Ringkasan Eksekutif Roadmap Perekonomian APINDO | APINDO

ROADMAP PEREKONOMIAN
Penciptaan Tiga Juta Lapangan Kerja Berkualitas per Tahun
Kontribusi APINDO bagi Kepemimpinan Nasional 2014-2019

RINGKASAN EKSEKUTIF

TIM PENYUSUN
Pengarah
Sofjan Wanandi, Chris Kanter, Suryadi Sasmita, Shinta W. Kamdani, DE Setijoso, Anton J. Supit,
Johnny Dharmawan, Soebronto Laras, Rachmat Gobel, Hariyadi B. Sukamdani, Sanny Iskandar

Penyunting
Djisman Simandjuntak, Mari Elka Pangestu, P. Agung Pambudhi

Kelompok Kerja
Pangan dan Pertanian
Bayu Krisnamurthi, Bustanul Arifin, Farid Bahar
Energi
Luky Yusgiantoro, Muliawan Margadana, Herman Kasih
Manufaktur
Sjamsu Rahardja, Haryo Aswicahyono, Riandy Laksono

Jasa
Mari Elka Pangestu, Yose Rizal Damuri, Angga Antagia
Kebijakan Makro dan Institusi Finansial
Raden Pardede, David E. Sumual, Anton Gunawan, Manggi Habir
Infrastruktur
Djisman Simandjuntak, Rizqy Anandhika
Hukum, Ketenagakerjaan, Reformasi Birokrasi, Otonomi Daerah
Todung Mulya Lubis, Julius Singara, Teguh Maramis, Asep Warlan Yusuf
Suahasil Nazara, P. Agung Pambudhi, Robert Endy Jaweng

Narasumber
Benny Kusbini, Juan Permata Adoe, Karen Tambayong, Munardji Sudarjo, Tito Pranolo
Afdhal Bahaudin, Ida Ayu Puspasari, Izmail Zulkarnain, Luluk Sumiarso, Mery Sofi, Murtaqi
Syamsuddin, Nur Pamudji, Priyo Pribadi, Sulistiyanto, Suyitno Padmosukismo, Setio AD
Ashwin Sasongko, Dedy S. Priatna, Imam M. Ramadhany, Luky Eko Wuryanto
Agus Tjahyana, Bob Azzam, Franky Sibarani, Harijanto, Mintardjo Halim, Noegardjito
Armida Alisjahbana, Anwar Nasution, Bambang PS Brodjonegoro, Cyrillus Harinowo, Darmin
Nasution, Doddy BW, Felia Salim, Gunawan Tjokro, Mahendra Siregar, Mulya Siregar
Akhiar Salami, Hikmahanto Juwono, Hesti Setiowati, Norman Djumiril, Rahmad Soemadipradja, Timur
Sukirno

Myra Hanartani, Nugroho Wienarto, Palmira Bachtiar, Rahma Iryanti, Satrijo PH, Tianggur Sinaga
Daan Patinasarani, Dodi Riyatmadji, Erman A. Rachman, Farah Ratnadewi Indriani, Jeffrey EM, Riatu
MQ, Sigit Murwito, Syaikhu Usman, Tino Hardianto, Wariki Sutikno
Achmad Shauki, Aratsu Yuki, Chris Wren, CK Song, Daiiki Yokoyama, David Hawes, David Nellor,
Darrel Johnson, Della Temenggung, E. Boulcstreau, Elmar Bouma, H. Muraoka, J. Carouso, Gustav
Papanek, Jacob Fris Sorengen, Jae-Hee Chang, Jonathan Pincus, Kirk Laysond, Mercy Simorangkir,
Monika Wihardja, Masahiro Juraku, Motoyasu Tanaka, Nathalie Linvelt, Ole Schenke Eikum, SP
Warmerdam, Paul Barlett, William Wallace, Yoshida Susumu, Yoshinori Keino, Yook Chan Kim

ii

1. KONTEKS KEBIJAKAN
MASALAH UTAMA
APINDO dan dunia usaha pada umumnya melihat bahwa tantangan utama pemerintahan
kedepan di dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana menciptakan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan, stabil, dan inklusif. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tidak cukup, tetapi juga harus semakin mampu menyediakan pekerjaan formal berkualitas, sehingga secara efektif mengurangi kemiskinan dan kesenjangan.
Intinya untuk menyerap 8,3 juta tambahan angkatan kerja selama periode 2014-2019 plus
pengangguran tahun 2013 sebesar 7,2 juta maka diperlukan lapangan kerja sejumlah 15,5 juta.
Dengan kata lain diperlukan setidaknya penciptaan 3 juta lapangan pekerjaan per tahun

antara 2014-2019.
Untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas, pembangunan dan
kebijakan ekonomi yang berdaulat perlu memperhatikan tiga pilar, yaitu (i) perluasan
kesempatan usaha yang berdasarkan persaingan yang adil, transparansi kebijakan, kepastian
hukum, dan iklim usaha yang kondusif; (ii) penyebarluasan manfaat dari globalisasi dengan
mengedepankan kepentingan dalam negeri; serta (iii) keberpihakan yang lebih besar kepada
rakyat (khususnya rakyat miskin), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), daerah, serta kepentingan
dalam negeri.
Sumber Pertumbuhan, Peluang dan Tantangan
Selama ini dan kedepan perkembangan ekonomi Indonesia didorong oleh 5 aspek pendorong
perkembangan, yaitu (i) besarnya basis konsumsi dalam negeri, berjumlah 240 juta orang,
yang semakin meningkat daya belinya; (ii) keuntungan (dividen) demografik dimana jumlah
penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk berumur dibawah 14 tahun dan di atas 65
tahun; (iii) kekayaan sumber daya, dimana boom komoditas primer karena kekayaan sumber
daya alam telah menopang pertumbuhan ekonomi dan ekspor selama 8 tahun terakhir; kedepan kekayaan keseluruhan sumber daya (termasuk alam, manusia dan warisan budaya) sebagai basis untuk diversifikasi struktur ekonomi; (iv) demokrasi yang stabil sampai tingkat
daerah sehingga mendorong aktivitas bisnis dan investasi; serta (v) pesatnya perkembangan
perkotaan yang ditandai oleh meningkatnya urbanisasi dari 52% di tahun ini menjadi 68%
pada 2025.
Selain itu saat ini dan ke depan, ada kesempatan yang besar bagi Indonesia untuk menjadi
pemain ekonomi yang semakin diperhitungkan di tingkat global, mengingat semakin


