Jurnal Akuntansi Ekonomi | Makalah Dan Jurnal Gratis JURNAL AKUNTANSI

(1)

JURNAL

AKUNTANSI

ISSN 2088 - 768X

Vol.1 No.1 Juni 2013

JA VOL.1 NO.1 Hal. 1-88 JUNI 2013 ISSN 2088-768X

POLITIK LUAR NEGERI TERHADAP AKUNTANSI DI INDONESIA John F. Sonoo LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI SEKTOR PUBLIK (Perbandingan Beberapa Negara) Wiwin Kurniasari MANAJEMEN PAJAK DIPANDANG DARI SISI FISKUS Dewi Kusuma Wardini PENGARUH SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA TOTAL QUALITY MANAGEMENT DENGAN KEPUASAN KERJA PADA PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA Sri Suranta PERILAKU EARNINGS MANAGEMENT DISEKITAR PERUBAHAN TARIF PAJAK TAHUN 2008 (Studi Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Yang Menyalurkan Kredit Kepada UKM) Suyanto DETERMINAN KESUKSESAN IMPLEMENTASI APLIKASI E-FAKTUR PAJAK Tri Ciptaningsih ANALISIS POTENSI RASIO CAMEL SEBAGAI INDIKATOR SINYAL KONDISI BERMASALAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KONVENSIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Gendro Wiyono FACTORS DETERMINING DIVIDEND PAYOUT: EMPIRICAL EVIDENCE OF INDONESIA LISTED FIRMS Theresia Trisanti


(2)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA YOGYAKARTA

PENANGGUNGJAWAB Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

PENANGGUNGJAWAB TEKNIS Ketua Program Studi Akuntansi

Fakultas Ekonomi

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

REDAKSI Sunarto, SE., MM Sri Ayem, SE., M.Sc

Dewi Kusuma W, SE, S.Psi., M.Sc., Akt Teguh Erawati, SE., M.Sc

Andri Waskita Aji, SE., M.Sc., Akt Suyanto, SE., M.Si

MITRA BESTARI Dr. Atika Jauharia Hatta, M.Si Dr. Dody Hapsoro, MSPA., MBA., CA., Ak

Dr. Sri Hermuningsih, MM Alamat Redaksi: Redaksi Jurnal Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Jl. Kusumanegara No. 121, Lt-2 Yogyakarta

e-mail: jurnalakuntansi.feust@gmail.com, Telp/Fax: (0274) 557455

Redaksi menerima artikel hasil penelitian yang belum pernah dipublikasikan di media lain. Redaksi berhak meringkas, mengurangi, dan memperbaiki format tulisan yang akan dimuat dalam jurnal tanpa mengubah subtansi dari isi dan tulisan. Naskah diketik dalam format 2 (dua) spasi pada kertas A4, dengan garis tepi kiri 4, atas 4, kanan 3, dan bawah 3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa inggris. Abstrak dengan bahasa inggris bagi tulisan/karya ilmiah berbahasa inggris. Panjang artikel antara 10 – 20 halaman (2500-5000 kata). Pengiriman harus menyertakan cetakan naskah hardcopy sebanyak 2(dua) eksemplar dan menyertakan softcopy berupa CD. Penulis menyertakan biodata (Nama, Alamat, Alamat Kantor, No. Telp, e-mail). Penulis akan mendapatkan 2 eksemplar naskah yang diterbitkan. Naskah konseptual memuat komponen: Judul, Absttrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis, Metodologi Penelitian, Pembahasan, Kesimpulan-Implikasi-Saran-Keterbatasan, dan Daftar Pustaka.


(3)

JURNAL

AKUNTANSI

ISSN 2088 - 768X

JA ISSN 2088-768X

Vol.1 No.1 Juni 2013

VOL.1 NO.1 Hal. 1-88 JUNI 2013

POLITIK LUAR NEGERI TERHADAP AKUNTANSI DI INDONESIA

John F. Sonoo

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI SEKTOR PUBLIK (Perbandingan Beberapa Negara)

Wiwin Kurniasari

MANAJEMEN PAJAK DIPANDANG DARI SISI FISKUS

Dewi Kusuma Wardini

PENGARUH SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA TOTAL QUALITY MANAGEMENT DENGAN KEPUASAN KERJA PADA PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA

Sri Suranta

PERILAKU EARNINGS MANAGEMENT DISEKITAR PERUBAHAN TARIF PAJAK TAHUN 2008 (Studi Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Yang Menyalurkan Kredit Kepada UKM)

Suyanto

DETERMINAN KESUKSESAN IMPLEMENTASI APLIKASI E-FAKTUR PAJAK

Tri Ciptaningsih

ANALISIS POTENSI RASIO CAMEL SEBAGAI INDIKATOR SINYAL KONDISI BERMASALAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KONVENSIONAL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Gendro Wiyono

FACTORS DETERMINING DIVIDEND PAYOUT: EMPIRICAL EVIDENCE OF INDONESIA LISTED FIRMS


(4)

ii

JURNAL AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SARJANAWIYATA T AMANSISWA YOGYAKARTA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan telah terbit Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Vol.1 No.1. Fakultas Ekonomi khusunya program studi Akuntansi sangat berbahagia dapat secara konsisten menerbitkan jurnal akuntansi.

Program studi akuntansi ternyata di tahun 2013 dapat melangkah konsisten dalam menerbitkan jurnal akuntansi dengan jumlah sama, semoga dimasa mendatang masih dapat berjalan sukses dan lancar. Semangat giat belajar sepanjang hayat menjadikan kontribusi mahasiswa dan dosen dapat melakukan semangat maju dari sisi karya ilmiah.

Maju dengan niat ilmu sebagai panglima cukup membawa angin segar, layar perubahan sudah berkembang. Potensi Fakultas dan Program Studi mendukung, semoga menjadi hari-hari yang membahagiakan semua pihak.

Pelajaran yang diperoleh melalui karya ilmiah ini adalah, apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat adalah niat yang besar yakni Maju Bersama Ekonomi Kerakyatan Berasaskan Ajaran Hidup Tamansiswa mulai ada titik terang karena mau bekerja sama.

Terima kasih yang telah mendukung, ramai-ramai maju bersama melalui Fakultas Ekonomi dengan menjadi masyarakat ilmiah yang terus berjuang menjadi manusia kritis dengan menulis di Jurnal Akuntansi.

Selamat Berjuang

Yogyakarta, Juni 2013 Redaksi Jurnal Akuntansi


(5)

iii

JURNAL AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SARJANAWIYATA T AMANSISWA YOGYAKARTA

POLITIK LUAR NEGERI TERHADAP AKUNTANSI DI INDONESIA

John F. Sonoo... 1

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI SEKTOR PUBLIK (Perbandingan Beberapa Negara)

Wiwin Kurniasari... 12

MANAJEMEN PAJAK DIPANDANG DARI SISI FISKUS

Dewi Kusuma Wardini... 21

PENGARUH SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN DAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP HUBUNGAN ANTARA

TOTAL QUALITY MANAGEMENT DENGAN KEPUASAN KERJA PADA PERUSAHAAN GO PUBLIK DI BURSA EFEK JAKARTA

Sri Suranta ... 29

PERILAKU EARNINGS MANAGEMENT DISEKITAR PERUBAHAN TARIF PAJAK TAHUN 2008

(Studi Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia Yang Menyalurkan Kredit Kepada UKM)

Suyanto... 42

DETERMINAN KESUKSESAN IMPLEMENTASI APLIKASI E-FAKTUR PAJAK

Tri Ciptaningsih... 52

ANALISIS POTENSI RASIO CAMEL SEBAGAI INDIKATOR SINYAL KONDISI BERMASALAH BANK PERKREDITAN RAKYAT KONVENSIONAL

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Gendro Wiyono... 59

FACTORS DETERMINING DIVIDEND PAYOUT:

EMPIRICAL EVIDENCE OF INDONESIA LISTED FIRMS


(6)

(7)

1 POLITIK LUAR NEGERI TERHADAP AKUNTANSI DI INDONESIA

John F Sonoto Intisari

Artikel ini bertujuan mengulas perkembangan akuntansi sejak masuknya investor asing pada tahun 1967, dikeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan kemudian disusul pada tahun 1968 dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri, terjadinya krisis financial secara global sekitar tahun 1997 yang mengguncang perekonomian Negara-negara adikuasa termasuk Asia dan Indonesia muncullah issu IFRS. IFRS sepertinya adalah semacam ketakutan Negara adikuasa sehubungan dengan pesatnya pertumbuhan perdagangan di Asia seperti China yang telah menguasai berabagai industry mulai dari industri makanan sampai industry nuklir dan yang lebih menggemparkan lagi China berencana menjadikan mata uangnya sebagai alat bayar interntasional.

Kata Kunci: IFRS, PMA, krisis financial

PENDAHULUAN

Perkembangan Praktik Akuntansi di Indonesia

Praktik akuntansi di Indonesia tidak lepas dari masa penjajahan para Kolonial Belanda dan para lulusan akademi dari Amerika Serikat yang bekerja pada perusahaan-perusahaan Indonesia. Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusuri pada era penjajahan belanda sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747 yakni dengan praktik pembukuan yang dilaksanakan amphioen society yang berkedudukan di Jakarta. Pada era belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik belanda yang merupakan organisasi kemersil utama selama masa penjajahan memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini.

Selama kurun waktu tahun 1800an sampai awal tahun 1900an kegiatan ekonomi pada masa penjajahan dapat dikatakan mengalami peningkatan yang sangat cepat. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha belanda banyak yang menamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi kaum kolonial secara langsung telah mendorong munculnya permintaan akan

tenaga akuntan dan juru buku yang telatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan belanda dan inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi diperusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J. W. Labrijin yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.

