Pemanfaatan Limbah Debu Batubara, Batu Apung Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU BATUBARA, BATU APUNG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

Oleh

MUKMIN SAIPUL

087026022/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU BATUBARA, BATU APUNG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh Gelar Magíster Sains

dalam Program Studi Magíster Ilmu Física pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUKMIN SAIPUL

87026022/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH DEBU BATUBARA, BATU APUNG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

Nama Mahasiswa : MUKMIN SAIPUL

Nomor Induk Mahasiswa : 08 70 26 022

Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Dr. Anwar Dharma S, M.S

Ketua Anggota

Ketua Program Studi,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 7 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Anggota : 1. Dr. Anwar Dharma S, M.S

2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 3. Dr. Marhaposan Situmorang 4. Drs. Tenang Ginting, M.S


(5)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Mukmin Saipul

Tempat dan Tanggal Lahir : Hutabaru Siundol, 14 Januari 1976

Orangtua :

Ayah : Aka Daulay

Ibu : Nurselan Hasibuan

Alamat Rumah : Desa Pasar Ujungbatu

Kecamatan Sosa Kab. Padang Lawas Sumatera Utara

Telepon/HP : (0636) 7425009 / 081534333535

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 1 Sosa. Alamat Kantor : Jl. Lintas Sibuhuan – Riau

: Kecamatan Sosa Kab. Padang Lawas

Telepon : 081376621099

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 142913 Aek Bargot Tamat : 1988 SMP : MTsN Padang sidimpuan Tamat : 1991 SLTA : MAN 1 Padangsidimpuan Tamat : 1994 S – 1 : Pend. Fisika FMIPA UNIMED Tamat : 2001 S – 2 : PSMF PPs FMIPA USU Tamat : 2010


(6)

KATA PENGANTAR

  Dengan niat ikhlas penulis panjatkan puji syukur ahamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pemanfaatan Limbah Debu Batubara, Batu Apung Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako” ini yang merupakan tugas akhir pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Fisika.

Penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten Padang Lawas yang telah memberikan bantuan dana sehingga kami dapat menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, (CTM), Sp.Ak atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Fisika.

Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika, Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Anwar Dharma S, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak mencurahkan ilmu dan buah pikirannya dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kepada seluruh Staf Pengajar dan Staf Administrasi pada Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara. Kepada Kepala Sekolah yang telah memberikan izin dan dewan guru serta teman sejawat yang telah banyak membantu penulis.

Kepada Ayahanda Alm. Aka Daulay dan Ibunda Nurselan Hasibuan serta istri tersayang Nurmahidayah Pasaribu dan ananda tercinta Rosidah Marwah Daulay, terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT jua.

Medan, Juni 2010 Mukmin Saipul


(7)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU BATUBARA, BATU APUNG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, pasir, abu batubara, batu apung dan abu sekam padi. Variabel pada batako ini adalah komposisi semen yang disubstitusi abu batubara mulai dari 0 – 30 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai dari 0 – 55 % dari volume agregat, dimana perbandingan antara volume batu apung dengan abu sekam padi adalah 1 : 1 dan perbandingan antara volume perekat dengan agregat adalah 1 : 4. Telah dilakukan uji karakteristik batako meliputi uji densitas, serapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat impak dan diperoleh hasil untuk densitas ( 1649,41 – 1865,08 kg/m³), serapan air (9,60 – 19,23 %), kuat tekan ( 4,74 – 8,73 MPa), kuat patah ( 0,27 – 1,31 MPa) dan kuat impak ( 6666,67 – 10444,44 J/m²). Hasil uji karakteristik ditunjukkan bahwa semakin banyak persentase abu batubara sebagai substitusi semen serta batu apung dan abu sekam padi sebagai substitusi pasir menurunkan densitas, kuat tekan, kuat patah dan kuat impak, tetapi naik untuk serapan air. Berdasarkan data hasil uji karakteristik terhadap batako dan bata beton untuk pasangan dinding sesuai SNI sebagai pembanding maka disimpulkan bahwa abu terbang batubara (fly ash) dapat dijadikan sebagai substitusi semen serta batu apung dan abu sekam padi dapat dijadikan sebagai substitusi pasir. Kata kunci : Batako, semen, abu batubara ( fly ash ), batu apung ( pumice ), abu sekam padi.


