Kebijakan, Budaya, dan Informasi PILAR KBI

Klaster dan Roadmap Penelitian
Pilar Kebijakan, Budaya dan
Informasi

LPPM
Jl. Raya Bandung Sumedang KM
21
Jatinangor, 45363
Ph: (202) 785-4426
Fax: (202) 785-4428
Web: http://www.lppm.unpad.ac.id/

1

Daftar Isi

Daftar
Isi................................................................................................................
.........................3
Executive
Summary...................................................................................................

..... ...........4
1.Pendahuluan.........................................................................................
.....................................7
2.Pencarian
Informasi……............................................................................................
.......16
3.Media dan
informasi...................................................................................................
........28
4.Kebijakan…………………………………………………………………………..
………………34
5.Kelembagaan dan
Kemitraaan…………………...........................................................69
3. Ucapan Terima
Kasih......................................................................................................
70

2

Executive Summary


Para peneliti Universitas Padjadjaran bidang sosiohumaniora yang
mencakup para peneliti dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ilmu komunikasi,
Ilmu Budaya, Ilmu Hukum, dan Ilmu Ekonomi berkolaborasi menghasilkan
kesepakatan tentang kluster penelitian di bawah Pilar kebijakan, budaya dan
komunikasi dibawah koordinasi Tim Penjamin Mutu Penelitian Universitas
Padjadaran, LPPM UNPAD.
Tujuan kolaborasi ini, pertama tama

adalah untuk mempercepat

peningkatan kualitas penelitian bidang sosiohumaniora. Sealian itu juga
diharapkan dapat mempertajam keragaman fokus penelitian sosial sehingga
mampu menghasilkan produk penelitian unggulan yang berpeluang besar
menghasilkan kerjasama dengan pemerintahan maupun industri
Tujuan dari pembuatan klaster dan roadmap kebijakan, budaya dan
informasi

adalah


untuk

menentukan

pengelompokan

bidang

kajian

sosiohumnaiora agar semua sumberdaya manusia dan sumber daya
pendukung (fasilitas) dapat digunakan secara optimal untuk mencapai
luaran penelitian yang telah ditargetkan.
Tujuan umum Rencana Induk Penelitian (RIP) bidang sosiohumaniora
dan penyusuan pilar serta klaster adalah:
1. Membuat metode atau teknologi untuk mengetahui potensi ilmu sosial,
komunikasi, budaya, ekonomi, psikologi dan hukum.
2. Menghasilkan serangkaian penelitian yang direncanakan dengan terarah,
jelas, terprogram dan terjadwal
3. Untuk mendorong agar penelitian yang dilakukan berorientasi untuk

menghasilkan produk baik dalam bentuk model, sistem, maupun teknologi
yang dapat berkontribusi untuk memecahkan masalah di masyarakat,

3

I. PENDAHULUAN
Dokumen ini merupakan Rencana Induk Penelitian (RIP) Universitas
Padjadjaran

Bidang

Kebijakan,

Budaya

dan

Informasi

yang


memuat

penjelasan tentang klaster dan roadmap penelitiannya. Pertama akan
dipaparkan roadmap keseluruhan dari Pilar Kebijakan, Budaya dan Informasi
disertai mekanisme dengan out put unggulan dari pilar ini. Bagian
selanjutnya memuat uraian perklaster yang mencakup, latar belakang,

benchmarking, roadmap, fasilitas, dan kerjasama yang telah dibina oleh
masing-masing klaster.

I.1. LATAR BELAKANG
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada 2010 Provinsi Jabar
menduduki urutan ketiga tertinggi secara nasional dalam raihan PDRB
setelah

Provinsi

DKI


Jakarta

dan

Jawa

Timur,

dengan

total

Rp

770.660.479,00. Namun ironinya, tingkat pendapatan ini tidak berbanding
lurus dengan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) yang diraih Prov Jabar
yaitu sebesar 72 menduduki urutan ke 15 dari 33 Provinsi se-Indonesia.
Karena nilai IPM merupakan gabungan dari nilai indikator daya beli,
kesehatan, dan pendidikan di suatu wilayah, maka mengacu pada data di
atas, rendahnya IPM provinsi Jabar disebabkan oleh tingkat pendidikan dan

kesehatan masyarakatnya.
Provinsi

Jabar

seharusnya

memiliki

nilai

tinggi

untuk

bidang

pendidikan karena di Jawa Barat terdapat banyak perguruan tinggi
berkualitas yang menjadi rujukan dan tujuan siswa dari provinsi lain yang
hendak


melanjutkan

ke

jenjang

pendidikan

tinggi.

Rata-rata

angka

partisipasi sekolah di Jawa Barat adalah 8 tahun atau setara kelas 2 sekolah
lanjutan pertama. Kondisi ini ironi dengan keberadaan perguruan tinggi di
Jawa Barat.
Sejalan dengan kepentingan pembangunan dan daya saing regional
maupun nasional,


serta program Master Plan Percepatan Pembangungan

4

Ekonomi Indonesia (MP3EI), maka penelitian perlu diarahkan pada penelitian
berorientasi

produk yang dapat mempercepat hilirisasi hasil penelitian.

Topik penelitian staf akademik Unpad, baik yang sedang berlangsung
maupun yang akan dilakukan, disyaratkan untuk memiliki orientasi dan
tujuan akhir penelitian yang jelas, terprogram dan terjadwal. Tujuan akhir
dari suatu rangkaian penelitian ditentukan saat penelitian mulai diinisiasi
sehingga orientasi penelitian menjadi lebih terarah.
Pilar 5 yaitu Kebijakan, Informasi dan Budaya merupakan salah satu
dari 5 pilar penelitian yang mengacu pada Rencana Induk Penelitian (RIP)
Universitas Padjadajaran

(Unpad). Termasuk


kedalam pilar 5 adalah

penelitian-penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari berbagai fakultasdi
bidang sosiohumaniora, sepereti FISIPM FIKOM, FH, FE, FIB dan Fakultas
Psikologi yang diimplementasikan dalam berbagai skema penelitian di
bawah koordinasi LPPM UNPAD. Berdasarkan jejak rekam dan minat peneliti,
maka untuk tahun 2012-2016, produk yang ingin dicapai oleh pilar5 adalah
adanya m-Gov di bidang kesehatan dan pendidikan.
Untuk

mendorong

agar

penelitian

berorientasi

produk


yang

berkontribusi dalam memecahkan masalah di masyarakat, maka penelitian
perlu dikelompokkan menjadi berbagai klaster penelitian multidisplin.
Klaster

2012

2013

2014

2015

2016

Pola
pencarian
informasi

Pemetaan
pola-pola

Pengembangan jejaring
Informasi

Teknologisasi
jejaring
informasi

Jejaring
informasi
untuk mGov

Inovasi jejaring
informasi
masyarakat

Media dan
sistem
informasi

Pemetaan Model media
konten dan participatory
bentuk
media

Media and
content dev.
(alternatif),
modul mGov

Digitalisasi
konten dan
media, mGov
dev

Inovasi

Kebijakan

Strategic
maps

Revisi
kebijakan

Sosialisasi

Implementasi Evaluasi
kebijakan

Kelembagaa Mapping
n dan
governance

Modelling
capacity
building

Internalisasi rule Sinergitas
of game
dalam
supporting
mGov

Kolaborasi dan
integrasi
kelembagaan

5

Kemitraan

Mapping

Modelling
bentuk
kemitraan

Uji coba model
bentuk
kemitraan

Implementasi Kolaborasi
sistem
informasi
kemitraan

6

Klaster

2012

2013

Pemahaman Identifikasi Inventarisasi

2014

2015

2016

Data base dev

Content for
mGov dev

Ensiklopedi

Persepsi
Identifikasi Model
Uji coba model
dan perilaku
partisipas/
pembelajaran
masy

