PEMANFAATAN LIMBAH (SEKAM PADI DAN SABUT KELAPA) SEBAGAI ISIAN BATAKO (BATA BETON)RAMAH LINGKUNGAN.

SKRIPSI

PEMANFAATAN LIMBAH (SEKAM PADI DAN SABUT
KELAPA) SEBAGAI ISIAN BATAKO (BATA BETON)
RAMAH LINGKUNGAN

Oleh :

PRISTIWI TRY ENGGARWATI
NPM : 0752010011

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JATIM
SURAB AYA
2011

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR


Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pemanfaatan Limbah (Sekam Padi dan Sabut Kelapa) sebagai isian Batako (Bata
Beton) Ramah Lingkungan” ini dengan baik.
Selama menyelesaikan skripsi ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena berkat rahmatnya skripsi ini dapat terselesaikan
dengan lancar.
2. Ir. Naniek Ratni JAR., MKes, selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Dr. Ir. Munawar Ali., MT, selaku Ketua Program studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
4. Ir. Yayok Suryo P., MS, Selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
membantu, mengarahkan dan membimbing sehingga skripsi ini dapat
selesai dengan baik.
5. Kedua orang tuaku, keluargaku, yang telah membantu material, doa, serta
support yang tidak pernah habis buat saya.

6. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima
dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan mohon
maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini terdapat
kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.

Surabaya, 29 November 2011

Penyusun

ii


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................

i

ABSTRAK...............................................................................................

iii

ABSTRACT.............................................................................................

iv

DAFTAR ISI............................................................................................

v


DAFTAR TABEL....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................

x

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.......................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah...................................................................

2

1.3. Tujuan Penelitian....................................................................


3

1.4. Manfaat Penelitian..................................................................

3

1.5. Ruang Lingkup........................................................................

4

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Batako (Bata Beton).............…...…….................

5

2.2. Syarat Mutu..........................................................................

6


2.3. Ukuran dan Jenis Batako (Bata Beton).................................

7

2.4. Keuntungan – keuntungan memakai Batako (Bata Beton).....

9

2.5. Perawatan (Curing Time)........................................................

9

2.5.1. Jenis – jenis Perawatan (Curing Time)......................

10

2.6. Sekam Padi............................................................................

13


2.6.1. Sifat – sifat Fisik Sekam Padi.....................................

14

2.7. Sabut Kelapa............................................................................

16

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.8. Semen......................................................................................

17

2.8.1. Susunan Kimia............................................................

19


2.9. Air..........................................................................................

19

2.10.Agregat....................................................................................

21

2.10.1. Sifat – sifat Agregat....................................................

22

2.10.2. Syarat – syarat Agregat...............................................

22

2.10.3. Cara untuk menguji Agregat.......................................

23


2.11. Pencetakan..............................................................................

25

2.12. Uji Kelayakan.........................................................................

25

2.13. Peneliti Terdahulu.................................................................. ..

27

2.14. Hipotesis...............................................................................

27

BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian................................................

28


3.2. Bahan dan Alat......................................................................

28

3.2.1. Bahan yang digunakan...............................................

28

3.2.2. Peralatan Penelitian....................................................

28

3.3. Tahap Pelaksanaan..................................................................

31

3.3.1. Persiapan Bahan Baku................................................

31


3.3.2. Komposisi Batako (Bata Beton).................................

32

3.3.3. Pembuatan Batako (Bata Beton)................................

34

3.3.4. Variabel Penelitian.....................................................

36

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Analisa Awal.......................................................................

37

4.1.1. Pengujian Sekam Padi.............................................

37

4.1.2. Pengujian Sabut Kelapa...........................................

37

4.1.3. Air............................................................................

37

4.1.4. Semen........................................................................

38

4.1.5. Pasir..........................................................................

38

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan...........................................
4.2.1. Batako (Bata Beton) dengan substitusi Sekam Padi.....

39
39

4.2.3. Batako (Bata Beton) dengan substitusi Sabut Kelapa..... 47
4.3. Perbandingan Batako..............................................................

55

4.3. Perbandingan Batako..............................................................

56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan.........................................................................

58

5.2. Saran...................................................................................

58

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A. PROSEDUR UJ I
LAMPIRAN B. HASIL PERHITUNGAN UJ I PENYERAPAN AIR
LAMPIRAN C. HASIL UJ I KUAT TEKAN
LAMPIRAN D. GAMBAR ALAT

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAK

Pemanfaataan limbah atau sisa buangan dari hasil pertanian berupa sekam padi
dan sabut kelapa dengan jumlah banyak, pemanfaatannya yang ada dianggap
kurang menguntungkan dan proses penghancuran secara alami sangat lambat.
Pemanfaatan limbah sekam padi dan sabut kelapa dengan menggunakan proses
yang sederhana sebagai campuran isian batako (bata beton) patut dicoba untuk
meminimalkan masalah lingkungan. Bahan baku campuran berupa limbah sekam
padi dan limbah sabut kelapa. Rasio perbandingan bahan baku berupa pasir
divariasikan dengan sekam padi atau sabut kelapa, antara lain = 100%:0%;
95%:5%; 90%:10%; 85%:15%; dan 80%: 20%, dari bahan baku. Umur Batako
(hari): 9, 18, dan 28 hari, dengan menetapkan komposisi semen, agregat halus
(pasir), sekam padi atau sabut kelapa dan air. Selanjutnya campuran dicetak dan di
press dengan rojok, lalu dilakukan uji kelayakan,meliputi : Uji Tampak Luar, Uji
Penyerapan Air, dan Uji Kuat Tekan untuk mengetahui kualitas Batako (Bata
Beton) terbaik menurut standar SNI 03-0349-1989. Hasil percobaan menunjukan
bahwa hasil terbaik dapat dicapai pada komposisi campuran limbah sabut kelapa
10%, pada umur 28 hari memenuhi SNI 03-0349-1989 dengan kelas Batako
(Mutu) III. Pada komposisi campuran limbah sekam padi 15%, pada umur 9 dan
18 hari memenuhi SNI 03-0349-1989 dengan kelas Batako (Mutu) IV.

