RMK Joint Product pada akuntansi biaya

(1)

AB I

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Pada banyak perusahaan manufaktur, suatu proses produksi dihasilkan lebih dari satu jenis produk. Di perusahaan industri minyak bumi misalnya, proses penyulingan minyak mentah dapat menghasilkan bensin, minyak tanah, oli dan lain – lain. Di perusahaan yang memproduksi (potong) daging hewan dapat menghasilkan daging, kulit, dan sebagainya.

Bila dalam suatu proses poduksi dihasilkan lebih dari satu produksi seperti contoh diatas maka produk tersebut disebut produk bersama dan atau produk sampingan. Produk yang dihasilkan akan dinamakan produk bersama atau produk sampingan akan tergantung pada nilai relatif dari produk tersebut.

Persoalan yang timbul akibat dari proses produksi yang sama dihasilkan lebih dari satu jenis produk ialah biaya yang dikeluarkan / dikorbankan untuk semua produk tersebut, disebut biaya bersama (join cost) yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk – produk yang

bersangkutan.

Alokasi dari biaya bersama penting untuk penetuan harga pokok produksi masing – masing produk dan penentuan nilai persediaan produk jadi. Oleh sebab itu, dikemukakan masalah perlakuan produk bersama, produk sampingan yag lebih terfokus pada alokasi biaya bersama yang terjadi.

Rumusan Masalah

Sesuai dengan judul dari makalah ini “JOIN PRODUCT dan BY PRODUCT “ maka yang akan di bahas pada makalah ini adalah :

Apa defenisi produk gabungan dan produk sampingan ? Apa saja ciri-ciri produk gabungan dan produk sampingan ? Apa itu konsep sisa bahan (scrap) ?

Apa itu konsep split off point, separable cost dan joint cost ?

Bagaimana perlakuan Akuntansi untuk produk gabungan dan produk sampingan ? Bagaimana alokasi joint cost ke produk gabungan dan sampingan ?

BAB II ISI

2.1 Defenisi Produk Gabungan dan Produk Sampingan Produk bersama (joint-product)

Produk Bersama adalah beberapa macam produk yang dihasilkan bersama- sama atau serempak dengan menggunakan satu macam atau beberapa macam bahan baku, tenaga kerja dan fasilitas pabrik yang sama dan masukkan (input) tersebut tidak diikuti jejaknya pada setiap macam produk tertentu. Biaya produk bersama bersifat homogen untuk seluruh produk sampai pada titik pisah. Nilai jual dari masing-masing produk bersama relatif sama sehingga tidak ada produk yang dianggap sebagi produk utama dan produk sampingan.

Contoh: Pabrik penyulingan minyak mentah (crude oil) menghasikan minyak siap dikonsumsi berupa minyak gasolin, karosine, minyak diesel (solar), minyak bakar, minyak tanah, dan


(2)

lain-lain.

Produk Sampingan (by-product)

Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat

pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk.

Pembedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk bersama.

Contoh: pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan.

2.2 Ciri-ciri Produk Gabungan dan Produk Sampingan Ciri-ciri Produk Gabungan :

Produk diproses secara bersamaan dan setiap produk mempunyai nilai yang relatif sama antara satu dengan yang lainnya.

Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi. Apabila terjadi peningkatan kualitas untuk satu unit jenis produk yang dihasilkan, maka kualitas yang lain akan bertambah secara proporsional.

Dalam produk bersama dikenal istilah Split Off Point adalah saat dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke masing-masing produk secara individual.

Setelah Split Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah (severable Cost).

Ciri-ciri Produk Sampingan

Dihasilkan bersama dengan produk utama dalam suatu proses atau serangkaian proses tanpa dimaksudkan untuk membuat produk ini.

Nilai penjualan adalah relatif lebih kecil atau tidak berarti, bila dibandingkan dengan produk-produk utama.

Dihasilkan dalam jumlah unit atau kuantitas yang lebih sedikit.

Kadang-kadang memerlukan pengolahan lebih lanjut dan pembungkusan. Produk ini tidak dapat dihasilkan tanpa memproduksi produk-produk utama. 2.3 Konsep Sisa Bahan (scrap)


(3)

Dalam pengolahan produk ntuk melayani pesanan, kemungkinan timbul sisa bahan (scrap material), produk rusak (spoiled product) maupun produk cacat (defective product). Bagi manajemen masalahanya adalah bagaimana dapat menekan timbulnya sisa bahan, produk rusak maupun produk cacat serendah mungkin. Sedangkan dari segi akuntansi timbul masalah untuk memberlakukan biaya maupun penghasilan yang timbul dari sisa bahan, produk rusak maupun produk cacat tersebut, dan bagaimana cara mengendalikannya.

Dalam perusahaan manufaktur dapat timbul sisa bahan dari proses pengolahan produk, yang dimaksud sisa bahan adalah bahan yang tersisa atau bahan yang rusak di dalam proses pengolahan produk atau penyimpanan dan tidak dapat digunakan kembali dalam perusahaan. Penyebab timbulnya sisa bahan dapat karena sifat bahan baku yang diproses atau karena sifat pengolahan produk atau karena bahan baku terlalu lama disimpan.

Misalnya pada perusahaan konfeksi timbul sisa bahan berupa sisa potongan tekstil yang tidak dapat dipakai, dalam perusahaan pembuatan meubel dapat timbul sisa bahan berupa potongan papan yang tidak dapat dipakai. Ditinjau dari dapat dijual atau tidaknya sisa bahan, maka sisa bahan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

Sisa bahan yang tidak laku dijual

Sisa bahan yang tidak laku dijual timbul masalah akuntansi apabila untuk membuang atau memusnahkan sisa bahan diperlukan biaya, misalnya supaya tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup, perlakuan dari biaya tersebut tergantung dari penyebab timbulnya sisa bahan. Apabila sisa bahan terjadi karena pengerjaan pesanan tertentu, biaya pembuangan atau

pemusnahan sisa bahan dapat untuk menambah elemen biaya bahan baku pesanan yang bersangkutan.

Apabila sisa bahan secara normal terjadinya dalam perusahaan biaya tersebut dapat diperlakukan sebagai elemen biaya overhead pabrik sesungguhnya. Maka pada penyusunan budget biaya overhead pabrik awal periode untuk menghitung tarif sudah harus dimasukkan besarnya budget biaya pembuangan atau pemusnahan sisa bahan.

Sisa bahan yang laku dijual

Sisa bahan yang alku dijual menimbulkan masalah akuntansi atas perlakuan hasil penjualan sisa bahan, dalam hal ini dapat digunakan perlakuan hasil penjualan sisa bahan, dalam hal ini dapat digunakan tiga cara perlakuan penghasilan penjualan sisa bahan yang dipengaruhi penyebab timbulnya sisa bahan sebagai berikut.

Apabila timbulnya sisa bahan disebabkan karena pengolahan pesanan tertentu, hasil sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya bahan baku atau pengurang keseluruhan biaya produksi pesanan yang bersangkutan.

