Identifikasi Bakteri pada Rumput Laut Euchema spinosum yang terserang penyakit Ice-Ice di Perairan Pantai Kutuh.
Identifikasi Bakteri pada Rumput Laut Euchema spinosum yang
terserang penyakit Ice-Ice di Perairan Pantai Kutuh
Suprabadevi A.Sa*, I Made Sena Darmasetiyawana
suprabadevi@yahoo.com
“Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali
*Penulis koresponden. Tel.: + 62-81-239-3656-45
Abstract
The main causes of ice-ice disease that seaweed production will decline. Bacterial infections occur due to fluctuations in climate
change resulted in a decrease in water quality resulting in the durability of seaweed. When seaweed stress will facilitate pathogen infection.
Disease pathogens cause damage to internal organs. The spread of bacterial disease in seaweed is generally very fast and can lead to death,
so that the loss caused by this disease is quite large. Ice-ice disease occurrence is seasonal and contagious, so the impact on the selling price
low. The results showed that there are two types of pathogenic bacteria that can potentially cause disease in which bacteria Vibrio
alginoliticus and Pseudomonas aeruginosa. Climate change affects the spatial distribution of micro seaweed bacterial pathogens.
Keywords: Eucheuma spinosum; Ice-ice; bacterial Pathogens
Abstrak
Rumput laut yang lemah akan mudah terserang bakteri patogen penyebab utama penyakit ice-ice sehingga produksi rumput laut
akan menurun. Infeksi bakteri terjadi karena fluktuasi perubahan iklim yang mengakibatkan penurunan kualitas air yang berakibat pada daya
tahan rumput laut. Ketika rumput laut stres akan memudahkan infeksi patogen. Penyakit bakteri patogen menimbulkan kerusakan pada organ
dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada rumput laut umumnya sangat cepat dan dapat menimbulkan kematian, sehingga kerugian yang
ditimbulkan akibat wabah penyakit ini cukup besar. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman dan menular, sehingga berdampak pada
harga jual yang rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 2 jenis bakteri patogen yang berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
bakteri Vibrio alginoliticus dan Pseudomonas aeruginosa . Perubahan iklim mikro mempengaruhi sebaran spasial bakteri pathogen rumput
laut.
Kata kunci : Euchema spinosum; Ice-ice; Bakteri Patogen
BAB I. PENDAHULUAN
Namun permasalahan yang sering timbul pada usaha
budidaya rumput laut yaitu adanya serangan penyakit ice-ice.
I.1. Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor
Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan pemutihan
pada bagian pangkal thallus, tengah dan ujung thallus muda,
yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih
yang diawali dengan perubahan warna thallus menjadi putih
merupakan salah satu negara eksportir penting di Asia karena
bening atau transparan. (DKP, 2004).
rumput laut tumbuh dan tersebar hampir diseluruh perairan
Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput laut di Indonesia
Indonesia. Rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk
belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi
bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering. Rumput laut yang
rumput laut. Untuk menghindari hal tersebut, perlu diupayakan
ada di perairan Indonesia tidak semua bermanfaat bagi manusia.
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit rumput laut secara
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis
hati-hati dan teliti agar tidak menimbulkan kerugian pada
ganggang merah dan ganggang cokelat karena mengandung agar-
produksi rumput laut.
agar, keraginan, porpiran, dan furcelaran.
Vibrio
sp.
mempunyai
sifat-sifat
umum
yaitu
penyebab penyakit ice-ice pada pengelolaan budidaya rumput
berbentuk batang yang bengkok, mempunyai satu batang cambuk
laut yakni bakteri Vibrio sp. (Largo et al. 2003), Berdasarkan
yang yang terletak pada salah satu ujung batangnya. Kontaminasi
permasalahan diatas, perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
bakteri ini pada manusia dapat terjadi bila mengkontaminasi
mengetahui secara pasti jenis bakteri Vibrio sp. yang ditemukan
makanan dan hasil-hasil laut. Hasil identifikasi beberapa jenis
pada rumput laut yang terserang penyakit ice-ice sebagai acuan
bakteri pada thallus rumput laut didapatkan bakteri patogen
pengendalian dan pengobatan selanjutnya.
2. METODE PENELITIAN
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel rumput laut Eucheuma spinosum diambil dari
usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Kutuh Kecamatan
Denpasar Selatan, Kabupaten Badung. Masing-masing sampel
dari 3 titik lokasi budidaya diambil sampel sebanyak 25 gr
rumput laut. Untuk data iklim mikro, diambil sampel air ditempat
yang sama dengan pengambilan sampel rumput laut.
