Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis Dan Issn | Makalah Dan Jurnal Gratis

JURNAL AKUNTANSI, MANAJEMEN BISNIS DAN
SEKTOR PUBLIK (JAMBSP)

ISSN 1829 – 9857

PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP
KUALITAS LABA DAN NILAI PERUSAHAAN PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
Wilsna Rupilu
wilsnarupilu@yahoo.com
Mahasiswa Magister Sains Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (Stiesia) Surabaya

ABSTRAC
This research had the purpose to know the effect of corporate governance mechanism on
the profit quality and the corporate value. Corporate governance mechanism was
measured by using 4 variables (independent commissioner board, managerial ownership,
institutional ownership and audit committee), profit quality was measured by discretional
accrual and corporate value in this research was measured by Tobin’s Q value. Data
gathering used the purposive sampling method on the manufacturing companies listed in
the Indonesian Stock Exchange in 2006 to 2010. As many as 90 manufacturing companies

were used as samples. The analysis method of this research used the multiple-regression.
Based on the testing results it was found that the corporate governance measurement
variables affecting profit quality and corporate value were managerial ownership,
institutional ownership and audit committee. These meant that the corporate governance
mechanism as the supervision function on management was very effective in improving
profit quality and corporate value. While, the independent commissioner board variable
had no effect on profit quality and corporate value.
Key words: Corporate Governance Mechanism, Profit Quality and Corporate Value.

PENDAHULUAN
Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional
perusahaan. Informasi tentang laba untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis
dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan (Parawiyati, 1996). Baik kreditur maupun
investor, menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan
earning power, dan untuk memperdiksi laba di masa yang akan mendatang. Beberapa
penelitian mendukung bahwa manipulasi terhadap earnings management juga sering
dilakukan oleh manajemen. Penyusunan earnings dilakukan oleh manajemen yang lebih
mengetahui kondisi dalam perusahaan, kondisi tersebut diprediksi oleh Dechow (1995)
Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)


101

dapat menimbulkan masalah karena manajemen sebagai pihak yang memberikan
informasi tentang kinerja perusahaan dievaluasi dan dihargai berdasarkan laporan yang
dibuatnya sendiri. Laba yang kurang berkualitas bisa terjadi karena dalam menjalankan
bisnis perusahaan, manajemen bukan merupakan pemilik perusahaan. Pemisahan
kepemilikan ini akan dapat menimbulkan konflik dalam pengendalian dan pelaksanaan
pengelolaan perusahaan yang menyebabkan para manajer bertindak tidak sesuai dengan
keinginan para pemilik. Konflik yang terjadi akibat pemisahan kepemilikan ini akan
disebut dengan konflik keagenan.
Konflik keagenan dapat mengakibatkan adanya sifat manajemen melaporkan laba secara
oportunis untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya. Jika hal ini terjadi akan
mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Subramanyam (dalam Siregar dan Utama 2005)
menyatakan bahwa salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Laba yang diukur
atas dasar akrual dianggap sebagai ukuran yang lebih baik atas kinerja perusahan
dibandingkan arus kas operasi karena akrual mengurangi masalah waktu dan
mismatching yang terdapat dalam penggunaan arus kas dalam jangka pendek (Dechow,
1994). Dalam prosesnya, dasar akrual memungkinkan adanya perilaku manajer dalam
melakukan rekayasa laba atau earnings management guna menaikkan atau menurunkan

angka akrual dalam laporan laba rugi. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak
terhadap kualitas laba yang dilaporkan (Boediono, 2005). Kualitas laba khususnya dan
kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang
menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak dan pengambilan keputusan
investasi (Schipper dan Vincent, 2003). Bagi investor, laporan laba dianggap mempunyai
informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten.
Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan para
pemakainya seperti investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang
(Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama (dalam Wahyudi dan Pawestri 2006) menyatakan
nilai perusahaan akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Laba sebagai bagian dari
laporan keuangan yang tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi
ekonomis perusahaan dapat diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan
informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak
pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan oleh investor untuk membentuk nilai
pasar perusahaan, maka laba tidak dapat menjelaskan nilai pasar perusahaan yang
sebenarnya (Boediono, 2005). Dalam jangka panjang, tujuan perusahaan adalah
mengoptimalkan nilai perusahaan. Semakin tinggi nilai perusahaan menggambarkan
semakin sejahtera pula pemiliknya.
Dengan melihat tujuan utama perusahaan yaitu meningkatkan nilai perusahaan maka
penerapan corporate governance merupakan salah satu elemen kunci dalam

meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara mana-

102

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

jemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan
sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik
monitoring kinerja (Deni et al., 2004).
Salah satu mekanisme yang diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan yaitu dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Kaen (2003)
menyatakan corporate governance pada dasarnya menyangkut masalah siapa (who) yang
seharusnya mengendalikan jalannya kegiatan korporasi dan mengapa (why) harus
dilakukan pengendalian terhadap jalannya kegiatan korporasi. Yang dimaksud dengan
siapa adalah para pemegang saham, sedangkan “mengapa” adalah karena adanya
hubungan antara pemegang saham dengan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap
perusahaan. Beberapa mekanisme yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah
keagenan tersebut adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial. Bernhart dan
Rosenstein (1998), menyatakan beberapa mekanisme (mekanisme corporate governance)

