TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA SKRIPSI

  

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK

SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

SKRIPSI

SKRIPSI

  Oleh:

  

BINTI MARDZIYAH

NIM 210214098

  Pembimbing:

M. HARIR MUZAKKI, M.H.I.

  

NIP. 19971101200312001

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

2018

  

ABSTRAK

Mardziyah, Binti. 2018. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Merek Sebagai

  Harta dan Implikasinya Sebagai Jaminan Fidusia. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing M. Harir Muzakki, MHI.

  Kata Kunci: Hukum Islam, Hak Merek, dan Jaminan Fidusia.

  Merek merupakan bagian dari hak kekayaan industri. Sebuah Merek dapat disebut merek apabila memenuhi syarat mutlak berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable of distinguishing). Hak merek dianggap mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan asset perusahaan yang lain. Fenomena semakin banyaknya minat para pelaku usaha yang tertarik terhadap pembiayaan yang berbasis syariah telah menjadi latar belakang yang menarik untuk mengkaji tentang hak merek sebagai obyek dalam jaminan fidusia. Hal ini berdasarkan pada hak merek yang dapat dijadikan sebagai benda yang dapat dimiliki, dialihkan dan bernilai ekonomis.

  Permasalahan yang akan penulis kaji, yaitu: (1)Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai harta? (2) Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek jaminan fidusia?

  Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) yang menggunakan data-data kepustakaan berupa buku-buku terkait hak merek dan jaminan fidusia. Penelitian ini bersifat kualitatif.Teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi (content analyst) dengan metode deskriptif. Proses analisisnya dengan cara mengumpulkan data-data tentang hak merek dan jaminan fidusia. Selanjutnya, memilih dan memilah data yang diperoleh sehingga data yang diperoleh tersebut bisa relevan dengan fokus kajian. Kemudian, disajikan dan dianalisis dari sudut dasar hukum yang memadukan antara konsep harta, kepemilikan dan rahn yang telah tereduksi dan tersajikan agar menemukan titik temu Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kedudukan merek sebagai harta ditinjau hukum Islam termasuk kategori hak ibtika>r yang dipandang sebagai harta. Sebab memiliki nilai ekonomi yang dapat dipertahankan oleh penguasa hak cipta atas merek tersebut. Klasifikasi merek sebagai harta itu ada tiga macam. Pertama, dalam hukum Islam bisa diklasifikasikan dalam harta berharga (ma>l mutaqawwim). Kedua, hak merek termasuk sebagai harta nafi’i. Ketiga, hak merek masuk sebagai harta bergerak ( ma>l manqu>l). Hak merek sebagai objek jaminan ditinjau dari hukum Islam itu diperbolehkan. Karena merek adalah benda yang dapat dinilai uang. Hal ini berdasarkan pendapat ulama Shafiiyah, H{anafiyah dan H{anbali yang mengartikan hak sebagai harta, karena seorang pencipta karya bisa menikmati hasil karyanya. Keuntungan ekonomi tersebut merupakan kekayaan (hak milik) seseorang yang dapat mengakibatkan timbulnya kebebasan bagi pemiliknya untuk memetik manfaat, mengembangkan, memelihara, mengalihkan dan bahkan memusnahkannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu perkembangan dalam dunia perekonomian Indonesia

  adalah munculnya isu hak atas kekayaan intelektual (HKI) atau

  intellectual property salah satunya adalah merek. Hal itu bahkan sudah

  bukan isu lagi, karena sudah menjadi sebuah peraturan yang baku dan ada

  1

  undang-undangnya. Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang HKI, di Indonesia semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Mengingat undang-undang ini dianggap kurang memadai lagi, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek.

  Undang-undang ini pun diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Dan terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016.

  Dalam perdagangan barang atau jasa, merek sebagai salah satu bentuk karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa. Merek memiliki nilai yang strategis dan penting baik bagi produsen maupun konsumen. Bagi produsen, merek selain untuk membedakan produknya dengan produk perusahaan lain yang sejenis, juga dimaksudkan untuk membangun citra

1 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 3.

  2

  perusahaan dalam pemasaran. Bagi konsumen, merek selain mempermudah pengindentifikasian juga menjadi simbol harga diri.