Apabila timbulnya sisa bahan sifatnya normal di dalam suatu perusahaan, perlakuan hasil penjualan dapat digunakan cara sebagai berikut.

Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead pabrik yang

sesungguhnya. Apabila metode ini digunakan maka pada awal periode harus ditentukan besarnya budget penghasilan sisa bahan yang akan mengurangi budget biaya overhead pabrik, sehingga tarif biaya overhead pabrik yang dihitung sudah memperhitungkan hasil sisa bahan.

Hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai penghasilan lain-lain. Kasus :

PT Adhi pada bulan Agustus 1981 mengolah 2 macam pesanan yaitu pesanan A-1 sebanyak 200 satuan produk dan Pesanan A-2 sebanyak 100 satuan produk, biaya overhead pabrik dibebankan kepada pesanan berdasarkan tarif sebesar 50% dari biaya tenaga kerja langsung. Biaya untuk


(4)

setiap pesanan sebagai berikut. Elemen Biaya Pesanan A-1 (200 satuan) Pesanan A-2 (100 satuan) Jumlah

Bahan Baku Rp 80.000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 120.000,00

Tenaga Kerja Langsung 60.000,00 40.000,00 100.000,00

Overhead Pabrik = 50% dari BTKL 30.000,00 20.000,00 50.000,00 Rp. 170.000,00 Rp. 100.000,00 Rp. 270.000,00

Dari pengolahan produk ternyata timbul sisa bahan sebanyak 50 kilogram yang tidak laku dijual, untuk memusnahkan sisa bahan tersebut diperlukan biaya Rp. 2.000,00 yang dibayar tunai .

Diminta :

Buat jurnal dan perhitungan harga pokok pesanan baik total maupun satuan apabila semua pesanan sudah selesai dan penyebab sisa bahan sebagai berikut.

Sisa bahan disebabkan pengolahan Pesanan A-2 Sisa bahan terjadi secara normal dalam perusahaan Penyelesaian :

Sisa bahan disebabkan pesanan A-2

Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp. 120.000,00

Barang dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung 100.000,00 Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 50.000,00 Persediaan Bahan Baku Rp.120.000,00

Biaya Gaji dan Upah 100.000,00

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan 50.000,00 (Mencatat pembebanan biaya pada pesanan yang diolah) Barang dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp. 2.000,00 K a s Rp. 2.000,00

(Mencatat biaya pemusnahan sisa bahan dibebankan pada Pesanan A-2) Persediaan Produk Selesai Rp. 272.000,00

Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp. 122.000,00

Barang dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung 100.000,00 Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 50.000,00 (Mencatat harga pokok pesanan yang selesai)

Harga Pokok Satuan = (Jumlah harga pokok pesanan tertentu)/(Jumlah produk pesanan yang bersangkutan)

A-1= (Rp.80.000,00+Rp.60.000,00+Rp.30.000,00)/(200 satuan)=(Rp.170.000,00)/200=Rp.850,00 per satuan

A-2= ((Rp.40.000,00+Rp.2.000,00)+Rp.40.000,00+Rp.20.000,00)/(100 satuan)=(Rp.102.000,00)/100=Rp.1.020,00 per satuan

Sisa bahan sifatnya normal dalam perusahaan


(5)

Barang dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung 100.000,00 Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 50.000,00 Persediaan Bahan Baku Rp. 120.000,00

Biaya Gaji dan Upah 100.000,00

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan 50.000,00 (Mencatat pembebanan biaya pada pesanan yang diolah) Barang dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp. 2.000,00 K a s Rp. 2.000,00

(Mencatat biaya pemusnahan sisa bahan dibebankan pada Pesanan A-2) Persediaan Produk Selesai Rp. 270.000,00

Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Baku Rp. 120.000,00

Barang dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Langsung 100.000,00 Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik 50.000,00 (Mencatat harga pokok pesanan yang selesai)

Harga Pokok Satuan = (Jumlah harga pokok pesanan tertentu)/(Jumlah produk pesanan yang bersangkutan)

A-1= (Rp.80.000,00+Rp.60.000,00+Rp.30.000,00)/(200 satuan)=(Rp.170.000,00)/200=Rp.850,00 per satuan A-2= (Rp.40.000,00+Rp.40.000,00+Rp.20.000,00)/(100 satuan)=(Rp.100.000,00)/100=Rp.1.000,00 per satuan 2.4 Konsep Split off Point, Separable Cost dan Joint Cost Konsep Split Off Point

Pada pembahasan biaya gabungan atau joint cost maka perusahaan dihadapkan pada dua pilihan strategis yang berdampak terhadap perusahaan secara ekonomis. Konsep joint cost ini terjadi pada perusahaan yang menghasilkan joint product. Perusahaan bekerja dan berproduksi secara bersama-sama atau berbarengan dan sampai suatu titik tertentu produk yang hasilkan dipisahkan dan menjadi barang-barang lain yang berbeda. Titik inilah dinamakan sebagai titik pisah batas atau split off point. Pada titik ini produk yang dihasilkan dengan menggunakan joint cost akan menghasikan joint product atau produk bersama. Misalnya pada usaha pemotongan hewan sapi. Sapi yang tadinya joint cost kemudian dipotong atau disembelih oleh abang jagal dan hasilnya menjadi joint product karena daging sapi tadi dipisahkan dalam beberapa produk yaitu daging abon. daging giling, daging dendeng dan daging segar. Masalahnya manakah yang lebih

ekonomis apakah dijual pada saat pemisahan langsung dijual atau produk tadi diolah dahulu baru kemudian dijual. Hal itu amat tergantung pada kondisi produk tersebut pada saat pemisahan, apakah produk tersebut dapat dijual atau tidak pada titik pisah batas.

Separable Cost

Setelah Split Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah (severable Cost).


(6)

Join Cost

Suatu biaya yang dikeluarkan untuk dua macam produk atau lebih yang berlainan. Beberapa macam produk yang dihasilkan dari suatu proses produksi yang sama dengan menggunakan bahan baku yang sama pula.

2.5 Perlakuan Akuntansi untuk Produk Gabungan dan Produk Sampingan Akuntansi Produk Gabungan

Biaya produk bersama dialokasikan ke setiap produk bersama menggunakan metode nilai pasar, rata-rata biaya per satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif.

Metode Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif

Metode ini adalah metode yang sangat populer karena dengan argumennya bahwa harga produk merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual atau nilai pasar yang berbeda. Perbedaan nilai pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang berbeda.

Metode ini berpendapat bahwa jika salah satu produk terjual lebih tinggi daripada yang lainnya, hal itu terjadi karena biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya juga lebih tinggi

dibandingkan produk lain. Jadi dalam metode ini kelangkaan tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan harga jual. Karena asumsi itulah, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama.

