PERKEMBANGAN SISTEM PEMIDANAAN DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

(1)

ABSTRAK

PERKEMBANGAN SISTEM PEMIDANAAN DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Oleh :

Catur Achmad Rosy

Konsep sistem pemidanaan dalam pembaharuan sistem pemidanaan Indonesia yang diupayakan melalui pembaharuan hukum pidana merupakan bentuk reaksi dari tujuan dan pedoman pemidanaan tidak dirumuskan secara explisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berlaku saat ini serta merumuskan tujuan dan pedoman pemidanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) merupakan upaya memberikan arah, pegangan atau petunjuk yang seharusnya dilakukan dalam memberikan pidana. Masalah dalam penelitian ini antara lain Bagaimanakah perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia? Bagaimanakah perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia?

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif, data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, pengumpulan data dengan wawancara, studi pustaka, dan studi dokumen. Sedangkan pengolahan data melalui tahap pemeriksaan data, penandaan data, rekonstruksi data, dan sistematisasi data. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia secara konseptual dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diberlakukan saat ini sebenarnya telah mengakomodasikan paham dari ketiga aliran dalam hukum pidana yang ada, hal ini dapat dilihat dari batasan yang diberikan hakim oleh penjelasan pedoman pemberian pidana di atas dalam menjatuhkan pidana dengan mempertimbangkan unsur perbuatan, unsur pembuatnya dan unsur lingkungan si pelaku yang merupakan salah satu karakteristik aliran neo-klasik. Rumusan yang ada dalam KUHP adalah aturan pemberian pidana yang lebih merupakan petunjuk teknis aplikasi di dalam hakim


(2)

menjatuhkan pidana, aturan pemberian pidana ini hanya memuat dua hal yaitu tentang hal yang meringankan dan hal yang memberatkan pidana. Pemidanaan dalam KUHP termuat dalam memori penjelasan yang pada dasarnya telah memuat hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memberikan pidana. Dalam kenyataannya pemidanaan yang termuat dalam penjelasan dimaksud lepas dari pengamatan hakim sebagai akibat dari tidak dirumuskannya secara explisit dalam KUHP. Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia diintegrasikan dan diformulasikan dalam sistem pemidanaan. Integrasi dan formulasi tujuan dan pedoman pemidanaan dalam pembaharuan sistem pemidanaan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari adanya upaya untuk mengganti KUHP sebagai produk hukum kolonial yang diberlakukan ini sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia atau telah usang dan tidak adil serta sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan yang menimbulkan ketidakcocokan dengan aspirasi masyarakat dengan produk hukum nasional yang mengakomodasikan nilai-nilai bangsa yang berdasarkan Pancasila. Dalam upaya pembaharuan hukum tidak terlepas dari perkembangan hukum negara lain serta kecenderungan internasional yang juga ikut mewarnai pembentukan hukum nasional, seperti halnya formulasi tujuan dan pedoman pemidanaan adalah berangkat dari keinginan untuk memberikan perlindungan kepentingan umum dan kepentingan individu pidana.

Sehubungan dengan Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih dalam tahap penyempurnaan dan pembahasan di tingkat legislatif yang sudah sangat pasti membutuhkan waktu yang lama, seyogyanya ada pemikiran untuk “memasukkan” rumusan tujuan dan pedoman pemidanaan konsep kedalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini berlaku melalui kebijakan menambahkan pasal tentang tujuan dan pedoman pemidanaan hingga saatnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru diberlakukan.


(3)

PERKEMBANGAN SISTEM PEMIDANAAN DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Oleh :

Catur Achmad Rosy

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

(Skripsi)

Oleh :

Catur Achmad Rosy

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang……… 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………. 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ………. 8

E. Sistematika Penulisan ………. 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA……….... 14

A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia ....…... 14

B. Pengertian dan Tujuan Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia ... 17

C. Pengertian Sistem Pemidanaan di Indonesia……….. 24

DAFTAR PUSTAKA III.METODE PENELITIAN……...………..……… 27

A. Pendekatan Masalah………..……….. 27

B. Sumber dan Jenis Data………..……….. 27

C. Penentuan Populasi dan Sampel……….…… 28

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data………..……..……….. 29

E. Analisis Data………..………. 30 DAFTAR PUSTAKA


(6)

B. Perkembangan Sistem Pemidanaan Di Indonesia ... 33 C. Perkembangan Sistem Pemidanaan dalam Konteks Pembaharuan

Hukum Pidana Di Indonesia ... 54 DAFTAR PUSTAKA

V. PENUTUP

A. Kesimpulan………..………. 68


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Atmasasmita, Romli, 1996,Sistem Peradilan Pidana, Binacipta, Bandung.

Arief, Barda Nawawi, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana,Citra Aditya Bhakti, Bandung.

___________________, 2002, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Keraf, Gorys, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Moeljatno, 1983,Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.

Raharjo, Agus, 2002, Cybercrime, Pemahaman Dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi,Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Reksodipuro, Mardjono, 1999, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana, Universitas Indonesia, Jakarta.

Putra Jaya, Nyoman Serikat, 2006, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System),Universitas Diponegoro, Semarang.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


(8)

Arief, Barda Nawawi, 1994 ,Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, BP Undip, Semarang.

____________________,1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

____________________, 2002, Kapita Selekta Hukum Pidana tentang Sistem Peradilan Pidana Terpadu,,Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Sudarto, 1983 Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat, Sinar Baru, Bandung.

Kamus Umum Bahasa Indonesia, 2001, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Natabaya, H. A. S., 1999, Upaya Pembaharuan Peraturan Perundang-Undangan dalam Rangka Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi, Jakarta.

Muladi, 1990,Pidato Pengukuhan Guru Besar, BP Undip, Semarang.

Notopuro, Harjito, 1995, Pokok-pokok Pemikiran tentang pembangunan dan pembinaan Hukum Nasional, Bina cipta, Bandung.

Rasjidi, Lili, I.B Wiyasa Putra, 1995, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Putra Jaya, Nyoman Serikat, 2006, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System),Universitas Diponegoro, Semarang.