(8)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, PUMICE, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT

AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS ABSTRACT

Concrete bricks in this study is made of a mixture of cement, sand, fly ash, pumice and ash from rice husk. Variables on this brick is the composition of fly ash substituted for cement ranging from 0 – 30 % of the volume of adhesive and a substituted pumice sand + rice husk ash ranging from 0 – 55 % of the aggregate volume, where the ratio between the volume of pumice with rice husk ash is 1 : 1 and a comparison between the adhesive and the aggregate volume is 1 : 4. The brick characteristest have been perfomed including density, water absorption, compressive strength, fracture strength, impact strength, and obtained the results for density (1649.41 to 1865.08 kg / m³), water absorption (9.60 to 19.23 %) , compressive strength (4.74 to 8.73 MPa), fracture strength (0.27 to 1.31 MPa) and impact strength (from 6666.67 to 10444.44 J/m²). Test results indicate and increasing ash percentage characteristics of fly ash as substitute of cement and pumice and rice husk ash as substitute for sand resited in a decreased density, compressive strength, fracture and impact strength, but increased for absorption of water. Based on test data characteristics of a brick and concrete brick walls for the pair in accordance with SNI as a comparison, we conclude that fly ash can be used as substitute for cement and pumice and ash from rice husk can be used as substitute for sand.

Keywords: Concrete brick, cement, fly ash, pumice, rice husk ash.

 

   


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Batasan Masalah ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Limbah ... 5

2.1.1. Pengertian Limbah ... 5

2.1.2. Debu Batubara... 5

2.1.3. Abu Sekam Padi... 8

2.1.4. Batu Apung ... 9

2.2. Batako ... 11

2.2.1. Syarat Fisis ... 12

2.2.2. Syarat Ukuran Standart dan Toleransi ... 13

2.2.3. Semen... 14

2.2.4. Agregat... 15

2.2.5. Air ... 16

2.3. Karakteristik Beton ... 17

2.3.1. Sifat Fisis... 17

2.3.11. Densitas (Density) ... 17

2.3.1.2. Daya Serap Air (Water Absorption). 18 2.3.2. Sifat Mekanik ... 18

2.3.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strength) 18

2.3.2.2. Kuat Patah (Bending Strength) ... 19

2.3.2.3. Kuat Impak (Impact Strength) ... 19

BAB III METODE PENELITIAN... 21

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2. Alat dan Bahan... 21

3.3. Penyediaan Debu Batubara, Batu Apung dan Abu Sekam Padi... 22

3.4. Variabel dan Parameter ... 22

3.5. Preparasi Sampel Batako... 22

3.6. Pengujian Karakteristik Batako... 27

3.7. Diagram Alir Penelitian... 28


(10)

4.1. Densitas (Density) ... 29

4.2. Daya Serap Air (Water Absorption)... 34

4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength) ... 37

4.4. Kuat Patah (Bending Strength) ... 41

4.5.. Kuat Impak (Impact Strength) ... 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran... 50


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel J u d u l Halaman

2.1. Sifat-sifat fisis fly ash... 6

2.2. Sifat-sifat Kimia fly ash... 7

2.3. Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi ... 9

2.4. Komposisi Kimia Batu Apung ... 10

2.5. Persyaratan Fisis Batako ... 12

2.6. Persyaratan Fisis Batako ... 13

2.7. Ukuran Standard dan Toleransi... 14

3.1. Komposisi Sampel A ... 24

3.2. Komposisi Sampel B... 25

3.3. Komposisi Sampel C... 25

3.4. Komposisi Sampel D ... 26

3.5. Komposisi Sampel E ... 26


(12)

DAFTAR GAMBAR Nomor

Gambar J u d u l Halaman

2.1. Limbah Debu Batubara ... 8

2.2. Abu Sekam Padi... 9

2.3. Batu Apung ... 11

2.4. Permukaan Batu Apung ... 11

2.5. Batako Berlubang (Hallow) ... 12

2.6. Batako Padat (solid) ... 12

2.7. Contoh Benda Uji Bending Strength ... 19

2.8. Contoh Benda Uji Impak ... 20

3.1. Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji ... 28

4.1. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu batubara dengan substitusi pasir 20 %... 30

4.2. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 20 %. ... 30

4.3. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 10 %. ... 31

4.4. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 15 %. ... 32

4.5. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 25%. ... 32

4.6. Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 30 %. ... 33

4.7. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase Abu batubara pada substitusi pasir 20 %... 34

4.8. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 20 %. ... 35

4.9. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 10 %. ... 35

4.10. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 15 %. ... 36

4.11. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase Batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 25 %. ... 36 4.12. Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan


(13)

substitusi semen 30 %. ... 37 4.13. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase abu batubara pada substitusi pasir 20 %... 38 4.14. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 20 %. ... 38 4.15. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 10 %. ... 39 4.16 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 15 %. ... 39 4.17. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 25 %. ... 40 4.18. Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 30 %. ... 40 4.19 Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase abu batubara pada substitusi pasir 20 %... 41 4.20. Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 20 %. ... 42 4.21. Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 10 %. ... 42 4.22. Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 15%. ... 43 4.23. Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 25 %. ... 43 4.24. Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan

persentase Batu + abu sekam padi pada substitusi

semen 30 %. ... 44 4.25. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan

persentase abu batubara pada substitusi pasir 20 %... 45 4.26. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 20 %. ... 45 4.27. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi semen 10 %. ... 46 4.28. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan


(14)

substitusi semen 15 %. ... 47 4.29. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada

substitusi pasir 25 %. ... 47 4.30. Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan

persentase Batu apung + abu sekam padi pada


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran J u d u l Halaman

A. Data Pengukuran Densitas ... L-1 B. Data Pengukuran Serapan Air... L-3 C. Data Pengukuran Kuat Tekan ... L-5 D. Data Pengukuran Kuat Patah ... L-7 E. Data Pengukuran Kuat Impak ... L-9 F. Gambar-gambar Proses Pembuatan Sampel ... L-11  


(16)

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU BATUBARA, BATU APUNG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, pasir, abu batubara, batu apung dan abu sekam padi. Variabel pada batako ini adalah komposisi semen yang disubstitusi abu batubara mulai dari 0 – 30 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai dari 0 – 55 % dari volume agregat, dimana perbandingan antara volume batu apung dengan abu sekam padi adalah 1 : 1 dan perbandingan antara volume perekat dengan agregat adalah 1 : 4. Telah dilakukan uji karakteristik batako meliputi uji densitas, serapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat impak dan diperoleh hasil untuk densitas ( 1649,41 – 1865,08 kg/m³), serapan air (9,60 – 19,23 %), kuat tekan ( 4,74 – 8,73 MPa), kuat patah ( 0,27 – 1,31 MPa) dan kuat impak ( 6666,67 – 10444,44 J/m²). Hasil uji karakteristik ditunjukkan bahwa semakin banyak persentase abu batubara sebagai substitusi semen serta batu apung dan abu sekam padi sebagai substitusi pasir menurunkan densitas, kuat tekan, kuat patah dan kuat impak, tetapi naik untuk serapan air. Berdasarkan data hasil uji karakteristik terhadap batako dan bata beton untuk pasangan dinding sesuai SNI sebagai pembanding maka disimpulkan bahwa abu terbang batubara (fly ash) dapat dijadikan sebagai substitusi semen serta batu apung dan abu sekam padi dapat dijadikan sebagai substitusi pasir. Kata kunci : Batako, semen, abu batubara ( fly ash ), batu apung ( pumice ), abu sekam padi.


(17)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, PUMICE, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT

AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS ABSTRACT

Concrete bricks in this study is made of a mixture of cement, sand, fly ash, pumice and ash from rice husk. Variables on this brick is the composition of fly ash substituted for cement ranging from 0 – 30 % of the volume of adhesive and a substituted pumice sand + rice husk ash ranging from 0 – 55 % of the aggregate volume, where the ratio between the volume of pumice with rice husk ash is 1 : 1 and a comparison between the adhesive and the aggregate volume is 1 : 4. The brick characteristest have been perfomed including density, water absorption, compressive strength, fracture strength, impact strength, and obtained the results for density (1649.41 to 1865.08 kg / m³), water absorption (9.60 to 19.23 %) , compressive strength (4.74 to 8.73 MPa), fracture strength (0.27 to 1.31 MPa) and impact strength (from 6666.67 to 10444.44 J/m²). Test results indicate and increasing ash percentage characteristics of fly ash as substitute of cement and pumice and rice husk ash as substitute for sand resited in a decreased density, compressive strength, fracture and impact strength, but increased for absorption of water. Based on test data characteristics of a brick and concrete brick walls for the pair in accordance with SNI as a comparison, we conclude that fly ash can be used as substitute for cement and pumice and ash from rice husk can be used as substitute for sand.

Keywords: Concrete brick, cement, fly ash, pumice, rice husk ash.

 

   


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penggunaan bata dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan saat ini, namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu berat permeter kubiknya yang cukup besar sehinggah berpengaruh terhadap besarnya beban mati yang bekerja pada struktur bangunan.