Terdapat dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu: Metode nilai pasar saat split-off point

Metode ini digunakan ketika setelah split-off point tidak ada proses produksi lanjutan dan harga jual sudah diketahui pada saat itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing produk sesuai dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk bersama.

Contoh :

PT “ABC” memproduksi 3 macam produk yaitu alfa, beta dan gamma. Biaya bersama yang dikeluarkan selama satu periode adalah sebsar Rp 20.000.000,00. Jumlah produksi dan harga jual masing-masing produk tertera pada table berikut:

Produk Jumlah unit Harga unit Alfa 5.000 Rp 1000

Beta 10.000 Rp 1500 Gamma 7.000 Rp 1300 Penyelesaian :


(7)

Alfa 5.000 1000 5.000.000 22,62% 4.524.000 904,8 Beta 10.000 800 8.000.000 36,20% 7.240.000 724

Gamma 7.000 1300 9.100.000 41,18% 8.236.000 1.176,5 Jumlah 22.100.000 100% 20.000.000

Metode nilai jual hipotesis

Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum dijual (setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam

mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.

Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah pemisahan.

Contoh :

Dengan menggunakan data perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar, diketahui biaya proses lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:

Keterangan Produk Alfa Produk Beta Produk Gamma Unit Produksi 5.000 10.000 7.000

Harga Jual/unit Rp1.000 Rp800 Rp1.300

Biaya Proses lanjutan/unit Rp400 Rp300 Rp500

Produk bersama Hrg jual/ kg Biaya Tmbhan Nilai jualHipotesis* Jmlh Prduk Nilai jual Rasio Alokasi** (20.000.000) HPP /kg

Alfa 1.000 400 600 5.000 3.000.000 22,06% 4.412.000 882,4 Beta 800 300 500 10.000 5.000.000 36,76% 7.352.000 735,2 Gamma 1.300 500 800 7.000 5.600.000 41,18% 8.236.000 1.176,6 13.600.000 100% 20.000.000

*(Harga jual – biaya tambahan) **(rasio x 20.000.000)

Metode rata-rata biaya per satuan

Metode ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai produk atas dasar biaya per unit. Metode ini digunakan jika dari satu proses produksi bersama dihasilkan beberapa produk yang bisa diukur dalam satuan yang sama meskipun dalam kualitas yang berbeda-beda. Perusahaan yang menggunakan metode ini berpendapat bahwa semua produk yang dikerjakan dengan proses yang sama harus menerima bagian yang sebanding dengan total biaya gabungan berdasarkan unit yang diprosuksi. Penentuan biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas masing-masing produk yang dihasilkan.

Contoh :

Suatu perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp 2.000.000/1000)


(8)

Produk Kuantitas Rata-rata biaya per satuan Alokasi biaya bersama Bensin 350 Rp 2.000 Rp 700.000

Pelumas 250 Rp 2.000 Rp 500.000 Minyak Tanah 300 Rp 2.000 Rp 600.000 Solar 100 Rp 2.000 Rp 200.000

Jumlah 1000 Rp 2.000.000 Metode rata-rata tertimbang

Pada banyak industri, metode-metode yang telah dibahas diatas tidak dapat memberika solusi yang memuaskan dalam mengalokasikan biaya bersama karena tidak mempertimbangkan segi kualitas dari suatu produk. Sehingga mucullah metode yang menggunakan bobot sebagai presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada setiap produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk dengan angka penimbang, dan hasilnya digunakan sebagai dasar untuk alokasi.

Contoh :

Dari soal pada metode kedua (metode rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya bersamanya sebagai berikut :

Produk Jumlah produk Angka penimbang Jumlah produk x angka penimbang Alokasi biaya bersama(2.000.000)

Bensin 350 4 1400 Rp 965.517 Pelumas 250 2 500 Rp344.826 Minyak tanah 300 3 900 Rp620.689 Solar 100 1 100 Rp. 68.966

Total 1000 2.900 Rp 2.000.000 Metode unit kuantitatif / satuan fisik

Metode kuantitatif berupaya mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan ukuran tertentu seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya. Jika produk bersama mempunyai ukuran yang berbeda maka harus ditentukan koefisien ekuivalesinya yang digunakan untuk mengubah satuan yang berbeda kedalam satuan yang sama. Metode ini beranggapan bahwa setiap produk dapat diidentifikasi sesuai dengan tingkat pemanfaatan bahan baku dalam ukuran satuan yang sama.

Contoh :

Berikut adalah data produk yang dihasilkan dari satu ton batu bara yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000 :

Produk Kuantitas (pon) Presentase (%) Alokasi Biaya Bersama Kokas 1.200 60% Rp 600.000

Ter Batu Bara 300 15% Rp 150.000 Gas 500 25% Rp 250.000

Jumlah 2.000 100% Rp 1.000.000

Akuntansi Produk Sampingan


(9)

lengkap jika tidak membahas harga pokok produk sampingan. Hal ini dapat dimengerti karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.

Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:

Metode Tanpa Harga Pokok (Non-Cost Methods)

Dalam metode ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya tidak diperhitungkan, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan prduk sampingan sebagai pendapatan atau

pengurang biaya prduksi produk utama. Dalam rangka perhitungan biaya persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri dapat dibebankan ke produk sampingan.

Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan produk sebelum dipisah. Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam:

Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-off point) atau pengakuan atas pendapatan kotor.

Metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut :

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha.

Dalam metode ini pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk sampingan dikurangi dengan returnya, dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar usaha (other income).

Contoh : Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut: Unit Produksi Produk Utama 16.200 unit

Unit Penjualan Produk Utama 13.500 unit Unit Persediaan Awal Produk Utama 500 unit Harga Jual per Unit Rp750

Biaya produksi/unit produk utama Rp500


(10)

Beban Pemasaran dan Administrasi Produk Utama Rp2.925.000

Laporan laba-rugi sebagai berikut:

Penjualan produk utama Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual Rp 8.350.000 Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 Rp 6.750.000-Laba Kotor Rp 3.375.000 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-Laba operasi Rp 450.000 Pendapatan lain-lain :

Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+ Laba sebelum pajak Rp 1.050.000

Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan menambah laba operasi secara langsung.

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan produk utama.

Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama.

Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:

Penjualan Rp 10.125.000 Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000+ Penjualan bersih Rp 10.725.000 Harga Pokok Penjualan :


(11)

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 + Tersedia dijual Rp 8.350.000

Persediaan akhir (3.200 xRp 500) Rp 1.600.000 Rp 6.750.000-Laba Kotor Rp 3.975.000 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-Laba operasi Rp 1.050.000

Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan. Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:

Penjualan Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual Rp 8.350.000 Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -Harga pokok penjualan Rp 6.750.000 Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000

Rp 6.150.000 -Laba Kotor Rp 3.975.000 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -Laba operasi Rp 1.050.000

Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).

Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi. Pada metode ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada total biaya produksi sebesar Rp 8.100.000 sehingga menghasilkan biaya produksi netto sebesar Rp7.500.000. Pegurangan ini menyebabkan biaya per unit rata-rata menjadi Rp464,07 (7.500.000+250.000 : 16.700) Konsekuansinya persediaan akhir sebesar Rp 1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00

Laporan laba rugi akan tampak sebagai berikut :

Penjualan Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500x500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000


(12)

Pendapatan penjualan PS Rp

Rp 7.500.000+ Tersedia dijual Rp 7.750.000 Persediaan akhir (3.200 x 464,07) Rp 1.485.024

Rp 6.264.976 -Laba Kotor Rp 3.860.024 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -Laba operasi Rp 935.024

Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau pengakuan atas pendapatan bersih.

Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.

Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya. Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :

Penjualan/pendapatan produk sampingan Rp xxxxxx Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx

Biaya pemasaran dan biaya administrasi Rp xxxxxx + Rp xxxxxx + Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk Sampingan Rp xxxxxx

Pendapatan bersih produk sampingan inilah yang nantinya akan dimaksukkan pada perhitungan laporan laba-rugi.

Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:

1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain. 2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama. 3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.

4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi. Metode-Metode Harga Pokok (Cost Methods)

Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut. Ada dua metode yang berdasarkan dpada metode harga pokok, yaitu:


(13)

Metode biaya pengganti biasanya digunakan pada perusahaan yang produk sampingannya digunakan sendiri, sehingga tidak perlu membeli bahan dari pemasok luar. Harga pokok yang diperhitungkan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama menjadi lebih rendah.

Contoh:

Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama 700.000 Pendapatan penjualan (9000 x 120) 1.080.000

Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan produk utama 50.000 Biaya pemasaran dan administrasi&umum 100.000

Persediaan akhir produk 1000kg

Misalkan diketahui data sebagai berikut : Laporan laba rugi :

Pendapatan penjualan produk utama Rp 1.080.000 HPP:

Biaya produksi Rp 700.000 Dikurangi: biaya pengganti produk smpingan Rp 50.000 Rp 650.000 Dikurangi: Persediaan akhir (1000kg x Rp65)* Rp

Rp

585.000-Laba bruto Rp 495.000 Biaya pemasaran dan admnstrasi&umum Rp 100.000-Laba bersih sebelum PPh Rp 395.000 *Rp650.000 : 10.000kg = Rp65

Metode pasar

Metode pasar juga disebut dengan metode pembatalan biaya (reversal cost methods). Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi. Tetapi ada seedikit perbedaan yaitu kalau pada metode pertama (metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi) yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar yang dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini berusaha untuk menaksir biaya produk sampingan berdasarkan nilai pasarnya.

Alokasi Joint Cost ke Produk Gabungan dan Sampingan

Alokasi Biaya merupakan pembebanan biaya secara proposional dari biaya tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya. Biaya bersama sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk, oleh karena itu untuk memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.


(14)

Metode Alokasi Biaya

Metode Harga Pasar (NIlai Jual)

Metode harga pasar atau nilai jual merupakan pembebanan biaya bersama atas dasar nilai jual masing-masing produk. Metode harga pasar atau nilai jual paling banyak digunakan karena antara biaya dan nilai jual terdapat hubungan secara langsung, dimana harga jual dari suatu produk lebih banyak ditentukan oleh biaya produksi.

Biaya bersama relatif terhadap biaya produksi lainnya apabila bauran fisik dan keluaran dapat diubah lebih besar atau lebih kecil.

Dengan adanya perubahan tersebut akan menghasilkan total nilai pasar lebih besar atau lebih kecil.

Metode harga jual, terdiri dari 2 :

Harga jual diketahui pada saat titik pisah.

Apabila harga jual diketahui pada saat titik pisah maka biaya bersama dibebankan kepada produk.

Harga jual tidak diketahui pada saat titik pisah.

Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada titk pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual dapat diketahui sebelum dijual. Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis. Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lebih lanjut.

Metode Unit Fisik

Metode unit fisik adalah suatu metode dalam pembebanan biaya bersama kepada produk didasarkan atas unit secara fisik atau output dari suatu produk. Dalam metode unit fisik, unit output dari suatu produk harus diungkapkan dalam bentuk atau satuan yang sama. Satuan dapat berupa volume, bobot, atau ukuran karakteristik lainnya.

Metode Rata-rata per Unit

Metode rata-rata per unit adalah suatu metode dalam mengalokasikan biaya bersama, bahwa seluruh produk yang dihasilkan dari proses produksi bersama harus dibebani suatu nilai secara proposional dari seluruh biaya bersama atau dari besarnya unit yang diproduksi. Metode ini mengabaikan bobot atau nilai jual dari produk terkait, disamping itu semua produk diasumsikan bersifat homogen, artinya masing-masing produk memerlukan biaya yang relatif sama.

Metode Rata-rata Tertimbang

Metode rata-rata tertimbang adalah metode yang dalam mengalokasikan biaya bersama berdasarkan pada unit produksi dan dikalikan dengan faktor penimbang, dan diperoleh jumlah penimbang rata-rata setiap produk dibagi dengan jumlah penimbang rata-rata seluruh


(15)

digunakan. Angka penimbang ini digunakan akibat sulitnya pembuatan produk, pembedaan jam tenaga kerja dipakai waktu yang digunakan untuk menghasilkan tiap jenis produk.

BAB III PENUTUP

Berkembangnya industri akan selalu memunculkan produk-produk baru. Perusahaan akan selalu berusaha menciptakan produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Akibatnya suatu perusahaan tidak hanya memproduksi satu produk tetapi beragam produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini menjadikan masalah baru bagi perusahaan dalam perhitungan akuntansinya. Bersumber dari masalah inilah kalkulasi produk bersama dan produk sampingan menjadi penting untuk dibahas.

Apabila dalam suatu proses poduksi dihasilkan lebih dari satu produksi maka produk tersebut disebut produk bersama dan atau produk sampingan. Produk yang dihasilkan tersebut akan dinamakan produk bersama atau produk sampingan akan tergantung pada nilai relatif dari produk tersebut.

Pembagian produk menjadi produk bersama dan produk sampingan bersumber dari biaya bersama. Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan ataupun secara massa.

tidak ada plus satu tidak ada komentar belum pernah dibagikan Dibagikan kepada publik

https://plus.google.com/101753050095416497726/posts/DVA1wBDGFFj Ariana Albert 18 Jul 2013


(16)

Akuntansi Biaya II

Joint Product dan Joint Cost

Pengertian :

Dalam literatur Cost Accounting, istilah Joint Cost mempunyai 2 pengertian yaitu : 1. Common Cost, yaitu biaya overhead dari seluruh pabrik yang

dalam rangka perhitungan harga pokok dialokasikan ke departemen-departemen yang ada (biaya bergabung).

2. Joint Cost, yaitu biaya produksi bersama yang dikeluarkan dalam proses produksi dan menghasilkan berbagai macam product.