  Masyarakat yang sudah terbiasa dengan pilihan barang dari merek tertentu, cenderung untuk menggunakan barang dengan merek tersebut seterusnya dengan berbagai alasan seperti karena sudah mengenal lama, terpercaya kualitas produknya, dan lain

  • – lain sehingga fungsi merek

  2

  sebagai jaminan kualitas semakin nyata. Konsepsi mengenai kekayaan intelektual didasarkan pada pemikiran bahwa karya intelektual yang dihasilkan manusia memerlukan pengorbanan tenaga, waktu, dan biaya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan karya yang dihasilkan karya yang dihasilkan memiliki ekonomi karena manfaat yang dapat dinikmati.

  Berdasarkan konsep tersebut maka mendorong kebutuhan diberikannya perlindungan atas hasil karya yang dapat digolongkan sebagai kekayaan intelektual, terhadap pemanfaatan yang dilakukan tanpa hak dan

  3

  melanggar kepatutan. Sebagaimana dalam firman Allah:             

                

      Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu,

  "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah 2 akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan

  Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), 78. 3 Eva Damayanti, Hukum Merek Tanda Produk Industri Budaya (Bandung: PT Alumni, 2012), 53.

  3 orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-

4 Muja>dalah: 11).

  Penghargaan terhadap ilmu pengetahuan ini diperkuat juga oleh Hadis Rasulullah Saw. yang berbunyi:

  ْوَا ٍةَيِراَج ٍةَقَدَص ْنِم ءاَيْشَا ِةَثَلاُث ْنَع لاا هلمع ُهْنَع َعَطَقْ نِا َمَدَا ُنْبِا َتاَم اَذِا ُهَل ْوُعْدَي لحاص دلو وا هب عفتني مْلِع

  Artinya: Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah

  seluruh amalnya, kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak salih yang mendoakannya (HR

  Muslim). Oleh karena itu, hasil karya seseorang yang merupakan pekerjaan intelektual manusia dapat disebut harta benda yang lazimnya dikenal dengan istilah hak atas kekayaan intelektual. Hak ini hanya dapat diperoleh manusia dengan bekerja keras dan dengan pengorbanan yang sangat besar, sehingga Islam patut untuk menghargainya.

  Dalam fiqh muamalah kontemporer ada suatu istilah hak ibtika>r. Ibtika>r berarti awalan sesuatu. Dalam fiqh Islam ibtika>r adalah hak cipta

  5

  atau kreasi yang dihasilkan seseorang untuk pertama kali. Hak cipta (haq ibtika>r) merupakan bagian dari macam-macam hak dalam Islam. Hak cipta juga bisa dipandang sebagai harta, karena itu perlu perlindungan hukum. Perlindungan ini diberikan, karena Islam sangat menghargai upaya seseorang dalam berkarya, seperti hasil karya tulis yang bermanfaat untuk

  4 Departemen Agama, Alquran dan Terjemahan (Bandung: Gema Risalah Press, 1992), 910. 5 Haroen, Fiqh, 39.

  4

  6

  kepentingan masyarakat dan agama. Maka dalam hal ini penulis menggunakan teori-teori tentang harta benda sebagai dasar diakuinya

  intellectual property dalam hukum Islam atau ekonomi Islam.

  Menurut Jumhur Ulama (selain ulama H{anafiyah) mengartikan al- ma>l (harta) adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan

  7

  ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya. Lain halnya dengan pendapat jumhur ulama, ulama H{anafiyah tidak mengakui eksistensi intellectual property, karena yang dimaksud harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan

  8 manfaat.

  Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal 1 ayat (9) amwa>l (harta) adalah benda yang dapat dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan dialihkan, baik benda berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar maupun yang tidak terdaftar, baik benda bergerak maupun yang tidak

  9

  bergek dan hak yang memiliki ekonomis. Berbicara mengenai hak kebendaan, seperti yang sudah disinggung sebelumnya tidak terlepas dari pembicaraan mengenai permasalahan sentral seputar hak milik, yaitu hak

  6 Abd. Salam Arief , “Konsep Al-Ma>l Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Terhadap Ijtihad Fuqaha) 7 ,” Al-Mawarid, 9 (2003), 54. 8 Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 16. 9 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), 11.

  Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 60.

  5

  yang paling luas mencakup apa yang dapat dimiliki oleh seseorang atas

  10 suatu benda.

