Studi Peran Interaksi Bakteri Patogen Dan Lingkungan Terhadap Penyakit Ice-Ice Pada Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii.
i
PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MARLINA ACHMAD
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
(2)
(3)
iii
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi berjudul “Studi Peran Interaksi
Bakteri Patogen dan Lingkungan terhadap Penyakit Ice-ice pada Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii” adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Marlina Achmad
(4)
(5)
v
MARLINA ACHMAD. Studi Peran Interaksi Bakteri Patogen dan Lingkungan
terhadap Penyakit Ice-Ice pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii. Dibimbing
oleh ALIMUDDIN, UTUT WIDYASTUTI, SUKENDA dan ENANG HARRIS.
Pengembangan dan peningkatan produksi rumput laut Kappaphycus alvarezii
sangat penting perannya dalam upaya memenuhi permintaan berbagai industri yang memanfaatkan rumput laut sebagai bahan dasar produksinya. Indonesia sebagai salah satu negara produsen terbesar, harus mampu menjamin kualitas dan kuantitas produksi budidaya rumput laut dalam rangka persaingan antar produsen rumput laut di dunia. Budidaya merupakan jalan utama dalam mengupayakan pencapaian produksi massal rumput laut. Namun demikian, kegiatan budidaya seringkali dihadapkan suatu masalah terbesar, yakni munculnya wabah penyakit rumput laut. Penyakit semakin dipandang sebagai faktor utama dalam ekologi laut dan dampaknya diperkirakan akan meningkat dengan perubahan lingkungan seperti pemanasan global. Disertasi ini fokus pada pemahaman sebuah "pemutihan" (bleaching) penyakit ice-ice pada makroalga merah Kappaphycus alvarezii, terutama pada musim panas dengan pendugaan suhu yang meningkat dan kepadatan
bakteri yang semakin melimpah. Penyakit ice-ice diduga dapat dihasilkan secara in
vitro oleh kombinasi dari peningkatan suhu dan kehadiran bakteri patogen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: a) jenis bakteri dari rumput laut yang
terserang penyakit ice-ice, b) patogenisitas secara in vitro bakteri patogen dengan
menggunakan mikropropagul, c) performa secara morfologi dan mikroskopis pada
rumput laut yang diinkubasi pada suhu panas dan penginfeksian beberapa jenis bakteri patogen dengan konsentrasi bakteri yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan melalui metode eksperimen dengan tiga tahapan. Tahapan I: isolasi bakteri dan identifikasi dengan pengujian biokimia dan molekuler melalui sekuensing untuk mengidentifikasi spesies dari bakteri pada rumput laut
yang terserang penyakit ice-ice; Tahapan II: Perlakuan penginfeksian bakteri
patogen dengan jenis bakteri yang berbeda untuk menentukan tingkat patogenisitas bakteri patogen terhadap rumput laut; Tahapan III: Perlakuan kombinasi suhu dengan jenis dan konsentrasi bakteri yang berbeda untuk mengevaluasi performa
morfologi dan mikroskopis jaringan rumput laut K. alvarezii.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lebih dari satu jenis bakteri
yang teridentifikasi pada K. alvarezii yang terserang penyakit ice-ice, yakni
Shewanella haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749,
Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM
20123, Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain
ATCC 49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 dan Bacillus subtilis
subsp.spizizenii strain ATCC 6633. Dari kedelapan jenis bakteri tersebut, sebanyak
lima jenis (62,5%) masuk dalam kelompok Gammaproteobacteria, lainnya
masing-masing satu jenis bakteri (12,5%) adalah Alphaproteobacteria, Firmicutes, dan
Actinobacteria. Hasil ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar jenis bakteri
penyebab penyakit ice-ice adalah Proteobacteria.
Uji patogenisitas bakteri dilakukan secara in vitro dengan menggunakan
mikropropagul hasil kultur jaringan yang diinfeksikan dengan kedelapan jenis bakteri hasil riset tahap pertama. Seperti yang ditemukan dalam penelitian
(6)
vi
sebelumnya, terdapat delapan jenis bakteri yang mungkin berasosiasi dengan
penyakit ice-ice. Penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat patogenisitas dari
isolat pada mikropropagul K.alvarezii dengan gejala serangan ice-ice berdasarkan
gejala klinis, morfologi dan jaringan rumput laut. Mikropropagul berukuran 2-4 cm
direndam dalam air laut yang mengandung 106 bakteri cfu / ml untuk menentukan
patogenisitas. Timbulnya gejala ice-ice diamati setiap hari secara visual. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang paling cepat menimbulkan bleaching
pada mikropropagul adalah Stenotrophomonas maltophilia (5 jam pascainfeksi),
sedangkan paling lambat adalah dengan V. alginolyticus (44 jam pascainfeksi).
Bakteri lainnya dapat menyebabkan gejala ice-ice yakni 15-21 jam pascainfeksi.
Selanjutnya, bakteri Shewanella Haliotis dan V. alginolyticus ditemukan di talus
sehat. Ini adalah studi pertama yang melaporkan S.maltophilia terkait dengan
penyakit ice-ice pada K. alvarezii, dan bakteri ini mungkin berguna terhadap
penelitian khususnya terkait produksi rumput laut tahan terhadap penyakit ice-ice.
Penelitian tahap ketiga bertujuan untuk menginvestigasi asosiasi bakteri dengan
faktor lingkungan yang menyebabkan penyakit ice-ice pada K. alvarezii.
Penyebab timbulnya suatu penyakit tidak hanya akibat perubahan lingkungan, melainkan juga adanya peran bakteri yang saling berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi faktor lingkungan (suhu dan salinitas) dan bakteri diduga dapat memperparah penyakit pada inang termasuk rumput laut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efek interaksi suhu dan salinitas dengan bakteri patogen
terhadap timbulnya penyakit ice-ice pada rumput laut. K. alvarezii ditimbang
masing-masing sebanyak 50-51 g (untuk 39 akuarium), dikultur di dalam akuarium
(ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm) dengan suhu air 25 C dan 28 C serta
penginfeksian bakteri S. maltophilia dengan konsentrasi 100-106 cfu/ml ke media
pemeliharaan (salinitas 30 g/L). Perlakuan salinitas 28 g/L, 30 g/L, dan 35 g/L
dengan penginfeksian bakteri yang sama (konsentrasi bakteri 106) dan suhu
pemeliharaan 28 oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput laut yang
diinfeksi bakteri S. maltophilia dan diinkubasi pada suhu 28 C menunjukkan
penurunan bobot lebih besar, dan jumlah cabang talus yang bleaching lebih banyak
dibandingkan dengan perlakuan suhu 25 C. Pada kedua suhu menunjukkan
signifikan terhadap jumlah bleaching pada semua bagian talus, sedangkan perlakuan
konsentrasi yang berbeda hanya menunjukkan signifikan terhadap jumlah bleaching
di talus sekunder, dan tidak signifikan terhadap jumlah bleaching di talus primer
dan tersier. Selanjutnya, untuk interaksi konsentrasi bakteri dan suhu tidak
menunjukkan signifikan baik terhadap penurunan bobot basah dan jumlah bleaching
pada setiap bagian talus rumput laut K.alvarezii. Lama waktu transmisi penyakit
(waktu selama perlakuan) berpengaruh terhadap struktur morfologi K. alvarezii
yang menunjukkan kondisi parah di hari keempat. Salinitas 28, 30, dan 35 g/L
menunjukkan penurunan bobot yang sama pada talus. Sedangkan, jumlah bleaching
yang tinggi pada talus sekunder dan tersier ditunjukkan pada salinitas 28 dan 35 g/L. Kondisi jaringan talus pada awal dan akhir pengamatan dapat dibedakan dengan jumlah protoplasma sel menurun dan jarak antar sel yang sangat renggang.
Faktor lingkungan suhu dan salinitas dapat memicu terjadinya penyakit ice-ice.
Hasil riset ini belum mengungkapkan secara detail interaksi antar faktor biotik dan
abiotik dalam menyebabkan penyakit ice-ice sehingga kedepannya perlu dilakukan
analisa lebih lanjut untuk menginvestigasi efek interaksi kedua faktor tersebut.
(7)
vii
MARLINA ACHMAD. Study of Pathogenic Bacteria and Environment Interaction to Ice-Ice Disease on Seaweed Kappaphycus alvarezii. Supervised by ALIMUDDIN, UTUT WIDYASTUTI, SUKENDA and ENANG HARRIS
Development and increased of seaweed Kappaphycus alvarezii production is
very important particularly its role in efforts to fulfill the demand of various industries that utilize the seaweed as raw material production. Indonesia as one of the nation's largest producers, should be able to ensure the quality and quantity of production of seaweed farming in the framework of the competition among seaweed producers in the world. Seaweed cultivation is as the main line in pursuing the achievement of mass production of seaweed. However, seaweed farming activities are often faced with the biggest problem of disease outbreaks. Disease is increasingly seen as a major factor in marine ecology and the impact is expected to rise to environmental changes such as global warming. This dissertation focused on
understanding a "bleaching" ice-ice disease on red macroalgae Kappaphycus
alvarezii, especially in the summer with the prediction of rising temperatures and
densities of bacteria were more abundant. Ice-ice disease might be generated in
vitro by a combination of rising temperatures and the presence of pathogenic bacteria.
This study aimed to assess: a) bacteria strain of ice-ice infected seaweed, b)in
vitro pathogenicity of pathogenic bacteria using micropropagules, c) morphology and histological performances of thallus that incubated on temperature different temperatures and infected with pathogenic bacteria.