seperti mekanisme internal, seperti struktur dewan komisaris serta mekanisme eksternal
seperti pasar untuk kontrol perusahaan diharapkan dapat mengatasi masalah keagenan
tersebut. Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer
akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi
untuk meningkatkan kinerja. Kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi merupakan
fungsi yang posifif dari porsi dan independensi dari dewan komisaris eksternal. Komite
audit yang bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit
eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal juga diharapakan dapat
mengurangi sifat oppurtinistic manajemen yang melakukan manajemen laba.
Warfield et al. (1995) menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan
secara negatif dengan manajemen sebagai proksi kualitas laba. Chtourou et al. (2001)
menemukan bahwa earning management secara signifikan berhubungan dengan beberapa
praktik governance oleh dewan komisaris dan komite audit. Klein (2002) memberikan
bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independent
melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang lebih kecil dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit independen. Konflik keagenan
yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic manajemen akan mengakibatkan
rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan
pembuatan keputusan kepada para pemakainya seperti para investor dan kreditor,
sehingga nilai perusahaan akan berkurang. Berdasarkan teori keagenan, permasalahan

tersebut dapat diatasi dengan adanya tata kelola perusahaan yang baik (good corporate
governance).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dirumuskan permasalahan agar pembahasan
penelitian ini lebih jelas dan terarah. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah: 1). Apakah mekanisme corporate governance mempengaruhi kuliatas laba?, 2).

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

103

Apakah mekanisme corporate governance mempengaruhi nilai perusahaan?, 3). Apakah
kualitas laba mempengarui nilai perusahaan?
Sesuai dengan uraian dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah: 1). Untuk menguji secara empiris mekanisme corporate governance
mempengaruhi kualitas laba. 2). Untuk menguji secara empiris mekanisme corporate
governance mempengaruhi nilai perusahaan. 3). Untuk menguji secara empiris kualitas
laba mempengaruhi nilai perusahaan.
Ruang Lingkup
Agar dalam penelitian ini tidak terjadi kesimpangsiuran dan terbatas serta fokus pada
permasalahan yang akan diteliti serta menghindari pembahasan yang lebih luas maka

ruang lingkup penelitian mencakup faktor kualitas laba (KL), nilai Perusahaan (NP)
sebagai variabel dependen, dan kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusional
(KI), komisaris independen (DK), serta komite audit (KA) sebagai variabel independen.

TINJAUAN TEORETIS
Pengembangan Hipotesis
Dewan Komisaris Independen, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Wilopo (2004) menganalis hubungan dewan komisaris independen, komite audit, kinerja
perusahaan dan akrual diskresioner. Dari penelitian tersebut dilaporkan bahwa kehadiran
komite audit dan dewan komisaris independen mampu mempengaruhi secara negatif
praktik manajemen laba di perusahaan.
Sathila Palestin (2006) menganalisis hubungan Kepemilikan, Praktik Corporate
Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba. Dari penelitian tersebut
dilaporkan bahwa kepemilikan, proporsi dewan komisaris independen dan kompensasi
bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Chtourou et.al. (2001)
menganalisis hubungan Corporate Governance and Earnings Management. Dari
penelitian tersebut dilaporkan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh
signifikan terhadap Earnings Management. Fama dan Jensen (dalam Ujiyantho dan
Pramuka 2007) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat
bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal

dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen.
Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring
agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Beasley (1996) menyarankan
bahwa masuknya dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan meningkatkan
efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi manajemen untuk mencegah kecurangan
laporan keuangan. Hasil penelitiannya juga melaporkan bahwa komposisi dewan
komisaris lebih penting untuk mengurangi terjadinya kecurangan pelaporan keuangan,

104

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

daripada kehadiran komite audit. Analisis lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa
karakteristik komisaris yang berasal dari luar perusahaan (outsider director) juga
berpengaruh terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan pelaporan keuangan.
Veronika dan Utama (2005) meneliti pengaruh dari struktur kepemilikan, ukuran
perusahaan, dan praktek corporate governance terhadap besaran pengelolaan laba. Hasil
penelitiannya melaporkan bahwa dewan komisaris independent tidak terbukti berpengaruh terhadap tindak manajemen laba yang dilakukan perusahaan di indonesia.
Widyaningdyah (2001), Parulian (2004) menemukan bahwa komisaris independen
perusahaan-perusahan di BEJ tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi pengelolaan

laba perusahaan.
Brown dan Caylor (2004) meneliti mengenai pengaruh corporate governance terhadap
kinerja operasional (return on equity, profit margin, and sales growth), penilaian (Tobin’s
Q) dan shareholder payout (dividend yield dan share repurchases). Corporate
governance diukur dengan menggunakan Gov-Score, yang berdasar pada data yang
disediakan Institutional Shareholder Services. Gov-Score merupakan campuran dari 51
faktor yang mencakup 8 kategori corporate governance antara lain audit dan board of
directors. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa perusahaan dengan tata kelola yang
lebih baik relatif lebih profitable, memiliki Tobin’s Q yang lebih dan pembayaran kepada
pemegang saham yang lebih baik. Brown dan Caylor (2004) juga menemukan bahwa
perusahaan dengan independent boards mempunyai return on equity, profit margin dan
dividend yield yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H1: Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas laba.
H2: Komposisi komisaris independen berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan Manajerial, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Kualitas laba yang dilaporkan dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham manajerial.
Tekanan dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang
rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang
sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan

(Boediono, 2005). Gabriel et al. (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial
dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data
pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan
antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara
kepemilikan manajerial dengan kandungan informasi laba.
Penelitian Solihan dan Taswon (dalam Jogi dan Josua, 2007) menemukan hubungan yang
signifikan dan positif antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan. Sementara
penelitian yang dilakukan Laster dan Faccio (1999) menemukan hubungan yang lemah
antara kepemilikan manajemen dan nilai perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

105

Jensen dan Meckling (1976) menemukan bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh
manajemen maka berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan
penggunaan sumber daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Berbeda
dengan penelitian Siallagan dan Machfoedz (2003) menyatakan bahwa dengan
menggunakan OLS maupun 2SLS menemukan hubungan antara kepemilikan manajerial
dan nilai perusahaan adalah negatif dan linier sehingga disimpulkan bahwa dengan

kepemilikan manajemen yang tinggi akan menurunkan nilai perusahaan.
Siallagan dan Machfoedz (2006) yang juga meneliti pengaruh kepemilikan manajerial
terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual dan nilai perusahaan
yang diukur dengan Tobin’s Q, menyimpulkan dari hasil pengujiannya bahwa
kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba, sedangkan
pengaruh kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan adalah negatif.
Berdasarkan uraian diatas, maka bisa ditarik hipotesis:
H3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kualitas laba.
H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan Institusional, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki
kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor
individual. Menurut Lee et al., (1992) dalam Fidyati (2004) menyebutkan dua perbedaan
pendapat mengenai investor institusional. Pendapat pertama didasarkan pada pandangan
bahwa investor institusional adalah pemilik sementara (transfer owner) sehingga hanya
terfokus pada laba sekarang (current earnings). Perubahan pada laba sekarang dapat
mempengaruhi keputusan investor institusional. Jika perubahan ini tidak dirasakan
menguntungkan oleh investor, maka investor dapat melikuidasi sahamnya. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa investor institusional biasanya memiliki saham dengan
jumlah besar, sehingga jika mereka melikuidasi sahamnya akan mempengaruhi nilai
saham secara keseluruhan. Untuk menghindari tindakan likuidasi dari investor, manajer
akan melakukan earnings management.
Boediono (2005) dalam penelitiannya mengenai pengaruh mekanisme corporate
governance dan dampak manajemen laba menemukan bahwa struktur kepemilikan
institusional berpengaruh secara positif terhadap manajemen laba. Mitra (2002), Koh
(2003), dan Midiastuty & Machfoedz (2003) juga menemukan bahwa kehadiran
kepemilikan institusional yang tinggi membatasi manajer untuk melakukan pengelola an
laba. Tetapi Darmawati (2003) tidak menemukan bukti adanya hubungan antara
pengelolaan laba dengan kepemilikan institusional. Pendapat kedua memandang investor
institusional sebagai investor yang berpengalaman (sophisticated). Menurut pendapat ini,
investor lebih terfokus pada laba masa datang (future earnings) yang lebih besar relatif
dari laba sekarang. Dalam Fidyati (2004), Shiller dan Pound (1989) menjelaskan bahwa

106

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

investor institusional menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan analisis
investasi dan mereka memiliki akses atas informasi yang terlalu mahal perolehannya bagi
investor lain. Investor institusional akan melakukan monitoring secara efektif dan tidak
akan mudah diperdaya dengan tindakan manipulasi yang dilakukan manajer. Berbeda
dengan penelitian Wedari (2004) dan Cornett et al. (2006) yang menemukan bukti
konsentrasi kepemilikan oleh institusional tidak mampu mengurangi aktivitas manajemen
laba didalam perusahaan.
Wahyudi dan Pawestri (2006) Dalam penelitiannya mengenai implikasi struktur kepemili
kan terhadap nilai perusahaan menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
positif terhadap nilai perusahaan. Suranta dan Machfoedz (2003) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa nilai perusahaan (Tobin’s Q) dipengaruhi oleh kepemilikan
manajerial, institusional dan ukuran dewan direksi. Kepemilikan institusional, dimana
umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan
diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang
dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004). Begitu pula menurut Wening (2009) Semakin
besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan
dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Shleifer dan Vishny (dikutip oleh
Tendi Haruman, 2007) menyatakan bahwa jumlah pemegang saham besar mempunyai
arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya
kepemilikan institusional akan dapat memonitor tim manajemen secara efektif dan dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut:
H5 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kualitas laba.
H6 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Komite Audit, Kualitas Laba, dan Nilai Perusahaan
Dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate
governance), Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)
melalui Kep-339/BEJ/07-2001 mewajibkan perusahaan publik untuk memiliki komite
audit. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat professional yang independen
kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh direksi
kepada dewan komisaris serta mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian
dewan komisaris.
Klein (2002) memberikan bukti secara empiris bahwa perusahaan yang membentuk
komite audit independen melaporkan laba dengan kandungan akrual diskresioner yang
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membentuk komite audit
independen. Wedari (2004) yang menguji pengaruh komite audit terhadap praktik
manajemen laba menemukan bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