1

masifnya masalah politik dan internal dari beberapa negara pesaing Indonesia di ASEAN (i.e.
Vietnam, Thailand) dan perubahan daya saing Tiongkok yang menjadi lokasi produksi yang
semakin mahal dan re-orientasi kebijakannya untuk fokus ke pasar dalam negeri. Jika Indonesia
bisa secara optimal memanfaatkan perubahan peta daya saing global tersebut dengan
secara kompetitif bergabung didalam rantai pasok global (global value chain)1, maka Indonesia
dapat lebih lanjut mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negerinya.
Tidak hanya kesempatan yang semakin terbuka, tetapi tantangan dan resiko global yang
menghadang Indonesia, di masa depan, juga semakin besar. Tantangan utama dari sisi eksternal yang akan dihadapi Indonesia adalah (i) pasar global yang masih lemah dan melambatnya
pertumbuhan Negara-negara berkembang di kawasan Asia, terutama RRT dan India; (ii) harga
komoditas internasional yang akan tetap rendah secara permanen; serta (iii) berakhirnya era
suku bunga rendah yang dipicu oleh pengurangan stimulus Federal Reserve sehingga mendorong naiknya suku bunga di Amerika Serikat.
Perubahan tantangan di level global tersebut sangat perlu untuk dicermati pemerintahan
kedepan, dikarenakan pada 2003-2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak ditopang
oleh ekspor komoditas sebagai respon dari harga komoditas internasional yang tinggi
(“windfall profit”) serta derasnya aliran uang ke dalam negeri sebagai imbas dari rendahnya suku bunga internasional (“easy money”). Selain itu, walaupun kemiskinan absolut
berhasil dikurangi, masih banyak penduduk Indonesia yang tergolong hampir miskin (65 juta)
yang sangat rentan/peka terhadap resiko kenaikan harga pangan, kebutuhan layanan kesehatan, dan bencana alam. Indonesia juga masih memiliki “pekerjaan rumah” yang serius

untuk memperbaiki struktur perekonomiannya, dimana saat ini sektor informal masih mendominasi sebesar 60% dari lapangan pekerjaan/kesempatan usaha.

IMPLIKASI BAGI INDONESIA
Apa yang harus dilakukan Indonesia untuk mencapai visi pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, stabil, dan inklusif serta memanfaatkan secara optimal peluang yang ada di level global
dan domestik?

1

Globalisasi, makin turunnya biaya transportasi internasional, dan revolusi teknologi informasi (TI) memungkinkan
proses produksi dibagi menjadi beberapa komponen dan dipecah di beberapa wilayah (fragmentasi). Hal tersebut
mengakibatkan adanya pergeseran keunggulan komparatif memproduksi barang secara utuh disuatu negara menjadi
keunggulan komparatif melaksanakan tugas (task) dalam suatu rantai produksi global, yang melibatkan beberapa
Negara. Opsi bergabung dalam rantai produksi global banyak digunakan negara-negara untuk mendorong
percepatan industrialisasi.

2

Pertama dari sisi permintaan (demand side) seperti kebijakan fiskal untuk belanja Negara
yang efektif, kebijakan moneter yang kondusif, menjaga dan meningkatkan konsumsi non
pemerintah, investasi, dan ekspor tetap perlu diteruskan dan diperbaiki di jangka pendek.

Kedua pemerintahan kedepan harus memberikan penekanan yang lebih berat pada
kebijakan sisi penawaran (supply side policy) mulai saat ini dan di jangka menengah yang
berfokus kepada reformasi struktural dan peningkatan produktivitas. Kalau tidak, target
pertumbuhan tinggi (lebih dari 7%) yang mampu menyediakan 3 juta lapangan kerja berkualitas setiap tahunnya, guna menyerap tambahan angkatan kerja baru serta pekerja dari sektor
informal dan berproduktivitas rendah (cth: sektor pertanian), tidak akan tercapai tanpa menyebabkan overheating, yang biasanya ditandai dengan inflasi yang tinggi dan defisit neraca transaksi berjalan yang melebar. Disamping itu pasar dalam negeri dan sumber daya manusia
produktif tidak menjadi kekuatan, dan bahkan bisa menjadi beban.
Peningkatan produktivitas perekonomian secara umum dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
(i) pergeseran dari sektor produktivitas rendah ke produktivitas tinggi, misalnya dari sektor
pertanian ke industri olahan atau jasa-jasa (transformasi struktural); (ii) pergeseran dari sektor
informal menuju sektor formal; dan (iii) peningkatan produktivitas di dalam sektor itu sendiri
(misalnya: dari jasa-jasa di sektor informal dan produktivitas rendah seperti perdagangan menuju jasa-jasa yang lebih produktif seperti logistic, distribusi, dan keuangan atau peran teknologi dan manajemen pasca panen untuk meningkatkan produktivitas pertanian).
Pertumbuhan yang berbasis produktivitas memerlukan kebijakan yang dapat mengatasi
kendala sisi penyediaan dan iklim ekonomi yang kondusif, mencakup (i) kebijakan makro
yang stabil dan mendukung; (ii) keberpihakan sektor pembiayaan/finansial untuk menunjang
perkembangan sektor riil (penawaran); (iii) infrastruktur, konektivitas, dan sistem logistik
yang efisien; (iv) iklim usaha yang adil, transparan, pasti, dan tidak biaya tinggi; serta (v) pasar
tenaga kerja yang menunjang. (vi) Investasi di SDM melalui program-program pendidikan dan
pelatihan, kesehatan dan pemberdayaan. Selain itu, diperlukan juga pendekatan khusus dan
spesifik yang berfokus kepada peningkatan produktivitas dan daya saing sektor-sektor
prioritas penunjang perekonomian Indonesia, seperti manufaktur, pangan & pertanian, jasajasa, energi, serta finansial.


3

2. AGENDA PENGUATAN SEKTOR
Roadmap ini menyajikan analisis isu utama dan rekomendasi konkrit pengembangan sektor
prioritas yang diyakini dunia usaha sebagai sektor yang akan mampu meningkatkan produktivitas dan penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut adalah: Pangan & Pertanian, Energi,
Manufaktur, Jasa dan Finansial.
Sektor Pangan & Pertanian, pertumbuhan penduduk yang cepat dan bertambahnya kelas
menengah di Indonesia, bersamaan dengan tren kenaikan harga pangan dunia, meningkatkan
urgensi akan pentingnya ketahanan pangan. Indonesia harus mengurangi ketergantungan
terhadap impor pangan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi pangan dalam
negeri. Diperlukan peningkatan skala ekonomi sektor pertanian pangan untuk melakukan
reorientasi dari pendekatan input menjadi produktivitas baik dari sisi budi daya (on-farm)
maupun pasca panen (off-farm) melalui perbaikan rantai pasok (supply chain) dengan dukungan
tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan demikian sektor ini akan mampu melakukan
supply response, yang cepat terhadap permintaan yang meningkat pesat baik dari dalam maupun luar negeri.
Dari sektor Energi, pembangunan pembangkit listrik untuk mengisi kekurangan dan krisis
bahan bakar minyak fosil dunia sebagai sumber energi dan defisit neraca transaksi berjalan
nasional akibat tingginya impor migas, menjadi persoalan yang mengkhawatirkan. Padahal,
listrik dan energi merupakan pendukung utama kegiatan perekonomian nasional terutama

