ANTARAKSI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN ASETOSAL DITINJAU DARI EFEK ANTITROMBOTIK PADA TIKUS PUTIH BETINA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi

  

ANTARAKSI BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) DAN ASETOSAL

DITINJAU DARI EFEK ANTITROMBOTIK PADA TIKUS PUTIH BETINA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Johan Andreas Santoso

  

NIM : 008114130

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  How can I say thanks for the things that You have done for me? Things so undeserved yet You give to prove Your love for me The voices of a million angels could not express my gratitude All that I am and ever hope to be I owe it all to You To God be the glory To God be the glory To God be the glory for the things He has done With His blood He has saved me With His power He has raised me To God be the glory for the things He has done Just let me live my life let it be pleasing Lord, to Thee Should I gain any praise let it go to Calvary With His blood He has saved me With His power He has raised me To God be the glory for the things He has done Kupersembahkan kepada: Papa, Mama dan adek, sebagai ungkapan terima kasih, hormat dan cintaku Almamaterku

  

INTISARI

  Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui dampak dari antaraksi antara bawang putih dan asetosal, dengan melakukan pengujian untuk melihat pengaruh praperlakuan perasan bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal dan seberapa besar pengaruhnya dengan hewan uji tikus putih betina.

  Penelitian ini dilakukan dengan metode waktu perdarahan ekor tikus. Waktu perdarahan adalah waktu sejak terjadinya luka pada pembuluh darah hingga terbentuknya sumbat primer yang belum stabil, ditandai dengan berhentinya perdarahan. Dosis asetosal yang digunakan sebesar 325 mg dikonversikan kepada dosis untuk tikus sebesar 29,25 mg/kg BB dan dosis perasan bawang putih terdiri dari 3 peringkat dosis. Digunakan 56 ekor hewan uji yang dibagi sama banyak dalam 8 kelompok uji, yaitu: kelompok kontrol negatif CMC 1%, kelompok perlakuan suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB, kelompok perlakuan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 32,81 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 46,87 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB, kelompok antaraksi praperlakuan bawang putih dosis 60,94 mg/kg BB diberi suspensi 1% asetosal dalam CMC 1% dosis 29,25 mg/kg BB. Pemberian bahan uji dilakukan dengan cara per oral. Data dianalisis secara statistik menggunakan metode ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% diikuti dengan uji Scheffe. Data disajikan dalam nilai rata-rata ± standar error (X ± SE).

  Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa asetosal dosis 325 mg tidak menunjukkan efek antitrombotik ketika diberikan tersendiri. Efek antitrombotik nampak setelah pemberian praperlakuan perasan bawang putih dengan peringkat dosis 32,81 mg/kg BB, 46,87 mg/kg BB dan 60,94 mg/kg BB dan memberikan peningkatan waktu perdarahan sebesar masing-masing 80,5%, 163,5% dan 264,5% seiring dengan peningkatan peringkat dosis praperlakuan perasan bawang putih.

  Kata kunci: Antaraksi, Bawang Putih (Allium sativum L.), Asetosal, Antitrombotik

  

ABSTRACT

  The aim of this research was to find out the effect of garlic (Allium

  

sativum L.) and acetosal interaction, by observing what was the effect of garlic

  juice pretreatment to antithrombotic effect of acetosal and how far was the effect using female rats as the studied animal This research was carried out with rat’s tail bleeding time method. Bleeding time was period needed for bleeding caused of vascular injury to stop. Dosage of acetosal used for this research was 325 mg, converted into dosage for rats as 29,25 mg/kg weight. Dosage of garlic juice comprised three different levels. Fifty-six female rats classified equally in eight study groups, those were: negative control group treated with 1% CMC, group treated with suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 32,81 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 46,87 mg/kg weight, group treated with garlic dosage 60,94 mg/kg weight, group pretreated with garlic dosage 32,81 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, group pretreated with garlic dosage 46,87 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight, and group pretreated with garlic dosage 60,94 mg/kg weight given suspension of 1% acetosal in 1% CMC dosage 29,25 mg/kg weight. All the tested material given to the animal object orally. The data were analyzed using one way ANOVA method with the level of degree 95% followed with post-hoc test Scheffe. The data served in mean value ± standard error (X ± SE).

  The result of the research indicated that acetosal dosage 325 mg given individually, had not shown antithrombotic effect. The antithrombotics effect occurred after garlic juice pretreatment dosage 32,81 mg/kg weight, 46,87 mg/kg weight and 60,94 mg/kg weight were given. The increasement of bleeding time were 80,5%, 163,5% and 264,5% following the increasement of garlic juice dosage level.

  Keyword: Drug - herb interaction, Garlic (Allium sativum L.), Acetosal, Antithrombotic

  

PRAKATA

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat pertolongan-Nya penelitian ini dapat diselesaikan. Tentunya ada banyak pihak yang terlibat dalam mewujudkan syukur ini, karenanya penulis hendak berterima kasih kepada:

  1. Rektor Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

  3. Kaprodi Farmasi Universitas Sanata Dharma, sekaligus Ketua Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Ibu Christine Patramurti.

  Terima kasih karena telah memberi saya kesempatan menyelesaikan ujian skripsi ini.