Joint Production Process

Yaitu proses produksi yang menggunakan bahan/input yang sama dan menghasilkan berbagai macam produk yang secara teknis tidak mungkin dihindari, misalnya suatu pabrik minyak disamping menghasilkan minyak juga menghasilkan ampas (produk sampingan), dan sebagainya.

Hasil daripada joint production process adalah “Joint Product”, yang terbagi 2 yaitu :

 Main Product (Produk Utama)

 By Product (Produk Sampingan)

Main product dan by product baru dapat diidentifikasi pada saat titik pemisahan (Split off Point/SOP). Cara membedakan suatu produk sebagai main product atau by product adalah :

1. Jika nilai/sumbangan secara ekonomis yang relatif besar

terhadap hasil penjualan maka produk tersebut disebut “Main Product” dan jika yang terjadi sebaliknya disebut By product. 2. Jika produk tersebut mempunyai akibat yang penting dalam

pengambilan keputusan untuk memproduksi maka produk tersebut adalah “Main Product” dan sebaliknya.

Catatan : Faktor waktu, tempat dan situasi dapat mengubah peranan main product atau by product.


(17)

Biaya produksi yang dikeluarkan sampai dengan titik SOP disebut dengan Joint Cost, sedangkan biaya yang dikeluarkan setelah titik SOP disebut dengan “ Specific Cost/SC” atau “Separable Cost/Processing Cost”. Yang dimaksud dengan Total Cost adalah Joint Cost + Specific Cost. Cost per Unit : Total Product Cost/Unit Produksi.

Apa permasalahan dalam pembahasan Joint Cost ?

Bagaimana cara mengalokasikan joint cost tersebut kepada masing-masing joint product secara individual ?

Secara teoritis masalah ini tidak mungkin dipecahkan/tidak mungkin mengalokasikan biaya-biaya tersebut kepada masing-masing produk , ini dikarenakan joint cost tidak mempunyai hubungan kausal/sebab akibat dengan joint product secara individual.

Ada 4 Metode Mengalokasikan Joint Cost, yaitu : (a) Physical Units Allocation Method

(b) Relative Sales Value at Split Off Point Method (c) Net Realizable Value at Split Off Point Method

(d) The Constant Gross Profit Percentage Allocation Method Physical Units Allocation Method

(Metode Perbandingan Kuantitas/Fisik)

Atau physical measure method atau units of output method, yang mana joint cost dialokasikan berdasarkan proporsi relatifnya pada titik pisah dengan menggunakan ukuran phisik yang umum seperti kg, liter, unit dan

sebagainya.Metode ini menghasilkan joint cost per unit yang sama untuk setiap hasil daripada joint product.

RELATIVE SALES VALUE AT SPLIT OFF POINT

Yaitu alokasi joint cost didasarkan pada harga jual pada saat titik SOP, dengan

demikian biaya Joint Cost dialokasikan secara proporsional dengan kemampuan relatif untuk menghasilkan pendapatan yang dapat diidentifikasi ke produk individual.

NET REALIZABLE AT SPLIT OFF POINT

(Metode Taksiran nilai bersih yang dapat direalisasi pada saat titik SOP). Metode ini mengalokasikan joint cost berdasarkan taksiran nilai relatif yang dapat direalisasi atau ramalan nilai penjualan akhir dalam usaha normal dikurangi dengan ramalan biaya produksi (processing cost) dan biaya pemasarannya.

THE CONSTANT GROSS PROFIT PERCENTAGE ALLOCATION METHOD

Metode ini mengalokasikan joint cost berdasarkan gross profit ratio yang sama dan berlaku untuk masing-masing produk.

Metode ini menggunakan konsep : Sales – COGS = Gross Profit, sedangkan unsur COGS merupakan total product cost yaitu Joint Cost ditambah dengan Processing Cost.


(18)

Pengalokasian Joint Cost kepada masing-masing joint product sangatlah penting dan perlu, karena perusahaan membutuhkannya untuk menetapkan besarnya harga pokok produksi dari produk-produk yang telah dihasilkan tersebut. Oleh sebab itu dalam praktek kita sering jumpai metode

pengalokasian yang bersifat artifisial/semu artinya metode yang asing dengan lainnya hasilnya berbeda.

Harga Pokok produksi diperlukan untuk :

Menetapkan harga jual (dalam Income Statement)

Menetapkan besarnya persediaan barang jadi (dalam Balance Sheet).

Sumber :

http://meiputribersama.blogspot.com/2012/03/joint-product-joint-

cost.html

Biaya Bersama

Harga Pokok Bersama dan Produk Sampingan Pengertian :

Biaya bersama/biaya bergabung (common cost) dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama (joint overhead cost) yang harus dialokasikan ke berbagai

departemen baik dalam perusahaan yang operasinya berdasarkan pesanan (job order) maupun yang operasinya bersifat kontinyu.

Biaya produk bersama (joint product cost), yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat di mana berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya bersama ini terdiri dari biaya bahan baku , biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

1. Joint Cost (Biaya Produk Bersama) ialah : Biaya sejak awal proses, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya

overhead pabrik,yang dikeluarkan untuk mengelola beberapa jenis produk 2. Joint Product (Produk Bersama) ialah : Dua atau lebih jenis produk yang diproduksi secara bersama-sama dalam satu rangkaian proses produksi dan masing-masing produk mempunyai harga jual yang relatif sama. 3. By Product (Produk Sampingan) ialah : Produk yang diproduksi

bersama-sama dengan produk lain, tetapi mempunyai harga jual yang relatif rendah dari produk lainnya. Dengan demikian dasar pembedaan antara produk utama dengan produk sampingan adalah harga jual


(19)

4. Co-Product (Ko-Produk) ialah : Dua atau lebih jenis produk yang diproses pada waktu yang sama, tetapi baik proses maupun bahan bakunya

berbeda. Produk Sampingan :

Untuk pencatatan produk sampingan terdapat 2 (dua) Metode sebagai berikut: 1. Metode yang hanya melakukan pencatatan terhadap hasil

penjualan produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok/Non Cost Methode).

2. Metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk sampingan (metode harga pokok/Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan.

Metode Tanpa Harga Pokok

Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk sampingan :

 Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain.

 Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.

 Penjualan produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok

penjualan

 Hasil penjulan produk sampingan dikurangkan ke total biaya produksi (metode nilai pasar/reversal cost method). Dalam metode ini, yang dikurangkan ke total biaya produksi bukan harga jual seperti metode sebelumnya, tetapi taksiran/nilai jual produk sampingan.