  Apabila dicermati Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, secara eksplisit disebutkan, merek baru mendapat perlindungan hukum apabila didaftar oleh pemiliknya. Untuk itu, harus ada peran aktif dari pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya. Merek hanya dapat didaftar atas dasar permintaan yang

  11

  diajukan pemilik merek yang beriktikad baik. Dalam sistem konstitutif, pendaftaranlah yang menciptakan hak atas merek. Dengan kata lain, orang yang berhak atas merek adalah orang yang telah mendaftarkan mereknya itu. Pendaftar pertama merupakan satu-satunya orang yang berhak secara eksklusif atas merek yang bersangkutan, dan orang lain tidak dapat

  12

  memakainya tanpa izin yang bersangkutan. Sehingga pemiliknya memiliki kepastian hukum atas merek yang dimilikinya sesuai Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang hak merek.

  Pemilik menggunakan hak-hak tersebut dengan baik tanpa menimbulkan kerugian bagi orang lain. Dalam hal ekonomi seseorang dilarang memperdagangkan sesuatu yang bukan miliknya karena melanggar hukum hak cipta. Merek memiliki nilai harga dan komersial.

  Pemilik boleh melisensikan mereknya dengan imbalan royalti atau 10 menjual merek dagangnya dan jika ia telah menjual kepada orang lain,

  Edy Santoso, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis di Indonesia (Jakarta: Prenada Media Group, 2018), 11. 11 12 Sembiring, Hukum Dagang, 217.

  Martha Eri Safira, Hukum Dagang Dalam Sejarah Dan Perkembangannya Di Indonesia (Ponorogo: CV Senyum Indonesia, 2016), 211.

  6

  manfaat dan pengelolaannya berpindah kepada pemilik baru dan harus dilaporkan ke Dirjen HAKI agar diumumkan di berita Umum Merek mengenai statusnya.

  Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Hak atas Merek dapat beralih atau dialihkan karena, pewarisan, wasiat, wakaf, hibah, perjanjian atau sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-

  13

  undangan. Mengenai pengalihan hak atas merek di atas pada sebab dibenarkan oleh Undang-Undang salah satunya melalui perjanjian, yang dalam hal ini merupakan perjanjian membebankan merek tersebut sebagai suatu jaminan atas perjanjian kredit (pinjam meminjam).

  Dalam kegiatan ekonomi masyarakat, kebutuhan tehadap pendanaan sebagian besar dana tersebut diperoleh dengan cara kegiatan pinjam-meminjam dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan diantaranya yaitu melalui jaminan fidusia. Fidusia adalah penglihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap

  

14

dalam penguasaan pemilik benda.

  Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 13 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi

Pasal 41 Angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

  14 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia .

  7

  fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor

  15 lainnya.

  Dengan demikian, berdasarkan kedua pasal tersebut di atas maka terdapat perbedaan antara fidusia dengan jaminan fidusia. Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan, sedangkan jaminan

  16 fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.

  Adapun yang dijadikan dasar hukum kebolehan atas suatu jaminan oleh para ulama di dalam QS. al-Baqarah: 283         

  Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang

  17 berpiutang).”

  Seiring dengan perkembangan zaman, kini benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak hanya benda bergerak saja akan tetapi benda bergerak dan benda tidak berwujud dapat menjadi objek jaminan fidusia. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor

  42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia bahwa benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang 15 bergerak maupun yang tak bergerak yang tidak dapat dibebani hak 16 Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

  Elsi Kartika Sari dan Advensi Simangunnson, Hukum Dalam Ekonomi (Jakarta: Grasindo, 2007), 24. 17 Departemen Agama, Alquran dan Terjemahan, 71.

  8

  18

  tanggungan atau hipotek. Benda bergerak sekaligus tidak berwujud yang dapat dijadikan sebagai jaminan salah satunya adalah hak merek yang mana hak merek merupakan salah satu wujud hak kekayaan intelektual yang sudah diakui dan dilindungi di Indonesia.

  MUI juga telah menjelaskan tentang keberadaan hak merek di dalam kajian fiqih. Berikut ini adalah uraian Keputusan Fatwa MUI Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Fatwa MUI yang mengeluarkan ketentuan Dalam hukum Islam, HKI dipandang sebagai salah satu huqu>q ma>liyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashu>n) sebagaimana ma>l (kekayaan), HKI yang mendapat perlindungan hukum Islam tersebut adalah HKI yang tidak bertentangan dengan hukum Islam, HKI dapat dijadikan obyek akad (al- ma’qu>d ‘alaih), baik akad

  mu’awadhah

  (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (non komersial), serta dapat diwaqafkan dan diwariskan, Setiap bentuk pelanggaran terhadap HKI, termasuk namun tidak terbatas pada menggunakan, mengungkapkan, membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, mengedarkan, menyerahkan, menyediakan, mengumumkan, memperbanyak, menjiplak, memalsu, membajak HKI milik orang lain secara tanpa hak merupakan

  19 kedzaliman dan hukumnya adalah haram.