Modul
Inovasi model
pembelajaran pembela-jaran
masy for mGov masy

Perlindungan
hukum

IdentifiSinkronisasi
kasi dan
dan
peme-taan harmonisasi
produk hukum

Penulisan
Sosialisasi
Evaluasi dan
naskah
dan uji publik pengembang
akademik dan
an
workshop

Efektiivitas

Evaluasi
Modelling
kebijakan
akuntabilitas
dan pogram dan
affordability

Cost Benefit
Analysis

HYBRID
mGov
(edu,
health)

Strategic
maps

Studi
kelayakan
mGov

Promotion and
social
marketing for
mGov

Model design Prototype dan Uji coba dan Produk
and modul
pre kondisi
finalisasi
dev
(sosialisasi)
prototype

Klaster penelitian merupakan suatu topik penelitian besar

yang

terdiri atas berbagai penelitian dari hulu sampai hilir dengan tujuan terarah.
Setiap cluster akan didorong menyatukan visi untuk menentukan misi dan
cara (mekanisme, strategi) mencapai outcome yang ditetapkan bersama
oleh peneliti yang terlibat. Tim suatu riset cluster adalah tim kolaboratif dan
interdisiplin yang

terdiri dari para peneliti dari berbagai fakultas,

mahasiswa dan institusi lain yang terlibat dalam riset. Klaster di pilar 5
berorientasi pada :
1. Klaster media dan informasi
2. Klaster Kebijakan
3. Klaster kelembagaan dan governance
4. Klaster Pola Pencaraian Informasi

Sejalan dengan RIP Unpad dan berdasarkan prioritas pembangunan
dan riset nasional. Agar penelitian di setiap cluster menjadi efisien dan tepat
tujuan, maka diperlukan pemetaan penelitian melalui benchmarking ke

7

institusi lain untuk penajaman arah penelitian. Pemetaan penelitian
memungkinkan setiap cluster untuk (i) melakukan evaluasi diri atas
keunggulan/ kelemahan, (ii) mendapatkan informasi lebih akurat tentang
apa yang telah dilakukan oleh Insitutusi lain, (iii) mendapatkan informasi
tentang berbagai permasalahan dalam penelitian, terutama
penelitian

Unpad

dalam

peta

penelitian

dalam posisi

lokal/regional/nasional,

menghindarkan penelitian duplikasi, serta menjajagi kerjasama penelitian.
Dokumen orientasi penelitian dari setiap cluster dijadikan dasar
untuk:
1. Meningkatkan kualitas penelitian bidang homaniora baik ilmu sosial,
politik, komunikasi, ekonomi, psikologi dan bukum
2. Menjadi pedoman implementasi penelitian berbasis

cluster

yang

disepakati tim Penjaminan Mutu LPPM.
3. Menetapkan arah dan hasil/produk penelitian jangka pendek (2015),
serta orientasi hasil penelitian jangka panjang (2020)
4. Mengakses sumberdaya nasional ataupun internasional yang berkaitan
dengan topik penelitian.
5. Membangun akses untuk memperkuat kemitraan yang mendukung
investasi maupun memulai “komersialisasi produk”.
Dokumen

cluster

penelitian

ini

akan

diseminarkan

dengan

menghadirkan narasumber yang dapat diusulkan oleh Koordinator Cluster.
Selanjutnya kompetensi narasumber akan diverifikasi oleh Koordinator Pilar
dan Tim Penjamin Mutu Penelitian LPPM Unpad.

8

KLASTER
II.1. POLA PENCARIAN INFORMASI
II. 1. 1. Latar Belakang
Faktor kesehatan merupakan faktor penting bagi kualitas hidup
manusia. Tanpa kesehatan, aktivitas manusia tidak dapat dilakukan secara
optimal. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan
akan informasi kesehatan semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan
akan informasi kesehatan, selain dipicu oleh semakin beragamnya jenis
gangguan kesehatan yang dirasakan oleh masyarakat, juga disebabkan oleh
semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga pola
hidup sehat.
Saat ini, pola hidup sehat sudah menjadi bagian dari gaya hidup
masyarakat, baik di kalangan masyarakat perkotaan, maupun masyarakat di
daerah pedesaan. Dengan demikian, informasi mengenai kesehatan menjadi
salah satu informasi yang banyak dicari oleh masyarakat. Bagi sebagian
masyarakat perkotaan yang memiliki status ekonomi dan tingkat pendidikan
dari kalangan menengah ke atas, informasi kesehatan dapat dengan mudah
diakses melalui media internet, namun bagi masyarakat pedesaan di
wilayah yang infrastuktur jaringan internetnya belum memadai ataupun
bagi

masyarakat

perkotaan

yang

memiliki

tingkat

edukasi

rendah,

mengakses informasi melalui internet, masih relatif sulit dilakukan.
Kendala infrastuktur bukan merupakan satu-satunya masalah bagi
masyarakat dalam mengakses informasi. Penyerapan dan pemahaman
masyarakat akan informasi kesehatan yang masih terbatas pun dapat
menjadi masalah yang berakibat fatal. Sehingga dalam beberapa media
massa, banyak diberitakan tentang tempat-tempat pengobatan alternatif
berbau mistik yang jika dikaji melalui sudut pandang pengobatan, ternyata
tidak menunjukkan adanya keselarasan dengan media pengobatan medis
barat maupun timur. Sehingga tak jarang hal ini malah menempatkan

9

masyarakat sebagai korban mal praktek yang disebabkan oleh rendahnya
pemahaman masyarakat terhadap informasi kesehatan.
Oleh karena itu, penting kiranya, diadakan sosialisasi mengenai
informasi kesehatan yang benar bagi masyarakat. Sejauh ini, pemerintah,
LSM dan lembaga-lembaga yang berkaitan dengan masalah kesehatan
masyarakat, sudah berupaya untuk melakukan sejumlah kegiatan sosialisasi
kesehatan. Namun, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kekuatan
informasi yang disampaikan secara word of mouth dari significant others
masih lebih dominan dibandingkan dengan kekuatan informasi yang
disampaikan dalam konteks komunikasi kelompok ataupun komunikasi
publik pada suatu kegiatan sosialisasi.
Dengan demikian, perlu dilakukan suatu

kajian untuk menemukan

suatu model sosialisasi informasi kesehatan yang efektif bagi masyarakat.
Adapun

model

disesuaikan

sosialisasi

dengan

kondisi

informasi

kesehatan

demografis,

ini

psikografis

tentunya
dan

harus

sosiografis

msyarakat, meliputi: jenis perilaku pencarian informasi, jenis kebutuhan
informasi kesehatan, sumber serta jejaring informasi yang ada dan
digunakan oleh masyarakat, termasuk model partisipasi masyarakat dalam
pemanfaatan informasi.
Sebagai
Padjadjaran

lembaga

pendidikan,

mengerahkan

civitas

sudah

seharusnya,

akademikanya

Universitas

dalam

upaya

pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa, termasuk
mencerdaskan masyarakat dalam mencari, mengolah dan memanfaatkan
informasi kesehatan agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang
sehat.

