LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI.

Seminar Nasional Sains dan Teknologi (Senastek),Denpasar Bali 2015

LINGUACULTURE SEBAGAI IDENTITAS PARIWISATA BALI
1

Made Budiarsa1), I Wayan Simpen2) Ni Made Dhanawaty3) Yohanes Kristianto4)
Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya, Program Studi Sastra Inggris,

Jln. Nias No. 13 Sanglah Denpasar 80114 Bali
Telp/Fax : (0361) 224121 E-mail : made_budiarsa@yahoo.com
2
3

Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia
Universitas Udayana, Fakultas Sastra dan Budaya,Program Studi Sastra Indonesia
4
Universitas Udayana, Pascasarjana, mahasiswa Doktor Linguistik

Abstract
The focus of research Linguaculture as Identity Cultural Tourism is the practice of using language
symbols in the realm of tourism. The locus of research undertaken is in the tourist area of Kuta,

especially along Jalan Legian. The research method used is qualitative method. Provision of research
data is lingual symbols (words and vocabulary) was conducted using refer, surveys, and a conversation
or interview. Then the data were analyzed by descriptive-explorative with the theory of language and
culture in order (1994), Kramsch (1998) and Crystal (2000).
Data from the study showed that the existence of language symbols indicate a shift from the local
character in the direction of a global character. Language symbols as a representation of the local
culture in Legian street appears as a phenomenon languages to meet global culture tourism. A shift in
language and culture is called as linguculture. The shifting stages can be identified into three stages,
namely (1) the local language into global linguaculture, (2) local linguaculture into global discourse, and
(3) local discourse shifted toward global culture, ie international tourism.
Based on these results, it can be submitted linguaculture feedback strategy as a strategy to
provide opportunities for local language symbols in the realm of global tourism, especially in Jalan
Legian Kuta. The local strategy proposed linguaculture include (1) the semantic-pragmatic strategy, (2)
poetik strategy, and (3) the identity strategy.
Keywords : linguaculture, lingual symbols, strategies, semantic- pragmatic, poetic, identity
Abstrak
Fokus penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya adalah praktik penggunaan
simbol-simbol bahasa dalam ranah pariwisata. Adapun lokus penelitian yang diambil adalah kawasan
pariwisata Kuta khususnya sepanjang Jalan Legian. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah
metode kualitatif. Penyedian data penelitian yang berupa data simbol-simbol lingual (kata dan kosa kata)

dilakukan dengan metode simak, survei, dan cakap atau wawancara. Kemudian data dianalisis secara
deskriptif-eksploratif dengan teori bahasa dan kebudayaan menurut Agar (1994), Kramsch (1998) dan
Crystal (2000).
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa eksistensi simbol-simbol bahasa menunjukkan adanya
pergeseran dari karakter lokal ke arah karakter global. Simbol-simbol bahasa sebagai representasi
budaya lokal di jalan Legian tampak sebagai fenomena prakmatika bahasa untuk memenuhi kebudayaan
global pariwisata. Pergeseran bahasa dan budaya inilah yang disebut sebagai linguculture. Tahapan
pergeseran tersebut dapat diidentifikasikan menjadi tiga tahap, yaitu (1) bahasa lokal menjadi
linguaculture global, (2) linguaculture lokal menjadi wacana global, dan (3) wacana lokal bergeser ke
arah kebudayaan global, yaitu pariwisata internasional.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diajukan strategi linguaculture balikan
sebagai strategi untuk memberikan peluang bagi simbol-simbol bahasa lokal dalam ranah pariwisata
global khususnya di Jalan Legian Kuta. Adapun strategi local linguaculture yang diajukan mencakup (1)
strategi semantis-pragmatis, (2) strategi poetik, dan (3) strategi identitas.
Kata Kunci: linguaculture, simbol-simbol lingual, strategi, semantis-pragmatis, poetik, identitas

1. PENDAHULUAN
Bahasa Bali sebagai identitas praktik sosial-budaya Bali kian memudar. Imperialisme
bahasa asing di kawasan pariwisata semakin mendominasi atas simbol-simbol lokal Bali. Di
kawasan pariwisata Kuta, simbol-simbol lokal Bali tampak semakin tidak berdaya menghadapi

dominasi simbol-simbol global. Penelitian ini memfokuskan permasalahan simbol-simbol lokal
yang direpresentasikan melalui bahasa. Alasannya, bahasa menjadi praktik sosial-budaya yang
nyata dalam suatu ruang publik (Jaworski, 2010;2013). Simbol-simbol bahasa yang dmaksud
adalah sistem penamaan objek vital pendukung industri pariwisata.