  18 19 Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

  Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 1/Munas VII/MUI/5/2005 Tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

  9

  Berkaitan dengan hak atas merek yang dapat dijadikan sebagai jaminan fidusia tentunya memiliki ekonomis. Hal ini merupakan karakteristik suatu benda yang digunakan sebagai objek jaminan utang adalah benda yang mempunyai nilai ekonomis dalam artian apabila suatu saat debitur tidak dapat melunasi hutangnya maka benda tersebut dapat menutup utang. Lembaga jaminan fidusia adalah lembaga jaminan yang memungkinkan dibebankan pada hak atas merek sebagai objek jaminan utang karena objek jaminan fidusia adalah benda bergerak. Namun disisi lain terdapat perbedaan yang pada mulanya objek jaminan fidusia adalah benda bergerak berwujud, sedangkan hak merek adalah benda bergerak tidak berwujud.

  Berangkat dari persoalan inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek apakakah diakui sebagai harta. Serta tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek jaminan fidusia.

  Pengkajian tersebut dirumuskan dalam sebuah skripsi yang berjudul:

  “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Hak Merek Sebagai Harta Dan Implikasinya Sebagai Jaminan Fidusia”.

B. Rumusan Masalah 1.

  Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai harta?

  2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek jaminan fidusia?

  10

C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dijelaskan meengenai tujuan dari penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai harta.

  2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai objek jaminan fidusia.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Secara teori a.

  Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu hukum.

  b.

  Literatur kepustakaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dalam perlindungan merek.

  c.

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, pedoman, atau landasan teori hukum terhadap penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.

2. Secara praktis a.

  Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khazanah ilmu pengetahuan dan pengembangan ilmu hukum.

  Serta dengan melakukan penelitian ini penulis bisa memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Hukum.

  11

  b.

  Bagi lembaga akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para mahasiswa dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan tugas-tugas selanjutnya.

  c.

  Bagi masyarakat, untuk memberikan informasi dan pemahaman mengenai merek yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, sehingga masyarakat dapat menerapkan sesuai dengan prinsip ajaran agama islam dengan baik dan benar.

E. Telaah Pustaka

  Telaah pustaka dalam penelitian ini, pada dasarnya adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis yang sudah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Skripsi yang berhubungan dengan penelitian ini diantaranya adalah:

  Muhammad Yuris Azmi , dalam skripsinya, “Hak Cipta Sebagai

  Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta Dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

  .” Pada skripsi ini membahas mengenai bagaimana hak cipta yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia serta mengaapa hanya lembaga yang dapat menjdi lembaga penjamin utang dengan objek jaminan berupa hak cipta. Hal ini didasarkan atas telah adanya penetapan dalam pasal 16 ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta bahwa hak cipta dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.

  12

  Persamaan skripsi ini dengan penelitian penulis adalah penulis juga membahas mengenai objek jaminan fidusia. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi penulis adalah objek penelitian berupa hak merek. Selain itu

  20 penulis juga menganalisis penelitian berdasarkan hukum Islam.

  Subagio Gigih Wijaya, dalam tesisnya, “Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Utang Dalam Perspektif Hukum Jaminan Indonesia.” Tesis ini membahas kriteria hak cipta yang dapat digunakan sebagai objek jaminan utang menurut perspektif hukum jaminan Indonesia dan mengkerucut pada lembaga jaminan yang dapat dibebankan terhadap hak cipta sebagai objek jaminan utang dan hasilnya adalah hak cipta dapat dipekai sebagai objek jaminan utang menurut konstelasi hukum jaminan di Indonesia. Serta hak cipta memiliki nilai ekonomis telah didaftarkan ke Dirjen HAKI, dan masih dalam masa perlindungan karena berkaitan dengan nilai keekonomian hak cipta tersebut. Sedangkan lembaga jaminan yang paling memungkinkan dibebankan pada hak cipta sebagai jaminan utang adalah lembaga jaminan fidusia.

  Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas mengenai jaminan utang. Sedangkan perbedaan yang mendasar adalah objek penelitian penulis adalah hak merek. Penulis

20 Muhammad Yuris Azmi, “Hak Cipta Sebagai Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Undang-

  

Undang Nomor 28 Tentang Hak Cipta Dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia,” Skripsi (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2016).

  13

  membahas hak merek sebagai objek jaminan fidusia setelah keluarnya

  21 undang-undang merek kemudian dianalisis berdasarkan hukum Islam.