sebagai input bagi sektor industri. Fokus pemerintah seharusnya bukan lagi pada kecukupan
energi (energy sufficiency) melainkan pada ketahanan energi (energy security). Tantangannya
adalah bagaimana mengembangkan energi selain yang bersumber dari fosil dengan mengoptimalkan berbagai sumber yang ada terutama Energi Baru dan Terbarukan (misalnya, biodiesel),
panas bumi, LNG, dan sumber tenaga alam seperti air, angin dan sinar surya. Selain itu, batubara perlu dimanfaatkan secara efisien untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor
minyak guna mendukung pengembangan kelistrikan di tanah air.
Sementara itu sektor Industri Manufaktur yang berdaya saing global, menyerap pekerjaan,
dan berproduktivitas tinggi, menjadi kunci keberlanjutan transformasi struktural Indonesia
menuju negara berpendapatan tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan industri ke
depan perlu diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala yang menghambat daya saing dan
penyerapan tenaga kerja formal sektor manufaktur. Indonesia juga perlu untuk mulai mempersiapkan hadirnya industri berat yang berdaya saing dengan terlebih dahulu meningkatkan
kapasitas permintaan yang cukup tinggi dari sektor industri ringan dan pengolahan/komponen
yang lebih padat karya, sehingga didapatkan skala ekonomi yang cukup baik didalam menarik

4

investasi industri berat. Untuk menjaga konsistensi kebijakan perbaikan daya saing manufaktur,
pemerintah sebaiknya melihat industri manufaktur sebagai Cluster (Klaster) kegiatan yang
didukung kemajuan sektor lainnya seperti energi, jasa, perdagangan dan konektivitas logistik,
dan pelatihan tenaga kerja. Mengingat produktivitas sektor manufaktur meningkat sejalan
dengan aglomerasi industri, perlu dikembangkan Klaster Industri di area yang berdekatan

dengan sumber energi, di sepanjang seashore dengan dukungan konektivitas jalan dan pelabuhan yang dapat diandalkan, serta memiliki peraturan ketenagakerjaan secara khusus.
Sektor Jasa, meskipun belum begitu banyak mendapat perhatian, telah memegang peranan
penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Sebagai sektor yang masih dalam tahap awal
pengembangan, tantangan penguatan sektor jasa adalah untuk menjadikannya sebagai sektor
yang mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin pemerataan dengan menjadi
input yang lebih efisien, berkualitas tinggi serta dapat diandalkan. Penyerapan tenaga kerja
disertai peningkatan kualitas SDM yang handal pada sektor ini juga harus ditingkatkan seiring
dengan semakin pesatnya perkembangan industri jasa terutama Telekomunikasi, Logistik dan
Transportasi, Pariwisata, Industri Kreatif, Pendidikan dan Kesehatan.
Terakhir, sektor Finansial yang mencakup institusi perbankan, pasar modal dan asuransi memerlukan pendalaman pasar (financial deepening) untuk menciptakan inklusi finansial dalam
memudahkan akses keuangan bagi sektor usaha dan masyarakat Indonesia.

3. MENJAWAB TANTANGAN LINTAS SEKTORAL
Masing masing sektor tersebut selain memiliki tantangan spesifik sektornya juga menghadapi
rumitnya persoalan lintas sektoral yang sangat menentukan pencapaian kinerjanya. Tantangan
lintas sektoral tersebut mencakup bidang: kepastian hukum, otonomi daerah, reformasi
birokrasi, kebijakan makro dan infrastruktur yang saling terkait satu dengan lainnya.
Agenda mewujudkan Kepastian Hukum atas berbagai hal terkait semua sektor usaha yang
menjadi fokus roadmap ini mutlak diperlukan sebagai prasyarat dasar dalam menjalankan
suatu usaha, misalkan penghormatan atas kontrak bisnis. Tumpang tindih ketentuan hukum

dan rendahnya kualitas penegakan hukum di pusat maupun daerah menjadi salah satu agenda
utama untuk dibenahi. Demikian pula kriminalisasi kasus perdata ke dalam kasus pidana
harus segera diakhiri melalui peningkatan kualitas profesionalisme dan integritas para
penegak hukum. Meskipun tidak harus menjadi ahli ekonomi, penegak hukum penting untuk
memiliki perspektif ekonomi sehingga keputusan hukum yang diambilnya tidak menjadi bumerang bagi tujuan peningkatan aktivitas perekonomian.

5

Dalam hal Otonomi Daerah, kualitas kebijakan dan implementasinya diharapkan menjadi
faktor positif bagi perkembangan perekonomian daerah, bukan justru sebaliknya seperti yang
terjadi di banyak Kabupaten/Kota dan Propinsi di Indonesia. Pengawasan peraturan daerah,
kepastian tata ruang, dan penentuan upah minimum harus dijalankan mengikuti peraturan
perundang-undangan. Dengan kewenangan yang dimilikinya, elit daerah baik eksekutif maupun legislatif diharapkan mengutamakan kepentingan rakyat secara luas, misalkan dalam hal
alokasi budget, dan fokus prioritas pengembangan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah sudah
saatnya memperhatikan hal-hal stratejik seperti pemberian insentif fiskal maupun non-fiskal
bagi kerjasama antar daerah, dan dis-insentif fiskal pemekaran daerah untuk mendorong daerah memperhatikan skala ekonomi yang tidak tersekat-sekat wilayah administratif pemerintahan daerah.
Sejalan dengan otonomi daerah, Reformasi Birokrasi sangat diperlukan untuk mendukung
produktivitas aktivitas usaha. Pelayanan perijinan terpadu satu pintu yang dimiliki oleh hampir
seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia harus dilakukan monitoring dan evaluasi yang terlembaga agar dapat dijalankan sesuai tujuannya dan tidak hanya sekedar untuk memenuhi ketentuan formal pembentukannya yang ditetapkan pemerintah. Terbitnya UU Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara yang memungkinkan untuk mengangkat Aparatur Sipil Negara