  4. Seluruh staf pengajar dan staf admin Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima kasih untuk setiap ajaran, didikan, bimbingan, pertemanan dan pertolongan selama ini.

  5. Bapak Drs. Mulyono, Apt. sebagai dosen pembimbing skripsi ini. Terima kasih karena telah memberi saya kesempatan untuk tetap bisa ujian skripsi..

  Terima kasih juga untuk kesabaran membimbing saya selama ini.

  6. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. dan Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes. sebagai dosen penguji.

  7. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. yang sempat menjadi pembimbing pendamping. Terima kasih untuk kesabaran membimbing saya.

  8. Papa dan Mama. Terima kasih telah melahirkan, memelihara, membimbing,

  10. Reny Triwardani, S.I.P. Terima kasih telah menjadi partner yang hebat, pemberi semangat dan sahabat dalam segala situasi yang juga mengasihi dengan tulus.

  11. Keluarga besar Perkantas DIY. Mas Didik yang menemani dan membimbing selama ini, teman-teman staf, teman-teman pengurus BPC, teman-teman pengurus pelayanan siswa, mahasiswa, alumni dan medis yang telah mendoakan dengan setia.

  12. Teman-teman yang setia mendoakan. Nandar, Bernard, Hardo, Pipin, Pundi, Iwan, Idus.

  13. Adik-adik yang membanggakan. Pras, Ardi, Christian dan Thomas.

  14. Teman-teman angkatan 2000 yang terus mendukung. Vica, Andhika, Indra, Tossy, Priya, Tono dan Vitus juga teman-teman yang sekarang sudah tersebar di Indonesia ini.

  Tentunya masih ada banyak pihak yang membantu penyelesaian penelitian ini hingga penyusunan laporan penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

  Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Karenanya penulis akan dengan senang hati menerima masukan yang berguna untuk meningkatkan kemampuan dan mutu penulis.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  Halaman HALAMAN JUDUL..............................................................................................iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iv HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................v HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................vi PRAKATA.............................................................................................................vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.................................................................ix DAFTAR ISI............................................................................................................x DAFTAR GAMBAR............................................................................................xiv DAFTAR TABEL..................................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................xvi

  INTISARI............................................................................................................xvii

  

ABSTRACT...................................................................................... ....................xviii

  

BAB I PENGANTAR.............................................................................................1

A. Latar belakang...............................................................................................1

  1. Perumusan masalah................................................................................2

  2. Keaslian penelitian.................................................................................2

  3. Manfaat penelitian..................................................................................3

  

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA...................................................................4

A. Antaraksi obat…………………………………………………………….4

  1. Pendahuluan…………………………………………………………...4

  2. Jenis……………………………………………………………………5

  a. Antaraksi farmakokinetika….……………………………………..6

  b. Antaraksi farmakodinamika……………………………………….7

  3. Sifat……………………………………………………………………8

  B. Bawang putih………………………………………………………………8

  1. Deskripsi………………………………………………………………8

  2. Sinonim………………………………………………………………10

  3. Sistematika…………………………………………………………...10

  4. Kandungan kimia…………………………………………………….11

  5. Kegunaan……………………………………………………………..12

  6. Efek antitrombotik………………...............…………………………12

  7. Toksisitas……………………………………………………………..14

  C. Darah……………………………………………………………………..14

  D. Trombosit………………………………………………………………...15

  E. Pembekuan Darah………………………………………………………...16

  1. Hemostasis…………………………………………………………...16

  2. Mekanisme koagulasi darah……..…………………………………...17

  1. Rumus bangun…………………………………………………………21

  2. Pemerian……………………………………………………………….21

  3. Kinetika………………………………………………………………..22

  4. Kegunaan………………………………………………………………22

  5. Efek samping…………………………………………………………..22

  6. Efek antitrombotik…...........…………………………………………..23

  H. Metode uji efek antitrombotik……………………………………………23

  I. Landasan Teori…………………………………………………………...25 J. Hipotesis………………………………………………………………….26

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN.........................................................27 A. Jenis dan rancangan penelitian...................................................................27 B. Variabel dan definisi operasional...............................................................27 C. Bahan atau materi penelitian......................................................................28 D. Alat penelitian............................................................................................29 E. Tata cara penelitian....................................................................................30 F. Tata cara analisis hasil...............................................................................33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................34 A. Uji pendahuluan.........................................................................................34

  1. Perancangan metode penelitian............................................................34

  2. Penentuan dosis asetosal......................................................................36

  B. Pengujian efek antitrombotik.....................................................................38

  

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................54

A. Kesimpulan................................................................................................54 B. Saran...........................................................................................................54 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................55 LAMPIRAN...........................................................................................................58 BIOGRAFI PENULIS...........................................................................................65

  

DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1 : Bawang putih................................................................................9 Gambar 2 : Struktur kimia Z – Ajoene...........................................................11 Gambar 3 : Struktur kimia E – Ajoene...........................................................11 Gambar 4 : Mekanisme sintesis tromboksan A