107

manajemen laba. Artinya, komite audit belum berhasil mengurangi manajemen laba.
Peran komite audit sangat penting karena mempengaruhi kualitas laba perusahaan yang
merupakan salah satu informasi penting yang tersedia untuk publik dan dapat digunakan
investor untuk menilai perusahaan. Investor sebagai pihak luar perusahaan tidak dapat
mengamati secara langsung kualitas sistem informasi perusahaan sehingga persepsi
mengenai kinerja komite audit akan mempengaruhi penilaian investor terhadap kualitas
laba perusahaan (Suaryana, 2005).
Penelitian Veronica dan Utama (2005) menguji pengaruh keberadaan komite audit dalam
perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel
keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan.
Artinya keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi
di perusahaan. Chtourou et.al (2001) menemukan hubungan negatif antara manajemen
laba dan praktik governance yang dilakukan oleh komite audit. Setiawan (2006)
menunjukkan bahwa komite audit berpengaruh signifikan secara positif terhadap kualitas
laba (earnings response coefficient), artinya dengan adanya komite audit maka
perusahaan dapat meningkatkan kualitas laba yang dilaporkan. Carcello et.al. (2006)
menunjukan bahwa (1) Komite audit independen dengan keahlian keuangan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba, (2) ukuran perusahaan berpengaruh
signifikan terhadap manajemen laba.
Penelitian Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa keberadaan komite audit
mempunyai pengaruh positif terhadap kualitas laba dan juga nilai perusahaan yang
dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat
meningkatkan efektifitas kinerja perusahaan.
Dari uraian diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H7 : Keberadaan komite audit mempunyai pengaruh terhadap kualitas laba.
H8 : Keberadaan komite audit mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Chan et al. (2001) menguji apakah return saham yang akan datang akan mereflesikan
informasi mengenai kualitas laba saat ini. Kualitas laba diukur dengan akrual. Mereka
menemukan bahwa perusahaan dengan akrual yang tinggi menunjukkan laba perusahaan
berkualitas rendah, demikian juga sebaliknya. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham
di pasar modal harga saham yang ditransaksikan di bursa merupakan indikator nilai
perusahaan. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja
manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Jika laba seperti ini digunakan
oleh investor untuk membentuk nilai pasar perusahaan, maka laba tidak dapat
menjelaskan nilai pasar perusahaan yang sebenarnya. Bagi investor, laporan laba
dianggap mempunyai informasi untuk menganalisis saham yang diterbitkan oleh emiten
(Boediono, 2005).

108

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

Apakah yang dimaksud dengan kualitas laba (earnings quality)?. Yee (2006) mengungkapkan bahwa untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dipahami bahwa laporan
laba memiliki dua peranan. Pertama, sebagai atribut dasar (fundamental attributes), dan
kedua sebagai atribut pelaporan keuangan (financial reporting attributes). Laba
fundamental (fundamental earnings) adalah ukuran profitabilitas akuntansi yang
mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar dividen di masa depan. Pada sisi
lain, laba yang dilaporkan (reported earnings) merupakan pertanda kurang baik yang
harus diumumkan oleh perusahaan. Kualitas laba menunjuk pada seberapa cepat dan tepat
laba yang dilaporkan mengungkapkan laba fundamental. Semakin tinggi kualitas laba,
maka semakin cepat dan tepat laba yang dilaporkan menyampaikan nilai sekarang dari
dividen yang diharapkan. Kualitas laba menjadi perhatian para pengguna laporan
keuangan Karena laba berperan penting dalam pembuatan perjanjian dan keputusan
investasi. Siallagan dan Machfoed (2006) yang menguji pengaruh kualitas laba terhadap
nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ pada periode 20002004 menyimpulkan bahwa kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai
perusahaan.
Dari penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H9: Kualitas laba berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dan Gambaran dari Populasi (Obyek Penelitian)
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif (Quantitative Paradigm). Paradigma
kuantitatif ini menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variablevariabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik
(Indiantoro dan Supomo, 1999:12). Penelitian ini juga meng- gunakan metode peneltian
deduktif, yang bertujuan untuk menguji (testing) hipotesis melalui validasi teori atau
pengujian aplikasi teori pada keadaan tertentu (Indiantoro dan Supomo, 1999:23).
Gambaran Populasi ( Obyek ) Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya, (Sugiyono, 2007:72) dan yang menjadi polulasi dalam
penelitian ini adalah semua perusahaan yang sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Teknik Pengambilan Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2007:73) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
diambil oleh populasi tersebut. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

109

penelitian ini adalah purposive sampling, peneliti mempunyai tujuan atau target dalam
memilih sampel.
Sedangkan perusahaan yang menjadi sampel dipilih berdasarkan kriteria-kriteria tertentu
yaitu:
1. Perusahaan manufaktur yang listed di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006-2010.
2. Perusahaan manufaktur yang memiliki data komite audit, dewan komisaris
independen, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial.
3. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan untuk periode yang
berakhir 31 Desember selama periode pengamatan 2006-2010.
4. Perusahaan yang mempunyai laporan tahunan auditan untuk periode yang berakhir 31
Desember selama periode pengamatan 2006-2010.
Variabel dan Defenisi Operasional Variabel
Yang dimaksud dengan definisi operasional variabel menurut Naburko (1998:61) adalah
suatu defenisi yang didasarkan pada mengubah konsep-konsep dengan kata-kata yang
menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji dan
ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Dengan kata lain defenisi operasional variabel
mengubah konsep atau variabel yang abstrak ke tingkat yang lebih realitas, konkrit
sehingga gejala tersebut mudah dikenal.
Berdasarkan pada batasan masalah maka variabel-variabel yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah:
1. Kepemilikan manajerial (KM) adalah para pemegang saham, semakin besar
kepemilikan manajerial dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk
berusaha untuk meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan
untuk kepentingannya sendiri Ross et al. (1999) dalam Tarjo (2008). Secara matematis
kepemilikan manajerial (KM) dapat diformulasikan sebagai berikut:
Jumlah saham yang dimiliki manajer + Dewan komisaris
KM =
Total keseluruhan saham perusahaan
2. Kepemilikan Institusional (KI)
Kepemilikan institusional adalah jumlah persentase hak suara yang dimiliki oleh
institusi (Beiner et al., 2003). Dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan
indikator persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham
yang beredar.
3. Dewan Komisaris Independen (DK) adalah puncak dari system pengelolaan internal
perusahaan, peranan dewan komisaris independent juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring
atas laporan keuangan. Proporsi Komisaris Independen adalah persentase jumlah