Kehadiran seorang Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara (government Accountant Dienst) yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan yang pertama adalah Frese dan Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yakni akuntan H. Y. Vorens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak (Belasting Accountant Dienst). Oleh karena penguasaan terhadap aktifitas ekonomi, maka pada era penjajahan, tidak ada orang Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Berbagai pergulatan dengan berbagai upaya dalam menghadapi kaum penjajah yang menguasai ekonomi pribumi akhirnya pada tanggal 21 September 1929 muncullah orang Indonesia


(8)

2

pertama yang bekerja dibidang akuntansi yakni J. D. Massie, jabatan yang dipercayakan kepadanya adalah sebagai pemegang buku Jawatan Akuntan Pajak

Berbagungnya J. D. Massie, sebagai pemegang buku Jawatan Akuntan Pajak setidaknya menjadi kesempatan emas bagi akuntan lokal dalam hal ini orang pribumi yang kemudian diikuti oleh mundurnya Belanda dari Indonesia pada tahun 1942 – 1945 untuk mulai menekuni bidang akuntansi. Sejak tahun 1929 pada saat J.D Massie menjadi sebagai pemegang buku Jawatan Akuntan Pajak sampai tahun 1947 setelah kemerdekaan RI hanya baru ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yakni Prof. Dr, Abutari.

Sekalipun Belanda telah hengkang dari Indonesia, namun praktik akuntansi model belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (era tahun 1950an). Selain praktik di berbagai perusahaan pendidikan pelatihan akuntansi juga masi didominasi oleh sistem akuntansi Belanda. Pada waktu itu, catatan pembukuannya menekankan pada mekanisme debet dan kredit, yang antara lain dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit bergerak dalam usaha peredaran candu atau morfin (Amphioen) yang merupakan usaha monopoli Belanda. Catatan pembukuannya merupakan modifikasi system Venesia-Italia, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk mengembangkan system pencatatan karena kondisinya sangat menekankan pada praktik-praktik dagang yang semata-mata untuk kepentingan perusahaan Belanda

Dalam berbagai pergerakan menuju pada kemandirian bangsa maka masyarakat mendesak pemerintah RI untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan yang dimiliki Belanda. Pada tahun 1958 proses nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan dan pindahnya orang-orang belanda dari Indonesia berdampak pada kelangkaan akuntan dan tenaga ahli pembukuan. Nasionalisasi dan kelangkaan akuntan serta tenaga ahli di tanah air pada akhirnya berpaling ke praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini

praktik akuntansi model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan akuntansi di Universitas Indonesia 1952, institut ilmu keuangan (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Universitas Padjajaran 1960, Universitas Sumatra Utara 1960, Universitas Airlangga 1960 dan Universitas Gadjah Mada 1964 telah mendorong perganitan praktik akuntansi model Belanda dengan model Amerika pada tahun 1960. Selanjutnya, pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika

Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok teknokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar dengan dukungan praktik akuntansi yang lebih baik. Kebijkan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional. Sebelum perbaikan pasar modal dan pengenalan reformasi akuntansi tahun 1980an dan awal 1990an, dalam praktik banyak ditemui perusahaan yang memiliki tiga jenis pembukuan, satu untuk menunjukkan gambaran sebenarnya dari perusahaan dan untuk dasar pengambilan keputusan; satu untuk menunjukkan hasil yang positif dengan maksud agar dapat

digunakan untuk mengajukan

pinjaman/kredit dari bank domestic dan asing; dan satu lagi yang menunjukan hasil negative untuk tujuan pajak

Pada awal tahun 1990an, tekanan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan muncul seiring dengan terjadinya berbagai skandal pelaporan keuangan yang dapat mempengaruhi kepercayaan dan perilaku investor. Bank Duta adalah contoh salah satu bank yang bermasalah pada zaman pemerintahan presiden Soeharto. Bank Duta go public pada tahun 1990 tetapi gagal mengungkapkan kerugian yang jumlahnya


(9)

3

besar. Bank Duta juga tidak menginformasikan semua informasi kepada BAPEPAM, auditornya atau underwriternya tentang masalah tersebut. Celakanya lagi, auditor Bank Duta mengeluarkan pendapat wajar tanpa pengecualian. Kasus ini diikuti oleh kasus Plaza Indonesia Realty dan Barito Pasific Timber antara tahun 1992 dan 1993

Berbagai skandal tersebut telah mendorong pemerintah dan Badan berwenang untuk mengeluarkan kebijkan regilasi yang terkai denga pelporan keuangan. Pada tahun 1994, pemerintah melalui IAI mengadopsi seperangkat standar akuntansi keuangan (PSAK). Kedua, pemerintah bekerjasama dengan Bank Dunia (Word Bank) melaksanakan proyek pengembangan akuntansi yang ditunjuk untuk mengembangkan regulasi akuntansi dan melatih profesi akuntansi. Ketiga, pada tahun 1995, pemerintah memuat berbagai aturan berkaitan dengan akuntansi dalam undang-undang Perseroan Terbatas. Dan yang keempat, pada tahun 1995 pemerintah memasukkan aspek akuntansi/pelaporan keuangan kedalam Undang-Undang Pasar Modal

Resesi ekonomi yang ditandai dengan jatuhnya nilai rupiah terhadap dollar pada tahun 1997-1998 mengakibatkan terjadinya tekanan yang meningkat kepada pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan pada tahun 1998, para pengusaha besar (konglomerat) yang mengalami kebangkrutan, sistem perbankan yang colleps, meningkatnay inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerjasama dengan IMF dan melakukan negosisasi atas bebagai paket penyelamatan yang ditawarkan IMF. Pada waktu itu kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi. Untuk menjaga pertanggungjawaban terhadap publik, pemerintah menempatkan bidang akuntansi sebagai sarana startegis sehingga perkembangan akuntansi di Indonesia sangat sarat dengan issu politik bangsa yang oleh penulis secara ringkas perkembangan praktik akuntansi di Indonesia dapat dilihat seperti pada tabel 1 dibawah ini:

Tabel 1

Perkembangan Ekonomi dan Perkembangan Akuntansi di Indonesia sejak era kolonial sampai era setelah Soeharto (era reformasi)

Perkembangan Politik dan Sosial Perkembangan ekonomi Perkembangan akuntansi

Era kolonial belanda (1595-1945): - Belanda menguasai Jawa dan

kepulauan lain

- Islam menjadi agama mayoritas

Perusahaan Hindia Belanda (VOC) menguasai perdagangan di

Indonesia. Keterlibatan dan aktifitas pribumi di perdagangan dibatasi dengan ketat. Etnis China diberi hak khusus bidang perdaganagan dan transportasi air

Belanda mengenalkan akuntansi di Indonesia. Regulasi akuntansi yang pertama dikeluarkan tahun 1964 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Regulasi tersebut mengatur administrasi kas dan piutang

Era Soekarno (1945-1966):

Indonesia memperoleh kemerdekaan. Kepemimpinan presiden Soekarna dekat dengan pemerintah China (RRC). Tahun 1965 terjadi kudeta oleh komunis yang berhasil digagalkan dan mendorong peran militer

Dominasi perdagangan oleh Belanda dan China mendorong munculnya ketidak adilan di masyarakt. Akhirnya, Indonesia memilih pendekatan sosialis dalam pembangunan yang ditandai dengan dominasi peran Negara. Tahun 1958, semua perusahaan milik Belanda dinasionalisasi dan Warga Negara Belanda keluar dari Indonesia

Akademi lulusan Amerika mengisi kekosongan posisi akuntan dan sistem akuntansi dan auditing Amerika dikenalkan di Indonesia. Baik akuntansi model Belanda maupun Amerika digunakan secara bersama. Ikatan akuntansi Indonesia didirikan tahun 1957 untuk memberi pedoman dan untuk mengkoordinasi aktivitas akuntan

Era Soeharto (1966–1998):

Pada tahun 1966 Soeharto menjabat

Dibawah kepemimpinan Soeharto, pembangunan ekonomi didasarkan

Terjadi transfer pengetahuan dan keahlian akuntansi secara


(10)

4

sebagi presiden Indonesia yang kedua. Terpilihnya sebagai presiden pendekatan kebijakan ekonomi dan politik yang dilaksanakan adalah pendekatan konservatifisme

pada pendekatan kapitalis. Investor asing didorong dan tahun 1967 dikeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing yang menghasilkan munculnya perusahaan asing

Tahun 1997-1998 krisis keuangan yang menimpa Asia juga ikut berdampak pada ekonomi Indonesia sehingga banyaknya perusahaan yang bangkrut

langsung dari kantor pusat perusahaan asing kepada karyawan Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas bisnis.

Tahun 1973, IAI mengadopsi seperangkat prinsip akuntansi dan standar auditing serta

professional code of conduct. Prinsip-prinsip akuntansi didasarkan pada pedoman akuntansi yang dipublikasikan AICPA tahun 1965.

Standar akuntansi internasional diadopsi tahun 1995

Era setelah Soeharto (setelah 1998): Soeharto dipaksa mengundurkan diri pada tahun 1998

Indonesia berjuang dari kesulitan ekonomi dan stabilitas sosial

Regulasi diperketat untuk memperbaiki pengungkapan informasi keuangan

Perdagangan para kaum kolonial saat itu secara langsung ikut mempengaruhi teknis pencatatan akuntansi di Indonesia atau orang Belanda menyebutkannya sebagai sistem Tata Buku. Sistem akuntansi yang berkemabang saat itu adalah Kontinental dan Anglo Saxon. Kedua sistem ini juga ikut

dipengaruhi oleh karena perbagai kepentingan kaum penjajah dan alumni-alumni pribumi yang mengikuti pendidikan di luar negeri. Untuk lebih jelas perbedaan kedua sistem akuntansi tersebut, maka dapat diringkas dalam tabel, 2 seperti dibawah ini:

Tabel 2

Pebedaan akuntansi Sistem Anglo Saxon dan Kontinental

Objek Sistem Kontinental Sistem Anglo Saxon

1. Buku harian 2. Akun buku besar

- Penyusutan

- Akun campuran

- Prive 3. Neraca Lajur

4. Laporan keuangan

Pengelompokkan debit kredit belum rinci

Menggunakan akun cadangan dan dicatat di kredit

Menggunakan akun campuran Terdapat penyetoran prive

Arsip disimpan sebagai

dokumen Terdiri atas:

1. Neraca

2. Laporan perhitungan Laba – Rugi

3. laporan perubahan Modal

Pengelompokkan debit kredit sudah rinci

Menggunakan akun beban

penyusutan dan dicatat di sisi debit

Tidak menggunakan akun Tidak terdapat penyetoran Arsip tidak disimpan karena hanya sebagai alat bantu

Terdiri atas: 1. Neraca

2. Laporan perhitungan Laba – Rugi

3. Laporan perubahan Modal 4. Laporan Arus Kas 5. Laporan Dana

6. Laporan catatan keuangan

Eksistensi akuntansi Indonesia dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh organisasi profesi. Pada tahun 1950an, di Indonesia belum ada profesi akuntansi lulusan universitas lokal. Hampir semua

akuntan memiliki kualifikasi professional berasal dari Belanda. Munculnya Undang-Undang No. 34/1954 tentang pemakaian gelar akuntan merupakan fondasi lahirnya akuntan yang berasal dari univeritas lokal.