3.1. Isolasi Bakteri
Isolasi dilakukan untuk mengambil bakteri pada organ
target dan menumbuhkan pada media TSA. Pemurnian
bakteri dilakukan untuk mengambil koloni bakteri yang
dominan dari hasil penumbuhan
bakteri melalui proses
isolasi dan kemudian diinkubasi pada suhu 28 0C-30 0C
selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dipilih
2.2. Metode Penanganan Sampel
Sampel rumput Eucheuma spinosum terdiri atas 2 sampel
yaitu bagian ujung thallus yang, terserang penyakit ice-ice
(masing-masing sampel sebanyak 25 g) yang diambil dari lokasi
berdasarkan bentuk dan ukuran warna, diinokulasikan pada
TSA untuk selanjutnya diidentifikasikan genusnya. Hasil
isolasi dan permurnian bakteri dapat dilihat pada tabel 3
dan 4.
pengambilan sampel. Bagian ujung thallus yang terserang
penyakit ice-ice diberi tanda RLS. Sampel disimpan dalam
cooling box yang telah diberi air es untuk dibawa ke
Laboratorium (BPKIPM) Balai Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Denpasar. Selanjutnya
sampel rumput laut yang terinfeksi bakteri akan dilakukan isolasi
dan identifikasi bakteri.
Pengukuran iklim mikro dapat dilakukan langsung di
3.2. Uji Presumtif
Uji presumtif dilakukan untuk memudahkan
dalam tahap identifikasi, dengan mengetahui genus dari
bakteri yang ditumbuhkan pengujian yang dilakukan
adalah uji gram,uji katalase dan uji oksidase untuk
mengetahui apakah bakteri bersifat gram (+) atau gram
(-). Hasil pengujian sampel dapat dilihat pada tabel 1.
lokasi pengambilan sampel dengan menggunakan alat Automatic
Watersampler Vertikal dan Digital Instruments, CD/TDS,
Saltmeter. Parameter yang diuji adalah pH air, DO (Dissolved
Oxygen), suhu, salinitas.
2
Haemolisa
37OC
Kesimpulan
Tabel 1. Uji Presumtif
No.
Pengujian
NH
NH
NH
Vibrio
alginolyt
icus
Vibrio
alginolyt
icus
Pseud
omon
as
Aerug
inosa
31.
32.
Kode
Kode
Sampel
Sampel
RLS 1
RLS 2 & 3
Sumber: BKIPM Denpasar
1.
Uji Gram
+
+
2.
Uji
+
+
+
+
Katalase
3.
Uji
Oksidase
Sumber: BKIPM Denpasar
3.3. Uji Biokimia
Uji biokimia dilakukan untuk mengetahui
species
bakteri
dengan
melihat
kemampuannya
tumbuh di masing-masing media.
Tabel 2. Hasil Uji Biokimia
No.
Pegujian
1.
Glukosa
Media/Gas
OF
Citrate
Nitrat
Ornithin
Lysin
SIM
Motility/H2S
SIM Indol
Gelatin
Urea
MRVP uji
MR
MRVP Uji
VP
TSIA Miring
TSIA Tegak
TSIA
Gas/H2S
Lactosa
Sucrosa
Arabinosa
Sorbitol
Inositol
Dulcitol
Manitol
Trehalose
Rafinose
TCBS
Koloni
TCBS Media
GSP Koloni
GSP Media
(selektif
media)
NaCl 4%
NaCl 6%
2
3
4
5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Kode
Sampel
RLS 1
Kode
Sampel
RLS 2
Kode
Sampel
RLS
III
+/-
+/+
+/+
F
+
+
+/-
F
+
+
+/-
O
+
+
+/-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
-
A
A
+/-
A
A
+/-
Alk
Alk
-/-
+
+
+
+
+
K
K
K
K
M
M
+
-
+
-
+
-
3
4% memberi hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi
3.4. Karakteristik Morfologi Bakteri
Identifikasi bakteri Vibrio sp. pada rumput laut
ditemukan jenis bakteri Vibrio alginolyticus yang
Euchema spinosum didahului dengan isolasi rumput laut
terdapat pada rumput laut Euchema spinosum yang
Euchema spinosum yang terserang ice-ice pada media
terserang penyakit ice-ice. Bakteri vibrio bersifat aerob,
TCBS sebagai media selektif Vibrio sp. Hasil isolasi
tetapi ada pula yang bersifat anaerob fakultatif. Selain itu,
rumput laut Euchema spinosum yang terserang ice-ice
vibrio
pada media TCBS diperoleh hasil koloni bakteri Vibrio
dikendalikan oleh flagela polar, tergolong bakteri gram
alginolyticus. ditandai dengan berubahnya media yang
negatif. (Choopun, 2002).
berwarna hijau menjadi kuning. (Gambar 1 dan 2).
Hasil
karakteristik
bakteri
juga
bersifat
motil
karena
pergerakannya
Hanna et al (2000) menyatakan bahwa Vibrio
telah
alginolyticus. merupakan bakteri berbentuk basil (batang)
dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol Vibrio
dan bersifat motil (dapat bergerak), berhabitat alami di
menunjukan hasil positif dan bersifat motil. Sedangkan
lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan
pada uji fermentasi sukrosa dan manitol bakteri Vibrio
Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan
juga memberi hasil positif yaitu dapat melakukan
menimbulkan
fermentasi sukrosa dan manitol, namun pada uji laktosa
menyebabkan kematian biota laut dan secara tidak
didapat hasil negatif yaitu tidak dapat memfermentasikan
langsung bakteri yang terbawa biota laut seperti ikan dan
laktosa dengan menggunakan media TSIA hasil yang
rumput laut akan dikonsumsi oleh manusia, sehingga
muncul adalah bagian atas menunjukan warna merah
menyebabkan penyakit pada manusia.
