PENYESALAN PASCA PEMBELIAN (POST PURCHASE REGRET) DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT.

(1)

PENYESALAN PASCA PEMBELIAN (POST PURCHASE REGRET)

DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Oleh: Nur Kholifah

B07211055

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan

ini

saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

"

Penyesalan Pasca Pembelian Ditinjau Dari Tipe Kepribadian Introvert dan El<strovert" merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya

ini

sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

di

acu dalam naskah

ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surabaya, 3 Agustus 2015

3770605.


(3)

SKRIPSi

PENYESALAN PASCA PEMBELIAN TPOST PURCHASE REGRET) DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADAN INTROVERT DAN EKSTROVERT

Yang ciisusun oieh Nur Kholifah

807211055

Teiah ciipenahankan <ii ciepan penguji Pada tanggal l3 Agustus 2015

1^l- l, DJ Itrll, tvl.ru 990021001

4

Drs. Si Nip. I

Tatik Mu

esehatan

Susunan Tim Pengujr Ppnguji I/Pembimbing,

ircky abrorry, M.Psi Nip. 19791001

M.Si 3n1402 rcngujr rrr,


(4)

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan penyesalan pasca pembelian ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert pada pengunjung pusat perbelanjaan X di Surabaya. penelitian ini merupakan penelitian komparasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala penyesalan pasca pembelian dan skala tipe kepribadian. Subyek penelitian ini berjumlah 100 yang terdiri dari 51 responden bertipe kepribadian Ekstrovert dan 48 Responden bertipe kepribadian Introvert dari jumlah populasi yang tidak diketahui, Teknik yang digunakan dalam pengambilan sample adalah accidental sampling. Data yang dikumpulkan dianalisis dengan independent sample t test dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penyesalan pasca pembelian antara tipe kepribadian introvert dan ekstrovert, dengan nilai signifikansi sebesar 0,023.

Kata kunci : Penyesalan pasca pembelian, Tipe kepribadian introvert dan ekstrovert.


(5)

xi

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine differences in post-purchase regret in terms of personality types introvert and extrovert in visitors shopping center X in Surabaya. This research is a comparative study using data collection techniques such as scale of post-purchase regret and scale of personality types. Subjects of this study consisted of 100 respondents from 51 respondents personality type Extrovert and Introvert personality type 48 respondents of the total population is unknown Techniques used in sampling was accidental sampling. The data collected was analyzed by independent sample t test with SPSS 16.0 for Windows. These results indicate that there is a post-purchase regret difference between introvert and extrovert personality type, with a significance value of 0.023. Keywords: Regret post purchase, personality types introvert and extrovert


(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Penyesalan pasca pembelian ... 14

1. Pengertian Penyesalan pasca pembelian ... 14

2. Dimensi Penyesalan pasca pembelian ... 15

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi penyesalan pasca pembelian ... 19

B. Kepribadian ... 25

1. Definisi Kepribadian ... 22

2. Tipe Kepribadian ... 26

3. Indikator Kepribadian ekstrovert dan introvert ... 29

C. Hubungan antara penyesalan pasca pembelian dengan tipe kepribadian introvert dan ekstrovert ... 33

D. Kerangka teoritis ... 36

E. Hipotesis ... 36

BAB III: METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

1. Identivikasi Variabel ... 37

2. Definisi Operasional ... 37

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 40

1. Populasi ... 40

2. Sampel ... 40

3. Teknik Sampling ... 40

C. Teknik Pengumpulan Data ... 42


(7)

vi

D. Validitas dan Reliabilitas ... 44

1. Validitas ... 45

2. Reliabilitas ... 47

E. Analisis Data ... 48

1. Uji Normalitas ... 48

2. Uji kesamaan varians ... 49

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek ... 50

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 54

1. Deskriptif data ... 54

2. Reliabilitas data ... 54

C. Hasil Penelitian ... 55

1. Pengujian Hipotesis ... 55

2. Tingkat penyesalan pasca pembelian ... 56

D. Pembahasan ... 57

BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66


(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada era globalisasi di abad 21 ini, perkembangan dunia usaha selalu tidak terduga. Setiap pebisnis atau perusahaan berlomba-lomba untuk mensukseskan bisnisnya. Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan dengan mempertahankan dan meningkatkan pelanggan. Banyak perusahaan yang berusaha untuk mengubah strategi usaha dan pemasarannya yang mengarah lebih dekat dengan konsumen, mengatasi ancaman persaingan, serta berusaha mengungguli. Ini semua menjadi tantangan di dunia usaha. Peter Drucker (pakar manajemen modern) dalam bukunya, the practice of management

(1954), menuliskan, “hanya ada satu definisi mengenai tujuan bisnis, yaitu

menciptakan pelanggan”. Dia juga mengungkapkan bahwa kemampuan sebuah perusahaan untuk tetap berada dalam bisnis merupakan sebuah fungsi dari daya saing dan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pelanggan

dalam persaingan. “pelanggan merupakan fondasi bisnis dan merekalah yang membuat bisnis tatap ada”.Jadi, jelas bahwa membangun sebuah bisnis

bertujuan menciptakan pelanggan. Tanpa keberadaan pelanggan, sebuah bisnis tidak berarti (Heri,2012). Menciptakan dan mempertahankan pelanggan berarti perusahaan harus mampu memuaskan apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya melebihi apa yang dimiliki pesaing. Suatu perusahaan yang


(9)

2

ditinggal oleh konsumen dan juga akan mengakibatkan efektifitas promosi yang dilakukan perusahaan. Sebaliknyaapabila suatu perusahaan mampu membuat konsumen puas maka konsumenpun akan menjadi tenaga pemasar perusahaan secara tidak langsung. Konsumen akan menyampaikan kepada konsumen lain atau bahkan akan merekomendasikan pada konsumen lain untuk membeli maupun mengkonsumsi produk dari perusahaan tersebut. Untuk memuaskan semua pelanggan (konsumen) memang tidak mudah, tetapi ini tetap harus dilakukan. Karena Upaya memuaskan pelanggan sangatlah penting.

Pada dasarnya konsumen memiliki minat dan kebutuhan yang bermacam-macam. Bersamaan dengan timbulnya kebutuhan tersebut, muncul motivasi konsumen untuk mencapainya. Hawkkins, Mothersbaugh & Best (2007) menyatakan bahwa ketika ada kebutuhan akan suatu produk, konsumen akan mencari dan memilih produk tersebut sesuai dengan perilaku mereka. Loudon & Bitta (1995) menjelaskan bahwa perilaku konsumen mencakup proses pengambilan keputusan dan kegiatan yang dilakukan secara fisik dalam pengevaluasian, perolehan penggunaan, ataupun mendapatkan barang dan jasa (Tatik,2012). Ada banyak factor yang mempengaruhi perilaku konsumen dan proses pengambilan keputusan dalam pembelian suatu produk. Lejniece (2011) menyatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh tiga factor yaitu: factor psikologis (sikap, pengetahuan, tingkat ketertarikan, motivasi, dan persepsi), factor personal (pengalaman baru, nilai-nilai, dan kepribadian) dan factor sosial (status sosial & standar kehidupan). Hawkins, dkk (2007)


(10)

3

mengemukakan bahwa pembelian suatu produk dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, baik personal maupun situasional.salah satu factor personal itu adalah kepribadian. Kepribadian adalah esensi yang mencerminkan perbedaan individu.dengan demikian tidak ada dua manusia yang sama persis dalam kepribadian maupun sifatnya (Ristiyanti, 2005). Setelah melakukan pembelian suatu produk, konsumen akan mengevaluasi atas keputusan dan tindakannya dalam membeli. Konsumen juga menilai kinerja produk yamg mereka beli, apakah produk tersebut sesuai dengan tujuan atau apakah produk tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka. Jika terdapat ketidak sesuaian antara apa yang mereka inginkan dengan apa yang mereka beli, maka penyesalan (regret) setelah membeli produk akan muncul. Penyesalan merupakan suatu emosi kognitif yang aversif, sehingga orang termotivasi untuk menghindar, menekan, menyangkal, mengatur pengalaman mereka agar hal tersebut tidak terjadi (Lila & Zulkarnain, 2013).

Penyesalan bersifat universal, hampir setiap orang memiliki emosi negative seperti penyesalan. Beberapa survey menunjukkan bahwa dari tahun 1945 sampai tahun 2005 terdapat peningkatan tajam terhadap penyesalan. Berikut ini adalah hasil survey yang di dapat Zeelenberg & Pieters (2007):


(11)

4

Gambar 1.Grafik perkembangan penyesalan

Dari hasil survey yang peneliti lakukan pada bulan Juli tahun 2015 di salah satu pusat perbelanjaan di Surabaya terhadap seratus tiga pengunjung atau konsumen mengenai Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret), sebanyak seratus pengunjung atau konsumen menyatakan pernah mengalami yang namanya Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret), sedangkan tiga pengunjung menyatakan tidak pernah mengalami Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret). Dari sisi jenis produk yang paling banyak dipilih yang disesali pengunjung adalah jenis produk pakaian. Dari hasil survey tersebut terdapat beberapa sebab yang mengakibatkan pengunjung atau konsumen tersebut mengalami Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret). Beberapa diantaranya menyatakan bahwa hal itu terjadi karena mereka membeli produk tersebut karena kurang teliti, beberapa yang lain menyatakan


(12)

5

menyesal tidak membeli produk pilihan mereka yang lainnya karena beberapa pertimbangan, dan beberapa yang lainnya menyatakan produk yang mereka pilih tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya. Ada banyak sekali factor yang mempengaruhi penyesalan antara lain yaitu situasi pembelian, proses pengambilan keputusan pembelian, kepribadian, dan lain sebagainya. Adapun dalam Hung, Ku, Liang & Lee (2005) mengungkapkan bahwa terdapat tiga factor yang mempengaruhi penyesalan (regret) yaitu rasa tangggungjawab, gender, dan kepribadian. Karakteristik kepribadian dapat menyebabkan predisposisi dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian (McElroy dan Dowd,2007). Salah satu bentuk karakteristik kepribadian adalah tipe kepribadian introvert dan ekstrovert.