Bacteria are suspected to be the causative agent of ice-ice disease in seaweed
Kappaphycus alvarezii. Molecular approaches have been crucial for an understanding of community structure and phylogenetic composition of different marine macroalgae. This study was conducted to identify bacteria that induce the
onset of ice-ice disease in K. alvarezii. Bacteria were isolated from the thallus of K.
alvarezii exhibited ice-ice symptoms of whitening (bleaching) collected from the waters of Bulukumba, South Sulawesi, Indonesia. Identification of bacteria was conducted by biochemical tests and 16S rRNA gene sequence analysis. The results
revealed that eight species of bacteria were identified, namely: Shewanella haliotis
strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749, Stenotrophomonas
maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM 20123,
Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain ATCC
49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 and Bacillus subtilis subsp.spizizenii
strain ATCC 6633. The bacteria S. haliotis, V. alginolyticus, S. maltophilia, P.
aeruginosa and C. thiocycli included in Gammaproteobacteria group, O. anthropi
was Alphaproteobacteria, and while A. nicotianae and B. subtilis were beyond of
Proteobacteria group were of Actinobacteria and Firmicutes group Low GC, respectively.
As found in previous study, there were eight species of bacteria that may associate to ice-ice disease. This study aimed to test the level of pathogenicity of
those isolates on micropropagule K.alvarezii stricken ice-ice symptoms based on
clinical symptoms, morphology and tissue of seaweed and analyze the ice-ice disease transmission based on time of occurrence, the number of spots that appear
(8)
viii
bleaching and the width area of bleaching in the end of experiment.
Micropropagules of 2-4 cm in length were soaked in seawater containing 106 cfu/ml
bacteria to determine the pathogenicity. Onset of ice-ice symptoms was visually observed every day. The results showed that fastest onset of ice-ice symptoms was
observed by S. maltophilia (5 hours post challenged), while the slowest was by V.
alginolyticus (44 hours post challenged). Other bacteria induced ice-ice symptoms
at 15-21 hours post challenged. On the other hand, Shewanella haliotis and V.
alginolyticus were found in healthy thallus. This is the first study reporting
Stenotrophomonas maltophilia linked to ice-ice disease in K.alvarezii, and this bacterium might be useful towards generation of ice-ice resistance seaweed. The future of study we will investigate of bacteria associated with environment factor to
cause ice-ice disease in K.alvarezii.
The onset of a disease might not only be induced by environmental changes but also the interaction of the bacteria and environmental condition. The purpose of this research was to examine the effect of the temperature, and salinity, and pathogenic bacterial interaction on disease ice-ice incidents in seaweed
Kappaphycus alvarezii. K. alvarezii as much as 50-51 g was cultivated in aquarium (size 30 cm x 30 cm x 30 cm) with a temperature of 25 °C and 28 °C, and
inoculated with Stenotrophomonas maltophilia with concentrations of 100-106
cfu/ml to the rearing media (water salinity of 30 g/L). Furthermore, treatment of salinity was 28 g/L, 30g/L, and 35 g/L, and inoculated by same bacteria at
concentration of 106 cfu/ml, and water temperature of 28 oC . The results showed
that the seaweed that have been infected with S. maltophilia and incubated at a
temperature of 28 °C showed a decrease in the weight and the number of branches having bleaching was higher than the temperature of 25 °C. The seaweed that
infected by concentration of bacteria 100 and 106 was significantly different on
decrease in the weight and the number of branches having bleaching on secondary thallus. Moreover, the number of bleaching on primary and tertier thallus were the same. Furthermore, for the interaction of bacterial concentration and temperature showed no significant on decrease in the wet weight and the amount of bleaching on
any part of the talus seaweed K.alvarezii. Long time transmission of disease (time
during treatment) influence on morphological structure K. alvarezii that shows
severe conditions in the fourth day. Salinity 28, 30, and 35 g/L showed a decrease equal weight to the thallus. Meanwhile, a high number of bleaching at secondary and tertiary was shown in salinity 28 and 35 g / L. Difference visual morphology and histology between the initial condition and after treatment were found. At the end of experiment protoplast cells number decreased significantly and spacing between cells been more tenuous in very severe bleaching symptoms of thallus. These results have not been revealed in detail the interaction between biotic and abiotic factors in causing diseases ice-ice so that future needs to do further analysis to investigate the effects of the interaction of these two factors.
(9)
ix
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
(10)
(11)
xi
RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MARLINA ACHMAD
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2016
(12)
xii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : Prof Dr Ir Rohani Ambo Rappe, MSi Dr Ir Munti Yuhana, MSi
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : Prof Dr Ir Rohani Ambo Rappe, MSi Dr Ir Munti Yuhana, MSi
(13)
(14)
(15)
xv
Alhamdulillaahirobbil’alamiin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya, sehingga Disertasi
dengan judul “Studi Peran Interaksi Bakteri Patogen Dan Lingkungan Terhadap
Penyakit Ice-Ice Pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii” ini dapat terselesaikan.
Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat yakin dan menyadari bahwa proses penyelesaian penelitian dan penyusunan Disertasi ini tidak dapat berjalan lancar tanpa adanya dukungan serta bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada Guru sekaligus Komisi Pembimbing; Dr. Alimuddin, Dr Utut Widyastuti, Dr Sukenda, dan Prof Dr Enang Harris yang telah mencurahkan banyak ilmu, waktu, kesabaran, semangat, bimbingan serta memberikan arahan, saran, masukan dan koreksi yang sangat berarti bagi penulis sejak penyusunan Proposal Penelitian, pelaksanaan penelitian, penyusunan Artikel Ilmiah hingga penyusunan Disertasi ini. Penulis juga menghaturkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof Dr Komar Sumantadinata (alm.) atas ilmu, waktu, kesabaran, bimbingan dan semangat yang telah diberikan untuk penelitian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia atas kesempatan dan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan pada Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada Dr Ir Widanarni, MSi, Dr Ir Dedi Jusadi, MSc dan Prof Dr Ir Enang Harris, MS selaku Dosen Penguji Luar Komisi pada Ujian Kualifikasi (Prelim Lisan). Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Rohani Ambo Rappe, MSi dan Dr Ir Munti Yuhana, MSi selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup dan Ujian Promosi.
Terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada Rektor, Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Ketua Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ijin dan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3). Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ketua dan sejawat anggota Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin yang telah memberikan semangat, dorongan dan kebersamaan dalam memperjuangkan agar penulis dapat melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3). Penulis juga menghanturkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof Dr Ir Natsir Nessa, MS yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil selama penulis menempuh pendidikan mulai Program Sarjana hingga Program Doktor saat ini.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada Kepala dan Staf Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Maros, Sulawesi Selatan, Bapak Dr Ir Andi Parenrengi, MSc, dan Ir Emma Suryanti, MSi atas bantuan penyediaan rumput laut serta fasilitas penelitian pendahuluan, Penulis juga menghanturkan terima kasih kepada Ibu Erina Sulistiyani, MSi (Biotrop) atas bantuan mikropropagul serta sharing ilmu terkait kultur jaringan rumput laut, Bapak Dedi Supriadi selaku teknisi dan Ibu Lina Mulyani selaku Laboran pada Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Bapak Ranta selaku Laboran pada Laboratorium Kesehatan
(16)
xvi
Ikan, Bapak Wasjan selaku Laboran Nutrisi Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu penulis selama penyelesaian penelitian.
Penulis juga sampaikan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa Program Doktor (S3) Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, khususnya Angkatan 2011 (Dr Akhmad Taufiq Mukti, Dr Ade Sunarma, Dr Azis, Dr Irzal Effendi, Dr Mohammad Amin, Dr Muh. Alias L. Rajamuddin, Dr Ricky Jauhari, Ir Ridwan Tobuku, MSi, Dr Surya Syahputra, dan Dr Iis Diatin, Dr Media Fitri Isma Nugraha, Dr Yani Hadiroseyani), Dr Khairunnisa, Nuril Farizah, SPi, MSi, Muh.Safir, SPi, MSi, Dendi Hidayatullah, SPi, MSi, Amalia Nur Anshary, SPi, Hasan Nasrullah, SPi, Yanti Inneke Nababan, SPi, Abung Maruli Simanjuntak, SPi, MSi, Iin, SPi, Deni Yunus Wijaya, SPi, Haryayu, SPi, Reni Agustina, SSi, Indranita Idris, SPi atas kebersamaan, kekeluargaan, semangat dan bantuan materil maupun moril selama penulis menempuh pendidikan Program Doktor (S3).
Terima kasih yang tidak terhingga penulis haturkan kepada Ayahanda Achmad Sadarang (alm.) dan Ibunda Radiah Abubakar, Tante Haniah Abubakar (alm) serta Ayahanda Asikin Kasim (alm.) dan Ibunda Muriati Sapareng atas kasih
sayang, do’a, semangat, perhatian dan dukungan hingga saat ini. Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada suami tercinta Fahrul, SPi, MSi. beserta
putra-putra tercinta Muhammad Faqih Ubaidillah, Muhammad Fadhlul
Ma’rifatullah atas inspirasi, kasih sayang, do’a, semangat, perhatian, pengertian dan kesabaran selama ini hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Program Doktor (S3). Tidak lupa pula penulis sampaikan terima kasih kepada kakak Rachmad Achmad, dan adik-adik (Mardiana Achmad, SHut, Wahyuningsih, SP,
MSi dan Nurul Chaerani, SPi), ipar-ipar dan seluruh keluarga atas do’a, perhatian,
semangat dan dukungan selama ini.
Setiap bagian riset disertasi ini telah dimasukkan pada jurnal ilmiah. Bagian pertama dan kedua disertasi dengan judul artikel ilmiah "Molecular identification of
new bacterial causative agent of ice-ice disease on seaweed Kappaphycus alvarezii”
telah diperiksa reviewer pada jurnal Peer J (terindeks SCOPUS, impact factor 2.1).
Bagian ketiga disertasi dengan judul artikel ilmiah “The effect of Stenotrophomonas maltophlia bacteria-temperture interaction on the growth, morphology and tissue
structure of Kappaphycus alvarezii” telah dimasukkan pada jurnal Tropical Life
Sciences Research (terindeks SCOPUS, impact factor 0.13).
Penulis juga sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan masukan untuk perbaikan dan penyelesaian penelitian dan penyusunan Disertasi ini. Penulis sangat menyadari bahwa Disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan wawasan dan keilmuan penulis, sehingga saran, masukan dan kritik penulis sangat harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap semoga Karya Ilmiah Disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang akuakultur di Indonesia.