(11)

5

Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957 dan yang menjadi ketua umum IAI pertama kalinya adalah professor Soemarjo Tjitrosidojo seorang akademisi berpendidikan Belanda. Adapun tujuan pendirian IAI waktu itu diantaranya adalah untuk membimbing perkembangan akuntansi serta meningkatkan mutu pendidikan akuntan; meningkatkan mutu pekerjaan akuntan; mempromosikan status profesi akuntansi serta mendukung pembangunan nasional dalam perkembangan pertumbuhan ilmu akuntansi di Indonesia

Kehidupan ekonomi secara global khususnya dibidang financial ikut mempengaruhi permintaan jasa akuntansi dan bermunculan berbagai regulasi luar negeri maupun dalam negeri yang digulirkan demi penyelamatan ekonomi masing-masing negara. Selama tahun 1960an, menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi. Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yakni setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yakni pada tahun 1969. Hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI

Selanjutnya, pada tahun 1973, IAI

membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung

terciptanya perbaikan ujian akuntansi. Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegiatan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir pada tahun 1993 dengan misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.

Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akuntan (PPA). Melalui proyek ini berbagai standa akuntansi dan auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan ujian sertifikasi akuntan publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian sertifikasi akuntan publik berstandar internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan public yang berpraktik sejak tahun 1997. Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat pada SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan dan sanksi bagi akuntan publik yang bermasalah. SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 kemudian dalam perkembangannya digantikan dengan SK Menteri Keuangan No. 470/ KMK. 017/ 1999. Setelah empat puluh lima tahun pendirian IAI, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang sangat diakui keberadaannya di Indonesia dan profesi sebagai akuntan public, akuntan manajemen, akuntan pendidik dan akuntan pemerintah

Profesi akuntansi menjadi sorotan public ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997 yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia serta berbagai skandal-skandal keuangan lainnya yang sangat sarat dengan isu politik. Hal ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang mendapat opini wajar tanpa


(12)

6

pengecualian (unqualified audit opinies) dari akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Development Bank (ADB) menyetujui Financial Givernance Reform Sector Development Program (FGRSD) untuk

mendukung usaha pemerintah

mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan (governance) perusahaan disektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSD yang disetujui pemerintah adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat:

1. Auditor bertanggung jawab atas kelalaian dalam melaksanakann audit

2. Direktur bertanggung jawab atas informasi yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.

Pada tahun 2001, Departemen Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibentuknya Undang-Undang Akuntan Publik adalah: 1. Melindungi kepercayaan public yang

diberikan kepada akuntan public

2. Memeberikan kerangka hukum yang lebih jelas bagi akuntan public

3. Mendukung pembangunan ekonomi nasional dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberisasi jasa akuntan publik

Hal penting dalam RUU AP ini adalah tentang ketentuan yang menyebutkan bahwa Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik dapat dituntut dengan saksi pidana.

Perkembangan Standar Akuntansi Di Indonesia

Kehadiran Standar Akuntansi Keuangan yang telah teruji oleh waktu dan zaman membuktikan bahwa akuntansi sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional. Para pemakai laporan keuangan seperti, investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha, pelanggan, pemerintah dan masyarakat sangat membutuhkan informasi sekalipun dengan tingkat kebutuhan yang berbeda diantara mereka. Agar informasi yang diterima para pemakai atau pengguna

laporan keuangan adalah informasi yang dapat dipahami, relevan, materialitas, handal, jujur, netral, maka diperlukan sebuah standar yang memadai. supaya lebih dekat mengenal perjalanan panjang perjuangan para pemikir-pemikir yang telah meluangkan waktu dan pemikiran cemerlangnya untuk mendesain bentuk dan isi dari Standar Akuntansi Keuangan, berikut akan diuraikan sejarah perkembangan Standar Akuntansi Keuangan. Dalam sejarah perkembangan Standar Akuntansi Indonesia, terdapat tiga tonggak sejarah. Tonggak sejarah pertama diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973, untuk pertama kalinya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) melakukan modifikasi prinsip dan standar akuntansi

yang berlaku di Indonesia dalam satu buku “

Prinsip Akuntansi Indonesia atau disingkat

dengan sebutan (PAI)”

Tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, Komite Prinsip

Akuntansi Indonesia atau (PAI)”melakukan

revisi secara mendasar PAI 1973 dan

mengkodifikasikannya dalam “Prinsip Akuntansi Indonesia 1984”.

Berikutnya yang ketiga adalah, pada tahun 1994 IAI melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi

dala buku “Standar Akuntansi Keuangan

atau disingkat dengan sebutan SAK per

tanggal 1 Oktober tahun 1994.” Gencarnya

isu globalisasi yang digulirkan Negara-negara mauju maka sejak tahun 1994 itu juga IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan Standar Akuntansi Internasional (SAI) hal ini dilakukan untuk menciptakan iklim investasi yang sehat demi menggenjot perekonomian dalam negeri. Dalam perkembangan selanjutnya ketika krisis moneter yang mengantam seluruh dunia dan peristiwa-peristiwa perusahaan-perusahaan raksasa dunia yang runtuh sekejap, akhirnya perubahan dari harmonisasi SAK ke SAI menjadi ke adaptasi SAK ke SAI, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan international financial reporting standards atau disingkat dengan sebutan (IFRS)


(13)

7

Standar akuntansi yang berkualitas menjadi masalah penting dalam profesi akuntansi dan semua pemakai laporan keuangan. Chariri dan Hendro, 2010 menyatakan bahwa standar akuntansi yang berkualitas akan mempengaruhi kualitas dari laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peran penting bagi pihak penyusun dan semua pemakai laporan keuangan agar timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan

Issu konvergensi secara langsung menyita perhatian dewan standard dan pemakai laporan keuangan untuk meningkatkan standar akuntansi keuangan yang berkualitas dalam rangka pengembangan kualitas stuktur pelaporan keuangan global. Untuk dapat menilai berkualitasnya sebuah standar, (Levit 1998; Leisenring, 1998; Regro, 1998; dan DiPiazza et al, 2008) dalam Chariri dan Hendro, 2010 mensyaratkan beberapa hal penting, yang dapat diringkum diantaranya:

1. Standard harus ditulis dengan jelas, dapat dimengerti dan prinsipnya seharusnya dapat diterapkan secara operasional

2. Standar harus dapat diperbandingkan, transparansi dan menyediakan pengungkapan penuh

3. Standar seharusnya menyediakan pedoman pengakuan dan pengukuran yang mendasari transaksi ekonomi 4. Standar seharusnya konsisten dengan

pedoman yang diberikan kerangka konseptual

5. Standar seharusnya memungkinan untuk penggunaan penilaian yang wajar

Pertumbuhan ekonomi secara global

berdamapak pada peningkatan

perkembangan dunia usaha di Indonesia mencermati siklum perekenomian secra global, sehingga pada tahun 2002 Dewan Standar Akuntan Indonesia menerbitkan beberapa revisi yang terkait dengan Standar Akuntan Keuangan yang ada.

Sejak September 1998 hingga April 2002 Dewan Standar Akuntansi Keuangan

berhasil mengembangkan standar revisiannya sebagai berikut:

Pertama, menerbitkan empat PSAK revisi, yakni:

- PSAK 55 (revisi 1999) tentang Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai merevisi PSAK 55 tentang Akuntansi Instrumen

Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai; - PSAK 31 (revisi 2000) tentang

Akuntansi Perbankan merevisi PSAK 31 (revisi 1994) tentang Akuntansi

Perbankan;

- PSAK 5 (revisi 2000) tentang Pelaporan Segmen merevisi PSAK 5 tentang Pelaporan Informasi Keuangan Menurut Segmen; dan

- PSAK 19 (revisi 2000) tentang Aktiva Tidak berwujud merevisi:

 PSAK 19 tentang Aktiva Tak Berwujud;

 PSAK 6 tentang Akuntansi dan Pelaporan bagi Perusahaan dalam Tahap Pengembangan, pada paragraf yang mengatur pengakuan biaya pada perusahaan dalam tahap pengembangan (perintisan usaha);  PSAK 17 tentang Akuntansi

Penyusutan, pada bagian yang mengatur amortisasi (penyusutan) aktiva tidak berwujud; dan

 PSAK 20 tentang Biaya Riset dan Pengembangan

Kedua, menerbitkan tiga PSAK baru, yakni: - PSAK 56 tentang Laba Per Saham’ - PSAK 57 tentang Kewajiban Diestimasi,

Kewajiban Kontijensi, Aktiva Kontijensi merevisi PSAK 8 tentang Kontijensi dan Peristiwa Setelah Tanggal Neraca, pada bagian yang mengatur mengenai

Kontijensi; dan’

- PSAK 58 tentang Operasi dalam Penghentian

Tantangan terhadap kualitas standar akuntansi keuangan saat ini adalah dengan adanya rencana konvergensi IFRS di Indonesia. Sehingga dari revisian 2002 kembali muncul untuk periode 2008-2010.