Eysenck (dikutip dalam Pervin & John, 2010) dalam penelitiannya menemukan dimensi dasar kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert, untuk menyatakan adanya perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan tingkahlaku sosial. Eysenck (dalam Tommy dkk., 2005) mengemukakan bahwa individu yang termasuk dalam tipe kerpibadian introvert adalah individu yang selalu mengarahkan pandangannya pada dirinya sendiri. Tingkahlakunya terutama ditentukan oleh apa yang terjadi dalam pribadinya sendir. Individu dengan tipe ini kerapkali tidak mempunyai kontak dengan lingkungan sekelilingnya. Sedangkan individu yang termasuk dalam tipe kerpibadian ekstrovert bersifat sebaliknya.


(13)

6

Dalam beberapa teori mengemukakan mengenai Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret) yang dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, antara lain yaitu: Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee., 2005) menyatakan bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix (2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal (2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan kepribadian yang dapat

meningkatkan perasaan menyesal (M’Barek dan Gharbi, 2011). Konsumen dengan Self-esteem yang rendah cenderung mengevaluasi keputusan yang dibuat secara negatif dan merasa menyesal dibandingkan konsumen yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi (Roese dan Olson,1993; Brown dan

Smart, 1991 dalam M’Barek dan Gharbi, 2011). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian Introvert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadia ekstrovert.

Karena konsumen yang bertipe kepribadian introvert cenderung memiliki self

esteem yang rendah dan merasa dirinya kurang berarti. Konsumen yang

melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi emosional komsumen lebih berperan sehingga mereka tidak memperdulikan konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’Barek dan Gharbi, 2011). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan


(14)

7

cenderung lebih mudah mengalami penyesalan dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadia introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian

ekstrovert cenderung memiliki kontrol diri yang rendah dan lebih cepat

bertindak sebelum berpikir sehingga memungkinkan mereka melakukan pembelian impulsif atau tidak terencana. Zeelenberg & Pieters (2006) mengemukakan bahwa individu yang kurang pertimbangan ataupun individu yang terlalu banyak pertimbangan dalam melakukan pembelian dapat juga mengalami penyesalan pasca pembelian. Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan tipe kepribadia introvert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang sama. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat tidak banyak pertimbangan atau pemikirandan lebih cepat bertindak sebelum berpikir dan konsumen yang bertipe kepribadian introvert memiliki sifat teliti dan berhati-hati yang membuatnya akan mencari banyak informasi sehingga banyak pertimbangan saat memilih. Zeelenberg & Pieters (2006) juga menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian dapat terjadi ketika individu tidak memikirkan atau tidak menaruh perhatian yang cukup pada produk yang akan dibeli (Lila & Zulkarnai, 2013). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert

akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert cenderung kurang teliti dan tidak banyak pemikiran. Zeelenberg & Pieters (2006) menyatakan bahwa Pada saat mengalami penyesalan dalam membeli produk, individu akan bertindak tidak konsisten


(15)

8

terhadap pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan produk yang telah dibeli. Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian

ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi

dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memilki sifattidak konsisten.

Dari Beberapa pendapat para ahli di atas, dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori. kategori pertama menyatakan bahwa individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung mengalami tingkat post purchase regret lebih tinggi dibandingkan individu dengan tipe kepribadian ekstrovert, kategori yang kedua menyatakan sebaliknya. Dari dua kategori ini dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan post purchase regret di tinjau dari tipe kepribadian

introvert dan ekstrovert. Yang ketiga menyatakan bahwa individu dengan

kepribadian introvert maupun ekstrovert memiliki tingkat post purchase

regret yang sama, karena masing-masing memiliki beberapa karakteristik sifat

yang dapat meningkatkan post purchase regret. Dari fenomena dan tela’ah studi yang ada maka peneliti tertarik untuk meneliti penyesalan pasca pembelian (post purchase regret) di tinjau dari tipe kepribadian introvert dan


(16)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan, apakah terdapat perbedaan penyesalan pasca pembelian (post

purchase regret) di tinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert Pada

pengunjung yang mengunjungi Pusat perbelanjaan X di Surabaya? C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penyesalan pasca pembelian (post purchase regret) di tinjau dari tipe kepribadian introvert dan

ekstrovert Pada pengunjung pusat perbelanjaan X di Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teorotis:

Penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi tentang perilaku konsumen pasca pembelian dan hasil penelitian ini dapat menambah kajian ilmu dalam bidang psikologi, khususnya psikologi industry dan organisasi. Memberikan informasi tambahan mengenai penyesalan pasca pembelian, dan dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang ada hubungannya dengan masalah ini khususnya untuk topik yang sejenis.

2. Manfaat Praktis


(17)

10

ditinjau dari kepribadian yang dialami konsumen sehingga pemilik usaha dapat memahami konsumen dari sisi psikologis dalam konteks pasca konsumsi atau pasca pembelian. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa membantu pemasar memahami berbagai bentuk penyesalan pasca pembelian, sehingga pemasar dapat fokus pada membantu konsumen atau pelangggan untuk meminimalkan pengalaman negative yang dialami dan membantu konsumen atau pelanggan mencapai pengalaman konsumsi yang lebih baik.

E. Keaslian Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian penelitian terdahulu mengenai variabel penyesalan pasca pembelian (Post

Purchase Regret) yang dijadikan sebagai pedoman dan rujukan dalam

penelitian ini. Berikut akan dijelaskan kajian riset terdahulu dan perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini:

Penelitian yang dilakukan oleh Aliyah Busrah (2014) yang berjudul “The Relationship of Compulsive Buying with Consumer Culture and Post-Purchase Regret”. Subjek dalam penelitiannya adalah limaratus tujuh puluh Sembilan sample Mahasiswa. Penelitian ini menggunakan teknik experiment dengan memodifikasi situasi dan menciptakan scenario untuk konsumen mengenai sebuah produk. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan Compulsive Buying dengan Consumer Culture dan Post-Purchase Regret


(18)

11

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Mahmoud Abdel Hamid Saleh (2012) yang berjudul “An Investigation of the Relationship between Unplanned Buying and Post-purchase Regret”. Subjek penelitiannya adalah konsumen di salah satu pusat perbelanjaan di Riyad. Sampelnya 927 konsumen. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket dan menggunakan dua variabel yaitu pembelian tanpa rencana (x), dan penyesalan pasca pembelian (y). Hasil dari pelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pembelian tanpa rencana dengan penyesalan pasca pembelian.

Penelitian yang dilakukan M’Barek dan Gharbi (2011) yang berjudul “The

Moderators of Post Purchase Regret”. M’Barek dan Gharbi melakukan penelitian kualitatif mengenai penyesalan pasca pembelian dengan menggunakan metode wawancara, asosiasi bebas, skenario, melengkapi kalimat, dan teknik bercerita dengan jumlah samplenya lima belas orang, dari hasil penelitian tersebut mereka mengungkap beberapa faktor yang mempengaruhi penyesalan pasca pembelian.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lila dan Zulkarnain (2013) yang

berjudul “Penyesalan Pasca Pembelian ditinjau dari big five personality”. Subjek penelitiannya adalah mahasiswa yang ada di salah satu perguruan tinggi di Medan. Sampelnya dua ratus tujuh mahasiswa. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan angket dan menggunakan dua variabel yaitu big five personality (x), dan penyesalan pasca pembelian (y). Hasil dari pelitian


(19)

12

ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan big five personality dengan penyesalan pasca pembelian.

Penelitian yang dilakukan Ekici & Dogan (2013) yang berjudul “An Analysis of the Regret Concering the Process of Purchasing and the Regret

Concering after the Purchasing in the Context of Characteristic Properties”,

Subjek penelitiannya adalah mahasiswa yang ada di Eskisehir Osmangazi University (Turki) dan Karamanoglu Mahmet Bey University (Turki). Sampelnya enam ratus tujuh puluh tujuh mahasiswa. Teknik pengumpulan data menggunakan angket/kuisioner, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penyesalan umum tentang kehidupan dengan penyesalan pada proses pembelian dan penyesalan setelah pembelian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang bermakna antara tingkat penyesalan umum tentang kehidupan, penyesalan mengenai proses pembelian dan penyesalan setelah proses pembelian.