Kata Kunci: Limbah Sekam Padi dan Limbah Sabut Kelapa, Pemanfaatan, Isian
Batako (Bata Beton)

iii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRACT

Utilizing of waste or residual waste from agricultural productsare rice husks and
coconut fiber with large amounts, utilization of the existing deemed less favorable
and the destruction process is naturally very slow. Utilization of waste rice hulls
and coconut fiber by using a smple process as stuffing mix concrete block
(concrete brick) is worth trying to minimize environmental problems. The raw
material mixture in the form of waste rice husks and coconut coir husk waste.
Ratio of raw material in the form of sand varied with rice husks or coconut fiber,
among others: 100% :0%; 95%:5%; 90%:10%; 85%:15%; and 80%:20%, of the
materials. The age of the block (day): 9, 18, dan 28 days, by setting the
composition of cement, fine aggregate (sand), rice husks, or coconut fiber and
water. Furthermore, a mixture of printed and in the press with rojok, and
performed due diligence, including: Test Looks Out, Water Absorption Test, and
Test Strong Click to find out the quality of brick (Brick Concrete) best according
to SNI S-04-1989-F standart. The expenmental results showed the best results con
be achieved on the composition of the mixture of coconut coir waste by 10%, at
the age of 28 days to meet with the class brick SNI S-04-1989-F standart (quality)
III. On the of the mixture of rice husks waste by 10%, at the age of 28 days to
meet with the class brick SNI S-04-1989-F standart (quality) IV.

Keywor ds: Waste Rice Husk and Coconut Fiber Wastes, Utilization, Stuffing
Brick (Brick Concrete)

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang
terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertautan. Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir
beras dan menjadi, sekam padi mudah dicari atau lebih sering
dikategorikan sebagai bahan sisa atau limbah penggilingan. Pada tahun
2009 diperkirakan produksi padi di Indonesia mencapai 83,67 juta ton
gabah kering (BPS, 2009) dengan produk samping yang di hasilkan berupa
sekam padi sebanyak 20% dari gabah kering. Sekam dikategorikan sebagai
biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan
baku industri, pakan ternak, abu gosok, bahan bakar pembuatan batu bata,
alas ternak, serta sebagai pupuk organik yang dapat menambah unsur hara
dalam tanah tetapi nilai ekonomisnya masih rendah sehingga perlunya
dicari alternatif lain yang lebih bermanfaat.
Disisi lain, pemafaatan terhadap limbah tanaman kelapa (sabut)
yang merupakan tanaman perkebunan yang hasil utamanya adalah minyak
yang lazim disebut minyak kelapa belum maksimal. Bagian – bagian sabut
adalah mesokarp yang berupa serat-serat kasar, diperdagangkan sebagai
bahan bakar untuk menghasilkan abu yang dipakai sebagai pupuk, pengisi

1
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

jok kursi, anyaman tali, keset, serta media tanam bagi anggrek. pengganti
gayung, wadah minuman, dan bahan baku berbagai bentuk kerajinan
tangan tapi cara ini dianggap kurang menguntungkan.
Dibandingkan jika sekam padi dan sabut kelapa dibuang dalam
tanah, dalam jumlah yang banyak akan membutuhkan lahan yang banyak
pula dan dapat mengurangi estetika atau dibakar secara langsung dapat
menambah emisi karbon dalam atmosfer. Untuk memaksimalkan limbah
sekam padi dan sabut kelapa, sangat perlu untuk dicari alternatif inovasi
teknologi lain yang lebih bermanfaat.

Secara umum pertumbuhan atau perkembangan industri konstruksi
di Indonesia cukup pesat, meskipun terjadi krisis ekonomi. Hampir 60%
material yang digunakan dalam pekerjaan konstruksi adalah beton, yang
banyak dijumpai dalam pembuatan gedung, jalan, bendungan, saluran dan
lain-lain. Salah satu material konstruksi dalam pembuatan dinding
bangunan adalah batako. Pada penelitian ini akan dilakukan penambahan
Sekam Padi dan Sabut Kelapa, sebagai unsur penguat dalam dalam
pembuatan Batako (Bata Beton).

1.2

Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
kajian ini adalah:
1. Meningkatkan nilai limbah (sekam padi dan atau sabut kelapa) sebagai
bahan baku batako (Bata Beton)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

2. Bagaimana komposisi campuran bahan – bahan (semen, pasir &
limbah sekam padi atau sabut kelapa) yang dapat menghasilkan batako
(Bata Beton) dengan kualitas terbaik yang memenuhi SNI S-04-1989-F

1.3

Tujuan Penelitian
Yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
Membuat Batako (Bata Beton) dari limbah (sekam padi atau sabut
kelapa), dengan menentukan komposisi campuran yang menghasilkan
batako (Bata Beton) dengan kualitas terbaik menurut SNI S-04-1989-F.