(ASN) dari swasta merupakan terobosan reformasi birokrasi yang fundamental untuk mengisi
lemahnya kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berbagai bidang, harus segera dilengkapi
aturan pelaksanaannya agar dapat segera dijalankan. Dalam kelembagaan pemerintah,
diperlukan penyesuaian struktur birokrasi di setiap Kementerian/Lembaga untuk menjamin
business process yang efektif dan efisien dengan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi.
Di sisi lain, pembentukan lembaga baru harus merupakan alternatif terakhir untuk mengatasi
permasalahan tata kelola pemerintahan jika sudah tidak dimungkinkan dengan optimalisasi
kelembagaan yang ada.
Lingkup tantangan Ketenagakerjaan mencakup 2 hal utama yakni penciptaan daya saing
agar dunia usaha mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, dan penyerapan tenaga kerja melalui program pemerintah. Kebijakan UMP/K (upah minimum propinsi/kabupaten/kota) harus diletakkan dalam proporsinya sebagai jaring pengaman (safety net) yang
diukur dengan memperhatikan kepentingan pengusaha, pekerja, dan pencari kerja. Adanya
tujuan baik (good intention) bagi kemanfaatan bagian terbesar masyarakat yang dilaksanakan
melalui kebijakan yang salah (wrong policy) sudah saatnya dilakukan revisi kebijakan secara
mendasar. Dalam hal UMP, agar good intention dilaksanakan melalui good policy diperlukan
pendekatan teknokratik yang dilaksanakan oleh lembaga independen yang kredibel dan
tersentralisir. Sementara itu, kebijakan pasar tenaga kerja aktif (active labor market policy)

6

dimaksudkan agar meningkatkan peluang ekonomi bagi pencari kerja yang belum mampu
bersaing di pasar tenaga kerja, kebijakan ini sekaligus untuk meningkatkan inklusi sosial (sosial
inclusion).
Kebijakan Makro sangat menentukan kinerja seluruh sektor usaha terkait dengan pemulihan
postur neraca transaksi berjalan dan kebijakan penawaran mencakup diantaranya stabilisasi
kebijakan moneter untuk pengendalian inflasi, nilai tukar rupiah; insentif fiskal; dan perbaikan
daya saing investasi melalui perbaikan kualitas regulasi dan birokrasi sebagaimana disebutkan
sebelumnya. Dalam jangka pendek, di triwulan akhir tahun 2014 dapat segera dilakukan penyesuaian harga BBM dengan mengurangi subsidi secara bertahap sehingga di akhir 2019
harga BBM sudah sesuai dengan harga pasar dan subsidi BBM dialihkan untuk proteksi sosial,
program inklusi sosial, belanja infrastruktur dan program lainnya.
Penyediaan kapasitas Infrastruktur yang memadai mulai dari listrik dan termasuk pelabuhan
laut, udara dan jalan untuk memperbaiki logistik serta jaringan telekomunikasi yang efisien,
mutlak diperlukan untuk mengikuti pesatnya perkembangan perekonomian, tanpa itu pertumbuhan ekonomi akan melambat karena tingginya biaya logistik sebagai akibat dari kelambatan infrastruktur mengikuti perkembangan ekonomi. Dengan keterbatasan dana pemerintah,
skema Public-Private Partnership (PPP) harus dibenahi dengan kepastian hukum dan regulasi
serta insentif ekonomi yang layak agar dapat menarik investasi swasta dalam mendanai
proyek-proyek prioritas. Akuntabilitas pemerintah dan pemerintah daerah sangat diperlukan
dalam memastikan berlangsungnya proyek proyek infrastruktur, misalkan dalam hal kemudahan akses lahan dan kepastian perijinan usaha untuk proyek proyek kelistrikan, kereta-api,
pelabuhan, dan lain sebagainya.

7

STRATEGI MAKRO, SEKTOR
dan LINTAS SEKTORAL
I. STRATEGI MAKRO EKONOMI
VISI UTAMA
Reformasi struktural demi pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan ketangguhan performa makroekonomi.

TARGET KEBIJAKAN MAKRO DALAM PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.
2.
3.
4.

Target Pertumbuhan rata-rata 7% dalam kurun 2014-2019 dengan target tahunan:
6% (2015), 7% (2016), 7,5% (2017, 2018, 2019)
Menjaga defisit transaksi berjalan yang berkelanjutan di bawah 4% dari PDB
Menjaga nilai tukar seirama dengan Paritas Daya Beli (PPP – purchasing power parity)
Pemotongan subsidi konsumsi berjalan terutama Energi, dengan menaikkan harga
BBM bersubsidi sebesar Rp.3.000/liter yang akan menciptakan tambahan ruang
fiskal di tahun 2014.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Meneruskan penghapusan subsidi BBM di 2014 dengan kenaikan secara bertahap
untuk sampai pada harga keekonomian di tahun 2019, realokasi untuk pembangunan
infrastruktur.

2.

Program stabilisasi harga dan pasokan pangan

3.

Peningkatan alokasi pengeluaran untuk program jaring pengaman sosial dan inklusi
sosial.

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Meningkatkan stabilisasi kebijakan moneter dan sistem finansial

2.

Kebijakan fiskal yang lebih efektif dari sisi belanja negara dan penerimaan negara (i.e.
perpajakan, insentif/disinsentif yang berimbang)

8

3.

Perbaikan kebijakan industrial dan pengembangan ekspor manufaktur dan jasajasa

4.

Meningkatkan daya saing investasi, melalui reformasi regulasi dan birokrasi, koordinasi,
kepastian hukum, dan pembangunan infrastruktur inti

5.

Revisi regulasi ketenagakerjaan yang mendorong daya saing sektor penawaran/
industri.

II. PENGEMBANGAN SEKTOR PANGAN dan
PERTANIAN
VISI UTAMA
Sektor pangan dan pertanian harus mampu melakukan reorientasi dukungan
kebijakan ke orientasi produktivitas, memperkuat supply response, dan memperbaiki
skala ekonomi pertanian, untuk tercapainya pemenuhan pangan yang cukup,
baik dari jumlah, maupun mutu dan gizi.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Perbaikan Sistem Pasca Panen Komoditas Pangan Strategis
 Mengurangi susut dan kehilangan pada proses pengolahan produksi pangan dan
pertanian melalui pengadaan penggilingan beras modern dengan skala kecil, menengah sampai besar, di seluruh sentra produksi beras, utamanya di 11 Propinsi.
 Pengadaan pengeringan padi dan beras modern plus peralatan lain yang memadai,
terutama di 22 propinsi yang telah dibangun pergudangan pangan, terutama untuk
mengantisipasi inefisiensi dalam pasca panen dan penyimpanan, yang masih amat
rentan terhadap gangguan cuaca dan anomali perubahan iklim

2.

