MATERIAL ( 14 Files ) 114 r d safitri

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2015

Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Struktur Mikro Konstanta dan
Dielektrik BariumTitanat (BaTiO3) Menggunakan Metode
Coprecipitation
R. D. SAFITRI1), Y. SUBARWANTI1), A. SUPRIYANTO2,*), A. JAMALUDIN3), Y. IRIANI2)
1) Pascasarjana Jurusan Ilmu Fisika Universitas Sebelas Maret.
2) Jurusan Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret.
3)Program Studi Fisika FKIP Universitas Sebelas Maret.
Jl.Ir. Sutami 36 A Kentingan, Surakarta
E-mail: yopen_2005@yahoo.com
*) PENULIS KORESPONDEN
ABSTRAK: Pembuatan sampel BaTiO3 telah dilakukan dengan metode Coprecipitation. Sampel
di-sintering pada suhu 1000oC dan 1100oC. Uji struktur mikro dilakukan dengan instrumen XRay Diffraction (XRD). RCL Meter untuk mengetahui besarnya kostanta dielektrik. Berdasarkan
analisis dengan perhitungan, parameter kisi BaTiO3 dengan suhu sintering 1000oC waktu tahan
4 jam adalah a=b=3,9774nm, c=4,2256nm. Parameter kisi a=b= 4,0105 nm, c=4,0954 nm dengan
suhu 1100oC. Nilai parameter kisi menunjukan struktur ktistal berbentuk tetragonal.
Karakterisasi kekristalan yaitu semakin tinggi suhu sintering maka ukuran kristalnya semakin
besar. Ukuran kristal dan regangan kisi sampel dengan suhu sintering 1000oC dan 1100oC
masing- masing sebesar 22,8nm, 25,8nm dan 93,672%,93,923%. Untuk konstanta dielektrik (K)
dilakukan pengukuran pada rentang frekuensi 1 kHz hingga 100kHz. Nilai K sampel dengan

suhu sintering 1000oC dan 1100oC masing-masing sebesar 171 dan 184 pada frekuensi 1 kHz.
Kata Kunci: Barium titanat, coprecipitation, konstanta dielektrik, suhu sintering.

PENDAHULUAN
Perkembangan penelitian teknologi dan sains berbasis kelistrikan mengalami
kemajuan yang cukup pesat, salah satunya kajian tentang material ferroelektrik.
Material ferroelektrik dibidang elektronika membawa dampak positif bagi manusia,
karena sifat bahan ferroeletrik dapat dimodifikasi sesuai kebetuhan serta mudah
diintegrasikan dalam bentuk divais[1].
Material Ferroelektrik dapat diterapkan diterapkan pada sel memori Dynamic
Random Access Memory (DRAM), sifat-sifat piezoelektrik dapat digunakan sebagai
mikroaktuator dan sensor, sifat polaryzability dapat diterapkan sebagai Non Volatile
Ferroelectric Random Acsess Memory (NVFRAM), sifat pyroelektrik dapat diterapkan
pada sensor infra merah dan sifat elektro optik dapat diterapkan pada switch termal
infra merah[2].
Ferroelektrik termasuk bahan dielektrik yang memiliki polarisasi spontan kuat.
Kelebihan bahan ferroelektrik adalah kemampuan mengubah polarisasi listrik tanpa
adanya gangguan dari medan listrik luar dan kemampuan untuk membentuk kurva
histerisis [3].Barium titanat (BaTiO3) dengan struktur kristal perovskite tetragonal
dikenal sebagai material ferroelektrik. Barium titanat lebih ramah lingkungan sehingga

banyak digunakan dalam bidang elektronika karena memiliki temperatur Curie yang
lebih rendah dibandingkan material dielektrik lain dan memiliki konstanta dielektrik
yang tinggi [4].
Barium titanat mempunyai sifat kimia dan sifat mekanik yang lebih stabil. BaTiO 3
merupakan salah satu tipe ABO3 (A =mono atau divalen dan B= ion tri-heksavalen)
material keramik yang dibutuhkan untuk aplikasi ferroelektrik [5].
Metode coprecipitation merupakan metode yang digunakan untuk fabrikasi material
dengan cara mencampurkan dua atau lebih material padat dan cair yang berbeda.
Metode ini melibatkan pengadukan secara konstan agar larutannya tercampur secara
homogen dan menghasilkan suatu endapan. Tahapan metode coprecipitation meliputi:
ISBN 978-602-71279-1-9

FM-33

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
penimbangan bahan yang akan dilarutkan, pencucian larutan yang sudah diendapkan,
pengepresan dilanjut dengan proses sintering yaitu proses penggabungan partikelpartikel serbuk melalui peristiwa difusi pada saat temperatur meningkat. Kelebihan
dari metode ini adalah suhu yang digunakan untuk membentuk kristal lebih rendah
dibandingkan dengan metode lain. [6]
Pada makalah ini, metode yang digunakan pada pembuatan sampel BaTiO3 adalah