1.4

Manfaat Penelitian
1.

Memberikan solusi alternatif kepada masyarakat khususnya kepada
petani padi dan petani kelapa untuk memanfaatkan limbah tanamannya
sebagai bahan baku pembuatan batako (Bata Beton) secara sederhana
agar lebih bernilai ekonomis

2. Mengurangi limbah (sekam padi atau sabut kelapa)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

1.5

Ruang lingkup
Untuk membatasi agar dalam pemecahan masalah nantinya tidak

menyimpang dari ruang lingkupnya telah ditentukan, maka akan ditetapkan:
1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium
2. Penelitian utama terdiri dari persiapan bahan baku, persiapan bahan
perekat, pencampuran, pembuatan Batako (Bata beton) dan pengujian.
3. Bahan utama yang digunakan berupa limbah sekam padi dan sabut
kelapa yang didapatkan dipasaran.
4. Uji kelayakan Batako (Bata beton) yang dijalankan, meliputi: Uji
Penyerapan Air dan Uji Kuat Tekan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1

Penger tian Batako (Bata Beton)

Batako (Bata Beton) adalah suatu jenis unsur bangunan berbentuk batako
yang terbuat dari bahan utama semen Portland, air, dan agraget yang digunakan
untuk pemasangan dinding. Batako merupakan tipe bahan bangunan yang bersifat
ekonomis, cepat pemasangannya dan menggunakan bahan sedikit. Batako (Bata
beton) mempunyai berbagai macam bentuk dan ukuran sehingga mudah untuk
menyesuaikan dengan bentuk – bentuk arsitektur yang ada. Batako (Bata Beton)
juga dapat digunakan untuk meredam suara dan juga mempunyai ketahanan yang
baik terhadap cuaca serta mempunyai ketahanan terhadap api.

Gambar 2.1 Batako sebagai pasangan dinding

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Menurut (Supribadi, 1993), Batako termasuk batako yang dicetak menjadi
balok – balok dengan ukuran tertentu. Proses pengerasannya tanpa melalui
pembakaran dan kekerasannya tergantung dari kualitas bahan susun, perbandingan
campuran dan kemampatannya pada proses pencetakannya. Batako (Bata Beton)
merupakan industri rakyat karena banyak diusaha dan dikelola oleh masyarakat
atau kelompok kecil yang menggunakan peralatan yang sederhana. Proses
pembuatan batako sangat mudah karena tidak membutuhkan ilmu yang tinggi
dalam pembuatannya. (Adinata, P., 2006)

2.2.

Syar at Mutu

Dalam pembuatan batako (Bata Beton) harus memenuhi syarat mutu yang
telah ditetapkan SNI S-04-1989-F. Batako (Bata Beton) untuk pasangan dinding,
yaitu:

1. Tampak Luar
1)

Untuk permukaan luar batako sebaiknya tidak terdapat suatu retakan –
retakan dan cacat

2)

Rusuk – rusuknya siku satu dengan siku yang lain dan sudut rusuknya
tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan

2.

Syarat Fisis Batako
Menurut SNI S-04-1989-F, dalam Rosyida, M. D., 2007.
Persyaratan Fisis Batako (Bata Beton) dapat dilihat pada tabel 2.1 dilihat
pada. Tabel berikut:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

Tabel 2.1 Persyaratan Fisis Batako (Bata Beton)

Syarat Fisis

Satuan

1. Kuat tekan bruto Kg/cm2
*) rata - rata, min.
2. Kuat tekan bruto Kg/cm2
*)
masing
masing benda uji,
min.
3. Penyerapan air,
%
rata - rata, maks.

I
70

Tingkat Mutu
II
III
50
35

IV
20

65

45

30

17

25

35

-

-

*) Kuat tekan bruto adalah beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji

hancur (dalam satuan Kg), dibagi dengan luas bidang tekan nyata dari
benda uji termasuk luas lubang serta cekungan tepi dalam satuan cm.

2.3

Ukuran dan jenis Batako (Bata Beton)

Ukuran dan jenis batako (Bata Beton) cetak bermacam-macam sesuai
dengan kebutuhan. Ukuran batako yang standar adalah dapat dilihat pada tabel 2.2
sebagai berikut:

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

Tabel 2.2 Ukuran – ukuran dan jenis Batako (Bata Beton)

A

Ukuran cm2
txlxp
20 x 20 x 40 cm2

B

20 x 20 x 40 cm2

Berlubang, dipakai sebagai penutup
pada sudut dan pertemuan tembok

C

10 x 20 x 40 cm2

Berlubang, di pakai sebagai pengisi
dengan ketebalan 20 cm

D

10 x 20 x 40 cm2

Berlubang, di pakai sebagai dinding
pengisi dengan ketebalan 20 cm

E

10 x 20 x 40 cm2

Tidak berlubang, di pakai sebagai
dinding pengisi dan pemikul untuk
muatan - muatan tertentu saja

F

8 x 20 x 40 cm2

Tidak berlubang, dapat
sebagai dinding pemisah

Tipe

Jenis dan Pemakaiannya
Berlubang, dapat dipakai untuk
pembuatan tembok atau dinding
pemikul dengan ketebalan 20 cm

dipakai

(Sumber: Supribadi 1986)

Gambar 2.2 Ukuran dan Jenis Batako

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

2.4

Keuntungan – keuntungan memakai Batako (Bata Beton)