Gerakan Nasional Perbaikan Komoditas Perkebunan Potensial
 Pengembangan dan pengadaan bibit kakao dan kopi hingga jutaan unit, dengan
teknologi kultur jaringan (somatic embryogenensis--SE) untuk disebarkan kepada
petani kopi dan kakao di sentra produksi potensial.
 Pendampingan yang komprehensif kepada petani dan petugas lapangan tingkat
daerah dengan melibatkan penyuluh lapangan, di bawah koordinasi Balai Pengkajian

9

Teknologi Pertanian (BPTP) dan dinas perkebunan tingkat propinsi, serta bekerjasama
dengan inisiatif serupa yang telah dilaksanakan oleh sektor swasta.
 Pendampingan petani untuk mencapai produk perkebunan ramah lingkungan
dengan mengadopsi dan mengadaptasi sistem sertifikasi komoditas yang berlaku
di tingkat nasional dan tingkat internasional, untuk meningkatkan produksi dan
kualitas, dan juga untuk memperbaiki harga di tingkat petani.
3.

Perbaikan Infrastruktur Pertanian Secara Masif
 Perbaikan, rehabilitasi dan pembangunan baru bendungan besar, berikut jaringan
irigasi primer yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, setidaknya di 11
Propinsi sentra produksi padi
 Pembenahan kelembagaan perkumpulan petani pemakai air (semacam P3A pada
era sebelumya), berikut peningkatan setting organisasi dan sistem nilai yang sesuai
dengan karakter masyarakat.
 Pengembangan infrastruktur penunjang pembangunan pertanian berupa alat atau
perangkat komunikasi, gudang, alat angkut, pelabuhan bongkar/muat untuk perbaikan sistem rantai nilai produk pangan dan pertanian yang lebih efisien dan
berdaya saing.
 Pencetakan sawah-sawah baru skala ribuan hektar, terutama di sentra produksi lain
selain pada 11 Propinsi, misalnya di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah, Nusa Tenggara Timur.
 Penyempurnaan gudang dan sistem distribusi pasca panen.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Memperbaiki investasi sektor pertanian: pemerintah segera memberikan insentif
kepada sektor swasta untuk berinvestasi, terutama di sektor off-farm pertanian yang
diharapkan meningkatkan nilai tambah (value-added) dari produk pertanian.

2.

Perbaikan supply response petani: pemerintah harus berkomitmen dalam stabilisasi harga
pangan dan skema perlindungan harga produk pertanian.

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Perbaikan rantai nilai (value chain) produk pangan dan pertanian: perbaikan efisiensi
industri pangan, terutama industri kecil dan menengah (IKM), pengurangan susut
komoditas dan hilang masa transfer pasca panen, positioning jelas terhadap sertifikasi
komoditas tingkat global dan pengembangan pangan fungsional.

10

2.

Reformasi kebijakan dukungan langsung kepada petani: reorientasi dukungan
langsung kepada petani, dari orientasi input (subsidi bibit dan pupuk) menuju orientasi
produktivitas: riset dan pengembangan (R&D), teknologi, dan penyuluhan.

3.

Perbaikan skala ekonomi pangan dan pertanian: mengubah orientasi swasembada
pangan menjadi optimasi sektor produksi dan penyatuan produksi multi-produk untuk
meningkatkan efisiensi.

4.

Perbaikan pada isu-isu energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, pertanahan, dan
keterpaduan pemerintah pusat-daerah: pembangunan irigasi dan infrastruktur lainnya secara masif; peningkatan keterampilan di desa untuk sektor pertanian dan non-pertanian; penghentian konflik pemanfaatan lahan; dan memperkuat sinergi pusat-daerah.

III. PENGEMBANGAN SEKTOR ENERGI
VISI UTAMA
Terwujudnya ketahanan energi nasional dalam mendukung pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan pemanfaatan sumber energi alternatif selain
minyak bumi, serta pemanfaatan batubara sebagai sumber energi.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Kepastian terhadap kontrak MIGAS dan kontrak-kontrak mineral yang akan berakhir dalam 5 tahun dengan melibatkan stakeholder.

2.

Membuat blueprint pembangunan infrastruktur mineral dan energi (smelter, terminal
LNG, kilang minyak, pipa gas, jaringan listrik) dengan melakukan sinkronisasi dengan
infrastruktur lainnya. Yang dapat langsung dilakukan misalnya, prioritas pembangunan
kilang minyak yang paling maju persiapannya agar rampung secepat mungkin – untuk
mengejar ketertinggalan kenaikan konsumsi BBM yang progresif.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Penetapan harga keekonomian biodiesel guna mendorong produksi dan pasar
domestik biodiesel.

2.

Pengurangan subsidi listrik untuk tarif kelompok keluarga yang selama 10 tahun
terakhir tidak mengalami penyesuaian tarif.

11

3.

Pengkajian kebijakan pengembangan pertambangan batubara yang tepat untuk
mendukung ketahanan energi nasional

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Sikronisasi regulasi dan perizinan energi dan mineral. Perlu dilakukan penyederhanaan
jumlah perizinan pada sektor energi dan mineral disertai dengan sosialisasi dan konsistensi
penerapan izin dan perjanjian serta sinkronisasi peraturan lahan eksplorasi energi dan
mineral terutama yang berada di wilayah hutan konservasi.

2.

Penetapan tarif energi dan mineral. Terutama penetapan harga keekonomian BBM
disertai dengan penghapusan subsidi, penetapan harga keekonomian biodiesel, dan
penetapan Tarif Dasar Listrik (TDL) berdasarkan porsi biaya energi yang digunakan oleh
industri bukan berdasarkan golongan voltage.

3.

Pembangunan sumber energi baru dan terbarukan. Salah satu sumber EBT non
minyak fosil adalah biodiesel. Sumber energi lainnya yang dapat dioptimalkan meliputi
energi panas bumi, LNG (Liquified Natural Gas) dan batu bara.

4.

Mengembangkan skema pembiayaan dan investasi dalam kegiatan energi dan
mineral. Pemerintah harus menciptakan sistem pembiayaan yang mampu mendukung
kegiatan eksplorasi energi dan mineral, serta energi baru dan terbarukan.

5.

Harmonisasi kelembagaan. Kementerian ESDM dengan SKK Migas harus bersinergi
terutama dalam melakukan lelang wilayah kerja (WK) untuk memastikan lelang yang
memiliki kredibilitas dalam pengelolaan sektor Migas.

6.

Pembangunan infrastruktur sektor energi dan mineral meliputi pembangunan
kilang minyak baru, refinery (penyulingan), smelter, dan storage. Indonesia memerlukan
pembangunan kilang minyak baru untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri
terutama di wilayah Indonesia Timur. Refinery (penyulingan) untuk mengakomodasi pengolahan minyak mentah Indonesia perlu ditambah. Pemerintah juga perlu mendukung
program Independent Power Producer (IPP) agar bersaing dengan pembangkit-pembangkit
listrik PLN sehingga pembangkit listrik PLN lebih efisien. Untuk gas bumi, perlu dibangun
pembangkit listrik yang sesuai dengan karakter uap (panas bumi) yang ada di reservoir.