Atmasasmita, Romli, 1996, Sistem Peradilan Pidana Perspektif Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung.

Hartono, Sunaryati, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia pada Akhir Abad 20, Alumni, Bandung.

Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Universitas Diponegoro, Semarang.


(9)

DAFTAR PUSTAKA

Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987, Metode Penelitian dan Survey, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.


(10)

Arief, Barda Nawawi, 1994, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Ananta, Semarang.

___________________, 2002, Sari Kuliah Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Atmasasmita, Romli, 1995, Kapita Selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, Mandar Maja, Bandung.

Moelyatno dalam Aruan Sakijo dan Bambang Poernomo, 1990, Hukum Pidana Dasar Aturan Umum, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung.

Muladi, 2002, Demokrasi HAM dan Reformasi Hukum di Indonesia, The Habibie Centre, Jakarta.


(11)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap sistem hukum menunjukan empat unsur dasar, yaitu : pranata peraturan, proses penyelenggaraan hukum, prosedur pemberian keputusan oleh pengadilan dan lembaga penegak hukum. Dalam hal ini pengembangan pendekatan terhadap sistem hukum menekankan pada beberapa hal, yaitu : menambah meningkatnya diferensiasi internal dari ke empat unsur dasar sistem hukum tersebut, menyangkut perangkat peraturan, penerapan peraturan, pengadilan dan penegakan hukum serta pengaruh diferensiasi lembaga dalam masyarakat terhadap unsur-unsur dasar tersebut.

Tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peratutan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum.diferensiasi itu sendiri merupakan cirri yang melekat pada masyarakat yang mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom.

Perkembangan demikian in menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin komplek. Dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi


(12)

masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya. Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentudi dalam masyarakat terikat pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangatdipengaruhi oleh perubahan yang terjadi disekekelilingnya.

Menurut Wolfgang Friedman (dalam Barda Nawawi Arief, 2002 ; 56), perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common law), perubahan di dalam menafsirkan hukum perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik seperti dalam masyarakat industri modern, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke asuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain.

Untuk melihat hubungan antara hukum dan perubahan sosial perlu sebuah alat dalam bentuk konsep yang menjelaskan secara fungsional tempat hukum dan masyarakat. Alat tersebut menunjukan pekerjaan hukum yaitu :

a. Merumuskan hubungan antara anggota masyarakat dengan menentukan perbuatan yang dilarang dan yang boleh dilakukan;

b. Mengalokasikan dan menegaskan siapa yang boleh menggunakan kekuasaan, atas siapa dan bagaimana prosedurnya;

c. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala terjadi perubahan.


(13)

3

(Barda Nawawi Arief, 2002 ; 57)

Apabila hukum itu dipakai dalam arti suatu bentuk karya manusia tertentu dalam rangka mengatur kehidupannya, maka dapat dijumpai dalam berbagai lambing. Diantara lambing tersebut yang paling tegas dan terperinci mengutarakan isinya adalah bentuk tertulis atau lebih sering dikenal dalam bentuk sistem hukum formal. Segi yang menandai bentuk yang demikian adalah terdapatnya kepastian dalam norma-normanya dan segi yang lainnya adalah kekakuan. Kepastian hukum banyak disebabkan karena sifat kekakuan bentuk pengaturan ini dan gilirannya menyebabkan timbulnya keadaan yang lain lagi seperti kesenjangan diantara keadaan-keadaan, hubungan-hubyngan serta pertiwa-peristiwa dalam masyarakat yang diatur oleh hukum formal tersebut.

Tuntutan terhadap terjadinya perubahan hukum, mulai muncul manakala kesenjangan tersebut telah mencapai tingkat sedemikian rupa, sehingga kebutuhan akan perubahan semakin mendesak. Tingkat yang demikian itu bisa ditandai oleh tingkah laku anggota masyarakat yang tidak lagi merasakan kewajiban yang dituntut oleh hukum sebagai sesuatu yang harus dijalankan. Sehingga terdapat suatu jurang yang memisahkan antara tanggapan hukum di satu pihak dan dimasyarakatnya, di lain pihak mengenai perbuatan yang seharusnya dilakukan. Perubahan hukum formal dapat dillihat dari segi yang berhubungan dengan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh hukum, menyangkut pengertian hukum sebagai sarana pengitegrasian, yang kemudian lebih dijabarkan lagi ke dalam fungsinya yang berlaianan seperti fungsi control sosial. Dengan terjadinya perubahan-perubahan, hukum harus menjalankan sedemikian rupa sehingga


(14)

konflik-konflik serta kepincangan-kepincangan yang mungkin timbul tidak mengganggu ketertiban serta produktifitas masyarakat.

Penyesuaian hukum terhadap perubahan sosial sudah dianggap sesuatu hak yang tidak perlu diragukan lagi, namun apabila kita dihadapkan pada peranan hukum melalui control sosial, masih mengenai kemampuan hukum untuk menjalankan peranannya yang demikian itu, karena hukum sebagai sarana kontrol sosial dihadapkan pada persoalan bagaimana mneciptakan perubahan dalam masyarakat sehingga mampu mengikuti perubahan yang sedang terjadi.

Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks hukum dapat dilakuakn melalui pembangunan hukum, yang bisa diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaharui sebagai hukum positif sendiri sesuai dengan kebutuhan untuk menlayani masyarakat pada tingkat perkembangan yang mutakhir, dan sebagai usaha untuk memfungsionalkan hukum dalam masa pembangunan, yaitu dengan cara turut mengadakan perubahan-perubahan sosial sebagaimana dibutuhkan oleh suatu masyarakat yang sedang membangun (Romli Atmasasmita, 1996 ; 67-68).