  Berkatini Caroline, dalam tesisnya, “ Pengkualifikasian Merek Sebagai Benda Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk Dapat Dijadikan Objek Jaminan.” Tesis ini membahas mengenai adanya peluang bagi merek dan cara kepemilikan merek. Pengkualifikasian ini berguna bagi perkembangan dunia usaha di kemudian hari sebab dengan dilakukannya pengkualifikasian maka memungkinkan merek untuk dapat diperhitungkan dan diakui sebagai objek jaminan. Hal ini dituangkan dalam rumusan masalah yakni bagaimana mengkualifikasikan merek sebagai benda dan bentuk jaminan apa yang paling tepat digunakan sebagai hasil pengkualifikasian tersebut. Hasil penelitian ini adalah dapat dilakukannya pengkualifikasian merek sebagai benda dan juga ditemukan jenis jaminan yang paling cocok diterapkan pada merek dengan memperhtikan ciri khas yang terdapat pada merek yang sedikit berbeda dengan benda pada umumnya, seperti pembatalan dan penghapusan merek, adanya jangka waktu penggunaan merek dan nilai ekonomis pada merek yang tidak selalu stabil melainkan sangat bergantung pada reputasi yang dimiliki oleh merek.

  Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian penulis adalah sama-sama membahas mengenai jaminan utang dan objek penelitian yakni 21 hak merek. Sedangkan perbedaannya adalah tinjauan analisisnya.

  Subagio Gigih Wijaya, “Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Utang Dalam Perspektif Hukum J aminan Indonesia,” Tesis (Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 2010).

  14

  penelitian ini berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

  22 sedangkan penelitian penulis berdasarkan tinjauan hukum Islam.

F. Metode Penelitian 1.

  Jenis dan Pendekatan penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Disebut penelitian kepustakaan karena data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, jurnal, dan dokumen.

  Ditinjau dari jenis data yang diteliti, jenis penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian jenis ini menghasilkan

  23

  data deskriptif berupa kata-kata tertulis. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif, yakni dengan menggali, menemukan, dan mengembangkan hukum Islam terkait hak merek yang dijadikan jaminan fidusia.

  2. Data dan Sumber data Data adalah materi atau kumpulan fakta yang dipakai untuk keperluan suatu analisis, diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik.

  Adapun data dalam pembahasan skripsi ini adalah data tentang kedudukan merek yang dinggap sebagai harta, serta hak merek sebagai 22 objek jaminan fidusia. Data-data tersebut diperoleh dari sumber data.

  Berkatini Caroline, “ Pengkualifikasian Merek Sebagai Benda Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk Dapat Dijadikan Objek Jaminan, ” Tesis (Bandung: universitas katolik parahyang, 2017). 23 Aji Damanhuri, Metodologi Penelitian Muamalah (Ponorogo: STAIN Po Press, 2010), 23.

  15

  Sumber data yang berfungsi sebagai sumber asli dalam penelitian ini yaitu literature. Diantaranya: a.

  Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.

  b.

  Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.

  c.

  Indra Rahmatullah, Aset Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Dalam Perbankan.

  d.

  Novianti, Trias Palupi Kurnianingrum, Sulastri Rongiyati, Puteri Hikmawati, Perlindungan Merek.

  e.

  Ok Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual.

  f.

  Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law) Dalam Era Globalisasi Dan Integrasi Ekonomi .

  g.

  Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian Kontemporer.

  h.

  Edy Santoso, Pengaruh Era Globalisasi Terhadap Hukum Bisnis di Indonesia. i.

  Sentosa Sembiring, Hukum Dagang.

3. Teknik pengumpulan data

  Teknis pengumpulan data utama yang dipakai dalam penelitian pustaka adalah dokumentasi, yaitu suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Untuk melengkapi data-data

  16

  terkumpul, maka pelaksanaan dokumentasi ini sangat penting untuk

  24

  menguatkan data-data yang ada. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan,

  25 gambar, atau karya-karya monumental seseorang.

  Dalam penelitian ini dilakukan melalui penelaahan data yang dapat diperoleh dalam peraturan perundang-undangan, buku teks, dan jurnal.

  4. Analisis data Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari penelitian yang sudah terkumpul disini penulis sebagai instrument analisis, analisis data dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis 26 dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu.