Beban mati pada struktur bangunan dapat diminimalkan dengan pengurangan berat sendiri yaitu dengan menggunakan bahan-bahan yang ringan. Berbagai macam cara ditempuh untuk mengantisipasi, yaitu penggunaan bahan-bahan alternatif berupa penggunaan bahan limbah dari jenis bahan organik dan anorganik. Salah satu jenis bahan limbah yang bersifat organik tersebut adalah sekam padi yang merupakan limbah yang terdapat pada lingkungan penggilingan padi yang saat ini belum optimal dalam pemanfaatannya.

Berbagai bahan bangunan alternatif dibuat dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan kecepatan dalam mewujudkan sebuah bangunan. Bicara soal dinding lagi misalnya. Membuat dinding dari bata merah mulai dirasa lama. Ini antara lain karena ukuran bata kecil-kecil (6cm x 10cm x 20cm), sehingga ketika harus merangkainya menjadi sebuah dinding (katakanlah 3m x 3m) dibutuhkan waktu lebih satu hari. Untuk satu meter persegi dinding, paling tidak seorang tukang harus menyusun 40 – 50 bata dan merangkainya satu per satu dengan adonan semen. Waktu pembuatan bisa dipercepat bila menggunakan bahan alternatif seperti batako atau beton ringan aerasi. Jika menggunakan batako atau beton ringan aerasi berukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm, membangun dinding bisa lebih cepat. Untuk membuat satu meter persegi dinding, paling tidak si


(19)

tukang cukup merangkai 10 - 15 batako atau beton aerasi ringan. (Rasantika M. Seta: 2010)

Dari sejumlah abu yang dihasilkan dalam proses pembakaran batubara, maka sebanyak 55% - 85 % berupa abu terbang (fly Ash) dan sisanya berupa abu dasar (Bottom Ash). Menurut laporan teknik PT PLN (Persero) di Indonesia produksi limbah abu terbang dan abu dasar dari PLTU diperkirakan akan mencapai 2 juta ton pada tahun 2006, dan meningkat menjadi hampir 3,3 juta ton pada tahun 2009. Sedangkan sekam padi mengandung senyawa kimia Silika (SiO2) (Balai

Penelitian Pasca Panen 2006) sehingga sesuai juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan batako. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah debu batubara, batu apung dan abu sekam padi ini diharapkan akan dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan memberi nilai tambah tersendiri. Limbah pabrik sering menjadi sumber pencemaran yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat di lingkungan sekitar pabrik. Selama ini pemanfaatan limbah padat industri khususnya limbah sisa pembakaran batubara dan limbah sekam padi. Fly ash atau silica fume sering digunakan untuk menghasilkan beton mutu tinggi (Syarif Hidayat, 2009). Sedangkan sekam padi mengandung senyawa kimia Silika (SiO2) (Balai Penelitian Pasca Panen 2006)

sehingga sesuai juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan batako. Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah debu batubara, batu apung dan sekam padi ini diharapkan akan dapat mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan memberi nilai tambah tersendiri.

Dalam penelitian ini debu sisa pembakaran batubara, batu apung dan abu sekam padi, sebagai bahan baku utama untuk menambah kekuatan dan memperingan batako, sehingga diharapkan dapat tercipta batako berkualitas tinggi dan lebih ringan dengan biaya operasional yang murah.


(20)

Debu batubara diperoleh dari sisa pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang selama ini menggunung tidak termanfaatkan. Sedangkan abu sekam padi sangat mudah diperoleh dari sisa penggilingan di tempat-tempat penggilingan padi yang selama ini hanya dibakar di alam lepas dan untuk batu apung diperoleh dari sungai Binge Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dimana penduduk setempat belum dapat memanfaatkannya dengan optimal.

1.2. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah debu batubara dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen dalam campuran pembuatan batako?

2. Apakah batu apung dapat digunakan sebagai bahan substitusi pasir untuk memperingan batako?

3. Apakah abu sekam padi dapat digunakan sebagai bahan substitusi pasir untuk memperingan batako?

4. Apakah pemberian debu batubara, batu apung dan abu sekam padi dapat merubah karakteristik batako?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan debu batubara, batu apung dan abu sekam padi sebagai substitusi semen dan pasir pada pembuatan batako.

2. Mengadakan Uji Karakteristik batako.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberi informasi tentang debu batubara, batu apung dan abu sekam padi sebagai alternatif bahan substitusi/pengganti semen dan pasir dalam pembuatan batako.


(21)

2. Menghasilkan batako yang lebih ringan yang kualitasnya tidak kalah dari batako yang ada di pasaran.

1.5. Batasan Masalah

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Produk bahan bangunan yang dibuat dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pembuatan batako.