Menurut Supribadi, dalam Wijarnoko,W., 2008. Keuntungan – keuntungan
yang didapat jika memakai batako antara lain :
1. Tiap m2 pasangan tembok membutuhkan lebih sedikit batako jika
dibandingkan dengan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu
penghematan / pengurangan.
2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih
hemat.
4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
5. Apabila pekerjaannya rapi, tidak perlu diplester.
6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan
potongan.
7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air

2.5

PERAWATAN (CURING TIME)
Perawatan (Curing Time) adalah perlakuan atau perawatan terhadap beton

selama masa pembekuan. Pengukuran curing diperlukan untuk menjaga kondisi
kelembaban dan suhu yang diinginkan pada beton, karena suhu dan kelembaban
di dalam secara langsung berpengaruh terhadap sifat-sifat beton. Pengukuran
curing mencegah air hilang dari adukan dan membuat lebih banyak hidrasi semen.
Untuk memaksimalkan mutu beton perlu diterapkan pengukuran curing sesegera

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

mungkin setelah beton dicetak. Curing time merupakan hal yang kritis untuk
membuat permukaan Batako yang tahan.
Curing time harus dibuat pada setiap bahan bangunan, bagian konstruksi
atau produk yang menggunakan semen sebagai bahan baku. Hal ini karena semen
memerlukan air untuk memulai proses hidrasi dan untuk menjaga suhu di dalam
yang dihasilkan oleh proses ini demi mengoptimalkan pembekuan dan kekuatan
semen. Pengaturan suhu di dalam dengan air disebut curing. Proses hidrasi yang
tidak terkontrol akan menyebabkan suhu semen kelebihan panas dan kehilangan
bahan-bahan dasar untuk pengerasan dan kekuatan akhir produk semen seperti
beton, mortar, dan lain-lain. Curing yang baik berarti penguapan dapat dicegah
atau dikurangi.
Curing time untuk normal concrete kurang lebih 7 hari, pada masa ini
biasanya kekuatan concrete sudah mencapai 65 ~ 75% fc' (formwork sudah bisa
kita lepas). Umumnya untuk mencapai fc' dibutuhkan waktu kurang lebih 28 hari.
(Sumber : Anonim ,2011)

2.5.1

J enis-jenis Per awatan (Cur ing Time)
Secara umum ada 3 jenis utama perawatan (curing time) yang digunakan

pada sektor konstruksi, yaitu:
1. Perawatan (Curing Time) air
Perawatan (Curing Time) air adalah yang paling banyak
digunakan. Ini merupakan sistem dimana sangat cocok untuk konstruksi
rumah dan tidak memerlukan infrastruktur atau keahlian khusus.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Bagaimanapun curing air memerlukan banyak air yang mungkin tidak
selalu mudah dan bahkan mungkin mahal. Untuk mengekonomiskan
penggunaan air perlu dilakukan pengukuran untuk mencegah penguapan
air pada produk semen. Misal beton harus dilindungi dari sinar matahari
langsung dan angin untuk mencegah penguapan air yang cepat. Cara
seperti menutup batako dengan pasir, serbuk gergaji, rumput dan dedaunan
tidaklah mahal, tetapi masih cukup efektif. Selanjutnya plastik, goni bisa
juga digunakan sebagai bahan untuk mencegah penguapan air dengan
cepat. Sangat penting seluruh produk semen (batako, paving blok, batu
pondasi, bata pondasi, pekerjaan plaster, pekerjaan lantai, dan lain - lain)
dijaga tetap basah dan jangan pernah kering, jika tidak kekuatan akhir
produk semen tidak dapat dipenuhi. Jika proses hidrasi secara dini berakhir
akibat kelebihan panas (tanpa curing), air yang disiram pada produk semen
yang telah kering tidak akan mengaktifkan kembali proses hidrasi,
kehilangan kekuatan akan permanen. Pada curing air, produk semen harus
dijaga tetap basah (misal dengan menutup produk dengan plastik) untuk
lebih kurang 7 hari.
2. Perawatan (Curing Time) uap air
Perawatan (Curing Time) uap air dilakukan dimana air sulit
diperoleh dan semen berdasarkan unsur-unsur bahan setengah jadi seperti
slop toilet, ubin, tangga, jalusi dan lain-lain diproduksi masal. Curing uap
air menurunkan waktu curing dibandingkan dengan curing air biasa lebih
kurang sekitar 50 – 60%. Prinsip kerja curing air adalah dengan menjaga

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

produk semen pada lingkungan lembab dan panas yang membolehkan
semen mencapai kekuatan lebih cepat dari pada curing air biasa. Untuk
menghasilkan lingkungan lembab dan panas ini perlu dibuat suatu ruang
pemanasan sederhana dengan dinding dan lantai penahan air yang ditutup
dengan plastik untuk membuat matahari memanaskan ruang pemanasan
dan mencegah air menguap. Tinggi permukaan air dari lantai sekitar 5
sampai 7 cm dijaga setiap waktu agar prinsip kerja sistem penguapan dapat
bekerja.
3.