Vibrio
penyakit
pathogen,
yang
dapat
yang berarti bersifat basa, dan bagian bawah berwarna
kuning yang berarti bersifat asam, dan tidak terbentuk
H2S. Uji lisin dekarboksilasi terhadap Vibrio juga
menunjukkan hasil positif berupa warna ungu, uji NaCl
Gambar 1. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 1.
4
Gambar 2. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 2.
Gambar 3. Hasil Penumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada
Lokasi 3.
Hasil karakteristik bakteri Pseudomonas aeruginosa telah
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang bakteri ini
dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol menunjukan
terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan
hasil positif dan bersifat motil. Pada uji fermentasi
terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas
sukrosa memberi hasil negatif, sedangkan pada uji
aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini
manitol memberi hasil positif. Dengan menggunakan
bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak
media GSP hasil yang muncul adalah bagian atas dan
mampu memfermentasi
bawah yang menunjukan warna merah yang berarti
glukosa/karbohidrat
bersifat basa, dan tidak terbentuk H2S. Uji lisin
mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel
dekarboksilasi terhadap Pseudomonas juga menunjukkan
monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu
hasil negatif berupa warna kuning, uji NaCl 4% memberi
bergerak. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen
hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi ditemukan
utama
jenis bakteri Pseudomonas aeruginosa yang terdapat
mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi
pada rumput laut Euchema spinosum yang terserang
apabila fungsi pertahanan inang abnormal.
bagi
tetapi
lain,
manusia.
dapat
tidak
Bakteri
mengoksidasi
berspora,
ini
tidak
kadang-kadang
penyakit ice-ice dapat dilihat pada (Gambar 3).
5
3.5. Morfologi Rumput Laut yang Terkena Ice-Ice
Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai
mengalami stress akan memudahkan infeksi patogen.
dengan pemutihan pada bagian pangkal thallus, tengah
Pada keadaan stress, rumput laut akan membebaskan
dan ujung thallus muda, yang diawali dengan perubahan
substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir
warna thallus menjadi putih bening atau transparan, serta
dan merangsang bakteri tumbuh melimpah.
menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi
umumnya penyebaran penyakit ice-ice terjadi secara
membusuk. (Largo et al. 1995). Thallus menjadi rapuh
vertikal oleh bibit thallus dan secara horizontal melalui
dan mudah putus, gejala yang diperlihatkan adalah
perantaraan air (DKP 2004). Morfologi rumput laut yang
pertumbuhan yang lambat.
terkena ice-ice dapat dilihat pada Gambar 4.
Ketika rumput laut
Pada
Gambar 4. Rumput Laut Eucheuma spinosum yang terkena ice-ice
Dari Hasil pengukuran suhu perairan pada
setiap stasiun pengamatan diperlihatkan pada Tabel 4.
Temperatur rata-rata di perairan adalah 28-29 C. Suhu
menjelaskan bahwa pertumbuhan bakteri akan lebih baik
pada keadaan pH normal sampai relatif alkalin (basa).
Hasil
pengukuran
kekeruhan
di
lokasi
perairan sangat penting untuk proses fotosintesis rumput
penelitian berkisar antara 4,8-5,0 NTU. Kekeruhan
laut. Salinitas rata-rata di perairan adalah 26-29 ppm
adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang
yang dimana dekat dari daratan sehingga dipengaruhi
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari
oleh kegiatan dari darat Suhu air yang tinggi dan
suatu polutan yang terkandung dalam air (Wetzel, 1983).
penurunan salinitas yang terjadi di perairan akibat air
Kekeruhan yang tinggi didapat di lokasi perairan dapat
tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan
mengakibatkan
rumput laut menjadi tidak normal. Di perairan pantai
Kekeruhan dalam perairan untuk budidaya rumput laut
kisaran salinitas yang normal adalah 28-32 ppm
adalah 0 gram/liter, hal ini sangat baik untuk tanaman
(Winarno, 1996). Sedangkan pada lokasi budidaya
melakukan fotosintesis karena dapat mempengaruhi
rumput laut Eucheuma sp memiliki kisaran salinitas
pertumbuhan dan mutu tanaman (Soenardjo, 2003).
antara 26-33 ppm. Menurut Soenardjo, (2003) lokasi
Pertumbuhan Eucheuma spinosum adalah dasar perairan
budidaya diusahakan jauh dari sumber air tawar seperti
yang terdiri dari potongan - potongan karang mati dan
dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas air
bercampur
itu. Nilai pH mengalami peningkatan pada musim
komunitas yang terdiri dari makro algae (Dirjen
kemarau sebesar 8,12-8,13 dan kadar oksigen terlarut
Budidaya,2005).
penetrasi
dengan
pasir
cahaya
karang,
yang
rendah
ditumbuhi
.
oleh
(DO) 6,5-6,7 ppm Pada kondisi pH tersebut terjadi
peningkatan
pertumbuhan
bakteri.