7.

Pengembangan pembangkit listrik mulut tambang. Indonesia perlu memanfaatkan
potensi batubara yang cukup besar khususnya untuk batubara dengan kualitas kalori
rendah untuk dikembangkan mendukung pembangunan pembangkit listrik mulut
tambang. Untuk itu perlu dibuat suatu kebijakan yang komprehensif guna mendukung
pemanfaatan batubara kalori rendah guna mendukung pembangunan kelistrikan di
tanah air.

12

IV. PENGEMBANGAN SEKTOR MANUFAKTUR
VISI UTAMA
Menuju sektor manufaktur yang berdaya saing global, bernilai tambah, dan menyerap pekerjaan berkualitas.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Perbaikan prosedur investasi dan penyederhanaan perijinan pengadaan bahan
baku; dengan mendorong online tracking system untuk proses perizinan investasi seperti
yang dilakukan BKPM, dan mempermudah perijinan ekspor impor yang implementasinya
dilakukan dan dimonitor oleh Indonesia National Single Window

2.

Dukungan untuk sektor-sektor andalan produktif yang menyerap banyak tenaga
kerja dengan menjaga integritas dan validitas proses penentuan UMR

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Mempercepat pembangunan infrastruktur energi dan logistik intra dan inter koridor
ekonomi sebagai stimulus investasi industri manufaktur seperti misalnya:
 Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur energi, logistik, serta lahan industri
di sentra industri utama dan KEK yang telah diprioritaskan pembangunannya
 Mengembangkan sistem reservasi truk barang dan pengunaan kapal RoRo kapasitas
besar untuk penyeberangan Merak-Bakauheni.

2.

Meneruskan dan mempercepat reformasi birokrasi dan perizinan untuk mendukung
perbaikan iklim investasi sektor manufaktur, seperti:
 Melanjutkan perluasan penggunaan on-line tracking sistem perijinan investasi di
beberapa Kementerian dan implementasi penuh sistem TI Indonesia National Single
Window sebagai platform penyelesaian ijin ekspor impor.
 Depolitisasi penetapan UMR serta peninjauan kembali aturan alih daya bagi industri
manufaktur guna mendorong produktivitas dan ekspansi UMK manufaktur
 Pembentukan task force untuk merasionalisasi dan memonitor perijinan ekspor
impor serta perijinan investasi hingga tingkat daerah

13

3.

Meningkatkan kapasitas SDM industri manufaktur guna mendorong produktivitas dan
menghadapi persaingan, misalnya melalui:
 Pembentukan National Training Fund (Program Nasional Dana Pelatihan) bagi pekerja
 Melibatkan swasta dalam revitalisasi peralatan dan kurikulum Balai Latihan Kerja
(BLK)

4.

Mengembangkan skema kebijakan insentif-subsidi yang terintegrasi, ter-institusionalisasi, serta legal-formal untuk mendorong daya saing ekspor manufaktur, yang
masih dalam kerangka WTO

5.

Implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai insentif peningkatan kualitas
produk dalam negeri.

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Fokus kepada pengembangan industri ringan, komponen, dan pengolahan pertanian yang membuka lapangan kerja dengan bergabung ke rantai pasok global (global
supply chain), sambil meningkatkan kesiapan industri berat, terutama dari sisi kehandalan
SDM, dan akses kepada infrastruktur energi dan logistik yang efisien.

2.

Mengembangkan aglomerasi klaster industri di lokasi dekat dengan seashore yang
terkoneksi dengan industri pendukung dalam negeri dan global supply chain serta
dengan pengaturan khusus tentang ketenagakerjaan, khususnya di daerah-daerah Jawa
Tengah, Jawa Timur bagian Utara, Lampung, dan Kalimantan bagian Selatan.

3.

Perbaikan konektivitas logistik multi-moda inter dan intra koridor ekonomi yang
dapat meningkatkan daya saing industri seperti:
 Prioritas perbaikan akses, infrastruktur, dan tatakelola terminal kontainer pelabuhan
laut dalam negeri di pelabuhan utama dan feeder tertentu
 Peningkatkan kapasitas dan layanan kapal penyeberangan barang jarak pendek
dengan RoRo untuk Jawa-Kalimantan, dan Indonesia Timur
 Perbaikan fasilitasi proses kepabeanan ekspor impor di bandara, pelabuhan dan Dry
Port yang memungkinkan industri manufaktur menerapkan just in time inventory.
 Membuka dan mengembangkan jalur dan stasiun Kereta Api dari pelabuhan ke
kawasan industri untuk transportasi barang jarak jauh

4.

Meningkatkan dukungan melalui insentif dan fasilitas Research & Development (R&D),
khususnya dalam mengembangkan produk-produk turunan bernilai tambah

14

V. PENGEMBANGAN SEKTOR JASA
VISI UTAMA
Menciptakan sektor jasa yang bersifat sebagai enabling industry agar mampu mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia sekaligus menjamin pemerataan
dengan menjadi input yang lebih efisien, berkualitas tinggi serta dapat diandalkan.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Penentuan prioritas tinggi diberikan untuk Jasa Keuangan, Jasa-jasa Logistik, Jasa
Pendidikan, Jasa Kesehatan, dan Jasa Parawisata.

2.

Membangun koordinasi lintas sektor jasa melalui pembentukan Dewan Pengembangan Jasa Nasional. Dewan ini merupakan badan pemerintahan yang bertanggungjawab dalam memberikan saran pengembangan dan perencanaan sektor jasa pada
tingkat makro secara komprehensif.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Penerapan service level agreement secara tegas dalam pelayanan publik meliputi standar
lama waktu perizinan, birokrasi, dan perumusan regulasi dengan melibatkan masyarakat
untuk memberikan masukan maksimum 60 hari.

2.

Pengurangan restriksi penanaman modal dalam bidang jasa. Aturan dalam permohonan dan pemberian izin operasi untuk berbagai sektor jasa yang tidak terlalu memerlukan penilaian teknis secara rumit sebaiknya dapat dipermudah

3.

Meningkatkan kualitas pelayanan internet broadband mengingat perannya dalam
pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan (World Bank 2009).

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Merumuskan prioritas Sektor Jasa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2015-2019.

2.

Meningkatkan nilai tambah sektor jasa sebagai sektor penyerap tenaga kerja dengan
produktivitas yang lebih tinggi, inovatif dan efisien.

3.

