminalisasi delik pornografi dalam Pasal 282 KUHP atau indecent

  expousure (pelanggaran

  kesusilaan di muka umum) dalam Pasal 281 KUHP

  2. Kriminalisasi yang didasarkan untuk tujuan perlindungan terhadap anak-anak muda supaya mereka jangan sampai menghadapi

  shocks

  dalam perkembangan seksual mereka. Seperti hubungan seksual dan perbuatan cabul yang dilakukan terhadap orang yang masih di bawah umur.;

  3. Mencegah orang-orang yang tidak berdaya, misalnya orang yang tidak sadar, terhadap serangan-serangan seksual. Inilah yang menjadi dasar pemidanaan (kriminalisasi) terhadap

  Pasal 286 KUHP, yaitu persetubuhan di luar pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap wanita yang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya

  4. Untuk melindungi anak-anak/orang-orang tertentu dan perbuatan cabul yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki hubungan tertentu yang didasarkan atas ‘hubungan kekuasaan’ seperti perbuatan cabul kepada anak kandung, anak tiri, anak angkat, anak yang berada di bawahpengawasannya, kemudian perbuatan cabul yang dilakukan oleh pejabat terhadap bawahannya, pengurus, dokter, guru dan lain-lain terhadap pasien dan muridnya, dasar inilah yang dipakai sebagai dasar pemidanaan Pasal 294 KUHP

  5. Adanya kekerasan atau ancaman untuk berhubungan seksual di luar pernikahan /perbuatan cabul, sebagaiman yang diatur dalam Pasal 285 dan 289 KUHP

  6. Adanya faktor-faktor komersil dalam hubungan seksual di luar pernikahan seperti pelacuran dan rumah bordil sebagaimana ndiatur Pasal 296 KUHP

  7. Adanya perlindungan terhadap kesucian lembaga pernikahan seperti perzinahan ( adultery) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 284 KUHP.

  Cyber sex

  atau hubungan seksual nonfisik (maya) ini merupakan bentuk zina. Dalam hal ini, Barda Nawawi Arief setuju dengan konstruksi hukum ini, mengingat alasan-alasan berikut:

  23

  1. Pasal 284 sendiri tidak memberikan pengertian /batasan juridis tentang apa yang dimaksud dengan zina. Dengan kata lain, Pasal 284 sama sekali tidak menyebutkan unsur-unsur zina secara eksplisit

  2. Terdapat unsur hubungan seksual/persetubuhan secara fisik hanya merupakan pendapat umum dan pendapat 23 Barda Nawawi Arief, Tindak

  Pidana Mayantara Perkembangan Kajian

  yang berkembang dalam teori/doktrin maupun jurisprudensi

  3. Pandangan umum/doktrin.jurispruden si itu didasarkan pada paradigma/konsep perbuatan dalama arti materil/fisik sedangkan saat ini ada perkembangan paradigma/konsep perbuatan secara fungsional dan ssecara keilmuan

  4. Penafsiran yang bertolak pada paradigma fungsional dan paradigma keilmuan terhadap beberapa pengertian hukum (seperti “perbuatan, “barang”, “subjek hukum”, “orang”) sudah dikembangkan/digunak an dalam praktik pembuatan UU dan jurisprudensi selama ini

  5. Beberapa kasus pencurian dalam jurisprudensi telah juga diartikan secara nonfisik, misalnya kasus pencurian lisitrik (Arrest HR 23 Mei 1921) dan kasus pembobolan dana BNI 1946 New York Agency melalui komputer (dengan

  transper electronic payment system) yang dinyatakan

  oleh Mahkamah Agung RI sebagai pencurian

  (berarti mengambil barang secara nonfisik)

  7. Dilihat dari sudut pandang agama Islam, jelas

  dan sebagainya dapat mengarah/mendekati zina.