2. Debu batubara yang dipakai diambil dari PLTU Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

3. Batu apung yang dipakai diambil dari sungai Bingei Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

4. Abu Sekam padi yang dipakai diambil dari Kilang padi di sekitar Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

5. Pasir yang dipakai adalah pasir sungai.

6. Semen yang dipakai adalah semen portland jenis I.

7. Uji karakteristik yang dilakukan adalah : densitas, daya serap air, kuat patah, kuat tekan dan kuat impak.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

2.1.1. Pengertian Limbah

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil suatu proses industri. Limbah padat dari suatu industri adalah merupakan semua bahan sisa atau bahan buangan yang tak berguna dan berbentuk padat. Limbah padat dapat berupa kaleng bekas, daun bekas pembungkus, kertas dan sebagainya. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur-unsur merkuri busa deterjen dan lain-lain. Limbah organik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, dalam arti bahan buangan tersebut akan dapat terurai habis dalam lingkungan dengan adanya organisme-organisme pengurai atau (decomposer) sebagai contoh bekas daun pembungkus, kertas dan lain-lain. Limbah an organik semua jenis bahan sisa atau buangan yang tidak dapat terurai dan habis dalam lingkungan contoh sampah plastik limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup (Heryando Polar, 1995).

2.1.2. Debu Batubara

Debu batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolanic yang merupakan bahan alami atau buatan yang diperoleh dari sisa pembakaran batubara dan pabrik pembangkit panas. Dikutip dari http://dafi017.blogspot. com/2009/03/pemanfaatan-fly-ash-abu-terbang-dari.html, diakses tgl 27 Januari 2010. Abu terbang mempunyai sifat-sifat yang sangat menguntungkan di dalam menunjang pemanfaatannya yaitu :


(23)

a. Sifat Fisis

Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalamproses pembakaran batubara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg.

Fly ash memiliki sifat – sifat fisis antara lain :

Tabel 2.1. Sifat-sifat fisis fly ash

Uraian Kelas F Kehalusan

Jumlah yang diperoleh dengan ayakan basah 34 45 μm (No.325), % maks.

Indek Kekuatan :

Dengan semen Portland, pada waktu 7 hari, % min 75 Dengan semen Portland, pada waktu 28 hari, % min 75

Kebutuhan Air, % maksimum 105

Soundness:

Pemuaian dalam autoclave, % maks. 0,8

Keseragaman :

Densitas, variasi maks., rata-rata, % 5

Jumlah yang diperoleh 45 μm (No.325), 5 variasi % maks.


(24)

b. Sifat Kimia

Sifat-sifat kimia fly ash dipengaruhi oleh banyaknya batubara yang dibakar, teknik pembakaran dan cara penyimpanannya. Adapun sifat – sifat kimia dari fly ash antara lain :

Tabel. 2.2. Sifat-sifat kimia fly ash

P A R A M E T E R S R E S U L T S M E T H O D S - Silicon Dioxide (SiO2) % 41,87 Gravimetric

- Aluminium Trioxide (Al2O3) % 7,56 A A S

- Iron Trioxide (Fe2O3) % 10,33 A A S

- Calcium Oxide (CaO) % 6,09 A A S - Magnesium Oxide (MgO) % 2,08 A A S - Sulfate (SO4) % 3,02 Gravimetric

Sumber : Sucofindo, Padang (2009)

Sifat-sifat abu terbang batubara yang menguntungkan pada campuran beton adalah:

1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability). 2. Meningkatkan ketahanan beton (durability) 3. Meningkatkan kerapatan beton.

4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur jauh lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan perubahan panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas hidrasi.

5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat 6. Mengurangi penyusutan

7. Menurunkan bleeding dan segregasi 8. Meningkatkan kekuatan

Berikut adalah gambar debu batubara yang berlokasi di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) ) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.


(25)

Gambar 2.1. Tumpukan Limbah Debu Batubara 2.1.3. Abu Sekam Padi

  Dalam kajian ini, bahan yang digunakan sebagai pengganti pasir selain dari debu batubara juga digunakan abu sekam padi. Abu sekam padi adalah sisa pertanian yang dapat secara mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan kata lain merupakan limbah dari tempat penggilingan padi. Sisa pertanian ini kebanyakannya hanya dibakar secara terbuka di luar kawasan kilang. Keadaan ini akan mengancam alam sekitar dan dapat menyebabkan pencemaran udara. Padahal abu sekam padi sangat berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif yang murah bagi masyarakat. Komposisi kimia Abu Sekam Padi dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah.

