Identifikasi Bakteri pada Rumput Laut Euchema spinosum yang terserang penyakit Ice-Ice di Perairan Pantai Kutuh.

Identifikasi Bakteri pada Rumput Laut Euchema spinosum yang
terserang penyakit Ice-Ice di Perairan Pantai Kutuh
Suprabadevi A.Sa*, I Made Sena Darmasetiyawana
suprabadevi@yahoo.com
“Program

Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali
*Penulis koresponden. Tel.: + 62-81-239-3656-45

Abstract
The main causes of ice-ice disease that seaweed production will decline. Bacterial infections occur due to fluctuations in climate
change resulted in a decrease in water quality resulting in the durability of seaweed. When seaweed stress will facilitate pathogen infection.
Disease pathogens cause damage to internal organs. The spread of bacterial disease in seaweed is generally very fast and can lead to death,
so that the loss caused by this disease is quite large. Ice-ice disease occurrence is seasonal and contagious, so the impact on the selling price
low. The results showed that there are two types of pathogenic bacteria that can potentially cause disease in which bacteria Vibrio
alginoliticus and Pseudomonas aeruginosa. Climate change affects the spatial distribution of micro seaweed bacterial pathogens.
Keywords: Eucheuma spinosum; Ice-ice; bacterial Pathogens
Abstrak
Rumput laut yang lemah akan mudah terserang bakteri patogen penyebab utama penyakit ice-ice sehingga produksi rumput laut
akan menurun. Infeksi bakteri terjadi karena fluktuasi perubahan iklim yang mengakibatkan penurunan kualitas air yang berakibat pada daya
tahan rumput laut. Ketika rumput laut stres akan memudahkan infeksi patogen. Penyakit bakteri patogen menimbulkan kerusakan pada organ

dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada rumput laut umumnya sangat cepat dan dapat menimbulkan kematian, sehingga kerugian yang
ditimbulkan akibat wabah penyakit ini cukup besar. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman dan menular, sehingga berdampak pada
harga jual yang rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 2 jenis bakteri patogen yang berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
bakteri Vibrio alginoliticus dan Pseudomonas aeruginosa . Perubahan iklim mikro mempengaruhi sebaran spasial bakteri pathogen rumput
laut.
Kata kunci : Euchema spinosum; Ice-ice; Bakteri Patogen

BAB I. PENDAHULUAN

Namun permasalahan yang sering timbul pada usaha
budidaya rumput laut yaitu adanya serangan penyakit ice-ice.

I.1. Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor

Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan pemutihan
pada bagian pangkal thallus, tengah dan ujung thallus muda,

yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih


yang diawali dengan perubahan warna thallus menjadi putih

merupakan salah satu negara eksportir penting di Asia karena

bening atau transparan. (DKP, 2004).

rumput laut tumbuh dan tersebar hampir diseluruh perairan

Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput laut di Indonesia

Indonesia. Rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk

belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi

bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering. Rumput laut yang

rumput laut. Untuk menghindari hal tersebut, perlu diupayakan

ada di perairan Indonesia tidak semua bermanfaat bagi manusia.


pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit rumput laut secara

Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis

hati-hati dan teliti agar tidak menimbulkan kerugian pada

ganggang merah dan ganggang cokelat karena mengandung agar-

produksi rumput laut.

agar, keraginan, porpiran, dan furcelaran.

Vibrio

sp.

mempunyai

sifat-sifat


umum

yaitu

penyebab penyakit ice-ice pada pengelolaan budidaya rumput

berbentuk batang yang bengkok, mempunyai satu batang cambuk

laut yakni bakteri Vibrio sp. (Largo et al. 2003), Berdasarkan

yang yang terletak pada salah satu ujung batangnya. Kontaminasi

permasalahan diatas, perlu adanya kajian lebih lanjut untuk

bakteri ini pada manusia dapat terjadi bila mengkontaminasi

mengetahui secara pasti jenis bakteri Vibrio sp. yang ditemukan

makanan dan hasil-hasil laut. Hasil identifikasi beberapa jenis


pada rumput laut yang terserang penyakit ice-ice sebagai acuan

bakteri pada thallus rumput laut didapatkan bakteri patogen

pengendalian dan pengobatan selanjutnya.