110

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

dewan komisaris independen terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan
dewan komisaris perusahaan sampel.
4. Komite Audit (KA) suatu kelompok yang sifatnya independent atau tidak memiliki
kepemilikan terhadap manajemen dan diangkat secara khusus serta memiliki pandangan antara lain bidang akuntansi dan hal-hal lain yang terkait dengan sistem
pengawasan internal perusahaan (Zarkasyi, 2008:16). pengukuran komite audit
menggunakan variabel dummy, yaitu apabila perusahaan sample memiliki komite
audit maka akan diberi angka 1, apabila perusahaan sampel tidak memiliki komite
audit maka diberi angka 0.
5. Menurut Chan et al., (2001) mengartikan kualitas laba sebagai akrual yang terkandung
dalam laba yang dilaporkan perusahaan, atau persistensi laba. kualitas laba diukur
dengan menggunakan rumus Discretionary accruals (DA). Dengan menggunakan
model Jones yang dimodifikasi. Penggunaan discretionary accruals sebagai proksi
manajemen laba dihitung dengan menggunakan Modified Jones Model (Dechow et al.,
1995), model tersebut dituliskan sebagai berikut:
TACt = Nit – CFOit
Nilai total accrual (TA) yang diestimasi dengan persaman regresi Ordinary east Squere
(OLS) sebagai berikut:
TAi / A = α (1/ A ) + α ((Δ REV - Δ REC ) / A ) + α (PPE / A ) + e
t

t-1

1

t-1

2

t

t

t-1

3

t

t-1

Dengan menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary accruals (NDA)
dapat dihitung dengan rumus:
NDAit = α (1/ A ) + α ((Δ REV - Δ REC ) / A ) + α (PPE / A )
1

t-1

2

t

t

t-1

3

t

t-1

Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit = TAit / Ait-1 – NDAit
Keterangan:
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
TAit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t
Nit
= Laba bersih perusahaan i pada periode ke -t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t -1
Δ Revt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
Δ Rect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e
= error terms
α
= fitted coefficient yang diperoleh dari hasil regresi pada perhitungan
6. Nilai perusahaan yang diproksikan dengan Tobin’Q yang diberi symbol Q merupakan
nilai perusahaan yang diukur dengan kapitalisasi pasar dari ekuitas ditambah nilai
buku hutang dibagi dengan nilai buku total aktiva.

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

111

7. Leverage
Variabel ini menggambarkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh
kekayaan yang dimiliki. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek dan hutang jangka panjang (Tarjo dan
Prawesti, 2003) dan sebagai variabel kontrol karena leverage merupakan salah satu
mekanisme yang digunakan untuk mengurangi oportunistik manajemen.
Secara matematis leverage (LEV) dapat diformulasi sebagai berikut:
Liabilitas
Leverage =
Aset
8. Ukuran Perusahaan ( SIZE )
Variabel ini dinilai berdasarkan total asset yang dimiliki perusuhaan (Arens dan
Loebbecke, 1996:227), sebab ini total asset relative tidak banyak mengalami
perubahan dari tahun ke tahun, sehingga diharapakan dapat mencerminkan kondisi
perusahaan yang sebenarnya.
Teknik Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari dokumen di Bursa
Efek Indonesia yaitu data kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan
komisaris dan komite audit perusahaan manufaktur yang go publik di Bursa Efek dari
tahun 2006 - 2010.
Teknik Analisis Data
Teknis analisis data adalah metode yang digunakan untuk menganalisa data dalam rangka
memecahkan masalah atau menjawab hipotesis. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kuantitatif. Tahap analisis data dilakukan
sebagai berikut:
1. Analisis Regresi Linier Berganda.
Metode ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara lebih dari satu variabel
independen dengan satu variabel dependen. Adapun bentuk umum regresi linier
berganda secara matematis adalah sebagai berikut:
a. Menguji mekanisme corporate governance
terhadap kualitas laba dengan
menggunakan persamaan:
KL = β o+β 1DK+β 2KM+β 3KI+β 4KA+β 5LEV+β 6SIZE+e
b. Menguji mekanisme corporate governece terhadap nilai perusahaan dengan
menggunakan persamaan:
NP = β o+β 1DK+β 2KM+β 3KI+β 4KA+β 5LEV+β 6SIZE+e
c. Menguji kualitas laba terhadap nilai perusahaan dengan menggunakan persamaan:
NP = β o+β 1KL+β 2LEV+β 3SIZE+e
Keterangan:
KL
= Kualitas Laba
NP
= Nilai Perusahaan