Perbedaan yang peneliti lakukan dengan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu dapat dilihat dari subjek penelitian. Subjek penelitian peneliti adalah pengunjung pusat perbelanjaan X di Surabaya dengan menggunakan teknik accidental sampling. Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kuantitatif dan termasuk penelitian komparasi, dengan teknik Independent sample T test untuk mengetahui perbedaan penyesalan Pasca pembelian ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan


(20)

13

Dengan penelitian yang sudah dijelaskan maka penelitian tentang penyesalan pasca pembelian (post purchase regret) ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovet belum pernah dilakukan sebelumnya. Sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan karena dapat mengetahui perbedaan penyesalan pasca pembelian ditinjau dari tipe kepribadian introvert


(21)

14 14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Penyesalan Pasca Pembelian (Post Purchase Regret)

1. Pengertian Penyesalan Pasca Pembelian

Menurut Zeelenberg dan Pieter (2007) penyesalan (regret) adalah emosi kognitif yang ingin dihindari, dipendam, disangkal, dan diatur oleh individu jika dialami. Menurut Bell (1982), penyesalan muncul ketika membandingkan hasil yang diperoleh ternyata tidak lebih baik dari pilihan lain yang seharusnya dipilih (Tsiros & Mittal, 2000; dalam Lee & Cotte, 2009). Perasaan menyesal muncul saat individu menghina dirinya dan berpikir bahwa keputusannya tidak tepat (Inman dan Zeelenberg, 2002; dalam Ekici & Dogan, 2013). Hal ini terjadi disebabkan oleh individu yang merasa bahwa situasinyanya akan menjadi lebih baik jika individu membuat keputusan yang berbeda.

Penyesalan pasca pembelian adalah emosi yang berkaitan dengan pikiran, dan tindakan yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh ketidakpuasan setelah membeli produk atau jasa (Keaveney dkk.;2007 dalam Ekici & Dogan, 2013). Lee dan Cotte (2009) mengemukakan bahwa Penyesalan Pasca Pembelian (Post Purchase Regret) merupakan suatu perasaan menyakitkan yang muncul karena memperoleh perbandingan yang tidak sesuai antara harapan dengan hasil yang diperoleh setelah membeli dan menggunakan suatu produk.


(22)

15

Jadi penyesalan pasca pembelian dapat disimpulkan sebagai emosi kognitif atau perasaan yang yang tidak menyenangkan, menyakitkan, yang ingin dihindari oleh individu akibat dari ketidaksesuaian antara apa yang telah dipilih dengan apa yang diinginkan setelah memebeli suatu produk dan cenderung menyalahkan diri sendiri atas ketidaksesuaian itu.

2. Dimensi penyesalan pasca pembelian

Menurut Lee dan Cotte (2009), penyesalan pasca pembelian terdiri dari dua komponen yaitu:

a. Outcome regret

Outcome regret merupakan Penyesalan yang terjadi akibat dari

evaluasi pada hasil produk yang telah dibeli. Outcome regret terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Regret due to foregone alternative

Regret due to foregone alternative terjadi ketika individu merasa

menyesal telah memilih alternatif yang dibeli dan tidak memilih alternatif yang lainnya untuk dibeli. Menurut Sugden (1985) individu mengevaluasi hasil dengan membandingkan apa yang individu peroleh dengan apa yang seharusnya bisa diperoleh. Individu merasa menyesal jika alternatif yang lain dianggap lebih baik dari pada alternatif (produk) yang telah diperoleh (Lee & Cotte, 2009).


(23)

16

Dalam konteks perilaku konsumen, konsumen cenderung menilai produk berdasarkan pada kemampuan produk untuk memenuhi konsekuensi yang diinginkan. Tingkat dimana telah dianggap memenuhi konsekuensi yangdiinginkankan akan bertindak sebagai petunjuk untuk menentukan apakah produk itu berharga. Penyesalan karena perubahan signifikan (Regret duo to change in significance)

ini disebabkan oleh persepsi individu atas fungsi atau kegunaan produk yang berkurang dari waktu pembelian ke titik tertentu dalam waktu setelah pembelian. Ketika seorang individu membeli suatu produk, ada harapan tertentu pada penggunaan/fungsi suatu produk. jika produk dibeli untuk tujuan tertentu, namun produk yang dibeli tidak dapat memenuhi tujuan tersebut, maka persepsi individu akan nilai kegunaan/fungsi produk telah berubah dari waktu 1(waktu saat pembelian) sampai waktu 2 (waktu setelah pembelian). Fokus dari permasalahan ini adalah apakah produk telah memenuhi kebutuhan konsumen ketika kebutuhan konsumen memiliki perubahan (Lee dan Cotte,2009).

b. Process regret

Process regret merupakan penyesalan yang terjadi ketika individu

mengevaluasi kualitas dari proses pengambilan keputusan yang telah dilakukan (Conolly & Zeelenberg;2002, dalam Zeelenberg & Pieters;2006, dalam Lee & Cotte, 2009). Process regret terbagi menjadi dua, yaitu:


(24)

17

1) Regret due to under consideration

Regret due to under consideration terjadi ketika individu merasa

menyesal karena kurang pertimbangan. Individu menilai kualitas dari keputusan yang mereka lakukan dengan memeriksa bagaimana keputusan itu dibuat dan dilaksanakan serta jumlah informasi yang telah mereka kumpulkan (Janis & Mann, 1977). Individu dapat merasa menyesal apabila mereka merasa gagal dalam melaksanakan keputusan sesuai dengan yang mereka inginkan. Individu juga dapat merasa menyesal apabila mereka yakin bahwa mereka kekurangan informasi baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk membuat keputusan yang baik. Konsumen dapat merasa menyesal karena apa yang dimaksudkan/dituju untuk dilakukan ternyata tidak dilaksanakan dengan baik (misalnya lebih banyak berpikir, memperoleh informasi yang lebih, mengeluarkan lebih banyak usaha, dll.) selama proses pengambilan keputusan. Penyesalan karena kurang pertimbangan berfokus pada bagaimana seseorang bisa berbuat lebih banyak untuk mengubah keputusan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik (Lee & Cotte,2009).

2) Regret due to over consideration

Regret due to over consideration terjadi ketika individu merasa

menyesalan karena pertimbangan yang berlebihan. Terlepas dari hasilnya, individu menyesal karena telah menghabiskan/menempatkan terlalu banyak waktu dan usaha


(25)

18

kedalam suatu proses pembelian. Penyesalan karena pertimbangan yang berlebihan berfokus pada bagaimana seseorang bisa melakukan/berbuat yang tidak banyak dan masih bisa mencapai hasil yang sama. Individu sering mendasarankan penilaian mereka dari kualitas proses keputusan mereka pada jumlah informasi yang dikumpulkan (Janis & Mann, 1977). Ketika individu memiliki pertimbangan yang berlebihan pada proses keputusan mereka, mereka menyesali bahwa mereka telah mengumpulkan informasi yang tidak perlu yang mungkin atau tidak mungkin telah diperhitungkan dalam hasil akhir.

Secara umum, lebih banyak berpikir mengarah kepada keputusan yang lebih baik (Pieters & Verplanken;1995, Pieters & Zeelenberg; 2005). Berpikir membantu individu mencari dan mempertimbangkan pro dan kontra dari pilihan yang telah dikenali untuk meningkatkan konsistensi niat (Pieters & Zeelenberg, 2005). Individu umumnya termotivasi untuk menempatkan usaha ekstra atau lebih untuk menghindari atau meminimalkan terjadinya penyesalan pasca pembelian (Janis & Mann, 1977). Namun, ada ambang batas dimana memperoleh informasi lebih banyak, dan mengeluarkan banyak usaha tidak merubah atau mempengaruhi keputusan akhir. Hal ini berarti setiap informasi yang diperoleh dan usaha yang dilakukan dianggap sia-sia sehingga berpotensi munculnya rasa penyesalan. Selain itu, informasi dan usaha yang berlebihan membuat individu


(26)

19

menyesali beban emosional, cognitive overload,dan stress yang dialami selama proses pengambilan keputusan (Lee dan Cotte,2009). 3. Factor dari Regret (penyesalan)

Ada tiga faktor yang dianggap dapat mempengaruhi Regret (penyesalan) seseorang (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005):

a. Job Responsibility

Tanggungjawab pekerjaan yaitu rasa kewajiban terkait dengan melakukan pekerjaan. Perasaan menyesal individu dapat meningkat ketika mereka memikul tanggungjawab yang lebih tinggi untuk hasil dari keputusan/pekerjaan yang mereka buat (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005). Sugden (1985) mengatakan bahwa intensitas penyesalan sering dipengaruhi oleh tingkat tanggungjawab individu dan menyalahkan diri

(M’Barek & Gharbi, 2011).

b. Gender

Menurut Ladman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) jenis kelamin merupakan faktor lain yang juga dapat mempengaruhi decision

regret. M’Barek dan Gharbi (2011) menyatakan bahwa Wanita

cenderung merasa lebih menyesal dibandingkan pria dikarenakan wanita cenderung lebih sensitif dan emosional daripada pria dan wanita cenderung terlibat dalam melakukan perbandingan yang mengakibatkan munculnya perasaan menyesal. Beberapa fakta menunjukkan bahwa wanita muda yang sensitif cenderung lebih menyesal.


(27)

20

c. Kepribadian

Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) menyatakan bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix (2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal (2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan

kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal (M’Barek dan Gharbi,2011).

Berikut ini adalah beberapa karakter/sifat yang ada di dalam kepribadian individu yang merupakan faktor yang dapat menyebabkan penyesalan menurut beberapa ahli:

1) Ragu-ragu

Individu yang ragu-ragu cenderung tidak memiliki keyakinan dan keteguhan, dan tidak cepat dalam memutuskan sesuatu. Hal ini yang akan membuat individu tidak membuat pilihan yang tepat, dengan demikian mereka cenderung lebih menyesali keputusannya (M’Barek & Gharbi, 2011).