2. METODE PENELITIAN
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel rumput laut Eucheuma spinosum diambil dari
usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Kutuh Kecamatan
Denpasar Selatan, Kabupaten Badung. Masing-masing sampel
dari 3 titik lokasi budidaya diambil sampel sebanyak 25 gr
rumput laut. Untuk data iklim mikro, diambil sampel air ditempat
yang sama dengan pengambilan sampel rumput laut.

3.1. Isolasi Bakteri
Isolasi dilakukan untuk mengambil bakteri pada organ
target dan menumbuhkan pada media TSA. Pemurnian
bakteri dilakukan untuk mengambil koloni bakteri yang

dominan dari hasil penumbuhan

bakteri melalui proses

isolasi dan kemudian diinkubasi pada suhu 28 0C-30 0C
selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dipilih

2.2. Metode Penanganan Sampel
Sampel rumput Eucheuma spinosum terdiri atas 2 sampel
yaitu bagian ujung thallus yang, terserang penyakit ice-ice
(masing-masing sampel sebanyak 25 g) yang diambil dari lokasi

berdasarkan bentuk dan ukuran warna, diinokulasikan pada
TSA untuk selanjutnya diidentifikasikan genusnya. Hasil
isolasi dan permurnian bakteri dapat dilihat pada tabel 3
dan 4.

pengambilan sampel. Bagian ujung thallus yang terserang
penyakit ice-ice diberi tanda RLS. Sampel disimpan dalam
cooling box yang telah diberi air es untuk dibawa ke


Laboratorium (BPKIPM) Balai Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Denpasar. Selanjutnya
sampel rumput laut yang terinfeksi bakteri akan dilakukan isolasi
dan identifikasi bakteri.
Pengukuran iklim mikro dapat dilakukan langsung di

3.2. Uji Presumtif
Uji presumtif dilakukan untuk memudahkan
dalam tahap identifikasi, dengan mengetahui genus dari
bakteri yang ditumbuhkan pengujian yang dilakukan
adalah uji gram,uji katalase dan uji oksidase untuk
mengetahui apakah bakteri bersifat gram (+) atau gram
(-). Hasil pengujian sampel dapat dilihat pada tabel 1.

lokasi pengambilan sampel dengan menggunakan alat Automatic
Watersampler Vertikal dan Digital Instruments, CD/TDS,
Saltmeter. Parameter yang diuji adalah pH air, DO (Dissolved
Oxygen), suhu, salinitas.


2

Haemolisa
37OC
Kesimpulan

Tabel 1. Uji Presumtif
No.

Pengujian

NH

NH

NH

Vibrio
alginolyt
icus


Vibrio
alginolyt
icus

Pseud
omon
as
Aerug
inosa

31.
32.

Kode

Kode

Sampel


Sampel

RLS 1

RLS 2 & 3

Sumber: BKIPM Denpasar
1.

Uji Gram

+

+

2.

Uji

+


+

+

+

Katalase
3.

Uji
Oksidase

Sumber: BKIPM Denpasar

3.3. Uji Biokimia
Uji biokimia dilakukan untuk mengetahui
species

bakteri

dengan

melihat

kemampuannya

tumbuh di masing-masing media.
Tabel 2. Hasil Uji Biokimia
No.

Pegujian

1.