2. Benchmarking
Pola pencarian informasi dapat tergambar dari perilaku yang
ditunjukkan seseorang pada saat berusaha memenuhi kebutuhan akan
informasi (Krikelas, 1983:5-20).

Kebutuhan

informasi muncul karena

berbagai faktor, di antaranya ketika seseorang menghadapi keadaan tidak

10

menentu akibat adanya kesenjangan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan yang dibutuhkan. Dalam upaya menanggulangi kesenjangan inilah,
seseorang berusaha menggunakan berbagai sumber informasi (Chen dan
Chernon, dalam Pannen 1990: 31).
Kesenjangan informasi ditenggarai sebagai salah satu penghambat
dalam komunikasi yang terjadi antara profesional dalam bidang kesehatan
dengan pengguna layanan kesehatan. Dalam komunikasi antara dokter dan
pasien misalnya, proses interaksi seringkali tidak berjalan lancar karena
adanya gap tingkat pengetahuan antara kedua belah pihak (Dida, 2011).
Dari sisi pasien, kebiasaan dokter menggunakan istilah medis pada saat
berkomunikasi

dipandang

sebagai

salah

satu

hambatan

dalam

berkomunikasi karena minimnya pengetahuan mereka tentang istilah-istilah
yang digunakan.
Selain itu, di dalam masyarakat seringkali tersebar mitos atau stigma
yang dihubungkan dengan penyakit tertentu.

Mitos atau stigma ini

menyebar dari mulut ke mulut atau bahkan dari generasi ke generasi. Tidak
heran bila kemudian mitos atau stigma itu mendistorsi informasi seputar
penyakit tersebut (Dida, 2011).
Masyarakat sebenarnya sudah mulai aktif melakukan usaha pencarian
informasi untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan berbagai cara.
Umumnya masyarakat mendapatkan informasi kesehatan dari media massa
seperti surat kabar, tv, dan radio. Banyak juga di antaranya mendapatkan
informasi dari penyuluhan, pelatihan, dan seminar.
Setianti (2011) sebagian relawan
bergabung dengan

Bahkan, menurut

Mitra Citra Remaja Bandung mengaku

lembaga konseling tersebut didorong oleh kesadaran

minimnya informasi kesehatan reproduksi yang mereka miliki.

Menurut

mereka, sosialisasi dan pelatihan yang diadakan Mitra Citra Remaja dapat
memperkaya informasi yang mereka butuhkan.
Media massa konvensional seperti televisi, radio, dan media cetak
masih menjadi sumber infomasi kesehatan sebagian besar masyarakat
Indonesia.

Meski demikian, pemanfaatan ‘media lama’ ini

Hadisiwi (2011),

menurut

masih belum efektif karena informasi kesehatan yang

11

disajikan dinilai kurang menarik, terlalu dilebih-lebihkan, atau sebaliknya,
terlalu disederhanakan.
Sementara itu, sejalan dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi, pencarian informasi kesehatan melalui media baru pun
semakin marak.

Media baru didefinisikan sebagai bentuk isi media yang

mengkombinasikan dan mengintegrasikan kata, text, dan gambar dalam
berbagai jenisnya; disimpan dalam format digital dan didistribusikan melalui
jaringan internet (Terry Flew, 2002:10).

Masyarakat perkotaan semakin

akrab dengan internet karena media ini terbukti dapat diandalkan sebagai
sumber informasi yang cepat dan efisien. Akan halnya dalam pemenuhan
informasi

kesehatan,

penelitian

yang

dilakukan

Hadisiwi

(2011)

mengungkap bahwa pemanfaatan internet masih sangat terbatas karena
belum meratanya akses masyarakat terhadap jenis media ini.
Demi mendapatkan solusi bagi kesenjangan informasi kesehatan di
tengah-tengah masyarakat, cluster ini akan mengkaji beberapa aspek
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perilaku pencarian informasi kesehatan
Kebutuhan informasi kesehatan
Persepsi terhadap informasi kesehatan
Sumber informasi kesehatan
Jejaring informasi kesehatan
Partisipasi pemanfaatan informasi
Desain isi dan bentuk media sosialisasi

12

3. ROADMAP DAN TARGET HASIL PENELITIAN

ISU STRATEGIS

KOMUNIKASI
KESEHATAN

KONSEP PEMIKIRAN

PENYEBARAN
INFORMASI
KESEHATAN
LINGKUNGAN
BELUM
TERENCANA DAN
TERTATA BAIK.
KERAGAMAN
BERBAGAI MEDIA
INFORMASI
BELUM
DIMANFAATKAN
SECARA OPTIMAL

DIPERLUKAN
PERENCANAAN DAN
PENATAAN
PENYEBARAN
INFORMASI KESEHATAN
LINGKUNGAN YANG
EFEKTIF.
Media Informasi yang
beragam dapat
dimanfaatkan secara
optimal untuk
menyalurkan informasi
tentang kesehatan dan
lingkungan.

KURANGNYA
AKSESIBILITAS
MASYARAKAT
MENJANGKAU
INFORMASI
KESEHATAN
LINGKUNGAN

KESEHATAN
LINGKUNGAN PADA
MASYARAKAT
MULTIKULTUR DAPAT
TERCIPTA MELALUI
PEMBERIAN INFORMASI
YANG TERPOLA DAN
TERUS MENERUS.

MASYARAKAT
MENCARI
SENDIRI
INFORMASI
KESEHATAN
SECARA
SPORADIS

PEMECAHAN
MASALAH
PEMETAAN POLA
PENCARIAN
INFORMASI DI
BIDANG
KESEHATAN PADA
BERBAGAI SUKU.
MODEL
PENYEBARAN
INFORMASI
BERBAGAI MEDIA
DALAM
KESEHATAN
LINGKUNGAN

TOPIK YANG
DIPERLUKAN
Pola Pencarian
Infromasi di bidang
Kesehatan &
lingkungan
pada
Masyarakat
Multkultur

CLUSTER

Pola
Pencarian
Infromasi
Kesehatan

ISSUE

TEMA PENELITIAN PERTAHUN
2013

2014

2015

PERILAKU
PENCARIAN
INFORMASI
KESEHATAN

Analisis perilaku
Mengenai
informasi
kesehatan

Model
partisipasi
pemanfaata
n informasi
Kesehatan

Rancangan
media
Sosialisasi
informasi
kesehatan

KEBUTUHAN
INFORMASI

Analisis
Kebutuhan
informasi
Khalayak
mengenai
informasi
kesehatan

Klasifikasi
kebutuhan
khalayak
dan
ketersediaan
informasi
kesehatan

Rancangan
materi
informasi
kesehatan

PERSEPSI
MENGENAI
INFORMASI
KESEHATAN

Persepsi
masyarakat
Mengenai
informasi
kesehatan

Analisis
hambatan
dan
dukungan
pencarian
infromasi
kesehatan

JEJARING
INFORMASI

Pemetaan
jejaring
informasi
kesehatan

Analisis
sumber
informasi
Kesehatan

13

2

Mo
sos

info
kese

14

KPI
BA
PERILAKU PENCARIAN
INFORMASI KESEHATAN

FD

PN

1

PI

JN

1

KEBUTUHAN
INFORMASI

JNA

1

1

1

JEJARING INFORMASI

1

PARTISIPASI
PEMANFAATAN
INFORMASI

HAKI

1

1

PERSEPSI MENGENAI
INFORMASI KESEHATAN

JI

1

1

1

KLASIFIKASI
KEBUTUHAN

1

ANALISIS HAMBATAN
DAN DUKUNGAN

1

1

ANALISIS SUMBER
INFORMASI

1

RANCANGANA MATERI
SOSIALISASI

1

1

1

RANCANGAN MEDIA
SOSIALISASI

1

1

MODEL SOSIALISASI

1

1

1

INFORMASI KESEHATAN
JUMLAH

3

2

6

1

6

3

1

1

Catatan : jumlah diambil dari roadmap pilar 5

4. Fasilitas
Untuk menghasilkan sebuah model sosialiasasi informasi di bidang
kesehatan maka n setiap kajian atau kegiatan harus secara optimal. Untuk
melaksanakan rencana yanag ditetapkan dibutuhkan dukungan fasilitas yang
memadasi. Terkait dengan fasilitas yang dibutuhkan dintaranaya adalah
beberapa alat terkait dengan sistem dokumentasi, pengolahan dan analisis