Effendi
(2003)
6
4. SIMPULAN
yang terjadi di perairan akibat air tawar
1.
Bakteri patogen yang ditemukan pada
yang
Rumput Laut di perairan Pantai Kutuh
pertumbuhan rumput laut menjadi tidak
merupakan
normal.
bakteri
patogen
yang
berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
Vibrio sp dan Pseudomonas sp.
2.
Parameter
salinitas
dan
suhu
3.
masuk
menyebabkan
Ketika rumput laut mengalami stress akan
memudahkan
yang
akan
keadaan
infeksi
stress,
patogen.
rumput
laut
Pada
akan
meningkat akan berpengaruh terhadap
membebaskan substansi organik yang
pertumbuhan rumput laut. Salinitas rata-
menyebabkan
rata di perairan adalah 26-29 ppm yang
merangsang bakteri tumbuh melimpah.
dimana
dekat
thallus
berlendir
dan
dari daratan sehingga
dipengaruhi oleh kegiatan dari darat Suhu
air yang tinggi dan penurunan salinitas
Ucapan terimakasih
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, penelitian ini dapat terlaksana dengan
baik. Penelitian ini dapat terlaksana atas dana dari
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas
Udaya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penelitian ini,
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian sampai penulisan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anugarah, 1990. Potensi dan Pengembangan Budidaya
Perairan di Indonesia . Lembaga penelitian
Indonesia. Jakarta.
Aslan, L. M., 2006. Budidaya Rumput Laut. Kanisius .
Yogyakarta.
Barnes, A.C., Young, F.M., Horne, M.., and Ellis, A.E.
2003. Streptococcus in infection of Tilapia,
Oreochromis
niloticus
in
recirculation
production facility. J. of the World aquaculture.
Boone, R. D., R.W. Castendolz and G.M. Garrity. 2001.
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology.
2nd (ed.). Springer. New York. 719 pp.
Buller, B, N. 2004. Bacteria from fish and other aquatic
animals: a practical identification manual.
CABI Publishing, Massachusetts Avenue,
Cambridge. 358 pp.
Choopun N, Louis V, Huq A, Colwell RR. 2002. Simple
procedure for rapid identification of Vibrio
cholerae from the aquatic environment. Appl
Environ Microbiol 68(2): 995-8.
DKP. 2004. Profil Rumput Laut Indonesia.Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya.Jakarta.
Ditjenkan Budidaya 2005. Profil Rumput Laut Indonesia .
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Bali
Sementara Gapai Target Produksi Sebesar 60
persen. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Freddy. N. 2009. Perubahan Iklim, Implikasinya terhadap
Kehidupan di Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil. Jakarta.
Frerichs, N. G. 1984. The isolation and identification of
fish bacterial pathogens. 1st Ed. Institute of
Agriculture, University of Stirling, Scotland.
Hambali. S., Widiyati, sunarto, Heru. 2005. Keragaan
Penyakit Bakterial Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada Karamba Jaring Apung di
Lokasi Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol 11 No. 2.
Hanna, P.J, Altmann K., Chen D., Smith A, Cosic S and
Moon P, 2000. Development of monoclonal
antibodies for the rapid identification of
epizootic Vibrio species. Fish Disease 15:6369.
Kabata. Z. 1985. Parasites and diseses of fish cultured in
tropics. Taylor & Francis, London and
Philadelphia.
Kurniasih.1999. Deskripsi Histopatologi dari Beberapa
Penyakit Ikan. Pusat Karantina Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Sukardi, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan,
Percetakan Bumi Aksara. Jakarta.
Soenardjo N., 2003. Membudidayakan Rumput laut ,
Balai Pustaka Semarang.
West, P.A. and R.R. Colwell. 1984. Identification and
Classification of Vibrionaceae An overview. In
R.R. Corwell (ed). Vibrios in the
eenvirontment. John Willey and sons, New
York.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second Edition.
Saunders College Publishing, Toronto, Canada
7
terserang penyakit Ice-Ice di Perairan Pantai Kutuh
Suprabadevi A.Sa*, I Made Sena Darmasetiyawana
suprabadevi@yahoo.com
“Program
Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali
*Penulis koresponden. Tel.: + 62-81-239-3656-45
Abstract
The main causes of ice-ice disease that seaweed production will decline. Bacterial infections occur due to fluctuations in climate
change resulted in a decrease in water quality resulting in the durability of seaweed. When seaweed stress will facilitate pathogen infection.