112

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

β o
= Konstanta
β 1,β 2,β 3,β 4,β 5,β 6 = Koefisien Regresi dari masing-masing variabel bebas
KM
= Kepemilikan Manajerial
KI
= Kepemilikan Institusional
KD
= Dewan Komisaris Independen
KA
= Komite Audit
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk melihat apakah asumsi-asumsi yang diperlukan
dalam analisis regresi linear terpenuhi. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menguji
normalitas data secara statistik, uji Heteroskedastisitas, uji multikolinearitas serta uji
autokorelasi.
a. Uji Normalitas
b. Uji Multikolonieritas
c. Uji Autokorelasi
d. Uji Heteroskedastisitas
3. Analisis Koefisien Determinasi (R²)
4. Pengujian Hipotesis
a. Uji F
b. Uji t

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pembahasan Pengaruh Corporate Governance terhadap Kualitas Laba
Hasil analisis 1 adalah untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris Independen (DK),
kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusioanal (KI), komite audit (KA),
leverage (Lev), dan ukuran perusahaan (SIZE) terhadap kualitas laba (KL). Model
persamaan statistik diperoleh persamaan regresi sebagai berikut:
KL =-2,081-0,393DK+0,272KM+0,558KI+0,413KA+0,084Size -0,722Lev+ε t
Persamaan regresi 1 tersebut digunakan untuk menjawab hipotesis H1, H3, H5 dan H7.
Berdasarkan hasil regresi 1 dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap
kualitas laba (KL) adalah kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusional (KI),
keberadaan komite audit (KA), leverage (LEV), dan ukuran perusahaan (Size) sedang
variabel yang lain: dewan komisaris (DK), tidak berpengaruh karena signifikansi yang
jauh lebih besar dari 0.05.
Pengujian Hipotesis 1: Pengaruh Dewan Komisaris Independen (DK) terhadap
kualitas laba (KL).
Pengujian hipotesis 1 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah dewan komisaris
independen berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -1,216 dengan probabilitas signifikansi adalah 0,227 berada lebih tinggi

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

113

pada á=0,05. Dapat disimpulkan
mempengaruhi nilai perusahaan.

bahwa

dewan

komisaris

independen

tidak

Dari persamaan regresi dewan komisaris independen berpengaruh negatif dengan
koefisien -0,393. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan maka menurunkan kualitas laba, namun probabilitas
signifikansinya sebesar 0,227 sehingga dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris
independen tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.
Variabel dewan komisaris independen (DK) tidak berpengaruh terhadap kualitas laba
dengan arah berlawan negatif. Hasil ini tidak konsisten dengan penelitian Nasution dan
Setiawan (2007) yang menyatakan bahwa proporsi dewan komisaris independen secara
signifikan berpengaruh negatif terhadap praktek manajemen laba di perusahaan. Di sisi
lain, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Widyaningdyah (2001),
Veronica dan Utama (2005). Dewan komisaris tidak terbukti berpengaruh terhadap tindak
manajemen laba yang dilakukan di perusahaan di Indonesia, hal ini disebabkan karena:
(1) komposisi dewan komisaris independen kurang efektif dalam menjalankan fungsi
pengawasan hal ini dikarenakan pengangkatan komisaris independen dan komite audit
oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak
dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam
perusahaan.
Selain itu, ketentuan minimum dewan komisaris independen sebesar 30% mungkin belum
cukup tinggi untuk menyebabkan para komisaris independen tersebut dapat mendominasi
kebijakan yang diambil oleh dewan komisaris. Jika komisaris independen merupakan
pihak mayoritas (> 50%) maka mungkin dapat lebih efektif dalam menjalakan peran
monitoring dalam perusahaan. Tetapi jika pengangkatannya belum dilandasi kebutuhan
(needs) perusahaan tapi hanya sebatas pemenuhan regulasi, maka proporsi dewan
komisaris mungkin tidak perlu diperbanyak, tetap sesuai peraturan yang ada (minimal
30%), dan dilihat keefektifan dewan dan juga komite audit dalam jangka waktu yang
lebih panjang. sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan
untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris, (2) Banyak perusahaan menempatkan
komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau
keuangan.
Pengujian Hipotesis 3: Pengaruh kepemilikan manajerial (KM) terhadap kualitas
laba (KL).
Pengujian hipotesis 3 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kepemilikan
manajemen berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -1,216 dengan probabilitas signifikansi adalah 0,004 berada lebih tinggi
pada á = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen mempengaruhi nilai
perusahaan.