15

data serta penyusunan model sosialisasi. Beberapa fasilitas yang dibutuhkan
adalah sebagai
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

berikut :
Ruang diskusi dan pertemuan
Laboratorium komputer
Laboratorium televisi
Laboratorium Radio
Labiratorium Fotograsi
Laboratorium Grafis dan Multimedia
Ruang uji coba model sosialisasi

5. Kerjasama
Berdasarkan kajin yang dilakaukan serta tujuan masing-masing kegiatan
maka diperlukan kerjasama dengan beberapa pihak terkait. Pihak-pihak yang
dapat dilibatkan dalam berbagai kajian atau kegiatan idalam cluster pola
apencarian informasi antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pemerintah melalui Dinas kesehatan di tingkat provinsi maupun daerah
Rumah sakit pemerintah maupun swasta
Praktisi Kesehatan
Lembaga penelitian yang menghasilkan teknologi kesehatan
Media Massa nasional maupun lokal
LSM di bidang Kesehatan
opinion leader di berbagai wilayah sasaran
Selain pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, dalam prosesnya

pihak-pihak tersebut dapat bertambah sesuai dengan kebutuhan untuk
menghasilkan sebuah model sosialisasi maupun penyebarluasan pemanfaatan
model tersebut.

6. RINGKASAN
Penelitian mengenai pola pencarian informasi kesehatan ini ditujukan untuk
memperoleh data mengenai persepsi masyarakat berkaitan dengan informasi
kesehatan, perilaku masyarakat dalam pencarian informasi kesehatan dan
media yang selama ini digunakan masyarakat dalam pencarian informasi
kesehatan. Data-data tersebut akan digunakan sebagai landasan dalam
melakukan penelitian lanjutan mengenai penentuan isi dan media informasi
kesehatan yang tepat dibutuhkan oleh masyarakat.

16

Selanjutnya, hasil dari penelitian lanjutan akan diikuti dengan penelitian
selanjutnya untuk menghasilkan pemahaman mengenai faktor penghambat
dan faktor pendukung yang dimiliki masyarakat dalam pencarian informasi
kesehatan serta model partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan informasi
kesehatan. Pada tahap berikutnya, akan dirumuskan rancangan materi dan
media sosialisasi informasi kesehatan, agar dapat ditetapkan sebuah model
sosialisasi informasi kesehatan yang efektif bagi masyarakat.
Adapun, tindak lanjut dari hasil penelitian akhir berupa model sosialisasi
informasi kesehatan yang efektif bagi masyarakat ini, akan dipublikasikan
melalui sejumlah media publikasi baik di lingkup akademis seperti jurnal
bertaraf nasional dan internasional, ataupun publikasi yang bersifat umum
seperti surat kabar, website informasi kesehatan, maupun media literasi
lainnya.
Penelitian-penelitian tersebut membutuhkan fasilitas yang mendukung
proses pencarian data hingga implementasi kegiatan, seperti komputer,
infocus, kamera foto, handycam dan program software untuk penganalisisan
data. Selain itu, untuk menghasilkan suatu kegiatan implementasi yang efektif,
diperlukan hubungan kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait, seperti:
Pemerintah melalui Dinas kesehatan di tingkat provinsi maupun daerah, Rumah
sakit pemerintah maupun swasta, Praktisi Kesehatan, Lembaga penelitian yang
menghasilkan teknologi kesehatan, Media Massa nasional maupun lokal, LSM di
bidang Kesehatan, opinion leader di berbagai wilayah sasaran.

2. KLASTER MEDIA DAN SISTEM INFORMASI
1. Latar Belakang
Jika dalam konteks masa kolonial, pengetahuan masyarakat mengenai
kesehatan

banyak

berpusat

kepada

persinggungan

pengetahuan

lokal

masyarakatnya dengan ilmu pengetahuan yang dibawa dan disosialisasikan
oleh kaum kolonialis dalam keterbatasan literasi karena media informasi yang
terbatas, maka informasi-informasi

berbagai pengetahuan pada kemajuan

17

peradaban sekarang memiliki peluang besar untuk dapat diakses secara luas
seiring dengan perkembangan teknologi informasi. Namun demikian, Informasiinformasi penting yang telah diakses melalui berbagai jenis media menyangkut
kesehatan pada faktanya belum dapat dikelola dan disosialisasikan secara baik
dan menyeluruh yang salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya
mengkonstruksi

konsep

tentang

informasi

kesehatan

dan

melakukan

pengelolaan informasi kesehatan tersebut dalam berbagai media.
Burgin (dalam Hutcheon, 2004: 4) menyatakan bahwa semua bentuk
representasi kultural–literal, visual, aural didasarkan pada ideologi tertentu,
sehingga tidak mungkin menghindarkan diri dari pola hubungan dan arapatus
sosial politik. Hutcheon (2004: 11) menyinggung masalah titik pertemuan
aktualitas historis dokumenter dengan refleksi diri. Titik pertemuan yang
dimaksud

adalah

kajian-kajian

representasi

yang

menitikberatkan

pada

eksplorasi cara di mana struktur narasi dan citra menstruktur cara kita melihat
diri kita sendiri dan cara kita mengkosntruksi konsep diri kita, sekarang dan
masa lalu. Menurutnya, kita tidak akan pernah dapat melepaskan diri dari
beban tradisi panjang representasi visual dan naratif; kita juga kehilangan
keyakinan pada kesempurnaan dan kekuatan representasi yang ada.
Karena sehat itu sendiri adalah produk budaya yang terus diberdayakan
hingga sekarang ini, maka pemaknaan tentang level produksi, representasi,
identitas, konsumsi, dan regulasi menjadi penting untuk ditinjau berdasarkan
berbagai pendekatan dan berbagai disiplin ilmu.