Sekam adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil samping saat proses penggilingan padi. Sekitar 20 – 30 % dari bobot padi adalah sekam dan ± 15 % dari komposisi sekam adalah abu yang selalu dihasilkan setiap pembakaran sekam. Sekam padi terdiri dari serat kasar yang berguna untuk menutupi kariopsis


(26)

dengan persentase mencapai 35,68 %. Serat kasar ini terdiri dari dua bagian yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. (Erliza Hambali Dkk, 2007)

Tabel: 2.3. Komposisi kimiawi abu sekam padi

 Senyawa Kimia Kadar (%)

SiO2 91,16

K2O dan Na2O 4,75

CaO 0,65

MgO 0,99

Fe2O3 0,21

SO3 0,10

Sumber: Bode Haryanto, 2002

  Gambar 2.2. Abu Sekam Padi

2.1.3. Batu Apung (PUMICE)

Batu apung (Pumice) adalah salah satu jenis agregat yang berasal dari alam, biasanya berasal dari muntahan lahar panas gunung berapi. Kemudian dilanjutkan proses pendinginan secara alami dan terendapkan dalam lapisan tanah


(27)

selama bertahun-tahun (Muljadi, dkk, 2008). Batu apung memiliki struktur multi rongga sehingga memiliki densitas sangat kecil (< 1 gr/cm3). Sifat-sifat yang dimiliki oleh batu apung antara lain: densitas 0,98 gr/cm3, daya serap air 21 %, dan kuat tekan 30 Mpa [Cavaleri, Et. All., 2003; Gaggino, 2003]. Adapun kandungan atau komposisi kimia yang terdapat dalam batu apung diperlihatkan seperti pada tabel 2.4, terlihat bahwa komposisi dominan dari batu apung berturut-turut adalah sebagai berikut: SiO2, Al2O3, K2O, Na2O dan Fe2O3, sedangkan

senyawa lainnya relatif kecil (< 2%).

Batu apung dapat digunakan sebagai bahan baku utama untuk pembuatan beton ringan, karena mempunyai sifat antara lain:, densitas rendah, isolasi termal tinggi, dan tahan terhadap bencana seperti gempa.

Tabel. 2.4 Komposisi Kimia Batu Apung

No Komposisi % Berat

1 SiO2 59

2 Al2O3 16,60

3 Fe2O3 4,80

4 CaO 1,80

5 Na2O 5,20

6 K2O 5,40

7 MgO 1,80

8 LOI 1,60

Sumber, (Gaggino, 2006)

Foto bentuk agregat dari batu apung diperlihatkan pada gambar (2.3). dan pada gambar (2.4) batu apung terapung dipermukaan air karena memiliki nilai densitas yang lebih rendah dibandingkan air. Bentuk dan ukuran fisik dari batu apung yang terdapat di sungai sangat beragam, demikian pula banyaknya pori, distribusi pori dan massa jenisnya


(28)

Gambar 2.3 Tumpukan Batu Apung Gambar 2.4 Permukaan Batu Apung

2.2. Batako

Pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan bahan tambahan lainnya (aditif). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan menjadi bentuk baok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran yang digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen, pasir dan air. Menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (1982) Pasal 6, ”Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”.

Batako yang diproduksi di pasaran umumnya memiliki ukuran panjang 36 – 40 cm, lebar 8 – 10 cm, dan tinggi 18 – 20 cm, sehingga untuk membuat dinding seluas 1 m2, dibutuhkan batako pres kira-kira sebanyak 15 buah.

Batako terdiri dari dua jenis, yaitu batako jenis berlubang (hallow) dan batako yang padat (solid). Dari hasil pengetasan terlihat bahwa batako yang jenis solid lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi 5 % dari seluruh luas permukaannya.


(29)

  Gambar. 2.5 Batako Berlubang (Hallow) Gambar. 2.6. Batako Padat (Solid)

Kekuatan dari batako dipengarui oleh komposisi penyusunan yaitu jenis semen dan pasir yang dipakai, dan perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air. Batako yang baik yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Berdasarkan PUBI 1982, disebutkan tentang syarat dan mutu batako serta klasifikasinya sebagai bahan bangunan. Dalam penggunaan batako harus memenuhi syarat fisik maupun syarat ukuran standard dan toleransi sebagai berikut.

2.2.1. Syarat fisis

Secara fisis batako harus memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2.5. berikut ini.