Produk Bersama

Masalah akuntansi dalam produk bersama ialah masalah pembebanan biaya produksi ke masing-masing produk yang dihasilkan. Dalam hal ini terdapat beberapa metode untuk mengalokasikan biaya bersama ke masing-masing produk, sebagai berikut :


(20)

1 Metode satuan pisik

2 Metode rata-rata biaya per satuan 3 Metode nilai juial relatif

Contoh : 1

PT Niar selama tahun 20XX mengeluarkan biaya-biaya produksi sebesar Rp

6.000.000,00. Dengan biaya produksi tersebut selama tahun 20XX, dihasilkan produk bersama, sebagai berikut :

No Jenis Produk Jumlah Produk Harga Jual Satuan Pemakaian BahanBaku

1 A 3.000 Rp 1.250,00 2.400 Kg

2 B 2.000 Rp 1.200,00 1.200 Kg

3 C 1.500 Rp 700,00 800 Kg

4 D 3.500 Rp 800,00 3.600 Kg

Diminta : Hitungkah Harga Pokok Produksi untuk tiap-tiap jenis produk, seperti metode tersebut di atas !

Contoh : 2

PT Yuniar selama tahun 20XX mengeluarkan biaya-biaya produksi sebesar Rp 6.000.000,00. Dengan biaya produksi tersebut selama tahun 20XX, dihasilkan data produksi dan data akuntansi, sebagai berikut :

1. Produk utama 4.000 unit, harga jual Rp 2.250,00 per unit, hanya terjual 3.800 unit

2. Produk sampingan 800 unit, harga jual Rp 550,00 per unit, terjual habis.

3. Biaya Penjualan Rp 1.250.000,00

4. Biaya Umum & Administrasi Rp 750.000,00 Diminta :

1. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain.

2. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah hasil penjualan produk utama.

3. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang Harga Pokok Penjualan.


(21)

4. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi.

5. Nilai jual produk sampingan mengurangi total biaya produksi: Dalam hal ini produk sampingan nilai jualnya ditaksir Rp

640.000,00 dengan laba kotor ditaksir 10%, biaya penjualan 5% sedangkan biaya pengolahan produk sampingan setelah titik pisah ditaksir sebesar Rp 60.000,00.

Cost Accounting-Joint Cost Productions

Produk Gabungan (joint product) dihasilkan secara simultan melalui suatu proses atau serentetan proses umum, dimana setiap produk yang dihasilkan dari proses tsb memiliki lebih dari sekedar nilai nominal.

Titik pisah batas (split off) didefinisikan sbg titik dimana produk2 tsb dapat dipisahkan sbg unit2 individual. Sebelum titik tersebut, produk-produk tadi masih dalam satu

kesatuan homogen.

Metode Alokasi Biaya Produksi Bersama ke Produk Gabungan Biaya produk gabungan (terjadi sebelum titik pisah-batas), dapat di alokasikan ke produk gabungan menggunakan salah satu metode berikut:

1. Metode harga pasar, berdasarkan harga pasar relatif dari produk individual.

2. Metode biaya rata-rata per unit.

3. Metode rata-rata tertimbang, berdasarkan pada faktor pembobotan yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Metode unit kuantitatif,berdasarkan pada ukuran fisik unit seperti berat, ukuran linear, atau volume.

1.) Metode Harga Pasar

Pendukung metode harga pasar sering kali berpendapat bahwa harga pasar dari produk apa pun sampai batas tertentu merupakan manifestasi dari biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya.

Produk gabungan yang Dapat Dijual pada Titik Pisah-batas.

Metode harga pasar mengalokasikan biaya gabungan berdasarkan harga pasar relatif dari produk gabungan. Metode ini menggunakan total harga pasar dari setiap produk, yaitu jumlah unit yang di produksi dikalikan dengan harga jual per unit.

Untuk mengilustrasikan hal ini, asumsikan produk gabungan A, B, C, dan D diproduksi dengan biaya gabungan sebesar $120.000. kuantitas yang diproduksi adalah:


(22)

B 15.000 unit C 10.000 unit D 15.000 unit

Produk A dijual seharga $0,25; B, seharga $3; C, seharga $3.5; dan D, seharga $5

Harga ini merupakan harga pasar dari produk tersebut pada titik pisah batas. Dengan kata lain, produk tsb dapat dijual pada titik tsb.

Alokasi biaya gabungan dihitung sbb:

Prod

uk Unit Produk si Harga Pasar per Unit pada Titik Pisah-Batas Total Harga Pasar Rasio Nilai Produk terhadap Total Harga Pasar* Pembagian Biaya Produksi Gabungan* * A B C D 20.000 15.000 10.000 15.000 $0.25 3.00 3.50 5.00 $ 5.000 45.0000 35.000 75.000 3.125% 28.125% 21..875% 46.875% 3.750 33.750 26.250 56.250

Total 60.000 160.000 100% 120.000

*5.000/160.000x100% (produk A) **3.125%x120.000 (produk A)

Produk Gabungan yang Tidak Dapat Dijual pada Titik Pisah-Batas.

Produk yang tidak dapat dijual di titik pisah batas, dan oleh karena itu tidak memiliki harga pasar, memerlukan pemrosesan tambahan sebelum dapat dijual. Dalam kasus semacam itu, dasar untuk mengalokasikan biaya gabungan adalah HARGA

HIPOTESIS pada titik pisah batas. Untuk mengilustrasikan alokasi ini, asumsi berikut ini ditambahkan ke contoh sebelumnya.

Produk Harga Pasar Per

Unit Biaya Pemrosesan Lebih Lanjut (Setelah Titik Pisah-Batas) A B C D $0.50 5.00 4.50 8.00 $ 2.000 10.000 10.000 28.000

Untuk memperoleh dasar alokasi, biaya pemrosesan lebih lanjut dikurangkan dari harga pasar final untuk mendapatkan harga hipotesis. Beban pemasaran dan beban administratif yang dapat ditelusuri langsung ke produk tertentu, serta estimasi untuk laba juga harus dikurangi jika jumlahnya berbeda secara proporsional untuk


(23)

produk gabungan yang berbeda. Tabel berikut ini mengindikasikan langkah-langkah yang harus diambil:

Prod

uk Harga Pas ar Fina l Per Unit Unit Produ ksi Harg a Pasa r Final Biaya Pemros esan (Stlh Titik Pisah-Batas) Harga Pasar Hipote sis* Pembagi an Biaya Produksi Gabunga n** Total Biaya Produ ksi Persenta se Total Biaya Produksi *** A B C D $0.5 0 5.00 4.50 8.00 20.000 15.000 10.000 15.000 $ 10.00 0 75.00 0 45.00 0 120.0 00 2.000 10.000 10.000 28.000 8.000 65.000 35.000 92.000 4.800 39.000 21.000 55.200 6.800 49.000 31.000 83.200 68.0 65.3 68.8 69.3 Total 250.