Health Care in Java: Past and Present (1996) menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan-perbedaan psikologis di dalam konteks kolonial di Jawa
tahun 1860-1900 di mana para ilmuwan berkonsentrasi hubungan antara
kesehatan dengan penjajahan Barat yang bersentuhan pula dengan daerah
jajahan, politik, dan kulturnya. Melalui banyak cara, kesehatan diformulasikan.
Keragaman bentuk perawatan pun di wilayah Hindia Belanda ditunjukkan.
Transposisi perawatan Barat mengalami masalah ketika bersentuhan konteks
sosial-kultural pada masyarakat Indonesia. Di dalamnya
cara

Indonesia

mengadaptasi

dideskripsikan pula

pengalaman-pengalaman

baru

mengenai
18

perawatan kesehatan yang dilahirkan pihak Barat. Di dalamnya pun diuraikan
kebijakan-kebijakan mengenai kesehatan yang memperhatikan kepentingan
kesehatan

negara-negara

tropis

dengan

permasalahan-permasalah

menyangkut kesehatan masyarakat dan pengembangan kesehatan tropical di
Hindia Belanda yang dianggap lamban berkembang, salah satunya diakibatkan
karena sukarnya mencari ahli-ahli kesehatan yang resmi didatangkan dari
Belanda. Di bab lain diuraikan tentang refleksi perawatan kesehatan tradisional
yang secara ideologis memegang peranan penting bagi diberlakukannya
pengobatan tradisional. Secara jelas diuraikan pula kepercayaan personal
masyarakat Jawa atas kesehatan yang berakar dari pemahaman konseptual
tentang “sehat” dan “sakit”. Dalam perspektif modern ditunjukkan bagaimana
pentingnya kesehatan ibu dan anak. Posyandu adalah salah satu representasi
bentuk perawatan kesehatan ibu dan anak. Peran dokter dan perawat
ditunjukkan perbedaannya dalam konsep barat dan praktik di Jawa.
Dalam konteksa kekinian, Situs resmi kementrian Kesehatan RI hingga
2012 salah satu jaringan informasi yang memiliki Bank Bata Kesehatan dengan
visi: better information, beter decisions, better health demgan menu-menu:
fasilitas, kesehatan, sumber daya manusia, penyakit, gizi-kesehatan ibu dan
anak, farmasi dan alat kesehatan, dan upaya kesehatan. Selain itu dalam situs
resmi tersebut terdapat rubrik PROMKES (program Promosi kesehatan). Kedua
data tersebut

merupakan bagian kecil yang menggambarkan bagaimana

pengelolaan informasi kesehatan diberdayakan melalui media internet. Hal
tersebut

belum

memberi

gambaran

umum

menyangkut

bagaimana

masyarakat tertarik dan memanfaatkan situs tersebut.
Kemajuan Teknologi komunikasi mengembangkan konvergensi dan
digitalisasi di bidang media sehingga berkembang media yang bersifat
multimedia dan online. Semua itu menjadi dasar mengembangkan inovasi di
bidang media. Komunikasi yang dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan
tersebut mengembanagkan

berbagai alternative dalam mengakses atau

menyebarluaskan informasi.
Dalam penggunaannya media yang berbentuk multimedia dan bersifat
online memberi peluang besar untuk mengembangkan sistem produksi
19

informasi

maupun system distribusinya.

Mc Cormick

secara sederhana

menyebutkan multimedia sebagai kombinasi tiga elemen, suara, gambar dan
teks. Secara lebih komprehensif pengertian pengertian multi media juga dapat
mencakup

pemahaman

tentang

komunikasi

multimedia.

Secara

teknis

komunikaki multimedia dapat dimaknai sebagai proses transmisi data dan
manipulasi semua bentuk informasi baik berbentuk kata-kata, gambar, video,
musik, angka atau tulisan yang kesemua bentuk tersebut diolah komputer
dalam bentuk digital.
Terkait dengan permasalahan kesehatan, salah satu masalah yang harus
terus dikembangkan

adalah meningkatkan

pengetahuan dan kesadaran

masyarakat tentang kesehatan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka para provider di bidang kesehatan
harus terus mengembangkan layanan informasi kesehatan yang menjadi
tanggung jawab pihaknya masing-masing. Sistem informasi kesehatan yang
tersedia seharusnya bersifat interaktif dan mampu mengatasi hambatan
waktu, jarak maupun jumlah sasaran yang dapat dijangkaunya. Penggunaan
media menjadi hal yang tidak dapat lagi diabaikana untuk menciptakan sistem
informasi yang dapat mengatasi hambatan tersebut.
Penggunaan media dalam system informasi yang dikembangkan selain
mengacu pada tujuan yang ingin dicapai juga harus didasarkan pada
pemahaman tentang kebutuhan informasi serta pola penggunaan media
sasaran yang ingin dicapai. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam
mengembangkan media dan system informasi kesehatan harus diawali dengan
pemetaan

dan

analisis

khalayan

serta

provider

kesehatan.

Selain

itu

pemanfaatan sumberdaya content, manusia dan teknology yang maksimal
dalam menyusun rancangan media dan system informasi harus dilakukan.
Melalui serangkaian kegiatan yang terencana dan melibatkan banyak
pihak serta memiliki tujuan yang ditetapkan dengan jelas maka diharapkan
dapat menghasilkan media alternative di bidang kesehatan . Media alaternatif
dan sistem informasi kesehatan yang dihasilkan diharapkan mudah diakses
baik secara pasif maupun aktif oleh masyarakat serta mampu menjangkau
sasaran yang ditetapkan dengan baik. Selain itu media tersebut diharapkan
20

dapat meningkatkan produktivitas para provider di bidang kesehatan untuk
membangun

kesadaran

masyarakat

tentang

kesehatan

maupun

dalam

melakukan pelayanab ksesehatan.
Tentu saja pemetaan informasi kesehatan dalam berbagai media perlu
dilakukan untuk memberi gambaran secara jelas kepada masyarakat luas.
Pemetaan tersebut pun dapat dihubungkan dengan pengelolaan konten
informasi yang dapat dimanfaatkan msyarakat luar. Konten-konten yang
dimaksud dihasilkan melalui studi awal menyangkut
masyarakat

(tradisonal

dan

modern)

dalam

bagaimana perilaku

memanfaatkan

informasi

kesehatan melalu berbagai media. Selain itu pemetaan pun dilakukan terhadap
varian-varian konten informasi kesehatan yang telah

dipublikasikan melalu

berbagai media.
Dengan demikian,

ini

terutama

menyangkut

penelitian
pemetaan

berkesinambungan
konten-konten

menjadi

informasi

penting

kesehatan,

penentuan model/desain sistem informasi dalam media, digitalisasi konten,
pengembangan media alternatif bidang kesehatan melalui website dalam
banyak penawaran konten dan kemanfaatannya, serta strategi publikasi dan
pemanfaatannya bagi masyarakat luas.

2. Benchmarking
Telaah mengenai pemanfaatan media informasi tidak dapat dilepaskan
dari perkembangan peradaban
dua puluh, Alvin Toffler
tersebut

dalam

umat manusia di muka bumi. Di awal abad

menggambarkan dinamika di dalam perkembangan

tiga gelombang besar

pertanian, dilanjutkan era industri,

yang diawali era nomadik dan

dan berikutnya, era informasi.

Menurut

Sang Futurolog, perilaku manusia dalam pemanfaatan media informasi sangat
mewarnai karakter tiap era dan pengaruh terbesar datang dari perkembangan
teknologi media informasi itu sendiri.
Interaksi dan perilaku manusia dalam bermedia dapat dilihat dari dua
perpektif.

Perpeksif pertama memandang pengguna media

sebagai entitas
21

yang pasif

sementara perspektif kedua memandang

sebagai entitas aktif.
Perspektif pertama

pengguna media

berpendapat bahwa khalayak mudah dipengaruhi

media. Pada rentang 1920-an sampai 1940-an penelitian awal berkaitan media
massa dan khalayak banyak dipengaruhi perspektif pertama ini terpengaruh
teori fungsional. Pada masa ini, penelitian lebih banyak diarahkan pada efek
media.