(14)

8

Pembahasan: Pengaruh Politik Luar Negeri Terhadap Perkembangan Praktik dan Standar Akuntansi di Indonesia

Penjelasan perkembangan praktik dan standar akuntansi Indonesia diatas menunjukkan bahwa akuntansi sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Choi et. Al (1998;36) dalam Widarsono menyatakan bahwa sejumlah faktor lingkungan diyakini memiliki pengaruh langsung terhadap pengembangan akuntasi, antara lain:

1. Sistem Hukum

Kodifikasi standar-standar dan prosedur akuntansi kelihatannya alami dan cocok dalam Negara-negara yang menganut code law. Sebaliknya, pembentukan kebijakan akuntansi yang non legalitas oleh organsasi-organisasi professional yang berkecipung dalam sektor swasta lebih sesuai dengan sistem yang berlaku dinegara-negara hukum (Common La w). Indonesia disebut-sebut sebagai neagra hukum sehingga jika perhatikan akuntansi Indonesia menganut sistem Common Law. Dalam hukum perang atau situasi darurat nasional lainnya, semua aspek fungsi akuntansi mungkin diatur oleh sejumlah pengadilan atau badan pemerintah pusat.

2. Sistem Politik

Sistem politik pada suatu Negara pun ikut mewarnai perkembangan akuntansi, karena sistem politik tersebut “mengimpor”

dan “mengekspor” standar-standar dan praktik-praktik akuntansi. Sebagai contoh, akuntansi inggris yang ada semasa

pergantian Abad 20, “diekspor” ke Negara -negara persemakuran. Belanda melakukan hal yang sama ke Filipina dan Indonesia. 3. Sistem Kepemilikan Bisnis

Kepemilikan publik yang besar atas saham-saham perusahaan menyiratkan prinsip-prinsip pelaporan dan pengungkapan akuntansi keuangan yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang kepemilikannya didominasi oleh keluarga atau bank

4. Perbedaaan besaran dan kompeksitas perusahaan-perusahaan bisnis

Dikotomi yang terjadi antara perusahaan besar dan kecil terus berlanjut, mulai dari masalah asuransi, hingga keseluruh hirarki perusahaan induk-anak, termasuk masalah kompleksitas. Perusahaan konglomerasi besar yang beroperasi dalam lini bisnis yang sangat beragam membutuhkan teknik-teknik pelaporan keuangan yang berbeda dengan perusahaan kecil yang menghasilkan produk tunggal. Perusahaan-perusahaan multinasional juga membutuhkan sistem akuntansi yang berbeda dengan sistem akuntansi perusahaan-perusahaan domestik.

5. Iklim Sosial

Iklim sosial turut memberikan sumbangan dalam pengembangan akuntansi diberbagai belahan dunia. Misalanya, di Perancis mengarah pada pelaporan tanggungjawab sosial, sebaliknya di Swiss masih sangat konservatif sehingga perusahaan-perusahaan besar swiss melaporkan kondisi keuangannya yang relative ringkas.

6. Tingkat Kompetensi Manajemen Bisnis dan Komunitas Keuangan Kompetensi atau kemampuan manajen bisnis dan pengguna dari output akuntansi akan sangat menentukan perkembangan akuntansi. Karena secanggih dan sehebat apapun output akuntansi, jika manajemen bisnis dan para pengguna tidak dapat membaca, mengartikan dan memahaminya hal tersebut tidak akan ada gunanya.

7. Tingkat Campur Tangan Bisnis Legislatif

Regulasi mengenai perpajakan mungkin memerlukan prinsip-prinsip akuntansi tententu. Seperti swedia, dimana kelonggaran pajak tertentu harus dibukukan secara akuntansi sebelum bisa diklaim bagi tujuan pajak; ini juga merupakan situasi bagi penilaian persediaan metode LIFO di AS. 8. Ada Legalisasi

Akuntansi Tertentu Dalam beberapa kasus, terdapat peraturan legislative khusus untuk aturan-aturan dan teknik-teknik akuntansi tententu. Di AS, SEC menentukan


(15)

9

standar-standar pengungkapan dan akuntansi bagi perusahaan-perusahaan besar, dengan mengacu pada FASB.

9. Kecepatan Inovasi Bisnis

Semuala, kegiatan marger dan akuisisi tidak diperhitungkan secara akuntansi, namun karena penggabungan bisnis yang begitu popolar di Eropa memaksa akuntansi turut berkembang untuk memenuhi kebutuhan dari mereka yang berkepentingan. 10. Tahap Pengembangan Ekonomi

Negara yang masih mengandalkan ekonomi pertanian membutuhkan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda dengan Negara industri maju. Di Negara pertanian, tingkat ketergantungan pada kredit dan kontrak bisnis jangaka panjang mungkin masih kecil. Sehingga akuntansi akrual yang canggih tidak berguna dan yang dibutuhkan adalah akuntansi kas sederhana.

11. Pola Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi perekonomian yang stabil mendorong peningkatan persaingan memperbutkan pasar-pasar yang ada sehingga memerlukan suatu pola akuntansi yang stabil dan akan jauh berbeda pada Negara yang kondisinya sedang mengalami perang berkepanjangan.

12. Status Pendidikan dan Organisasi Profesional

Karena ketiadaan profesionalisme akuntansi yang terorganisir dan sumber otoritas akuntansi lokal suatu Negara, standar-standar dari area lain atau Negara lain mungkin digunakan untuk mengisi kekosongan tersebut. Adaptasi faktor-faktor akuntansi dari Inggris merupakan pengaruh lingkungan yang signifikan dalam akuntansi dunia akhir PD II. Sejak saat itu, proses adaptasi internasional beralih ke sumber-sumber dari AS. Pengembangan akuntansi, baik yang berasal dari Negara itu sendiri atau yang diadaptasi dari Negara-negara lain, tidak akan sukses kecuali jika kondisi-kondisi lingkungan seperti yang terdapat

dalam daftar diatas dipertimbangkan secara penuh

Akuntansi mengalami perkembangan yang sangat pesat seiring dengan tumbuh dan berkembangnya bisnis surat-surat berharga khususnya bisnis saham pasar modal. Perkembangan pasar modal Indonesia yang pesat dimulai sejak ditetapkannya paket-paket kebijakan oleh pemerintah pada Desember 1987, oktober 1988, dan Desember 1988. Kebijakan-kebijakan tersebut telah meningkatkan kegairahan para pelaku bisnis di pasar modal, sekaligus menarik perhatian para peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pasar modal. Kebijakan tersebut juga membuat adanya perubahan mendasar terhadap kegiatan di pasar modal Indonesia.

Perkembangan yang pesat ini semakin didukung dengan swastanisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1992, penerapan Jakarta Automated Trading system pada tahun 1995, dan dikeluarkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal yang berlaku efektif mulai Januari 1996. Mekanisme transaksi perdagangan bursa di Indonesia yang dilakukan oleh pasar modal beserta lembaga-lembaga penunjangnya memperoleh kapastian hukum

Menurut Sunariyah dalam Puspitasari, 2010 menyatakan bahwa perkembangan harga saham dipengaruhi beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal perusahaan yang berpengaruh berasal dari pendapatan per lembar saham, besarnya deviden yang dibagi, kinerja manajemen perusahaan, dan prospek perusahaan di masa yang akan datang. Faktor eksternal yang berpengaruh seperti munculnya gejolak politik pada suatu Negara, perubahan kebijakan moneter dan laju inflasi yang tinggi.

SIMPULAN

Dari berbagai kajian literatur yang dijelaskan dengan berbagai bukti perjalanan panjang sejarah Perkembangan Praktik Akuntansi dan Standar Akuntansi Keuagan di Indonesia sejak zaman kolonial, era kepemimpinan Presiden Soekarno, Era


(16)

10

Presiden Soeharto, sampai era reformasi, hingga percaturan PSAK dan ISAK 2011 (konvergensi IFRS) sangat kental dengan pengaruh gejolak politik Negara-negara Maju apalagi jika dihubungkan dengan Pertumbuhan atau perkembangan Pasar Modal (Bursa Efek Indonesia).

Sejak awal perkembangan akuntansi telah dibalut dengan strategi meningkatkan perekonomian dalam negeri dengan mengundang masuknya investor asing sehingga pada tahun 1967 dikeluarkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan kemudian disusul pada tahun 1968 dengan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri saat itulah kemudian permintaan akan tenaga profesi akuntansi kembali bermunculan setelah Belanda Hengkang dari Indonesia. Selanjutnya ketika krisis financial secara global sekitar tahun 1997 yang mengguncang perekonomian Negara-negara adikuasa termasuk Asia dan Indonesia muncullah issu IFRS. Indonesia dengan berbagai regulasinya berencana melakukan konvergensi IFRS, sehingga dengan optimisnya Indonesia akan melaksanakannya pada tahun 2012. Bagi saya ini adalah politik perdagangan luar negeri khususnya Negara-negara Maju seperti Amerika dengan sekutunya yang mulai ketakutan menghadapi Negara-negara Asia seperti China yang menunjukkan kemampuannya mengenjot ekonomi Nasionalnya. Pesatnya pertumbuhan perdagangan China yang telah menguasai berabagai industry mulai dari industru makanan sampai industry nuklir dan yang lebih menggemparkan lagi China berencana menjadikan mata uangnya sebagai alat bayar interntasional yang akan bersaing dengan Dollar Amerika

Sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) membuktikan bahwa UKM memberikan kontribusi besar bagi perekonomian bangsa sehingga ketika krisis financial melanda, UKM justru yang mampu menggenjot perekonomian secara nasional. Sehingga bagi saya jika ditanyakan sejauh mana pengaruh politik luar negeri terhadap Standar Akuntansi Keuangan Indonesia? Ini adalah

produk kapitalisasi negara-negara maju yang sukses mempolitisasi perekonomian nasional.

Kita harus kembali melihat pada sejarah perkembangan, disana sangat jelas bahwa setelah pemberlakuan Undang-undang Penanaman Modal Asing barulah diikuti dengan pesatnya permintaan tenaga profesi akuntansi dan kemudian berkembang sampai pada pembuatan naskah Standar Akuntansi Keuangan. Sehingga saya sepakat dengan salah satu pendapat Choi et. Al (1998) bahwa Sistem politik pada suatu Negara ikut mewarnai perkembangan akuntansi, karena sistem politik tersebut

“mengimpor” dan “mengekspor” standar -standar dan praktik-praktik akuntansi.