2) Harga diri (self esteem)

Konsumen dengan Self-esteem yang rendah cenderung tidak menghargai keputusan yang dibuatnya sendiri. Individu tersebut cenderung mengevaluasi keputusan yang dibuat secara negatif dan


(28)

21

merasa menyesal dibandingkan konsumen yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi (Roese dan Olson,1993; Brown dan Smart, 1991

dalam M’Barek dan Gharbi,2011).

3) Pesimis

Individu yang pesimis (orang yang cenderung menafsirkan hal-hal secara negatif) cenderung lebih menyesal dibandingkan individu optimis (orang yang cenderung menafsirkan hal-hal secara positif) . Karena orang yang pesimis cenderung menilai hal dengan negatif dan mengabaikan beberapa hal Positif dari hal yang negatif (M’Barek & Gharbi, 2011).

4) Berani mengambil resiko

Menurut Joseph dkk. (1992) pilihan yang tidak beresiko adalah pilihan yang dapat memperkecil potensi penyesalan. Jadi konsumen yang memiliki sifat berani mengambil resiko akan lebih berpotensi untuk mengalamin penyesalan M’Barek dan Gharbi,2011).

5) Impulsif

Konsumen yang melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi emosional komsumen lebih berperan sehingga mereka tidak memperdulikan konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’Barek dan Gharbi,2011). Bushra (2014) menyatakan bahwa terhadap hubungan positif antara pembelian impulsif dengan penyesalan pasca


(29)

22

pembelian. Individu yang impulsif ( melakukan pembelian tanpa rencana) cenderung mengalami penyesalan yang lebih dibandingkan individu yang tidak impulsif.

6) Tidak banyak pemikiran (Kurang pertimbangan)

Individu dapat merasa menyesal apabila mereka yakin bahwa mereka kekurangan informasi baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk membuat keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg & Pieters (2006) menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian dapat terjadi ketika individu tidak memikirkan atau tidak menaruh perhatian yang cukup pada produk yang akan dibeli (Lila & Zulkarnain, 2013). Lin& Huang (2006) menyatakan bahwa individu yang tidak memiliki informasi atau pengetahuan mengenai suatu produk dibeli cenderung akan merasakan penyesalan pasca pembelian.

7) Terlalu banyak pemikiran/hati-hati

Individu yang cenderung hati-hati dalam mengambil keputusan tentunya akan mempertimbangankan dengan matang apa yang akan diputuskan. Karena sifat kehati-hatiannya akan membuatnya mengumpulkan bayak informasi dan usaha agar tidak salah dalam mengambil keputusan. informasi dan usaha yang berlebihan membuat individu menyesali beban emosional, cognitive overload,dan stress

yang dialami selama proses pengambilan keputusan (Lee dan Cotte,2009).


(30)

23

8) Suka membandingkan diri dengan orang lain

Zeelenberg & Pieters (2002) berpendapat bahwa orang yang memiliki kecenderungan kuat untuk membandingkan dirinya dengan orang lain lebih sering menyesali keputusan yang dibuat dibandingkan dengan orang yang memiliki kecenderungan rendah untuk membandingkan diri dengan orang lain.

9) Sensitif terhadap kritik dan saran

konsumen yang sensitif terhadap kritik dan pandangan orang lain cenderung menyesali pilihan yang mereka buat (M’Barek dan Gharbi,2011).

Delacroix (dalam M’Barek dan Gharbi,2011) mengungkapkan beberapa faktor lain yang mempengaruhi Post purchase regret yaitu:

a. Pilihan antara merek dan harga

Simonson (1992) mengemukakan bahwa terdapat hubungan dua arah antara penyesalan dengan tanggungjawab dalam konteks pilihan antara merek dan harga. Konsumen cenderung memilih produk dengan harga tinggi (mahal) dari merek yang terkenal untuk menghindari perasaan menyesal. Hal Ini dikarenakan mereka merasa lebih bertanggung jawab ketika membeli produk yang murah dari merek yang tidak terkenal dan mendapati produk tersebut tidaktahan lama dan kurang aman. Konsumen juga sering mengeluh jika mereka membeli produk yang terbaik dari merek terkenal dan mahal, kemudian mereka menyadari bahwa produk tersebut tidak lebih baik.


(31)

24

Adapun konsumen yang memilih produk yang kurang terkenal dan lebih murah bisa saja tidak merasa menyesal disebabkan mereka tidak mengharapankan kualitas yang lebih pada produk tersebut

(M’Barek dan Gharbi,2011).

b. Waktu dalam pengambilan keputusan

Simonson (1992) menyebutkan bahwa jika konsumen memilih untuk tidak membeli suatu produk pada satu kesempatan, mereka cenderung merasa menyesal jika kesempatan yang mereka lewatkan memberi penawaran yang lebih menarik.konsumen juga cenderung merasa menyesaljika mereka mendapati bahwa produk yang telah dibeli ternyata ditawarkan dengan harga yang lebih murah pada

kesempatan lain (M’Barek dan Gharbi,2011)

c. Keterlibatan

Konsumen cenderung merasa menyesal jika mereka kurang terlibat dalam proses pembelian. Menurut Desmeules (2002), konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi pada proses pembelian dapat mengontrol dan membuat keputusan yang mengarah pada efek positif dalam meminimalkan penyesalan pasca pembelian (M’Barek dan Gharbi,2011).

d. Jumlah alternatif pilihan

Jumlah pilihan produk yang sangat banyak dipasaran dapat menguntungkan karena memungkinkan konsumen untuk dapat memilih dan mencocokkan produk mana yang sesuai dengan


(32)

25

harapan/keinginan mereka. Namun, Schwartz (2000) menyatakan bahwa pilihan yang banyak juga memiliki dampak yang negatif karena konsumen bisa merasa menyesal apabila tidak memilih produk yang terbaik (M’Barek dan Gharbi,2011).

e. Usia

Konsumen muda lebih sering menyesal dibandingkan konsumen yang lebih tua. Hal ini dikarenakan konsumen yang lebih tua dianggap sudah memiliki keahlian yang cukup untuk menghindari membuat kesalahan dalam pilihan yang mereka ambil dan kurang impulsif serta jarang merasakan penyesalan sedangkan konsumrn yang berusia muda cenderung impulsif dan kurang ahli dalam membuat keputusan yang tepat (M’Barek dan Gharbi,2011).

B. Kepribadian

1. Definisi kepribadian

Dalam bahasa inggris istilah untuk kepribadian adalah Personality.

Istilah ini berasal dari sebuah kata latin persona yang berarti topeng. Menurut Allport (dikuti dalam Agus, 2008) “Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that

determines his characteristic behavior and thought”. Artinya kepribadian

itu adalah suatu organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisikindividu yang menentukan karakteristik perilaku dan pemikirannya.


(33)

26

Pervin (dalam Purwa, 2014) menjelaskan bahwa kepribadian merupakan seluruh karakteristik seseorang atau sifat-sifat umum dari banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi tertentu. Sedangkan menurut Carl Gustaf Jung (dalam Alwisol, 2009) kepribadia atau

psyche adalah mencakup keseluruhan keseluruhan fikiran, perasaan dan

tingkahlaku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik.

H.J. Eysenck (dikutip dalam Alwisol, 2009) berpendapat bahwa kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor kognitif

(intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament), dan

sektor somatik (constitution).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dalam kepribadian adalah seluruh tingkahlaku dan sifat-sifat yang ada dalam diri individu yang didapat dari gen/keturunan dan interaksi dengan lingkungan yang menjadikannya beda dengan individu lainnya yang bersifat dinamis.

2. Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian berasal dari kata tipe dan kepribadian. Adapun definisi Tipe menurut Eysenck adalahsebagai berikut:


(34)

27

A type is defined, then as a group correlated traits just a trait has defined

as a group of correlated behavioral acts of tendencies” (Eysenck, H.J. The Structure of Human Personality, 1970)

“Suatu tipe dirumuskan kemudian sebagai suatu kelompok sifat-sifat yang berkolerasi seperti sifat tersebut didefinisikan sebagai suatu kelompok atau tindakan dari tingkahlaku yang berhubungan atau merupakan kecenderungan

bertingkahlaku”. Jadi tipe kepribadian adalah suatu kelompok sifat unik yang dimiliki individu yang dimunculkan dalam bentuk tingkahlaku yang dapat diamati dan diuji kebenarannya (Ratna,2007).

Konsep tipe kepribadian introvert dan ekstrovert pertama kali dikemukakan oleh Carl Gustav Jung. Ia menggolongkan manusia menjadi dua tipe kepribadian tersebut berdasarkan sikap jiwanya. Jungmendefinisikan tipe kepribadian introvert sebagai individu yang karakteristik sikap jiwa berorientasi pada perasaan dan pemikiran diri sendiri. Sebaliknya, dengan tipe kepribadian ekstrovert digambarkan sebagai individu yang karakteristik sikap jiwa berorientasi pada orang lain atau hal-hal diluar dirinya (Suryabarata, 2002).

Tipe kepribadian introvert dicirikan sebgai orang yang tertutup, pemalu dan menarik diri.Adapun Individu tipe kepribadian ekstrovert dicirikan sebagai orang yang ramah, dan suka bersosialisasi. Eysenck (dikutip dalam Pervin & John, 2010) dalam penelitiannya menemukan dimensi dasar kepribadian yaitu introvert dan ekstrovert, untuk menyatakan adanya


(35)

28

perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan tingkahlaku sosial.