Model jarum hipodermik misalnya, menggambarkan betapa media

mempunyai efek langsung, seketika, dan

mempengaruhi khalayak

dan

tertanam pada kesadaran mereka (Watson dan Hill, 1997:105)
Perspektif khalayak aktif memandang pengguna media sebagai pihak
penentu dalam

pemilihan media.

Salah satu teori yang dapat menjelaskan

perspektif ini adalah teori Uses and Gratification dari Elihu Katz, Jay G. Blumer,
dan Michael Gurevicth.

Teori ini menggambarkan

bahwa khalayak pada

dasarnya menggunakan media massa berdasarkan motif tertentu dan mereka
mencari media yang dapat memenuhi kebutuhan

(Blumler dan Katz, 1974).

Frank Biocca menawarkan 5 karakteristik khalayak aktif, yaitu:
1. selektivitas.
Khalayak aktif memilih dan memilah media yang mereka gunakan
2. utilitas.
Khalayak aktif menggunakan media yang dapat memenuhi kebutuhan dan
tujuan mereka.
3. tujuan atau niat
Berhubungan dengan tujuan penggunaan isi media.
4. keterlibatan atau usaha
Diyakini bahwa khalayak aktif mengikuti, memikirkan, dan menggunakan
media.
5. khalayak aktif mempan dari pengaruh
Mereka tidak semata-mata dipengaruhi media.
Lebih lanjut,

pertemuan khalayak dengan media didasari 3 kerangka

teoritis. DeFleur dan Ball-Rokeach menguraikannya sebagai berikut:
1. Perpektif perbedaan individual. Perspektif ini memandang bahwa sikap dan
organisasi personal-psikologis individu akan menentukan bagaimana individu
memilih stimuli dari lingkungan, serta bagaimana ia memberi makna pada
individu tersebut. Setiap orang mempunyai potensi biologis, pengalaman

22

belajar, dan lingkungan yang berbeda. Perbedaan in menyebabkan pengaruh
media massa yang berbeda pula.
2. Perspektif kategori sosial berasumsi bahwa dalam masyarakat terdapat
kelompok-kelompok sosial, yang reaksinya pada stimuli tertentu cenderung
sama.

Golongan

sosial

pada

usia,

jenis

kelamin,

tingkat

pendapatan,

pendidikan, tempat tinggal, dan keyakinan beragama menampilkan kategori
respons. Sebagai contoh, anak-anak cenderung membaca majalah anak,
sementara ibu-ibu cenderung membaca majalah wanita seperti Femina atau

Kartini. Menurut Rachmat, diduga orang yang berpendidikan rendah jarang
membaca surat kabar, namun sering menonton televisi. Eksekutif dan kalangan
bisnis menyukai rubrik niaga dalam surat kabar dan majalah. Kelompok
mengengah cenderung menyukai acara pendidikan, berita, dan informasi.
Secara empirik, pola pemanfaatan media di dalam masyarakat sangat
beragam dan dipengaruhi oleh situasi dan kondisi riil masyarakat itu sendiri.
Penelitian Fadilah dan Yulianti (2009) mengenai pola pemanfaatan media
massa di kawasan Jatinangor menunjukkan media televisi menjadi media yang
paling banyak dikonsumsi masyarakat dan jumlahnya jauh melampaui media
radio, apalagi cetak dan online. Penonton dengan kategori sering

rata-rata

menghabiskan waktu selama lebih dari satu jam sehari dan waktu menonton
yang paling banyak dipilih adalah antara pukul 18.00 sampai 21.00.
Konsep komunitas diadaptasi lembaga penyedia informasi dalam bentuk
perpustakaan komunitas di kota Bandung sejak beberapa tahun yang lalu,
tepatnya mulai tahun 2001. Mereka menyediakan informasi dengan cara yang
disesuaikan dengan karakteristik komunitasnya baik isi maupun kemasannya,
seperti kenyamanan ruang baca dan diskusi, kemudahan mengakses informasi,
keramahan pelayanan, musik, bahkan café yang meyediakan minuman dan
makanan (Ute dkk. 2009).
Terkait dengan isu tentang kesehatan maka peran media dan sistem
infromasi menjadi sangat penting. Untuk mengatasi masalah kesehatan
tersebut maka dari perspektif media dna asitem infromasi yang dibangunnya
maka terdapat beberapa kajian yang dapat dilakukan mengarah kepada produk
23

media dan sisem infomasi kesehatan. Kajian-kajian yang sepakt untuk
dilakukan adalah :
1. Pemetaaan media dan sistem informasi
2. Analisis Meida tentang Informasi Kesehatan
3. Penggunaan media dan infromasi kesehatan
4. Pemanfaatan media oleh provider kesehatan
5. Rancangan media dan sistem infromasi kesehatan
6. Digitalisasi konten media keseahatan
7. Model partisipasi masyarakat
8. Strategi media provider informasi kesehatan
9. Pengembangan Media alternatif dan sistem informasi kesehatan
10.Literasi Informasi dan Media di bidang Kesehatan
11.Media Alternatif di bidang Kesehatan

24

3. Roadmad dan Target Hasil Penelitian

Keragam
an Media

ISU
STRATEGIS

KONSEP
PEMIKIRAN

PEMECAHAN
MASALAH

TOPIK
YANG
DIPERLU
KAN

KLASTE
R

ISU

Masih
kurangnya
peran media
dalam
menyebarluaska
n keragaman
hayati dan
kearifan lokal
yang dimiliki
bangsa
Indonesia dalam
aspek pangan,
energi, &
obat2aN

Optimasi
penggunaan
berbagai media
sebagai alat untuk
menyebarluaskan
keragaman hayati
dan kearifan lokal
yang dimiliki bangsa
Indonesia dalam
aspek pangan,
energi, dan obatobatan

Mengembangkan
content media
dan sistem
informasi
dibidang
keragaman
hayati dan
kearifan lokal
dalam aspek
pangan, energi,
dan obat-obatan.

Media dan
sistem
informasi
keragaman
hayati dan
kearifan
lokal dalam
aspek
pangan,
energi dan
obat-obatan

Media dan
system
informasi

Pemetaan
Media dan
Informasi
Kesehatan

TEMA PENELITIAN PERTAHUN

2013

2014

2015

Pemetaa
n
informasi
kesehata
n di
media

Desain isi
media
informasi
kesehata
n

Pengembangan media
alternatif di
bidnag
kesehatan

Sistem informasi
keragaman hayati
dan kearifan lokal
dalam aspek pangan,
energi, dan obatobatan belum efektif
dan sinergis.