Bogor, Agustus 2016
(17)
xvii
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Hipotesis Penelitian ... 4
1.5 Kebaruan (Novelties) Penelitian ... 4
2 IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI PENYEBAB PENYAKIT ICE-ICE PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii ... 5
Abstrak ... 5
2.1 Pendahuluan ... 6
2.2 Metode Penelitian ... 7
2.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 7
2.2.2 Bahan dan Metode 7
2.3 Hasil dan Pembahasan ... 8
2.3.1 Identifikasi Isolat Bakteri 8
2.3.2 Analisis Filogeni Komunitas Bakteri pada Kappaphycus alvarezii 12
2.4 Simpulan ... 15
3 UJI IN VITRO PATOGENISITAS BAKTERI ICE-ICE PADA MIKROPROPAGUL RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii……… 16
Abstrak ... 16
3.1 Pendahuluan ... 17
3.2 Metode Penelitian ... 18
3.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian 18
3.2.2 Bahan dan Metode 18
3.3 Hasil dan Pembahasan ... 20
3.3.1 Uji Patogenisitas 20
3.3.2 Histologi 23
3.4 Simpulan ... 25
4 EFEK INTERAKSI BAKTERI Stenotrophomonas maltophilia- SUHU/ SALINITAS TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN, STRUKTUR MORFOLOGI DAN JARINGAN RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii ... 26
Abstrak ... 26
4.1 Pendahuluan ... 28
4.2 Metode Penelitian ... 30
(18)
xviii
4.2.2 Bahan dan Metode 30
4.3 Hasil dan Pembahasan ... 32
4.2.1 Suhu 32
4.2.2 Salinitas 39
4.4 Simpulan ... 41
5 PEMBAHASAN UMUM ... 42
6 SIMPULAN DAN SARAN UMUM ... 45
6.1 Simpulan ... 45
6.2 Saran ... 45
UCAPAN TERIMA KASIH ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 51
(19)
xix
1. Biokimia dan karakterisasi fisiologis isolat bakteri dari rumput laut
K. alvarezii ... 9
2. Persentase kemiripan sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri rumput laut K.alvarezii terkena penyakit ice-ice dengan database di Bank Gen ... 11
3. Skala tingkat keparahan infeksi pada mikropropagul sebagai akibat penginfeksian jenis bakteri yang berbeda ... 23
4. Hasil penginfeksian rumput laut dengan konsentrasi bakteri S.maltophilia, dan suhu yang berbeda terhadap penurunan bobot basah dan jumlah talus rumput laut yang terserang ice-ice ... 33
DAFTAR GAMBAR
1. Diagram alir penelitian kaitan antartahap penelitian disertasi ... 32. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat bakteri dari rumput laut K. alvarezii yang terserang dan tidak terserang penyakit ice-ice ... 13
3. Mikropropagul rumput laut Kappaphycus alvarezii yang digunakan dalam penelitian uji in vitro patogenisitas bakteri ... 19
4. Awal munculnya serangan ice-ice pada mikropropagul K. alvarezii yang ditantang dengan isolat bakteri dari rumput laut yang terserang dan tidak terserang ice-ice ... 20
5. Jumlah titik dan luas bleaching pada mikropropagul rumput laut pascainfeksi bakteri ... 21
6. Morfologi mikropropagul talus rumput laut K.alvarezii ... 24
7. Histologi mikropropagul rumput laut K. alvarezii ... 25
8. Segmen talus rumput laut K. alvarezii ... 31
9. Perubahan kondisi morfologi talus rumput laut pascainfeksi bakteri pada suhu 25 oC dan 28 oC ... 36
10. Histologi talus yang terserang penyakit ice-ice pada suhu inkubasi 25 oC dan suhu 28 oC ... 38
11. Perubahan kondisi morfologi talus rumput laut pascainfeksi bakteri pada salinitas 28 ppt (A), 30 g/L (B), dan 35 g/L (C) ... 40
12. Ilustrasi seleksi rumput laut Kappaphycus alvarezii tahan terhadap penyakit ice-ice ... 44
(20)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kondisi lingkungan perairan pengambilan rumput laut
Kappaphycus alvarezii ... 53 2. Prosedur histologi rumput laut ... 54
3. Kegiatan penginfeksian bakteri rumput laut Kappaphycus alvarezii ... 55
4. Analisis Ragam dan Uji Duncan perubahan bobot basah rumput laut
K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri S. maltophilia pada suhu yang berbeda dan konsentrasi bakteri yang berbeda ... 56 5. Analisis Ragam dan Uji Duncan jumlah talus yang tidak terserang
bleaching pada rumput laut K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri
S. maltophilia pada suhu yang berbeda dan konsentrasi bakteri yang berbeda ... 57 6. Analisis Ragam dan Uji Duncan penurunan bobot basah pada rumput
laut K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri S.maltophilia pada
salinitas yang berbeda ... 59
7. Analisis Ragam dan Uji Duncan jumlah bleaching setiap bagian talus
pada rumput laut K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri S. maltophilia
(21)
1
PENDAHULUAN UMUM
1.1 Latar Belakang
Potensi pengembangan budidaya rumput laut sangat besar di Indonesia karena lahan yang tersedia masih sangat luas, keanekaragaman jenis rumput laut yang tinggi, teknologi budidaya sederhana, dan modal yang dibutuhkan relatif kecil. Rumput laut terdiri atas beberapa jenis tergantung pada morfologi dan
warnanya. Jenis Kappaphycus alvarezii dan Gracilaria sp. diklasifikasikan
sebagai alga merah (Rhodophyceae) yang bernilai ekonomis penting di Indonesia.
Rumput laut K. alvarezii merupakan sumber kappa-karaginan yang banyak
digunakan untuk kebutuhan industri di dunia (Bixler 1996; Munoz et al. 2004).
Kappaphycus secara alami ditemukan 0.5-2.0 m garis pasang surut pada substrat pasir berbatu sampai koral di perairan intertidal tropis dan subtidal. Budidaya rumput laut ini dimulai di Mindano Selatan pada pertengahan tahun 60-an d60-an kemudi60-an diperluas lagi di daerah bagi60-an lain Filipina sampai ke negara Indonesia, Fiji, Micronesia, Vietnam, China, dan Afrika Selatan. Selanjutnya
penelitian Ohno et al. (1994), dan Ask dan Azanza (2002) menemukan bahwa laju
pertumbuhan yang optimal tidak dapat dicapai jika suhu air di bawah 20 oC dan
kisaran suhu optimum adalah 25-28 oC. Pada daerah tropis dilaporkan bahwa
Kappaphycus memiliki pertumbuhan yang pesat dan biomassa yang tinggi pada
saat suhu air 25-30 oC (Ask & Azanza 2002).
Rumput laut khususnya K. alvarezii merupakan suatu komoditas perikanan
yang bernilai ekonomis tinggi dan memiliki prospek yang besar untuk terus
dikembangkan di Indonesia. K. alvarezii memiliki manfaat yang sangat besar,
yakni dapat digunakan sebagai bahan makanan, kosmetik, farmasi, dan fotografi (Yu et al. 2002), serta sebagai bioremediasi (Rodrigueza & Montano 2007).
Pemerintah Indonesia mencapai target produksi budidaya K.alvarezii dengan
peningkatan rata-rata setiap tahun 27,71 % dari 3,9 juta ton pada tahun 2010 menjadi 10,2 juta ton pada tahun 2014 (http://kkpnews.kkp.go.id/index.php/.). Peningkatan volume dan nilai ekspor rumput laut Indonesia dalam kurun waktu 2005 hingga 2010 yakni dari 94.000 kg naik hingga 129.000 kg atau mengalami kenaikan sebesar 34%.
Permintaan rumput laut K. alvarezii pada tahun 2008-2012 menunjukkan
tren positif yang dilaporkan melalui perkembangan ekspor rumput laut Indonesia
sebesar 10.29%. Selanjutnya, diketahui bahwa jenis rumput laut K.alvarezii
sebagai penyumbang utama produksi rumput laut Indonesia yakni sekitar delapan juta ton (FAO 2014). Upaya peningkatan produksi dilakukan dengan meningkatkan jumlah penanaman rumput laut pada daerah pantai yang cocok
untuk kegiatan budidaya rumput laut K. alvarezii. Namun demikian, sampai saat
ini usaha budidaya rumput laut masih menghadapi masalah serius akibat serangan
penyakit ice-ice (Santoso & Nugraha 2008).
Penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut jenis Kappaphycus sp.
umumnya disebabkan oleh kondisi suhu dan salinitas yang tidak stabil atau perubahan kondisi lingkungan lainnya secara mendadak di lokasi budidaya. Pada
saat stres lingkungan terjadi, Kappaphycus sp. akan membebaskan substansi
(22)
2
merangsang banyak bakteri tumbuh di sekitarnya (Largo 2002). Dua jenis bakteri
telah dilaporkan bersifat patogen bagi Kappaphycus sp., yakni Vibrio-Aeromonas
complex dan Cytophaga-Flavobacterium (Largo et al. 1995a). Pertumbuhan bakteri pada talus menyebabkan pertumbuhan rumput laut melambat, perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa talus menjadi putih dan membusuk, dan
akhirnya hancur dan rontok. Serangan penyakit ice-ice pada rumput laut yang
semakin meluas di lokasi budidaya, mendorong untuk dilakukan upaya
penanggulangan atau dihasilkannya varietas rumput laut tahan penyakit ice-ice.
Selain itu, jenis bakteri penyebab utama dan populasi bakteri pada rumput laut
yang terserang penyakit ice-ice dapat bervariasi antarperairan.
Secara faktual, kajian tentang penyakit ice-ice dan pengendaliannya
termasuk uji daya tahan rumput laut terhadap penyakit ice-ice adalah masih sangat
minim. Sebagai langkah awal produksi rumput laut yang tahan penyakit ice-ice
telah dilakukan pengembangan metode introduksi gen penyandi enzim lisozim
(Handayani et al. 2014), dan enzim superoksida dismutase (Triana et al. 2016).