2

Bahasa yang ditandai dengan simbol-simbol bunyi yang diproduksi oleh alat ucap. Dengan
bahasa orang saling berkomunikasi dengan sesama anggota kelompok masyarakat bersangkutan
( Kaelan, 2013). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksistensi sebuah bahasa seperti halnya
bahasa Bali penting untuk dipertahankan, karena secara tidak langsung dapat berkontribusi
terhadap pemertahanan keberagaman atau diversitas bahasa, baik pada tataran nasional maupun
global (Tondo, 2012). Berkaitan dengan identitas Bali sebagai destinasi wisata nasional maupun
internasional, simbol-simbol bahasa Bali kiranya perlu dipertahankan (Thurlow, 2010;2011). Untuk
itu, tim grup riset Universitas Udayana bidang Sosiolinguistik, terpanggil untuk meneliti
keberadaan simbol-simbol bahasa lokal (Bali) di kawasan pariwisata Kuta. Lebih jauh, tim akan
meneliti mengenai ideologi simbol-simbol bahasa, struktur, sistem, dan praktik penggunaan
simbol-simbol bahasa dalam rangka menemukan pola-pola identitas lokal di tengah industri
pariwisata global.
2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini memiliki fokus kajian terhadap penggunaan bahasa di ruang publik
khususnya di kawasan pariwisata Kuta. Yang di maksud penggunaan bahasa di ruang publik adalah
penggunaan simbol-simbol lingual dalam bentuk kata, frase, kalimat atau pun teks di kawasan
Kuta. Untuk itu, lokus penelitian ini adalah kawasan pariwisata Kuta khususnya di sepanjang jalan
Legian.
2.1 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini bukan merupakan sampel yang berjumlah
banyak. Sampel dengan jumlah kecil dipilih karena dalam penelitian bahasa memang tidak
diperlukan sampel besar mengingat fokus penelitian ini adalah perilaku linguistik. Perilaku laku
linguistik cenderung bersifat homogen seperti yang ditegaskan oleh Sankoff dan Millroy (dalam
Mahsun , 2012:234)
2.2 Penentuan Kelas Sosial
Penentuan kelas sosial merupakan strategi pemilihan sampel secara purposif. Dengan
demikian, karakter dan sifat sampel yang diteliti akan memenuhi kriteria penelitian berdasarkan
fokus dan lokus yang telah ditentukan (Mahsun , 2012)..
2.3 Metode Penyediaan Data
2.3.1 Metode Simak (Pengamatan/Observasi)
Metode simak dilakukan dengan mengamati fokus dan lokus dalam sampel penelitian yang
dipilih. Fokus penelitian ini adalah penggunaan simbol-simbol bahasa lokal (Bali) yang berupa
kosakata dalam ranah pariwisata. Sementara itu, Lokus pengamatan dilakukan di sepanjang jalan

Legian, khususnya pengamatan terhadap objek vital pendukung pariwisata, yaitu hotel, vila,
restoran, bar, café, dan toko-toko seni (Mahsun , 2012).
2.3.2

Metode Survei
Metode survey dilakukan untuk mengetahui simbol-simbol lokal secara kuantitatif, yaitu
mendata objek vital pendukung industri pariwisata yang meash menggunakan simbol-simbol local
(Mahsun , 2012)..
2.3.3

Metode Cakap (Wawancara)
Metode cakap dilakukan dengan mewawancarai sejumlah informan sebagai pelaku atau
pemilik beserta sumber daya di kawasan jalan Legian yang masih bertahan dengan simbol-simbol
lokal. Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data kulitatif penggunaan simbolsimbol local (Mahsun , 2012)..