Perkembangan sistem pemidanaan merupakan suatu usaha yang tidak berdiri sendiri, tetapi berada dalam suatu konteks tertentu, dalam hal ini adalah perubahan sosial dan modernisasi. Perkembangan ini dapat dilihat sebagai usaha untuk melakukan perombakan masyarakat atau perubahan dari sistem hukum seniri. Hal yang berkaitan denga perkembangan hukum tersebut adalah konsep pembangunan hukum, yang meliputi lembaga-lembaga, peraturan-peraturan, kegiatan dan orang-orang yang terlibat di dalam pekerjaan hukum. Dalam hal ini, untuk menciptakan perubahan sesuai struktur masyarakat yang diinginkan, hukum harus dilihat


(15)

5

sebagai usaha bersama yang membuahkan hasil yang telah ditetapkan sebelumnya (Barda Nawawi Arief, 2002 ; 64).

Sistem peradilan pidana pada hakikatnya sebagai suatu jaringan peradilan yang menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, maik hukum pidana materiil, hukum pidana formil maupun hukum pelaksanaan pidana. Namun demikian kelambagaan substansial ini harus dilihat dalam kerangka atau konteks sosial. Sifatnya yang terlalu formal apabila diladasi hanya untuk kepentingan kepastian hukum saja akan membawa bencana ketidakadilan. Dengan dmikian, demi pa yang dikatakan precise justice, maka ukuran-ukuran yang bersifat materiil, yang nyata-nyata dilandasi oleh asas-asas keadila yang bersifat umum benar-benar harus diperhatikan dalam penegakan hukum.

Pelaksanaan dan penyelanggaraan sistem peradilan pidana dalam konteks penegakan hukum pidan melibatka badan-badan yang masing-masning memiliki fungsi sendiri-sendiri. Badan-badan tersebut yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga masyarakat. Dalam kerngaka kerja sistematik ini tindakan badan yang satu akan berpengaruh pada badan yang lainnya. Setiap instansi melaksanakan hukum dalam bidang dan wewenangnya.

Sistem peradilan pidana melibatkan penegakan hukum pidana, baik hukum pidana substantif, hukum pidan formil maupun hukum pelaksanaan pidana, dalam bentuk yang bersifat preventif, represif dan kuratif. Dengan demikian akan Nampak keterkaitan dan saling ketergantungan antara subsistem peradilan pidana yakni lembag kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga masyarakat.


(16)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dikemukakan diatas adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia?

b. Bagaimanakah perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia?

2. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi bidang ilmu dan bidang substansi. Ruang lingkup penelitian dalam bidang ilmu adalah hukum pidana, dan dalam bidang substansi hanya terbatas pada perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :


(17)

7

b. Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu: a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum pidana mengenai Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia

b. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi kalangan akademisi guna mengadakan pengkajian lebih lanjut dalam hukum pidana terutama mengenai kebijakan delik aduan. Dengan demikian diharapkan dapat menambah informasi guna melengkapi usaha kearah pembinaan hukum nasional khususnya dibidang hukum pidana.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi social yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986 ; 125).


(18)

Sekian banyak isu sentral yang berkaitan dengan masalah sosial yang mendesak di dalam Negara yang sedang membangun adalah masalah penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial merupakan salah satu akibat yang harus diterima oleh masyarakat yang sedang membangun dan mengalami transformasi informasi ke arah masyarakat yang modern.

Memang tidak mudah untuk mencari kesepakatan dalam masyarakat tentang apa yang termasuk perilaku menyimpang. Dapat dikatakan bahwa ada penyimpangan bilamana ada norma atau aturan yang tidak dipatuhi oleh perbuatan (Mardjono Reksodipuro, 1999 ; 41). Salah satu bentuk penyimpangan itu adalah pelanggaran atas aturan-aturan Hukum Pidana yang disebut dengan kejahatan.

Kejahatan merupakan salah suatu bentuk tingkah laku manusia yang sering kali menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi individu tertentu maupun masyarakat secara keseluruhannya. Melihat demikian besarnya akibat dari kejahatan itu sendiri maka perlu ada suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan tersebut, walaupun disadari bahwa tidak mungkin untuk menghilangkan sama sekali kejahatan itu. Salah satu usaha penanggulangan kejahatan adalah dengan menggunakan sarana Hukum Pidana beserta dengan sanksi pidananya. Penggunaan hukum pidana sebagai suatu upaya untuk mengatasi masalah kejahatan termasuk dalam bidang kebijakan penegakan Hukum. Di samping itu karena tujuannya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada umumnya maka kebijakan penegakan hukum inipun termasuk kebijakan dalam bidangsosial.

Menurut Marc Ancel “Politik Kriminal” ialah pengaturan atau penyusunan secara rasional usaha-usaha pengendalian kejahatan oleh masyarakat. Sebagai satu


(19)

9

masalah kebijakan, penggunaan sanksi pidana dalam menanggulangi kejahatan masih menimbulkan perbedaan pendapat. Ada yang menolak penggunaan pidana terhadap pelanggar hukum. Menurut pandangan ini pidana merupakan peninggalan dari kebiadaban kita masa lalu (Barda Nawawi Arief, 1998 ; 18).

Bahwa salah satu tujuan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana adalah mencegah atau menghalangi pelaku tindak pidana tersebut dan juga orang-orang yang bukan pelaku yang mempunyai niat untuk melakukan kejahatan. Pencegahan terhadap pelaku tindak pidana ini mempunyai aspek ganda yakni yang bersifat individu dan yang bersifat umum. Dikatakan ada pencegahan individu atau khusus bilamana seorang penjahat dapat dicegah melakukan kejahatan di kemudian hari dan sudah meyakini bahwa kejahatan itu di kemudian hari akan mendatangkan penderitaan baginya, sehingga hal ini dikatakan atau dianggap mempunyai daya mendidik dan memperbaiki. Adapun bentuk pencegahan yang kedua ialah pencegahan umum yang mempunyai arti bahwa penjatuhan pidana yang dilakukan oleh pengadilan dimaksudkan agar orang-orang lain tercegah untuk melakukan kejahatan (Barda Nawawi Arief, 1998 ; 45).

Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa perubahan dalam sistem pidana sepatutnya dapat digambarkan sebagai suatu upaya untuk melakukan pembaharuan hukum pidana, jika ditujukan secara langsung atau tidak langsung untuk melakukan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana, atau jika sasaran/ tujuannya adalah untuk menghindari, menunda atau mengurangi hukuman dengan alasan kemanusiaan.