Disease pathogens cause damage to internal organs. The spread of bacterial disease in seaweed is generally very fast and can lead to death,
so that the loss caused by this disease is quite large. Ice-ice disease occurrence is seasonal and contagious, so the impact on the selling price
low. The results showed that there are two types of pathogenic bacteria that can potentially cause disease in which bacteria Vibrio
alginoliticus and Pseudomonas aeruginosa. Climate change affects the spatial distribution of micro seaweed bacterial pathogens.
Keywords: Eucheuma spinosum; Ice-ice; bacterial Pathogens
Abstrak
Rumput laut yang lemah akan mudah terserang bakteri patogen penyebab utama penyakit ice-ice sehingga produksi rumput laut
akan menurun. Infeksi bakteri terjadi karena fluktuasi perubahan iklim yang mengakibatkan penurunan kualitas air yang berakibat pada daya
tahan rumput laut. Ketika rumput laut stres akan memudahkan infeksi patogen. Penyakit bakteri patogen menimbulkan kerusakan pada organ
dalam. Penyebaran penyakit bakterial pada rumput laut umumnya sangat cepat dan dapat menimbulkan kematian, sehingga kerugian yang
ditimbulkan akibat wabah penyakit ini cukup besar. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman dan menular, sehingga berdampak pada
harga jual yang rendah. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 2 jenis bakteri patogen yang berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
bakteri Vibrio alginoliticus dan Pseudomonas aeruginosa . Perubahan iklim mikro mempengaruhi sebaran spasial bakteri pathogen rumput
laut.
Kata kunci : Euchema spinosum; Ice-ice; Bakteri Patogen
BAB I. PENDAHULUAN
Namun permasalahan yang sering timbul pada usaha
budidaya rumput laut yaitu adanya serangan penyakit ice-ice.
I.1. Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor
Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai dengan pemutihan
pada bagian pangkal thallus, tengah dan ujung thallus muda,
yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih
yang diawali dengan perubahan warna thallus menjadi putih
merupakan salah satu negara eksportir penting di Asia karena
bening atau transparan. (DKP, 2004).
rumput laut tumbuh dan tersebar hampir diseluruh perairan
Pengendalian penyakit ice-ice pada rumput laut di Indonesia
Indonesia. Rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk
belum tertangani dengan baik yang berakibat penurunan produksi
bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering. Rumput laut yang
rumput laut. Untuk menghindari hal tersebut, perlu diupayakan
ada di perairan Indonesia tidak semua bermanfaat bagi manusia.
pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit rumput laut secara
Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis
hati-hati dan teliti agar tidak menimbulkan kerugian pada
ganggang merah dan ganggang cokelat karena mengandung agar-
produksi rumput laut.
agar, keraginan, porpiran, dan furcelaran.
Vibrio
sp.
mempunyai
sifat-sifat
umum
yaitu
penyebab penyakit ice-ice pada pengelolaan budidaya rumput
berbentuk batang yang bengkok, mempunyai satu batang cambuk
laut yakni bakteri Vibrio sp. (Largo et al. 2003), Berdasarkan
yang yang terletak pada salah satu ujung batangnya. Kontaminasi
permasalahan diatas, perlu adanya kajian lebih lanjut untuk
bakteri ini pada manusia dapat terjadi bila mengkontaminasi
mengetahui secara pasti jenis bakteri Vibrio sp. yang ditemukan
makanan dan hasil-hasil laut. Hasil identifikasi beberapa jenis
pada rumput laut yang terserang penyakit ice-ice sebagai acuan
bakteri pada thallus rumput laut didapatkan bakteri patogen
pengendalian dan pengobatan selanjutnya.
2. METODE PENELITIAN
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Waktu dan Lokasi Pengambilan Sampel
Sampel rumput laut Eucheuma spinosum diambil dari
usaha budidaya rumput laut di perairan pantai Kutuh Kecamatan
Denpasar Selatan, Kabupaten Badung. Masing-masing sampel
dari 3 titik lokasi budidaya diambil sampel sebanyak 25 gr
rumput laut. Untuk data iklim mikro, diambil sampel air ditempat
yang sama dengan pengambilan sampel rumput laut.
3.1. Isolasi Bakteri
Isolasi dilakukan untuk mengambil bakteri pada organ
target dan menumbuhkan pada media TSA. Pemurnian
bakteri dilakukan untuk mengambil koloni bakteri yang
dominan dari hasil penumbuhan
bakteri melalui proses
isolasi dan kemudian diinkubasi pada suhu 28 0C-30 0C
selama 24 jam. Koloni bakteri yang tumbuh dipilih
2.2. Metode Penanganan Sampel
Sampel rumput Eucheuma spinosum terdiri atas 2 sampel
yaitu bagian ujung thallus yang, terserang penyakit ice-ice
(masing-masing sampel sebanyak 25 g) yang diambil dari lokasi
berdasarkan bentuk dan ukuran warna, diinokulasikan pada
TSA untuk selanjutnya diidentifikasikan genusnya. Hasil
isolasi dan permurnian bakteri dapat dilihat pada tabel 3
dan 4.
pengambilan sampel. Bagian ujung thallus yang terserang
penyakit ice-ice diberi tanda RLS. Sampel disimpan dalam
cooling box yang telah diberi air es untuk dibawa ke
Laboratorium (BPKIPM) Balai Karantina Ikan Pengendalian
Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Denpasar. Selanjutnya
sampel rumput laut yang terinfeksi bakteri akan dilakukan isolasi
dan identifikasi bakteri.