Coprecipitation Sampel di-sintering pada suhu 1000 oC dan 1100 oC. Dari perbedaan
suhu sintering dapat dianalisis pengaruhnya terhadap konstanta dielektrik dan
karateristik struktur kristalnya.
METODE PENELITIAN
Material BaTiO3 dibuat dengan metode coprecipitation. Diagram alir penelitian
seperti ditunjukan pada Gambar 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
BaTiO3 adalah Ti(C4H9O)4, C2H2O4, Ba(OH)2 setiap bahan dilarutkan dengan C3H8O.
Pencampuran dilakukan menggunakan magnetic stirrer untuk mendapatkan larutan
yang homogen. Larutan hasil pencampuran diendapkan kemudian dikompaksi (press)
menggunakan alat hydraulic press. Proses sintering dilakukan pada suhu 900°C dengan
haeters rate 10°C/ menit dengan waktu tahan 2 jam, 3 jam dan 4 jam menggunakan
furnace. Sampel BaTiO3 dikarakterisasi dengan instrumen XRD uji ini dilakukan untuk
mengetahui struktur kristal, parameter kisi, serta tingkat kekristalan sampel. Hasil
yang didapat berupa poda difraksi yaitu grafik yang menunjukan hubungan antara
sudut difraksi ( ) dengan intensitas ( ).
Pengolahan data menggunakan software Origin dan Microsoft Excel 2007. Data
hasil XRD diplot di software origin sehingga muncul grafik yang menunjukan puncakpuncak difraksi dari sampel. Puncak-puncak difraksi dibandingkan dengan database
PCPDFWIN sehingga dapat diketahui puncak-puncak tersebut adalah difraksi dari
sampel. Dari puncak-puncak difraksi dapat diketahui nilai Full Half Maximum Width
(FWHM), struktur kristal, parameter kisi serta tingkat kekristalan dari sampel.

Ukuran kristal diperoleh melalui pengujian XRD. Data yang diperoleh dihitung
menggunakan Persamaan (1). Nilai FWHM ( ) digunakan untuk menghitung ukuran
butir krital ( ) dari setiap sampel dengan variasi waktu tahan yang berbeda. Nilai
merupakan sudut difraksi sinar-X, merupakan konstanta Scherer, dan merupakan
panjang geombang sinar-X.
(1)
Konstanta dielektrik diperoleh melalui pengujian dengan RLC meter digital (LCR800 Series Gwinstek). Data yang diperoleh berupa nilai kapasitansi dan faktor disipasi.
Nilai konstanta dielektrik dapat diketahui dengan Persamaan (2), dimana
adalah
adalah kapasitansi,
merupakan luasan sampel,
nilai konstanta dielektrik,
merupakan tebal sampel, dan
merupakan nilai konstanta permitivitas dielektrik
(8,85x10-12 Farad.m-1).
(2)

ISBN 978-602-71279-1-9

FM-34


SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

Gambar 1. Diagram alur penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 2 menunjukan pola difraksi sampel BaTiO3 terbentuknya suatu bidang
kristal pada karakterisasi menggunakan peralatan XRD diidentifikasikan dengan
munculnya puncak-puncak milik BaTiO3 setelah dicocokan ICDD-database PCPDFWIN
dengan nomor #89-1428. Pada suhu 1000°C dan 1100°C waktu tahan 4 jam sudah
terlihat unsur-unsur saling berikatan dan membentuk BaTiO3. Suhu sintering berikatan
dengan proses difusi atom pada sampel semakin tinggi suhu sintering, semakin besar
energi yang diterima oleh atom-atom untuk berdifusi. Semakin besar energi yang
diterima atom-atom, semakin besar laju difusinya, yang mengakibatkan senyawa
BaTiO3 semakin homogen. Intensitas tertinggi berada pada bidang kristal (110)
ditunjukan pada Tabel 1.

Gambar 2. Pola Difraksi BaTiO3 dengan variasi waktu sintering 800°C dan 900°C
dengan waktu tahan masing-masing 3 jam.
Tabel 1. Intensitas BaTiO3 (110) untuk variasi suhu.