  Cyber sex, phone sex

  (zina?). Ia menjawab sebagai berikut: “Zina menurut syariah adalah setiap hubungan seksual yang haram/terlarang. Oleh karena itu seks sebelum nikah, di luar nikah dan homoseks semuanya adalah zina. Zina merupakan dosa besar dan mutlak dilarang (haram). Islam tidak hanya melarang hubungan seksual yang haram tetapi juga melarang setiap perbuatan yang mengarah/mendekati dosa ini.

  cyber sex or phone sex considered an adultery

  merupakan zinah (Is

  phone sex

  dan

  sex

  sewaktu menjawab pertanyaan seseorang melalui internet, apakah cyber

  President of Islamic Society of North America)

  H. Siddiqi (mantan

  itu merupakan zinah. Hal ini dikemukakan oleh Dr. Muzammil

  cyber sex

  of adultrey).”

  6. Dalam sumber artikel di internet yang berjudul

  agama merupakan bentuk perzinahan (form

  of cheating dan dari sudut

  bentuk penelantaran (abandonmrnt) . Dilihat secara moral, jelas merupakan bentuk penipuan (form

  (adultery) atau sebagai

  Dilihat dari sudut hukum, hal ini merupakan wilayah kelabu. Namun hal itu hanya disebabkan pengadilan tidak dapat mengejar waktu. Pengadilan dapat menetapkan cyber sex sebagai perzinahan

  married person to engange in this activity constitues a form of adultery).

  merupakan suatu bentuk perzinahan (for a

  sex

  (zina).Dikemukakan dalam tulisan itu, intinya adalah: “Untuk orang yang sudah menikah, melakukan aktifitas cyber

  adultery

  merupakan

  cyber sex

  dinyatakan bahwa

  cyber sex there are organizations out there to help you

  Jadi dilihat dari sudut yuridis normatif, yuridis konsptual/teoritik/keilmuan, jurisprudensi, pandangan pakar/artikel cyber crime (cyber sex), agama dan dari sudut akibat sosial (dampak negatifnya) maka cyber sex adalah zina.

2. Kebijakan Hukum Pidana Di Indonesia Yang Dapat Digunakan Untuk Menjangkau Cybersex

  Perkembangan teknologi

  bentuk zina dalam pengertian Pasal 284 KUHP. Dalam hal ini, Barda Nawawi Arief setuju dengan konstruksi hukum ini, mengingat alasan-alasan berikut:

  memunculkan cyber culture atau

  e-culture

  yang menjadi alat dominan kapitalis untuk menjual berbagai produknya, termasuk seks. Para pemilik modal mengerti betul bahwa seks dilahirkan dari sisi biologis, sehingga ketika direkayasa akan menjadi sebuah kebutuhan yang selalu dicari manusia. Kondisi inilah yang pada tahap berikutnya melahirkan situs-situs porno di internet, bacaan-bacaan cabul, milis-milis lendir dan

  chatting sex online

  di internet yang memang bertugas untuk memuaskan dahaga manusia akan seks.

  3. Pandangan umum/doktrin, jurisprudensi itu didasarkan pada paradigma/konsep perbuatan dalama arti materil/fisik sedangkan saat ini ada perkembangan paradigma/konsep perbuatan secara fungsional dan secara keilmuan

  2. Terdapat unsur hubungan seksual/persetubuhan secara fisik hanya merupakan pendapat umum dan pendapat yang berkembang dalam teori/doktrin maupun jurisprudensi

  1. Pasal 284 sendiri tidak memberikan pengertian /batasan juridis tentang apa yang dimaksud dengan zina. Dengan kata lain, Pasal 284 sama sekali tidak menyebutkan unsur-unsur zina secara eksplisit

  cyber

  25

24 Namun, dalam praktik

  http://nandosetu.multiply.com/journal/ite

  cyber sex fungsional dan paradigma keilmuan terhadap beberapa pengertian hukum (seperti “perbuatan, “barang”, “subjek hukum”, “orang”) sudah dikembangkan/digunak an dalam praktik pembuatan UU dan jurisprudensi selama ini

  hakim akan melakukan konstruksi hukum dengan menyatakan bahwa

  cyber sex