000 50.000 200.000 120.000 170.000 68.0

*Hrg pasar hipotesis = Hrg pasar final – Biaya Pemrosesan (stlh titik pisah-batas)

**pembagian b.produksi gbgn = (hrg pasar hipotesis/jmlh hrg pasar hipotesis) x total biaya produksi gabungan.

Atau

Persentase untuk mengalokasikan biaya produksi gabungan: Total biaya produksi gabungan/Total harga pasar

hipotesis=120.000/200.000=60%xharga pasar hipotesis=alokasi biaya gabungan

***Persentase biaya produksi dihitung dengan membagi total biaya produksi dg harga pasar final

2.) Metode Biaya Rata-Rata Per Unit

Metode biaya rata-rata per unit berusaha untuk mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan sedemikian rupa sehingga setiap produk menerima alokasi biaya gabungan per unit dalam jumlah yang sama, yang disebut sebagai biaya rata-rata per unit. Biaya rata-rata per unit diperoleh dengan cara membagi total biaya produksi gabungan dengan total jumlah unit yang diproduksi. Dengan menggunakan angka-angka dari contoh untuk harga pasar, metode biaya rata-rata per unit dapat dikelompokkan sbg berikut:


(24)

= 120.000/60.000 = $2 per unit

Produk Unit Produksi Pembagian Biaya

Produksi Gabungan A B C D 20.000 15.000 10.000 15.000 40.000 30.000 20.000 30.000 60.000 120.000

3.) Metode Rata-Rata Tertimbang

Dalam beberapa kasus, metode rata-rata per unit tidak memberikan jawaban yang memuaskan atas masalah alokasi biaya gabungan, karena unit-unit indivudual dari berbagai produk gabungan berbeda secara signifikan. Dalam kasus semacam itu, faktor pembobotan yang telah ditentukan sebelumnya dapat diberikan ke setiap unit.

Untuk tujuan ilustrasi, asumsikan faktor pembobotan yang dibebankan ke keempat produk di contoh sebelumnya adalah sebagai berikut:

Produk A-3 point Produk B-12 point Produk C-13.5 point Produk D-15 point

Menggunakan data dari contoh sebelumnya, alokasi biaya gabungan diilustrasikan sbg berikut:

Produk Unit Produksi x Poin Rata2 Tertimbang Biaya per Unit*

Pembagia n B. Produksi Gbgn A B C D 20.000 15.000 10.000 15.000 3 12 13.5 15 60.000 180.000 135.000 225.000 $0.20 0,20 0.20 0.20 12.000 36.000 27.000 45.000

60.000 600.000 120.000

*total biaya gabungan/total rata2 tertimbang = 120.000/600.000 = 0.2 per unit

http://materiakuntansiniar.blogspot.co.id/2014/12/akuntansi-biaya-ii.html


(1)

4. Co-Product (Ko-Produk) ialah : Dua atau lebih jenis produk yang diproses pada waktu yang sama, tetapi baik proses maupun bahan bakunya

berbeda. Produk Sampingan :

Untuk pencatatan produk sampingan terdapat 2 (dua) Metode sebagai berikut: 1. Metode yang hanya melakukan pencatatan terhadap hasil

penjualan produk sampingan, tanpa menghitung harga pokok produk sampingan tersebut (metode tanpa harga pokok/Non Cost Methode).

2. Metode yang membebankan biaya-biaya produksi ke produk utama dan produk sampingan (metode harga pokok/Cost Method). Dalam metode ini biaya-biaya produksi dialokasikan baik ke produk utama maupun produk sampingan.

Metode Tanpa Harga Pokok

Dalam metode ini terdapat beberapa cara perlakuan terhadap hasil penjualan produk sampingan :

 Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain.

 Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai tambahan terhadap hasil penjualan produk utama. Dengan demikian dalam cara ini pendapatan usaha bertambah.

 Penjualan produk sampingan diperlakukan mengurangi harga pokok penjualan

 Hasil penjulan produk sampingan dikurangkan ke total biaya produksi (metode nilai pasar/reversal cost method). Dalam metode ini, yang dikurangkan ke total biaya produksi bukan harga jual seperti metode sebelumnya, tetapi taksiran/nilai jual produk sampingan.

Produk Bersama

Masalah akuntansi dalam produk bersama ialah masalah pembebanan biaya produksi ke masing-masing produk yang dihasilkan. Dalam hal ini terdapat beberapa metode untuk mengalokasikan biaya bersama ke masing-masing produk, sebagai berikut :


(2)

1 Metode satuan pisik

2 Metode rata-rata biaya per satuan 3 Metode nilai juial relatif

Contoh : 1

PT Niar selama tahun 20XX mengeluarkan biaya-biaya produksi sebesar Rp

6.000.000,00. Dengan biaya produksi tersebut selama tahun 20XX, dihasilkan produk bersama, sebagai berikut :

No Jenis Produk Jumlah Produk Harga Jual Satuan Pemakaian BahanBaku

1 A 3.000 Rp 1.250,00 2.400 Kg

2 B 2.000 Rp 1.200,00 1.200 Kg

3 C 1.500 Rp 700,00 800 Kg

4 D 3.500 Rp 800,00 3.600 Kg

Diminta : Hitungkah Harga Pokok Produksi untuk tiap-tiap jenis produk, seperti metode tersebut di atas !

Contoh : 2

PT Yuniar selama tahun 20XX mengeluarkan biaya-biaya produksi sebesar Rp 6.000.000,00. Dengan biaya produksi tersebut selama tahun 20XX, dihasilkan data produksi dan data akuntansi, sebagai berikut :

1. Produk utama 4.000 unit, harga jual Rp 2.250,00 per unit, hanya terjual 3.800 unit

2. Produk sampingan 800 unit, harga jual Rp 550,00 per unit, terjual habis.

3. Biaya Penjualan Rp 1.250.000,00

4. Biaya Umum & Administrasi Rp 750.000,00 Diminta :

1. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pendapatan lain-lain.

2. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai penambah hasil penjualan produk utama.

3. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang Harga Pokok Penjualan.


(3)

4. Hasil penjualan produk sampingan diperlakukan sebagai pengurang total biaya produksi.

5. Nilai jual produk sampingan mengurangi total biaya produksi: Dalam hal ini produk sampingan nilai jualnya ditaksir Rp

640.000,00 dengan laba kotor ditaksir 10%, biaya penjualan 5% sedangkan biaya pengolahan produk sampingan setelah titik pisah ditaksir sebesar Rp 60.000,00.

Cost Accounting-Joint Cost Productions

Produk Gabungan (joint product) dihasilkan secara simultan melalui suatu proses atau serentetan proses umum, dimana setiap produk yang dihasilkan dari proses tsb memiliki lebih dari sekedar nilai nominal.

Titik pisah batas (split off) didefinisikan sbg titik dimana produk2 tsb dapat dipisahkan sbg unit2 individual. Sebelum titik tersebut, produk-produk tadi masih dalam satu

kesatuan homogen.

