Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

(1)

HUBUNGAN ANTARA UNPLANNED PURCHASE DAN

PENYESALAN PASCA PEMBELIAN PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh

CUT MELIZA A.

071301103

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

GANJIL, 2010/2011


(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:

Hubungan Antara Unplanned Purchase Dan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

adalah hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Medan, 01 Februari 2012

Cut Meliza A.

NIM 071301103

Hubungan Antara Unplanned Purchase Dengan Penyesalan Pasca Pembelian Pada Remaja

Cut Meliza A. dan Zulkarnain ABSTRAK


(3)

Masa remaja merupakan kelompok usia yang sangat konsumtif. Hal ini dikarenakan remaja dapat dengan mudah untuk dipengaruhi dan sering melakukan pembelian meskipun tidak membutuhkannya. Setelah membeli suatu produk, seseorang dapat saja merasakan penyesalan. Penyesalan timbul dikarenakan seseorang merasa produk lain dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada produk yang telah dibeli. Kurangnya informasi ketika melakukan kegiatan berbelanja serta terjadinya ketidakkonsistenan dari apa yang telah direncanakan dengan perilaku yang benar-benar dilakukan merupakan salah satu penyebab munculnya penyesalan. Kedua hal tersebut terjadi ketika seseorang melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase). Proses pengambilan keputusan yang terjadi tanpa melakukan perencanaan terlebih dahulu menyebabkan konsumen tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi mengenai produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja. Subjek penelitian adalah 80 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala penyesalan pasca pembelian dan juga skala unplanned purchase. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja.

Kata kunci : penyesalan pasca pembelian, unplanned purchase, remaja

Correlation Between Unplanned Purchase With Post-Purchase Regrets

In Adolescents

Cut Meliza A. and Zulkarnain

ABSTRACT

During the teen years, adolescents become a very consumptive person. Adolescents are easy to be influenced and usually purchase anything eventhough they don’t need it. After purchased any product, one might regret it. Regrets overcome when anyone feel another product is giving a better outcome rather than product that they already purchased. Lack of information when do shopping and unconsistencies are one of the causes that result on regret. Regrets also happen


(4)

when anyone doing any unplanned purchase. Decision making process that happens without any plan causing consuments don’t have time to collect any information about the product. This research was aiming to determine correlation between unplanned purchase with post-purchase regrets in adolescents. Subjects in this research were 80 students of Faculty of Psychology of University of Sumatera Utara. Sampling technique that used in this research was incidental sampling. Datas were collected using post-purchasedregrets scale and unplanned purchase scale. Data was Analyzed using Pearson correlation and showed That was a correlation between unplanned purchase and post-purchased regrets in adolescents.

Keywords : post-purchasedregrets, unplannedpurchase, adolescents.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta ucapan terima kasih tiada henti dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta karunia yg diberikan kepada peneliti. Telah memberikan kesehatan, waktu dan juga kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah


(5)

sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua saya, ayah saya, H. T. Bustami Usman, SE dan juga ibu saya Hj. Cut Asnawati yang telah membesarkan, mendidik, merawat saya tanpa pernah merasa lelah dari saya kecil sampai saya sebesar ini. Terima kasih atas segala do’a, kasih sayang, motivasi, serta segala bentuk dukungan baik moril dan imateril. Tiada kata yang dapat melukiskan rasa terima kasih yang sangat dalam kepada mereka.

2. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, psikolog, selaku dosen pembimbing yang telah sepenuh hati, sabar dan iklas membimbing, mendorong, memberikan saran, perhatian, bantuan serta dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi saya ini. Terima kasih banyak atas segala kesabaran serta motivasi. Bantuan bapak sangatlah besar artinya, bagi saya bapak merupakan dosen pembimbing terbaik. Sekali lagi terima kasih, Pak. 4. Kak Siti Zahreni, M.si, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih

nasehat dan juga tuntunan yang telah diberikan selama menempuh kuliah. Semua pesan akan selalu saya ingat agar dapat menjadi orang yang lebih baik.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Psikologi USU atas segala ilmu dan bantuannya selama perkuliahan hingga dapat berada di tahap ini.


(6)

6. Kepada keluarga saya. Abang, kakak dan juga adik saya atas segala bentu dukungan serta perhatian yang telah diberikan selama ini. Yang selalu menemani saya ketika bergadang. Buat dua orang sepupu kecil saya, Dava dan Davis yang selalu bisa menghibur dengan semua kebandelannya. 7. Kepada Amanda dan Ikbal Sutan, sahabat terbaik yang pernah saya punya.

My super bestfriend. Thank you for everything. Everything, like “everything”. Tempat saya selalu berbagi suka dan duka, kegalauan, kelabilan, terima kasih untuk segala bala bantuan yang selalu diberikan tanpa pernah meminta balasan, motivasi, dukungan, tawa, dan banyak hal lain yang sampai tidak bisa disebutkan. Segala bentuk kesabaran, candaan, ”cerewetan”, joke, kasih sayang yang selalu diberikan tanpa pernah mengeluh dan merasa bosan untuk selalu ada di samping saya. Makasih udah selalu sabar meladeni kemanjaan dan kelebayan ku. I am nothing without you, guys. Ayo kita ke Bali!

8. Syafiq Anshori M. Solin. My one and only. Dengan segala bentuk dukungan dan kasih sayang yang tidak ada habisnya. Pengertian, rasa cinta, kesabaran yang tidak bisa digantikan. Tidak ada yang bisa menggambarkan rasa syukur yang dirasakan atas segala bentuk cinta yang selalu diberikan. I love you.

9. Kepada Devi Pratami, yang selalu membantu dalam setiap bentuk pengerjaan skripsi ini, mendengarkan curhatan, memberikan masukan, bersedia diganggu sampai malam, datang ke kampus setiap hari untuk dapat selalu membantu saya. Teman yang selalu rela berbagi hasil


(7)

download-an filmnya. Selalu mengingatkan dan menemani setiap harinya. Teman senasib selama pengerjaan skripsi. Bermalas-malasan bersama sampai merasa ketakutan bersama. Makasih yaa mbak dev, ditunggu kue nya. Selesai juga skripsi ini, Dev!

10.Tira Filzah, Princen, Dannish Cahaya. Untuk segala bentuk bantuan yang selalu diberikan selama 4 tahun bersama. Walaupun sekarang udah jarang ketemu, tapi semua bantuan dan dukungan tidak akan pernah saya lupakan.

11.Kepada teman-teman sepenanggungan dan seperjuangan. Yossy, bakalan kangen sama si ibu cerewet ini, kangen outbond sama-sama, kangen ngegosip, kangen becanda-becanda. Nanti kita harus jalan-jalan lagi ya sama Rully. Liza, Ririn, Dania, yang sudah membantu saya dalam mengerjakan skripsi ini, mengajari saya ketika saya kebingungan, teman ketawa ketiwi, makasih buat dukungannya yaa. Solvia, Inge dan juga yang lainnya. Nggak terasa udah mau selesai kita. Terima kasih buat semua bantuan serta dukungan yang diberikan.

12.Buat kak Vivi Sagita, teman berdiskusi dari mulai seminar, terima kasih kak buat semua bantuannya selama ini. Buat Lila dan Karin, teman seminarku. Terima kasih untuk semua dukungan dan bantuannya. Untuk megi, teman kebingungan ketika mengurusi skripsi disaat-saat terakhir. 13.Untuk seluruh mahasiswa angkatan 2007, yang telah berjuang menjalani

kehidupan akademik selama ini dan juga kepanitiaan bersama. Semoga kita sukses selalu kedepannya.


(8)

14.Untuk semua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini, semua yang telah memberikan dukungan, doa serta motivasi. Terima kasih. Maaf apabila tidak dapat menyebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua. Dan semoga skripsi ini membawa manfaat bagi rekan-rekan semua.

Medan, Februari 2012

Penulis DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah. ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10


(9)

A. Penyesalan pasca pembelian ... 10

1. Pasca pembelian... ... 10 2. Penyesalan ...

... 11 3. Penyesalan pasca pembelian...

... 13 4. Komponen Penyesalan pasca pembelian ...

... 14 5. Tipe-tipe Penyesalan ...

16

6. Faktor-faktor mempengaruhi Penyesalan... 17

B. Unplanned Purchase ... 18

1. Faktor Unplanned purchase ... ... 19 2. Faktor in-store decision making ...

... 21 3. Dimensi Unplanned purchase ...

... 25 C. Remaja ...

27

B. Hubungan post purchase regret dan unplanned purchase .. 29

D. Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Identifikasi Variabel Penelitian... 32

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 32

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 34

1. Populasi dan Sampel ... ... 34 2. Metode Pengambilan Sampel ...

... 35 3. Jumlah Sampel Penelitian ...

... 36 D. Metode Pengumpulan Data ...

36

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39


(10)

1. Uji Validitas ... 39

2. Uji Daya Beda Item ... 40

3. Reliabilitas Alat Ukur ... 41

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 42

G. Prosedur Penelitian ... 45

1. Persiapan Penelitian ... 45

2. Pengolahan Data ... 46

H. Metode Analisis Data ... 47

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 49

B. Hasil Penelitian ... 50

1.Uji Asumsi ... 50

2.Hasil Analisa Data ... 52

3.Kategorisasi Penelitian ... ... 53 B. Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 64


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel Blue printskala penyesalan pasca pembelian

sebelum uji coba ... 38

Tabel 2 Blue printskala unplanned purchase sebelum uji coba... 39

Tabel 3 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian ...