Glukosa
Media/Gas
OF
Citrate
Nitrat
Ornithin
Lysin
SIM
Motility/H2S
SIM Indol
Gelatin
Urea
MRVP uji
MR
MRVP Uji
VP
TSIA Miring
TSIA Tegak
TSIA
Gas/H2S
Lactosa
Sucrosa
Arabinosa
Sorbitol
Inositol
Dulcitol
Manitol
Trehalose
Rafinose
TCBS
Koloni
TCBS Media
GSP Koloni
GSP Media
(selektif
media)
NaCl 4%
NaCl 6%

2
3
4
5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.

28.
29.
30.

Kode
Sampel
RLS 1

Kode
Sampel
RLS 2

Kode
Sampel
RLS
III
+/-

+/+

+/+

F
+
+
+/-

F
+
+
+/-

O
+
+
+/-

+
+
+

+
+
+

-

+

+

-

A
A
+/-

A
A
+/-

Alk
Alk
-/-

+
+

+
+

+

K

K

K

K
M
M

+
-

+
-

+
-

3

4% memberi hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi

3.4. Karakteristik Morfologi Bakteri
Identifikasi bakteri Vibrio sp. pada rumput laut

ditemukan jenis bakteri Vibrio alginolyticus yang

Euchema spinosum didahului dengan isolasi rumput laut

terdapat pada rumput laut Euchema spinosum yang

Euchema spinosum yang terserang ice-ice pada media

terserang penyakit ice-ice. Bakteri vibrio bersifat aerob,

TCBS sebagai media selektif Vibrio sp. Hasil isolasi

tetapi ada pula yang bersifat anaerob fakultatif. Selain itu,

rumput laut Euchema spinosum yang terserang ice-ice

vibrio

pada media TCBS diperoleh hasil koloni bakteri Vibrio

dikendalikan oleh flagela polar, tergolong bakteri gram

alginolyticus. ditandai dengan berubahnya media yang

negatif. (Choopun, 2002).

berwarna hijau menjadi kuning. (Gambar 1 dan 2).
Hasil

karakteristik

bakteri

juga

bersifat

motil

karena

pergerakannya

Hanna et al (2000) menyatakan bahwa Vibrio
telah

alginolyticus. merupakan bakteri berbentuk basil (batang)

dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol Vibrio

dan bersifat motil (dapat bergerak), berhabitat alami di

menunjukan hasil positif dan bersifat motil. Sedangkan

lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan

pada uji fermentasi sukrosa dan manitol bakteri Vibrio

Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan

juga memberi hasil positif yaitu dapat melakukan

menimbulkan

fermentasi sukrosa dan manitol, namun pada uji laktosa

menyebabkan kematian biota laut dan secara tidak

didapat hasil negatif yaitu tidak dapat memfermentasikan

langsung bakteri yang terbawa biota laut seperti ikan dan

laktosa dengan menggunakan media TSIA hasil yang

rumput laut akan dikonsumsi oleh manusia, sehingga

muncul adalah bagian atas menunjukan warna merah

menyebabkan penyakit pada manusia.

Vibrio

penyakit

pathogen,

yang

dapat

yang berarti bersifat basa, dan bagian bawah berwarna
kuning yang berarti bersifat asam, dan tidak terbentuk
H2S. Uji lisin dekarboksilasi terhadap Vibrio juga
menunjukkan hasil positif berupa warna ungu, uji NaCl

Gambar 1. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 1.

4

Gambar 2. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 2.

Gambar 3. Hasil Penumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada
Lokasi 3.
Hasil karakteristik bakteri Pseudomonas aeruginosa telah

Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang bakteri ini

dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol menunjukan

terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan

hasil positif dan bersifat motil. Pada uji fermentasi

terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas

sukrosa memberi hasil negatif, sedangkan pada uji

aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini

manitol memberi hasil positif. Dengan menggunakan

bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak

media GSP hasil yang muncul adalah bagian atas dan

mampu memfermentasi

bawah yang menunjukan warna merah yang berarti

glukosa/karbohidrat

bersifat basa, dan tidak terbentuk H2S. Uji lisin

mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel

dekarboksilasi terhadap Pseudomonas juga menunjukkan

monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu

hasil negatif berupa warna kuning, uji NaCl 4% memberi

bergerak. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen

hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi ditemukan

utama

jenis bakteri Pseudomonas aeruginosa yang terdapat

mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi

pada rumput laut Euchema spinosum yang terserang

apabila fungsi pertahanan inang abnormal.

bagi

tetapi

lain,

manusia.

dapat

tidak

Bakteri

mengoksidasi

berspora,

ini

tidak

kadang-kadang

penyakit ice-ice dapat dilihat pada (Gambar 3).