  2 dan leukotrien....................13

  Gambar 5 : Skema pembekuan darah.............................................................17 Gambar 6 : Mekanisme koagulasi darah.........................................................20 Gambar 7 : Rumus bangun asetosal................................................................21 Gambar 8 : Foto metode waktu perdarahan ekor............................................35 Gambar 9 : Umbi bawang putih......................................................................37 Gambar 10 : Hasil perasan bawang putih.........................................................37 Gambar 11 : Diagram waktu perdarahan..........................................................40

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I : Rata-rata waktu perdarahan.........................................................39 Tabel II : Hasil analisis ANOVA satu arah.................................................41 Tabel III : Hasil uji Scheffe...........................................................................42

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran : Output olah data dengan program

  SPSS 12.0 for Windows ................................................................58

BAB I. PENGANTAR A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu bawang putih sudah dikenal sebagai bahan alam yang dapat digunakan dalam masakan maupun dalam pengobatan tradisional. Dalam masakan bawang putih digunakan sebagai salah satu bumbu yang

  memberikan rasa dan bau yang khas. Dalam bidang kesehatan dan pengobatan tradisional bawang putih sangat terkenal sebagai bahan alam yang memiliki banyak khasiat, antara lain: penambah tenaga, antibakteri, mengobati sakit perut, mengeluarkan gas dari dalam perut, sebagai analgesik, menurunkan tekanan darah tinggi dan pencegahan penyakit jantung (Roser, 1991; Rukmana, 1995). Saat ini banyak sediaan bawang putih yang diperdagangkan secara bebas. Beberapa ahli menduga bawang putih mempunyai kemungkinan berantaraksi dengan obat-obat diabetes atau obat-obat pengencer darah yang menimbulkan efek yang tidak diharapkan (Graedon dan Graedon, 1997).

  Seiring meningkatnya jumlah kejadian penyakit jantung dan angka kematian yang diakibatkan olehnya banyak penelitian dilakukan untuk mencari obat-obat baru dengan aktivitas yang dapat mencegah dan mengobati segala keluhan dan penyebab penyakit jantung. Obat-obat yang disebut sebagai obat-obat antitrombotik mulai banyak digunakan di masyarakat sebagai bagian dari

  Dalam upaya pengobatan, sering kali beberapa obat digunakan bersama- sama, baik itu atas anjuran tenaga medis maupun inisiatif pengguna obat.

  Penggunaan dua obat atau lebih secara bersamaan mungkin menyebabkan terjadinya peristiwa antaraksi obat. Antaraksi obat terjadi karena suatu obat mempengaruhi obat lainnya. Pengaruh yang ditimbulkan ini dapat menyebabkan kenaikan maupun penurunan efek atau toksisitas suatu obat sehingga antaraksi obat menjadi suatu hal yang harus terus diwaspadai dan diperhatikan dalam penggunaan obat-obat secara bersamaan. Selain itu beberapa obat dapat berantaraksi dengan makanan, bahan alam maupun bahan kimia yang berasal dari lingkungan sekitar (Setiawati, 1995; Stockley, 1994).

  1. Perumusan masalah

  Dari uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah apa pengaruhnya jika bawang putih diberikan bersama-sama asetosal terhadap efek antitrombotik asetosal dan seberapa besar pengaruh antaraksi tersebut terhadap efek antitrombotik asetosal?

  2. Keaslian penelitian

  Penelitian mengenai manfaat farmakologis bawang putih telah banyak dilakukan, antara lain: pengaruh campuran ekstrak bawang putih dan minyak atsiri asetosal (Karmila, 2001). Sejauh penelusuran peneliti, penelitian mengenai pengaruh praperlakuan bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

  Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah membuktikan adanya antaraksi antara bawang putih dengan asetosal. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah memberikan informasi adanya dan seberapa besarnya pengaruh praperlakuan bawang putih terhadap efek antitrombotik asetosal.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Secara umum penelitian ini bermaksud untuk mengetahui dampak antaraksi antara bawang putih dengan asetosal.

  2. Tujuan khusus

  Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah praperlakuan bawang putih berpengaruh terhadap efek antitrombotik asetosal dan seberapa besar pengaruh praperlakuan bawang putih tersebut terhadap efek antitrombotik asetosal pada hewan uji tikus putih betina.

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Antaraksi Obat

1. Pendahuluan

  Obat hingga menghasilkan suatu efek melewati berbagai proses yang kompleks dan rumit. Umumnya didasari suatu rangkaian reaksi, yang dibagi dalam tiga fase, yaitu: fase farmasetika, fase farmakokinetika dan fase farmakodinamika. Fase farmasetika meliputi hancurnya bentuk sediaan obat dan melarutnya bahan obat di tempat absorpsi tertentu untuk diabsorpsi ke peredaran sistemik. Fase farmakokinetika meliputi proses-proses pengambilan suatu bahan obat, yaitu absorpsi dan distribusi, dan proses-proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat dalam tubuh, yaitu biotransformasi dan ekskresi. Fase farmakodinamika merupakan interaksi obat-reseptor dan juga proses-proses yang terlibat di mana akhir dari efek farmakologi terjadi (Mutschler, 1986). Rangkaian reaksi dari fase-fase tersebut menghasilkan derajat farmakologi suatu obat yang berupa mula kerja (onset), masa kerja (durasi) dan kekuatan (intensitas) efek.