42

Tabel 4 Distribusi aitem-aitem skala penyesalan pasca pembelian ... 43

Tabel 5 Distribusi aitem-aitem hasil uji coba skala unplanned

purchase ... 44

Tabel 6 Distribusi aitem-aitem skala unplannedpurchase... 45

Tabel 7 Gambaran subjek penelitian berdasarkan

jenis kelamin ... 49

Tabel 8 Gambaran subjek penelitian berdasarkan usia ... 50

Tabel 9 Hasil uji normalitas ... 51


(12)

Tabel 10 Hasil uji linearitas ... 52

Tabel 11 Hasil korelasi pearson product moment ... 53

Tabel 12 Deskripsi data penelitian penyesalan pasca pembelian ... 54

Tabel 13 Kategorisasi penyesalan pasca pembelian ... 55

Tabel 14 Deskripsi data penelitian unplanned purchase ... 56

Tabel 15 Kategorisasi unplanned purchase ... 58

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbelanja, merupakan suatu hal yang dilakukan oleh hampir semua orang. Menjamurnya bisnis seperti waralaba (franchise), pusat perbelanjaan (shopping centre), supermarket, toserba (toko serba ada) yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja


(13)

Masa remaja merupakan kelompok usia yang sangat konsumtif. Hal ini dikarenakan remaja dapat dengan mudah untuk dipengaruhi dan sering melakukan pembelian meskipun tidak membutuhkannya. Setelah membeli suatu produk, seseorang dapat saja merasakan penyesalan. Penyesalan timbul dikarenakan seseorang merasa produk lain dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada produk yang telah dibeli. Kurangnya informasi ketika melakukan kegiatan berbelanja serta terjadinya ketidakkonsistenan dari apa yang telah direncanakan dengan perilaku yang benar-benar dilakukan merupakan salah satu penyebab munculnya penyesalan. Kedua hal tersebut terjadi ketika seseorang melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase). Proses pengambilan keputusan yang terjadi tanpa melakukan perencanaan terlebih dahulu menyebabkan konsumen tidak memiliki waktu untuk mengumpulkan informasi mengenai produk tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja. Subjek penelitian adalah 80 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sedangkan teknik pengambilan sampelnya yaitu incidental sampling. Data dikumpulkan dengan menggunakan skala penyesalan pasca pembelian dan juga skala unplanned purchase. Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah dengan menggunakan korelasi Pearson. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja.

Kata kunci : penyesalan pasca pembelian, unplanned purchase, remaja

Correlation Between Unplanned Purchase With Post-Purchase Regrets

In Adolescents

Cut Meliza A. and Zulkarnain

ABSTRACT

During the teen years, adolescents become a very consumptive person. Adolescents are easy to be influenced and usually purchase anything eventhough they don’t need it. After purchased any product, one might regret it. Regrets overcome when anyone feel another product is giving a better outcome rather than product that they already purchased. Lack of information when do shopping and unconsistencies are one of the causes that result on regret. Regrets also happen


(14)

when anyone doing any unplanned purchase. Decision making process that happens without any plan causing consuments don’t have time to collect any information about the product. This research was aiming to determine correlation between unplanned purchase with post-purchase regrets in adolescents. Subjects in this research were 80 students of Faculty of Psychology of University of Sumatera Utara. Sampling technique that used in this research was incidental sampling. Datas were collected using post-purchasedregrets scale and unplanned purchase scale. Data was Analyzed using Pearson correlation and showed That was a correlation between unplanned purchase and post-purchased regrets in adolescents.

Keywords : post-purchasedregrets, unplannedpurchase, adolescents.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta ucapan terima kasih tiada henti dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat serta karunia yg diberikan kepada peneliti. Telah memberikan kesehatan, waktu dan juga kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana jenjang strata satu (S-1) di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini sangatlah


(15)

Tabel 10 Hasil uji linearitas ... 52

Tabel 11 Hasil korelasi pearson product moment ... 53

Tabel 12 Deskripsi data penelitian penyesalan pasca pembelian ... 54

Tabel 13 Kategorisasi penyesalan pasca pembelian ... 55

Tabel 14 Deskripsi data penelitian unplanned purchase ... 56

Tabel 15 Kategorisasi unplanned purchase ... 58

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbelanja, merupakan suatu hal yang dilakukan oleh hampir semua orang. Menjamurnya bisnis seperti waralaba (franchise), pusat perbelanjaan (shopping centre), supermarket, toserba (toko serba ada) yang ada saat ini menjadi komoditas masyarakat terutama bagi remaja


(16)

(Sumartono, 2002). Jatman (dalam Lina dan Rosyid, 1997) menyatakan bahwa remaja sebagai salah satu golongan dalam masyarakat, tidak lepas dari pengaruh konsumtivisme, sehingga tidaklah aneh jika remaja menjadi sasaran berbagai produk perusahaan.

Segut (2008) menyatakan kelompok usia yang sangat konsumtif adalah kelompok remaja. Sebab pola konsumsi terbentuk pada masa ini. Perilaku konsumtif pada remaja juga didorong adanya perubahan trend ataupun mode yang secara cepat diikuti oleh remaja (Segut, 2008). Terbentuknya perilaku konsumtif ini akan mengarah pada meningkatnya pembelian yang dilakukan oleh remaja.

Membeli sesuatu barang merupakan sebuah hal yang dilakukan hampir oleh setiap individu. Keputusan seseorang untuk membeli suatu barang melalui 5 tahapan, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, mengevaluasi alternatif yang ada, mengambil keputusan untuk membeli suatu barang dan yang terakhir perilaku sesudah melakukan pembelian (post purchase behaviour) (Kotler,1996). Proses ini dimulai saat pembeli mengenali suatu kebutuhan yang dapat disebabkan oleh stimulus external maupun internal. Penelitian mengenai konsumen biasanya fokus pada 2 pertanyaan utama, yaitu bagaimana konsumen mengambil keputusan (descriptive theories) dan bagaimana sebuah keputusan dibuat (normative theories) (Edwards and Fasolo 2001).

Setelah membeli suatu produk, pembeli akan mengalami perasaan puas atau tidak puas (Strydom, Cant, dan Jooste, 2000). Perasaan tidak


(17)

puas muncul ketika hasil yang didapat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sedangkan penyesalanmuncul ketika keputusan yang diambil ternyata salah. Sering kali, individu membuat keputusan membeli saat mereka tidak mengetahui anggaran mereka terhadap suatu barang atau jasa. Keputusan pembelian dapat mengarah pada penyesalan ketika pembeli menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan barang tersebut (Nasiry & Popescu, 2009).

Menurut Zeelenberg, van Dijk, Manstead & Van der Pligt (dalam Chase, Camille & Michael, 2010) ketidakpuasan dan penyesalan merupakan hasil dari pemikiran counterfactual. Pemikiran counterfactual adalah pemikiran mengenai hal yang dapat saja terjadi (Byrne, 2002). Ketika seseorang mengevaluasi hasil yang mereka rasakan saat membeli suatu barang, mereka membandingkan dengan hasil yang akan mereka terima apabila memilih barang yang berbeda (Taylor, 1997). Perbandingan counterfactual ini dapat menghasilkan emosi positif maupun negatif.

Menurut Jokisaari (dalam Zeelenberg & Pieters, 2007) penyesalan dianggap sebagai hal yang tidak menyenangkan. Pengalaman penyesalan dapat secara negatif mempengaruhi kesejahteraan individu dan menyebabkan perenungan. Penyesalan adalah emosi negatif yang merupakan hasil dari perbandingan antara pengalaman yang nyata dan pengalaman counterfactual (Su, Chen, & Zhao, 2008).

Inman, Dyer, and Jia (1997) menyatakan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh individu setelah membeli suatu barang merefleksikan


(18)

kepuasan dan penyesalan. Penyesalan menyangkut perbandingan dari atribut yang dibandingkan dengan alternatif yang ada. Penyesalan merupakan bentuk emosi yang dirasakan oleh seseorang disaat mereka mulai menyadari bahwa situasi yang mereka rasakan pada saat itu dapat saja menjadi lebih baik apabila mereka mengambil keputusan yang berbeda (Zeelenberg and Pieters, 2004).

Menurut Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) juga menyatakan bahwa penyesalan merupakan bentuk emosi kognitif aversif yang memotivasi orang untuk menghindarinya, menekannya, dan mengaturnya saat emosi tersebut mereka rasakan. Penyesalan juga merupakan emosi yang muncul berulang-ulang kali, muncul saat hasil yang didapat dari satu keputusan dibandingkan dengan hasil yang dipertimbangkan pada awalnya, namun tidak menjadi keputusan akhir (Inman, Dyer, & Jia, 1997). Penyesalan dialami ketika individu merasakan atau menyadari bahwa hasil dari pilihan yang ditolak dapat saja menghasilkan hasil yang lebih baik (Zeelenberg, 1999).

Penyesalantidak lagi hanya dianggap sebagai respon emosional terhadap hasil dari keputusan yang salah namun dianggap sebagai dorongan yang dapat memotivasi dan membentuk perilaku pengambilan keputusan oleh seorang konsumen (Zeelenberg and Pieters, 2007). Menurut Connolly and Zeelenberg (2002), penyesalan individual disebabkan oleh evaluasi dari hasil yang didapatkan, dan karena keputusan diambil dengan cara yang tidak benar.


(19)

Connoly dan Zeelenberg (2002) juga menyatakan Decision Justification Theory (DJT) sebagai cara untuk lebih memahami mengenai proses penyesalan. Berdasarkan DJT, perasaan menyesal berasal dari kombinasi antara evaluasi mengenai hasil juga perasaan telah mengambil pilihan yang salah. Decision Justification Theory menyatakan bahwa individu dapat merasakan penyesalan yang disebabkan oleh a) evaluasi terhadap hasil yang didapat dan b) evaluasi terhadap proses (Connolly and Zeelenberg 2002).

Penyesalan yang dirasakan oleh seseorang, dapat muncul oleh hasil yang di dapat setelah melakukan pembelian, atau dapat pula disebabkan oleh proses yang mereka lalui dalam mengambil keputusan pembelian. Sebuah penelitian mengatakan bahwa kebebasan terhadap hasil, kualitas dari proses keputusan, dapat juga menjadi hal yang disesali (Connolly and Zeelenberg 2002).