  Teknik yang digunakan adalah teknik analisis isi (content analyst). Analisis ini merupakan teknik pengambilan kesimpulan dalam penelitian secara objektif dan sistematis dalam suatu kontesks atau isi

  27

  serta dibangun dengan metode deskriptif. Miles and Hiberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data yaitu data

  reduction, data display , dan conclusion drawing/verification. Adapun

  penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

  24 25 Basrowi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), 160. 26 Sugiyono, Metode Penelitian , 240.

  Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum (Jakarta: CV. Rajawali,1982), 37. 27 Yahya Mi latussaniah, “Tinjauan Maslahah Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun

  2 016 Tentang Pengampuan Pajak,” Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2017), 27.

  17

  a.

  Data Reduction (Reduksi Data) Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya.

  Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

  28 mengumpulkan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

  Penerapan reduksi data dalam skripsi ini dimulai dengan mengumpulkan literature-literature tentang hak merek dan jaminan fidusia, meliputi kedudukan merek diakui sebagai harta, serta merek sebagai jaminan fidusia. Selanjutnya, memilih dan memilah data yang diperoleh sehingga data yang diperoleh tersebut bisa relevan dengan fokus kajian. Dari data-data yang terpilah kemudian dilakukan pengelompokan, dari proses ini penulis dapat menarik kesimpulan.

  b.

  Data Display (Penyajian data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Data display (penyajian data) yang digunakan pada langkah ini adalah dalam bentuk teks naratif. Dalam skripsi ini, penyajian data diorientasikan dengan menganalisis hak merek sebagai jaminan fidusia ditinjau dari hukum Islam dengan menguraikan konsep harta dan ibtika>r.

28 Sugiyono, Metode Penelitian, 247.

  18

  c.

  Conclusion Drawing/Verivication.

  Setelah proses reduksi dan penyajian data, akhir proses penelitian ini adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam skripsi ini penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara memadukan antara konsep harta, kepemilikan dan rahn yang telah tereduksi dan tersajikan, sehingga mengatahui kedudukan merek sebagai harta dan bagaimana analisis hukum Islamnya terhadap hak merek yang dijadikan sebagai jaminan fidusia.

G. Sistematika Pembahasan

  Sisematika pembahasan adalah rangkaian urutan yang terdiri dari beberapa uraian mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasannya terdiri dari lima bab:

  BAB I PENDAHULUAN Merupakan pola dasar yang memberikan gambaram secara umum dari seluruh isi skripsi yang meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujuan masalah, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

  BAB II KONSEP HUKUM ISLAM TENTANG HARTA DAN IBTIKA>R Merupakan landasan teori, dalam bab ini penulis akan membahas konsep harta dengan sub bab pengertian harta, unsur-unsur harta, macam-macam harta, fungsi harta dan

  19

  kewajiban meenggunakan harta. Konsep ibtika>r, dengan sub bab pengertian, ijtihad fuqaha’ dalam penetapan hak ibtika>r

  (hak cipta), dan perlindungan hak ibtika>r (hak cipta) dalam Islam.

  BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG HAK MEREK DAN JAMINAN FIDUSIA Sebagai bahan analisis dari bab sebelumnya yang dikhususkan membahas tentang hak merek dan jaminan fidusia. Gambaran umum merek dengan uraian yang meliputi beberapa sub pembahasan yaitu: sejarah hak merek di Indonesia, pengertian hak merek, jenis-jenis merek, merek yang tidak dapat didaftar dan ditolak, jangka waktu perlindungan dan perpanjangan merek, pengalihan hak atas merek dan lisensi, serta penghapusan dan pembatalan merek. Gambaran umum jaminan fidusia dengan uraian meliputi beberapa sub pembahasan yaitu: pengertian jaminan fidusia, dasar hukum jaminan fidusia, subjek dan objek jaminan fidusia, hapusnya jaminan fidusia, dan eksekusi jaminan fidusia.

  BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HAK MEREK SEBAGAI HARTA DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA Merupakan analisis dari penelitian ini, meliputi: analisis tinjauan hukum Islam terhadap kedudukan merek sebagai harta dan tinjauan hukum Islam terhadap hak merek sebagai

  20

  objek jaminan fidusia.

  BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan atau hasil dari penelitian ini dan dan saran dari penulis terhadap perkembangan penelitian kedepannya.