3

2.4 Metode Analisis Data
Data tentang penggunaan simbol-simbol lokal dianalisis secara kualitatif dengan
pemaknaan mendalam berdasarkan pengalaman informan

dan didukung dengan konsep
linguaculture.
2.5 Metode Penyajian Analisis Data
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel dan deskripsi tentang penggunaan simbolsimbol lokal (bahasa Bali).
3.HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keberadaan Simbol-Simbol Bahasa di Jalan Legian Kuta
Berdasarkan hasil pengamatan, observasi, dan wawancara di lokus penelitian jalan Legian
Kuta, ditemukan data praktik penggunaan simbol-simbol bahasa sebagai berikut.
1) Praktik Simbol-Simbol Global
Secara umum, pariwisata dapat diidentikan dengan segala sesuatu yang menyenangkan.
Untuk itu, penggunaan simbol lingual tentunya menjadi medium simulasi dalam industri
pariwisata. Merujuk Baudrillard, simulasi dimaknai sebagai penghilangan antara yang riil dengan
yang imajiner (dalam Lubis, 2014:180). Hal ini tampak pada penggunaan simbol-simbol lingual di
kawasan Kuta khususnya jalan Legian pada nama-nama restoran yang menggunakan bahasa asing.
Mama’s Restaurant, misalnya merupakan restoran Jerman yang menyajikan masakan Jerman.
Meskipun restoran tersebut tidak berada di Jerman, penggunjung dapat menikmati masakan ala
Jerman tersebut seperti layaknya berada di Jerman. Begitu juga halnya dengan nama-nama bar dan
toko souvenir yang menggunakan bahasa Inggris (bahasa asing lainnya) dapat memberikan
simulasi tertentu bagi wisatawan.
Hasil analisis secara tentatif dapat dikatakan bahwa simbol lingual di ruang publik tampak

bahwa simbol lingual dapat mensimulasikan: (1) aspek geografis, (2) aspek sosial budaya, dan (3)
komoditas pariwisata. Untuk itu, Kuta menjadi simulasi global bagi industri pariwisata.
2) Praktik Simbol-Simbol Lokal
Sebaliknya, simulasi lokal hanya direpresentasikan oleh beberapa simbol-simbol lokal saja.
Misalnya, hanya Warung Made yang mampu memberikan simulasi ke-Bali-an di kawasan Kuta
khususnya Jalan Pande. Selanjutnya, representasi lokal dari simbol-simbol lingual tampak semakin
berkurang.
3) Praktik Simbol-Simbol Glokal
Simbol-simbol glokal yang dimaksud adalah penggunaan bahasa lokal dan bahasa asing
secara bersama-sama dalam konteks ranah pariwisata. Ini menunjukkan adanya fenomena praktik
bahasa dan budaya secara bersama-sama untuk membentuk suatu identitas meskipun bertujuan
komersial. Namun, praktik ini dapat dikatakan cenderung lebih baik dari pada sama sekali
menghilangkan aspek bahasa dan budaya lokal. Berikut disajikan data mengenai penggunaan
simbol-simbol glokal yang ditemukan di jalan Legian Kuta Bali.
Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa paradigma penggunaan simbol-simbol
bahasa cenderung bertujuan komersial. Simbol-simbol bahasa dalam hal ini penamaan infrastruktur
pendukung kegiatan pariwisata menggunakan unsur-unsur budaya global bagi berbagai wisatawan
dari seluruh belahan bumi agar dapat menarik minat membeli terhadap produk atau jasa pariwisata
tertentu yang ditawarkan di jalan Legian Kuta.
1) Struktur Simbol-Simbol Bahasa

Secara umum, struktur simbol-simbol bahasa yang digunakan di jalan Legian Kuta dapat
diidentifikasikan sebagai berikut.

4

Tabel 1 Struktur Simbol-Simbol Bahasa di Jalan Legian Kuta
Lokus Simbol
Struktur Global
Struktur Lokal
Hotel/ Restoran/
Kaidah penamaan dengan Kaidah penamaan dengan
Bar/Café
signifikansi dan dominasi signifikansi dan dominasi
wisatawan nusantara
/Toko Seni/Penukaran wisatawan asing
Uang/Tourist
Information/Tatoo/Ma
ssage