Penyesalan menyebabkan individu merasakan ketidaksesuaian yang dirasakan antara bentuk aksi yang diharapkan (bagaimana mereka berencana untuk membuat keputusan) dan bentuk aksi yang diambil (bagaimana mereka membuat keputusan pada akhirnya) (Lee & Cotte, 2009). Seseorang biasanya termotivasi untuk melakukan hal yang sudah mereka rencanakan. Namun, meskipun perilaku telah direncanakan dan tujuan telah ditetapkan dengan jelas, tidak semua rencana dapat berjalan sesuai dengan rencana (Lee & Cotte, 2009).


(20)

Hal ini mengarah kepada terjadinya perilaku unplanned purchase atau pembelian tidak terencana. Unplanned purchase dapat didefinisikan sebagai pembelian yang dibuat pada saat berada di retail outlet yang berbeda dengan apa yang direncanakan oleh konsumen saat memasuki toko tersebut. Bucklin and Lattin (dalam Bell, Corsten & Knox, 2011) mendefinisikan unplanned purchase sebagai keputusan yang tidak secara spesifik direncanakan sebelum melakukan kegiatan berbelanja.

Seorang individu melakukan unplanned purchase dengan mengevaluasi biaya dan keuntungan. Secara spesifik, individu yang melakukan unplanned purchase memutuskan untuk mengambil keuntungan untuk membeli pada saat itu juga dibandingkan melepaskannya dan melakukan pembelian ketika melakukan perjalanan di waktu lain (Bell, Corsten & Knox, 2011). Youn (2000) menyatakan bahwa ada tiga kriteria yang berhubungan dengan unplanned purchase, yaitu (1) respon terhadap stimulus didalam toko, (2) tidak ada pengenalan masalah sebelumnya dan (3) cepatnya pengambilan keputusan.

Stimulus yang ada di dalam sebuah toko juga dapat memicu munculnya needs atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak disadari sebelumnya dan berkeinginan atau memaksa memori untuk melupakan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan sebelumnya. Hal ini menuntun individu untuk membuat keputusan pada saat berada di toko (in-store decision making) atau unplanned purchasing (Inman, Winer, & Ferarro, 2009).


(21)

In-store decision terjadi dikarenakan stimulus yang dijumpai saat perjalanan menuntun individu untuk percaya atau berfikir bahwa mereka memerlukan kategori produk tersebut. Stimulus yang ada lalu akan memunculkan isyarat pengenalan, membantu individu memanggil ingatan bahwa mereka membutuhkan produk tersebut. Stimulus juga akan memicu reaksi afektif. Reaksi afektif yang positif terhadap stimulus yang ada di toko yang lalu akan meningkatkan kemungkinan terjadinya unplanned purchase (Inman, Winer, & Ferarro, 2009).

Meskipun unplanned purchase disebabkan oleh stimulus yang ada di toko, namun unplanned purchase juga disebabkan oleh kondisi yang terjadi sebelum individu masuk kedalam toko. Beatty and Ferrell (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) berfokus pada perbedaan individual dan menemukan bahwa sifat untuk cenderung berperilaku impulsif merupakan pemicu yang signifikan dari perilaku unplanned purchase. Inman, Winer & Ferraro (2009) memprediksi dan menemukan bahwa karakteristik kategori tertentu, seperti hedonistis dan aktivitas individu di dalam toko, seperti jumlah lorong yang ada di toko, dapat meningkatkan unplanned purchase. Menurut Bellenger, Robertson & Hirschman (dalam Baun & Klein, 2003) dalam jangka waktu yang lama, unplanned purchase secara eksplisit dan implisit dipandang sama dengan impulse buying. Namun, impulse buying dipandang sebagai satu-satunya jenis dari unplanned purchase, dan proses kognitif dan afektif menentukan perbedaan antara impulse purchase dan unplanned purchase (Baun & Klein, 2003).


(22)

Bagaimanapun, unplanned purchase dapat saja menghasilkan hasil yang negatif (misalnya, membeli makanan yang tidak sehat, pengeluaran yang berlebihan), jadi beberapa individu memiliki batasan dalam melakukan pembelian unplanned purchase. Dalam beberapa situasi, individu berusaha untuk membatasi dampak dari lingkungan toko dalam keputusan pembelian (Inman, Winer, & Ferarro, 2009).

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara unplanned purchase dan penyesalan pasca pembelian.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu psikologi, khususnya dibidang Psikologi Industri dan Organisasi, terutama mengenai hubungan antara unplanned purchase dan penyesalan pasca pembelian


(23)

2. Manfaat praktis

a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi individu yang sering melakukan pembelian tidak terencana (unplanned purchase) mengenai hubungannya dengan penyesalan pasca pembelian sehingga individu dapat mengontrol perilaku unplanned purchase (pembelian tidak terencana).

b. Bagi individu yang melakukan unplanned purchase (pembelian tidak terencana) untuk mengetahui dampak negatif yang dapat terjadi.

c. Bagi peneliti lain dapat dijadikan referensi dalam melakukan kajian atau penelitian dengan pokok permasalahan yang sama serta sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan langsung dengan penelitian ini.

E. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teori

Bab ini memuat tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat dalam penelitian ini adalah teori mengenai pasca pembelian, penyesalan, unplanned purchase, serta remaja.


(24)

BAB III : Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, rancangan penelitian, alat ukur atau instrumen yang digunakan, uji coba alat ukur dan reliabilitas, prosedur penelitian, dan metode analisa data.

BAB IV : Analisa Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang berkaitan dengan analisis terhadap data dan juga berisi pembahasan mengenai mengapa hipotesa penelitian diterima atau ditolak.

BAB V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini membahas mengenai kesimpulan peneliti mengenai hasil penelitian serta saran penelitian berupa saran metodologis dan saran praktis bagi penelitian selanjutnya.


(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penyesalan pasca pembelian 1. Pasca pembelian

Perilaku pasca pembelianmerupakan reaksi yang ditampilkan oleh individu, reaksi ini memberikan gambaran apakah individu suka atau tidak suka, pilihan, perilaku dan kepuasan yang dirasakan individu terhadap produk. Hal ini menunjukkan apakah motivasi pembelian mereka tercapai atau tidak. Pasca pembelian merupakan tahapan terakhir dari proses pengambilan keputusan (Nasiry & Popescu, 2009).

Perilaku pasca pembelian adalah perasaan yang individu rasakan setelah menggunakan suatu produk, puas atau tidak puas. Menurut Strydom (2000), setelah melakukan pembelian suatu produk, individu akan merasa puas atau tidak puas. Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen & Zao, 2008) proses pasca pembelian sangat fundamental dalam mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil dan sebagai latar belakang pengetahuan untuk pembelian yang akan dilakukan di masa yang akan datang.

Menurut Parasuraman (dalam Lin, 2008) pasca pembelian adalah aksi yang dilakukan oleh individu setelah melakukan perilaku pembelian. Hal ini dapat diukur dengan mengamati (1) transfer (individu memilih


(26)

barang dari merek yang berbeda); (2) devosi atau kesetiaan (individu mau untuk membeli meskipun harganya bertambah mahal atau produk tersebut lebih mahal dibandingkan produk dari merek yang berbeda); (3) respon eksternal (keluhan yang dilakukan individu, respon mereka kepada teman, laporan kepada pihak yang bersankutan); (4) respon internal (respon individu terhadap pekerja atau supervisor ketika menghadapi masalah yg sulit untuk diselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas maka pasca pembelian adalah reaksi atau perasaan yang dirasakan oleh seorang individu setelah melakukan proses pembelian. Berdasarkan reaksi dan perasaan yang dirasakan seorang individu tersebut, dapat dilihat apakah seorang individu merasa puas atau tidak.

2. Penyesalan

Zeelenberg, Beattie, van der Pligt & de Vries (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2006) mendefinisikan penyesalan sebagai hal yang negatif, emosi yang berdasarkan kognitif yang dirasakan saat menyadari atau membayangkan situasi yang sekarang dapat saja lebih baik jika kita mengambil keputusan yang berbeda. Penyesalan adalah emosi yang dirasakan individu saat mereka mulai menyadari bahwa situasi mereka pada saat itu dapat lebih baik apabila mengambil keputusan yang berbeda (Zeelenberg and Pieters, 2004).

Penyesalan juga didefinisikan sebagai emosi yang menunjukkan evaluasi unfavorable dari keputusan yang diambil. Penyesalan merupakan


(27)

perasaan yang tidak menyenangkan, beberapa menyalahkan diri sendiri terhadap apa yang telah terjadi dan adanya keinginan yang besar untuk merubah situasi yang ada (Zeelenberg and Pieters, 2007). Definisi ini menyiratkan bahwa penyesalan dibandingkan dengan bentuk emosi lainnya seperti kecewa atau takut, yang dapat dirasakan pada konteks yang berbeda, hanya keputusan yang berhubungan dengan emosi yang dirasakan pada saat proses perbandingan (Zeelenberg and Pieters, 2007).

Landman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2006) mendefinisikan penyesalan sebagai banyak atau tidaknya keadaan emosional dan kognitif dari perasaan menyesal atas kesialan, batasan, kehilangan, pelanggaran, cela, atau kesalahan. Ini merupakan pengalaman dari emosi yang dirasakan, dapat saja berkisar dari hal yang sukarela sampai hal yang tidak terkontrol dan kecelakaan, yang sebenarnya dapat saja merupakan tindakan yang dikerjakan atau merupakan hal mental yang dilakukan oleh satu orang atau oleh orang lain atau grup; penyesalan dapat saja merupakan kesalahan moral atau legal atau hal yang netral secara moral dan legal.