BAB II KONSEP HARTA DAN IBTIKA>R DALAM HUKUM ISLAM A. Harta 1. Pengertian Harta Harta dalam bahasa Arab disebut ‘al-ma>l’ yang berasal dari kata

  ,

  berarti condong, cenderung, dan miring. Sedangkan

  • َالْيَم

  ََلاَم َ لْيَيَ

  menurut istilah imam H{anafi, harta ( al-ma>l) ialah:

  َِةَجاَْلْاَ ِتْقَوَ َلَِإ َ ه راَخْدِإَ نِكْ يََوَ ناَسْنِلإاَ عْبَطَِهْيَلِإَ لْيَِيََاَم “Sesuatu yang digandrungi tabiat islam dan memungkinkan untuk

  1 disimpan hingga dibubuhkan.”

  Terdapat beberapa pengertian tentang harta. Yang pertama adalah dari segi pembahasan tentang harta tersebut. Dalam bahasa Arab, perkataan yang menunjukkan makna harta adalah al- ma>l’ yang berasal dari perkataan ma>la yang berarti banyak harta. Dalam pengertian ini al- ma>l’ ialah sesuatu yang dimiliki oleh para individu ataupun kelompok baik berupa benda, barang perdagangan, uang maupun hewan. Sementara itu dalam bahasa Inggris perkataan yang menunjukkan pengertian tentang harta tersebut adalah property yang berarti sesuatu yang bisa dimiliki baik ia bisa dirasa seperti bangunan 1 ataupun yang tidak bisa dirasakan dalam bentuk fisik. Contoh dalam

  Soha ri Sahrani dan Ru’fah Abdullah, Fikih Muamalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011),

  15.

  22

  2

  hal ini adalah harta intelektual, seperti hak cipta. Yakni hak cipta atas penemuan baru.

  Sedangkan secara terminologi ada dua definisi yang dikemukakan oleh para ulama. Pertama, Ulama H{anafiyah mendefinisikan al- ma>l sebagai: segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan

  3

  dimanfaatkan. Kedua, Jumhur Ulama (selain ulama H{anafiyah) mengartikan al-ma>l (harta) adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau

  4 melenyapkannya.

  2. Unsur-Unsur Harta

  Menurut para Fuqaha harta bersendi pada dua unsur, yaitu unsur ‘aniyah dan unsur ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.

  Unsur

  ‘urf ialah segala sesuatu yang dipandang harta oleh seluruh

  manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu madiyah maupun kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat

  5 manfaat ma’nawiyah.

  2 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 10-11. 3 4 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 73. 5 Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 16.

  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008), 12-13.

  23

  Junus Gozali mengemukakan, bahwa harta terdiri atas dua unsur, yaitu: a.

  Benda tetap, yaitu benda-benda yang tidak mungkin bisa dipindahkan, misalnya tanah.

  b.

  Benda bergerak yaitu benda yang dapat dipindahkan dari tempat satu ke tempat yang lainnya, seperti tanaman, pohon, bangunan, rumah, hewan, dan barang-barang yang lain. Menurut pendapat Imam Malik, rumah dan pohon termasuk benda tetap. Menurutnya, benda yang dapat dipindahkan itu adalah sesuatu yang manakala dipindahkan, maka tidak merubah bentuk asalnya. Bangunan apabila dipindahkan, harus dihancurkan terlebih dahulu agar menjadi rusak, seperti halnya pohon, kalau dipindahkan menjadi

  6 kayu.

3. Macam-Macam Harta

  Harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut: a.

  Harta Mutaqawwim/Mutamawwal (Bernilai) dan Ghair Mutaqawwim (Tak Bernilai)

  Harta yang termasuk mutaqawwim ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunannya. 6 Misalnya, kerbau halal dimakanoleh umat Islam, tetapi kerbau Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 17.

  24

  tersebut disembelih tidak sah menurut

  syara’, misalnya dipukul,

  maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara

  7

  penyembelihannya batal menurut syara’.

  Menurut satu versi, mutaqawwim ialah barang yang memiliki nilai intrinsik yang dapat terpengaruh oleh fluktuasi harga. Versi lain mendefinisikan, barang yang memiliki nilai manfaat secara konkrit (z{ahir). Barang yang tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga dalam kondisi normal, karena faktor minimalis ( qillah), seperti dua biji beras. Dalam madhab Sh afi’iyah, sebuah barang bisa dikategorikan sebagai mutamawwal, juga disyaratkan harus bersifat suci. Barang najis atau barang suci yang terkena najis dan tidak memungkinkan disucikan melalui metode cuci atau membasuh ( ghoslu), meskipun bisa disucikan melalui metode memperbanyak volume air seperti air najis, atau melalui metode istihalah seperti kulit bangkai yang bisa disamak, maka bukan termasuk barang mutamawwal, sebab

  8 dianggap sama dengan barang najis itu sendiri.