Daya tahan rumput laut transgenik tersebut perlu diuji tantang menggunakan
patogen penyebab ice-ice. Oleh karena itu, pada penelitian disertasi ini dilakukan
isolasi dan identifikasi bakteri dari rumput laut yang terserang ice-ice (Riset
Tahap 1). Hasil isolasi dan identifikasi ini diharapkan dapat menentukan jenis
bakteri yang menjadi penyebab utama terhadap penyakit ice-ice. Pada riset tahap
2 dilakukan uji patogenisitas bakteri yang diperoleh dari riset tahap 1. Selanjutnya, pada riset tahap 3 dikaji interaksi suhu dan bakteri patogen terhadap
tingkat keparahan penyakit ice-ice pada K. alvarezii.
1.2 Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian
Penyakit ice-ice yang menyerang rumput laut jenis Kappaphycus sp.
diduga disebabkan oleh kondisi suhu dan salinitas yang tidak stabil atau perubahan kondisi lingkungan lainnya secara mendadak di lokasi budidaya. Pada
saat stres lingkungan terjadi, Kappaphycus sp. mengeluarkan substansi organik
(enzim hidrolitik) yang menyebabkan talus berlendir dan diduga merangsang berbagai jenis bakteri tumbuh di sekitar talus (Largo 2002). Dua jenis bakteri telah
dilaporkan bersifat patogen bagi Kappaphycus sp., yakni Vibrio-Aeromonas
complex dan Cytophaga-Flavobacterium (Largo et al. 1995a). Selanjutnya bakteri
yang berbeda diisolasi dari rumput laut K.alvarezii. Bakteri jenis Vibrio,
Flavobacterium, Pseudomonas, Plesiomonas diisolasi dari rumput laut K.alvarezii
yang terserang penyakit ice-ice di Pulau Seribu, Indonesia (Aris 2011). Bakteri
jenis lain seperti Acinetobacter, Flavobacterium, Bacillus, Pseudomonas,
Enterobactericea dan Vibrio juga diisolasi dari rumput laut K.alvarezii yang
terserang penyakit ice-ice di daerah Jeneponto, Bantaeng, dan Barru Sulawesi
Selatan,Indonesia (Zainuddin et al. 2014). Spesies bakteri patogen berbeda dari
perairan yang berbeda sangat dimungkinkan terjadi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut di perairan yang banyak dilakukan budidaya K.
alvarezii. Identifikasi bakteri dapat dilakukan secara biokimia, menggunakan kit API, dan secara molekuler. Ketiga metode tersebut digunakan pada riset ini untuk meningkatkan akurasi penentuan spesies.
Pada penelitian terdahulu, uji patogenisitas kandidat bakteri penyebab
(23)
bakteri dalam jaringan yang berasosiasi dengan penyakit ice-ice sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, pada penelitian uji patogenisitas dalam disertasi ini digunakan mikropropagul hasil kultur jaringan. Bakteri yang cepat dan
menyebabkan bleaching yang parah pada talus dipilih untuk riset selanjutnya.
Hingga saat ini diyakini bahwa faktor lingkungan utama yang
menginduksi penyakit ice-ice adalah suhu, dan/atau salinitas. Studi komprehensif
yang mempelajari interaksi faktor lingkungan dan bakteri patogen penyebab
ice-ice belum dilaporkan. Oleh karena itu, tema riset tersebut menjadi riset tahap
akhir pada disertasi ini. Dengan pertimbangan keterbatasan jumlah dan ukuran
mikropropagul yang kecil, maka pada riset tahap akhir digunakan talus K.
alvarezii yang didesinfeksi dengan antibiotik. Alur dan kaitan antartahap penelitian disertasi ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir kaitan antar tahap penelitian disertasi ini
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi peran bakteri dan faktor
suhu dan salinitas terhadap timbulnya penyakit ice-ice pada K. alvarezii. Secara
rinci tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri dari rumput laut yang terserang
penyakit ice-ice
2. Mengkaji patogenisitas isolat bakteri untuk menentukan kandidat bakteri
penyebab utama penyakit ice-ice
3. Mengevaluasi interaksi faktor lingkungan (suhu dan salinitas) dan patogen
(24)
4
1.4 Hipotesis Penelitan
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Bakteri utama penyebab ice-ice dapat diperoleh.
2. Pada kondisi penelitian skala laboratorium, bakteri menyebabkan ice-ice lebih
parah daripada akibat stres suhu dan salinitas.
3. Interaksi faktor lingkungan (suhu dan salinitas) dan bakteri patogen dapat
memperparah kejadian ice-ice pada K. alvarezii.
1.5 Kebaruan Penelitian
Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah diperoleh isolat bakteri jenis
baru penyebab penyakit ice-ice pada K. alvarezii, dan kajian interaksi faktor
lingkungan dan bakteri patogen terhadap tingkat keparahan ice-ice pada K.
(25)
2 IDENTIFIKASI MOLEKULER BAKTERI PENYEBAB
PENYAKIT ICE-ICE PADA RUMPUT
LAUT Kappaphycus alvarezii
ABSTRAK
Bakteri sebagai agen penyebab penyakit ice-ice pada rumput laut
Kappaphycus alvarezii. Pendekatan molekuler telah menjadi hal penting untuk mengetahui struktur komunitas dan komposisi filogeni dari makroalga laut yang berbeda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi bakteri
yang memicu serangan penyakit ice-ice pada K. alvarezii. Bakteri diisolasi dari
talus K.alvarezii yang menunjukkan gejala bleaching dan yang diperoleh dari
Perairan Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia. Identifikasi yang dilakukan adalah pengujian secara biokimia dan analisis sekuen gen 16S rRNA. Hasil penelitian menghasilkan delapan spesies bakteri yang teridentifikasi sebagai:
Shewanella haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749,
Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM
20123, Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain
ATCC 49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 dan Bacillus subtilis
subsp.spizizenii strain ATCC 6633. Berdasarkan filogeninya, spesies S. haliotis,
V. alginolyticus, S. maltophilia, P. aeruginosa dan C. thiocycli termasuk
kelompok Gammaproteobacteria; O. antropic masuk ke dalam kelompok
Alphaproteobacteria; A. nicotianae termasuk kelompok Actinobacteria dan B. subtilis masuk ke dalam kelompok Firmicutes.
Kata kunci: identifikasi molekuler, bakteri, ice-ice, Kappaphycus alvarezii
ABSTRACT
Bacteria are suspected to be the causative agent of ice-ice disease in seaweed
Kappaphycus alvarezii. Molecular approaches have been crucial for an understanding of community structure and phylogenetic composition of different marine macroalgae. This study was conducted to identify bacteria that induce the
onset of ice-ice disease in K. alvarezii. Bacteria were isolated from the thallus of
K. alvarezii exhibited ice-ice symptoms of whitening (bleaching) collected from the waters of Bulukumba, South Sulawesi, Indonesia. Identification of bacteria was conducted by biochemical tests and 16S rRNA gene sequence analysis. The
results revealed that eight species of bacteria were identified, namely: Shewanella
haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749, Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323, Arthrobacter nicotiannae DSM 20123,
Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614, Ochrobactrum anthropic strain ATCC
49188, Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 and Bacillus subtilis subsp.spizizenii
strain ATCC 6633. The bacteria S. haliotis, V. alginolyticus, S. maltophilia, P.
aeruginosa and C. thiocycli were included in Gammaproteobacteria group, O.
IDENTIFICATION OF BACTERIAL CAUSATIVE AGENT OF
(26)
6
anthropi was Alphaproteobacteria, and A. nicotianae and B. subtilis were
Actinobacteria and Firmicutes groups, respectively.
Keywords: molecular identification, bacteria, ice-ice, Kappaphycus alvarezii.
2.1 Pendahuluan
Rumput laut, khususnya Kappaphycus alvarezii merupakan komoditas
penting bagi perikanan budidaya di Indonesia. K. alvarezii merupakan sumber
kappa-karaginan yang dapat digunakan sebagai bahan pangan, kosmetik, farmasi
dan fotografi (Yu et al. 2002). Pada musim tertentu, kegiatan budidaya rumput
laut dihadapkan pada masalah besar, yaitu serangan penyakit ice-ice. Penyakit
ice-ice ditandai dengan munculnya gejala pemutihan (bleaching) pada permukaan
talus rumput laut. Penyakit ice-ice dapat disebabkan oleh bakteri patogen
oportunistik (Largo et al. 1995a; Vairappan et al. 2001; Aris 2011). Jenis bakteri
terkait penyakit ice-ice yang dilaporkan dari riset sebelumnya adalah
berbeda-beda. Perbedaan sumber isolat diduga menjadi penyebab perbedaan tersebut. Bakteri membentuk biofilm pada permukaan organisme lain seperti rumput laut karena ketersediaan nutrien berasal dari luar dan hasil fotosintesis yang
dilepaskan oleh organisme inang (Seymour et al. 2009; Azanza et al. 2013).
Meskipun banyak bakteri yang telah diidentifikasi sebagai patogen makroalga laut
khususnya pada rumput laut, seperti Pseudoalteromonas (Wang et al. 2008),
Vibrio (Fujita 1990; Largo et al. 1995a; Wang et al 2008; Vairappan et al. 2009),
Flavobacterium (Sunairi et al. 1995; Largo et al. 1995a), peran fungsional bakteri ini dalam ekosistem alami masih belum jelas. Sebagai epifit oportunistik diketahui
dapat menurunkan dan melemahkan jaringan alga (Kupper et al. 2002,
Weinberger & Friedlander 2000).
Jenis bakteri yang diketahui hidup pada talus rumput laut K. alvarezii adalah
bakteri patogen opurtunistik Vibrio sp. (P11) dan Cytophaga sp. (P25). Bakteri
P11 dan P25 telah diuji patogenisitas pada rumput laut K. alvarezii hasil budidaya
yang sudah didesinfeksi (Largo et al. 1999). Namun demikian, uji patogenisitas
terhadap rumput laut bebas penyakit belum dilakukan. K. alvarezii bebas penyakit
dapat dihasilkan melalui kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan K. alvarezii
telah dilaporkan oleh Sulistiani dan Yani (2014). Pemeliharaan kalus kultur
jaringan selama 2 bulan akan dihasilkan mikropropagul (Reddy et al. 2008).