Tabel 2.5. Persyaratan Fisis Batako Kekuatan Tekan Bruto Minimum*)

(Kgf/cm²) Batako

Mutu Rata-rata dari benda uji

Masing-masing benda uji

Penyerapan Maksimum

(% Berat)

A1 20 17 -

A2 35 30 -

B1 50 45 35

B2 70 65 25


(30)

*) Kuat tekan brutto adalah baban keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukuran nominal batako, termasuk luas lubang serta cekung tepi. Berdasarkan BSNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat pada table 2.6.

Tabel 2.6. Persyaratan Fisis Batako Tingkat Mutu Bata Beton Pejal

Tingkat Mutu Bata Beton

Berlobang Syarat Fisis Satuan

I II III IV I II III IV 1. Kuat tekan bruto rata-

rata minimum. 2. Kuat tekan bruto masing - masing benda uji.

3. Penyerapan air rata- Rata maksimum kg/cm2 kg/cm2 % 100 90 25 70 65 35 40 35 - 25 21 - 70 65 25 50 45 35 35 30 - 20 17 -

Sumber: BSNI 03-0349-1989

2.2.2. Syarat ukuran standar dan toleransi

Ukuran batako sebagaimanan yang disyarakatkan dalam Standar Industri Indonesia yaitu sebagai berikut (lihat Tabel 2.7). Persyaratan batako menurut Departemen Pekerjaan Umum (1982) Pasal 6 antara lain adalah ”Permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 – 200 mm, kadar air 25 – 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2” (Wijarnako W., 2008). Batako juga merupakan bentukan dari montar ataupun beton, umumnya montar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang dapat merekatkan dalam campuran beton.


(31)

Tabel 2.7. Ukuran Standard dan Toleransi Ukuran Nominal *)

( mm )

Tebal Kelopak (Dinding Rongga) Minimum

(mm) Jenis

Panjang Lebar Tebal Luar Dalam

Tipis 400 ± 3 200 ± 3 100 ± 2 20 15

Sedang 400 ± 3 200 ± 3 150 ± 2 20 15

Tebal 400 ± 3 200 ± 3 200 ± 2 25 20

Sumber: Depatemen Pekerjaan Umum, 1982: 28.

*) Ukuran nominal sama dengan ukuran batako sesungguhnya ditambah 10 mm, tebal siar/ adukan.

.2.2.1. Semen

Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland mengacu pada BSNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada BSNI 7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada BSNI 15-0302-2004.

Badan Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland menjadi 5 jenis, yaitu

1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.

2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.


(32)

3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

5. Jenis V. Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. (Syarif Hidayat, 2009).

Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Semen non-hidrolik , tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, gypsum.

2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh : semen Portland, semen Terak, semen alam. (Shinroku Saito, 1985)

Semen yang digunakan untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang merupakan campuran Silikat Kalsium dan Almunium Kalsium yang dapat berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas).

Reaksi hidrasi kimia :

Aluminium Kalsium : Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)12

Silikat Kalsium : Ca2SiO4 + x H2O → Ca2SiO4 . x H2O

(Ferdinan L.S and Andrew.P, 1985). Dalam penelitian ini digunakan semen jenis 1, yang dikenal dengan nama PCC (Portland Cements Composite) termasuk dalam kategori semen hidrolik.

2.2.2. Agregat

Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Hampir tiga perempat volume beton ditempati oleh agregat, sehingga karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton. Ditinjau dari aspek ekonomis, agregat dalam satuan berat yang sama jauh lebih murah dari pada semen. Agregat merupakan


(33)

bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen. Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur permukaan agragat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organic maupun non organic yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain itu pasir juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk bahan bangunan campuran semen (Van Vlack, LH., 1984).

Perbedaan antara agregat halus dan kasar adalah ayakan 5 mm atau 3/16”. Agregat halus adalah agregat yang lebih kecil dari ukuran 5 mm dan agregat kasar adalah agregat yang lebih besar dari ukuran 5 mm. Agregat dapat diambil dari batuan alam ukuran kecil atau batuan alam besar yang dipecah. Agregat yang digunakan pada penelitian ini yaitu :

Agregat halus : Pasir dari daerah Binjai yang lolos ayakan 5 mm (Standard ASTM E 11-70) yang telah dicuci untuk menghilangkan zat kimia dan lumpur. 2.2.3. Air

Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat.

Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen, factor air semen (FAS) atau (w/c – ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/c = 0,4, artinya secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut (Syarif Hidayat,2009). Nilai FAS untuk campuran beton secara umum antara 0,25 – 0,65 (Tri Mulyono, 2005).


(34)

Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton (kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu. Air yang dapat diminum memenuhi persyaratan teknis untuk digunakan sebagai air pencampur.