Perawatan (Curing Time) uap panas
Perawatan (Curing Time) uap panas biasanya hanya digunakan
pada pabrik yang sudah canggih yang memproduksi produk semen secara
massal. Sistem curing uap panas mahal dan membutuhkan banyak energi
untuk membangkitkan panas yang dibutuhkan untuk uap panas.
Bagaimanapun, produk curing uap panas dapat digunakan setelah kira-kira
24 – 36 jam setelah produksi, yang mempunyai keunggulan dibandingkan
curing sistem lainnya.
Pengaruh umur pada dasarnya semua aturan dan regulasi untuk
pembuatan beton secara benar diikuti, kekuatan beton dapat diperoleh
seiring dengan waktu. Bagaimanapun, tingkat kenaikan kekuatan akan
berkurang dengan waktu.
(Sumber : Muller, C. dkk., 2006)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

2.6

Sekam Padi

Sekam padi adalah bagian terluar dari butiran padi, yang merupakan hasil
sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Hingga saat ini padi masih
merupakan produk utama pertanian di Negara agraris, termasuk Indonesia. Hal
ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beras yang merupakan bahan pokok.
Sekam padi yang merupakan salah satu produk samping dari proses penggilingan
padi, selama ini hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Sekam padi lebih sering hanya digunakan sebagai bahan pembakar bata merah
atau dibuang begitu saja. Dari proses industri penggilingan padi biasanya
diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Dari proses penggilingan padi
biasanya diperoleh sekam sekitar 20 - 30%, dedak antara 8- 12% dan beras giling
antara 50 - 63,5% data bobot awal gabah.

Gambar 2.3 Sekam Padi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

2.6.1

Sifat – sifat Fisik Sekam Padi

1. Sifat Fisik
Sifat – sifat fisik sekam padi menurut Van Routen, 1981 dalam
penelitian Paramita, S. Arning, 2007 adalah :
1)

Prosentase sekam padi antara 14 – 26% dari berat gabah, tergantung
dari varietas padi

2)

Sekam memiliki kerapatan jenis (bulk densilty) 125 kg/m3

3)

Nilai kalori 1 kg sekam sebesar 3300 k kal

4)

Prosentase abu kira –kira 20% berat pada pembakaran sempurna

5)

Kandungan air 10%, sebagai akibat evaporasi karena gesekan dan
transportasi alih udara.

2. Sifat Kimia
Komposisi kimia sekam padi menurut DTC - IPB :
1)

Karbon (zat arang) : 1,33%

2)

Hidrogen : 1,54%

3)

Oksigen : 33,64%

4)

Silika : 16,98%

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Tabel 2.3. Komposisi Kimiawi Sekam Padi

Komponen

Kandungan %

Protein

9,02 %

Kadar Air

3,03 %

Lemak

1,18 %

Serat Kasar

35,68 %

Abu

17,17 %

Karbohidrat dasar

33,71 %

Sumber = Anonim, 2011

Dengan komposisi kandungan kimia seperti di atas, sekam dapat dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan di antaranya:

1. Sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat
kimifurfural yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai
industri kimia. Sebagai bahan baku pada industri bahan bangunan,
terutama kandungan silika (SiO2) yang dapat digunakan untuk campuran
pada pembuatan semen portland, bahan isolasi, husk-board dan campuran
pada industri bata merah.
2. Sebagai sumber energi panas pada berbagai keperluan manusia, kadar
selulosa yang cukup tinggi dapat memberikan pembakaran yang merata
dan stabil.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

2.7.

Sabut Kelapa

Sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu
35% dari berat keseluruhan buah. Menurut Maria Ulfa (2006) sabut kelapa terdiri
dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya adalah
bagian yang berharga dari sabut. Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram
(75% dari sabut), dan gabus 175 gram (25% dari sabut).( Anonim, 2009)

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang
terbesar dari kelapa, yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa. Dengan demikian
apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta
ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan.
Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan
sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya.

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco
Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil
pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan
untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain.
Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk
kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan
baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard.
Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa
diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi
mobil, Spring Bed dan lain-lain. (Ekapeny,B., 2010)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Gambar 2.4 Sabut Kelapa

2.8.

Semen

Menurut Hidayat, S., (2009). Semen merupakan material perekat untuk
kerikil, pasir, batubata, dan materi sejenis lainnya. Begitu pentingnya semen,
sehingga nyaris tidak ada bangunan yang bebas dari penggunaan semen. Bahkan,
semen telah digunakan sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya bangunan
bersejarah yang sampai saat ini masih bisa kita lihat. Awalnya, semen terbentuk
dari penggilingan beberapa material, seperti batu kapur, tanah liat, pasir silika,
pasir besi, sehingga membentuk klinker. Ditambah sejumlah gypsum dan mineral
lainnya, maka terbentuklah semen. Semen tersebut dapat bekerja sebagai perekat
jika ditambah air. Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung
senyawa Calcium Oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam
yang mengandung senyawa : Silika Oksida (SiO2), Alumunium Oksida (Al2O3),
Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen,
bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk
klinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam
kantong atau zak. (Ekapeny,B., 2010)
Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk
menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang
wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia.
Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen
Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu
pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-03022004 (Tri Mulyono,2005). Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland
menjadi 5 Tipe (Syarif Hidayat, 2009), yaitu :
1. Tipe I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak
memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.
2. Tipe II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
4. Tipe IV, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor
hidrasi rendah.
5. Tipe V. Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan
ketahanan tinggi terhadap sulfat.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

2.8.1. Susunan kimia

Secara garis besar, ada 4 senyawa kimia utama yang menyusun semen
portland, yaitu :
1. Trikalsium Silikat (Ca3SiO5 atau 3CaO.SiO2), disingkat C3S
2. Dikalsium Silikat (Ca2SiO4 atau 2CaO.SiO2), disingkat C2S
3. Trikalsium Aluminat (Ca3Al2O6 atau 3CaO.Al2O3), disingkat C3A
4. Tetrakalsium Aluminoferrit (Ca4Al2Fe10 atau 4CaO.Al2O3Fe2O3) yang
disingkat menjadi C4AF.
5. Gypsum (CaSO4.2H2O)
(Sumber : Munir, M., 2008)