Eysenck (Tommy dkk., 2005) mengemukakan bahwa individu yang termasuk dalam tipe kerpibadian introvert adalah individu yang selalu mengarahkan pandangannya pada dirnya sendiri. Tingkahlakunya terutama ditentukan oleh apa yang terjadi dalam pribadinya sendir. Individu dengan tipe ini kerapkali tidak mempunyai kontak dengan lingkungan sekelilingnya. Biasanya individu yang memiliki tipe kepribadian introvert dikenal sebagai seorang yang pendiam, hati-hati, pengambilan keputusan dan anggapan mereka tidak mau dipengaruhi oleh orang lain, cenderung cepat bosan, tegas dan keras hati, menyenangi buku atau kegiatan membaca, cenderung menjaga jarak dengan orang lain kecuali teman dekat mereka, cenderung merencanakan sesuatu dengan matang sebelum mengambil tindakan, kadang-kadang bersikap pesimistis, sangat sensitive terhadap rasa sakit, dan lebih mudah lelah. Sebaliknya individu dengan tipe kepribadian ekstrovert lebih kuat mengarahkan dirinya pada lingkungan sekelilingnya, dan pada umunya suka berteman, ramah menyukai pesta-pesta, membutuhkan orang lain untuk menjadi lawan bicara mereka, tidak suka membaca atau belajar sendiri, senang humor, menyenangi perubahan dan santai, optimistic, lebih agresif, dan kurang dapat mengontrol perasaan.


(36)

29

3. Indikator Kepribadian Ekstrovert-introvert

Kepribadian ekstrovert-introvert menurut Eysenck (1967) bertolak ukur pada tujuh sub dimensi, yaitu:

a. Activity (Aktivitas)

Orang-orang yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini umumnya aktif dan energik. Mereka menyukai seluruh jenis aktifitas fisik termasuk kerja keras dan latihan. Mereka cenderung bagun pagi-pagi sekali, bergerak dengan cepat dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya dan mengejar berbagai macam kepentingan dan minat yang berbeda-beda.

Orang-orang yang mempunyai nilai rendah pada factor ini cenderung tidak aktif secara fisik, lesu dan mudah letih. Nilai aktivitas yang tinggi adalah suatu karakteristik ekstravert, nilai aktivitas yangrendah adalah suatu karakteristik introvert.

b. Sociability (Kesukaan bergaul)

Factor ini mempunyai interpretasi yang cukup berterus terang. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini suka mencari teman, menyukai kegiatan-kegiatan sosial, pesta-pesta, mudah menjumpai orang-orang dan pada umumnya juga cukup bergembira dan merasa senang dalam situasi-situasi ramah tamah.

Individu yang mempunyai nilai rendah sebaliknya, lebih suka mempunyai teman khusus saja, menyenangi kegiatan-kegiatan yang menyendiri seperti membaca, marasa sukar untuk mencari hal-hal


(37)

30

yang hendak dibicarakan dengan orang lain, dan cenderung menarik diri dari kontak-kontak sosial yang menekan. Nilai yang tinggi dalam kesukaan bergaul adalah aspek dari ekstrovert.

c. Risk Taking (keberanian mengambil resiko)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini, senang hidup dalam bahaya dan mencari pekerjaan yang penuh dengan resiko. Individu yang mempunyai nilai rendah pada karakteristik ini, lebih menyukai keakraban (kebiasaan), keamanan dan keselamatan, meskipun halini berarti mengorbankan kegembiraan dalam kehidupan. Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan kecenderungan ekstravert dan nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan introvert.

d. Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor inicenderung bertindak secara mendadak tanpa difikirkan lebih dahulu, membuat keputusan yang terburu-buru dan kadang-kadang gegabah, biasanya tidak memikirkan apa-apa sama sekali, angin-anginan dan tidak berpendirian tetap.

Orang-orang yang mempunyai nilai yang rendah mempertimbangkan berbagai masalah dengan sangat hati-hati sebelum membuat keputusan. Orang-orang ini mempunyai sifat yang sistematis, teratur, hati-hati, dan merencanakan kehidupan mereka terlebih dahulu. Mereka berpikir sebelum berbicara dan melihat


(38)

31

sebelum melangkah. Nilai tinggi pada dimensi ini menunjukkan kecenderungan ekstravert dan nilai yang rendah menunjukkan kecenderungan introvert.

e. Expressiveness (Pernyataan Perasaan)

Factor ini berhubungan dengan suatu kecenderungan umum seseorang untuk memperlihatkan emosinya kearah luar dan secara terbuka, apakah itu duka cita, kemarahan, ketakutan, kecintaan, dan kebencian. Individu yang mempunyai nilai yang tinggi pada factor ini cenderung sentimental, simpatik, mudah berubah pendirian, dan demonstrative.

Sebaliknya individu yang mempunyai nilai rendah sangat pandai menguasai diri, tenang, tidak memihak, dan pada umumnya terkontrol dalam menyatakan pendapat dan perasaannya. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini mengarah pada

ekstrovert dan nilai rendah mengarah pada introvert.

f. Reflectiveness (Kedalaman Berpikir)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini mengarah pada introvert dan nilai rendah mengarah pada ekstrovert.Sebagian penyidik kepribadian menyebut factor ini sebagai thinking introvert, sebutan ini sangat baik karena bukan saja menandakan arah asosiasi dari ekstrovert-introvert, tetapi juga membedakan sifat ini dari


(39)

32

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor kedalaman berfikir ini cenderung tertarik pada padaide-ide, abstraksi-abstraksi, masaah-masalah filsafat, diskusi-diskusi, spekulasi-spekulasi, dan pengetahuan. Mereka pada umumnya suka berpikir dan dan introspektif.

Orang-orang yang mempunyai nilai rendah mempunyai bakat untuk bekerja, lebih tertarik untuk melakukan berbagai hal daripada memikirkan hal-hal tersebut dan cenderung tidak sabar dengan perbuatan teori-teori “alam khayal”

g. Responsibility (Tanggung Jawab)

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini cenderung berhati-hati, teliti, dapat dipercaya, dapat dijadikan andalan, sungguh-sungguh, bahkan mempunyai sedikit sifat mendorong.

Individu yang mempunyai nilai yang rendah cenderung tidak menyukai kegiatan yang resmi, terlambat dalam menepati janji, berubah-ubah pendirian, dan mungkin juga tidak bertanggung jawab secara sosial. Individu yang mempunyai nilai tinggi pada factor ini mengarah pada introvert dan nilai rendah mengarah pada ekstrovert


(40)

33

C. Hubungan antara penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret)

dengan tipe kepribadian introvert dan ekstrovert

Hampir sebagian besar konsumen pasti pernah mengalami perasaanmenyesal(Regret)setelah membeli suatu produk. Menurut Zeelenberg dan Pieter (2007) penyesalan adalah emosi kognitif yang ingin dihindari, dipendam, disangkal, dan diatur oleh konsumen jika dialami. Menurut Sugden (1985), penyesalan adalah sebuah sensasi menyakitkan yang muncul sebagai hasil dari membandingkan “apa yang ada” dengan “apa yang harusnya ada”(Lila & Zulkarnain, 2013).

Jadi penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret)dapat disimpulkan sebagai emosi kognitif atau perasaan yang tidak menyenangkan, menyakitkan, yang dihindari oleh individu akibat dari ketidaksesuaian antara apa yang telah didapat dengan apa yang diinginkan dan cendung menyalahkan diri sendiri.

Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Kung & Lee, 2005) menyatakan bahwa kepribadian seseorang merupakan faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal senada juga dinyatakan oleh Delacroix (2003) bahwa intensitas penyesalan dalam konteks konsumsi dapat meningkat tergantung pada karakteristik situasi dan kepribadian. Menurut Tsiroh dan Mittal (2000) beberapa faktor yang berhubungan dengan situasi itu terkait juga dengan kepribadian yang dapat meningkatkan perasaan menyesal

(M’Barekdan Gharbi,2011).

Konsumen dengan Self-esteem yang rendah cenderung mengevaluasi keputusan yang dibuat secara negatif dan merasa menyesal dibandingkan


(41)

34

konsumen yang memiliki rasa percaya diri yang tinggi (Roese dan Olson,1993;

Brown dan Smart, 1991 dalam M’Barek dan Gharbi,2011). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian Introvert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadia

ekstrovert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian introvert cenderung

memiliki self esteem yang rendahdan merasa dirinya kurang berarti

Konsumen yang melakukan pembelian impulsif cenderung merasa menyesal dibandingkan dengan konsumen yang melakukan pembelian terencana. Dalam pembelian impulsif, sisi emosional komsumen lebih berperan sehingga mereka

tidak memperdulikan konsekuensi dari keputusan yang mereka buat (M’Barek

dan Gharbi,2011). Saleh (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pembelian tanpa rencana dengan penyesalan pasca pembelian. Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadia introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert

cenderung lebih cepat bertindak sebelum berpikir sehingga memungkinkan mereka melakukan pembelian impulsif atau tidak terencana.

Lee & Cotte (2009) mengemukakan bahwa individu yang kurang pertimbangan ataupun individu yang terlalu banyak pertimbangan dalam melakukan pembelian dapat juga mengalami penyesalan pasca pembelian. Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert dan tipe kepribadia introvert

akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang sama. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memiliki sifat tidak banyak pertimbangan


(42)

35

atau pemikirandan lebih cepat bertindak sebelum berpikir dan konsumen yang bertipe kepribadian introvert memiliki sifat teliti dan berhati-hati yang membuatnya akan mencari banyak informasi sehingga banyak pertimbangan saat memilih .