DAFTAR PUSTAKA

Almilia L.S., 2010, Overview Roadmap Konvergensi IFRS 2012 dan Perkembangan PSAK di Indonesia, Bahan Ajar Mata Kuliah Pelaporan dan Akuntansi Keuangan, PPAk – Universitas Sanatha Dharma

Astika I. B. P., Kontribusi Teori Kepentingan Kelompok dalam Standar Akuntansi Keuangan, Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana . Diakses Januari 2011

Chariri A dan Hendero S K S., 2010, menguji kualitas standar akuntansi Hasil Adopsi IFRS: studi empiris pada PSAK N0. 55 (Revisi 2006), SNA XIII, Purwokerto

Earning Management, Universitas Surabaya. Diakses Januari 2011

Ferdian F., periodisasi perkembangan

akuntansi di Indonesia,

http://ferry.adsnimation.com/?p=18. Diakses Januari 2011

Jumantoro B.A., sejarah akuntansi Indonesia,

http://bayuthejakers.blogspot.com/201 0/01/sejarah-akuntansi-indonesia.html. Diakses Januari 2011

Puspitasari, 2010, Pengaruh Informasi Akuntansi Terhadap Harga Saham, Fakultas Ekonomi Universitas


(17)

11

Muhammadiyah Surakarta. Diakses Januari 2011

Sejarah standar akuntansi keuangan sejak tahun 1994

Siddharta I.T. dkk, 2002, Kata Pengantar Dewan Standar Ikatan Akuntan Indonesia

SAK, 2002, Pendahuluan Kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan

Sunardi, perkembangan akuntansi di Indonesia, tugas mata kuliah seminar akuntansi, fakultas ekonomi universitas pancasakti – Tegal. Diakses Januari 2011

Widarsono, A, Sebuah tinjauan: perkembangan akuntansi internasional, UPI BHMN – Bandung. Diakses Januari 2011

Sonoto.J, 2011, Review Telaah Kritis Perkembangan Akuntansi di Indonesia dan Dampaknya Pada Bursa Saham Indonesia, Tugas Individual Pelaporan Dan Akuntansi Keuangan, Program Pendidikan Profesi Akuntansi Fakultas Ekonomi – Universitas Sanata Dharma


(18)

12

LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI SEKTOR PUBLIK (Perbandingan Beberapa Negara)

Wiwin Kurniasari STAIN SALATIGA E-mail: wiwinkurniasari@yahoo.com

Abstra ct

The consolidated Financial Report (CFR) in the public sector takes on considerable impotance if the”group” is considered as a mosaic of different entities that together contribute to carrying out public policies. The accounting system must represent this overall scenario and analyzes eight countries (Indonesian, Australia, New Zeland, Canada, Sweden, France, USA, and the U.K.), as well as the new informational requirements of the International Public Sector Accounting Standards (IPSASs). Accounting prinsiples used for compling a CFR in the public sector will be compared. The objective of the study is highligt the similiarities and differeces between the various prinsiples and consideration of related to the consolidation of annual accounts in the public sector.

Keywords: Consolidated Financial Report, Public Sector, International Accounting Principles, Accountability.

PENDAHULUAN

Informasi keuangan merupakan suatu kebutuhan bagi para pengguna (stakeholders) yang disajikan untuk membantu dalam pengambilan keputusan sosial, politik, dan ekonomi, sehingga keputusan yang diambil lebih berkualitasa dan tepat sasaran. Laporan keuangan ini juga merupakan cermin untuk melihat kondisi keuangan Republik tercinta ini. Tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah menyajikan informasi yang bermanfaat bagi pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan menyediakan informasi mengenai: 1) kecukupan penerimaan selama periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2) kesesuaian cara memperoleh sumber daya ekonomi dan alokasinya dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan perundangan; 3)jumlah sumberdaya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai; 4) bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya; 5) posisi keuangan dan

kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman; 6) perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. Sementara peranan pelaporan keuangan pemerintah yaitu:

1. Akuntabilitas, yaitu

mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pelaksanaan kebijakan sumber daya dalam mencapai tujuan. 2. Manajemen, yaitu memudahkan fungsi

perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas aset, kewajiban, dan ekiutas dana pemerinah.

3. Transaparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka, jujur, menyeluruh kepada para pengguna (stakeholders).

4. Evaluasi kinerja, yaitu mengevaluasi kinerja entitas pelaporan, terutama dalam menggunakan sumber daya


(19)

13 ekonomi untuk mencapai kinerja

transparansi.

5. Keseimbangan antargenerasi, yaitu memberikan informasi mengenai kecukupan penerimaan pemerintah untuk membiayai seluruh pengeluaran, dan apakah generasi yang akan datang ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.

Dalam rangka mewujudkan tujuan dan peranan pelaporan keuangan Pemerintah Indonesia tersebut maka dibutuhkan laporan keuangan konsolidasi. Laporan keuangan konsolidasian pada Pemerintah Indonesia sebagai entitas pelaporan mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. Penyajian laporan keuangan konsolidasian meliputi: Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts), misalnya jika terdapat sisa uang yang harus dipertanggungjawakan yang belum dipertangungjawabkan oleh Bendaharawan pembayar sampai dengan akhir periode akuntansi.Namun demikian apabila eliminasi dimaksud belum memungkinkan, maka dimungkinan dalam CaLK.

Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Ciri-ciri entitas pelaporan adalah sebagai berikut: 1) dibiayai oleh APBN/APBD atau mendapat pemisahan kekayaan dari anggaran; 2) dibentuk dengan peraturan perundang-undangan; 3) pimpinan entitas tersebut adalah pejabat negara yang ditunjuk atau dipilih oleh rakyat; dan 4) entitas tersebut menyampaikan pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran. Entitas pelaporan ini terdiri dari: Pemerintah Pusat dan Daerah; Kementerian Negara/Lembaga

(KL) dan Bendahara Umum Negara (BUN). Pengguna anggaran atau pengguna barang sebagai entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran atau barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan. Perusahaan negara/daerah pada dasarnya adalah suatu entitas akuntansi, namun akuntansi dan penyajian laporannya tidak menggunakan standar akuntansi pemerintahan. Entitas akuntansi terdiri dari: 1) setiap kuasa pengguna anggaran di lingkungan suatu Kementerian/Lembaga yang mempunyai dokumen pelakasanaan anggaran tersendiri; 2) Bendahara Umum Daerah (BUD); 3) Kuasa pengguna anggaran di lingkungan Pemerintah Daerah bila mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang terpisah, jumlah anggarannya relatif besar, dan pengelolaan kegiatannya dilakukan secara mandiri; 4)Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, misalnya Badan Layanan Umum pada rumah sakit, universitas negeri, atau otorita.

Berikut ini tabel yang memperlihatkan perbedaan antara entitas akuntansi dan entitas pelaporan secara ringkas sebagai berikut:


(20)

14

Tabel 1

No Indikator Entitas Akuntansi Entitas Pelaporan

1 Definisi unit pemerintahan pengguna anggaran atau pengguna barang yang wajib menyelenggarakan akuntansi, dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan (konsolidasi) pada entitas pelaporan.

unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan.

2 Komponen 1. Kuasa pengguna anggaran Kementerian/Lembaga yang mempunyai dokumen anggaran tersendiri.

2. Bendahara Umum Daerah (BUD)

3. Kuasa pengguna anggarandi lingkungan Pemerintah Daerah bila mempunyai dokumen pelaksanaan anggaran yang terpisah.

1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Daerah

3. Kementerian Negara/Lembaga di lingkuangan Pemerintah Pusat. 4. Satuan organisasi di lingkungan

pusat/daerah atau organisasi lainnya, jika menurut peraturan perundang-undangan satuan organisasi dimaksud wajib menyajikan laporan keuangan

Sumber: Komite Standar Akuntansi Sektor Publik (KSAP), 2013

Prosedur konsolidasi dilakukan dengan menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa meneliminasi akun timbal balik. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan laporan keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya. Ketika konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-akun yang timbal balik dan estimasi besaran akan dicantumkan dalam CaLK. Laporan konsolidasi pada BLU digabungkan pada Kementerian Negara/Lembaga teknis Pemerintah Pusat atau Daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut: LRA BLU digabungkan secara bruto kepada LRA Kementerian Negara/Lembaga teknis Pemerintah Pusat atau daerah yang membawahiya. Neraca BLU digabungkan

kepada neraca Kementerian

Negara/Lembaga teknis Pemerintah Pusat atau daerah yang membawahiya.

Pertumbuhan kebutuhan keuangan dan akuntabilitas menuntut lebih luas dan lebih lengkap tentang sistem akuntansi Konsolidasi Laporan Keuangan (CFR)-untuk

memberikan umpan balik untuk pengambilan keputusan dan peningkatan akuntabilitas. Namun, ada beberapa masalah dengan menggunakan CFR di sektor publik, termasuk kesulitan membandingkan informasi konsolidasi di berbagai tingkat pemerintahan dan mendefinisikan batas konsolidasi (Heald dan Georgiou, 2000; Robb dan Newberry, 2007). Meskipun beberapa negara telah menerapkan CFR (Benito et al., 2007), badan independen dan ahli menawarkan masukan yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan, misalnya Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik Internasional (IPSASB). Di beberapa negara (Swedia, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru dan Australia), standar akuntansi untuk konsolidasi rekening tahunan telah ditetapkan. Di banyak negara, audit utama dan akuntansi perusahaan telah memainkan peran penting dalam proses implementasi akuntansi akrual dalam sektor publik. Metode dan praktek dari sektor swasta telah disalin dan diperkenalkan di sektor publik tanpa tujuan analisis mendalam dan karakteristik Sektor Publik (Ellwood dan Newberry, 2007; Robb dan Newberry, 2007). Namun, reformasi akuntansi dan


(21)

15 faktor-faktor kunci dalam proses reformasi

telah bervariasi antara negara-negara (2002) menunjukkan perubahan yang baik secara manajerialisme atau mendorong akuntabilitas. Artikel ini menyoroti fitur dari konsolidasi pendekatan di sektor publik, di hal standar akuntansi, konsolidasi aturan dan standar akuntansi, konteks yang standar akuntansi telah dibentuk (publik atau swasta), dan kriteria untuk mengidentifikasi area konsolidasi di negara-negara lain maupun konsolidasi standar internasional. 1. Internasional

IPSASB adalah penetapan standar independen dari the International Federation of Accountants (IFAC) dan mengumumkan standar akuntansi untuk sektor publik yang didasarkan pada standar sektor swasta (IPSASB, 2008). Pada bulan Juli 2000, Komite Sektor Publik yaitu the Public Sector Committee (PSC) dikembangkan, atas dasar IAS 27, IPSAS 6, "Consolidated Financial Statements and Accounting for Controlled Entities’' (direvisi 2007). Standar ini berlaku untuk semua tingkat pemerintah (nasional, regional, lokal pemerintah dan unit komponen). IPSAS 6 mendefinisikan pengawasan sebagai kekuatan untuk menentukan kebijakan keuangan dan operasi untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas entitas lain; kekuasaan tanpa manfaat tidak mencukupi sendiri. IPSAS 6 mendefinisikan seperangkat kekuasaan dan manfaat kondisi dan indikator yang membantu untuk memverifikasi adanya pengawasan. Indikator mengacu pada pengaruh pemerintah terhadap kebijakan keuangan dan operasional. Manfaat kondisi (IPSAS 6: 39) atau Indikator (IPSAS 6:40) melibatkan keuangan dan keuangan non, positif atau negatif (seperti pertanggung jawaban terhadap suatu kerugian), hasil dari pemerintah. Pengendalian juga dianggap ada apabila setidaknya satu dari kondisi kekuatan dan salah satu kondisi dari manfaat masih ada.