Struktur Glokal

Kaidah penamaan dengan
signifikansi
wisatawan
nusantara dan wisatawan
asing

2) Sistem sebagai Pengatur Kebijakan Penggunaan Simbol-Simbol Bahasa
Praktik penggunaan simbol-simbol bahasa di jalan Legian Kuta cenderung tidak
menunjukkan kaidah-kaidah pariwisata budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi
Bali. Hal ini tampak, jalan Legian tidak saja menjadi pusat perbelanjaan tetapi hiburan malam
sebagai ciri-ciri kota metropolis. Untuk itu, kawasan ini cenderung digemari oleh wisatawanwisatawan muda usia yang memang sengaja datang ke Kuta khususnya Jalan Legian untuk
menikmati hiburan malam. Sebagai stereotip wisatawan Australia identik dengan Kuta khusus jalan
Legian seolah menjadi Red Lightnya Bali.
Berdasarkan identifikasi masalah dominasi antarsimbol bahasa di kawasan pariwisata Kuta
khususnya Jalan Legian, maka penelitian ini mengajukan tiga strategi linguaculture untuk
memberikan peluang bagi karakter-karakter lokal dalam tiap simbol-simbol bahasa dan wacana
pariwisata di kawasan pariwisata Kuta. Berikut tiga strategi linguaculture mengikuti konsep yang
diajukan Agar (1994).
1) Strategi dalam Dimensi Semantis-Pragmatis
Penggunaan simbol-simbol bahasa di Jalan Legian Kuta tak ubahnya seperti tindakan

politis untuk saling mendominasi antarsimbol yang ada (Sugiharto, 1996). Hal ini juga
menunjukkan adanya permainan simbol dalam ruang publik di jalan Legian Kuta. Data penelitian
menunjukkan semakin berkurangnya simbol-simbol bahasa lokal yang digunakan dalam ruang
publik tersebut. Untuk itu, penelitian ini mengajukan strategi linguaculture secara semanticpragmatis seperti dijelaskan dalam tabel 2 berikut.
Tabel 2 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Semantis-Pragmatis
Objek Vital / Pendukung
Simbol Semantis-Pragmatis
Pariwisata
Konsensus
Disensus
1. Hotel,restoran, bar,café

Penamaan dengan simbol Penamaan dengan simbol bahasa lokal
bahasa secara glokal
2. Toko, jasa tattoo, tourist Penamaan dengan simbol Penamaan dengan simbol bahasa lokal
information,
money bahasa secara glokal
changer
3. Gang, jalan
Penamaan dengan simbol Penamaan dengan simbol bahasa lokal

bahasa secara glokal
Strategi semantis-pragmatis secara konsensus mengacu pada penggunaan simbol-simbol
global dan lokal secara bersama-sama. Hal ini memberikan peluang bagi antarsimbol untuk saling
berkomunikasi di ruang publik pariwisata. Sementara itu, strategi semantic-pragmatis berarti
memunculkan simbol-simbol lokal dengan karakter spesifik agar mampu bersaing dengan simbolsimbol global.
2) Strategi dalam Dimensi Poetik
Data penelitian menunjukkan semakin sedikitnya simbol-simbol lokal di jalan Legian Kuta.
Untuk itu, pergeseran wacana dan budaya pariwisata secara global perlu dimaknai dengan
linguaculture secara lokal. Artinya, praktik penggunaan simbol-simbol bahasa lokal perlu
dimaksimalkan. Hal ini ini dapat dimulai dari strategi penamaan ruang publik atau objek vital
pendukung pariwisata dengan fungsi-fungsi poetik bahasa lokal baik secara tertulis maupun visual.
Berikut disajikan tabel 3 tentang strategi poetik.

5

Tabel 3 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Poetik
Objek Vital Pendukung Pariwisata

Strategi Poetik

Tulisan
1. Hotel,restoran, bar,café

Visualisasi

Penulisan nama dengan
huruf latin dan huruf/ simbol
lokal
2. Toko, jasa tattoo, tourist Penulisan nama dengan
information, money changer
huruf latin dan huruf/simbol
lokal
3. Gang, jalan
Penulisan nama dengan
huruf latin dan simbol /huruf
lokal

Ilustrasi (gambar) konsep nama
dalam budaya lokal
Ilustrasi (gambar) konsep nama
dalam budaya lokal
Ilustrasi (gambar) konsep nama
dalam budaya lokal