  Artinya jika terdapat faktor yang mempengaruhi rangkaian reaksi dari ketiga fase di atas derajat farmakologi suatu obat juga akan terpengaruh.

  Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap pengobatan terdapat faktor antaraksi obat (Setiawati, 1995). Berdasar akibat sama dengannya (Hartshorn, 1976; Hussar, 1980; Shinn dan Shrewsbury, 1985 cit Donatus, 1995).

  Suatu antaraksi dikatakan terjadi jika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, makanan, minuman atau oleh adanya bahan kimia dari lingkungan. Antaraksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat yang berantaraksi, terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik. Demikian juga antaraksi yang menyangkut obat-obat yang biasa digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada obat yang jarang dipakai (Stockley, 1994; Setiawati, 1995).

2. Jenis

  Beberapa istilah yang dapat digunakan untuk menjelaskan efek obat, yakni: homoergi (sepasang obat menimbulkan efek yang benar-benar sama), heteroergi (sepasang obat hanya salah satu yang menimbulkan efek tertentu), homodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang sama), dan heterodinami (sepasang obat homoergi dengan mekanisme kerja yang berbeda) (Fingl dan Woodburry, 1970; Martin, 1971 cit Donatus, 1995). Berdasar sifat efek pasangan obat tersebut antaraksi obat dapat digolongkan menjadi: homoergi-

  Berdasarkan mekanisme kerjanya antaraksi obat digolongkan menjadi dua, yaitu antaraksi farmakokinetika dan antaraksi farmakodinamika (Mutschler, 1986).

a. Antaraksi farmakokinetika.

  Suatu peristiwa antaraksi dikatakan merupakan antaraksi farmakokinetika bila terjadi perubahan farmakokinetika suatu obat (absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi) disebabkan obat lain yang berantaraksi dengannya (Katzung dan Trevor, 1998).

  Dalam proses absorpsi antaraksi obat bisa mengakibatkan perubahan jumlah obat yang diabsorpsi, baik itu kenaikan maupun penurunan, yang diakibatkan perubahan harga pH saluran cerna dan pembentukan kompleks atau khelat, pengubahan waktu pengosongan lambung, kompetisi untuk mekanisme absorpsi aktif dan perubahan flora usus. Dalam proses distribusi antaraksi bisa mengakibatkan perubahan kadar obat dalam plasma dengan cara kompetisi pada ikatan obat-plasma. Dalam proses metabolisme atau biotransformasi antaraksi dapat mengakibatkan perubahan kecepatan biotransformasi atau metabolisme yang diakibatkan adanya kompetisi pada reaksi obat-enzim, adanya induksi atau inhibisi enzim dan perubahan aliran darah hepar (berpengaruh khusus untuk obat- obat yang dimetabolisme oleh hepar). Dalam proses ekskresi antaraksi dapat mengakibatkan perubahan jumlah obat yang diekskresikan akibat dari adanya dan menerangkan peristiwa antaraksi farmakokinetika. Parameter-parameter tersebut antara lain: tetapan laju absorpsi (Ka), volume distribusi (Vd), tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh dalam plasma atau waktu paruh eliminasi (t ),

  1/2

  bersihan atau klirens renal (Cl r ), bersihan atau klirens hati (Cl h ), bersihan atau klirens total (Cl t ), luas area di bawah kurva kadar dalam plasma (AUC = Area

  

Under Curve ) dan ketersediaan hayati (F) dan kadar obat dalam kondisi tunak

  (Css). Parameter-parameter farmakokinetika tersebut diperoleh dari perubahan konsentrasi bahan obat dan metabolitnya dalam cairan darah dan dalam urin terhadap waktu (Mutschler, 1986; Setiawati, 1995).

  b. Antaraksi farmakodinamika.

   Suatu peristiwa antaraksi dikatakan sebagai antaraksi farmakodinamika

  bila terjadi perubahan farmakodinamika suatu obat akibat suatu obat lain yang berantaraksi dengannya (Katzung dan Trevor, 1998). Lebih lanjut dikatakan antaraksi farmakodinamika terjadi jika dua obat atau lebih bekerja pada reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang sama saling mempengaruhi sehingga terjadi efek aditif, sinergis atau antagonis (Setiawati, 1995; Harkness, 1984). Antaraksi farmakodinamika dikatakan bersifat aditif bila efek keseluruhan obat yang diberikan bersama-sama sebanding dengan penjumlahan kekuatan kerja masing-masing obat saat diberikan terpisah dengan dosis yang sama. Antaraksi bila pada pemakaian bersamaan dua obat atau lebih efeknya lebih rendah dari penjumlahan kekuatan kerja masing-masing obat saat diberikan terpisah dengan dosis yang sama. Selanjutnya, antaraksi dikatakan potensiasi bila kemampuan suatu obat yang tidak mempunyai efek pada fungsi tertentu dapat meningkatkan efek obat lain pada fungsi tersebut (Katzung dan Trevor, 1998).