2.9

Air

Air merupakan suatu bagian yang menentukan dalam campuran atau
pengolahan bahan bangunan. Air dapat menyebabkan campuran menjadi plastis
sehingga memudahkan pembuatan bentuk dan memberikan proses hidrasi pada
senyawa kapur, karena pengerasan beton berdasarkan reaksi antar semen dan air
maka sangat diperlukan. Hal – hal ini yang perlu diperhatikan dalam campuran
atau pengolahan bangunan :

1. Air yang digunakan pada campuran beton harus bersih dan bebas dari
bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau
tulangan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton
yang didalamnya tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam
jumlah yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.
2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang
dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus
mempunyai kekuatan sekurang - kurangnya sama dengan 90% dari
kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat diminum.
4. Sering kali pori – pori agraret terisi air, Air yang terserap ini tidak ikut
dalam proses hidrasi semen
(Sumber : Anonim, 2002)
Air tawar yang biasanya diminum baik air diolah oleh PDAM atau air dari
sumur yang tanpa diolah dapat digunakan untuk membuat batako. Persyaratan
air sebagai bahan bangunan harus memenuhi kriteria menurut SK SNI S – 04
– 1989 – F dalam Rosyida, M., D, (2007), sebagai berikut:
1. Tidak mengandung lumpur atau benda tersuspensi lebih dari 2 gram/liter.
2. Tidak mengandung garam-garaman yang merusak beton (asam dan zat
organik) lebih dari 15 gram/liter. Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari
500 ppm dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1.000 ppm sebagai SO3

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

3. Air harus bersih.
4. Derajat keasaman (pH) normal ± 7.
5. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda terapung lainnya yang
dapat dilihat secara visual.
6. Jika dibanding dengan kekuatan tekan adukan beton yang memakai air
suling, penurunan kekuatan adukan yang memakai air yang diperiksa tidak
lebih dari 10%.
7. Semua air yang mutunya meragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi
mutunya menurut pemakaian.
8. Khusus untuk beton pratekan, kecuali syarat-syarat di atas, air tidak boleh
mengandung khlorida lebih dari 50 ppm.

2.10.

Agr egat
Agregat adalah bahan pengisi insert filter yang digunakan bersama – sama

semen untuk membuat beton atau sejenisnya. Menurut Gideon, K., S. (1997)
dalam Damayanti, P. E., (2005). Agregat (yang tidak bereaksi) adalah bahan –
bahan campuran batako yang saling diikat oleh perekat semen. Agraget umum
yang dipakai adalah agregat halus (pasir) dan agraget kasar (kerikil). Agregat
halus (pasir) terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm, didapat dari hasil
disintegrasi batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya
(artifical sand), tergantung dari kondisi pembentukan tempat yang terjadinya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Pemilihan agraget tergantung dari syarat – syarat yang ditentukan batako,
persedian lokasi pembuatan batako dan perbandingan yang telah ditentukan antara
biaya dan mutu.

2.10.1.Sifat – sifat Agr egat
Dari pemakaian agregat yang spesifik, sifat – sifat batako (bata beton)
dapat dipengaruhi. Ada dua jenis agregat yang dipergunakan dalam pembuatan
batako, yaitu :

1. Agregat halus adalah suatu agregat yang mempunyai butiran – butiran
lolos – lolos dari ayakan 4,8 mm (5 mm).
2. Agregat kasar adalah suatu agregat yang butirannya bertahan diatas ayakan
4,8 mm (5 mm).

Kecuali agraget alami dapat juga digunakan produk alami sinter atau
terbakar dan buangan silikat. (Adinata, P., 2006)

2.10.2.Syarat –syarat Agr egat
Menurut persyaratan Bangunan Indonesia agregat halus sebagai campuran
untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam, dan keras.
2. Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%, apabila
lebih dari 5% maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan
0,063mm.
4. Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak
5. Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca.
6. Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton.
(Sumber : Anonim, 2011)
Menurut Sjahbena Indah Novica, 2005 Agregat yang dapat dipakai dalam
pembuatan batako harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut (Anonim, 2011) :
1. Agregat tersebut harus bersih.
2. Keras
3. Bebas dari penyerapan secara kimia
4. Tidak tercampur dengan tanah liat/lumpur
5. Distribusi/gradasi ukuran agregat memenuhi ketentuan yang berlaku.

2.10.3.Cara untuk menguji Agregat

Menurut Muller, C. dkk., (2006) untuk uji mutu pasir ada dua cara, yaitu:
1. Uji visual/Uji penglihatan
Periksa pasir dari kotoran seperti bahan organik (lumpur, dedaunan, akarakaran dan lain-lain).
2. Uji kandungan pasir dan kotoran

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

Uji kandungan pasir dan kotoran dapat dilakukan dengan tiga cara;
1) Test tangan
Contoh pasir digosokkan diantara dua telapak tangan pasir yang bersih
hanya akan meninggalkan sedikit bekas. Jika tangan tetap kotor itu
menunjukkan adanya terlalu banyak tanah.
2) Test botol
Ambil sebuah botol dan isi dengan pasir hingga setengah penuh. Isi
dengan air bersih hingga ¾ penuh. Kocok dan biarkan hingga satu jam.
Pasir yang bersih akan akan langsung mengendap, kotoran dan tanah
liat secara perlahan-lahan akan turun di atas pasir. Ketebalan tanah liat
dan kotoran tidak boleh melebihi 1/10 atau 10% dari pasir dibawahnya.
diterapkan pada pasir dari batu yang dipecahkan.
3) Test pakaian
Hamparkan pasir pada permukaan yang bersih. Gosok dengan kain
putih diatas pasir.Jika kain sangat kotor, pasir sebaiknya tidak
digunakan untuk membuat beton.
Pasir yang kotor sebaiknya tidak digunakan untuk pembuatan batako
sebab dapat mengurang daya rekat beton.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

2.11.