  Tinjauan berharga komoditi ( ma’qud alaih), yakni ditinjau dari dua perspektif, syar’i dan urfi. Dari perspektif syar’i, manfaat bisa dikategorikan berharga apabila pemanfaatannya dilegalkan ( muba>han syar’an). Sedangkan dari perspektif ‘urfi, manfaat bisa dikategorikan berharga apabila sudah lumprah dimanfaatkan, 7 sehingga diakui secara publik memiliki nilai ekonomis dan layak 8 Suhendi, Fiqh Muamalah, 19.

  Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 6.

  25

  dikomersialkan ( maqs{udan ‘urfan). Sebab komersialisasi sesuatu yang tidak memiliki nilai ekonomis, termasuk tindakan bodoh dan

  9 memakan harta orang lain secara bathil.

  Harta ghair mutaqawwim ialah kebalikan dari harta mutaqawwim, yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun caranya penggunannya. Misalnya, babi termasuk harta ghair mutaqawwim, karena jaenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim, karena cara memperolehnya tang haram. Uang yang disumbangkan untuk membangun gedung pelacuran, termasuk

  10 harta ghair mutaqawwim, kerena penggunaannya itu.

  Pembagian benda menjadi benda mutaqawwim dan ghoiru mutaqawwim itu diperlukan untuk dapat memperoleh ketentuan hukum dalam banyak aspek muamalat, seperti jual beli, hibah dan sebagainya yng hnya dipandang sah dan dapat diluluskan terhadap benda-benda bernilai. orang yang merusakkan benda-benda orang lain hanya dapat dituntut penggantian apabila benda yang

  11 dirusakkan adalah benda bernilai.

  9 10 Ibid, 280. 11 Sahrani dan Abdullah, Fikih Muamalah, 21.

  Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Jakarta: UII Press Yogyakarta, 2004), 45.

  26

  b.

  Harta Mithdan harta Qīmī Harta mith adalah harta yang memiliki persamaan atau kesetaraan di pasar, tidak ada perbedaan pada bagian-bagiannya atau kesatuannya, yaitu perbedaan atau kekurangan yang biasa terjadi dalam aktivitas ekonomi. Harta mith

  terbagi atas empat bagian,

  yaitu harta yang ditakar seperti gandum, harta yang ditimbang, seperti kapas dan besi, harta yang dihitung seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter, seperti pakaian dan papan.

  Harta q

  īmī adalah harta yang tidak mempunyai persaman di

  pasar atau mempunyai persamaan, tetapi ada perbedaan menurut kebiasaan antara kesatuannya pada nilai, seperti binatang dan

  12 pohon.

  c.

  Harta Istihlāk dan Harta Isti’māl Harta

  Istihlāk adalah: َْيِذّلا َِهِنْيَعَِكَلِْتِْااِبََّلاِاَ عاَفِتْنِْلإاَ نِكْ يَََلا

  “Harta yang dapat diambil manfaatnya dengan merusak zatnya”.

  Harta Isti’ma>l adalah:

  َِهِنْيَعَِهِبَ عاَفِتْنِْلإاََ نِكْ يََاَم “Harta yang dapat diambil manfaatnya, sedangkan zatnya tetap (tidak berubah).”

12 Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 36-37.

  27

  Diantara contoh harta isti’ma>l adalah rumah, tempat tidur, pakaian, dan buku. Apabila zat harta hilang ketika pertama kali dimanfaatkan, harta tersebut dinamakan istihl

  āki. Sebaliknya, jika

  13

  zatnya tetap ada, dinamakan harta i sti’m āli.

  d.

  Harta Manqūl (Mudah Dipindahkan) dan Harta Ghair Manqūl/iqār (Tidak Dapat Dipindahkan)

  Harta manq

  ūl adalah segala harta yang dapat dipindahkan

  (bergerak) dari satu tempat ke tempat lainya baik tetap ataupun berubah kepada bentuk yang lainnya seperti uang, hewan, kendaraan, meja, kursi, benda-benda yang ditimbang atau diukur. Harta ghair manq

  ūl/’iqār adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa

  dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya tanah, rumah, pohon dan

  14

  lain sebagainya. Dalam hukum perdata positif, harta manqu>l dan ghair manqu>l disebut dengan istilah benda bergerak dan benda

  15 tetap.

  e.

  Harta Al-‘ain dan Harta Al-na>f’i (manfaat) Harta al-