114

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

Dari persamaan regresi kepemilikan manajerial berpengaruh positif dengan koefisien
0,558. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajerial
dalam suatu perusahaan maka meningkatkan kualitas laba. namun probabilitas
signifikansinya sebesar 0,004 sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
Variabel kepemilikan manajerial (KM) berpengaruh positif terhadap kualitas laba, hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Vafeas (2000) dan Jansen dan Meckling
(1976), Gabriel et al. (2002), Siallagan dan Machfoedz (2006), Solihan dan Taswon
(dalam Jogi dan Josua, 2007). Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan kepemilikan
manajerial dapat berfungsi sebagai mekanisme Corporate Governanace sehingga dapat
mengurangi tindakan manajer dalam memanipulasi laba. Selain itu juga semakin besar
kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk
berusaha meningkatkan kinerjanya. Dengan demikian kualitas pelaporan keuangan yang
dilaporkan oleh manajer akan semakin baik (Ross et al. 1999). Discretionary accrual
yang rendah mengindikasikan praktek oportunistik manajemen juga rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa pelaporan keuangan (laba) perusahaan sudah merefleksikan
perusahaan yang sebenarnya. Sehingga dengan manajemen laba yang semakin rendah
akan direspon positif oleh pihak ke tiga, dengan demikian nilai perusahaan akan semakin
tinggi.
Pengujian Hipotesis 5: Pengaruh kepemilikan Institusional (KI) terhadap kualitas
laba (KL).
Pengujian hipotesis 5 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kepemilikan
institusional berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t
hitung sebesar 1,996 dan koefisien sebesar 0,558 dengan probabilitas signifikansi adalah
0,049 berada lebih tinggi pada á = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
Variabel kepemilikan Institusional (KI) berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
Artinya semakin tinggi tingkat kepemilikan saham oleh institusi, maka sebagai
mekanisme pengendali dalam penyusunan laporan laba memberikan pengaruh terhadap
peningkatan kualitas laba. Hasil studi ini konsisten dengan temuan Boediono (2005)
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan
hubungan positif. Studi ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional menjadi
mekanisme yang efektif dalam mengawasi manajer.
Para peneliti sebelumnya menyatakan bahwa pemilik institusional memiliki cara yang
canggih dan umumnya mereka membayar orang yang ahli untuk mengelola investasinya.
Pemilik institusional sebagai pemegang saham mayoritas meminta orang-orangnya yang
ditempatkan pada jajaran manajemen atau bahkan yang menjadi manajer untuk
meminimalisasi rekayasa laba, karena jika pemilik institusional sebagai pemegang saham

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

115

mayoritas meminta manajer melakukan rekayasa laba yang menguntungkan dirinya,
maka pemegang saham minoritas dan pasar saham akan mendiskon harga saham
perusahaan yang justru akan merugikan pemegang saham mayoritas itu sendiri, manajer
tidak bisa bertindak oportunistik yang cenderung menguntungkan dirinya sendiri tetapi
kemungkinan merugikan pemilik. Sehingga manajer tidak bisa dengan leluasa
memanipulasi angka laba yang dihasilkan perusahaan. selain itu Jiambalvo et al. (1996),
Carlson dan Bathala (1997), Xu and Wang (1997), Bushee (1998a, 1998b), Rajgopal et
al. (1999), Iturriaga dan Sanz (2000), Widyaningdyah (2001), Mitra (2002), Midiastuty
dan Machfoedz (2003), Wedari (2004), Hsu and Koh dan Herawati (2007) yang
menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba dengan hubungan negatif. Hal ini sejalan dengan pandangan atau konsep
yang mengatakan bahwa institusional adalah pemilik sementara dan lebih memfokuskan
pada laba jangka pendek, sebagaimana dikemukakan oleh Porter (1992).
Emiten yang dianalisis termasuk memiliki struktur kepemilikan yang terkonsentrasi pada
suatu institusi yang biasanya memiliki saham yang cukup besar yang mencerminkan
kekuasaan, sehingga mempunyai kemampuan untuk melakukan intervensi terhadap
jalannya perusahaan dan mengatur proses penyusunan laporan keuangan. Akibatnya
manajer terpaksa melakukan tindakan berupa manajemen laba demi untuk memenuhi
keinginan pihak-pihak tertentu, diantaranya pemilik. Temuan studi ini tidak konsisten
dengan hasil penelitian Demsetz and Lehn (1985), Darmawati (2003), serta Ujiyantho
dan Pramuka (2007). Para peneliti tersebut tidak menemukan hubungan antara kedua
variabel.
Pengujian Hipotesis 7: Pengaruh Komite Audit (KA) terhadap kualitas laba (KL).
Pengujian hipotesis 7 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah komite audit
berpengaruh terhadap kualitas laba. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t hitung sebesar
2,361 dan koefisien sebesar 0,413 dengan probabilitas signifikansi adalah 0,021 berada
lebih tinggi pada á = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa komite audit berpengaruh positif
terhadap kualitas laba.
Variabel komite audit (KA) berpengaruh positif terhadap kualitas laba, artinya
keberadaan komite audit secara efektif membantu proses pengawasan terhadap
manajemen sehingga kualitas penyusunan laba meningkat. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian yang dilakukan Verschor (1993) dan Klein (2002), Wedari (2004),
Siregar dan Utama (2005), dikarenakan reputasi Auditor yang tergabung dalam komie
audit berpengaruh secara signifikan dengan kualitas laba. Hasil yang signifikan ini
disebabkan karena auditor yang kompeten mempunyai mempunyai kinerja yang baik dan
profesional sehingga dapat mengidentifikasi adanya tindakan manajemen laba lebih dini.
Widyaningdyah (2001), menyatakan terdapat dugaan bahwa auditor yang bereputasi baik
dapat mendeteksi kemungkinan adanya manajemen laba secara lebih dini. Oleh karena
itu, reputasi auditor yang baik berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba. Hasil