2. Swedia

Pada tingkat pusat dan lembaga, mengikuti pengaruh sektor swasta, Badan

Pemerintah untuk otoritas Manajemen-Keuangan Nasional, di Swedia dikembangkan GAAP untuk pemerintah pusat (ESV, 2001, 2002,. Mattisson et al, 2003). Pemerintah Swedia, dengan profesional dan akademisi, juga telah menciptakan kerangka aturan khusus untuk Pemerintah Daerah Swedia. Setelah suatu badan penetapan standar, yang Swedia Dewan Kota Akuntansi (SCMA) telah dibentuk oleh Pemerintah Swedia dan Asosiasi Pemerintah Daerah. SCMA bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menafsirkan standar akuntansi yang berlaku umum dalam sektor kota (Falkman dan Tagesson 2008). Peraturan dari CFR untuk kota dan dewan daerah disediakan oleh Undang-Undang Akuntansi 1998 dan oleh standar SCMA s RKR 8.1.

3. Inggris (UK)

Whole of Government Financial Reporting (WGFR) Departemen Pemerintah Inggris mengikuti panduan Pelaporan Keuangan yang disusun berdasarkan Government Financial Reporting Manual (FReM) dan GAAP Inggris dengan beberapa adaptasi dan interprestasi dalam menyelaraskan standar akuntansi di Inggris dengan standar akuntansi Internasional (International Accounting Standards (IAS), dari 2009/10 FreM menerapkan standar konsolidasi IAS 27, menggantikan Inggris Standard FRS 2. Pada tingkat departemen yang lingkup konsolidasi didefinisikan dalam dua langkah. Setelah, sebagai kriteria persyaratan minimum pengawasan anggaran (Treasury, 2008a: 4.2.3, 4.2.14) atau FReM ini daftar (Treasury, 2008a: 4.2.12-4.2.13), yang sesuai kriteria IAS 27 diterapkan. Untuk IAS 27, Kontrol adalah kekuatan untuk mengatur keuangan dan kebijakan operasional dari entitas untuk memperoleh manfaat dari aktivitasnya. Pada tingkat lokal, Undang-Undang Pemerintah Daerah 2003 membutuhkan otoritas lokal untuk mengikuti arus praktek akuntansi dan untuk mematuhi Kode Praktek Akuntansi pada Otoritas Lokal(Statement of Recommended Practice—SORP) yang memerlukan


(22)

16

penyusunan rekening kelompok sesuai dengan GAAP. Kode ini diterbitkan setiap tahun oleh Dewan Otoritas CIPFA / LASAAC of the telah mengumumkan bahwa Kode dari 2010 akan didasarkan pada IFRS dan itu akan disiapkan di bawah Pengawasan Financial Reporting Advisory Board (FRAB).

4. Amerika Serikat

Financial Accounting Standa rds Board (FASAB) Amerika Serikat didirikan pada awal 1990. FASAB telah diterima oleh AICPA sebagai badan yang mengurus akuntansi standar untuk entitas federal. Untuk Pemerintah federal, Laporan FASAB s (SFFAC 2) (1995) peran atribut pelaporan entitas hanya untuk bagian eksekutif pemerintah federal, termasuk departemen dan Badan-badan independen. Tapi standar yang sama menegaskan bahwa entitas pemerintah federal mencakup semua sumber daya dan tanggung jawab yang ada dalam komponen entitas, apakah mereka bagian dari, eksekutif, legislatif, atau yudikatif dari pemerintah (meskipun Rekomendasi FASAB yang berhubungan hanya untuk eksekutif). Meskipun SFFAC 2 memiliki berperan penting dalam menentukan ruang lingkup konsolidasi, Kongres dan otoritas lainnya memiliki aturan batas konsolidasi yang dimasukkan ke dalam pemerintah federal (GAO, 2005). Pada tingkat negara bagian dan pemerintah daerah Governmental Accounting Standards Board (GASB) yaitu Dewan Standar Akuntansi Pemerintahan menerbitkan standar untuk sektor publik. Dewan Standar Akuntansi Pemerintahan (GASB) bersama-sama dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) yang merupakan bagian dari Financial Accounting Foundation (FAF) menerbitkan konsep gagasan berdasarkan akuntabilitas keuangan.

5. Kanada

Di Kanada Dewan Standar Akuntansi Sektor Publik, yaitu Public Sector Accounting Board (PSAB) telah menetapkan standar untuk sektor publik

sejak tahun 2004. PASB adalah bagian dari Canadian Institute of Chartered Accountants yang telah menerbitkan standar yang berlaku di semua sektor publik yaitu PS 1300 (CICA, 2008) yang mengidentifikasi pengawasan sebagai kriteria utama pada area konsolidasi. Pengawasan didefinisikan sebagai kekuasaan untuk mengatur keuangan dan kebijakan operasi organisasi lain yang diharapkan bermanfaat dan mengurangi resiko kerugian pemerintah dari kegiatan organisasi. Pembenaran pada suatu piihan yang terletak pada ketidakjelasan pada suatu kriteria yang sering membuat suatu entitas kebal terhadap perubahan legeslatif yang khas sering terjadi di sektor publik. Pada setiap kasus terdapat beberapa indikator pengawasan di PS 1300 yang menyorot per tanggung jawaban dan kekuatan elemen seperti tanggung jawab atas kerugian atau kekuasaan untuk mendefinisikan misi dan tipe dari pengendalian strategis.

6. Selandia Baru (New Zealand)

The Financial Standards Reporting Board (FRSB) yaitu dewan standar pelaporan keuangan yang merupakan bagian dari the New Zealand Institute of Chartered Accountants (NZICA) mengumumkan standar akuntansi untuk sektor publik dan swasta yang disesuaikan dengan IAS-IFRS. Berdasarkan UU Keuangan Tahun 1989 Pemerintah Selandia Baru menyusun seluruh pelaporan keuangan pemerintah melalui Government Financial Reporting (WGFR) dan struktur pelaporan entitas mengikuti GAAP Selandia Baru. WGFR di Selandia Baru belum mampu menawarkan representasi dari sektor publik secara keseluruhan sejak baik kriteria kontrol, maupun yang ada tindakan normatif, termasuk badan-badan publik independen seperti universitas atau pemerintah daerah dalam konsolidasi. Pemerintah setempat mengkompilasi CFR sendiri pada dasar Pemerintah Local 2002 dan NZ IAS 27. Selandia Baru, seperti Australia, telah menambahkan paragraf ke IFRS dalam penerapannya ke sektor publik. Untuk tujuan mengidentifikasi adanya kontrol, paragraf


(23)

17 ditambahkan ke NZ IAS 27 mengacu pada

seperangkat indikator kontrol dalam standar sebelumnya, NZ FRS 37 dan / atau IPSAS 6 untuk menentukan apakah ada kontrol di sektor publik. Definisi FRS 37 adalah: "Kontrol oleh satu entitas terhadap entitas lain (a) entitas pertama memiliki kapasitas untuk menentukan keuangan dan kebijakan operasi yang memandu kegiatan kedua entitas, (b) entitas pertama memiliki hak untuk signifikan tingkat kepemilikan saat ini atau masa depan manfaat, termasuk pengurangan kepemilikan kerugian yang timbul dari kegiatan kedua entitas.

7. Australia

Dewan Standar Akuntansi Australia yang tergabung ke dalam The Australian Accounting Standards Board (AASB) telah menyusun Undang-undang standar akuntansi yang telah disesuaikan dengan IAS-IFRS untuk sektor publik dan swasta pada tahun

2000. Semua

tingkatan di pemerintahan-persemakmuran, negara bagian dan lokal mengikuti AASB 127 yang didirikan pada tahun 2004 untuk mengadaptasi laporan konsolidasi standar sebelumnya berdasarkan IFRS, dan

kemudian diubah tahun 2008 dengan menerima standar pemerintah AAS 27, 29, dan 31. Selain AASB 127 pemerintah juga mengkompilasi AASB 1049 (yang diterbitkan tahun 2007 untuk pelaporan keuangan pemerintah pada umumnya yaitu Government and General Government Sector Financial Reporting) yang bertujuan menyelaraskan ekonomi mikro dari fungsi GAAP berbasis WGFR dengan fungsi ekonomi makro berdasarkan laporan statistik keuangan pemerintah pada the Government Financial Statistics (GFS) yang merupakan kerangka kerja dari (ABS, 2006). Kejadian di Australia menarik karena mengacu pada kedua kriteria konsolidasi, pengawasan dan akuntabilitas keuangan. AASB 127 mendefinisikan kontrol sebagai kekuatan untuk menentukan kebijakan keuangan dan operasi dari suatu entitas sehingga memperoleh manfaat dari aktivitasnya. karena mengacu pada kedua kriteria konsolidasi, pengawasan dan akuntabilitas keuangan. AASB 127 mendefinisikan kontrol sebagai kekuatan untuk menentukan kebijakan keuangan dan operasi dari suatu entitas sehingga memperoleh manfaat dari aktivitasnya.