Dibandingkan dengan perasaan ketidakpuasan, penyesalan adalah respon kognitif yang rasional dan negatif yang disebabkan karena membandingkan hasil yang ada dengan yang lebih baik yang terlewatkan oleh pengambil keputusan. Cooke, Meyvis & Schwartz (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2006) menyatakan penyesalan dirasakan ketika tidak adanya informasi mengenai hasil lebih baik dari produk laindan individu akan


(28)

menunda pembelian kembali setelah menerima informasi pasca pembelian yang dapat saja menyebabkan penyesalan di masa yang akan datang.

Berdasarkan uraian di atas maka penyesalan adalah suatu perasaan atau emosi yang dirasakan oleh seseorang setelah membayangkan bahwa seorang individudapat saja mendapatkan hasil yang lebih baik daripada hasil yang mereka dapatkan.

3. Penyesalan pasca pembelian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah melakukan proses pembelian, individu akan melakukan evaluasi atas proses pembelian yang telah dilakukan. Menurut Tsiros and Mittal (dalam Lee & Cotte, 2009) ketika individu merasa bahwa hasil yang diperoleh dapat saja menghasilkan hasil yang lebih baik apabila individu memilih pilihan yang berbeda, dapat dikatakan individu tersebut mengalami penyesalan. Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009) menyatakan penyesalan yang dirasakan oleh seorang individu dapat saja terhadap hasil dan juga terhadap proses yang telah dilalui dalam proses pembelian.

Post-purchase outcome penyesalan adalah perbandingan dari penilaian terhadap hasil dari produk yang telah dibeli dengan produk yang dapat saja dibeli. Sedangkan post-purchase process penyesalan muncul ketika individu membandingkan proses keputusan yang buruk dengan alternative proses keputusan yang lebih baik (Lee & Cotte, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikatakan Penyesalan pasca pembelian adalah perasaan penyesalan yang dirasakan oleh seorang


(29)

individu terhadap hasil yang diperoleh setelah membeli suatu produk. Perasaan penyesalan ini dapat dirasakan terhadap hasil yang didapat maupun terhadap proses yang telah dilalui. Penyesalan pasca pembelian muncul ketika individu merasa bahwa alternatif lain yang tersedia dapat saja memberikan hasil yang lebih baik.

4. Komponen Penyesalan pasca pembelian

Terdapat dua komponen dari penyesalan pasca pembelian. Kedua dimensi tersebut bersifat multidimensional. Setiap komponen memiliki dua komponen lagi didalamnya. Sehingga komponen penyesalan pasca pembelian tersebut secara keseluruhan memiliki empat komponen (Lee & Cotte, 2009).

a) Outcome regret

1. Regret due to Foregone Alternatives

Ketika mengalami penyesalan yang disebabkan oleh alternatif lain (Foregone Alternatives), mereka merasa penyesalan karena telah memilih satu alternatif dibandingkan alternatif lainnya. Ini merupakan pengertian paling klasik mengenai penyesalan pasca pembelian. Ketika alternatif yang dipilih oleh individu dianggap kurang baik dibandingkan dengan alternatif lainnya yang dapat saja dibeli oleh individu tersebut, individu tersebut dapat dikatakan mengalami “regret due to foregone alternatives” (Lee & Cotte, 2009). Zeelenberg and Pieters (dalam Lee & Cotte, 2009)


(30)

menyatakan penyesalan berhubungan dengan pilihan dan hal yang pasti dari pilihan adalah adanya kemungkinan lain yang dapat saja dipilih dibandingkan dengan produk yang telah dipilih. Individu merasakan penyesalan jika hasil dari alternatif yang lain yang dapat saja dirasakan, lebih baik daripada hasil yang dirasakan.

2. Regret due to a Change in Significance

Regretdue to a Change in Significance disebabkan oleh persepsi individu terhadap berkurangnya kegunaan dari produk dari saat melakukan pembelian sampai pada titik tertentu setelah melakukan pembelian. Ketika seseorang membeli suatu barang, terdapat harapan tertentu dalam penggunaannya. Individu cenderung untuk menilai suatu produk berdasarkan kemampuan produk tersebut untuk memenuhi konsekuensi yang diharapkan. Level ketika produk memenuhi konskuensi yang diharapkan akan bertindak sebagai tanda dalam menentukan apakah produk tersebut berguna untuk dibeli (Lee & Cotte, 2009).

b) Process regret

1. Regret Due to Under-Consideration

Ketika seorang individu merasakan regret due to under-consideration, individu tersebut meragukan proses yang mengarahkan mereka untuk melakukan suatu pembelian. Dengan demikian, ada dua cara bagaimana seseorang dapat merasakan regret due to under-consideration. Pertama,


(31)

individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa gagal untuk menerapkan proses keputusan yang telah mereka rencanakan. Kedua, individu akan merasakan penyesalan jika mereka merasa bahwa mereka kurang memiliki informasi yang dibutuhkan untuk mengambil suatu keputusan yang baik (Lee & Cotte, 2009).

2. Regret Due to Over-Consideration

Selain dikarenakan kurangnya informasi yang dimiliki, terlalu banyak informasi juga dapat menyebabkan seseorang merasakan penyesalan. Hal itulah yang disebut dengan regretdue to over-consideration. Individu akan merasa telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam proses pembelian. Ketika seseorang terlalu banyak melakukan pertimbangan dalam proses keputusan, mereka menyesali telah menerima informasi yang tidak diperlukan yang bisa ataupun tidak mempengaruhi hasil akhir (Lee & Cotte, 2009).

5. Tipe-tipe Penyesalan

Menurut Osei (2009), ada dua tipe penyesalan yang dapat dialami oleh individu, yaitu retrospective dan prospectiveregret.

1. Retrospectiveregret

Ada dua komponen yang biasanya diasosiasikan dengan retrospective regret, yaitu penyesalan terhadap hasil (outcome regret), yaitu berhubungan dengan evaluasi terhadap hasil dari proses pengambilan keputusan dan penyesalan terhadap proses (process regret), yang terjadi


(32)

ketika proses keputusan dianggap tidak baik meskipun menghasilkan hasil yang baik (Zeelenberg and Pieters, 2007).

2. Prospectiveregret

Prospective regret biasanya disebut juga dengan anticipated penyesalan. Anticipatedregret merupakan emosi yang sangat dipengaruhi oleh kognitif yang terkadang juga disebut sebagai “virtual emotion” atau emosi virtual yaitu emosi yang tidak nyata melainkan hanya sebuah prediksi (Frijda, 2004).

Berdasarkan tipe penyesalan yang dijelaskan diatas, dapat dilihat bahwa penyesalan memiliki aspek pandangan kedepan dan juga pandangan kebelakang. Penyesalanterhadap keputusan yang telah diambil yang dianggap unfavorable, namun juga terdapat penyesalan untuk mengantisipasi hasil dimasa akan datang dan dapat membentuk dan membimbing perilaku individu.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Penyesalan

Ada beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi penyesalan yang dirasakan oleh seseorang (Hung, Ku, Liang & Lee, 2005):


(33)

Gilovich and Medvec (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) menyatakan seseorang akan lebih merasakan penyesalan ketika mereka memiliki tanggung jawab yang tinggi terhadap hasil yang dihasilkan.

2. Gender

Menurut Landman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) gender merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi decision penyesalan. Laki-laki dilaporkan memiliki kecenderungan lebih merasakan penyesalan dibandingkan dengan perempuan.

3. Kepribadian

Boninger, Gleicher & Strathman (dalam Hung, Ku, Liang & Lee, 2005) menyatakan kepribadian seseorang juga dianggap faktor signifikan yang menyebabkan seseorang merasakan penyesalan.

B. Unplanned Purchase

Bucklin and Lattin (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menyatakan unplanned purchase adalah suatu pembelian yang tidak secara spesifik direncanakan sebelum berbelanja. Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2007), mendefinisikan unplanned purchase adalah suatu tindakan pembelian yang dilakukan di retail outlet yang berbeda dari yang telah direncanakan individu sebelumnya ketika memasuki retail outlet. Park, Iyer, dan Smith (dalam Bell, Corsten, & Knox, 2011) menyatakan bahwa unplanned purchase terjadi ketika pembeli kurang familier dengan lingkungan tempat belanja.


(34)

Setiap produk yang dibeli seseorang dapat saja telah direncanakan pada level merek (specifically planned), pada level kategori (generally planned) atau tidak direncanakan sama sekali (unplanned). Berdasarkan Point of Purchase Advertising Institute (POPAI) (1995), lebih dari 2/3 dari keputusan pembelian melibatkan pengambilan keputusan yang dilakukan di toko (in-store decision making) (Inman, Winer & Ferraro, 2009).

In-store decision terjadi dikarenakan stimulus yang ditemui saat melakukan perjalanan belanja yang mengarahkan individu untuk percaya atau berfikir bahwa mereka membutuhkan kategori produk tersebut. Faktor-faktor yang meningkatkan kemampuan stimulus untuk memicu kebutuhan yang tidak disadari atau terlupakan akan mengarah pada meningkatnya pengambilan keputusan didalam toko (in-store decision making).

1. Faktor Unplanned purchase

Ada tiga faktor proses berbelanja dalam unplanned purchase. Individu mengevaluasi biaya dan keuntungan dari unplanned purchase dalam sebuah shopping trip yang sesuai dengan (1) kecenderungan individu terhadap perilaku berbelanja (2) lingkungan toko ditempat mereka berada (3) konteks dari shopping trip.

a) Shopper predisposition

1. Demographic Factors. Tingkatan kehidupan keluarga, besarnya keluarga, serta pendapatan keluarga mempengaruhi besarnya


(35)

kemungkinan terjadinya unplanned purchase. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa unplanned purchase meningkat pada wanita, dan pada keluarga yang besar (Inman, Winer, and Ferraro 2009). Keluarga yang baru terbentuk dan keluarga dengan pendapatan yang besar lebih sering melakukan unplanned purchase.