Zeelenberg & Pieters (2006) juga menyatakan bahwa penyesalan pasca pembelian dapat terjadi ketika individu tidak memikirkan atau tidak menaruh perhatian yang cukup pada produk yang akan dibeli (Lila & Zulkarnain, 2013). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert

cenderung kurang teliti dan tidak banyak pemikiran.

Zeelenberg & Pieters (2006) menyatakan bahwa Pada saat mengalami penyesalan dalam membeli produk, individu akan bertindak tidak konsisten terhadap pilihan produk yang akan dibeli dan cenderung tidak memperdulikan produk yang telah dibeli (Lila & Zulkarnain, 2013). Jadi konsumen yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert akan cenderung mengalami tingkat penyesalan yang lebih tinggi dibandingkan konsumen dengan tipe kepribadin

introvert. Karena konsumen yang bertipe kepribadian ekstrovert memilki sifat

tidak konsisten.

Dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tipe kepribadian introvert

dan ekstrovert masing-masing memiliki karakteristik kepribadian yang dapat


(43)

36

D. Kerangka teoritis

Dari beberapa teori yang ada, maka dapat dibuat skema tentang penyesalan pasca pembelian ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert sebagai berikut:

Gambar 2. Skema penyesalan pasca pembelian ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert

Gambar diatas menjelaskan bahwa tipe kepribadian terdiri atas dua tipe yaitu ekstrovert dan introvert. Masing-masing tipe kepribadian memiliki karakteristik atau sifat yang dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk mengalami penyesalan, baik penyesalan dalam tingkat yang tinggi maupun penyesalan dalam tingkat yang rendah. Skema ini menjelaskan apakah terdapat perbedaan penyesalan pasca pembelian antara pengunjung yang bertipe kepribadian introvert

dan ekstrovert di pusat perbelanjaan X di Surabaya.

E. Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis terdapat perbedaan penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret) ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian ekstrovert.


(44)

37

BAB III

METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu variable independen (terikat) dan dependen (bebas). Variable independen adalah variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen. Sedangkan variable dependen adalah variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variable bebas (Sugiyono, 2011). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a.Variabel Bebas (X) : Tipe Kepribadian

b.Variabel Terikat (Y) : Penyesalan pasca pembelian 2. Definisi Operasional

Berikut ini adalah Definisi operasional dari variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian:

a. Tipe Kepribadian

Tipe kepribadian adalah karakteristik atau sifat khas individu yang dikelompokkan berdasarkan reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan tingkahlaku sosial yang dapat diamati dan diukur dengan


(45)

38

indikator tipe kepribadian. adapun indikator tipe kepribadian introvert dan

ekstrovert milik Eysenck adalah sebagai berikut:

1) Activity (Aktivitas)

Indicator dari aspek ini yaitu: energetic, aktif secara fisik, cepat dalam bergerak dan bertindak.

2) Sociability (Kesukaan bergaul)

Indicator dari aspek ini yaitu: mencari teman dan memilikibanyak teman, senang berbicara dengan orang lain, dan sering bertemu orang banyak, melakukan aktivitas yang melibatkan orang banyak.

3) Risk Taking (keberanian mengambil resiko)

Indicator dari aspek ini yaitu: menyukai tantangan dan berani mengambil resiko, kurang menghiraukan konsekuensi-konsekuensi dari perbuatannya.

4) Impulsiveness (Penurutan Dorongan Hati)

Indicator dari aspek ini yaitu: Bertindak secara mendadak tanpa dipikirkan terlebih dahulu, tidak memikirkan apa-apa sama sekali,mudah berubah pendirian

5) Expressiveness (penurutan dorongan hati)

Indicator dari aspek ini yaitu: Memperlihatkan emosinya secara terbuka

6) Reflectiveness (Kedalaman Berpikir)

Indicator dari aspek ini yaitu: Memikirkan dan menginstrospeksi apa yang ingin diketahui.


(46)

39

7) Responsibility (Tanggung Jawab)

Indicator dari aspek ini yaitu: Berhati-hati dan teliti.

Perlu diketahui bahwa Individu yang mempunyai nilai tinggi pada dimesi activity, sociability, risk taking, impulsiveness dan expressiveness

memiliki kecenderungan pada tipe ekstrovert sedangkan Individu yang mempunyai nilai rendah pada dimensi tersebutcenderung pada tipe

introvert.

Adapun Individu yang mempunyai nilai tinggi pada dimensi

reflectiveness dan responsibility cenderung pada tipe kepribadian

introvert dan Individu yang mempunyai nilai rendah pada dimensi

tersebut cenderung pada tipe kepribadian ekstrovert b. penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret)

Penyesalan pasca pembelian (Post Purchase Regret) dapat didefinisikan sebagai suatu emosi kognitif atau perasaan yang tidak menyenangkan, menyakitkan dan cenderung menyalahkan diri sendiri akibat dari ketidaksesuaian antara apa yang telah didapat dengan apa yang diinginkan yang dapat diukur dengan indikator sebagai berikut: penyesalan karena alternative produk yang tidak terpilih, penyesalan karena perubahan yang signifikan, penyesalan karena kurangnya pertimbangan, dan penyesalan karena pertimbangan yang berlebihan.


(47)

40

B. Populasi, sample, dan teknik sampling 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh pengunjung pusat perbelanjaan X di Surabaya yang rata-rata jumlah pengunjung setiap harinya belum diketahui dengan pasti karena belum ada suatu data yang menunjukkan jumlah pengunjung keseluruhan.

2. Sample

Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.. Menurut Roscoe (1982), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500. Bila sampel dibagi dalam kategori (misalnya pria dan wanita, dll.) maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 anggota (Sugiyono, 2011). Karena jumlah populasinya tidak diketahui maka berdasarkan teori yang dikemukakan Roceo, peneliti mengambil sample berjumlah 100 responden. jadi pada penelitian ini menggunakan sampel 100 pengunjung pusat perbelanjaan X di Surabaya.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik non


(48)

41

accidental sampling yaitu peneliti memilih responden dengan cara

mendatangi responden yang ada di pusat perbelanjaan X Surabaya lalu memilih calon responden yang secara kebetulan ditemui. Namun, calon responden harus memiliki karakteristik tertentu, yaitu responden yang berusia diatas 14 tahun karena di usia tersebut seseorang dianggap sudah bisa memahami maksud dan penjelasan dari penelitian yang akan dilakukan peneliti, responden pernah mengalami penyesalan setelah membeli suatu produk.

Ada beberapa tahap yang peneliti lakukan dalam penentuan pengambilan sample, yaitu:

a. Tahap pertama, peneliti menyebarkan angket kepada responden sebanyak 100 angket yang terdiri dari skala tipe kepribadian dan penyesalan pasca pembelian selama tiga hari, yaitu pada tanggal 10,11, dan 12 juli 2015.

b. Tahap kedua, setelah semua angket terkumpul kemudian jawaban dari responden diskoring sesuai dengan ketentuan atau norma penilaian.

c. Tahap ketiga, hasil dari skoring data skala tipe kepribadian dianalisis untuk menentukan tipe kepribadian responden kedalam dua kelompok yaitu introvert dan ekstrovert dengan ketentuan norma yang telah ditetapkan. Dari hasil analisis diketahui bahwa terdapat 51 responden termasuk dalam tipe kepribadian ekstrovert dan 48 responden termasuk dalam tipe kepribadian Introvert


(49)

42

Menurut Roscoe (1982), ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500. Bila sample dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30 anggota (Sugiyono, 2011). Karena masing-masing tipe kepribadian dianggap sudah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai sample maka penelitian dapat dilanjutkan pada tahap melakukan perbandingan/uji komparasi. C. Teknik pengumpulan data

Pengambilan data dalam penelitian ini dengan memberikan kuesioner kepada subjek yang terdiri dari beberapa skala. Skala yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu skala tipe kepribadian dan penyesalan pasca pembelian.

1. Skala Tipe Kepribadian

Skala kepribadian yang digunakan yaitu dimensi dan indikator

ekstrovert-introvert yang diciptakan oleh H.J. Eysenck. Alat ukur ini

digunakan untuk menentukan kecenderungan introvert dan ekstrovert,

sehingga subjek dapat dimasukkan ke dalam tipe introvert atau ekstrovert.

Dengan menggunakan patokan dimensi dan indikator dari Eysenck, peneliti membuat 40 aitem yang peneliti gunakan sebagai alat ukur tipe kepribadian. untuk mengetahui pengukuran jawaban responden pada penelitian yang menggunakan instrument penelitian berupa kuisioner, peneliti menggunakan metode skala Ghuttman dengan pilihan jawaban “ya”

dan “tidak”. Selanjutnya jawaban subjek akan diskor berdasarkan ketentuan di bawah ini:


(50)

43

Tabel 1. Ketentuan scoring alat ukur tipe kepribadian Ketentuan Skoring

Ekstrovert-introvert

Item Favorable Ya 1

Tidak 0

Item Unfavorable Ya 0

Tidak 1

Selanjutnya menjumlahkan hasil skor seluruh pertanyaan/pernyataan agar dapat menentukan kecenderungan kepribadian subjek. Adapun criteria penntuannya (norma) adalah: individu dikatakan memiliki kecenderungan

ekstrovert bila nilai yang dicapai ≥ Median. Sebaliknya individu dikatakan

memiliki kecenderungan introvert bila nilai yg dicapai < Median (Ratna, 2007). 2. Skala Post Purchase Regret

Skala Post Purchase Regret yang digunakan yaitu milik Lee dan Cotte (2009) yang terdiri dari dua dimensi, masing-masing dimensi memiliki dua indicator seperti berikut ini:

a. Outcome regret, ditunjukkkan dengan penyesalan akibat alternative

produk yang tidak terpilih dan penyesalan akibat perubahan yang signifikan.

b. Process regret, ditunjukkan dengan penyesalan akibat kurangnya

pertimbangan dan penyesalan akibat pertimbangan yang berlebihan.