3. Sifat Antaraksi obat dapat memiliki sifat merugikan atau menguntungkan.

  Suatu peristiwa antaraksi obat dikatakan merugikan apabila efek yang ditimbulkan menyebabkan peningkatan efek yang berlebihan atau peningkatan toksisitas dari suatu obat. Penurunan efek suatu obat karena peristiwa antaraksi juga tergolong antaraksi yang merugikan. Sedangkan suatu antaraksi dikatakan menguntungkan bila efek suatu obat ditingkatkan oleh obat lain (dalam batas aman), atau toksisitas suatu obat diturunkan karena pemberian bersama-sama dengan suatu obat lain (Stockley, 1994).

B. Bawang Putih

1. Deskripsi

  Bawang putih termasuk familia Liliaceae, merupakan tanaman yang berasal dari daerah sub-tropis, umumnya ditanam di dataran tinggi yang berhawa perkembangannya beberapa varietas telah beradaptasi dengan tempat tumbuhnya sehingga dapat hidup di tempat tropis seperti di Indonesia (Anonim, 1986; Rukmana, 1995).

  Struktur morfologi bawang putih terdiri atas: akar, batang utama, batang semu, tangkai bunga yang pendek atau sama sekali tidak keluar, dan daun (Rukmana, 1995). Batang semu bawang putih bisa mencapai panjang 30 cm. Batang semu juga dapat mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan yang disebut “umbi”. Umbi ini terdiri atas bagian-bagian yang disebut “siung”. Daunnya berbentuk pipih, rata, dengan arah membujur, lebar daun antara 0,5 hingga 1,5 cm (Leung dan Foster, 1996).

  Gambar 1. Bawang Putih (Anonim, 2007) Di Indonesia dikenal tiga kelompok varietas bawang putih, yaitu: lokal yang memiliki harapan baik untuk dikembangkan, yaitu: Suren, Jatibarang, Sanur, Layur, Bagor, Sumbawa, Obleg, Wonosari, No. 2672 dan No. 2850 (Rukmana, 1995).

  2. Sinonim

  Inggris : Garlic (Inggris); vitlok (Swedia); thoam (Arab); ajo (Spanyol); commun (Perancis); aglio (Italia); bawang bodas, bawang, bawang putih, bhabang pote (Jawa); lasuna kebo, lasuna pute (Sulawesi); bawang handak, bawang putieh, lasum, bawang mental, lasuna, palasuna, bawang hong (Sumatera); kasuna (Bali), langsuna (Sasak), ncuna (Bima), kalfeofolen (Timor), bawang pulak (Tarakan), kosai boti (Buru), bawa bodudo (Ternate), bawa fiufer (Irian Jaya) (Anonim, 1986; Anonim, 1995b; Rukmana, 1995).

  3. Sistematika

  Kerajaan : Plantae Sub Kerajaan : Tracheobionta

  Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida

  Sub Kelas : Liliidae Bangsa : Liliales

4. Kandungan kimia

  Bawang putih mengandung 0,1 – 0,36 % minyak atsiri, alliin (S-alil-L- sistein sulfoksida), S-metil-L-sistein sulfoksida, enzim-enzim (seperti alliinase, peroksidase dan mirosinase), ajoene (E,Z-ajoene, E,Z-metilajoene dan dimetilajoene), protein, mineral-mineral, vitamin-vitamin (tiamin, riboflavin, niasin), lipid dan asam-asam amino. Minyak atsiri mengandung allisin (dialilsulfida-S-oksida; dialil tiosulfinat), alilpropil disulfida, dialil disulfida dan dialil trisulfida sebagai komponen-komponen yang dominan. Beberapa senyawa yang juga terdapat dalam minyak atsiri namun dalam jumlah yang lebih sedikit adalah dimetil sulfida, dimetil disulfida, dimetil trisulfida, alilmetil sulfida dan 2,3,4-trithiapentan, tioglikosida dan hormon kelamin (Leung dan Foster, 1996; Soedibyo, 1998).

  S S S O Gambar 2. Struktur kimia Z – Ajoene (Bruneton, 1999)

  S S S O

  5. Kegunaan

  Dalam bidang pengobatan bawang putih berguna untuk menurunkan kadar lipid atau kolesterol dalam darah (untuk pencegahan dan pengobatan atherosklerosis), hipoglikemik (untuk pencegahan dan pengobatan diabetes), antibakteri dan antifungi, antitumor, antihepatotoksik (pada tikus), antimikotik dan antiviral (in vitro dan in vivo), menurunkan viskositas darah, ekspektoran, diuretic, antitrombotik, analgesik, tonikum, aprodisiaka (perangsang seksual), mengobati cacingan, mengatasi gigitan binatang atau serangga, tuberkulosis, rematik, batuk dan pilek, asma, demam, jerawat. (Banerjee dan Maulik, 2002; Bisset, 1994; Leung dan Foster, 1996; Roser, 1991; Soedibyo, 1998).

  6. Efek antitrombotik

  Bawang putih memiliki efek antitrombotik dengan mekanisme penghambatan terhadap enzim siklooksigenase dan enzim lipoksigenase.