(20)

Berdasarkan pendapat di atas dapat diambil maknanya bahwa dalam melakukan pembaharuan hukum dalam rangka menanggulangi kejahatan sebagai masalah sosial maka perhatian terhadap pelaku atau manusia tidak boleh diabaikan, karena seperti telah dijelaskan oleh pendapat di atas masalah pembaharuan hukum pidana tetap berkisar kepada manusia. Seiring dengan perkembangan ilmu hukum, maka hukum pidana pun tidak luput dari pengaruh perkembangan ilmu lain. Hal ini ditandai dengan beralihnya pandangan di dalam hukum pidana dari yang berorientasi pada perbuatan kepada pelaku kejahatan yang diteruskan ke pandangan antara gabungan pelaku dan perbuatan. Dari pandangan yang terakhir inilah yang melahirkan konsep keseimbangan monodualistik yang diakomodasikan konsep KUHP.

Berkaitan dengan sebuah sistem maka di dalamnya telah terjadi keterpaduan beberapa sub sistem, demikian juga halnya dengan sistem pemidanaan ada keterpaduan dari sistem hukum pidana materiil/ substantive, sistem hukum pidana formal dan sistem hukum pelaksanaan pidana. Menurut Barda Nawawi Arief (2003 ; 135) sistem pemidanaan diartikan secara luas sebagai suatu proses pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim maka dapat dikatakan bahwa sistem pemidanaan mencakup pengertian:

a. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemidanaan.

b. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk pemberian/ penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

c. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) untuk fungsionalisasi/ operasionalisasi/ konkretisasi pidana.


(21)

11

d. Keseluruhan sistem (aturan perundang-undangan) bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi pidana.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soerjono Soekanto,1986 ; 132).

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :

a. Perkembangan adalah suatu perubahan yang terjadi secara terus menerus dari sesuatu yang berifat sederhana menjadi suatu bentuk yang bersifat kompleks atau lengkap (Gorys Keraf, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 ; 427) b. Sistem Peradilan Pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri

dari lembaga lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana (Nyoman Serikat Putra Jaya, 2006 ; 3-5).

c. Sistem pemidanaan adalah keseluruhan sistem perundang undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana (Barda Nawawi Arief (2002 ; 2).


(22)

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mudah dipahami, maka disajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini merupakan penghantar pemahaman terhadap dasar hukum, pengertian-pengertian umum mengenai tentang pokok bahasan tentang Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini memuat metode yang digunakan dalam penulisan yang menjelaskan mengenai langkah-langkah yang digunakan dalam pendekatan masalah, yaitu dalam memperoleh dan megklasifikasikan sumber dan jenis data, serta prosedur pengumpulan data dan pengolahan data, kemudian dari data yang telah terkumpul dilakukan analisis data dengan bentuk uraian.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan pembahasan terhadap permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini melalui data primer dan sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi


(23)

13

kepustakaan. Menjelaskan permasalahan yaitu bagaimana Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia.

V. PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang berkaitan dengan permasalahan yang ada dalam penulisan karya ilmiah skripsi ini.


(24)

A. Pengertian dan Tujuan Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Usaha penanggulangan kejahatan, secara operasional dapat dilakukan melalui sarana penal maupun non penal. Menurut Muladi (1995 ; 7). penanggulangan kejahatan melalui sarana penal lazimnya secara operasional dilakukan melalui langkah-langkah: Perumusan norma-norma hukum pidana yang di dalamnya terkandung adanya unsur substantif, struktural dan cultural masyarakat tempat sistem hukum pidana itu diberlakukan. Sistem hukum pidana yang berhasil dirumuskan itu selanjutnya secara operasional bekerja lewat suatu sistem yang disebut Sistem Peradilan Pidana.

Menurut Lili Rasjidi (1993 ; 43-44), ciri suatu sistem adalah:

a. Suatu kompleksitas elemen yang terbentuk dalam satu kesatuan interaksi (proses);

b. Masing-masing elemen terikat dalam satu kesatuan hubungan yang satu sama lain saling bergantung (interdependence of its parts);

c. Kesatuan elemen yang kompleks itu membentuk satu kesatuan yang lebih besar, yang meliputi keseluruhan elemen pembentuknya itu (the whole is more than the sum of its parts);


(25)

15

d. Keseluruhan itu menentukan ciri dari setiap bagian pembentuknya (the whole determines the nature of its parts);

e. Bagian dari keseluruhan itu tidak dapat dipahami jika ia dipisahkan, atau dipahami secara terpisah dari keseluruhan itu (the parts cannot be understood if considered in isolation from the whole);

f. Bagian-bagian itu bergerak secara dinamis secara mandiri atau secara keseluruhan dalam keseluruhan (sistem) itu.

Pengertian Sistem Peradilan Pidana atau Criminal Justice System menurut para ahli hukum antara lain :

1. Menurut Remington dan Ohlin, sebagaimana yang dikutip oleh Romli Atmasasmita, Criminal Justice System dapat diartikan sebagai pendekatan sistem terhadap mekanisme administrasi peradilan pidana sebagai suatu sistem merupakan hasil interaksi antara peraturan perundang-undangan, praktik administrasi dan sikap atau tingkah laku sosial.

2. Hagan membedakan pengertian “Criminal justice system” dan “Criminal Justice Process”. “Criminal Justice System” adalah interkoneksi antara keputusan tiap instansi yang terlibat dalam proses peradilan pidana sedangkan “Criminal Justice Process” adalah setiap tahap dari suatu putusan yang menghadapkan tersangka ke dalam proses yang membawanya kepada penentuan pidana baginya.

3. Menurut Marjono Reksodiputro sistem peradilan Pidana adalah sistem pengendalian kejahatan yang terdiri dari lembaga lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan terpidana.