Mikropropagul tersebut potensial digunakan untuk menguji patogenisitas bakteri
kandidat penyebab penyakit ice-ice.
Teknik identifikasi jenis bakteri yang telah berkembang pesat saat ini adalah teknik molekuler, yaitu analisis sekuen gen 16S rRNA. Penggunaan sekuen gen 16S rRNA untuk studi filogeni bakteri dan taksonomi adalah berdasarkan fakta, yaitu: (i) Terdapat pada hampir seluruh bakteri, (ii) fungsi gen 16S rRNA dari waktu ke waktu tidak berubah, atau perubahannya secara acak sehingga pengukurannya lebih akurat, dan (iii) panjang sekuen gen 16S rRNA cukup besar (Patel 2001; Janda & Abott 2007). Analisis filogenetik menggunakan gen 16S rRNA telah diaplikasikan pada komunitas bakteri yang berasosiasi dengan
makroalga hijau Ulva australis (Tujula et al. 2009; Burke et al. 2010), lamun
(27)
(Fernandez 2011). Hingga saat ini, belum ada publikasi yang melaporkan analisis
filogenetik jenis bakteri penyebab ice-ice menggunakan gen 16S rRNA pada alga
merah Kappahycus alvarezii. Sebelumnya Aris (2011) melaporkan pengembangan
metode deteksi secara molekuler untuk bakteri penyebab penyakit ice-ice dengan
primer spesifik PCR berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri kandidat penyebab
penyakit ice-ice melalui uji biokimia dan uji molekuler menggunakan metode
sekuensing dengan target gen 16S rRNA.
2.2 Metode Penelitian
2.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Desember 2015. Sampel rumput
laut yang terserang ice-ice dikoleksi dari pembudidaya Kelompok Tani Menara di
Perairan Bulukumba, Sulawesi Selatan. Isolasi bakteri, uji biokimia dan histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ekstraksi DNA, amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) dilakukan di
Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen BDP,
FPIK, IPB dan sekuensing gen 16S rRNA dilakukan di First Base Laboratories,
Malaysia.
2.2.2 Bahan dan Metode
Isolasi dan identifikasi bakteri secara biokimia
Bakteri diisolasi dari talus K. alvarezii yang menunjukkan terserang dan
tidak terserang ice-ice. Talus diambil sebanyak 1 g dan digerus. Cairan hasil
gerusan diambil sebanyak 0,1 ml dan disebar ke cawan petri berisi media padat
sea water complex (SWC) yang terdiri dari komposisi 5 g bacto-peptone, 5 g yeast extract, 3 ml gliserol, 250 ml akuades, 750 ml air laut steril dan 20 g bactoagar. Bakteri dikultur pada suhu 28 °C selama 24 jam. Kemudian, hasil isolasi bakteri digores ulang beberapa kali untuk memperoleh isolat murni dan dilanjutkan evaluasi tipe koloni dan identifikasi secara biokimia.
Ekstraki DNA genom
DNA genom bakteri diekstraksi menggunakan Presto™ mini gDNA bacteria
kit (Geneaid, Taiwan). Lisis sel bakteri Gram negatif dilakukan menggunakan
bufer GT berisi proteinase K 20 µl dan diinkubasi pada suhu 60 °C selama 10 menit, sedangkan lisis bakteri Gram positif dilakukan menggunakan bufer GT yang mengandung lisozim (4 mg/ml) dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Selanjutnya, 20 µl proteinase K ditambahkan dan inkubasi dilanjutkan pada suhu 60 °C selama 10 menit.
DNA dilarutkan menggunakan 100 µl elution buffer. Hasil isolasi DNA
dikonfirmasi dengan pengukuran konsentrasi DNA menggunakan Genquant
(Teare et al. 1997) dan pemisahan DNA dilakukan menggunakan elektroforesis
(28)
8
bromida dengan bantuan cahaya ultraviolet. Larutan DNA disimpan pada suhu -20 °C hingga proses selanjutnya.
Amplifikasi PCR dan analisis nukleotida
Amplifikasi gen 16S rRNA dilakukan menggunakan primer universal
(Marchesi et al. 1998), yakni 63F (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’)
dan 1387R (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’). Program PCR yang
digunakan adalah pre-denaturasi 94 °C selama 2 menit, 30 siklus amplifikasi
pada suhu denaturasi 92 °C selama 30 detik, annealing 55 °C selama 30 detik,
ekstensi 72 °C selama 1 menit dan ekstensi akhir pada suhu 75 °C selama 20 menit. Produk PCR dipisahkan menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1% untuk konfirmasi adanya produk amplifikasi. Selanjutnya, produk PCR
dipurifikasi menggunakan PCR clean up dan gel extraction (Geneaid). Hasil
purifikasi disekuensing menggunakan mesin ABI3730XL.
Hasil sekuensing diedit dengan bantuan program Bioedit v.7,4 (Tamura et
al. 2011; Azanza et al. 2013). Selanjutnya, sekuen dianalisis menggunakan basic
local alignment search tool (Altschul et al. 1990; Azanza et al. 2013) untuk menentukan spesies bakteri hasil isolasi dengan membandingkan (analisis
homologi) antara sekuen 16S rRNA isolat dan bakteri yang ada di database.
Analisis filogeni
Hasil sekuensing 16S rRNA disejajarkan (alignment) menggunakan program
ClustalW. Analisis filogeni dibuat menggunakan program MEGA v.5,0 (Azanza
et al. 2013) dengan boostrap pengulangan sampel 1.000 kali.
2.3 Hasil dan Pembahasan
2.3.1 Identifikasi isolat bakteri
Hasil uji biokimia dilakukan untuk menentukan genus dari isolat bakteri. Berdasarkan uji biokimia diketahui sebagian besar isolat adalah kelompok Gram negatif (Tabel 1). Bakteri yang termasuk Gram negatif ada 6 isolat, yaitu
Shewanella sp., Vibrio sp., Stenotrophomonas sp., Pseudomonas sp. dan
Ochrobactrum sp. Dua isolat yang termasuk bakteri Gram positif adalah
Arthrobacter sp. dan Bacillus sp. Bakteri yang diisolasi dari permukaan rumput
laut K. alvarezii umumnya adalah Gram negatif dan berbentuk batang. Hal ini
sejalan dengan yang umum ditemukan di lingkungan laut (Austin 1988) dan juga
pada rumput laut Gracilaria gracilis (Jaffray 1998), yakni bakteri Gram negatif
dan berbentuk batang.
Komunitas epibakterial berada pada tempat yang berbeda-beda (distribusi temporal dan spasial pada talus) pada permukaan inang karena keanekaragaman
komposisi biokimia dari talus ganggang coklat, merah dan hijau (Longford et al.,
2007) dan metabolitnya (Steinberg et al., 2002; Paul et al., 2006). Sebagai contoh
alga merah menghasilkan molekul analog dari bakteri lakton N-asil-homoserine (AHLs) yang berfungsi untuk menghambat sinyal bagi bakteri Gram negatif yang
(29)
9
Gram - - - + - - - +
Bentuk Batang Batang Batang Bulat Batang Batang Bulat Batang
Koloni Bentuk
Circular + - - + - - + -
Irregular - + + - + + - +
Margin
Entire + - - + - - + -
Undulate - - + - - + - -
Filamentous - - - +
Curled - + - - + - - -
SIM + + + + + + - +
Katalase - + + - + + + +
Oksidase - + - - - +
OF - O - - O - - -
Spesies Shewanella
sp.
Vibrio
sp.
Stenotrophomona s sp.
Arthrobacter
sp.
Pseudomonas sp.
Ochrobactrum
sp.
Catenococcus
sp.
Bacillus
(30)
10
menyebabkan kolonisasi selektif bakteri Gram positif pada talus alga merah
(Steinberg et al., 2002). Demikian pula, senyawa kimia dari permukaan dan
komposisi luar dari inang alga dapat menentukan komposisi komunitas
epibakteria pada rumput laut (Collen & Davison, 2001; Sapp et al., 2007). Pada
penelitian ini diperoleh sebagain besar adalah bakteri Gram negatif, berbeda
dengan yang dilaporkan oleh Steinberg et al. (2002). Mekanisme kolonisasi
bakteri pada K. alvarezii perlu diteliti lebih lanjut.
Analisis sekuen nukleotida gen 16S rRNA digunakan untuk menentukan
spesies isolat bakteri (Tabel 2). Bakteri yang berhasil diidentifikasi adalah S.
haliotis strain DW01, V. alginolyticus strain ATCC 17749, S. maltophilia strain
IAM 12323, P. aeruginosa strain SNP0614 dan O. anthropi strain ATCC 49188,
A. nicotianae strain DSM 20123, dan B. subtilis subsp. spizizenii strain ATCC
6633. Tingkat kemiripan sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat dengan database
adalah tinggi, lebih dari 90% (Tabel 2). Bakteri S. haliotis strain DW01 dan C.
thiocycli strain TG 5-3 memiliki tingkat kemiripan paling tinggi dengan sekuen
nukleotida dari database Bank Gen, yaitu 98%, sedangkan kemiripan yang paling
rendah 95% adalah isolat bakteri O. anthropi strain ATCC 49188. Hal ini
menunjukkan bahwa sekuen dari isolat-isolat uji identik dengan jenis bakteri yang
ada pada database di Bank Gen.
Bakteri-bakteri yang diisolasi dari talus rumput laut yang tidak
menunjukkan gejala penyakit ice-ice adalah genus Shewanella dan Vibrio,
sedangkan bakteri Stenotrophomonas, Arthrobacter, Pseudomonas,
Ochrobactrum, Catenococcus, dan Bacillus diisolasi dari talus dengan gejala
ice-ice. Bakteri-bakteri tersebut diketahui sebagai bakteri laut yang umumnya
ditemukan di laut, baik dari air laut, substrat, maupun organismenya. Hal ini
sejalan dengan beberapa penemuan sebelumnya yakni bakteri Shewanella
ditemukan sebagai patogen pada timun laut (Li et al. 2010), dan sedimen laut di
Pasifik barat (Xiao et al. 2007). Bakteri Vibrio telah diisolasi dari air laut (Arias et
al. 1999), dan sebagai penyebab kematian massal beberapa jenis invertebrata laut
(Vezulli et al. 2010). Selanjutnya, bakteri Stenotrophomonas sebagai patogen
oportunistik invertebrata laut dalam (Romanenko et al. 2008), dan sebagai
antibiotik aktif pada alga coklat (Wiese et al. 2009). Namun demikian, studi lebih
lanjut dibutuhkan untuk menentukan tingkat patogenisitas isolat bakteri yang diperoleh dari penelitian ini.