  (Banerjee dan Maulik, 2002) Penghambatan enzim siklooksigenase menghambat pengubahan asam arakidonat menjadi tromboksan A

  2. Tromboksan A 2 berfungsi untuk menstimulasi agregasi trombosit dan terjadinya vasokonstriksi.

  Penghambatan pembentukan tromboksan A menghambat terjadinya agregasi

  2

  trombosit dan vasokonstriksi dalam mekanisme hemostasis. Sedangkan penghambatan enzim lipoksigenase menghambat pengubahan asam arakidonat gambar 4. Banyak penelitian membuktikan bahwa ajoene adalah senyawa kimia dalam bawang putih yang memiliki efek antitrombotik. Dialil sulfida dan alilmetil sulfida juga diduga memiliki aktivitas antitrombotik meski berdasar sebagian penelitian ditemukan tidak aktif dalam menghambat agregasi trombosit. (Banerjee dan Maulik, 2002; Bisset, 1994; Leung dan Foster, 1996)

  Fosfolipid membran

Fosfolipase A

  2 Lipoksigenase A s a m A r a k i d o n a t L e u k o t r ie n

  Siklooksigenase

2 PGH

  Prostasiklin Tromboksan A 2 PGE

  2 a PGF

2 PGD

  2

7. Toksisitas

  Penggunaan bawang putih dalam pengobatan perlu diwaspadai terutama dalam penggunaan bersama-sama dengan obat-obat pengencer darah seperti warfarin atau heparin karena dapat meningkatkan waktu perdarahan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan pasca operasi. (Fugh-Berman, 2000) Pada penggunaan bersama-sama dengan aspirin dapat menyebabkan terjadinya tukak lambung karena penghambatan pada sintesis prostaglandin. Selain itu penggunaan bersama-sama dengan obat-obat diabetes juga dapat menyebabkan efek yang tidak diharapkan karena terjadinya peningkatan efek dari obat-obat diabetes oleh bawang putih. (Graedon dan Graedon, 1997)

C. Darah

  Darah tersusun dari unsur seluler darah, yaitu sel darah putih, sel darah merah dan trombosit, yang tersuspensi di dalam plasma darah. Masing-masing dari unsur seluler darah ini memegang peranan yang berbeda secara fisiologis. Sel darah putih terutama berperan dalam mekanisme kekebalan tubuh. Sel darah merah terutama berperan dalam transpor oksigen di dalam sirkulasi karena mengandung hemoglobin, suatu protein yang berperan untuk mengikat oksigen, dan membawanya ke jaringan melalui sistem sirkulasi. Trombosit terutama berperan dalam penghentian perdarahan dan pembekuan darah. (Ganong, 1998;

D. Trombosit Sel ini terbentuk dalam sumsum tulang dan diturunkan dari megakariosit.

  Bentuknya lempeng pipih atau cembung dengan panjang 1,5 hingga 4 µm dan tebal 0,5 hingga 2 µm. Jumlah trombosit di dalam darah secara normal berkisar antara 150.000 hingga 400.000/ μL darah.

  Trombosit memiliki cincin mikrotubulus di sekeliling tepinya dan pada bagian dalam mengandung organela-organela sitoplasma termasuk di dalamnya adalah mikrofilamen kontraktil dan beberapa jenis granul yang mengandung berbagai enzim, fosfolipid, Adenosin difosfat, Adenosin trifosfat, serotonin, kalsium dan substansi tromboplastik. Lama waktu hidup trombosit dalam darah adalah 8-10 hari (Candrasoma dan Taylor, 1995; Ganong, 1998; Mutschler, 1986).

  Fungsi utama dari trombosit adalah pada proses hemostasis. Pada tahap awal hemostasis setelah terjadi luka pada pembuluh darah trombosit menyumbat dan menutup daerah luka pada dinding pembuluh darah. Proses pembentukan sumbatan trombosit menyangkut 2 mekanisme,yaitu adhesi dan agregasi. Pada saat terjadi luka pada dinding pembuluh darah trombosit akan melekat pada kolagen. Peristiwa adhesi ini membutuhkan keberadaan faktor von Willebrand yang disekresikan oleh sel-sel endothelial ke dalam serum. Selanjutnya terjadi penggumpalan dan pelepasan granula-granula sitoplasmik. Peristiwa ini disebut aktivasi trombosit. Degranulasi adalah suatu fenomena aktif yang berkaitan dan agregasi sejumlah besar trombosit untuk membentuk sumbatan hemostatik dalam rangka menghentikan perdarahan pada daerah luka. Proses agregasi ini juga dirangsang oleh faktor pengaktif trombosit (Trombosit Activating Factor), yaitu suatu sitokin yang disekresikan oleh netrofil, monosit dan trombosit (Candrasoma dan Taylor, 1995; Ganong, 1998).