Tabel 2

Perbandingan Pelaporan Keuangan Konsolidasi Akuntansi Sektor Publik di Beberapa Negara

Indonesia Internasional Inggris

(Lokal)

Inggris (Pusat)

Amerika Serikat

Standars Setting Body

International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) yang diterbitkan oleh International Federation of Accountant (IFAC)

IPSASB CIPFA+ASB ASB +

HM Treasury (FRAB)

GASB + FASAB

Standars SAP IPSAS 6-7-8 SORP 2006+

FRS

UK GAAP-berdasar WGA

GASB 14-39-34

SFFAC 1-2-4

Sector of Aplication

Publik Public Swasta yg di adapatasi utk sektor publik

Publik Publik

Reporting Entity

Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Kementerian/

Lembaga, Satuan Organisasi wajib sesuai UU

Semua Lokal Pusat Negara,

Lokal, & Pemerintah Tujuan Khusus

Pemerintah USA


(24)

18

Kanada Swedia Selandia Baru Australia Perancis

Standars Setting Body

PSAB SCMA ESV NZ ICA AASB OEC

Standars PS

1300-2500-2510

RKR 8.1 ESV (Peraturan

&

Rekomendasi)

NZ IAS 27-28-31

AASB 127 AASB 1049 AAS 27-29-31

Manual (OES, 1992)

Sector of Aplication

Publik Publik Publik/Swasta Publik/Swasta Publik

Reporting Entity

Semua Lokal Pusat Semua Semua Lokal

Sumber: Giuseppe Grossi and Francesca Pepe (2009), diolah

KESIMPULAN

Artikel ini telah menganalisis penetapan standar, aturan konsolidasi dan aplikasi standar akuntansi sektor publik, kriteria untuk menentukan daerah konsolidasi dan indikator relatif pada berbagai negara, dan di konteks internasional. Secara substansial tidak banyak perbedaan antara berbagai standar atau dengan kriteria indikator konsolidasi. Seperti ditunjukkan oleh Wise (2006), ada beberapa subjektivitas dalam menafsirkan kriteria kontrol atau pengawasan dalam menentukan area konsolidasi, sehingga meninggalkan ruang untuk pertimbangan selain yang yang bersifat ekonomi, subjektivitas tersebut memungkinkan untuk adaptasi alat keuangan (obyektif serupa dalam setiap konteks) ke sejarah politik dan konteks fitur sosial. Untuk alasan ini masing-masing negara telah diartikulasikan dengan CFR sesuai dengan karakteristik yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

AASB (2007), AASB 1049Whole of Government and General Government Sector Financial Reporting (www.aasb.com.au).

AASB (2008), AASB 127Consolidated and Separate Financial Statements (www.aasb.com.au).

ABS (2006), Australian GFS Framework (www.aasb.com.au).

Benito, B., Brusca, I. and Montesinos, V. (2007), The harmonization of government financial information systems: the role of the IPSASs. International Review of Administrative Sciences, 73,2, pp. 393–317.

Broadbent, J., Dietrich, M. and Laughlin, R. (1996), The development of principal-agent, contracting and accountability relationships in the public sector: conceptual and cultural problems. Critical Perspectives on Accounting, 7, 4, pp. 259–284.

Broadbent, J. and Guthrie, J. (2008), Public sector to public services: 20 years of

‘contextual’ accounting research. Accounting, Auditing and Accounta bility Journal, 21, 2, pp. 129–169.

CICA (2008), CICA Public Sector Accounting Handbook (www.psab-ccsp.ca).

Chan, J. L. (2003), Government accounting: an assessment of theory, purpose and standards. Public Money & Management, 25, 1, pp. 13–20. CIPFA (2008), Code of Practice on Local

Authority Accounting in the United KingdomA Statement of Recommended Practice 2008 (London).

Chow, D., Humphrey, C. and Moll, J. (2007), Developing whole of


(25)

19 government accounting in the UK.

Financial Accountability & Management, 23, 1, pp. 27–54.

Ellwood, S. and Newberry, S. (2007), Public sector accrual accounting: institutionalizing neo-liberal principles? Accounting, Auditing and Accountability Journal, 20, 4, pp. 549– 573.

ESV (2001), Accrual Accounting in Swedish Central Government (www.esv.se).

ESV (2002), Conceptual Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements in Central Government Version 1.0 (www.esv.se). Falkman, P. and Tagesson, T. (2008), Accrual accounting does not necessarily mean accrual accounting. Scandinavian Journal of Management, 24, 3, pp. 271–283.

FASAB (1995), Statement of Federal Financial Accounting Concept 2. Entity and Display (www.fasab.org). GAO (2005), Annual Financial Report of the

United States Government 2005 (www.gao.gov).

GASB (1991), Statement No. 14. The Financial Reporting Entity (Norwalk). Giuseppe Grossi and Francesca Pepe. 2009.

Consolidation Financial Reporting in the Public Sector: a Cross-Country Comparison. Journal Compilation Cipfa - Public Money Siena University Italy.

Guthrie, J., Humphrey, C., Jones, L. R. and Olson, O. (2005), The dynamics of public financial

management change in an international context. In Guthrie J. et a l. (Eds), International Public Financial Management Reform (IAP, Greenwich), pp. 1–22.

Heald, D. and Georgiou, G. (2000), Consolidation principles and practices for UK government sector. Accounting and Business Research, 30, 2, pp. 153–167.

Humphrey, C., Miller, P. and Scapens, R. (1993), Accountability and accountable management in

the UK public sector. Accounting, Auditing and Accountability Journal, 6, 3, pp. 7–29.

IASB (2008), International Accounting Standard 27:Consolidated and Separate Financial Statements (eifrs.iasb.org).

Ikatan Akuntan Indonesia. 2011.Pedoman Standar Akuntansi Keuangan No.04. tentang Laporan Konsolidasi. Jakarta: Salemba Empat.

IPSASB (2008), 2008 Handbook of International Public Sector Accounting Pronouncements (www.ifac.org). Johnsen, A. and Lapsley, I. (2005),

Reinventing public sector accounting. Financial Accountability & Management, 21, 3, pp. 259–262. Lüder, K. (2002), Research in comparative governmental accounting over the last decade—

achievements and problems. In Montesinos, V. and Josè, M. V. (Eds), Innovations in Governmental Accounting (Kluwer Academic Publishers, Dordrecht), pp. 1–21. Lüder, K. and Jones, R. (Eds) (2003),

Reforming Governmental Accounting and Budgeting in Europe (Fachverlag Moderne Wirtschaft, Frankfurt).

Mattisson, O., Paulsson, G. and Tagesson, T. (2003), Sweden. In Lüder, K. and Jones, R. (Eds), op. cit.


(26)

20

Robb, A. and Newberry, S. (2007), Globalization: governmental accounting and international financial reporting standards. Socio-Economic Review, 5, 4, pp. 725–754.

Republik Indonesia. (2005), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah Pernyataan No.11.

Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan dan Kinerja Instansi Pemerintah.

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.

Republik Indonesia. (2011), Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.233/PMK 05 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK/2007 Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.

Treasury (2008a), Government Financial Reporting Manual 20092010 (FReM), (London).

Treasury (2008b), Summary of IFRS included in the IFRS-based FreM (London). Wise, V. (2006), Cross-sector transfer of

consolidated financial reporting. Australian Journal of Public Administration, 65, 3, pp. 62–73.


(27)

21 MANAJEMEN PAJAK DIPANDANG DARI SISI FISKUS

Dewi Kusuma Wardani

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

E-ma il: d3wi_kusuma@yahoo.co.id

Abstract

Tax is the main government’s income. Tax contribution rose from 56.5% in 2000 to 77.2% in 2011. Non-ta x income decrea sed from 43.5% in 2000 to 22.8% in 2011 (Kemenkeu, 2011). It implies tha t ta x ha s grea ter portion in government income, i.e. mor e tha n 75% from tota l income.

Ta x-pa yers think tha t ta x is a burden for them so they try to reduce it with ta x ma na gement. Ta x mana gement ca n be viewed a s a lega l thing, a nd is not a n illega l ta x eva sion. Although it is lega l, ta x ma na gement ca n reduce ta x income a nd harm government.

The Indonesia n ta x income rea liza tion wa s still bellow the ta rget, except in 2008 a nd 2010. The ta x income ta rget ina ccessibility ma kes government wa s in debt to pa y the expenses. The government burdened high tax interest. Ta x interest rose from 27.1% in 2005 to 28.5% in 2011. On the other ha nd, subsidy dropped from 50.2% in 2005 to 46.5% in 2011. Subsidy cutting caused by the ta x interest increa sing showed tha t government could not welfa re their people beca use the income wa s not a ddressed only for their people but for others whom Indonesia ha s debt.

We ca n conclude tha t ta x mana gement ha rms government beca use it reduces government income, increa ses debt interest, a nd reduces government capa city to welfa re their people. So, government must monitor ta x ma na gement practices in order to a void ta x income decrea sing beca use of ta x ma na gement .

Keywords: Tax Management, Government Income, Debt Interest, Subsidy

PENDAHULUAN

Pajak merupakan kontribusi wajib yang harus dibayar oleh wajib pajak kepada negara/pemerintah yang dapat dipaksakan tanpa ada balas jasa (kontraprestasi) yang secara langsung diterima oleh pembayar pajak (UU 18/2007). Dari definisi tersebut maka semua wajib pajak, mau tidak mau dan suka tidak suka, harus menyisihkan sebagian uangnya untuk membayar pajak. Otomatis pajak dianggap sebagai beban oleh masyarakat karena dengan adanya pajak maka kemampuan ekonomisnya berkurang akibat menyisihkan uangnya untuk membayar pajak. Bahkan, sejak lahirpun orang sudah dikenakan pajak ketika ia menggunakan suatu produk tertentu, seperti

bayi yang harus diselimuti kain yang sudah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Konsekuensi dari anggapan bahwa pajak merupakan beban bagi masyarakat adalah masyarakat berusaha untuk tidak membayar pajak. Terdapat dua mekanisme untuk mengurangi pajak yang harus dibayar, yaitu dengan cara penghindaran pajak (tax a voidance) dan penyelundupan pajak (tax eva sion). Kedua mekanisme tersebut mirip yang mana keduanya merupakan metoda agar kewajiban perpajakan dapat dikurangi, namun perbedaan diantara keduanya pun sangat besar. Penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup pemajakan dan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan perpajakan.