2. Shopping Habits. Rook and Fisher (dalam Bell, Corsten & Knox, 2011) menyatakan bahwa unplanned purchase lebih tinggi pada individu dengan “impulsivity traits” yang kuat. Individu mengumpulkan informasi melalui 2 cara yang berbeda. Individu yang berlangganan koran atau mempelajari tentang iklan sebelum berbelanja dilihat lebih terencana dalam membeli suatu produk.

b) Store environment

Sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Park, Iyer, and Smith (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menunjukkan bahwa seorang individu melakukan lebih banyak unplanned purchase di lingkungan toko yang tidak familier bagi individu karena mereka lebih mudah terpengaruh terhadap stimulus di dalam toko. Briesch, Chintagunta, & Fox (dalam Bell, Corsten, Knox, 2011) menyatakan toko yang memiliki harga yang menguntungkan dan produk dengan model yang beragam dan menarik juga dapat meningkatkan unplanned purchase.


(36)

c) Shopping trip factor

Shopping Trip Antecedents. Waktu yang dihabiskan seorang individu mempengaruhi seberapa banyak produk yang dibeli. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki kecenderungan untuk merencanakan sesuatu, selain itu individu yang berbelanja sendiri lebih jarang melakukan pembelian yang spontan.

Trip Type. Tipe perjalanan (trip type) dapat memprediksi pilihan yang diambil di toko and in-store behavior. “major trips” menyangkut kategori pembelian dimana catatan barang yang akan dibeli merupakan hal yang umum dalam tipe perjalanan ini. “Spontaneous trips” menunjukkan impulsivity dan karena itu dapat lebih menyebabkan unplanned purchase. “quick trips” merupakan perjalanan yang lebih terfokus dan dalam perjalanan ini dapat saja terjadi beberapa pembelian yang tidak terencana. “Multi-store shopping trips” merupakan perjalanan yang terencana dan menyangkut perilaku tertentu (Bell, Corsten, Knox, 2011).

In-Store Factors. Ketika indvidu dapat dengan mudah menemukan suatu produk di dalam toko dan ketika mereka mendapatkan penawaran khusus di sebuah toko, dapat terjadi unplanned purchase yang lebih banyak (Inman, Winer & Ferraro 2009). Semakin banyak waktu yang dihabiskan di sebuah toko, semakin besar kemungkinan terjadinya unplanned purchase (Inman, Winer, and Ferraro 2009).


(37)

Inman, Winer dan Ferarro (2009) menyatakan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi in-store decision making, yaitu category characteristic, consumer characteristic dan consumer activities.

a) Category Characteristics

Coupon usage. Menurut Kahn and Schmittlein (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) niatan untuk menggunakan kupon dirasakan seorang individu sebelum mereka memasuki toko, Dengan demikian memicu pengenalan kebutuhan sebelum melakukan perjalanan berbelanja. Dengan demikian, memiliki kupon menyebabkan individu melakukan pembelian yang terencana.

In-store displays. Pajangan menarik lebih banyak menarik perhatian pengunjung, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya unplanned purchase.

Interpurchase cycle. Individu merasakan pengenalan kebutuhan lebih besar untuk produk yang dibeli secara terus menerus, dan setiap kali individu berbelanja, individu akan cenderung membeli barang yang sudah biasa mereka beli. Posavac, Sanbonmatsu, and Fazio (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) menyatakan aitem-aitem ini merupakan produk-produk yang lebih penting dan dengan demikian lebih mudah diakses oleh memori. Unplanned purchase lebih jarang terjadi pada produk yang dibeli secara terus menerus dan dengan demikian memiliki interpurchase cycle yang lebih pendek.


(38)

Category hedonicity. Barang-barang yang bersifat bersenang-senang (hedonis), seperti kue coklat, memunculkan dampak yang positif dibandingkan dengan barang-barang yang bersifat fungsional dan dengan demikian lebih mungkin untuk memicu penilaian positif terhadap produk tersebut. Dengan demikian, produk yang bersifat hedonis lebih berpengaruh terhadap in-store decision making daripada barang-barang yang bersifat fungsional.

Display interactions. Pengaruh pajangan merupakan faktor yang signifikan dalam memprediksi pemilihan suatu merek. Secara lebih spesifik, pajangan menguntungkan kategori produk yang sering dibeli (memiliki interpurchase cycle yang pendek). Kemungkinan munculnya unplanned purchase meningkat terhadap kategori produk yang dikonsumsi dengan cepat dibandingkan dengan kategori produk yang dikonsumsi lebih lama.

b) Costumer Characteristics

Gender. Perempuan akan lebih terlibat dalam in-store decision making karena wanita cenderung melakukan kegiatan berbelanja peralatan rumah tangga yang lebih sering dan dengan demikian lebih dapat mengenali kebutuhan rumah tangga.

Household size. Semakin besar suatu rumah tangga, semakin banyak pula in-store decision making yang terjadi. Perencanaan menjadi sulit ketika mengidentifikasi dan mengingat kebutuhan dan keinginan setiap anggota keluarga menjadi lebih kompleks. Hal ini akan mengarah kepada lebih


(39)

besarnya kesempatan isyarat di dalam toko memicu memanggil kebutuhan.

Store familiarity. Dalam toko yang asing, individu akan langsung memusatkan perhatian kepada lingkungan sebagai pembelajaran dimana suatu produk tersebut berada, dengan demikian meningkatkan keterbukaan mereka terhadap stimulus didalam toko. Pengetahuan tentang toko membuat individu dapat lebih fokus pada kegiatan berbelanja daripada memperhatikan stimulus-stimulus yang ada di dalam toko. Namun sebaliknya, Schwarz (dalam Inman, Winer dan Ferarro, 2009) menyatakan semakin seseorang mengenal suatu toko, maka individu tersebut akan menggantungkan kegiatan berbelanja dengan stimulus didalam toko untuk mengarahkan apa produk yang dibutuhkan. Oleh sebab itu tidak ada prediksi yang spesifik terhadap Store familiarity.

Shopping with others. memiliki kehadiran orang lain saat berbelanja, khususnya anggota keluarga, akan mengarahkan kepada tingginya pengenalan kebutuhan. Dengan demikian, ketika seseorang berbelanja dengan orang lain akan terlibat dalam in-store decision making yang lebih tinggi daripada ketika berbelanja sendiri.

c) Costumer Activities

Use of a shopping list. Block and Morwitz (1999) menyatakan bahwa penggunakan catatan belanja sebagai bantuan untuk mengingat dalam berbelanja dalan jumlah yang besar dan melaporkan bahwa catatan


(40)

merupakan benda yang berguna untuk membantu individu melakukan pembelian terencana. Thomas and Garland (dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009) menemukan bahwa individu yang memiliki catatan membeli beberapa produk dan menghabiskan uang yang lebih sedikit daripada berbelanja tanpa memiliki catatan.

Number of aisles shopped. Ketika individu telah berbelanja disebuah toko secara keseluruhan, individu menjadi melihat banyak kategori produk dan pajangan yang ada di dalam toko. Oleh sebab itu kemungkinan terjadinya in-store decision making dapat meningkat.

Shopping frequency. Seringnya melakukan kegiatan belanja dapat mengurangi jumlah produk yang dibutuhkan dalam suatu perjalanan dan membuat individu berfikir untuk hanya membeli barang-barang yang diperlukan saja.

Time spent shopping. Dengan membatasi waktu didalam toko, individu akan bergerak dengan cepat dan terfokus pada produk yang telah direncanakan akan dibeli sebelumnya. Hal ini membatasi keterbukaan akan stimulus didalam toko dan juga membatasi jangkauan stimulus didalam toko untuk menghasilkan respon afektif.

Method of payment. Soman (dalam Inman, Winer, Ferraro, 2009) menemukan bahwa individu menghabiskan banyak uang ketika membayar dengan menggunakan kartu kredit dibanding ketika membayar dengan uang tunai, dan hal ini disebabkan karena pembelian-pembelian terhadap produk yang tidak diperlukan.


(41)

3. Dimensi Unplanned purchase

Menurut Coley (2002) terdapat dua dimensi dari unplanned purchase, yaitu:

a) Afektif

Proses afektif mengacu pada keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak, emosi yang positif terhadap pembelian dan pengaturan mood.

1. Keinginan untuk membeli yang tidak dapat ditolak

Keinginan pada individu datang secara tiba-tiba, persisten dan memaksa hingga individu untuk tidak dapat menolak.

2. Emosi yang positif terhadap pembelian

Mengacu pada tingkatan mood yang positif yang dihasilkan dari motivasi untuk memuasan diri.

3. Pengaturan mood

Pembelian termotivasi oleh keinginan individu untuk merubah atau mengatur perasaan atau mood mereka.

b) Kognitif

Mengacu pada struktur mental dan proses dalam berfikir, mengerti, dan menginterpretasi. Adapun komponen-komponennya adalah:


(42)

Dorongan tiba-tiba untuk bertindak tanpa pertimbangan atau evaluasi terhadap konsekwensi.

2. Perencanaan

Kurangnya perencanaan yang baik sebelum melakukan perilaku pembelian.

3. Mengabaikan masa depan

Hasil dari memilih pilihan yang tiba-tiba dengan kurangnya pertimbangan dan perhatian terhadap masa depan.

Proses afektif menghasilkan dorongan dari hasrat dan proses kognitif membuat kehendak atau kontrol diri dan hal ini saling berhubungan.

C. Remaja

Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata latin adolsecre yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah tersebut memiliki arti yang cukup luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1999). Menurut Santrock (1998) masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa remaja memiliki beberapa ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah masa remaja sebagai periode penting, periode peralihan, periode perubahan, masa remaja juga


(43)

sebagai usia bermasalah, usia yang menimbulkan ketakutan, sebagai masa mencari identitas, tidak realistik, dan sebagai ambang masa dewasa.