Variasi
temperatur (oC)
1000
1100

ISBN 978-602-71279-1-9

Intensitas (Count)
6467
6890

FM-35

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016

Tabel 2. Parameter kisi BaTio3 untuk variasi suhu sintering.
Suhu
Sintering
(°C)
1000


Parameter kisi
a=b
c
3,9774

4,2256

1100

4,0105

4,0954

Tabel 3. Ukuran kristal BaTio3 variasi suhu sintering.
Temperatur
sintering
(oC)
1000
1100


UkuranKristal (nm)
22,8
25,8

Tabel 1. Perbedaan suhu sintering ini disebabkan ketika pada suhu tinggi, atomatom dari serbuk penyusun dapat berdifusi antara satu dengan lainnya sehingga reaksi
yang terjadi sangat sempurna dan atom-atom akan tersusun secara teratur. Hal
tersebut terlihat pada perubahan intensitas dari puncak BaTiO 3.
Berdasarkan perhitungan, nilai parameter kisi untuk variasi suhu sintering
dapat dilihat pada Tabel 2. BaTiO3 memiliki struktur kristal berbentuk tetragonal
dimana parameter kisi a=b c. Sampel BaTiO3 dengan suhu sintering 1000°C memiliki
tingkat kekeristalan sebesar 93,672%. Sedangkan pasa suhu 1100°C memiliki tingkat
kekeristalan 93,923%. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
sintering maka atom-atom bervibrasi sehingga semakin teratur susunan atom-atom
pembentuk BaTiO3.
Ukuran kristal pada Tabel 3. Sampel dengan suhu sintering 1000°C lebih kecil
dibandingkan dengan ukuran kristal sampel dengan suhu sintering 1100°C. Hal
tersebut menunjukan bahwa pertumbuhan kristal semakin tinggi seiring bertambahnya
temperatur sintering disebabkan adanya atom-atom yang terdifusi.
Pada Gambar 3, dapat dilihat bahwa nilai konstanta dielektrik sampel dengan

suhu sintering 1100°C lebih besar dibandingkan sampel dengan suhu sintering 1000°C.
Nilai konstanta dielektrik kedua sampel memiliki nilai maksimal pada frekuensi 1 kHz.
Besar masing-masing nialai konstanta dielektrik pada frekuensi tersebut adalah 171
dan 184.

Gambar 3. Grafik respon konstanta terhadap perubahan frekuensi BaTiO3

ISBN 978-602-71279-1-9

FM-36

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2016
Berdasarkan data pengukuran kapasitansi yang diperoleh, nilai konstanta
dielektrik semakin kecil dengan seiring bertambahnya nilai frekuensi yang diberikan,
pada nilai tegangan yang tetap. Tegangan yang digunakan sebesar 1 V dengan nilai
frekuensi divariasi dari niali 1 kHz hingga 100kHz. Nilai konstanta dielektrik
bergantung pada nilai frekuensi yang diberikan, seperti Gambar 3.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitin ini dapat diketahui bahwa perbedaan suhu sintering
berpengaruh terhadap karakteristik BaTiO3 yang dilakukan. Semakin tinggi suhu

sintering intensitas yang diperoleh semakin meningkat, pada suhu sintering 1000°C
intensitasnya sebesar 6467 sedangkan pada suhu sintering 1100°C intensitasnya
sebesar 6890. Ukuran kristal sampel dengan suhu 1000°C dan 1100°C adalah 22,8 nm
dan 25,8 nm. Dan konstanta dielektrik sampel dengan suhu sintering 1000°C dan
1100°C masing-masing sebesar 171 dan 184.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapakan terimakasih atas kerjasama dan dukungan dana melalui
Hibah Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Kementrian Riset Teknologi dan Dikti
2016.
DAFTAR RUJUKAN
Uchino, K. 2000. Ferroelektrik Devices. USA: Marcel Dekker, Inc.
S. Hadiati, A. H. Ramelan, V. I. Variani, M. Hikam, B. Soegijono, D. F. Saputri, dan Y.
Iriani. Kajian variasi temperatur anneling dan holding time pada penumbuhan
lapisan tipis BaZr0,1Ti0,85O3 dengan metode sol-gel. Jurnal dan Aplikasinya, vol.10,
no. 1,2004, pp. 37-43.
Vijatovic, M. M., Bobic, J. D., & Stojanovic, B. D. 2008. History and Challenges of
BariumTitanate: Part II. Science of Sintering, Vol.40,pp. 155-165.
Nurhadi, N., Jamaluddin, A., Iriani, Y.2013. Pengaruh Variasi Doping Lantanum pada
Barium Titanat (Ba1-xLaxTiO3) Terhadap Struktur mikro dan sifat Ferroelektrik.
Jurnal Teori dan Aplikasi Fisika, Vol.01,No. 02

Callister,W.D,Jr., dan Rethwisch, D,G. 2010. Materials Science and Engineering an
Introduction. John Willey &Sons, Inc.New York.
Khollam,Y.B.,et.al 2002. A self-sustaining acid-base reaction in semi-aqueous media for
synthesis of barium titanyl oxalate leading to BaTiO3 powders. Material Letters, Vol
55, page 175-181

ISBN 978-602-71279-1-9

FM-37

SEMINAR NASIONAL JURUSAN FISIKA FMIPA UM 2015

ISBN 978-602-71279-1-9

FM-38