2016

Desain
system
informasi
kesehata
n

Penggunaa
n Media

Analisis
Media
tentang
informasi
kesehata
n

Digitalisa
si konten
kesehata
n di
media

Penggun
aan
media
tentang
informasi
kesehata
n oleh
khalayak

Model
partisipa
si
masyara
kat
dalam
penggun
aan
media ttg

Pengembanga
n system
informasi
dalam media
alternative di
bidang
kesehatan

25

WEBSITE
NAVIGAS
I
INFORMASI
KESEHATAN
SEBAGAI
MEDIA
ALTERNA
TIF DI
BIDANG
KESEHATAN

informasi
kesehata
n

Pemanfaatan media

Pemanfa
a-tan
media
tentang
infromasi
kesehata
n oleh
tenaga
medis
dan
instansi
kesehata
n

Strategi
media
komunika
sikesehat
an
tenagan
media
dna
instnasi
eksehata
n

26

KPI

27

KPI
BA

FD

PN

PI

JN

PEMETAAN INFORMASI
KESEHATANDI MEDIA

1

1

ANALISIS MEDIA TENTANG
INFORMASI KESEHATAN

1

1

PENGGUNAAN MEDIA TENTANG
INFORMASI KESEHATAN OLEH
KHALAYAK

JNA

JI

1

PEMANFAATAN MEDIA INFORMASI
KESEHATAN OLEH TENAGA MEDIS
DAN INSTANSI DI BIDANG
KESEHATAN

1

DESAIN MEDIA INFORMASI
KESEHATAN

1

DESAIN SISTEM INFORMASI
KESEHATAN

1

1

1

MODEL PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENGGUNAAN MEDIA
TENTANG INFORMASI KESEHATAN
STRATEGI MEDIA KOMUNIKASI
KESEHATAN PARA TENAGA MEDIS
DAN INSTANSI DI BIDANG
KESEHATAN

1

1

PENGEMBANGAN MEDIA ALTERNATIF
DI BIDANG KESEAHATN

1

1

PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI
DALAM MEDIA ALTERNATIF DI
BIDANG KESEHATAN

1

LITERASI INFORMASI DAN MEDIA DI
BIDANG KESEHATAN

1

WEBSITE NAVIGASI
INFORMASI KESEHATAN SEBAGAI
MEDIA ALTERNATIF DI BIDANG
KESEHATAN

1

JUMLAH

HAKI

4

2

4

1

1
1

1

4

2

1

1

28

4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk program penelitian ini berperan
penting dalam menciptakan produktivitas yang perlu dihasilkan dari setiap
target penelitian secara optimal. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud diharapkan
dapat menunjang optimalisasi (a) koordinasi antara tim peneliti, tenaga
lapangan, dan pihak terkait (responden, instansi, dll.), (b) kinerja yang
berhubungan target-target penelitian, dan (c) produk yang dihasilkan. Dengan
demikian, fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:
8. ruang pertemuan cluster media dan sistem informasi
9. ruang perpustakaan (konten spesifik)
10.ruang multimedia
11.ruang komputer
12.lab. uji coba desain produk
13.studio foto
14.studio rekaman (audio-visual)
15.peralatan lapangan (camcorder, dll.
5. Kerjasama
Untuk

mewujudkan

media

alternative

di

bidang

kesehatan

dan

aplikasinya dimasayarakatr maka perlu dilakukan kerjasama dengan pihakpihak terkait diantaranya, Tenagan medis atau Praktisi Kesehatan
8. Profesioanl di bidang media on line
9. Komunitas di bidang advokasi kesehatan
10.opinion leader di berbagai wilayah sasaran
11.Lembaga kesehatan swasta maupun pemerintah.

RINGKASAN
Penelitian berkesinambungan menyangkut media dan sistem informasi
kesehatan ini bertujuan (1) memetakan konten-konten informasi kesehatan
yang tertampung dalam berbagai jenis media, (2) penentuan model/desain
sistem informasi dalam media, (3) digitalisasi konten, (4) pengembangan
media alternatif bidang kesehatan melalui website, dan (5)
strategi
publikasi.
Produk akhir yang dihasilkan dari penelitian ini (a) buku pemetaan
informasi kesehatan dari berbagai media, (2) buku pemetaan konten
informasi kesehatan dari berbagai media, (3) desain sistem informasi
29

kesehatan dalami media audio-visual, (4) digitalisasi konten, (5) website
navigasi informasi kesehatan.
Capaian penelitian dapat dipublikasikan dalam jurnal nasional dan
internasional. Selain itu produk akhir tiap capaian penelitian dapat
diditindaklanjuti ke pengurusan HAKI.
Fasilitas fisik yang diperlukan untuk penelitian ini terutama
berhubungan dengan penyediaan ruang diskusi, peralatan lapangan, dan
lab pengujian desain produk.
Adapun kerjasama dilakukan dengan pihak-pihak terkait di antaranya:
(1) Kementrian Komunikasi dan Informatika dan dinas-dinas terkait, (2)
Kementrian Kesehatan dan dinas-dinas terkait, (3) LSM, (4) IT programmer,
(5) tokoh-tokoh masyarakat dan msyarakat umum.

3. KLASTER KEBIJAKAN
3.

Latar Belakang
Walaupun sejak 2007 Indonesia telah mencatatkan diri sebagai
negara berpenghasilan menengah (Middle Income Country)¸ namun
pada kenyataannya Indonesia masih dihadapkan pada masalah-masalah
pembangunan

yang

kronis,

termasuk

tingginya

kemiskinan

dan

kesejangan pembangunan di berbagai daerah. Laporan tahunan Asian
Development Bank 2012 mencatat bahwa kemampuan negara-negara di
kawasan Asia dalam mengurangi kemiskinan tidak dibarengi oleh
kemampuan pemerintah mendisai kebijakan pembangunan yang mampu
mengurangi kesenjangan antar wilayah dan antar kelompok penghasilan
(ADB 2012, hal.#). Kondisi ini sangat berbeda dengan situasi di negaranegara

maju

pada

tahun

1960an

dan

1970an

yang

mampu

menyeimbangkan antara pertumbuhan dan pemerataan ( growth

and

equity). Bahkan negara-negara di Amerika Latin mampu mengurangi
kesenjangan pembangunan di tahun 1990an.
Dibandingkan

provinsi-provinsi

lain

di

Indonesia,

Indeks

Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat termasuk kategori menengah
dengan nilai 72 (urutan ke 15 dari 33 provinsi di Indonesia) padahal

30

PDRB wi wilayah tersebut menduduki posisis ke 3. Hal ini menunjukkan
ada masalah krusial dalam pembangunan di Jawa Barat, apalagi
kebijakan dan program-program pembangunan masih terkonsentrasi di
wilayah-wilayah tertentu.
Hal yang sama terjadi di Kabupaten Sumedang, yang telah
menjadi pusat pendidikan tinggi di terkemuka di Indonesia, diantaranya
Universitas

Padjadjaran,

Institut

Teknologi

Bandung,

Institut

Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan Institute Manajemen Koperasi
Indonesia (IKOPIN). Kabupaten Sumedang tercatat sebagai kabupaten
dengan IPM tertinggi di Jawa Barat (nilai 72,42), namun ironisnya tingkat
partisipasi pendidikan dasar sangat rendah yaitu 7.2 tahun. Artinya
Kabupaten Sumedang belum mampu melaksanakan program nasional
Wajib Belajar 9 tahun.

Disamping itu, fakta di atas menunjukkan bahwa

kontribusi

tingginya nilai IPM tersebut lebih banyak ditentukan oleh banyaknya
mahasiswa dan dosen pendatang yang terkonsentrasi di kawasan
pendidikan Jatinangor, bukan tingginya tingkat pendidikan masyarakat
Kabupaten

Sumedang.

Penelitian-penelitian

terdahulu

juga

mengungkapnya tingginya kesenjangan pembangunan di kawasan
Jatinangor, khsususnya di bidang kesehatan dan pendidikan.
Universitas

Padjadjaran

diharapkan

mampu

memberikan

kontribusi bagi pembangunan Kabupaten Sumedang pada umumnya dan
pengembangan

kawasan

pendidikan

Jatinangor

dengan

mendisain

Roadmap penelitian cluster kebijakan yang mengarah pada upaya
peningkatan kualitas hidup masyarakat di Kabupaten Sumedang melalui
berbagai macam penelitian yang didasarkan pada kebutuhan real
masyarakat
diantaranya

Sumedang.