5

3.5. Morfologi Rumput Laut yang Terkena Ice-Ice
Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai

mengalami stress akan memudahkan infeksi patogen.

dengan pemutihan pada bagian pangkal thallus, tengah

Pada keadaan stress, rumput laut akan membebaskan

dan ujung thallus muda, yang diawali dengan perubahan

substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir

warna thallus menjadi putih bening atau transparan, serta

dan merangsang bakteri tumbuh melimpah.

menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi

umumnya penyebaran penyakit ice-ice terjadi secara

membusuk. (Largo et al. 1995). Thallus menjadi rapuh

vertikal oleh bibit thallus dan secara horizontal melalui

dan mudah putus, gejala yang diperlihatkan adalah

perantaraan air (DKP 2004). Morfologi rumput laut yang

pertumbuhan yang lambat.

terkena ice-ice dapat dilihat pada Gambar 4.

Ketika rumput laut

Pada

Gambar 4. Rumput Laut Eucheuma spinosum yang terkena ice-ice
Dari Hasil pengukuran suhu perairan pada
setiap stasiun pengamatan diperlihatkan pada Tabel 4.
Temperatur rata-rata di perairan adalah 28-29 C. Suhu

menjelaskan bahwa pertumbuhan bakteri akan lebih baik
pada keadaan pH normal sampai relatif alkalin (basa).
Hasil

pengukuran

kekeruhan

di

lokasi

perairan sangat penting untuk proses fotosintesis rumput

penelitian berkisar antara 4,8-5,0 NTU. Kekeruhan

laut. Salinitas rata-rata di perairan adalah 26-29 ppm

adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang

yang dimana dekat dari daratan sehingga dipengaruhi

disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari

oleh kegiatan dari darat Suhu air yang tinggi dan

suatu polutan yang terkandung dalam air (Wetzel, 1983).

penurunan salinitas yang terjadi di perairan akibat air

Kekeruhan yang tinggi didapat di lokasi perairan dapat

tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan

mengakibatkan

rumput laut menjadi tidak normal. Di perairan pantai

Kekeruhan dalam perairan untuk budidaya rumput laut

kisaran salinitas yang normal adalah 28-32 ppm

adalah 0 gram/liter, hal ini sangat baik untuk tanaman

(Winarno, 1996). Sedangkan pada lokasi budidaya

melakukan fotosintesis karena dapat mempengaruhi

rumput laut Eucheuma sp memiliki kisaran salinitas

pertumbuhan dan mutu tanaman (Soenardjo, 2003).

antara 26-33 ppm. Menurut Soenardjo, (2003) lokasi

Pertumbuhan Eucheuma spinosum adalah dasar perairan

budidaya diusahakan jauh dari sumber air tawar seperti

yang terdiri dari potongan - potongan karang mati dan

dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas air

bercampur

itu. Nilai pH mengalami peningkatan pada musim

komunitas yang terdiri dari makro algae (Dirjen

kemarau sebesar 8,12-8,13 dan kadar oksigen terlarut

Budidaya,2005).

penetrasi

dengan

pasir

cahaya

karang,

yang

rendah

ditumbuhi

.

oleh

(DO) 6,5-6,7 ppm Pada kondisi pH tersebut terjadi
peningkatan

pertumbuhan

bakteri.