(26)

4. Menurut Muladi Sistem Peradilan Pidana, harus dilihat sebagai “The network of Courts and tribunal which deal with criminal law and it’s enforcement”. Sistem peradilan Pidana di dalamnya terkandung gerak sistemik dari subsistem pendukungnya ialah kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga koreksi atau pemasyarakatan yang secara keseluruhan merupakan satu kesatuan yang berusaha mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang menjadi tujuan dari sistem peradilan Pidana yang terdiri dari :

a) Tujuan Jangka Pendek berupa resosialisasi pelaku tindak pidana. b) Tujuan jangka menengah berupa pencegahan kejahatan dan c) Tujuan jangka panjang berupa kesejahteraan sosial

(Nyoman Serikat Putra Jaya, 2006 ; 3-5)

Menurut Romli Atmasasmita (1996 ; 16-18), Sistem Peradilan Pidana dapat dilihat dari sudut pendekatan normatif yang memandang keempat aparatur (kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga keempat aparatur tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem penegakan hukum semata-mata, pendekatan manajemen atau administratif yang memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi manajemen yang memiliki mekanisme kerja, baik hubungan yang bersifat horisontal maupun yang bersifat vertikal sesuai dengan struktur organisasi yang berlaku dalam organisasi tersebut.


(27)

17

Sistem yang digunakan adalah sistem administrasi, pendekatan sosial yang memandang keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidakberhasilan dari keempat aparatur penegak hukum tersebut dalam melaksanakan tugasnya. Sistem yang dipergunakan adalah sistem sosial. Ketiga bentuk pendekatan tersebut sekalipun berbeda, tetapi tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan lebih jauh ketiga pendekatan tersebut saling mempengaruhi dalam menentukan tolak ukur keberhasilan dalam menanggulangi kejahatan.

Menurut Barda Nawawi Arief (2006;12), Sistem Peradilan Pidana pada hakikatnya merupakan ”sistem kekuasaan menegakkan hukum pidana” atau ”sistem kekuasaan kehakiman” di bidang hukum pidana, yang diwujudkan atau diimplementasikan dalam 4 (empat) sub sistem yaitu:

1. Kekuasaan ”penyidikan” (oleh badan/lembaga penyidik) 2. Kekusaan ”penuntutan” (oleh badan/lembaga penuntut umum)

3. Kekuasaan ”mengadili dan menjatuhkan putusan/pidana” (oleh badan pengadilan)

B. Pengertian dan Tujuan Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia

Pembaharuan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dengan kata dasar “baru” yang artinya “belum pernah dilihat, didengar atau diketahui sebelumnya” yang mengandung makna sebagai untuk membuat sesuatu yang lebih baik dikaitkan dengan Hukum pidana maka Pembaharuan Hukum Pidana adalah seperti dinyatakan oleh Gustav Radbruch bahwa “memperbaharui hukum pidana tidak


(28)

berarti memperbaiki hukum pidana akan tetapi menggantinya dengan lebih baik” maknanya adalah ada upaya untuk membuat yang didahului dengan konseptual hukum pidana untuk diterapkan di masa yang akan datang sehingga bersifat Ius constituendum(Sudarto, 1974 ; 61).

Pembaharuan hukum pidana yang menyeluruh harus meliputi pembaharuan hukum pidana materiil (Substantif), hukum pidana formil (hukum acara pidana) dan hukum pelaksanaan pidana. Ketiga tiga bidang hukum pidana itu harus bersama sama diperbaharui Kaitannya dengan Hukum maka Pembaharuan Hukum bukan merupakan suatu usaha yang bersifat vast leggen van wat is (menetapkan apa yang sudah berlaku, tapi lebih merupakan suatu usaha vast leggen wat hoort te zijn (penetapan apa yang seharusnya atau sebaiknya berlaku) (Sunaryati Hartono, 1994 ; 2). Maka pembaharuan hukum mengandung makna, membuat suatu hukum yang baru yang lebih baik untuk masa yang akan datang.

Berdasarkan ketentuan di atas dalam melaksanakan program pembangunan hukum terdapat beberapa sendi utama yang dijadikan acuan dalam pembangunan sistem hukum nasional antara lain (H.A.S.Natabaya, 1999 ; 3-4):

1. Sendi Negara berdasarkan konstitusi dan negara berdasarkan hukum; Negara berdasarkan konstitusi mengandung makna, pertama terdapat pengaturan mengenai batas- batas negara dan pemerintahan dalam kehidupan masyarakat, kedua adanya jaminan akan perlindungan terhadap hak-hak warga negara. Sendi ini melahirkan berbagai asas dan kaidah hukum yang membatasi kewenangan negara dan pemerintah di dalam pergaulan masyarakat serta asas dan kaidah hukum yang menjamin hak dan kewajiban warga negara.


(29)

19

2. Sendi kerakyatan dan demokrasi ; Sendi kerakyatan mengandung makna perlunya keikutsertaan rakyat baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya dalam pembentukan hukum. Hal ini akan menjamin bahwa pembentukan hukum sesuai dengan tata nilai, pandangan dan kebutuhan hukum masyarakat.

3. Sendi kesejahteraan sosial ; Sendi kesejahteraan sosial berarti bahwa sistem hukum nasional dibangun untuk mewujudkan cita-cita kesejahteraan dan keadilan sosial. Ini berarti pula bahwa penentuan dan pembentukan substansi hukum harus dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia di segala bidang kehidupan baik politik, ekonomi, sosial maupun budaya.

Berkaitan dengan upaya melaksanakan pembaharuan hukum pidana menurut Richard Lange dalam buku kecilnya yang berjudul“Strafrechtsreform, Reform Im Dilemma” ada dua problema pokok yang selalu dihadapi yaitu bahwa di satu pihak ada keharusan untuk menserasikan hukum pidana dengan ilmu pengetahuan empiris dengan memperhatikan benar-benar kebutuhan masyarakat yang sesungguhnya sedangkan di lain pihak hukum pidana harus diperbaharui sesuai tingkat kemajuan zaman (H.A.S.Natabaya, 1999 ; 6).