Harmonisasi dan sinergi regulasi dalam meningkatkan kepastian hukum di sektor Jasa
meliputi UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah dan Regulasi

15

yang terkait dengan prosedur dan persyaratan lisensi, kualifikasi standar teknis penyedia
jasa.
4.

Memberikan kemudahan dalam proses rekruitmen serta outsourcing, menjadi hal yang
perlu diperhatikan, termasuk kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja terampil dari
luar negeri.

5.

Mendukung pengembangan industri kreatif nasional baik melalui peningkatan talenta,
pengetahuan, maupun penyerapan teknologi dan mendukung start ups di bidang TI
untuk industri kreatif.

6.

Menambah jumlah pelabuhan yang dijadikan hub dalam perdagangan international
yang disertai dengan pengelolaan pelabuhan (soft infrastructure) yang efektif dan efisien.

7.

Mendorong pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dengan sistem logistik
nasional dan sistem transportasi nasional.

8.

Peningkatan kualitas dan kompetensi, terutama dengan mengadopsi berbagai standar
dan prosedur yang berlaku secara internasional, dan membangun jaringan internasional
yang lebih luas.

9.

Mendukung industri health care terutama dalam kaitannya dengan pemberlakuan BPJS
yang fokus pada kapasitas supply dalam merespon dan menyediakan pelayanan
kesehatan secara merata baik berdasarkan kelas pelayanan maupun sebaran geografis.

VI. PENGEMBANGAN SEKTOR FINANSIAL
VISI UTAMA
Mendorong terjadinya pendalaman finansial (financial deepening) dan terciptanya
inklusi finansial dalam memudahkan akses keuangan bagi seluruh masyarakat
dan sektor usaha di Indonesia.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
 Mendorong terjadinya inklusi finansial untuk kemudahan akses bagi seluruh sektor
usaha di indonesia.

16

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Melakukan pendalaman pasar (financial deepening) jangka panjang terutama untuk
mengatasi permasalahan mismatch di perbankan dan pasar keuangan.

2.

Melakukan revisi dan peninjauan terhadap regulasi di bidang institusi finansial
meliputi: 1) Peraturan Pemerintah tentang Sisa Anggaran Lebih (SAL) OJK; 2) UU
Perbankan, UU BUMN, UU Penanggulangan Bencana; 3) Perpres tentang aturan
kepemilikan asing di perbankan nasional; 4) Peraturan Kementerian Keuangan agar tidak
ada pajak berganda untuk pembiayaan kembali (sales and lease back) untuk bisnis leasing;
5) Membuat aturan yang jelas mengenai outsourcing di bidang Perbankan.

3.

Peningkatan kapasitas tenaga kerja yang handal di bidang institusi finansial. Upaya
yang dapat dilakukan yaitu: 1) Pelatihan dan sertifikasi bagi agen asuransi dan aktuaris
dengan melakukan kerjasama pelatihan dan kerja praktek antara lembaga pendidikan
dengan pihak swasta (pengusaha); 2) Peningkatan kemampuan pengelolaan portofolio
dari manajemen asuransi via pelatihan dan sertifikasi

4.

Mendorong efisiensi institusi finansial dalam rangka konsolidasi dan peningkatan
daya saing. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merger dan akuisisi
perbankan agar sesuai dengan cetak biru Arsitektur Perbankan Indonesia (API); Pendirian
Biro Informasi Risiko & klaim asuransi; Implementasi merger perusahaan reasuransi
BUMN;

5.

Memberikan Insentif untuk institusi finansial. Insentif ini dapat berupa Insentif pajak
untuk transaksi M&A; penerapan PPH progresif bagi perusahaan di bursa berdasarkan
free-float; penghapusan pajak deviden dan transaksi bagi investor; mempertimbangkan
premi asuransi jiwa diperhitungkan sebagai komponen pengurang penghasilan kena
pajak (khusus komponen asuransi).

6.

Mengembangkan tingkat literasi finansial masyarakat. Hal ini dapat dilakukan
dengan memasifkan program sosialisasi keuangan, menumbuhkan kesadaran masyarakat
akan pentingnya sektor keuangan dan meningkatkan akses finansial bagi semua lapisan
masyarakat dan usaha.

17

VII. PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR

VISI UTAMA
Menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan infrastruktur melalui pembangunan
proyek-proyek prioritas untuk mereduksi biaya logistik dan telekomunikasi, meningkatkan taraf hidup, dan konektivitas dalam rangka meningkatkan daya saing
dalam ekonomi.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Penggunaan hasil penghematan subsidi BBM untuk katalis percepatan perampungan
proyek Infrastruktur untuk: pembangkit tenaga listrik, jalan tol, pelabuhan laut,
pelabuhan udara, dan kilang minyak bumi, yang dipilih dari FTP 1 dan 2, misal: Pelabuhan Kontainer Kali Baru Jakarta, Pelabuhan Kontainer Teluk Balong Jakarta, dll.

2.

Peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1,5% point dari PDB untuk menghasilkan dampak ganda (crowding in effect) melalui skema PPP dengan perbaikan pembebasan lahan dan perijinan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Meningkatkan anggaran publik untuk infrastruktur. Peningkatan alokasi pengeluaran
pemerintah untuk infrastruktur.

2.

Menyempurnakan institusi pemerintah sebagai perencana, koordinator, dan evaluator dari proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah melalui KPPIP dan badan lainnya
harus mampu bekerja dan memfasilitasi suara stakeholders.

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Membangun infrastruktur-infrastruktur prioritas. Dengan keterbatasan dana infrastruktur, memilih beberapa infrastruktur prioritas adalah keharusan untuk menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tepat sasaran. Antara lain sektor Listrik dan energi menjadi prioritas serta pelabuhan untuk transportasi laut.

2.

Mendorong dan menyempurnakan Public-Private Partnership (PPP) untuk infrastruktur
strategis. PPP sudah diimplementasikan beserta institusi-institusi pendanaan yang akan

18

mendukung swasta dalam berinvestasi di bidang infrastruktur, namun insititusi-institusi
tersebut harus diperkuat.
3.

Memperbaiki masalah pembebasan lahan dengan meningkatkan akuntabilitas
pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin akses lahan.

VIII. TATA KELOLA HUKUM DAN PEMERINTAHAN
Tantangan bidang lintas sektor hukum, otonomi daerah, reformasi birokrasi dan ketenagakerjaan memiliki benang merah pada substansi tata kelola pemerintahan (good governance)
mencakup nilai-nilai partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. Dimensi tantangan yang
dihadapi bermuara pada kualitas produk peraturan perundang-undangan, institusi kelembagaan, dan implementasinya dengan sumber daya manusia yang menjalankannya – plus
tantangan penegakan hukum.