116

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Klein (2000) memberikan bukti secara
empiris bahwa perusahaan yang membentuk komite audit independen melaporkan laba
dengan kandungan akrual diskresional yang lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan
yang tidak membentuk komite audit independen. Begitu juga Carcello et al. (2006)
menyelidiki hubungan antara keahlian komite audit di bidang keuangan dan manajemen
laba.
Variabel leverage (LEV) memiliki koefisien sebesar -0,722 dengan p= 0.000. Hasil ini
menunjukkan bahwa leverage merupakan salah satu mekanisme yang dapat dilakukan
untuk mengurangi konflik kepentingan antara menajer dengan pemberi pinjaman
(bondholders). Hal ini menunjukkan peningkatan atau penurunan leverage perusahaan,
berpengaruh besar terhadap kualitas laba (KL). Perusahaan dengan rasio leverage yang
rendah memiliki risiko rugi yang lebih kecil jika kondisi ekonomi sedang menurun, tetapi
juga memiliki hasil pengembalian yang lebih rendah jika kondisi ekonomi membaik.
Sebaliknya, perusahaan dengan rasio yang tinggi mengemban risiko rugi yang besar,
tetapi juga memiliki kesempatan untuk memperoleh laba yang tinggi. Prospek hasil
pengembalian yang tinggi memang diinginkan, tetapi para investor umumnya menolak
untuk menerima risiko.
Keputusan untuk menggunakan leverage oleh karena harus menyeimbangkan hasil
pengembalian yang lebih tinggi terhadap peningkatan risiko. Menurut Jiambalvo (1996)
perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi (besarnya jumlah utang
dibandingkan dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan), diduga melakukan earnings
management karena perusahaan terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban
pembayaran utang pada waktunya. Perusahaan akan berusaha menghindarinya dengan
membuat kebijaksanaan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba, sehingga
akan memberikan posisi bargaining yang relatif lebih baik dalam negosiasi atau
penjadwalan ulang utang perusahaan. Kondisi tersebut kemungkinan disebabkan karena
perusahaan dalam kondisi leverage tinggi dengan kata lain total aset tidak dapat menutupi
total utang, sehingga perusahaan melakukan manajemen laba dengan menaikkan laba
agar memberikan posisi bargaining perusahaan yang baik.
Variabel ukuran perusahaan (Size) berpengaruh terhadap kualitas laba, hasil ini tidak
konsisten dengan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Di sisi
lain, hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Albrecth dan Richards (1990),
Lee dan Choi (2002) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan (Size) berpengaruh
signifikan positif terhadap besaran pengelolaan laba. Artinya semakin besar ukuran
perusahaan semakin tinggi pengelolaan labanya. hal ini disebabkan karena pengukuran
ukuran perusahaan (Size) dengan menggunakan logaritma natural asset, manajemen
perusahaan mampu untuk mengelola asset perusahaan secara efektif sehingga terjadi
peningkatan dalam pengelolaan laba.

Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Wilsna Rupilu)

117

Pembahasan Pengaruh Corporate Governance terhadap Nilai Perusahaan
Untuk mengetahui pengaruh dewan komisaris Independen (DK), kepemilikan manajerial
(KM), kepemilikan institusioanal (KI), komite audit (KA) leverage (Lev), dan ukuran
perusahaan (SIZE) terhadap nilai perusahaan (NP). Berdasarkan perhitungan model
persamaan statistik diperoleh persamaan regresi 2 sebagai berikut:
NP =1,008-0,850DK-0,929KM+1,274KI+1,039KA+0,102Size+0,446LEV+ε t
Persamaan regresi 2 di atas digunakan untuk menjawab hipotesis H2, H4, H6 dan H8.
Berdasarkan hasil regresi 2 dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap
nilai perusahaan (NP) adalah kepemilikan manajerial (KM), kepemilikan institusional
(KI), dan komite audit (KA), sedang variabel yang lain: dewan komisaris (DK), leverage
(LEV), dan ukuran perusahaan (Size) tidak berpengaruh karena signifikansi yang jauh
lebih besar dari 0.05.
Pengujian Hipotesis 2: Pengaruh Dewan Komisaris Independen (DK) terhadap
Nilai Perusahaan (NP).
Pengujian hipotesis 2 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah dewan komisaris
independen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -1,261 dan koefisien sebesar -0,850 dengan probabilitas signifikansi
adalah 0,211 berada lebih tinggi pada á=0,05. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan
manajemen tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Variabel dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan,
karena rata-rata komposisi dewan komisaris independen saat ini kurang efisien dalam
manjalankan fungsi pengawasan hal ini disebabkan ketentuan minimum dewan komisaris
independen sebesar 30% mungkin belum cukup tinggi untuk menyebabkan para
komisaris independen tersebut dapat mendominasi kebijakan yang diambil oleh dewan
komisaris. Jika komisaris independen merupakan pihak mayoritas (>50%) maka mungkin
dapat lebih efektif dalam menjalakan peran monitoring dalam perusahaan. Dengan
demikian semakin sedikit dewan komisaris independen dalam perusahaan memungkinkan
seorang manajer untuk melakukan manupulasi laba, hal ini menunjukkan bahwa fungsi
monitoring dewan komisaris independen kurang efektif dalam menjalankan
tanggungjawabnya dalam mengawasi kualitas pelaporan keuangan demi membatasi
manajemen laba di perusahaan.
Pengujian Hipotesis 4: Pengaruh Kepemilikan Manajerial (KM) terhadap Nilai
Perusahaan (NP).
Pengujian hipotesis 4 dalam penelitian ini adalah untuk menguji apakah kepemilikan
manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil dari regresi menunjukkan nilai t
hitung sebesar -1,838 dengan probabilitas signifikansi adalah 0,030 berada lebih tinggi
pada á=0,05. Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen mempengaruhi nilai
perusahaan. Kepemilikan manajerial berpengaruh positif dengan koefisien -0,929. Hasil

118

JAMBSP Vol. 8 No. 1 – Oktober 2011: 101 – 127

ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen dalam suatu
perusahaan maka menurunkan nilai perusahaan. namun probabilitas signifikansinya
sebesar 0,030 sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh
negatif terhadap nilai perusahaan