Pengukuran iklim mikro dapat dilakukan langsung di
3.2. Uji Presumtif
Uji presumtif dilakukan untuk memudahkan
dalam tahap identifikasi, dengan mengetahui genus dari
bakteri yang ditumbuhkan pengujian yang dilakukan
adalah uji gram,uji katalase dan uji oksidase untuk
mengetahui apakah bakteri bersifat gram (+) atau gram
(-). Hasil pengujian sampel dapat dilihat pada tabel 1.
lokasi pengambilan sampel dengan menggunakan alat Automatic
Watersampler Vertikal dan Digital Instruments, CD/TDS,
Saltmeter. Parameter yang diuji adalah pH air, DO (Dissolved
Oxygen), suhu, salinitas.
2
Haemolisa
37OC
Kesimpulan
Tabel 1. Uji Presumtif
No.
Pengujian
NH
NH
NH
Vibrio
alginolyt
icus
Vibrio
alginolyt
icus
Pseud
omon
as
Aerug
inosa
31.
32.
Kode
Kode
Sampel
Sampel
RLS 1
RLS 2 & 3
Sumber: BKIPM Denpasar
1.
Uji Gram
+
+
2.
Uji
+
+
+
+
Katalase
3.
Uji
Oksidase
Sumber: BKIPM Denpasar
3.3. Uji Biokimia
Uji biokimia dilakukan untuk mengetahui
species
bakteri
dengan
melihat
kemampuannya
tumbuh di masing-masing media.
Tabel 2. Hasil Uji Biokimia
No.
Pegujian
1.
Glukosa
Media/Gas
OF
Citrate
Nitrat
Ornithin
Lysin
SIM
Motility/H2S
SIM Indol
Gelatin
Urea
MRVP uji
MR
MRVP Uji
VP
TSIA Miring
TSIA Tegak
TSIA
Gas/H2S
Lactosa
Sucrosa
Arabinosa
Sorbitol
Inositol
Dulcitol
Manitol
Trehalose
Rafinose
TCBS
Koloni
TCBS Media
GSP Koloni
GSP Media
(selektif
media)
NaCl 4%
NaCl 6%
2
3
4
5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Kode
Sampel
RLS 1
Kode
Sampel
RLS 2
Kode
Sampel
RLS
III
+/-
+/+
+/+
F
+
+
+/-
F
+
+
+/-
O
+
+
+/-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
-
A
A
+/-
A
A
+/-
Alk
Alk
-/-
+
+
+
+
+
K
K
K
K
M
M
+
-
+
-
+
-
3
4% memberi hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi
3.4. Karakteristik Morfologi Bakteri
Identifikasi bakteri Vibrio sp. pada rumput laut
ditemukan jenis bakteri Vibrio alginolyticus yang
Euchema spinosum didahului dengan isolasi rumput laut
terdapat pada rumput laut Euchema spinosum yang
Euchema spinosum yang terserang ice-ice pada media
terserang penyakit ice-ice. Bakteri vibrio bersifat aerob,
TCBS sebagai media selektif Vibrio sp. Hasil isolasi
tetapi ada pula yang bersifat anaerob fakultatif. Selain itu,
rumput laut Euchema spinosum yang terserang ice-ice
vibrio
pada media TCBS diperoleh hasil koloni bakteri Vibrio
dikendalikan oleh flagela polar, tergolong bakteri gram
alginolyticus. ditandai dengan berubahnya media yang
negatif. (Choopun, 2002).
berwarna hijau menjadi kuning. (Gambar 1 dan 2).
Hasil
karakteristik
bakteri
juga
bersifat
motil
karena
pergerakannya
Hanna et al (2000) menyatakan bahwa Vibrio
telah
alginolyticus. merupakan bakteri berbentuk basil (batang)
dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol Vibrio
dan bersifat motil (dapat bergerak), berhabitat alami di
menunjukan hasil positif dan bersifat motil. Sedangkan
lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan
pada uji fermentasi sukrosa dan manitol bakteri Vibrio
Bakteri dari spesies Vibrio secara langsung akan
juga memberi hasil positif yaitu dapat melakukan
menimbulkan
fermentasi sukrosa dan manitol, namun pada uji laktosa
menyebabkan kematian biota laut dan secara tidak
didapat hasil negatif yaitu tidak dapat memfermentasikan
langsung bakteri yang terbawa biota laut seperti ikan dan
laktosa dengan menggunakan media TSIA hasil yang
rumput laut akan dikonsumsi oleh manusia, sehingga
muncul adalah bagian atas menunjukan warna merah
menyebabkan penyakit pada manusia.