Dari kedua permasalahan pokok dalam pembaharuan hukum pidana yang dikemukakan di atas mengandung makna bahwa ada keharusan untuk mengakomudasikan nilai-nilai sentral yang hidup di masyarakat kedalam hukum yang akan dicita-citakan sehingga dapat berlaku secara efektif di masyarakat. Di samping itu pembaharuan hukum pidana dilakukan dengan melihat kecenderungan-kecenderungan Internasional dan hukum pidana negara-negara


(30)

lain sebagai bahan perbandingan yang diadaptasikan dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam falsafah negara Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber Hukum sehingga hukum yang dicitacitakan dapat berlaku.

Adapun tujuan utama dari pembaharuan hukum pidana itu adalah penanggulangan kejahatan. Ketiga bidang hukum yang diperbaharui itu erat sekali hubungannya, namun dalam tulisan ini untuk selanjutnya perhatian semata mata ditujukan kepada pembaharuan hukum pidana materiil. Berkenaan dengan pembaharuan hukum pidana materiil (substantif) Muladi (1990 ; 149-166) mengemukakan karakteristik operasional hukum pidana materiil di masa yang akan datang adalah sebagai berikut :

a. Karakteristik yang pertama (adalah bahwa) hukum pidana Nasional mendatang dibentuk tidak hanya sekedar alasan sosiologis, politis dan praktis semata mata, namun secara sadar harus disusun dalam kerangka Ideologi Nasional Pancasila.

b. Karakteristik operasional yang kedua adalah bahwa hukum pidana pada masa datang tidak boleh mengabaikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi manusia, alam dan tradisi Indonesia.

c. Karakteristik yang ketiga adalah bahwa hukum pidana mendatang harus dapat menyesuaikan diri kecenderungan-kecenderungan universal yang tumbuh di dalam pergaulan masyarakat beradab

d. Karakteristik yang ke empat adalah bahwa hukum pidana di masa mendatang harus memikirkan pula aspek- aspek yang bersifat preventif


(31)

21

e. Karakteristik yang kelima adalah bahwa hukum pidana masa mendatang harus selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi guna peningkatan efektivitasnya di dalam masyarakat.

Dari karakteristik yang dikemukakan di atas dengan tegas dan jelas maknanya bahwa didalam pembaharuan hukum pidana materiil (substantif) harus mengakomudasi nilai-nilai sentral masyarakat dan juga tidak menutup diri terhadap nilai-nilai universal di dalam masyarakat beradab. Pembaharuan hukum seperti telah disebutkan di atas lebih popular dari istilah Pembinaan hukum, walaupun kedua istilah tersebut mengandung makna dan arti yang sama, Pembinaan hukum dalam arti luas yaitu setiap tindakan yang berusaha menyelaraskan hukum dengan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun. Dengan demikian pembinaan itu meliputi kegiatan pembangunan hukum yaitu menetapkan ketentuan-ketentuan baru pengganti ketentuan-ketentuan lama yang berbau kolonial, sedang dalam arti sempit yaitu usaha menyesuaikan terus menerus hukum nasional yang telah ada sejak Proklamasi dengan kebutuhan yang terus berubah (Harjito Notopuro, 1995 ; 6).

C. Pengertian Sistem Pemidanaan di Indonesia

“Sistem” dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti yaitu seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas, dan juga dapat diartikan sebagai susunan yang teratur dari pada pandangan, teori, asas dan sebagainya atau diartikan pula sistem itu “metode”. Dari pengertian “Sistem” di atas dapat ditarik suatu makna bahwa sebuah sistem


(32)

mengandung “keterpaduan” atau “integralitas” beberapa unsuratau faktor sebagai pendukungnya sehingga menjadi sebuah sistem (Barda Nawawi Arief, 2004 ; 11).

Pemidanaan atau pemberian/ penjatuhan pidana oleh hakim yang oleh Sudarto dikatakan berasal dari istilah penghukuman dalam pengertian yang sempit. Lebih lanjut dikatakan “Penghukuman” yang demikian mempunyai makna “sentence” atau “veroordeling” (Muladi dan Barda Nawai Arief, 1998 ; 1).

Sistem pemidanaan adalah “aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan sanksi pidana dan pemidanaan. selanjutnya dijelaskan oleh Barda Nawawi Arief (2004 ; 2). apabila pengertian “pemidanaan” diartikan sebagai suatu “pemberian atau penjatuhan pidana” maka pengertian sistem pemidanaan dapat dilihat dari dua sudut :

a. Dalam arti luas, sistem pemidanaan dilihat dari sudut fungsional yaitu dari sudut bekerjanya/ prosesnya. Dalam arti luas ini sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :

1) Keseluruhan sistem (aturan perundang undangan) untuk fungsionalisasi/ operasionalisasi/ konkretisasi pidana.

2) Keseluruhan sistem(perundang undangan yang mengatur bagaimana hukum pidana itu ditegakkan atau dioperasionalkan secara konkret sehingga seseorang dijatuhi sanksi (hukum) pidana.

b. Dalam arti sempit, sistem pemidanaan dilihat dari sudut normatif/substantif yaitu hanya dilihat dari norma-norma hukum pidana substantif. Dalam arti sempit ini maka sistem pemidanaan dapat diartikan sebagai :


(33)

23

2) Keseluruhan sistem (aturan perundang undangan) untuk pemberian/penjatuhan dan pelaksanaan pidana.

Dari pengertian sistem pemidanaan di atas dapat dikatakan bahwa keseluruhan aturan perundang-undangan yang ada dalam KUHP dan yang di luar KUHP yang bersifat khusus semuanya merupakan sistem pemidanaan Sistem Pemidanaan yang dituangkan perumusannya di dalam. Undang-undang pada hakikatnya merupakan suatu sistem kewenangan menjatuhkan pidana (Barda Nawawi Arif, 2004 ; 14).