WHO (dalam Sarwono, 2000) memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

Remaja adalah suatu masa :

1. Individu berkembang dan saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat individu mencapai kematangan seksual.

2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Piaget (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah usia ketika individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, berada dalam tingkatan yang sama dengan orang dewasa, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Menurut Calon (dalam Monks, 2001), masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa transisi atau peralihan, karena remaja belum memperoleh status orang dewasa, tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

Awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13/14 tahun sampai 16/17 tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16/17 tahun sampai


(44)

18, yaitu usia matang secara hukum (Hurlock, 1999). Havighurst (dalam Dacey & Kenny, 1997) mengemukakan 9 (Sembilan) tugas perkembangan pada tahap remaja, yaitu:

1. Menerima perubahan fisik dan menerima peran secara maskulin dan feminim.

2. Membentuk hubungan sebaya dengan laki-laki atau perempuan. 3. Mencapai kebebasan secara emosional dari orang tua.

4. Mulai mempersiapkan diri untuk kebebasan secara ekonomi dari orang tua.

5. Menyeleksi dan mempersiapkan diri dengan sebuah pekerjaan. 6. Membangun kemampuan social dengan serta kompetensi. 7. Memiliki keinginan untuk bertanggung jawab secara sosial. 8. Mempersiapkan diri akan pernikahan dan kehidupan keluarga. 9. Membangun kesadaran yang harmonis dengan lingkungan.

D. Hubungan antara penyesalan pasca pembelian dan unplanned purchase pada remaja

Menurut Lin & Huang (dalam Su, Chen & Zao, 2008) proses pasca pembelian merupakan hal yang fundamental untuk mengevaluasi kualitas dari keputusan yang telah diambil. Evaluasi ini dilakukan sebagai bentuk pembelajaran yang dilakukan individu ketika akan melakukan proses pembelian di masa yang akan datang. Ketika evaluasi yang dilakukan


(45)

menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan harapan, akan muncul penyesalan atau disebut dengan penyesalan pasca pembelian.

Tidak semua keputusan yang diambil oleh individu dirasa benar dan dapat menyebabkan perasaan menyesal (penyesalan) pada individu. Di saat individu menyadari bahwa mereka tidak membutuhkan produk yang mereka beli, hal tersebut juga dapat mengarah pada terjadinya penyesalan (penyesalan) (Nasiry & Popescu, 2009).

Menurut komponen-komponen dari penyesalan pasca pembelian, individu dapat merasakan penyesalan terhadap hasil dari keputusan yang diambil atau dapat juga disebabkan oleh proses pembelian. Penyesalan terhadap proses yang dilalui oleh seorang individu dapat disebabkan karena individu tersebut merasa tidak puas dengan proses yang sudah dilaluinya dalam mengambil keputusan (Lee & Cotte,2009). Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang dimiliki oleh individu tersebut disaat melakukan perilaku pembelian. Sebab, semakin banyak informasi yang diterima, lebih besar kemungkinan penyesalan dapat dicegah (Zeelenberg and Beattie, 1997).

Kurangnya informasi ini dapat berupa informasi terhadap lingkungan tempat individu tersebut berbelanja. Kurangnya informasi terhadap lingkungan toko, membuat seseorang dapat melalukan unplanned purchase (unplanned purchase). Menurut Park, Iyer & Smith (dalam Bell, Corsten, & Knox, 2011) hal ini dikarenakan individu menjadi mudah untuk dipengaruhi oleh stimulus-stimulus yang ada di dalam toko atau


(46)

tempat perbelanjaan. Namun unplanned purchase dapat saja berdampak negatif, misalnya individu menjadi membeli makanan yang tidak sehat atau mengeluarkan biaya berlebihan (Inman, Winer, & Ferarro, 2009). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa hasil negatif yang ditimbulkan oleh unplanned purchase dapat saja menimbulkan perasaan penyesalan pada individu.

Sumartono (2002) menyatakan bahwa perilaku konsumtif sangatlah dominan di kalangan remaja. Hal tersebut dikarenakan secara psikologis, remaja masih berada dalam proses pembentukan jati diri dan sangat sensitif terhadap pengaruh dari luar. Remaja banyak dijadikan target pemasaran berbagai produk industri, karena karakteristik remaja yang cenderung labil dan mudah dipengaruhi sehingga mendorong munculnya berbagai gejala perilaku konsumsi yang tidak wajar seperti membeli suatu barang bukan atas dasar kebutuhannya. Selain itu, ketika mereka membutuhkan sesuatu mereka umumnya tidak melakukan survey terlebih dahulu. Alasan mereka adalah agar mereka tidak terlalu lama dalam memilih barang yang cocok dan sesuai dengan pilihan dan selera mereka (Handayani, 2003)

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya dapat dilihat bahwa remaja umumnya tidak mengumpulkan informasi terlebih dahu sebelum membeli sebuah produk, agar tidak membutuhkan waktu yang lama. Selain itu remaja juga sering membeli produk yang tidak mereka butuhkan sehingga dapat menimbulkan penyesalan.


(47)

4. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesa yang diajukan oleh peneliti adalah “terdapat hubungan antara unplanned purchase dengan penyesalan pasca pembelian pada remaja”


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data, dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000).

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini akan diuraikan pada bab ini yaitu identifikai variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, subjek penelitian, metode pengambilan data dan metode analisis data.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan identifikasi variabel-variabel yang ada pada penelitian ini. Dalam penelitian ini variabel yang terlibat adalah:

1. Variabel Bebas (independent variable) : unplanned purchase

2. Variabel Tergantung (dependent variable) : penyesalan pasca pembelian

B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN 1. Penyesalan pasca pembelian

Penyesalan pasca pembelian adalah perasaan penyesalan yang dirasakan seseorang sebagai hasil dari evaluasi yang dilakukannya terhadap hasil dari


(49)

perilaku pembelian yang telah dilakukan sebelumnya, baik evaluasi terhadap produk ataupun proses yang telah dilaluinya.

Penyesalan pasca pembelian akan diukur dengan menggunakan skala Penyesalan pasca pembelian berdasarkan komponen-komponen penyesalan pasca pembelianyang dikemukakan oleh Lee & Cotte (2009), yaitu :

1. Disebabkan oleh alternative lain (Regret due to Foregone Alternatives) 2. Disebabkan oleh perubahan signifikan yang terjadi (Regret due to a

Change in Significance)

3. Disebabkan oleh kurangnya pertimbangan (Regret Due to Under-Consideration)

4. Disebabkan oleh pertimbangan yang berlebihan (Regret Due to Over-Consideration)

Skor skala Penyesalan pasca pembelian menunjukkan kecenderungan penyesalan pasca pembelian yang dirasakan oleh seseorang setelah melakukan perilaku pembelian. Skor Penyesalan pasca pembelian yang tinggi mengidentifikasikan sesorang mengalami penyesalan pasca pembelian yang tinggi. Sedangkan skor rendah mengindentifikasikan bahwa individu mengalami penyesalan pasca pembelian yang rendah.

2. Unplanned purchase

Unplanned purchase adalah suatu pembelian yang dilakukan oleh seorang individu namun keputusan pembelian tidak direncanakan sebelumnya dan


(50)

keputusan pembelian tersebut dilakukan di tempat perbelanjaan saat melakukan perilaku berbelanja.

Unplanned purchase diukur dengan menggunakan skala Unplanned purchase yang disusun berdasarkan dimensi dari Unplanned purchase yang dikemukakan oleh Coley (2002), yaitu:

1. Afektif 2. Kognitif

Skor dari skala Unplanned purchase menunjukkan kecenderungan seseorang melakukan unplanned purchase. Skor Unplanned purchase yang tinggi mengidentifikasikan seseorang sering melakukan Pembelian tidak terencana. Skor rendah mengidentifikasikan bahwa seseorang jarang melakukan pembelian tidak terencana

C. POPULASI DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL 1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki (Hadi, 2000). Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang setidaknya mempunyai sifat yang sama.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang merupakan penduduk atau individu yang jumlahnya kurang dari populasi (Hadi, 2000). Sampel harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Sampel yang direncanakan dalam penelitian ini adalah remaja yang memiliki karakteristik sesuai dengan populasi.


(51)

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal, baik yang bersifat teoritis maupun praktis, yang bersifat teoritis dimaksudkan untuk memperoleh derajat kecermatan statistik yang maksimal. Adapun pertimbangan yang bersifat praktis didasarkan pada keterbatasan peneliti, antara lain keterbatasan waktu dan dana.

Populasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau keseluruhan populasi, maka peneliti hanya meneliti sebagian dari keseluruhan populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian.

2. Metode Pengambilan Sampel

Metode maupun teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik non probability sampling secara incidental, yaitu setiap anggota populasi tidak mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel. Pemilihan sampel dari populasi didasarkan pada faktor kesediaan dan kemudahan dijumpainya sampel yang sesuai dengan karakteristik tertentu (Hadi, 2000).

Adapun karakteristik sampel dalam penelitian ini adalah :

a. Remaja berusia 18-21 tahun (Monks, 2006) yang sedang berkuliah di Fakultas PsikologiUniversitas Sumatera Utara


(52)

3. Jumlah Sampel Penelitian

Mengenai jumlah sampel tidak ada batasan mengenai berapa jumlah ideal sampel penelitian, seperti yang dikatakan Siegel (1997) bahwa kekuatan tes statistik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah sampel. Jumlah total dalam penelitian 80 orang dan diharapkan dapat mewakili karakteristik dan sifat-sifat populasinya.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan tujuan penelitian dan bentuk data yang akan diambil dan diukur (Hadi, 2000). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi. Skala psikologi merupakan suatu alat yang digunakan dalam suatu penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disipakan dan disusun sedemikian rupa sehingga calon responden hanya tinggal memilih salah satu dari pilihan jawaban yang tersedia. Metode skala berdasarkan self report atau setidak-tidaknya pada pengetahuan atau keyakinan pribadi tentang diri.