Bakteri lainnya yakni Arthrobacter telah diisolasi dari sedimen laut (Chen
et al. 2005), dan air laut (Chen et al. 2009). Bakteri Pseudomonas diisolasi dari sedimen laut dalam (Zhang & Zeng 2008), dan dilaporan dapat menyebabkan
penyakit “winter” pada ikan seabream Sparus aurata (Domenech et al. 1999).
Selanjutnya, bakteri Ochrobactrum telah diisolasi dari sedimen laut (Yirui et al.
2009), dan infeksi dapat perusak alginat pada alga cokelat (Mao-hong et al. 2007).
Bakteri Catenococcus diisolasi dari air laut (Sorokin 1992), dan bakteri Bacillus
telah diisolasi air laut (Oguntoyinbo 2007), dan usus berbagai ikan laut segar (Kaynar & Beyatli 2009).
(31)
11 Isolat Nama Bakteri homologi
(%)
Query/ Subject Nomor akses
Isolat 1 Shewanella haliotis strain DW01 98% 1197/1227 NR_117770.1
Isolat 2 Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749 97% 1196/1229 NR_117895.1
Isolat 3 Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323 97% 1102/1136 NR_041577.1
Isolat 4 Arthrobacter nicotianae strain DSM 20123 96% 1183/1231 NR_026190.1
Isolat 5 Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614 97% 1277/1316 NR_118644.1
Isolat 6 Ochrobactrum anthropi strain ATCC 49188 95% 1075/1134 NR_074243.1
Isolat 7 Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 98% 1195/1220 NR_104870.1
(32)
12
2.3.2 Analisis filogeni komunitas bakteri pada Kappaphycus alvarezii
Hasil analisis filogeni isolat bakteri dari rumput laut Kappaphycus
alvarezii disajikan pada Gambar 2. Tingkat kekerabatan isolat bakteri yang
diisolasi dari K. alvarezii dengan spesies database pada Bank Gen berkisar
80-100%. Isolat 1 memiliki kekerabatan paling dekat dengan Shewanella marina
strain C4 (NR044453.1), isolat 2 kekerabatannya dekat dengan isolat 7 dan
dengan Vibrio fluvialis strain VL 5125 (NR036790.1). Selanjutnya, isolat 3
kekerabatannya dekat dengan Stenotrophomonas maltophilia strain e-a22
(AJ293474.1), S.maltophilia isolat FLX (DQ077704.1), dan Xanthomonas
maltophilia (M59158.1). Isolat 4 kekerabatannya dekat dengan Arthrobacter arilaitensis strain abk7 (KU200946.1), dan A. nicotianae strain Na44RA-2
(KP296222.1). Isolat 5 memiliki kekerabatan paling dekat dengan Pseudomonas
aeruginosa (AY665977.1), isolat 6 Ochrobactrum anthropi berkerabat dekat
dengan A. pituitosum strain CCUG 50899 (NR115043.1), dan isolat 8 dekat
dengan Bacillus pumilus strain ST277 (EU350371.1).
Selanjutnya, pohon filogeni menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis bakteri
atau 62,5% termasuk kelompok Gammaproteobacteria, selanjutnya 1 jenis bakteri
atau 12,5% untuk masing-masing kelompok bakteri Alphaproteobacteria,
Firmicute, dan Actinobacteria (Gambar 2). Spesies yang diidentifikasi sebagai
Stenotrophomonas sp. adalah satu isolat (isolat no.3), Pseudomonas sp. adalah
satu isolat (isolat no. 5), Shewanella sp. adalah satu isolat (isolat no.1), dan Vibrio
sp. adalah dua isolat, yaitu no. 2 dan no. 7. Selanjutnya, spesies yang tergolong
Ochrobactrum sp. adalah satu isolat (isolat no.6), Bacillus sp. adalah satu isolat
(isolat no.8), dan Athrobacter sp. adalah satu isolat (isolat no.4). Secara
molekuler, bakteri V. alginolyticus memiliki hubungan yang dekat dengan bakteri
S. haliotis. Hal ini sejalan dengan Kita-Tsukamoto et al. (1993) dan Thompson et
al. (2004) yang menemukan bahwa berdasarkan sekuen parsial 16S rRNA dari 50
spesies, termasuk dalam famili Vibrionaceae, umumnya spesies Vibrio dan
spesies Aeromonas, Deleya, Escherchia, Marinomonas, Pseudomonas dan
Shewanella. Isolat C. thiocycli juga berada dalam satu cabang dengan V. alginolyticus. Berdasarkan tingkatan taksonomi C. thiocycli termasuk dalam
(33)
Gambar 2. Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida gen 16S rRNA isolat
bakteri dari rumput laut K. alvarezii yang terserang penyakit ice-ice.
Jenis bakteri yang diberi garis bawah merupakan hasil penelitian ini. Jarak taksonomi dihitung menggunakan program Mega 5. Analisis
bootstrap digunakan untuk mengukur tingkat kepercayaan dari pohon filogenetik.
Selanjutnya, dengan dukungan bootstrap sebanyak 1.000x pada pohon
filogenetik diketahui bahwa sebagian besar isolat bakteri termasuk dalam
Proteobacteria. Kelompok bakteri Proteobacteria yang termasuk dalam subdivisi
Gammaproteobacteria adalah S. haliotis, V. alginolyticus, S. maltophilia, P. aeruginosa dan C. thiocycli, sedangkan subdivisi Alphaproteobacteria adalah O. anthropi. Bakteri lainnya adalah B. subtilis subsp. Spizizenii, dan A. nicotianae
masing-masing termasuk dalam kelompok Firmicutes-Gram positive Low GC,
dan Actinobacteria-Gram positive high GC.
Bakteri hasil identifikasi umumnya termasuk dalam kelompok
Gammaproteobacteria, merupakan kelompok bakteri yang banyak dikaitkan sebagai penyebab penyakit. Sejumlah studi genom telah dilakukan untuk
mengidentifikasi protein yang unik pada spesies bakteri Gammaproteobacteria
yang terkait dengan virulensinya (Van Sluyset al. 2002; Gao et al. 2009).
Kelompok Gammaproteobacteria merupakan bakteri dominan yang ditemukan di
permukaan makroalga seperti pada Enteromorpha dan Ulva (Patel et al. 2003;
Tait et al. 2005), Corallina officinalis (Huggett et al. 2006). Kelimpahan
Gammaproteobacteria pada rumput laut dapat berkonstribusi terhadap
kecenderungan untuk membentuk biofilm (Taits et al. 2009). Tingkat
AJ293474.1| Stenotrophomonas maltophilia strain e-a22 DQ077704.1| Stenotrophomonas maltophilia isolate FLX Isolat 3 | Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323 M59158.1 Xanthomonas maltophilia
Isolat 5 | Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614 AY665977.1| Pseudomonas aeruginosa
KC495571.1| Pseudomonas fluorescens strain KP6 AF438148.1| Pseudomonas sp. AMSN
Isolat 1 | Shewanella haliotis strain DW01 NR 044453.1| Shewanella marina strain C4
NR 036790.1| Vibrio fluvialis strain VL 5125 Isolat 2 | Vibrio alginolyticus strain ATCC 17749 Isolat 7 | Catenococcus thiocycli strain TG 5-3 AF526515.2| Ochrobactrum intermedium isolate ADV24
Isolat 6 | Ochrobactrum anthropi strain ATCC 49188 NR 115043.1| Ochrobactrum pituitosum strain CCUG 50899
Isolat 8 | Bacillus subtilis subsp. spizizenii strain ATCC 6 EU350371.1| Bacillus pumilus strain ST277
Isolat 4 | Arthrobacter nicotianae strain DSM 20123 KU200946.1| Arthrobacter arilaitensis strain Abk7 KP296222.1| Arthrobacter nicotianae strain Na44RA-2
83 100 100 70 100 83 99 100 99 100 99 100 100 99 44 100 0.02 Gammaproteobacteria Firmicute s Actinobacteria Alphaproteobacteria
(34)
14
patogenisitas kelimat spesies isolat bakteri kelompok Gammaproteobacteria yang
diperoleh dari riset ini menjadi hal menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Permukaan makroalga merupakan inang hidup bagi bakteri (Burke et al.
2011). Selain Gammaproteobacteria, bakteri kelompok Alphaproteobacteria juga
diidentifikasi pada penelitian ini. Bakteri Alphaproteobacteria dilaporkan
ditemukan di rumput laut Jepang (Azanza et al. 2013). Kelompok Firmicutes juga
diidentifikasi pada penelitian ini. Firmicutes dilaporkan merupakan bakteri
dengan kelimpahan terbanyak kedua pada permukaan alga hijau Ulva dan
Gracilaria, serta berkonstribusi sekitar 15-30% dari asimilasi
dimethylsulfoniopropionate (Malmstrom et al. 2004; Singh et al. 2015).
Kelompok lain yang berhasil diidentifikasi pada penelitian ini adalah
Actinobacteria. Actinobacteria juga sudah dilaporkan diperoleh dari air laut
(Venter et al. 2004; Giovannoni & Stingl 2005), mangrove, dan sedimen
(Sivakumar et al. 2007).
Kelompok bakteri Proteobacteria diketahui tidak hanya ditemukan pada
alga merah, tetapi juga alga hijau (Patel et al., 2003; Burke et al. 2010; Tujula et
al. 2009), dan alga cokelat (Salaün et al., 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa
kelompok bakteri Proteobacteria melimpah di permukaan makroalga laut.