Pernyataan di atas secara implisit terkandung makna bahwa sistem pemidanaan memuat kebijakan yang mengatur dan membatasi hak dan kewenangan pejabat/ aparat negara di dalam mengenakan/menjatuhkan pidana. Di samping itu sistem pemidanaan juga mengatur hak/ kewenangan warga masyarakat pada umumnya. Sistem pemidanaan adalah sebagai bagian dari mekanisme penegakan hukum (pidana) maka pemidanaan yang biasa juga diartikan “pemberian pidana” tidak lain merupakan suatu “proses kebijakan” yang sengaja direncanakan. Artinya pemberian pidana itu untuk benar-benar dapat terwujud direncanakan melalui beberapa tahap yaitu :

a. tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang. b. tahap pemberian pidana oleh badan yang berwenang dan

c. tahap pelaksanaan pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang. (Barda Nawawi Arief, 1992 ; 91)

Keterpaduan dari ketiga tahapan di atas yang menjadikan sebuah sistem dan tahap penetapan pidana memegang peranan yang penting di dalam mencapai tujuan di


(34)

bidang pemidanaan dan tahap ini harus merupakan tahap perencanaan yang matang dan yang memberi arah pada tahap-tahap berikutnya yaitu tahap penerapan pidana dan tahap pelaksanaan pidana.


(35)

III.METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan Yuridis Normatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan dimana pengumpulan dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada.

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan. Dalam rangka penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap beberapa responden yang telah ditentukan.

2. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku-buku,


(36)

dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer, antara lain:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dalam hal ini teori-teori yang dukemukakan para ahli, RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri dari Literatur, Kamus, Internet, Makalah dan lain-lain

C. Penentuan Responden

1. Responden merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive sampling” atau penarikan sample yang bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu (Masri Singarimbun dan Sofian Efendi, 1987 ; 152).


(37)

29

Pada penelitian ini penentuan responden berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditetapkan yaitu 3 (tiga) Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai pihak yang memahami dan mengerti mengenai permasalahan yang dibahas yaitu bagaimana perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan

Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku literatur yang erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat mengumpulkan data sekunder dengan cara membaca, mencatat, merangkum untuk dianalisa lebih lanjut.

b. Studi lapangan

Studi Lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan secara lisan. Teknik wawancara dilakukan secara langsung dan terbuka kepada narasumber.

2. Prosedur Pengolahan Data

Keseluruhan Data yang telah diperoleh, baik dari kepustakaan maupun penelitian lapangan kemudian diproses, diteliti kembali dan disusun kembali secara seksama. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan-kesalahan dan


(38)

kekeliruan-kekeliruan serta belum lengkap dan lain sebagainya, terhadap data yang telah diperoleh.

Pengolahan data yang dilakukan dengan cara: 1. Editing (pemeriksaan data)

Data yang telah dikumpulkan baik data sekunder maupun primer, dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui apakah data yang dibutuhkan tersebut sudah cukup dan benar.

2. Klasifikasi (pengelompokan data)

Data yang sudah terkumpul dikelompokan sesuai dengan jenis dan sifatnya agar mudah dibaca selanjutnya dapat disusun secara sistematis.

3. Sistematisasi Data (penyusunan data)

Data yang sudah dikelompokkan disusun secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan konsep dan tujuan penelitian agar mudah dalam menganalisis data.

E. Analisis Data

Proses analisis adalah merupakan usaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan perihal pembinaan dan hal-hal yang diperoleh dari suatu penelitian pendahuluan. Dalam proses analisis rangkaian data yang telah disusun secara sistematis dan menurut klasifikasinya, diuraikan, dianalisis secara kualitatif yaitu dangan cara merumuskan dalam bentuk uraian kalimat, sehingga merupakan jawaban. Sedangkan dalam pengambilan kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir dalam


(39)

31

mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat khusus lalu diambil kesimpulan secara umum.


(40)

Bismillahirrohmanirrohim.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung;

3. Tri Andrisman, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Ibu Firganefi, S.H., M.H.selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukan-masukan yang membangun, memotifasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;


(41)

5. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

6. Bapak Ahmad Irzal F., S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukan dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini;

7. Ibu Nikmah Rosidah, S.H., M.H. Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis;

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing serta memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis;

9. Teman-temanku di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas persahabatannya;

10. Buat teman seperjuanganku,Boni,Wira,Popoy,nando,ade,sugen,cesar,egi,dan obelix , terimakasih atas hari-hari penuh tawa yang telah kita lewati bersama.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.Amin.

Bandar Lampung, Februari 2012 Penulis


(42)

Nama Mahasiswa : Catur Achmad Rosy No. Pokok Mahasiswa : 0642011108

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Tri Andrisman ., S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H. NIP. 19611231 198903 1 023 NIP 19631217 198803 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M., S.H., M.H. NI P. 19620817 198703 2 003


(43)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Sekretaris/ Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. PJ. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NI P. 19621109 198703 1 003


(44)

Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Papah tholkah dan Mamah sulastri tercinta, yang telah

merawat dan membesarkanku dengan penuh cinta dan selalu

memberikanku kasih sayang serta do a restu yang selalu

dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT, demi

keberhasilanku

dan masa depanku

Kakaku ika destrika,dwi rosa,tri okta dan Adiku ade panca

meisa

serta seluruh keluargaku tersayang dan pacarku tercinta widya

pramudita terima kasih atas kasih sayang,

do a dan dukungannya

Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani,

memberikan dukungan dan do anya untuk keberhasilanku,

terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu

yang kita lalui bersama


(45)

RIWAYAT HUDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 26 Januari 1988. Penulis merupakan anak keempat dari Lima bersaudara dari pasangan Bapak Suharno Tholkah dan Ibu Sulastri.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gotong Royong yang diselesaikan tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2006.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung dan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) dengan mengikuti Studi Banding Jakarta - Bandung pada tahun 2009.