Metode Alokasi Biaya Produksi Bersama ke Produk Gabungan Biaya produk gabungan (terjadi sebelum titik pisah-batas), dapat di alokasikan ke produk gabungan menggunakan salah satu metode berikut:

1. Metode harga pasar, berdasarkan harga pasar relatif dari produk individual.

2. Metode biaya rata-rata per unit.

3. Metode rata-rata tertimbang, berdasarkan pada faktor pembobotan yang telah ditentukan sebelumnya.

4. Metode unit kuantitatif,berdasarkan pada ukuran fisik unit seperti berat, ukuran linear, atau volume.

1.) Metode Harga Pasar

Pendukung metode harga pasar sering kali berpendapat bahwa harga pasar dari produk apa pun sampai batas tertentu merupakan manifestasi dari biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya.

Produk gabungan yang Dapat Dijual pada Titik Pisah-batas.

Metode harga pasar mengalokasikan biaya gabungan berdasarkan harga pasar relatif dari produk gabungan. Metode ini menggunakan total harga pasar dari setiap produk, yaitu jumlah unit yang di produksi dikalikan dengan harga jual per unit.

Untuk mengilustrasikan hal ini, asumsikan produk gabungan A, B, C, dan D diproduksi dengan biaya gabungan sebesar $120.000. kuantitas yang diproduksi adalah:


(4)

B 15.000 unit C 10.000 unit D 15.000 unit

Produk A dijual seharga $0,25; B, seharga $3; C, seharga $3.5; dan D, seharga $5

Harga ini merupakan harga pasar dari produk tersebut pada titik pisah batas. Dengan kata lain, produk tsb dapat dijual pada titik tsb.

Alokasi biaya gabungan dihitung sbb: Prod

uk Unit Produk si

Harga Pasar per Unit pada Titik Pisah-Batas

Total Harga Pasar

Rasio Nilai Produk terhadap Total Harga Pasar*

Pembagian Biaya

Produksi Gabungan* *

A B C D

20.000 15.000 10.000 15.000

$0.25 3.00 3.50 5.00

$ 5.000 45.0000 35.000 75.000

3.125% 28.125% 21..875% 46.875%

3.750 33.750 26.250 56.250

Total 60.000 160.000 100% 120.000

*5.000/160.000x100% (produk A) **3.125%x120.000 (produk A)

Produk Gabungan yang Tidak Dapat Dijual pada Titik Pisah-Batas.

Produk yang tidak dapat dijual di titik pisah batas, dan oleh karena itu tidak memiliki harga pasar, memerlukan pemrosesan tambahan sebelum dapat dijual. Dalam kasus semacam itu, dasar untuk mengalokasikan biaya gabungan adalah HARGA

HIPOTESIS pada titik pisah batas. Untuk mengilustrasikan alokasi ini, asumsi berikut ini ditambahkan ke contoh sebelumnya.

Produk Harga Pasar Per

Unit Biaya Pemrosesan Lebih Lanjut (Setelah Titik Pisah-Batas)

A B C D

$0.50 5.00 4.50 8.00

$ 2.000 10.000 10.000 28.000

Untuk memperoleh dasar alokasi, biaya pemrosesan lebih lanjut dikurangkan dari harga pasar final untuk mendapatkan harga hipotesis. Beban pemasaran dan beban administratif yang dapat ditelusuri langsung ke produk tertentu, serta estimasi untuk laba juga harus dikurangi jika jumlahnya berbeda secara proporsional untuk


(5)

produk gabungan yang berbeda. Tabel berikut ini mengindikasikan langkah-langkah yang harus diambil:

Prod

uk Harga Pas ar Fina l Per Unit Unit Produ ksi Harg a Pasa r Final Biaya Pemros esan (Stlh Titik Pisah-Batas) Harga Pasar Hipote sis* Pembagi an Biaya Produksi Gabunga n** Total Biaya Produ ksi Persenta se Total Biaya Produksi *** A B C D $0.5 0 5.00 4.50 8.00 20.000 15.000 10.000 15.000 $ 10.00 0 75.00 0 45.00 0 120.0 00 2.000 10.000 10.000 28.000 8.000 65.000 35.000 92.000 4.800 39.000 21.000 55.200 6.800 49.000 31.000 83.200 68.0 65.3 68.8 69.3 Total 250.

000 50.000 200.000 120.000 170.000 68.0

*Hrg pasar hipotesis = Hrg pasar final – Biaya Pemrosesan (stlh titik pisah-batas)

**pembagian b.produksi gbgn = (hrg pasar hipotesis/jmlh hrg pasar hipotesis) x total biaya produksi gabungan.

Atau

Persentase untuk mengalokasikan biaya produksi gabungan: Total biaya produksi gabungan/Total harga pasar

hipotesis=120.000/200.000=60%xharga pasar hipotesis=alokasi biaya gabungan

***Persentase biaya produksi dihitung dengan membagi total biaya produksi dg harga pasar final

2.) Metode Biaya Rata-Rata Per Unit

Metode biaya rata-rata per unit berusaha untuk mengalokasikan biaya gabungan ke produk gabungan sedemikian rupa sehingga setiap produk menerima alokasi biaya gabungan per unit dalam jumlah yang sama, yang disebut sebagai biaya rata-rata per unit. Biaya rata-rata per unit diperoleh dengan cara membagi total biaya produksi gabungan dengan total jumlah unit yang diproduksi. Dengan menggunakan angka-angka dari contoh untuk harga pasar, metode biaya rata-rata per unit dapat dikelompokkan sbg berikut:


(6)

= 120.000/60.000 = $2 per unit

Produk Unit Produksi Pembagian Biaya

Produksi Gabungan A

B C D

20.000 15.000 10.000 15.000

40.000 30.000 20.000 30.000

60.000 120.000

3.) Metode Rata-Rata Tertimbang

Dalam beberapa kasus, metode rata-rata per unit tidak memberikan jawaban yang memuaskan atas masalah alokasi biaya gabungan, karena unit-unit indivudual dari berbagai produk gabungan berbeda secara signifikan. Dalam kasus semacam itu, faktor pembobotan yang telah ditentukan sebelumnya dapat diberikan ke setiap unit.

Untuk tujuan ilustrasi, asumsikan faktor pembobotan yang dibebankan ke keempat produk di contoh sebelumnya adalah sebagai berikut:

Produk A-3 point Produk B-12 point Produk C-13.5 point Produk D-15 point

Menggunakan data dari contoh sebelumnya, alokasi biaya gabungan diilustrasikan sbg berikut:

Produk Unit Produksi x Poin Rata2 Tertimbang Biaya per Unit*

Pembagia n B.

Produksi Gbgn A

B C D

20.000 15.000 10.000 15.000

3 12 13.5 15

60.000 180.000 135.000 225.000

$0.20 0,20 0.20 0.20

12.000 36.000 27.000 45.000

60.000 600.000 120.000

*total biaya gabungan/total rata2 tertimbang = 120.000/600.000 = 0.2 per unit

http://materiakuntansiniar.blogspot.co.id/2014/12/akuntansi-biaya-ii.html Posted 8th March by Yuniar ayu