Pencetakan

Proses pencetakan batako sama seperti pencetakan bata merah pejal yaitu
secara manual ataupun menggunakan mesin cetak dalam kenyataan banyak
industri ini masih menggunakan cara yang sederhana, hal ini disebabkan karena
industri ini industri rakyat.

Metode pemadatan bata beton itu banyak dan berbeda – beda pula
pemadatan dengan tangan yaitu: dengan cara menusuk – nusuk dan menumbuk
dengan sepotong kayu atau batang lain yang dinamakan batang tusukan atau
rojokan, sedangkan menumbuk yakni dengan menggunakan palu mengetuk –
ketuk cetakan. (Adinata, P., 2006)

2.12.

Uji Kelayakan

1. Uji tampak luar
1)

Untuk permukaan luar batako sebaiknya tidak terdapat suatu
retakan – retakan dan cacat

2)

Rusuk – rusuknya siku satu dengan siku yang lain dan sudut
rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan jari tangan

2. Uji penyerapan air
Anonim, 2011. Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat
dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin
banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar
pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori)
yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya lualitas dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat
menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan
kemudian menguap dan meninggalkan rongga.

Penyerapan air dirumuskan sebagai berikut :
Penyerapan air = (A – B) x 100%........................................(2.1)
B
Dimana = A = Berat Kering
B = Berat Basah
3. Uji kuat tekan
Mengetahui kekuatan tekan dari komposisi campuran dari sekam
padi atau sabut kelapa. Diharapkan dari penelitian ini uji kuat tekan akan
memenuhi syarat kuat tekan batako sesuai dengan SNI S-04-1989-F
Kuat tekan dihitung dengan rumus:
Kuat tekan =

……………………………………………………..(2.2)

Dimana: P : Beban hancur (kg)
A : luas bidang tekan (cm2)
(Adinata, P., 2006)
Kuat-hancur dari batako dipengaruhi oleh sejumlah faktor, selain
oleh perbandingan air semen dan tingkat pemadatannya. Faktor-faktor
penting lainnya yaitu :
1)

Jenis semen dan kualitasnya

2)

Jenis dan lekak-lekuk bidang permukaan agregat

3)

Effisiensi dari perawatan (curing)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

4)

Suhu

5)

Umur

(Sumber : Anonim, 2011)

2.13.

Penelitian Terdahulu
Pada penelitian oleh Muhimmah memanfaatkan lumpur IPAL PT.

PANTJA MOTOR, lumpur IPAL layak digunakan sebagai batako meski dengan
komposisi 1 : 2 : 1 yaitu limbah : pasir : semen, memiliki rata – rata nilai kuat
tekan 29,485 kg/cm2.
Pada penelitian oleh Fanggi Klasifikasi Batako berbahan dasar Tanah
Putih di Kupang dan Sekitarnya : Kajian terhadap Kuat Tekanan Batako dengan
komposisi 1 : 4 memiliki nilai kuat tekan 58,91 kg/cm2, komposisi 1 : 5 memiliki
nilai kuat tekan 56,80 kg/cm2, komposisi 1 : 6 memiliki nilai kuat tekan 56,30
kg/cm2, komposisi 1 : 7 memiliki nilai kuat tekan 43,48 kg/cm2, komposisi 1 : 8
memiliki nilai kuat tekan 38,57 kg/cm2, komposisi 1 : 9 memiliki nilai kuat tekan
31,57 kg/cm2, dan komposisi 1 : 10 memiliki nilai kuat tekan 28,04 kg/cm2.

2.14. Hipotesis
Dengan memvariasikan Limbah Sekam Padi dan atau Sabut Kelapa
sebagai isian Batako (Bata Beton), diharapkan dapat diketahui bagaimana
komposisi campuran bahan – bahan (semen, pasir & limbah sekam padi atau sabut
kelapa) yang dapat menghasilkan batako (Bata Beton) dengan kualitas terbaik
yang memenuhi SNI S-04-1989-F.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan selama empat bulan Juli - Oktober 2011 yang

dilanjutkan dengan pengolahan data, penyusunan data dan pembahasan. Penelitian
dilaksanakan di Penjaringan Sari 1 blok H 3 (Rumah Peneliti), dan pengujian
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Lingkungan UPN ”Veteran” Jawa timur dan
Balai Penelitian dan Konsultasi Industri (BPKI)

3.2.

Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan Yang Digunakan
Bahan-bahan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan baku yang digunakan Sekam padi dan Sabut kelapa
2. Air yang digunakan dari PDAM
3. Menggunakan Semen Gresik portland tipe I sebagai bahan pengikat
4. Pasir sebagai bahan pengisi (agregat)

3.2.2. Per alatan Penelitian
1. Ayakan pasir yaitu 4,8 mm
Untuk mengayak atau menyaring pasir dari kerikil.
2. Ember
Untuk tempat air dan tempat mengaduk adonan batako.