Azwar (2009a) mengatakan bahwa karakteristik dari skala psikologi yaitu (a) Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan; (b) Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indicator-indikator perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem, maka skala psikologi selalu banyak berisi aitem-aitem; (c) Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai


(53)

benar atau salah. semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.

Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu Skala Penyesalan pasca pembeliandan Skala Unplanned purchase.

1. Skala Penyesalan pasca pembelian

Skala Penyesalan pasca pembelian disusun berdasarkan komponen-komponen dari konsep Penyesalan pasca pembelian. Untuk mengukur Penyesalan pasca pembelian pada remaja, maka peneliti menggunakan skala Likert. Setiap dimensi diatas akan diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable (mendukung) dan pernyataan unfavorable (tidak mendukung). Setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan empat pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari 4 sampai 1. Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1. Sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable bergerak dari 1 sampai 4, yaitu: SS=1, S=2, TS=3, STS=4.


(54)

Tabel 1

Blue print Skala Penyesalan pasca pembelian(sebelum uji coba)

2. Skala Unplanned purchase

Skala Unplanned purchase disusun berdasarkan berdasarkan dimensi dari Pembelian tidak terencanayang dikemukakan oleh Coley (2002), yaitu:

1. Afektif 2. Kognitif

Model skala Unplanned purchase dibuat berdasarkan model skala Likert. Setiap dimensi diatas akan diuraikan dalam sejumlah pernyataan favorable (mendukung) dan pernyataan unfavorable (tidak mendukung), dimana setiap aitem terdiri dari pernyataan dengan lima pilihan jawaban, yaitu sangat sesuai (SS), sesuai (S), netral (N), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Nilai setiap pilihan bergerak dari 5 sampai 1. Bobot penilaian untuk pernyataan

No Dimensi Penjelasan Item Total

Favorabel Unfavorabel

1. Outcome regret

1. Regret due to foregone alternatives 2. Regret due to a change in significance

1, 12, 24, 31, 40

6, 13, 20, 36, 38

5, 15, 23, 29, 30

3, 11, 22, 32

19

2. Process regret 1. Regret due to under consideration

2. Regret due to over consideration

2, 10, 19, 28, 35

7, 14, 21, 25, 34

8, 16, 17, 26, 33

4, 9, 18, 27, 37, 39

21


(55)

untuk pernyataan unfavorable bergerak dari 1 sampai 5, yaitu: SS=1, S=2, N=3, TS=4, STS=5.

Tabel. 2

Blueprint Skala Unplanned purchase (Sebelum Uji coba)

E. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 1. Uji Validitas

Azwar (2009a) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya uji coba alat ukur adalah untuk melihat sejauh mana alat ukur dapat mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur dan seberapa jauh alat ukur menunjukkan kecermatan pengukuran. Uji coba yang memiliki karakteristik hampir sama dengan karakteristik subjek penelitian.

Untuk mengkaji validitas alat ukur dalam penelitian ini, peneliti melihat

No Dimensi Penjelasan Item Total

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak 2. Emosi positif terhadap pembelian

3. Pengaturan mood

1, 19, 46, 6

17, 23, 43, 2

36, 4, 29, 18

41, 13, 22, 12

7, 25, 33, 27

30, 45, 42, 14

24

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 2. Perencanaan

3. Mengabaikan masa depan

26, 34, 39, 28 40, 15, 21, 32 11, 31, 20, 47

37, 10, 48, 35 24, 8, 44, 5 3, 48, 9, 16

24


(56)

(content validity). Menurut Azwar (2009a) validitas isi bertujuan untuk mengungkap sejauh mana alat ukur layak digunakan untuk mengungkap atribut yang dikehendaki oleh perancang skalanya. Content validity diperoleh melalui pendapat profesional judgment dari dosen pembimbing dan dosen yang memiliki kompetensi dalam bidang yang hendak diteliti (Azwar, 2004).

2. Uji Daya Beda Item

Uji daya beda aitem dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang digunakan dalam analisis item pernyataan ini adalah dengan memilih item-item pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes. Atau dengan kata lain, memilih item pernyataan yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 2009a).

Daya beda aitem pada penelitian ini dilihat dengan menggunakan koefisien korelasi Pearson Product Moment. Prosedur pengujian ini akan menghasilkan koefisien korelasi item total yang dikenal dengan indeks daya beda item pernyataan (Azwar, 2009a) dan prosedur pengujian ini menggunakan taraf signifikansi 5% (p < 0,05). Besarnya koefisien korelasi item total bergerak dari 0 sampai dengan 1,00 dengan nilai positif dan negatif. Semakin baik daya diskriminasi item maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00 (Azwar, 2009a). Batasan nilai indeks daya beda item dalam penelitian ini adalah


(57)

0,3, sehingga setiap item yang memiliki harga kritik ≥ 0,3 sajalah yang akan digunakan dalam pengambilan data yang sebenarnya.

3. Reliabilitas Alat Ukur

Reliabilitas adalah indeks sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Menurut Hadi (2000), reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda. Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien reliabilitas merupakan indikator konsistensi item-item yang dalam menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini sebenarnya mengacu pada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2009a).

Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan pendekatan konsistensi internal yaitu single trial administration yang artinya menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan sekali saja pada sekelompok subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis, dan berefisiensi tinggi (Azwar , 2004). Formula statistika yang digunakan untuk menguji reliabilitas alat ukur adalah alpha Cronbach dengan bantuan komputerisasi dari program SPSS 16.0 for Windows. Batasan penerimaan reliabilitas dianggap memuaskan apabila koefisiennya mencapai sekitar 0,9. Namun tidak ada batasan mutlak yang menunjukkan berapa angka koefisien terendah yang harus dicapai agar suatu pengukuran disebut reliabel (Azwar, 2009b).


(58)

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur

Uji coba skala penyesalan pasca pembelian dan skala unplanned purchase dilakukan terhadap 100 orang mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

a. Skala Penyesalan Pasca Pembelian

Hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian menghasilkan 24 aitem yang diterima dari 40 aitem yang diuji cobakan. Indeks diskriminasi aitem rix ≥ 0,3 dengan koefisiensi reliabilitas rxx= 0.876. Koefisien korelasi item-item yang reliabel berkisar rix = 0,315 hingga rix = 0,570. Distribusi item-item hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelianakan dijelaskan pada tabel 3.

Tabel 3. Distribusi item-item hasil uji coba Skala Penyesalan Pasca Pembelian

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya sebagaimana tertera pada tabel 4.

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Outcome regret

1. Regret due to foregone alternatives

1, 12 5, 23, 30 5 20,00

2. Regret due to a change in significance

6, 13, 20, 36, 38

3, 11, 22, 39 9 36,00

2. Process regret

1. Regret due to under consideration

10, 19 16, 26, 33 5 20,00

2. Regret due to over consideration

14, 21 4, 9, 18, 27 6 24,00


(59)

Tabel 4. Distribusi item-item Skala Penyesalan Pasca Pembelian

b. Skala Unplanned Purchase

Hasil uji coba skala penyesalan pasca pembelian menghasilkan 30 aitem yang diterima dari 48 aitem yang diuji cobakan. Indeks diskriminasi aitem rix ≥ 0,3 dengan koefisiensi reliabilitas rxx= 0.930. Koefisien korelasi item-item yang reliabel berkisar rix = 0,307 hingga rix = 0,766. Distribusi item-item hasil uji coba skala post purchase regret akan dijelaskan pada tabel 5.

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Outcome regret

1. Regret due to foregone alternatives

1, 9 4, 18, 21 5 20,00

2. Regret due to a change in significance

5, 10, 15, 23, 24

2, 8, 17, 25 9 36,00

2. Process regret

1. Regret due to under consideration

7, 14 12, 19, 22 5 20,00

2. Regret due to over consideration

11, 16 3, 6, 13, 20 6 24,00


(60)

Tabel. 5

Distribusi item-item hasil uji coba Skala Unplanned Purchase

Aitem-aitem yang sudah terpilih tersebut disusun kembali letaknya sebagaimana tertera pada tabel 6.

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak

1, 19, 46, 6 13, 22 6 20,00

2. Emosi positif terhadap pembelian

17, 23, 43, 2 7, 33, 27 7 23,4

3. Pengaturan mood 36, 4, 29 30, 45, 14 6 20,00

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 34, 39, 28 35 4 13,3

2. Perencanaan 21, 32 8 3 10,00

3. Mengabaikan masa depan

11, 31, 47 16 4 13,3


(61)

Tabel 6. Distribusi item-item Skala Unplanned Purchase

G. Prosedur Penelitian 1. Persiapan Penelitian a. Persiapan alat ukur

Pada tahapan ini yang dilakukan peneliti adalah membuat alat ukur dan mengujicobakan alat ukur tersebut. Penelitian ini menggunakan dua skala yang disusun oleh peneliti. Skala yang pertama yaitu skala Penyesalanpasca pembelian yang disusun berdasarkan komponen Penyesalan pasca pembelian yang dikemukakan oleh Lee & Cotte (2009). Skala yang kedua yaitu skala Unplanned

No Dimensi Penjelasan Item Total Bobot

(%)

Favorabel Unfavorabel

1. Afektif 1. Keinginan membeli yang tidak dapat ditolak

1, 12, 29, 4 8, 14 6 20,00

2. Emosi positif terhadap pembelian

11, 15, 27, 2 5, 22, 16 7 23,4

3. Pengaturan mood 25, 3, 18 19, 28, 9 6 20,00

2. Kognitif 1. Pertimbangan kognitif 23, 26, 17 24 4 13,3

2. Perencanaan 13, 21 6 3 10,00

3. Mengabaikan masa depan

7, 20, 30 10 4 13,3


(62)

dikemukakan oleh Bell, Corsten, & Knox. Penyusunan skala ini didahului dengan membuat blue-print yang kemudian dilanjutkan dengan operasionalisasi dalam bentuk aitem-aitem pernyataan.

b. Uji coba alat ukur

Uji coba skala penelitian dilakukan berdasarkan waktu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Setelah itu, peneliti mengumpulkan kembali kuesioner yang telah diisi oleh subjek untuk dilakukan analisa.

c. Revisi alat ukur

Setelah dilakukan uji statistik terhadap item-item yang diperoleh pada uji coba penelitan, maka dilakukan beberapa revisi terhadap alat ukur. Beberapa revisi yang dilakukan adalah dengan membuang item yang tidak memiliki daya diskriminasi item di atas 0.3, dan memperbaiki tampilan kuesioner. Kuesioner hasil revisi inilah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

d. Pelaksanaan penelitian

Setelah alat ukur di uji cobakan dan direvisi, maka dilaksanakan penelitian kembali pada sejumlah sampel. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan menggunakan teknik incidental sampling. Peneliti memberikan skala langsung kepada subjek penelitian yang sesuai dengan karakteristik subjek penelitian.