E. Pembekuan Darah

1. Hemostasis

  Pembuluh darah memiliki suatu sistem yang mampu memelihara keseimbangan antara mekanisme pembekuan dan peluruhan pembekuan-yang merupakan reaksi pembatas yang mengimbangi pembekuan darah bila terjadi luka pada pembuluh darah-yang disebut mekanisme hemostasis. Mekanisme ini menjadi penting karena dengan demikian lumen pembuluh darah akan tetap bebas dari pembekuan darah yang terbentuk sebagai respon fisiologis terhadap luka pembuluh darah. Dalam mekanisme hemostasis ini terlibat beberapa faktor, yaitu vasokonstriksi lokal, trombosit atau trombosit, koagulasi darah dan fibrinolisis (Candrasoma dan Taylor, 1995). Vasokonstriksi lokal merupakan suatu metode yang efektif untuk menutup luka pada pembuluh darah yang kecil namun tidak pada pembuluh darah yang besar. Trombosit membentuk sumbatan hemostatik yang menutup tempat luka pada pembuluh darah. Saat terjadi luka pada pembuluh Pembekuan darah meliputi pembentukan fibrin dari prekursor plasma. Fibrin dan trombosit menimbulkan sumbatan hemostatik yang permanen. Fibrinolisis merupakan mekanisme produksi faktor-faktor seperti plasmin dari prekursor plasma yang melisiskan dan menyingkirkan fibrin dan fibrinogen dari lumen pembuluh darah. Skema pembekuan darah dapat dilihat pada Gambar 5.

  Luka pada pembuluh darah ↓

  Kolagen dari jaringan subendothelial terpapar oleh darah ↓

  Adhesi trombosit pada kolagen ↓

  Sekresi ADP ↓

  Agregasi trombosit ↓

  Terbentuk sumbatan trombosit ↓

  Kontraksi Trombosit → Pembekuan darah ← Fibrin

  Gambar 5. Skema pembekuan darah (Van De Graaff dan Fox, 1995)

  Gangguan pada salah satu faktor dalam mekanisme hemostasis tersebut dapat menyebabkan perdarahan yang abnormal atau trombosis (pembentukan bekuan di dalam pembuluh darah) yang abnormal. Gangguan tersebut dapat berasal dari penyakit maupun obat (Candrasoma dan Taylor, 1995; Ganong, 1998). dikatalisis oleh kininogen berberat molekul tinggi menjadi faktor XII aktif (faktor

  XIIa). Kininogen berberat molekul tinggi ini juga mengaktivasi prekallikrein menjadi kallikrein yang juga terlibat dalam proses aktivasi faktor XII menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa mengaktifkan faktor XI (Anteseden tromboplastin plasma, faktor antihemofilia C) kemudian faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX (faktor Christmas, faktor antihemofilia B). Reaksi yang terakhir ini bergantung pada keberadaan kalsium. Faktor IX aktif ini kemudian mengaktifkan faktor X (faktor Stuart-Prower) dengan adanya faktor VIII (faktor antihemofilia A) aktif yang telah terpisah dari faktor von Willebrand, fosfolipid, dan kalsium. Selain itu faktor IX aktif ini dapat secara langsung mengaktifkan faktor X. Sistem ekstrinsik diawali oleh pelepasan tromboplastin jaringan. Tromboplastin merupakan suatu campuran protein-fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII (prokonvertin, faktor stabil) menjadi faktor VIIa. Tromboplastin jaringan bersama faktor VIIa mengaktifkan faktor IX dan X. Protrombin (faktor II) dikonversi menjadi trombin oleh faktor X yang telah diaktifkan dengan adanya faktor V (proakselerin, faktor labil) sebagai kofaktor, fosfolipid dan kalsium.

  Trombin (suatu serin protease) yang terbentuk ini akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrinogen yang merupakan protein plasma yang larut membebaskan dua pasang polipeptida dari masing-masing molekul fibrinogen. Hasilnya adalah monomer fibrin yang kemudian akan mengalami oleh faktor XIII (faktor penstabil fibrin) yang telah diaktifkan dan adanya kalsium (Ganong, 1998; Newland, 1995). Skema mekanisme koagulasi dapat dilihat pada Gambar 6.

3. Mekanisme antikoagulasi darah

  Mekanisme antikoagulasi darah merupakan reaksi-reaksi pembatas yang mengimbangi terbentuknya koagulasi darah secara in vivo. Reaksi- reaksi ini cenderung menghambat pembekuan di dalam pembuluh darah dan melisiskan bekuan yang terbentuk. Reaksi-reaksi ini meliputi antara lain antaraksi antara efek agregasi trombosit yang dimiliki oleh Tromboksan A

  2 dan efek antiagregasi

  prostasiklin, yang akan mengakibatkan pembentukan bekuan saat pembuluh darah terluka namun tetap memelihara lumen bebas dari bekuan (Ganong, 1998)

  Keterangan: a = bentuk aktif faktor pembekuan HMW = berat molekul tinggi

F. Antitrombotik

  Antitrombotik adalah senyawa atau obat yang dapat menghambat agregasi trombosit untuk mencegah terjadinya trombus yang sering ditemukan pada arteri (Mutschler, 1986).

  Inhibitor agregasi trombosit menurunkan pembentukan sinyal-sinyal kimiawi yang menyebabkan terjadinya agregasi trombosit. Obat-obat yang menghambat fungsi trombosit diberikan dengan maksud sebagai profilaksi terhadap terjadinya trombosis di arteri dan pencegahan terhadap serangan jantung.

  Obat-obat antiinflamasi non-steroid (AINS), termasuk aspirin, menghambat agregasi trombosit dan memperpanjang waktu perdarahan (Stringer, 2001).