(46)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia secara konseptual dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diberlakukan saat ini mengakomodasi paham dari ketiga aliran dalam hukum pidana yang ada, hal ini dapat dilihat dari batasan yang diberikan hakim oleh penjelasan pedoman pemberian pidana dalam menjatuhkan pidana dengan mempertimbangkan unsur perbuatan, unsur pembuatnya dan unsur lingkungan si pelaku yang merupakan salah satu karakteristik ketiga aliran. Dalam perkembangnnya rumusan yang ada dalam KUHP adalah aturan pemberian pidana yang lebih merupakan petunjuk teknis aplikasi di dalam hakim menjatuhkan pidana, aturan pemberian pidana ini hanya memuat dua hal yaitu tentang hal yang meringankan dan hal yang memberatkan pidana. Pada prakteknya pemidanaan dalam KUHP termuat dalam memori penjelasan yang pada dasarnya telah memuat hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memberikan pidana.

2. Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari adanya upaya untuk mengganti KUHP sebagai produk hukum kolonial yang diberlakukan ini sudah tidak


(47)

69

sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia atau telah usang dan tidak adil serta sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan yang menimbulkan ketidakcocokan dengan aspirasi masyarakat dengan produk hukum nasional yang mengakomodasikan nilai-nilai bangsa yang berdasarkan Pancasila. Dalam upaya pembaharuan hukum tidak terlepas dari perkembangan hukum negara lain serta kecenderungan internasional yang juga ikut mewarnai pembentukan hukum nasional, seperti halnya formulasi tujuan dan pedoman pemidanaan adalah berangkat dari keinginan untuk memberikan perlindungan kepentingan umum dan kepentingan individu pidana.

B. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis menyarankan : Sehubungan dengan Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih dalam tahap penyempurnaan dan pembahasan di tingkat legislatif yang sudah sangat pasti membutuhkan waktu yang lama, seyogyanya ada pemikiran untuk “memasukkan” rumusan tujuan dan pedoman pemidanaan konsep kedalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini berlaku melalui kebijakan menambahkan pasal tentang tujuan dan pedoman pemidanaan hingga saatnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru diberlakukan.


(1)

Judul Skripsi :PERKEMBANGAN SISTEM PEMIDANAAN DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

Nama Mahasiswa : Catur Achmad Rosy No. Pokok Mahasiswa : 0642011108

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Tri Andrisman ., S.H., M.H. Firganefi, S.H., M.H.

NIP. 19611231 198903 1 023 NIP 19631217 198803 2 003 2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M., S.H., M.H. NI P. 19620817 198703 2 003


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Tri Andrisman, S.H., M.H. ...

Sekretaris/ Anggota : Firganefi, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ...

2. PJ. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NI P. 19621109 198703 1 003


(3)

Seriring do a dan rasa syukur kehadirat Allah SWT

atas rahmat dan hidayah-Nya serta Junjungan Tinggi Rasulullah

Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Papah tholkah dan Mamah sulastri tercinta, yang telah

merawat dan membesarkanku dengan penuh cinta dan selalu

memberikanku kasih sayang serta do a restu yang selalu

dihaturkan dan dipanjatkan kepada Allah SWT, demi

keberhasilanku

dan masa depanku

Kakaku ika destrika,dwi rosa,tri okta dan Adiku ade panca

meisa

serta seluruh keluargaku tersayang dan pacarku tercinta widya

pramudita terima kasih atas kasih sayang,

do a dan dukungannya

Sahabat-sahabatku tercinta yang selama ini selalu menemani,

memberikan dukungan dan do anya untuk keberhasilanku,

terimakasih atas persahabatan yang indah dan waktu-waktu

yang kita lalui bersama


(4)

RIWAYAT HUDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 26 Januari 1988. Penulis merupakan anak keempat dari Lima bersaudara dari pasangan Bapak Suharno Tholkah dan Ibu Sulastri.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Gotong Royong yang diselesaikan tahun 2000, kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Al-Kautsar Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2003, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 4 Bandar Lampung yang diselesaikan tahun 2006.

Tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung dan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Hukum (PKLH) dengan mengikuti Studi Banding Jakarta - Bandung pada tahun 2009.


(5)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan sistem pemidanaan di Indonesia secara konseptual dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang diberlakukan saat ini mengakomodasi paham dari ketiga aliran dalam hukum pidana yang ada, hal ini dapat dilihat dari batasan yang diberikan hakim oleh penjelasan pedoman pemberian pidana dalam menjatuhkan pidana dengan mempertimbangkan unsur perbuatan, unsur pembuatnya dan unsur lingkungan si pelaku yang merupakan salah satu karakteristik ketiga aliran. Dalam perkembangnnya rumusan yang ada dalam KUHP adalah aturan pemberian pidana yang lebih merupakan petunjuk teknis aplikasi di dalam hakim menjatuhkan pidana, aturan pemberian pidana ini hanya memuat dua hal yaitu tentang hal yang meringankan dan hal yang memberatkan pidana. Pada prakteknya pemidanaan dalam KUHP termuat dalam memori penjelasan yang pada dasarnya telah memuat hal-hal yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam memberikan pidana.

2. Perkembangan sistem pemidanaan dalam konteks pembaharuan hukum pidana di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari adanya upaya untuk mengganti KUHP sebagai produk hukum kolonial yang diberlakukan ini sudah tidak


(6)

69

sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia atau telah usang dan tidak adil serta sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan kenyataan yang menimbulkan ketidakcocokan dengan aspirasi masyarakat dengan produk hukum nasional yang mengakomodasikan nilai-nilai bangsa yang berdasarkan Pancasila. Dalam upaya pembaharuan hukum tidak terlepas dari perkembangan hukum negara lain serta kecenderungan internasional yang juga ikut mewarnai pembentukan hukum nasional, seperti halnya formulasi tujuan dan pedoman pemidanaan adalah berangkat dari keinginan untuk memberikan perlindungan kepentingan umum dan kepentingan individu pidana.

B. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis menyarankan : Sehubungan dengan Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana masih dalam tahap penyempurnaan dan pembahasan di tingkat legislatif yang sudah sangat pasti membutuhkan waktu yang lama, seyogyanya ada pemikiran untuk

“memasukkan” rumusan tujuan dan pedoman pemidanaan konsep kedalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang saat ini berlaku melalui kebijakan menambahkan pasal tentang tujuan dan pedoman pemidanaan hingga saatnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru diberlakukan.