Kelompok Proteobacteria yang meliputi anggota bakteri Gammaproteobacteria
dan Alphaproteobacteria memiliki distribusi yang luas di perairan laut dan pantai
(Venter et al., 2004; Rusch et al., 2007). Komunitas bakteri yang diidentifikasi
pada penelitian ini umumnya hampir sama yang didentifikasi pada rumput laut
yang berbeda (Azanza et al. 2013). Namun demikian, jenis isolat bakteri yang
diperoleh dari riset ini berbeda dengan yang dilaporkan sebelumnya dari rumput
laut K. alvarezi (Largo et al. 1995b; Aris 2011).
Jenis bakteri yang diperoleh berbeda dengan bakteri yang disolasi dari
rumput laut K. alvarezii oleh Largo (1995a) dan Aris (2011). Hal ini diduga
adanya perbedaan waktu dan lokasi pengambilan rumput laut. Pada penelitian ini, bakteri diisolasi dari bagian talus ujung dan di permukaan, sedangkan Largo (1995a) dan Aris (2011) bakteri yang diisolasi dari seluruh bagian talus. Hal
tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh Armstrong et al. (2000) dan
Bengtsson et al. (2010) bahwa kelimpahan jenis bakteri rumput laut umumnya
bervariasi antar jenis rumput laut, bagian talus, dan musim. Selain itu, terdapat perbedaan kondisi lingkungan perairan pada ketiga lokasi pengambilan sampel (Lampiran 1). Hal ini diduga juga menjadi penyebab jenis bakteri yang diisolasi adalah berbeda.
Stres pada inang dan gangguan sistem pertahanan merupakan faktor ideal
untuk kolonisasi bakteri (Case et al. 2011). Inang mengalami stres apabila
melewati batas adaptasi dan toleransi inang terhadap kondisi lingkungan, dan hal ini dapat menimbulkan gejala penyakit. Pada rumput laut telah dilaporkan bahwa
peningkatan suhu dan penurunan salinitas dapat meningkatkan bleaching pada
Laminaria religiosa (Vairappan et al. 2011). Selanjutnya telah dilaporkan juga
diketahui pada suhu ≥ 30 oC, dan salinitas ≤ 20 g/L dapat meningkatkan bleaching
dan menyebabkan kematian pada K. alvarezii (Largo et al. 1995b). Namun
demikian interaksi isolat bakteri dan faktor lingkungan terhadap bleaching belum
(35)
2.4 Simpulan
Isolat yang diperoleh dari rumput laut K. alvarezii terdiri atas enam jenis
bakteri dari talus dengan gejala penyakit ice-ice, dan dua jenis diisolasi dari talus
tanpa gejala penyakit ice-ice. Berdasarkan analisis sekuen gen 16S rRNA, bakteri
teridentifikasi sebagai: Shewanella haliotis strain DW01, Vibrio alginolyticus
strain ATCC 17749, Stenotrophomonas maltophilia strain IAM 12323,
Arthrobacter nicotiannae DSM 20123, Pseudomonas aeruginosa strain SNP0614,
Ochrobactrum anthropic strain ATCC 49188, Catenococcus thiocycli strain TG
5-3 dan Bacillus subtilis subsp.spizizenii strain ATCC 6633. Hasil analisis filogeni
membagi delapan spesies bakteri menjadi Gammaproteobacteria (5 isolat),
Alphaproteobacteria (1 isolat), Firmicutes (1 isolat) dan Actinobacteria (1 isolat).
Isolat yang diperoleh adalah berbeda dengan yang dilaporkan sebelumnya dari K.
(36)
16
3 UJI IN VITRO PATOGENISITAS BAKTERI PENYEBAB
ICE-ICE PADA MIKROPROPAGUL RUMPUT LAUT
Kappaphycus alvarezii
ABSTRAK
Penelitian sebelumnya menghasilkan delapan spesies bakteri yang diduga
menjadi penyebab penyakit ice-ice pada rumput laut Kappaphycus alvarezii.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji patogenisitas masing-masing isolat
terhadap mikropropagul rumput laut K. alvarezii dalam menginduksi serangan
ice-ice berdasarkan gejala klinis, morfologi dan secara histologi. Analisis yang
dilakukan terhadap gejala penyakit ice-ice adalah waktu awal munculnya
bleaching, jumlah titik bleaching dan luas area bleaching yang dihasilkan pada akhir pengamatan. Mikropropagul yang digunakan berukuran panjang 2-4 cm
dimasukkan ke media yang mengandung konsentrasi bakteri 106 cfu/ml untuk
menentukan patogenisitas. Pengamatan gejala ice-ice diobservasi secara visual
setiap hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteri Stenotrophomonas
maltophilia memunculkan gejala ice-ice paling cepat yakni lima jam pascainfeksi, dan Vibrio alginolyticus paling lambat yakni 44 jam pascainfeksi. Selanjutnya,
S.maltophilia juga menghasilkan jumlah titik bleaching paling banyak yakni 17
titik, meskipun luas area bleaching 1.87 mm2 masih lebih kecil dibanding
V.alginolyticus. Dari tiga analisis dibuat dalam bentuk skala atau scoring tingkat
keparahan dan menunjukkan S.maltophilia sebagai bakteri paling ganas dalam
menyebabkan penyakit ice-ice. Penelitian ini adalah yang pertama melaporkan
bakteri S.maltophilia dikaitkan dengan timbulnya penyakit ice-ice pada
K.alvarezii, dan mungkin bermanfaat untuk ketahanan rumput laut terhadap penyakit ice-ice.
Kata kunci: patogenisitas, bakteri, mikropropagul, K.alvarezii, histologi
IN VITRO PATHOGENICITY ASSAY FOR ICE-ICE CAUSED
BACTERIA ON MICROPROPAGULE
Kappaphycus alvarezii
Abstract
As found in previous study, there were 8 species of bacteria that may associate to ice-ice disease. This study aimed to test the pathogenicity of those isolates on
micropropagul seaweed K.alvarezii in inducing ice-ice symptoms based on
clinical symptoms, visual morphology and histology, and to analyze the ice-ice disease transmission based on time of occurrence. Analysis was conducted by time early emerging ice-ice disease, the number of spots and the width area of bleaching in the end of experiment. Micropropagules of 2-4 cm in length were
soaked in seawater containing 106 cfu/ml bacteria to determine the pathogenicity.
Onset of ice-ice symptoms was visually observed every day. The results showed
(37)
maltophilia (5 hours post challenged), while the slowest was by V. alginolyticus
(44 hours post challenged). Furthermore, S.maltophilia also produced the highest
of number of bleaching spot was 17 spot, while wide of bleaching area smaller
was 1.87 mm2 than V. alginolyticus. Based on third of analysis, we arranged the
level of severity and concluded that S.maltophilia as causative agent on ice-ice
disease. This is the first study reporting S. maltophilia linked to ice-ice disease in
K.alvarezii, and this bacterium might be useful towards generation of ice-ice resistance seaweed.
Keywords: patogenisity, bacterai, micropropagule, K. alvarezii, histology
3.1 Pendahuluan
Patogen adalah mikroorganisme yang mampu menyebabkan penyakit pada tumbuhan, dan hewan. Patogenisitas adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit pada organisme inang. Ada dua mekanisme yang mendasari bakteri patogen dapat menyebabkan penyakit, yakni: (1) invasif, yaitu kemampuan untuk menyerang jaringan. Invasif mencakup mekanisme untuk kolonisasi (multiplikasi awal), produksi zat ekstraseluler yang memfasilitasi invasi (invasins) dan kemampuan untuk memotong atau mengatasi mekanisme pertahanan inang; (2) toksigenesis, adalah kemampuan untuk menghasilkan racun. Bakteri dapat menghasilkan dua jenis racun yang disebut eksotoksin dan endotoksin. Eksotoksin diekskresikan oleh mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada inang dengan menghancurkan sel-sel atau mengganggu metabolismenya. Sementara itu, endotoksin adalah toksin pada bakteri Gram negatif berupa lipopolisakarida pada membran luar dari dinding sel yang pada keadaan tertentu bersifat toksin pada inang tertentu.
Kemampuan bakteri patogen dalam menyebabkan penyakit ditentukan
oleh faktor virulensinya (Gal Mor & Finlay 2006, Hochhut et al. 2005; Fernandez
2011). Faktor virulensi bakteri dapat dikelompokkan ke dalam 7 kelompok: (a) faktor adhesi yang memungkinkan bakteri untuk melekat ke permukaan inang dan
untuk memulai proses infeksi; (b) siderophores yang memungkinkan akuisisi the
essential element iron; (c) eksotoksin atau cytolysins, yang menghancurkan atau mempengaruhi fungsi sel-sel eukariotik; (d) gen invasi, yang memediasi masuknya bakteri ke dalam sel eukariotik; (e) sistem sekresi yang memberikan protein efektor bakteri untuk mampu memodulasi fungsi inang; (f) mekanisme pertahanan yang memungkinkan bakteri mampu hidup pada lingkungan yang tidak menguntungkan untuk jaringan inang, dan (g) mekanisme mengelak yang memungkinkan bakteri bertahan hidup dan mengatasi mekanisme pertahanan
bawaan dan adaptif inang (Gal Mor & Finlay 2006, Hochhut et al. 2005).
Sampai saat ini mekanisme patogenisitas bakteri terkait penyakit ice-ice
pada rumput laut K. alvarezii belum banyak dilaporkan. Yang sudah dilaporkan
adalah patogenisitas bakteri terkait dengan luka dan gejala bleaching pada rumput
laut Laminaria religiosa (Vairappan et al. 2001), dan patogenisitas bakteri yang
dikaitkan dengan penurunan bobot tubuh dan kandungan karaginan pada rumput
(38)
18
menimbulkan pertama kali gejala penyakit ice-ice pada rumput laut K. alvarezii
masih belum diketahui.