2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua skala terkumpul. Peneliti menggunakan bantuan program aplikasi komputer SPSS for Windows versi 16.0 dalam mengolah data penelitian.


(1)

merasakan penyesalan pasca pembelian yang tinggi dan 56.25 % tidak terklasifikasi.

3. Mean dari skor unplanned purchase secara keseluruhan menunjukkan bahwa unplanned purchase yang dimiliki subjek penelitian berada di atas rata-rata unplanned purchase remaja pada umumnya. Berdasarkan kategorisasi, menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian termasuk kategori rendah yaitu sebesar 27.5%, 21.25% merasakan

unplanned purchase yang tinggi dan 51.25% tidak terklasifikasi.

B. Saran

Dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran–saran ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan studi ilmiah mengenai penyesalan pasca pembelian dan unplanned purchase, serta dapat berguna bagi konsumen. Saran- saran tersebut meliputi:

1. Saran Metodologis

a) Bagi peneliti selanjutnya yang ingin membuat penelitian sejenis diharapkan memilih sampel dengan karakteristik berbeda baik dari segi usia juga dari segi pengeluaran yang dikeluarkan untuk berbelanja serta meningkatkan jumlah sampel penelitian.

b) Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang mengalami penyesalan dengan rentang waktu yang lebih singkat


(2)

dari waktu pengambilan data, sehingga hasilnya lebih maksimal lagi.

2. Saran Praktis

a) Kepada pemasar dapat lebih memperhatikan kondisi lingkungan tempat berbelanja yang dapat menyebabkan unplanned purchase

dan dapat ikut mengurangi munculnya penyesalan. Sebab penyesalan dapat mempengaruhi perilaku pembelian selanjutnya seperti dapat saja berhenti berbelanja di toko tersebut.

b) Kepada konsumen diharapkan dapat lebih berhati-hati terhadap hal-hal yang dapat saja menyebabkan penyesalan, seperti yang telah dijelaskan dipenelitian ini salah satunya ada dengan melakukan unplanned purchase.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2009a). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ---. (2009b). Sikap manusia teori & pengukurannya edisi ke-2. Yogyakarta:

Pustaka Belajar Offset.

---. (2004). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar.

Baun, D., Klein, A. G. (2003). Joy And Surprise As Guides To A Better Understanding Of Impulse Buying Behaviour. European Advances in Consumer Research. Volume 6,Pages 290-299.

Bell, D. R., Corsten, D., & Knox, G. (2011). From Point of Purchase to Path to Purchase: How Preshopping Factors Drive Unplanned Buying. Journal of Marketing, 2, 31-32.

Block, G., & Morwitz, V.G. (1999), “Shopping Lists as an External Memory Aid for Grocery Shopping: Influences on List Writing and List Fulfillment,”

Journal of ConsumerPsychology, 8 (4), 343–75.

Chase, H. W., Camille, N., Michael, A., Bullmore, E. T & Robbins, T. E., Sahakian, B. J. (2010). “Regret and the negative evaluation of decision outcomes in major depression”, Cognitive, Affective, & Behavioral Neuroscience, 10 (3), 406-413.

Coley, A. L. (1999). “Affective And Cognitive Processes Involved In Impulse Buying”, thesis, Faculty of The University of Georgia, University of Georgia, Georgia.

Connolly, T. & Zeelenberg, M. (2002). Regret in decision making. Current Directions in Psychological Science,11, 212–216.

Coricelli, G., Rustichini, A. (2010). “Counterfactual thinking and emotions:regret and envy learning”, Phil. Trans. R. Soc. B, 365, 241–247.

Edwards, W., & Fasolo, B. 2001. Decision technology. Annual Review of Psychology 52: 581–606.

Frijda, N. H. (2004). Emotion and action. In A. S. R. Manstead, N. Frijda, & A. Fischer (Eds.), Feelings and emotions: The Amsterdam symposium (pp. 158–173). Cambridge, England: Cambridge University Press.

Hadi, S. (2000). Metodologi research (jilid 1-4). Yogyakarta: ANDI Yogyakarta. Handayani, N.T. (2003). Perilaku Membeli Pada Remaja. [On-line].


(4)

Hawkins, D. I., Mothersbaugh, D. L., & Best, R.J. (2007). Consumer behavior: Building Marketing Strategy. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc. Hung, S.Y., Ku, Y. C., Liang, T. P., Lee, C. J. (2006). Regret avoidance as a

measure of DSS success: An exploratory study. Decision Support Systems, 42. 2093–2106

Hurlock, E.B. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo (1999). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Inman, J. J., Dyer, J. S., & Jianmin, J. (1997). ”A Generalized Utility Model of Disappointment and Regret Effects on Post-Choice Valuation.” Marketing Science 16 (2): 97 111.

Inman, J. J., Winer, R. S,. & Ferarro, R. (2009). The Interplay Among Category Characteristics, Customer Characteristics, and Customer Activities on In-Store Decision Making. Journal of Marketing, Vol. 73. 19–29

Kahn, B. K., & Schmittlein, D. C. (1992), “The Relationship Between Purchases Made on Promotion and Shopping Trip Behavior,” Journal of Retailing, 68 (Fall), 294–315.

Kotler, P., & Amstrong, G. (1996). Principles of Marketing, 7th edition, Prentice Hall, New Jersey.

Lee, S. H., & Cotte, J. (2009). Post-Purchase Consumer Regret: Conceptualization and Development of the PPCR Scale. Advances in Consumer Research, Volume 36.

Lin, W. B. (2008). Factors Influencing Online and Post-purchase Behavior and Construction of Relevant Models. Journal of Intemational Consumer Marketing. Vol. 20(3-4).

Lina & Rosyid, H.F., (1997). Perilaku konsumtif berdasar Locus of Control Pada Remaja Putri, dalam Jurnal Psikologia No.4 Thn. II 1997.

Monks, F. J. (2006). Psikologi perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasiry, J., & Popescu, I. (2009). The price of consumer regret. Social Science Research Network, 42.

Osei, J. (2009). Shopping in the Presence of Others AND the Role of Regret. Universiteit Maastricht Faculty of Economics & Business Administration. Posavac, S. S., Sanbonmatsu., D. M., & Fazio, R. H. (1997), “Considering the


(5)

Attitude-Decision Consistency,” Journal of Personality and Social Psychology, 72 (2), 253–61.

Santrock. (1998). Life-Span Development Seventh Edition. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.

Sarwono, S. (2000). Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Dacey, J & Kenny, M. (1997). Human development-second edition. United State of America: Times Mirror Higher Education Group Inc.

Segut. (2008). Survei tren dan perilaku remaja: Tampil gaya dan gandrung music

pop. Majalah Marketing. Common/

File.ashx?Id=4790. Tanggal akses 19 maret 2011 pada pukul 10.00 Wib Siegel, S. (1997). Statistik nonparametrik untuk ilmu-ilmu sosial (diterjemahkan

oleh Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Strydom, J.W., Cant, M.C., & Jooste, C.J. (2000). Marketing Management. Fourth Edition. Cape Town: Juta.

Soman, D. (2003), “The Effect of Payment Transparency on Consumption: Quasi-Experiments from the Field,” MarketingLetters, 14 (3), 173–83.

Su, S., Chen, R., Zhao, P. (2008). The Impact of Size of Self-Generated Consideration Set on Post-Choice Regret. Advances in Consumer Research, Volume 35.

Sumartono. (2002). Terperangkap dalam iklan : Meneropong imbas pesan Iklan Televisi. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Taylor, K. (1997), “A Regret Theory Approach to Assessing Consumer Satisfaction,” Marketing Letters, 8 (April), 229–238.

Wrosch, C., & Heckhausen, J. (2002). Perceived control of life regrets: Good for young and bad for old adults. Psychology and Aging, 17, 340–50.

Youn, S.H. (2000). The Dimensional Structure of Consumer Buying Impulsivity: Measurement and Validation. Unpublished doctoral dissertation, University of Minnesota, Minneapolis.

Zeelenberg, M. (1999). Anticipated regret, expected feedback and behavioral decision making. Journal of Behavioral Decision Making 12(2) 93-106.


(6)

Zeelenberg, M. & Pieters, R. (2004). Beyond valence in customer dissatisfaction: A review and new findings on behavioral responses to regret and disappointment in failed services. Journal of Business Research, 57(4), 445.

Zeelenberg, M., W. W. van Dijk, Manstead, A. S. R., van der Pligt, J. (2000). On bad decisions and disconfirmed expectancies: The psychology of regret and disappointment. Cognition and Emotion 14(4) 521-541.

Zeelenberg, M., & Pieters, R. (2007). A Theory of Regret Regulation 1.0. Journal of Consumer Psychology, 17(1), 3-18.

Zeelenberg, M., & J. Beattie. (1997). Consequences of regret aversion 2: additional evidence for effects of feedback on decision making,