Effendi

(2003)

6

4. SIMPULAN

yang terjadi di perairan akibat air tawar

1.

Bakteri patogen yang ditemukan pada

yang

Rumput Laut di perairan Pantai Kutuh

pertumbuhan rumput laut menjadi tidak

merupakan

normal.

bakteri

patogen

yang

berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
Vibrio sp dan Pseudomonas sp.

2.

Parameter

salinitas

dan

suhu

3.

masuk

menyebabkan

Ketika rumput laut mengalami stress akan
memudahkan

yang

akan

keadaan

infeksi

stress,

patogen.

rumput

laut

Pada
akan

meningkat akan berpengaruh terhadap

membebaskan substansi organik yang

pertumbuhan rumput laut. Salinitas rata-

menyebabkan

rata di perairan adalah 26-29 ppm yang

merangsang bakteri tumbuh melimpah.

dimana

dekat

thallus

berlendir

dan

dari daratan sehingga

dipengaruhi oleh kegiatan dari darat Suhu
air yang tinggi dan penurunan salinitas

Ucapan terimakasih
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, penelitian ini dapat terlaksana dengan
baik. Penelitian ini dapat terlaksana atas dana dari
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas
Udaya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penelitian ini,
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian sampai penulisan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anugarah, 1990. Potensi dan Pengembangan Budidaya
Perairan di Indonesia . Lembaga penelitian
Indonesia. Jakarta.
Aslan, L. M., 2006. Budidaya Rumput Laut. Kanisius .
Yogyakarta.
Barnes, A.C., Young, F.M., Horne, M.., and Ellis, A.E.
2003. Streptococcus in infection of Tilapia,
Oreochromis
niloticus
in
recirculation
production facility. J. of the World aquaculture.
Boone, R. D., R.W. Castendolz and G.M. Garrity. 2001.
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology.
2nd (ed.). Springer. New York. 719 pp.
Buller, B, N. 2004. Bacteria from fish and other aquatic
animals: a practical identification manual.
CABI Publishing, Massachusetts Avenue,
Cambridge. 358 pp.
Choopun N, Louis V, Huq A, Colwell RR. 2002. Simple
procedure for rapid identification of Vibrio
cholerae from the aquatic environment. Appl
Environ Microbiol 68(2): 995-8.
DKP. 2004. Profil Rumput Laut Indonesia.Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya.Jakarta.
Ditjenkan Budidaya 2005. Profil Rumput Laut Indonesia .
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Bali
Sementara Gapai Target Produksi Sebesar 60
persen. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Freddy. N. 2009. Perubahan Iklim, Implikasinya terhadap
Kehidupan di Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil. Jakarta.

Frerichs, N. G. 1984. The isolation and identification of
fish bacterial pathogens. 1st Ed. Institute of
Agriculture, University of Stirling, Scotland.
Hambali. S., Widiyati, sunarto, Heru. 2005. Keragaan
Penyakit Bakterial Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada Karamba Jaring Apung di
Lokasi Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol 11 No. 2.
Hanna, P.J, Altmann K., Chen D., Smith A, Cosic S and
Moon P, 2000. Development of monoclonal
antibodies for the rapid identification of
epizootic Vibrio species. Fish Disease 15:6369.
Kabata. Z. 1985. Parasites and diseses of fish cultured in
tropics. Taylor & Francis, London and
Philadelphia.
Kurniasih.1999. Deskripsi Histopatologi dari Beberapa
Penyakit Ikan. Pusat Karantina Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Sukardi, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan,
Percetakan Bumi Aksara. Jakarta.
Soenardjo N., 2003. Membudidayakan Rumput laut ,
Balai Pustaka Semarang.
West, P.A. and R.R. Colwell. 1984. Identification and
Classification of Vibrionaceae An overview. In
R.R. Corwell (ed). Vibrios in the
eenvirontment. John Willey and sons, New
York.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second Edition.
Saunders College Publishing, Toronto, Canada

7