Vibrio
penyakit
pathogen,
yang
dapat
yang berarti bersifat basa, dan bagian bawah berwarna
kuning yang berarti bersifat asam, dan tidak terbentuk
H2S. Uji lisin dekarboksilasi terhadap Vibrio juga
menunjukkan hasil positif berupa warna ungu, uji NaCl
Gambar 1. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 1.
4
Gambar 2. Hasil Penumbuhan Bakteri Vibrio alginolyticus yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada Lokasi 2.
Gambar 3. Hasil Penumbuhan Bakteri Pseudomonas aeruginosa yang Diisolasi dari Rumput Laut Euchema spinosum pada
Lokasi 3.
Hasil karakteristik bakteri Pseudomonas aeruginosa telah
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang bakteri ini
dilakukan uji lanjut biokimia. Pada uji indol menunjukan
terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan
hasil positif dan bersifat motil. Pada uji fermentasi
terkadang membentuk rantai yang pendek. Pseudomonas
sukrosa memberi hasil negatif, sedangkan pada uji
aeruginosa termasuk bakteri gram negatif. Bakteri ini
manitol memberi hasil positif. Dengan menggunakan
bersifat aerob, katalase positif, oksidase positif, tidak
media GSP hasil yang muncul adalah bagian atas dan
mampu memfermentasi
bawah yang menunjukan warna merah yang berarti
glukosa/karbohidrat
bersifat basa, dan tidak terbentuk H2S. Uji lisin
mempunyai selubung (sheat) dan mempunyai flagel
dekarboksilasi terhadap Pseudomonas juga menunjukkan
monotrika (flagel tunggal pada kutub) sehingga selalu
hasil negatif berupa warna kuning, uji NaCl 4% memberi
bergerak. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen
hasil positif berupa kekeruhan yang tinggi ditemukan
utama
jenis bakteri Pseudomonas aeruginosa yang terdapat
mengkoloni pada manusia dan menimbulkan infeksi
pada rumput laut Euchema spinosum yang terserang
apabila fungsi pertahanan inang abnormal.
bagi
tetapi
lain,
manusia.
dapat
tidak
Bakteri
mengoksidasi
berspora,
ini
tidak
kadang-kadang
penyakit ice-ice dapat dilihat pada (Gambar 3).
5
3.5. Morfologi Rumput Laut yang Terkena Ice-Ice
Gejala penyakit ice-ice umumnya ditandai
mengalami stress akan memudahkan infeksi patogen.
dengan pemutihan pada bagian pangkal thallus, tengah
Pada keadaan stress, rumput laut akan membebaskan
dan ujung thallus muda, yang diawali dengan perubahan
substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir
warna thallus menjadi putih bening atau transparan, serta
dan merangsang bakteri tumbuh melimpah.
menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi
umumnya penyebaran penyakit ice-ice terjadi secara
membusuk. (Largo et al. 1995). Thallus menjadi rapuh
vertikal oleh bibit thallus dan secara horizontal melalui
dan mudah putus, gejala yang diperlihatkan adalah
perantaraan air (DKP 2004). Morfologi rumput laut yang
pertumbuhan yang lambat.
terkena ice-ice dapat dilihat pada Gambar 4.
Ketika rumput laut
Pada
Gambar 4. Rumput Laut Eucheuma spinosum yang terkena ice-ice
Dari Hasil pengukuran suhu perairan pada
setiap stasiun pengamatan diperlihatkan pada Tabel 4.
Temperatur rata-rata di perairan adalah 28-29 C. Suhu
menjelaskan bahwa pertumbuhan bakteri akan lebih baik
pada keadaan pH normal sampai relatif alkalin (basa).
Hasil
pengukuran
kekeruhan
di
lokasi
perairan sangat penting untuk proses fotosintesis rumput
penelitian berkisar antara 4,8-5,0 NTU. Kekeruhan
laut. Salinitas rata-rata di perairan adalah 26-29 ppm
adalah suatu ukuran biasan cahaya di dalam air yang
yang dimana dekat dari daratan sehingga dipengaruhi
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi dari
oleh kegiatan dari darat Suhu air yang tinggi dan
suatu polutan yang terkandung dalam air (Wetzel, 1983).
penurunan salinitas yang terjadi di perairan akibat air
Kekeruhan yang tinggi didapat di lokasi perairan dapat
tawar yang masuk akan menyebabkan pertumbuhan
mengakibatkan
rumput laut menjadi tidak normal. Di perairan pantai
Kekeruhan dalam perairan untuk budidaya rumput laut
kisaran salinitas yang normal adalah 28-32 ppm
adalah 0 gram/liter, hal ini sangat baik untuk tanaman
(Winarno, 1996). Sedangkan pada lokasi budidaya
melakukan fotosintesis karena dapat mempengaruhi
rumput laut Eucheuma sp memiliki kisaran salinitas
pertumbuhan dan mutu tanaman (Soenardjo, 2003).