(1)

85 as a proxy for profitability in their studies on

dividend policy. It is expected that this variable will show positive relationship to dividend payout. This assumption is due to the studies done by scholars where most of the studies showed that profits are very important determinant of dividend policy.

LOGSALES = Natural log of sales as proxy for growth. Petit (1976) used sales gate growth as an investment opportunity proxy. Lipson et al. (1998) conclude that firms experiencing or anticipating higher sales growth will have lower dividend payout ratios.

Summarize of the explanatory variables is presented in the Table 1 below.

Table 1

The Explanatory Variables and Measurement

Variable Represented by Predicted Measured as Sales LnSales (+) Total Sales (after taking ln) Debt Financing DEBT (+) The ratio of debts to total assets Assets Growth

Rate AGR (+)

The ratio of changing in total assets from previous year

Profitability PRT (+) The ratio of net profit to total sales

F. Research Finding and Discussion The research methodology and data collection was explained on section above. All the findings researcher figures gathered during the data collection processed. The analysis was done using simple random

sampling of 100 manufacturing firms (out of the 210 listed manufacturing firms on 2012) to examine the overall results of the financial determinant of dividend policy in Indonesian listed firms.

Table 2 Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 0,856 (a) 0,747 0,712 0,70589768621

a. Predictors: (Constant), Assets Growth, Profit, Total Debt, Sales. SPSS output allows researcher to specify

multiple models in a

single regression command. This tells researcher the number of the model being reported. R is the square root of R-Squared and is the correlation between the observed and predicted values of dependent variable. R-Square is the proportion of variance in the dependent variable (dividend per share) which can be explained by the independent variables (assets growth, profit, total debt, sales). The first measure in the table is called R. This is a measure of how researcher our predictors predict the

outcome, but researcher need to take the square of R to get a more accurate measure. This is R-squared, which SPSS shows us in the next column. As researcher saw earlier on, this gives us the amount of variance in dividend per share scores explained by the independent variable or predictor: assets growth, profit, debts, sales. R-squared varies between 0 and 1. In this case it is 0,712, so 71% of the variance in dividend per share test scores can be explained by the independent variables (assets growth, profit, total debt, sales) test scores. (Note: This does not imply causality.) Std. Error of the Net profit margin = Net profit/ Sales


(2)

JURNAL AKUNTANSI. VOL.1 NO.1 JUNI 2013

86

Estimate, this is also referred to as the root mean squared error. It is the standard deviation of the error term and the square

root of the Mean Square for the Residuals in the ANOVA (Table 4.3).

Table 3 ANOVA Model Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1 Regression 48,338 5 9,668 22,263 0,000a

Residual 40,820 94 0,434

Total 89,157 99

a. Predictors: (constant), Assets Growth, Profit, Tot Debt, Sales b. Dependent Variable: Div/Share

Table 4.3 Anova looking at the breakdown of variance in the outcome variable, these are the categories researcher will examine: Regression, Residual, and Total. The Total variance is partitioned into the variance which can be explained by the independent variables (Model) and the variance which is not explained by the independent variables (Error). Sum of Squares - These are the Sum of Squares associated with the three sources of variance, Total, Model and Residual. The Total variance is partitioned into the variance which can be explained by the independent variables (Regression) and the variance which is not explained by the independent variables (Residual). For df. these are the degrees of freedom associated with the

sources of variance. The total variance has N-1 degrees of freedom. The Regression degrees of freedom correspond to the number of coefficients estimated minus 1. Including the intercept, there are 5 coefficients, so the model has 6-1=5 degrees of freedom. The Error degrees of freedom were the DF total minus the DF model, 99 -5 = 94. Mean Square - These are the Mean Squares, the Sum of Squares divided by their respective DF. F and Sig. - This is the F-statistic the p-value associated with it. The F-statistic is the Mean Square (Regression) divided by the Mean Square (Residual): 9,668/0,434 = 22,263. The p-value is compared to some alpha level in testing the null hypothesis that all of the model coefficients are 0.

Table 4 Coefficientsa Mode

l

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B

Std.

Error Beta B Std. Error 1 (Constant

) -5,590 1,655 -3,377 0,001

Sales 0,192 0,068 0,250 2,839 0,006

Tot Debt 0.044 0,058 0,057 0,752 0,454

Profit 0,157 0,065 0,218 2,984 0,004

Asset

Grw 0,307 0,072 0,396 2,352 0,007

a


(3)

87 SPSS ouput allows researcher to specify

multiple models in a

single regression command. This tells researcher the number of the model being reported. This column shows the predictor variables (constant, assets growth, profit, debt, sales). The first variable (constant) represents the constant, also referred to in textbooks as the Y intercept, the height of the

regression line when it crosses the Y axis. In other words, this is the predicted value of science when all other variables are 0. B - These are the values for the regression equation for predicting the dependent variable from the independent variable. The regression equation is presented in many different ways, for example:

Y predicted = b0 + b1*Sales + b2*Tot Debt + b3*Profit+ b4*Asset Growth

The column of estimates provides the values for b0, b1, b2, b3 and b4 for this equation. For sales for every unit increase in sales, researcher expect 0,192 unit increases in the sales score, holding all other variables constant. For total debt the coefficient for total debt is 0,044. So for every unit increase in total debt, researcher expects an approximately 0,044 point increase in the science score, holding all other variables constant. For the profit, the coefficient for profit is 0,157. So for every unit increase in profit, researcher expects a 0,157 point increase in the profit score. The same for asset growth the coefficient for profit is 0,307. Therefore for asset growth for every unit increase in profit, researcher expects a 0,307 point increase in the asset growth. Std. Error, these are the standard errors associated with the coefficients. For Beta, these are the standardized coefficients. These are the coefficients that researcher would obtain if researcher standardized all of the variables in the regression, including the dependent and all of the independent variables, and ran the regression. By standardizing the variables before running the regression, researcher have put all of the variables on the same scale, and researcher can compare the magnitude of the coefficients to see which one has more of an effect. Researcher will also notice that the larger betas are associated with the larger t-values and lower p-values. For t and Sig. these are the t-statistics and their associated 2-tailed p-values used in testing whether a given

coefficient is significantly different from zero.

G. Conclusion, Limitation and Suggestions

This study examined the relationship between dividend payout and several variables such as: leverage, profitability, asset growth, sales for 3 periods from 2010 up to 2012. Past studies have rarely investigated the effect of dividend policy on manufacturing listed firms especially with four independent variables together on manufacturing firm. The result in general shows that there are significant descriptions between sales, debt financing, profitability to dividend payout. Assets growth rate negatively influenced DPO. Profitability proxy, represented by PRFT, which is positively related with dividend payout, is a significant determinant of dividend payout. This study is limited to a few constraints. Due to time constraint and availability of the data, the study only covers a period of 3 years (2010 to 2012) with 100 firms. The number of firms chosen is only 100 out of the IDX 210 manufacturing firms listed in Indonesia Stock Exchange. This might not give accurate representation of the overall Indonesian company dividend policy. The study only focused on those companies who paid dividends. There is no comparison between firms, which pay dividend, and firms, which do not pay dividends. So, omitting firms has choose not to pay dividend may have bias result.


(4)

JURNAL AKUNTANSI. VOL.1 NO.1 JUNI 2013

88

Suggestion for the future research should overcome the limitations and cover other important areas that are not examined. It is recommended that more-in-depth study can be done using few models in order to increase the accuracy of the result. It is also important to use a bigger number of samples from various firms. This will help to generalize the study.

References

Al-Kuwari D. (2009). Determinants of the Dividend Policy in Emerging Stock Exchanges: The Case of GCC Countries, Global Economy & Finance Journal Vol. 2. No. 2 September 2009. Pp. 38-63

Baker, H.R. and Powel, G.E. (1999). How corporate managers view dividend policy? Quarterly Journal of Business and Economics, 38 (2), 17- 35 Blume, Marshall E., 1980, Stock Returns and

Dividend Yields: Some More Evidence, Review of Economics and Statistics 62, 567-577

Frankfurter, George M., and Bob G. Wood, Jr., 1997, The Evolution of Corporate Dividend Policy, Journal of Financial Education 23, 16-33. Frankfurter, George M., and Bob G. Wood,

Jr., 2002, Dividend Policy Theories and Their Empirical Tests, International Review of Financial Analysis 11, 111-138.

Healy, Paul M., and Krishna G. Palepu, 1988, Earnings Information Conveyed by Dividend Initiations and Omissions, Journal of Financial Economics 21, 149-176.

Lipson, Marc L, Maquieira Carlos P., and William Megginson, 1998, Dividend Initiations and Earnings Surprises, Financial Management 27, 36-45. Miller, Merton H., and Myron S. Scholes,

1982, Dividend and Taxes: Some Empirical Evidence, Journal of Political Economy 90, 1118-1141. Morgan, Ian G., 1982, Dividends and Capital

Asset Prices, Journal of Finance 37, 1071-1086.

Partington, G. H. (1985). Dividend Policy and Its Relationship To Investment and Financing Policies: Empirical Evidence, Journal of Business Finance & Accounting, 12(4), (Winter), pp. 531-542.

Pettit, R. Richardson, 1976, The Impact of Dividend and Earnings Announcements: A Reconciliation, Journal of Business 49, 89-96.

Salehi M. and K. Biglar (2009). Study of the Relationship between Capital Structure Measures and Performance: Evidence from Iran, International Journal of Business and Management, Vol. 4, No. 1, pp. 97-103.

Siddiqi, Mazhar A., 1995, An Indirect Test for Dividend Relevance, Journal of Financial Research 18, 89-101


(5)

(6)

ISSN 2088 - 768X

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA

Jl. Kusumanegara No. 121, YOGYAKARTA

Telp & Fax: (0274) 557455