VISI UTAMA
Mewujudkan keselarasan antara kualitas produk perundang-undangan, institusi
kelembagaan pendukungnya, dan sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas tinggi yang menjalankannya, sebagai prasyarat dasar dukungan untuk
meningkatkan kinerja sektor usaha.

REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA
1.

Dukungan Fiskal bagi Stimulan Ekonomi, Memperbesar ruang fiskal dengan mewajibkan Pemda mengalokasikan minimal 30% APBD (earmark) untuk belanja modal.

2.

Reformasi Regulasi Usaha. Pembentukan Komite Regulasi sebagai pusat dokumentasi,
kajian dan sumber rekomendasi bagi efektivitas manajemen penanganan Perda pajak,
retribusi dan perijinan usaha.

3.

Reformasi Birokrasi Perijinan. Pembentukan tim bersama Kemendagri-BKPM [bersama
KemenPAN, Kemenko Perekonomian, dan dibantu institusi pemantauan otonomi daerah]
untuk bekerja di bawah koordinasi kantor Setwapres dan Setkab guna merumuskan PTSP
(Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bermodel tunggal yang tidak membingungkan daerah
selama ini. Revisi Permendagri No.24 tahun 2006 dan Perpres No.27 Tahun 2009 dilakukan untuk menjamin kerangka kelembagaan, business process, dan dasar kewenangan
yang pasti bagi daerah.

19

4.

Reposisi Gubernur. Memperjelas dual function Gubernur sebagai Kepala Daerah dan
Wakil Pemerintah yang tidak efektif lantaran basis kewenangan lemah.

5.

Perintah Presiden tentang Transparansi Program dan Anggaran dengan mewajibkan
seluruh Kementerian Lembaga mengunduh program & anggarannya di website.

6.

Tenaga Kerja Alih Daya (Outsourcing) Penghapusan Permenakertrans 19/2012 tentang
Syarat-syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain,
selain bertentangan dengan UU 13/2003 juga tidak dapat dilaksanakan.

7.

Penentuan Upah Minimum dengan Acuan Produktivitas. Penentuan Upah Minimun
(UM) 2014 mengikuti peraturan perundang-undangan yaitu UM tertinggi sebesar KHL
sebagaimana dipertegas pada Inpres 9/2003 dan Permenaker 7/2013 tentang Pengupahan. Upah di atas KHL berdasarkan perundingan bi-partit.

8.

Pentahapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 diundur
menunggu kesiapan BPJS Kesehatan.

REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA
1.

Pembentukan team task force yang bertugas mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk harmonisasi peraturan perundang-undangan di semua
tingkatan, termasuk namun tidak terbatas pada lingkup pertambangan, energi, kehutanan, perkebunan, tata ruang wilayah, dan perijinan usaha.

2.

Pemerintah harus menghentikan kriminalisasi kasus-kasus perdata oleh Polri dan
Kejagung yang dapat merongrong kewibawaan Pengadilan Tipikor, Polri dan Kejagung
sendiri.

3.

Memperjelas status keuangan Badan Usaha Milik Negara apakah merupakan keuangan negara karena akibat ketidakjelasan ini, banyak terjadi tindakan bisnis (perdata)
dikriminalisasikan oleh aparat penegak hukum.

4.

Pelimpahan kewenangan pengawasan Perda oleh Presiden ke Kementerian Keuangan
untuk mengevaluasi Perda-Perda yang bermasalah, terutama yang terkait dengan perizinan serta pajak dan retribusi. Pencabutan Perda ini juga harus diikuti dengan pengawasan
ketat dari Pemerintah guna memastikan bahwa pemerintah daerah tidak menerapkan
Perda yang telah dibatalkan oleh Pemerintah.

5.

Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) secara terlembaga
agar sesuai tujuannya untuk menjadikan perijinan usaha lebih sederhana, lebih cepat,
dan dengan biaya sewajarnya.

6.

Koordinasi yang baik antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penetapan tata
ruang dan tata wilayah guna menghindari ketidakpastian hukum dan berinvestasi.

20

Selain itu, perlu memberitahukan tentang perubahan tata ruang kepada investor ataupun
diumumkan secara publik.
7.

Pengelolaan administrasi pertanahan secara profesional dan akurat agar terhindar dari
permasalahan sertifikat ganda, diantaranya dengan membangun data base online
kepemilikan dan penguasaan tanah.

8.

Peningkatan profesionalisme birokrat yang membidangi dunia usaha melalui training
oleh pelaku usaha secara berkelanjutan agar birokrat mengerti bisnis dan persoalan di
bidangnya masing-masing sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik.

REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN
1.

Pelibatan pelaku usaha dan stakeholder terkait lainnya dalam setiap pembentukan
peraturan perundang-undangan yang terkait aktivitas usaha.

2.

Sentralisasi pusat data on-line seluruh peraturan perundang-undangan mulai dari
tingkat nasional sampai daerah yang dapat diakses publik secara terbuka.

3.

Revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dengan mengakomodasi kepentingan
pekerja, pengusaha dan pencari kerja; diantaranya dengan mengubah ketentuan terkait
UMP/K, PHK, outsourcing, dan lain-lain.

4.

Penentuan upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net) harus didasarkan
pertimbangan kepentingan pekerja, pengusaha dan pencari kerja. Mekanisme penentuannya secara teknokratis oleh lembaga independen dan tersentralisir, yang tidak
dapat dirubah oleh Kepala Daerah. Sedangkan penentuan upah minimum sektoral ditentukan melalui mekanisme tripartit.

5.

Penegakkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum secara konsisten guna mempercepat pembangunan infrastruktur strategis. Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan
ini harus juga memperhatikan ketahanan pangan dan lingkungan hidup di Indonesia.
Kewajiban pemerintah untuk pengadaan infrastruktur harus didukung oleh kemampuan
pembiayaan pemerintah.

6.

Penentuan batas penggunaan anggaran untuk biaya birokrasi melalui earmark APBN
maupun APBD untuk mendorong meningkatnya alokasi dana pembangunan.

7.

Penguatan program insentif dan dis-insentif fiskal maupun non-fiskal terhadap penilaian kinerja pemerintah daerah, termasuk insentif untuk Kerjasama Antar Daerah.

8.

Peningkatan profesionalisme Aparat Penegak Hukum selain penguasaan teknis
hukum, juga agar memiliki perspektif ekonomi dalam menjalankan tugasnya sehingga

21

tindakan/keputusannya tidak menjadi bumerang bagi penciptaan iklim investasi yang
baik.
9.

Implementasi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatus Sipil Negara yang memungkinkan untuk mengangkat Aparatur Sipil Negara (ASN) dari swasta untuk mengisi
lemahnya kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berbagai bidang.

22