Penelitian sebelumnya menggunakan talus rumput laut yang didesinfeksi untuk pengujian patogenisitas bakteri. Penggunaan talus dari budidaya diduga masih terdapat kekurangan yakni kemungkinan bakteri masih terdapat di dalam talus dan tidak hilang akibat perlakuan antibiotik. Alternatifnya adalah dengan
menggunakan mikropropagul. Mikropropagul merupakan hasil kultur jaringan in
vitro dengan cara mengkultur kalus pada medium padat Provasoli enriched seawater (PES) 0,4% (Reddy et al. 2008). Kemungkinan besar mikropropagul terbebas dari penyakit. Dengan demikian, mikropropagul merupakan bibit yang potensial untuk digunakan dalam pengkajian patogenisitas bakteri. Tujuan penelitian ini adalah menguji patogenisitas isolat bakteri yang diperoleh pada riset
sebelumnya dengan menggunakan mikropropagul rumput laut K. alvarezii.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Desember 2015, meliputi tahap kultur bakteri dan histologi yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan (BDP), Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan tahap uji patogenisitas dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik, Departemen BDP, FPIK, IPB.
3.2.2 Bahan dan Metode
Kultur bakteri
Bakteri diisolasi dengan mengambil sebanyak 1 g dari bagian talus yang
tampak gejala bleaching dan tanpa gejala bleaching, serta bagian-bagian talus
yang mewakili bagian ujung dan bagian tengah talus rumput laut K.alvarezii.
Selanjutnya, delapan isolat bakteri yang diperoleh dari penelitian Tahap 1 dikultur dengan cara menumbuhkan masing-masing isolat bakteri sebanyak 1 Ose pada
media padat sea water complete (SWC), dengan komposisi 5 g bacto-peptone, 5 g
yeast extract, 3 ml gliserol, 250 ml akuades, 750 ml air laut steril dan 20 g
bactoagar. Selanjutnya, bakteri diinkubasi pada suhu 28 oC selama 24 jam. Kemudian, isolat hasil kultur di media padat ditumbuhkan pada media SWC cair. Sebanyak satu Ose isolat bakteri diambil dan dikultur kembali pada media SWC
cair, digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm pada suhu 28 oC
selama 24 jam. Selanjutnya, dilakukan penghitungan konsentrasi setiap isolat
bakteri dengan metode total plate count (TPC).
Uji patogenisitas
Uji patogenisitas dilakukan menggunakan mikropropagul yang diperoleh
dari koleksi Seameo Biotrop. Mikropropagul adalah regenerasi dari kalus
(1)
Talus tersier
Source DF Sum of
Squares
Mean Square
F Value P > F
Model 7 71.783 10.255 3.4 0.0203
Error 16 48.306 3.0191
Corrected Total
23 120.09
Source DF Type I
SS
Mean Square
F Value P > F Konsentrasi bakteri 3 2.9902 0.9967 0.33 0.8036
suhu 1 67.536 67.536 22.37 0.0002
(2)
Lampiran 6. Analisis Ragam dan Uji Duncan penurunan bobot basah pada rumput laut K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri S.maltophilia pada salinitas yang berbeda
Descriptive Statistics
Dependent Variable: Penurunan bobot basah rumput laut (%) Salinitas Bakteri Mean Std.
Deviation N
A28 A- 28.84 5.33 2
A+ 37.17 12.52 2
Total 33.00 9.21 4
A30 A- 32.38 5.21 2
A+ 40.42 10.25 2
Total 36.40 8.10 4
A35 A- 37.64 3.48 2
A+ 35.91 .84 2
Total 36.78 2.30 4
Total A- 32.95 5.41 6
A+ 37.83 7.54 6
Total 35.39 6.75 12
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Penurunan bobot basah rumput laut (%) Source Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model
171,633a 5 34.327 .624 .689
Intercept 15032.012 1 15032.012 273.306 .000
Salinitas 34.602 2 17.301 .315 .741
Bakteri 71.381 1 71.381 1.298 .298
Salinitas * Bakteri
65.650 2 32.825 .597 .580
Error 330.005 6 55.001
Total 15533.649 12
Corrected Total
501.638 11
a. R Squared = ,342 (Adjusted R Squared = -,206) Duncana,b
Salinitas
N Subset
1
A28 4 33.00142625
A30 4 36.40084075
A35 4 36.77686800
(3)
Lampiran 7. Analisis Ragam dan Uji Duncan jumlah bleaching setiap bagian talus pada rumput laut K. alvarezii akibat penginfeksian bakteri S.maltophilia pada salinitas yang berbeda
Descriptive statistics
Dependent Variable: Talus Primer Salinitas Bakteri
Mean Std.
Deviation N
A28 A- .00 .00 2
A+ .00 .00 2
Total .00 .00 4
A30 A- .00 .00 2
A+ .00 .00 2
Total .00 .00 4
A35 A- 66.67 .00 2
A+ 58.33 11.79 2
Total 62.50 8.33 4
Total A- 22.22 34.43 6
A+ 19.44 30.58 6
Total 20.83 31.08 12
Tests of Between-Subjects Effects Source Type III Sum
of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model
10486,111a 5 2097.222 90.600 .000 Intercept 5208.333 1 5208.333 225.000 .000 Salinitas 10416.667 2 5208.333 225.000 .000
Bakteri 23.148 1 23.148 1.000 .356
Salinitas * Bakteri
46.296 2 23.148 1.000 .422
Error 138.889 6 23.148
Total 15833.333 12
Corrected Total
10625.000 11
a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,976) Duncana,b
Salinitas
N
Subset
1 2
A28 4 .000000
A30 4 .000000
A35 4 62.500000
(4)
Descriptive statistics
Dependent Variable:Talus Sekunder Salinitas Bakteri
Mean
Std.
Deviation N
A28
A- 100.000000 .0000000 2
A+ 100.000000 .0000000 2
Total 100.000000 .0000000 4 A30
A- 42.750000 7.4246212 2
A+ 50.000000 5.8925565 2
Total 46.375000 6.8898409 4 A35
A- 98.214286 2.5253814 2
A+ 100.000000 .0000000 2
Total 99.107143 1.7857143 4 Total
A- 80.321429 29.3241473 6
A+ 83.333333 25.9540192 6
Total 81.827381 26.4485750 12 Tests of Between-Subjects Effects
Source Type III Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model
7598,574a 5 1519.715 94.760 .000
Intercept 80348.643 1 80348.643 5010.060 .000
Salinitas 7542.822 2 3771.411 235.163 .000
Bakteri 27.215 1 27.215 1.697 .240
Salinitas * Bakteri
28.537 2 14.268 .890 .459
Error 96.225 6 16.037
Total 88043.442 12
Corrected Total
7694.798 11
a. R Squared = ,987 (Adjusted R Squared = ,977) Duncana,b
Salinitas
N
Subset
1 2
A30 4 46.375000
A35 4 99.107143
A28 4 100.000000
(5)
Descriptive statistics
Dependent Variable: Talus Tersier Salinitas Bakteri
Mean Std.
Deviation N
A28
A- 100.000000 .0000000 2
A+ 100.000000 .0000000 2
Total 100.000000 .0000000 4 A30
A- 46.723953 8.3546451 2
A+ 45.568627 3.4384800 2
Total 46.146290 5.2585808 4 A35
A- 100.000000 .0000000 2
A+ 100.000000 .0000000 2
Total 100.000000 .0000000 4 Total
A- 82.241318 27.7641845 6
A+ 81.856209 28.1502714 6
Total 82.048763 26.6575651 12 Tests of Between-Subjects Effects
Source Type III Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
Corrected Model
7735,260a 5 1547.052 113.721 .000
Intercept 80783.995 1 80783.995 5938.308 .000
Salinitas 7733.926 2 3866.963 284.255 .000
Bakteri .445 1 .445 .033 .862
Salinitas * Bakteri
.890 2 .445 .033 .968
Error 81.623 6 13.604
Total 88600.878 12
Corrected Total
7816.884 11
a. R Squared = ,990 (Adjusted R Squared = ,981) Duncana,b
Salinitas
N
Subset
1 2
A30 4 46.146290
A28 4 100.000000
A35 4 100.000000
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Makassar pada tanggal 6 April 1983, sebagai anak kedua dari lima bersaudara pasangan Achmad Sadarang (almarhum) dan Radiah Abubakar. Penulis menikah dengan Fahrul, SPi, MSi pada tanggal 22 Oktober 2008 dan telah dikarunia putra-putra Muhammad
Faqih Ubaidillah dan Muhammad Fadhlul Ma’rifatullah.
Penulis menempuh Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas ditempuh di Kota Makassar. Pendidikan Sarjana diselesaikan pada tahun 2004 di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin sejak tahun 2005. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan menempuh pendidikan Magister (S2) pada Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor atas Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan
lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama (2009), penulis melaksanakan Seminar (bagian dari tesis) di Fakultas Perikanan Universitas Gajah mada,Yogyakarta, sebagai presenter oral dengan judul artikel ilmiah “Penggunaan gen GH sebagai marka molekular DNA gurami Osphronemus gouramy dalam pengembangan teknologi Surrogate Broodstock” dan telah dipublikasikan di Jurnal Perikanan, Journal of Fisheries Sciences, No.2/ Vol.XI/ Juli 2009 ISSN:0853-6384.
Pada tahun 2011, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor atas Beasiswa BPPS atau Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPP-DN). Pada tahun 2016, penulis berkesempatan melaksanakan Seminar Internasional pada International Conference and Exposition Asian-Pacific Aquaculture 2016 sebagai presenter oral dengan judul abstract “Molecular identification of new bacterium causing ice-ice disease on seaweed Kappaphycus alvarezii”.
Bagian pertama dan kedua disertasi dengan judul artikel ilmiah "Molecular identification of new bacterial causative agent of ice-ice disease on seaweed Kappaphycus alvarezii” telah diperiksa reviewer pada jurnal Peer J (terindekas SCOPUS, impact factor 2.1). Bagian ketiga disertasi dengan judul artikel ilmiah
“The effect of Stenotrophomonas maltophlia bacteria-temperture interaction on the growth, morphology and tissue structure of Kappaphycus alvarezii” telah dimasukkan pada jurnal Tropical Life Sciences Research (terindeks SCOPUS, impact factor 0.13)