28

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

29

3. Cetok
Untuk memasukan adonan batako ke dalam cetakkan.
4. Rojok
Untuk memadatkan/mengepres adonan pada saat di dalam cetakan
5. Cetakan Batako
Untuk mencetak adonan dengan ukuran 10 x 10 x 10 cm2
6. Timbangan
Untuk menimbang bahan – bahan Batako
7. Alat Uji Penyerapan Air
Untuk menguji daya serap batako (bata beton)
8. Alat Kuat Tekan (Brinel)
Untuk menguji kuat tekan batako (bata beton).
Gambar alat biasa di lihat Lampiran D.
Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Bagan berikut ini, seperti pada
gambar 3.1.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

30

Sekam padi dan Sabut kelapa

Perlakuan Pendahuluan

Sabut kelapa:
1. Direndam di dalam air selama 24
jam
2. Dijemur sampai kadar air 17 – 19
%
3. Di potong – potong ± 0,5 – 2 cm

Sekam padi:
1. Direndam di dalam air
selama 24 jam
2. Dijemur sampai kadar
air 17 – 19 %

Pencampuran

Pencetakan

Perlakuan setelah Pencetakkan:
• Ditutup3.2
dengan kain /karung
basah selama 9, 18, dan 28
3.3
hari (perawatan curing)
3.4
Produk

3.1 Gambar Diagram Alir Pembuatan Batako

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

31

3.3. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap
yaitu: persiapan bahan baku; pembuatan papan sampel; pengujian papan sampel.

3.3.1 Persiapan Bahan Baku
1. Sekam Padi
Sekam padi direndam dengan air pada suhu kamar selama ±24 jam,
dengan maksud agar terjadi penurunan zat ekstraktif dari sekam padi
yang nantinya dapat mengganggu proses perekatan.Setelah itu sekam padi
yang direndam dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar air 17% 19%, setelah sekam padi mencapai kadar air 17% - 19%, lalu masukkan
kedalam kantong plastik untuk menjaga kestabilan kadar air (Rahmadi,
2003)
2. Sabut Kelapa
Sabut Kelapa yang digunakan berasal dari buah kelapa yang tua, karena
mudah untuk dikeringkan (Marpaung, T dan Teterissa, J. J, 1988). Sabut
Kelapa direndam dengan air pada suhu kamar ± 24 jam untuk
mempermudahkan dalam membersihkan sabut kelapa dari ampas –
ampasnya dan kulit luarnya. Sabut kelapa yang sudah direndam dengan
air diambil dari kulit luarnya dengan cara dipukul – pukul sampai
terkelupas dengan kulit luarnya, setelah sabut kelapa sudah bersih
kemudian diperas – peras untuk menghilangkan kotoran dan bau. Setelah
itu sabut dijemur dbawah sinar matahari sampai kadar air 17% - 19%,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

32

kemudian dipotong –potong dengan panjang 0,5 -2cm lalu dimasukan ke
dalam kantong plastik dengan tujuan menjaga kadar air.
3. Semen Portland
Semen yang digunakan untuk pembuatan batako adalah Semen Gresik
Tipe I
4. Agregat
Agregat yang digunakan adalah pasir
5. Air
Air yang digunakan adalah PDAM

3.3.2. Komposisi Batako (Bata Beton)
Dalam melakukan penelitian ini digunakan komposisi 1 : 4
berdasarkan peneliti terdahulu untuk mengetahui komposisi batako yang
memenuhi kualitas terbaik menurut SNI S-04-1989-F.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

33

Tabel 3.1. Komposisi Batako dengan Bahan Baku Limbah Sekam Padi

Semen

Pasir

Sekam Padi

Keterangan

20%

80%

0%

Batako Kontrol

20%

75%

5%

20%

70%

10%

20%

65%

15%

20%

60%

20%

Batako dengan
substitusi Sekam Padi
5%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
10%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
15%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
20%

Sumber : Data Perhitungan

Tabel 3.2. Komposisi Batako dengan Bahan Baku Limbah Sabut Kelapa

Semen

Pasir

Sabut Kelapa

Keterangan

20%

80%

0%

Batako Kontrol

20%

75%

5%

20%

70%

10%

20%

65%

15%

20%

60%

20%

Batako dengan
substitusi Sekam Padi
5%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
10%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
15%
Batako dengan
substitusi Sekam Padi
20%

Sumber : Data Perhitungan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

34

3.3.3.Pembuatan Batako (Bata Beton)
Benda uji yang dibuat dan digunakan adalah Batako (Bata Beton)
berbentuk persegi dengan ukuran 10 x 10 x 10 cm. Cara kerja dalam penelitian
ini di lakukan dengan mencampurkan limbah sekam padi dan sabut kelapa
dengan variasi yang ditentukan, didistribusikan keseluruh cetakan secara
merata kemudian dipress dan dipadatkan dapat dilihat pada Lampiran D
gambar 2.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

Tahap pelaksanaan penelitian secara garis besar ditunjukkan oleh kerangka
sebagai berikut:
Ide Penelitian

Identifikasi
Masalah

Persiapan

Pembuatan Sampel

Persiapan bahan,
alat dan lokasi

Uji Kelayakan:
§ Uji Tampak Luar
§ Uji Kuat Tekan
§ Uji Penyerapan Air

Analisa data dan
Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

3.2 Gambar Kerangka P