G. Asetosal

1. Rumus bangun

  Asetosal atau asam asetilsalisilat (C

  9 H

  8 O 4 ) atau memiliki bobot molekul 180,16 dengan rumus bangun seperti pada gambar 7.

COOH OCOCH

  3 Gambar 7. Rumus bangun asetosal (Anonim, 1995a). pada udara kering dan terhidrolisis secara bertahap pada udara lembab menjadi asam salisilat dan asam asetat. Asetosal sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform dan eter, namun agak sukar larut dalam eter mutlak (Anonim, 1995a).

  3. Kinetika

  Asetosal diabsorpsi dengan cepat dalam saluran cerna terutama pada usus halus dan lambung dan segera terhidrolisis menjadi asam salisilat yang aktif.

  Kadar plasma tertinggi asetosal dicapai dalam waktu 14 menit sedangkan kadar tertinggi asam salisilat dicapai dalam waktu 0,5-1 jam. Waktu paro asetosal sekitar 17 menit sedangkan waktu paro asam salisilat sekitar 3,15 jam (Purwanto dan Susilowati, 2000).

  4. Kegunaan

  Asetosal bermanfaat untuk mencegah kambuhnya infark miokard yang fatal maupun non fatal, mencegah stroke karena penyumbatan, mencegah kematian akibat gangguan pembuluh darah dan menurunkan jumlah iskemik serebral transitorik yang signifikan secara statistik (Mutschler, 1986; Rosmiati dan Gan, 1995). hemostasis pada tindakan operasi dan dapat meningkatkan resiko perdarahan bila diberikan bersama-sama dengan heparin atau antikoagulan oral (Mutschler, 1986)

6. Efek Antitrombotik

  Asetosal menghambat agregasi trombosit secara ireversible. Mekanisme kerjanya diduga dengan asetilasi protein membran trombosit dan protein plasma serta menghambat enzim siklooksigenase. Akibat adanya penghambatan pada enzim siklooksigenase sintesis tromboksan A dan prostasiklin di dalam

  2

  pembuluh darah menjadi tertekan, terutama pada dosis asetosal yang tinggi, yaitu 1-3 gram per hari (Mutschler dan Derendorf, 1995; Mutschler, 1986). Dosis yang dianjurkan dalam terapi antitrombotik adalah sebesar 325 mg per hari (O’Neill, 2007; Rambe, 2004; Rosmiati dan Gan, 1995). Sebagian tenaga medis menggunakan rentang antara 75-325 mg per hari (Belder, 2003). Meski demikian belum jelas dengan dosis yang mana hasil terbaik akan dicapai dengan efek samping yang kecil (Mutschler, 1986). Beberapa merek sediaan asetosal yang banyak digunakan dalam pengobatan dan pencegahan trombosis adalah Aspirin® Regimen Low Dose 81mg, Aspirin® Regimen Regular Dose 325mg, Aspirin®Protect 100 dan 300mg, Aspirin Cardio®100mg, Ecotrin® Low Strength 81mg dan Ecotrin® Regular Strength 325mg. darah yang terluka. Pengujian ini bukan untuk pengujian koagulasi darah melainkan lebih kepada pengujian kemampuan pembuluh darah untuk melakukan vasokonstriksi dan trombosit untuk membentuk sumbatan hemostatik.

  Pada manusia pengujian ini dapat dilakukan dengan cara menghitung waktu perdarahan pada kulit yang dilukai. Beberapa uji lain yang biasa dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada proses hemostasis adalah pengamatan waktu protrombin (prothrombin time), activated Partial Prothrombin Time (aPTT), Thrombin Clotting Time (TCT) dan hitung trombosit (Platelets Count). (Candrasoma dan Taylor, 1995; Yeganeh dan Rad, 2007) Pada hewan percobaan (tikus) metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antitrombotik adalah metode Subaqueous Tail Bleeding Time in Rodents (waktu perdarahan ekor pada hewan pengerat) (Vogel, 2002).

I. Landasan Teori

  Bawang putih merupakan salah satu bahan yang sangat dikenal oleh masyarakat baik untuk digunakan dalam masakan sebagai bumbu dan sayuran maupun dalam pengobatan tradisional. Khasiat bawang putih telah banyak diuji secara eksperimental dan diakui sebagai bahan multikhasiat sehingga banyak sediaan bawang putih yang dikembangkan. Salah satu khasiat yang membuat bawang putih sangat terkenal adalah efeknya pada sistem kardiovaskular, antara lain mencegah terbentuknya atherosklerosis, menurunkan kadar lipid dalam darah dan efek antitrombotiknya yang diakui mampu mencegah terjadinya stroke dan

  

infark miokard . Mekanisme antitrombotik senyawa aktif di dalam bawang putih

  menyerupai mekanisme antitrombotik asetosal. (Banerjee dan Maulik, 2002; Mutschler, 1986)

  Asetosal merupakan obat yang digunakan sangat luas di dalam masyarakat. Penggunaannya terutama adalah sebagai obat analgesik non-narkotik dan anti-inflamasi. Efek penghambatan agregasi trombosit atau trombosit melalui penghambatan sintesis tromboksan A