Strategi

pengembangan

riset

di

Unpad

dengan melakukan kerjasama langsung maupun tidak

langsung untuk mensinergikan upaya pembangunan di Kabupaten
Sumedang.
31

Disain riset ini merupakan salah satu kontribusi Unpad untuk
mendekatkan development gap yang saat ini terjadi di Kabupaten
Sumedang dengan mengembangkan serangkaian penelitian (kualitatif,
kuntitatif

dan

Pengembangan

action

research)

penelitian

selama

kebijakan

5

tahun

difokuskan

(2013-2016).

pada

penelitian

kebijakan pendidikan dan kesehatan di kawasan pendidikan Jatinangor
dengan

multidisciplinary

pendekatan

humaniora,

seperti

sosiologi,

research

hubungan

di

bidang

internasional,

sosio

administrasi

negara, administrasi bisnis, antropologi dan pemerintahan bahkan
membuka peluang berintegrasi dengan disiplin ilmu lain yang ada di
Universitas Padjadjaran.

4. Benchmarking
Penelitian tentang kebijakan pembangunan bidang kesehatan dan
pendidikan selalu menjadi topik utama yang menarik didiskusikan.
Kesenjangan

pembangunan,

diantaranya

sangat

nampak

dalam

kemampuan masyarakat dalam mengakses pelayanan dan pendidkan
sebagai hak-hak dasar manusia. Dari berbagai penelitian terdahulu,
perspektif penelitian yang dilakukan berbeda-beda sesuai dengan
konteks penelitian, isu permasalahan yang dominan, dan pendekatan
yang berbeda.
Narayan Dipa

dalam ‘Voice of the Poor: Can Anyone Hear Us ”

(2000) misalnya menganalisis gap pembangunan bidang pendidikan
dengan mengungkapkan bagaimana kelompok

miskin termarjinalkan

dalam proses pembangunan dan pengambilan keputusan.

Sementara

itu Schütz dkk (2008) melihat ada keterkaitan erat antara kebijakan
pendidikan dengan kesetaraan

di 54 negara berkembang.

Secara

khusus Nomura melihat bagaimana kebijakan pendidikan di Indonesia
menjawab

isu-isu

pembangunan

berkelanjutan

( education

for

sustainable development (ESD)), penelitian ini menyinggung betapa
tingginy

akelompok

kepentingan

dalam

menentukan

keberhasilan
32

implementasi kebijakan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Dasgupta,
dkk (2011) didasarkan pada survey pelaksanaan desentralisasi dan
governance di Indonesia tahun 2006. Penelitian ini menilai bagaimana
kemampuan

pemerintah

daerah

dalam

memenuhi

pelayanan

pendidikan dan kesehatan yang berkualitas.
Secara detail, Roadmap
Cluster Kebijakan ini dikembangkan
berdasarkan tema spesifik di bidang pendidikan dan kesehatan yang
dibagi ke dalam beberapa tahapan tertentu:
1. Tahun 2012:
Penelitian diutamakan pada upaya mendisain ‘Strategic Maps’ kebijakan
di bidang pendidikan dan kesehatan
kebijakan pendidikan dan

dengan mengidentifikasikan

kesehatan pada level nasional, provinsi,

kabupaten, Kecamatan dan Desa. Salah satu produk yang dihasilkan
adalah Data Base partisipasi pendidikan masyarakat.
2. 2013: Revisi Kebijakan (naskah akademik)
Tahun kedua pelaksanaan penelitian di arahkan pada revisi dan advokasi
penyusunan kebijakan. Penelitian menghasilkan anaskah akademik
sebagai bahan masukan para pengambil kebijakan.
3. 2014: Sosialisasi pada semua stakeholders
Setelah dilakukan revisi kebijakan, tahun ke tiga diarahkan (FGD, Media2
komunikasi lain seperti poster, iklan TV, Radio, FB, twitter, web Unpad
4. 2015: Pilot Project Impementasi kebijakan mGov
Sosialisasi kebijakan diikuti oleh pelaksanaan implementasi kebijakan
dengan memilih kecamatan di kawasan pendidikan Jatinangor untuk
diberikan pendampingan.
5. 2016: Evaluasi
Tahun terakhir difokuskan pada evaluasi kebijakan
5. Roadmad dan Target Hasil Penelitian
Bagan di bawah ini memberikan gambaran umum bagaimana
Roadmap Cluster Kebijakan dibuat:

Gambar 1
Roadmap Kluster Kebijakan
33

4. Fasilitas
Untuk menghasilkan sebuah disain model kebijakan kesehatan
dan pendidikan, maka setiap kajian atau kegiatan harus secara optimal.
Untuk melaksanakan rencana yanag ditetapkan dibutuhkan

dukungan

fasilitas yang memadai. Terkait dengan fasilitas yang dibutuhkan di
antaranya adalah beberapa alat terkait dengan sistem dokumentasi,
pengolahan dan analisis data serta penyusunan model

lembaga.

Beberapa fasilitas yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
16.Ruang diskusi dan pertemuan
17.Dokumentasi
18.Laboratorium komputer
Fasilitas merupakan pemenuhan utama untuk menunjang aktivitas
penelitian. Kompetensi penunjang ini perlu ada struktur peneliti yang
mapan di dalam beberapa kajian. Tempat dan fasilitas pendukung
penelitian perlu didukung dengan baik.

34

5.Kerjasama
Kerjasama

yang

dilakukan

untuk

peningkatan

kapasitas

kelembagaan ini memerlukan dua kerjasama, yaitu:
1. Kerjasama Dalam Negeri; Pemerintahan Daerah, NGO, dan swasta
2. Kerjasama Luar Negeri; NGO, Lembaga-lembaga donor internasional
yang memiliki kekhususan perhatian pada kesehatan dan pendidikan di
Kabupaten Sumedang khususnya, dan di Indonesia pada umumnya.
Output dari kerja sama ini adalah menjadikan hasil penelitian untuk
dijadikan arus utama pembangunan kesehatan dan pendidikan untuk
mempertinggi IPM dan mereduksi paradoks pembangunan yang sedang
terjadi seperti saat ini.
6. Ringkasan
Penelitian menyangkut kesehatan dan pendidikan ini bertujuan:
1. Mendisain ‘Strategic Maps’
kesehatan

kebijakan di bidang pendidikan dan

dengan mengidentifikasikan kebijakan pendidikan dan

kesehatan pada level nasional, provinsi, kabupaten, Kecamatan dan
Desa. Salah satu produk yang dihasilkan adalah Data Base partisipasi
pendidikan masyarakat.
2. Revisi Kebijakan (naskah akademik)
Tahun kedua pelaksanaan penelitian di arahkan pada revisi dan advokasi
penyusunan kebijakan. Penelitian menghasilkan anaskah akademik
3.

sebagai bahan masukan para pengambil kebijakan.
Sosialisasi pada semua stakeholders
Setelah dilakukan revisi kebijakan, tahun ke tiga diarahkan (FGD, Media2

4.

komunikasi lain seperti poster, iklan TV, Radio, FB, twitter, web Unpad
Pilot Project Impementasi kebijakan mGov
Sosialisasi kebijakan diikuti oleh pelaksanaan implementasi kebijakan
dengan memilih satu kecamatan di kawasan pendidikan Jatinangor untuk

diberikan pe