antara 26-33 ppm. Menurut Soenardjo, (2003) lokasi
Pertumbuhan Eucheuma spinosum adalah dasar perairan
budidaya diusahakan jauh dari sumber air tawar seperti
yang terdiri dari potongan - potongan karang mati dan
dekat muara sungai karena dapat menurunkan salinitas air
bercampur
itu. Nilai pH mengalami peningkatan pada musim
komunitas yang terdiri dari makro algae (Dirjen
kemarau sebesar 8,12-8,13 dan kadar oksigen terlarut
Budidaya,2005).
penetrasi
dengan
pasir
cahaya
karang,
yang
rendah
ditumbuhi
.
oleh
(DO) 6,5-6,7 ppm Pada kondisi pH tersebut terjadi
peningkatan
pertumbuhan
bakteri.
Effendi
(2003)
6
4. SIMPULAN
yang terjadi di perairan akibat air tawar
1.
Bakteri patogen yang ditemukan pada
yang
Rumput Laut di perairan Pantai Kutuh
pertumbuhan rumput laut menjadi tidak
merupakan
normal.
bakteri
patogen
yang
berpotensial menyebabkan penyakit yaitu
Vibrio sp dan Pseudomonas sp.
2.
Parameter
salinitas
dan
suhu
3.
masuk
menyebabkan
Ketika rumput laut mengalami stress akan
memudahkan
yang
akan
keadaan
infeksi
stress,
patogen.
rumput
laut
Pada
akan
meningkat akan berpengaruh terhadap
membebaskan substansi organik yang
pertumbuhan rumput laut. Salinitas rata-
menyebabkan
rata di perairan adalah 26-29 ppm yang
merangsang bakteri tumbuh melimpah.
dimana
dekat
thallus
berlendir
dan
dari daratan sehingga
dipengaruhi oleh kegiatan dari darat Suhu
air yang tinggi dan penurunan salinitas
Ucapan terimakasih
Atas asung kerta wara nugraha Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, penelitian ini dapat terlaksana dengan
baik. Penelitian ini dapat terlaksana atas dana dari
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas
Udaya. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penelitian ini,
mulai dari penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian sampai penulisan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anugarah, 1990. Potensi dan Pengembangan Budidaya
Perairan di Indonesia . Lembaga penelitian
Indonesia. Jakarta.
Aslan, L. M., 2006. Budidaya Rumput Laut. Kanisius .
Yogyakarta.
Barnes, A.C., Young, F.M., Horne, M.., and Ellis, A.E.
2003. Streptococcus in infection of Tilapia,
Oreochromis
niloticus
in
recirculation
production facility. J. of the World aquaculture.
Boone, R. D., R.W. Castendolz and G.M. Garrity. 2001.
Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology.
2nd (ed.). Springer. New York. 719 pp.
Buller, B, N. 2004. Bacteria from fish and other aquatic
animals: a practical identification manual.
CABI Publishing, Massachusetts Avenue,
Cambridge. 358 pp.
Choopun N, Louis V, Huq A, Colwell RR. 2002. Simple
procedure for rapid identification of Vibrio
cholerae from the aquatic environment. Appl
Environ Microbiol 68(2): 995-8.
DKP. 2004. Profil Rumput Laut Indonesia.Direktorat
Jendral Perikanan Budidaya.Jakarta.
Ditjenkan Budidaya 2005. Profil Rumput Laut Indonesia .
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2011. Bali
Sementara Gapai Target Produksi Sebesar 60
persen. Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan
Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Freddy. N. 2009. Perubahan Iklim, Implikasinya terhadap
Kehidupan di Laut, Pesisir, dan Pulau-pulau
Kecil. Jakarta.
Frerichs, N. G. 1984. The isolation and identification of
fish bacterial pathogens. 1st Ed. Institute of
Agriculture, University of Stirling, Scotland.
Hambali. S., Widiyati, sunarto, Heru. 2005. Keragaan
Penyakit Bakterial Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada Karamba Jaring Apung di
Lokasi Berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia. Vol 11 No. 2.
Hanna, P.J, Altmann K., Chen D., Smith A, Cosic S and
Moon P, 2000. Development of monoclonal
antibodies for the rapid identification of
epizootic Vibrio species. Fish Disease 15:6369.
Kabata. Z. 1985. Parasites and diseses of fish cultured in
tropics. Taylor & Francis, London and
Philadelphia.
Kurniasih.1999. Deskripsi Histopatologi dari Beberapa
Penyakit Ikan. Pusat Karantina Pertanian,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Sukardi, 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan,
Percetakan Bumi Aksara. Jakarta.
Soenardjo N., 2003. Membudidayakan Rumput laut ,
Balai Pustaka Semarang.
West, P.A. and R.R. Colwell. 1984. Identification and
Classification of Vibrionaceae An overview. In
R.R. Corwell (ed). Vibrios in the
eenvirontment. John Willey and sons, New
York.
Wetzel, R.G. 1983. Limnology. Second Edition.
Saunders College Publishing, Toronto, Canada
7