(51)

44

Pada skala ini, subjek diminta untuk memberikan reaksi pribadi pada setiap pernyataan. Pilihan yang tersedia pada tiap-tiap item terdiri dari empat skala yang diberiskor nilai mulai 4-1, adapun kategori penilaiannya yaitu: 1) Skor 4 untuk pilihan jawaban Sangat Setuju

2) Skor 3 untuk pilihan jawaban Setuju 3) Skor 2 untuk pilihan jawaban Tidak Setuju

4) Skor 1 untuk pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju

Dalam skala Likert yang digunakan ini, pilihan jawaban R (Ragu-ragu) sengaja dihilangkan dengan alasan:

a) Memiliki arti ganda (belum memberi jawaban) dapat juga netral

b) Jawaban ragu-ragu menyebabkan adanya central tendency effect

(kecenderungan menjawab yang ada ditengah) (Singarimbun & Effendi, 1998).

D. Validitas dan reliabilitas

Instrumen merupakan salah satu alat pengukur variable penelitian yang sering digunakan. Kualitas penyususnan akan memiliki keterkaitan dengan data penelitian yang dikumpulkan. Oleh karena itu, suatu penelitian isntrumen harus memenuhi syarat-syarat tingkat keandalan, yaitu criteria validitas dan reliabilitas yang andal.

Dalam uji coba alat ukur tipe kepribadian dan penyesalan pasca pembelian untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas, peneliti menyebarkan 30 angket skala tipe kepribadian dan 30 angket skala penyesalan pasca pembelian di dua pusat perbelanjaan di Surabaya yaitu di


(52)

45

Kapasan dan ITC masing-masing 15 angket tipe kepribadian dan penyesalan pasca pembelian dengan 15 responden atau pengunjung. Peneliti memilih responden ditempat tersebut karena dianggap setara atau mencerminkan responden di tempat yang akan dilaksanakannya penelitian. Adapun teknik pengambilan sample untuk uji coba menggunakan teknik accidental

sampling, yaitu memberikan angket pada pengunjung yang secara kebetulan

peneliti temui di tempat penelitian tersebut. namun calon responden harus memiliki karakteristik tertentu, yaitu responden yang berusia diatas 14 tahun karena di usia tersebut seseorang dianggap sudah bisa memahami maksud dan penjelasan dari penelitian yang akan dilakukan peneliti, serta responden yang pernah mengalami penyesalan setelah membeli suatu produk.

1. Validitas

Validitas menurut Suharsismi (1993), “suatu instrument penelitian dapat dikatakan valid jika instrument tersebut dapat mengukur variable yang diteliti secara tepat atau dengan kata lain, ada kecocokan antara apa yang

diukur dengan tujuan pengukuran”.

Rumus yang digunakan untuk mengukur validitas tergantung skala pengukuran data yang digunakan. Jika data non dikotomik, pengukuran menggunakan korelasi product moment (Agus,2013):


(53)

46

Jika data berupa skala dikotomik (skala guttman), pengukuran validitas menggunakan korelasi biserial yang formulasinya dinyatakan sebagai berikut:

Criteria dari validitas aitem pertanyaan adalah apabila koefisien korelasi (

r

hitung) positif dan lebih besar atau sama dari r table maka item tersebut dapat dikatakan valid. Apabila r hitung negative atau lebih kecil dari r table maka item tersebut dikatakan tidak valid, sehingga item-item yang tidak valid tersebut akan dikeluarkan darikuisioner. Nilai r table yang digunakan untuk subjek (N) sebanyak 30, jika dilihat dari table r (product moment)


(54)

47

Dalam uji coba 40 aitem dari variable tipe kepribadian dengan menggunakan teknis analisis uji validitas dan reliabilitas data program SPSS 16.0 for windows, maka terdapat 26 aitem yang diterima (valid) karena memiliki r hitung > r table (0,361), yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 6, 8, 9, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 24, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, dan 40. Adapun aitem yang tidak diterima (Gugur) karena memiliki r hitung < r table (0,361), yaitu aitem nomor 4, 5, 7, 11, 21, 22, 23, 25, 26, 29, 36, 37, 38, dan 39.

Pada uji coba 16 aitem dari penyesalan pasca pembelian dengan menggunakan teknis analisis uji validitas dan reliabilitas data program SPSS 16.0 for windows, maka terdapat 12 aitem yang diterima (valid) karena memiliki r hitung > r table (0,361), yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 12, 14, 15 dan 16. Adapun aitem yang tidak diterima (Gugur) karena memiliki r hitung < r table (0,361), yaitu aitem nomor 6, 8,11, dan 13. 2. Reliabilitas

Reliabilitas menurut Suharsimi (1993) adalah “apakah sebuah instrument dapat mengukur suatu yang diukur menggunakan beberapa formulasi pengukuran, yaitu koefisien alpha cronbach untuk data non dikotomo dan KR-20 (Kruder Richarson) untuk data dikotomi (Agus, 2013).

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Aitem-aitem yang valid diajukan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik uji konsistensi internal


(55)

48

Langkah dalam melakukan analisis reliabilitas adalah sebagai berikut: a. Jika harga r Alpha bertanda positif dan > r table, maka variabel atau

skala dikatakan reliabel dan sebaliknya.

b. kriteria lain menyatakan bahwa suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai cronbach’s alpha> 0,60 atau 0,80 (Azwar, 2004). E. Analisis data

Penelitian ini menggunakan teknik statistic komparasi Independent

Sample T test dengan bantuan SPSS 16.0 for windows. Teknik komparasi ini

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan penyesalan pasca pembelian (post purchase regret) antara kepribadian ekstrovert dan introvert

pada pengunjung di pusat perbelanjaan X di Surabaya.

Sebelum melakukan analisis data, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi atau prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji kesamaan varians. Uji normalitas dan kesamaan varians merupakan syarat sebelum dilakukannya pengetesan dengan teknik Independent Sample T test, dengan maksud agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya ditarik.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah variabel penelitian ini terdistribusi secara normal atau tidak. Data yang layak digunakan sebagai data penelitian adalah data yang terdistribusi secara normal. Uji ini menggunakan teknik Chi Square dengan kaidah yang digunakan bahwa apabila signifikansi > 0.05 maka dikatakan berdistribusi normal,


(56)

49

begitu pula sebaliknya jika signifikansinya < 0.05 maka dikatakan berdistribusi tidak normal (Azwar, 2004).

2. Uji kesamaan varians

Uji kesamaan varians dilakukan untuk mengetahui apakah variable penyesalan pasca pembelian dan variable tipe kepribadian memiliki memiliki varians yang sama atau homogen. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui kesamaan varians antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah jika signifikansi> 0.05 maka kedua variable memilki varians yang sama atau homogen, jika signifikansi < 0.05 maka kedua variable tidak memiliki varians yang sama atau tidak homogen (Muhid, 2012).


(57)

50

50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek

Di bawah ini disajikan gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin, status perkawinan, usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Gambar 3. Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden adalah perempuan dengan persentase sebesar 55% sedangkan laki-laki sebesar 45%. Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih didominasi oleh perempuan.

Gambar 4. Status Responden 40.00%

45.00% 50.00% 55.00%

45 % 55%

Jenis Kelamin

46.00% 48.00% 50.00% 52.00%

Kawin

Belum Kawin 49%

51%


(58)

51

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berstatus belum kawin dengan persentase sebesar 51% sedangkan yang berstatus kawin sebesar 49%. Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih didominasi oleh responden dengan status belum kawin.

Gambar 5. Usia Responden

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berusia 20-30 tahun dengan persentase sebesar 44% sedangkan yang berusia > 20 tahun sebesar 25%, 31-40 Tahun sebesar 28%, dan yang berusia > 40 Tahun sebesar 4% . Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih didominasi oleh responden yang berusia 20-30 Tahun.

0% 10% 20% 30% 40% 50% <20 Tahun 20-30 Tahun 31- 40 Tahun >40 Tahun 25% 44% 28% 4% Usia 0% 20% 40% 60% 80%

2% 8% 61%

9% 21%


(59)

52

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA dengan persentase sebesar 61% sedangkan yang berpendidikan SD sebesar 2%, SMP sebesar 8%, Diploma sebesar 9%, dan S1 sebesar 21% . Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih didominasi oleh responden dengan pendidikan SMA.

Gambar 7. Pekerjaan Responden

Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai Mahasiswa/Pelajar dengan persentase sebesar 61% sedangkan yang bekerja sebagai TNI/POLRI/PNS sebesar 9%, Swasta sebesar 28%, wirausaha sebesar 8%, Profesi sebesar 11%, dan Ibu rumah tangga sebesar 14% . Hal ini menunjukkan bahwa responden lebih didominasi oleh responden dengan pekerjaan Mahasiswa/pelajar.