3) Strategi dalam Dimensi Identitas
Bahasa merupakan wujud realitas budaya suatu masyarakat. Dengan bahasa budaya suatu
masyarakat akan dapat dikenali oleh masyarakat lainnya. Data penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan bahasa sebagai identitas budaya lokal di jalan Legian tampak semakin menghilang.
Untuk itu, penelitian ini juga mengajukan strategi linguaculture sebagai pembentuk identitas
budaya lokal. Berikut disajikan strategi linguaculture dalam dimensi identitas dalam tabel 4 berikut
ini.
Tabel 4 Strategi Linguaculture dalam Dimensi Identitas
Objek Vital Pendukung
Pariwisata
Glokal

Dimensi Identitas
Lokal

1. Hotel,restoran, bar,café

Simbolisasi wacana global dan Simbolisasi wacana lokal
lokal
2. Toko, jasa tattoo, tourist Simbolisasi wacana global dan Simbolisasi wacana lokal
information,
money lokal
changer
3. Gang, jalan
Simbolisasi wacana global dan Simbolisasi wacana lokal
lokal

4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Hasil penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1) Keberadaan simbol-simbol bahasa di kawasan pariwisata khususnya Jalan Legian Kuta
menunjukkan adanya pergeseran bahasa dan budaya (linguaculture) dari karakter lokal
menjadi global meskipun beberapa simbol ada yang mempertahankan simbol-simbol lokal
atau menggunakan simbol global dan lokal sekaligus;
2) Tidak ada kejelasan struktur dan sistem simbol-simbol bahasa di Jalan Legian Kuta,
sehingga tampak Kuta kehilangan identitas yang sebenarnya;
3) Pergeseran penggunaan simbol-simbol bahasa terjadi dalam tiga tahap, yaitu (1) dari
bahasa lokal menjadi linguaculture global, (2) dari linguaculture lokal menjadi wacana
global, dan (3) dari wacana lokal menjadi budaya global yaitu budaya pariwisata;
4) Berdasarkan identifikasi permasalahan praktik penggunaan simbol-simbol bahasa, maka
dapat diajukan tiga strategi linguaculture balikan dari pergeseran yang sedang terjadi, yaitu
(1) strategi semantis-pragmatis, (2) strategi poetic, dan (3) strategi identitas untuk
memberikan peluang bagi karakteristik dan keunikan simbol-simbol lokal dalam
membentuk identitas.

6

4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian Linguaculture sebagai Identitas Pariwisata Budaya, maka
dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.
1) Perlunya penelitian atau pengkajian lebih lanjut dengan menggunakan variabel sosialbudaya berdasarkan hasil studi tentang pergeseran linguaculture yang terjadi di kawasan
pariwisata Kuta;
2) Perlunya stake holder bahasa yang mengatur praktik berbahasa atau penggunaan simbolsimbol bahasa di kawasan pariwisata khususnya jalan Legian Kuta;
UCAPAN TERIMA KASIH
Tim peneliti Grup Riset mengucapkan terima kasih kepada Rektor Unud, Ketua LPPM, Dekan
Fakultas Sastra dan Budaya Unud atas kesempatannya untuk melakukan penelitian Linguaculture
sebagai Identitas Pariwisata Bali dengan skim penelitian Hibah Grup Riset
DAFTAR PUSTAKA
Agar, Michael. 1994. Language Shock: Understanding the Culture of Conversation.
New York:William Morrow and Company
Jaworski, Adam. 2010. Linguistic landscapes on postcards: Tourist mediation and the
sociolinguistic communities of contact. Sociolinguistic Studies 4: 469–594.
Jaworski, Adam, et al. 2003. The uses and representations of local languages in tourist
destinations: A view from British television holiday programmes. Language Awareness 12:
5–29.
Kaelan. 2013. Pembahasan Filsafat Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa. Tahapan Strategi, metode, dan tekniknya. Jakarta:
Rajawali Pers.
Sugiharto, B.1996. Postmodernisme: Tantangan bagi Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Thurlow, Crispin, et.al.. 2010a. Tourism Discourse: Language and Global Mobility.
Basingstoke, U.K.: Palgrave Macmillan.
Thurlow, Crispin, et.al. 2011b. Tourism discourse: Languages and banal globalization.
Review of Applied Linguistics 2: 285–312.
Tondo, F.H. 2012. Bahasa Minoritas Hamap dalam Perkebunan Jagung: Tinjauan
Etnolinguistik. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 18, Nomor 2, Juni 2012.

7