9%

28%

8% 11% 31%

14%

TNI/POLRI/PNS

SWasta

Wirausaha


(1)

67

yang lebih besar dari berbagai bentuk penyesalan pasca pembelian, bisnis

dapat fokus pada membantu konsumen atau pelangggan mencapai

pengalaman konsumsi yang lebih baik.

2. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya hasil penelitian ini dapat dijadikan

sebagai acuan untuk tema penelitian yang sama. Selain itu sebaiknya

peneliti selanjutnya lebih memperhatikan beberapa hal penting seperti

berkut ini:

a. Waktu penelitian

Disarankan penelitian tidak dilakukan di waktu yang sibuk, agar

responden tidak merasa terganggu dan terburu-buru.

b. Tempat penelitian

Disarankan peneliti menyediakan tempat yang sekiranya nyaman

untuk responden saat mengisi instrument/angket penelitian.

c. Subjek penelitian

Disarankan peneliti memperhatikan subjek, apakah subjek sudah

memenuhi criteria untuk dijadikan sampel penelitian atau tidak,

dan apakah subjek bersungguh-sungguh dalam mengisi

instrument/angket atau hanya asal-asalan.

d. Instrumen/Angket penelitian

Disarankan untuk menambahkan pertanyaan mengenai jenis


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

68

Selain beberapa hal tersebut, disarankan pada penelitian selanjutnya

mengambil data dengan jumlah subjek (sample) yang lebih banyak agar

memiliki data yang lebih akurat. Disarankan melakukan penelitian dengan

tidak terburu-buru sehingga dapat memaksimalkan pelaksanaan penelitian,

terutama dalam penyebaran alat ukur agar dapat mengobservasi subjek

saat mengisi skala dan dapat mengontrol pemahaman bahasa yang dimiliki

subjek untuk mengurangi data bias, serta factor pendukung yang lain

sehingga penelitian selanjutnya bisa menghasilkan penelitian yang lebih


(3)

69

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian. Malang:UMM Pers

Ambarita, T., dkk. (2013). Perbedaan burnout antara tipe kepribadian introvert

dan tipe kepribadian ekstrovert pada perawat di ruang critical care. Jurnal

generasi kampus. Vol. 06, Nomor 1, Hal 100-114

Bushra, A. (2014). The Relationsiph Of Compulsive Buying With Consumer

Culture and Post Purchase Regret. Pakistan Journal Of Commerce and

Social Sciences, vol 83, No 3, 590-611

Chebab, S. (2010). The Consumer Regret: Moderators, Mediators and

Consequences. Journal of Business Studies Quarterly, Vol. 1, No. 4, 49-68

Ekici, N., & Dogan, V. (2013). An Analysis of the Regret Concerning the Process of Purchasing and the Regret Concerning after the Purchasing in the

Context of Characteristic Properties. International Journal of Marketing

Studies,Vol. 5, No. 6, Hal.73-83

Eysenck, H.J. (1977). Handbook of abnormal psychology second edition.

California: Robert Knapp Publisher.

Hung, S.Y., Ku, Y.C., Liang, T.P., & Lee, C.J. (2005). Regret Avoidance as a

measure of DSS success: An exploratory study. Decision Support Systems,

Vol 42, Hal. 2093-2106.

Iskandar, L.M., & Zulkarnain.(2013). Penyesalan Pasca Pembelian Ditinjau dari

Big Five Personality. Jurnal Psikologi, vol 40, No 1,51-61

Lee, S.H., & Cotte, J. (2009). Post-purchase consumer regret:

Conceptualization and development of the PPCR scale. Advances in

Consumer Research,36,456-462.

Lin, C.H., & Huang, W.H. (2006). The Influence of Unwareness Set and Order

Effects In Consumer Regret. Journal Of Business and

Psychology.10,1007.

M'Barek, M.B., & Gharbi,A.The Moderators of Purchase Regret. journal of


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

Olson, H.M., dkk. (2013). Pengantar Teori Kepribadian edisi ke-8.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Pervin, L.A., & Jhon, P.J. (2012). Psikologi Kepribadian teori dan penelitian.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Prasetij R., dan Ihalauw J., (2005). Perilaku Konsumen. Yogyakarta:Andi

Prawira, P.A. (2014).Psikologi kepribadian dengan perspektif baru. Yogyakarta:

ArRuzz media.

Purwoto, Agus. (2013). Panduan Laboratorium statistik inferensial Jakarta:

Grasindo

Saleh, M.A.H., (2012). An Investigation of the Relationship between Unplanned

Buying and Post-purchase Regret. International Journal of Marketing

Studies.Vol. 4, No. 4. 106-120

Suchaeri, Heri. (2012). Total costumer percepatan laba sepanjang masa.

Solo:Tigaserangkai

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Sujanto, Agus. Dkk.(2008). Psikologi kepribadian. Jakarta: bumi aksara

Ratna, Dewi, Skripsi. (2007). Hubungan antara tipe kepribadian dari eysenck dengan tingkah laku agresi pada anak jalanan RPA Bina Sejahtera Indonesia Bandung, Bandung: Universitas Islam Bandung.

Singarimbun, M., & Effendi S., (1998), Metode Penelitian Survey, Jakarta:

LP3ES

Suryabrata, Sumadi. (2002). Psikologi Kepribadian cetak ke 11. Jakarta:PT. Raja

Grafindo

Suryani, Tatik. 2012. Perilaku Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Suyasa, T., dkk. (2005). Perbedaan minat dalam penggunaan fungsi internet

berdasarkan tipe kepribadian. jurnal psikolog, vol 3, No 2

Zeelenberg, M & Pieters, R. (2007). A Theory of regret regulation 1.0. Journal of


(5)

69

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Alwisol. (2011). Psikologi Kepribadian. Malang:UMM Pers

Ambarita, T., dkk. (2013). Perbedaan burnout antara tipe kepribadian introvert

dan tipe kepribadian ekstrovert pada perawat di ruang critical care. Jurnal

generasi kampus. Vol. 06, Nomor 1, Hal 100-114

Bushra, A. (2014). The Relationsiph Of Compulsive Buying With Consumer

Culture and Post Purchase Regret. Pakistan Journal Of Commerce and

Social Sciences, vol 83, No 3, 590-611

Chebab, S. (2010). The Consumer Regret: Moderators, Mediators and

Consequences. Journal of Business Studies Quarterly, Vol. 1, No. 4, 49-68

Ekici, N., & Dogan, V. (2013). An Analysis of the Regret Concerning the Process of Purchasing and the Regret Concerning after the Purchasing in the

Context of Characteristic Properties. International Journal of Marketing

Studies,Vol. 5, No. 6, Hal.73-83

Eysenck, H.J. (1977). Handbook of abnormal psychology second edition.

California: Robert Knapp Publisher.

Hung, S.Y., Ku, Y.C., Liang, T.P., & Lee, C.J. (2005). Regret Avoidance as a

measure of DSS success: An exploratory study. Decision Support Systems,

Vol 42, Hal. 2093-2106.

Iskandar, L.M., & Zulkarnain.(2013). Penyesalan Pasca Pembelian Ditinjau dari

Big Five Personality. Jurnal Psikologi, vol 40, No 1,51-61

Lee, S.H., & Cotte, J. (2009). Post-purchase consumer regret:

Conceptualization and development of the PPCR scale. Advances in

Consumer Research,36,456-462.

Lin, C.H., & Huang, W.H. (2006). The Influence of Unwareness Set and Order

Effects In Consumer Regret. Journal Of Business and

Psychology.10,1007.

M'Barek, M.B., & Gharbi,A.The Moderators of Purchase Regret. journal of


(6)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

70

Olson, H.M., dkk. (2013). Pengantar Teori Kepribadian edisi ke-8.

Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Pervin, L.A., & Jhon, P.J. (2012). Psikologi Kepribadian teori dan penelitian.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Prasetij R., dan Ihalauw J., (2005). Perilaku Konsumen. Yogyakarta:Andi

Prawira, P.A. (2014).Psikologi kepribadian dengan perspektif baru. Yogyakarta:

ArRuzz media.

Purwoto, Agus. (2013). Panduan Laboratorium statistik inferensial Jakarta:

Grasindo

Saleh, M.A.H., (2012). An Investigation of the Relationship between Unplanned

Buying and Post-purchase Regret. International Journal of Marketing

Studies.Vol. 4, No. 4. 106-120

Suchaeri, Heri. (2012). Total costumer percepatan laba sepanjang masa.

Solo:Tigaserangkai

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Sujanto, Agus. Dkk.(2008). Psikologi kepribadian. Jakarta: bumi aksara

Ratna, Dewi, Skripsi. (2007). Hubungan antara tipe kepribadian dari eysenck dengan tingkah laku agresi pada anak jalanan RPA Bina Sejahtera Indonesia Bandung, Bandung: Universitas Islam Bandung.

Singarimbun, M., & Effendi S., (1998), Metode Penelitian Survey, Jakarta:

LP3ES

Suryabrata, Sumadi. (2002). Psikologi Kepribadian cetak ke 11. Jakarta:PT. Raja

Grafindo

Suryani, Tatik. 2012. Perilaku Konsumen Implikasi Pada Strategi Pemasaran.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Suyasa, T., dkk. (2005). Perbedaan minat dalam penggunaan fungsi internet

berdasarkan tipe kepribadian. jurnal psikolog, vol 3, No 2

Zeelenberg, M & Pieters, R. (2007). A Theory of regret regulation 1.0. Journal of