2.3. Karakteristik Beton

Karakteristik beton yang umum ada di pasaran adalah memiliki densitas rata-rata 2000 – 2500 kg/m3, kuat tekan bervariasi antara 3 – 50 MPa (Ergul Yassar et al, 2003).

Pada penelitian ini, batako dibuat dari campuran : semen, pasir, debu batu bara, batu apung dan abu sekam padi. Bahan baku tersebut kemudian dicampur, dicetak, dan dikeringkan secara alami (suhu kamar) dengan waktu pengeringan ditetapkan selama 28 hari. Adapun karakteristik yang akan diuji meliputi :

2.3.1. Sifat Fisis 2.3.1.1.Densitas

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda , maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi nilai pada kondisi standar suhu 4 0C tekanan 1 atmosfer secara internasional massa jenis air 1 gr/cm3. Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis sebagai berikut (Gurning, 1994).

V

m =


(35)

dimana:

ρ = densitas benda (kg/m3) m = massa benda ( kg) V = volume benda (m3) 2.3.1.2. Daya Serap Air

Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya lualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (K.J. Bishop, R.E.Smalman, 1991).

Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :

% 100 × − = Kering Sampel Berat Kering Sampel Berat Jenuh Sampel Berat air

Penyerapan ..(2 – 2)

2.3.2. Sifat Mekanik 2.3.2.1.Kuat Tekan

Kuat tekan (compressive strength) beton merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut.

Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan (Tata Surdia, 1984):

A F

P= max ...(2 – 3) dimana:

P = Kuat tekan (N/m2) F = Gaya maksimum (N) A = Luas permukaan (m2)


(36)

Tekanan adalah suatu kuantitas scalar. Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter2. 2.3.2.2.Kekuatan Patah (Bending Strength)

Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas (thermal stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733-79.

Kekuatan patah

2 . 2

. 3

h b

L P

= ... (2 – 4) dimana:

P = Gaya tekan (N)

L = Jarak dua penumpu (m)

b & h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (m) P

h b

L

Gambar. 2.7. Contoh Benda Uji Bending Strength 2.3.2.3. Kuat Impak

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada


(37)

patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material. Ketangguhan patahan (KC) suatu paduan dianggap lebih tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang mulai merambat apabila menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak (K.J.Bishop, R.E.Smallman, 1991). Pada Penelitian ini penentuan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Chappy, yaitu :

0 S AK

KC = ... (2 – 5) Dimana:

KC = nilai impak Chappy (N/m2) AK = harga impak takik (N)

S0 = luas semula di bawah takik dari batang benda uji (m2)


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan, Sumatera Utara.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai bulan April 2010.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

1. Neraca ohauss

2. Mesin penepung kapasitas 300 kg/jam (crusibal) 3. Mesin Pengayak (Tes Sive Shaker)

4. Ayakan

5. Cetakan sample uji

6. Alat uji kekuatan impak (Iberttest )

7. Alat uji tekanan (Universal Testing Machine)

8. Alat uji bending strength (Universal Testing Machine) 9. Wadah Pencampur

10. Pengaduk 3.2.2. Bahan 1. Semen Portland 2. Pasir

3. Debu batubara 4. Abu Sekam Padi 5. Air


(39)

3.3. Penyediaan Debu Batubara, Batu Apung dan Abu Sekam Padi

Debu batubara pada penelitian ini diperoleh dari limbah pembakaran batubara yang berfungsi sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin yang terletak di Desa Labuhan Angin, Kecamatan Mela, Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan Batu Apung diperoleh dari sungai Binge Kota Binjai, Sumatera Utara. Abu sekam padi diperoleh dari kilang penggilingan padi di wilayah Tanjung Morawa Sumatera Utara.

3.4. Variabel dan Parameter

Variabel dalam penelitian ini, yaitu :

a. Variasi penambahan bahan substitusi semen berupa debu batubara ( fly ash ) mulai 2,5 % - 30 % dari volume perekat.

b. Variasi penambahan bahan substitusi pasir berupa serbuk sekam padi dan batu apung mulai 5 % - 55% dari volume agregat. Dimana perbandingan volume antara batu apung dengan abu sekam padi adalah 1 : 1.

. Parameter pengujian yang dilakukan meliputi: densitas, daya serap air, kuat patah, kuat tekan dan kuat impak.

3.5. Preparasi sampel Batako

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako terdiri dari pasir , abu batubara, batu apung, abu sekam padi dan semen. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat di dalam beton, yaitu sekitar 70 – 80 % volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 4 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam persentase volume. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah campuran semen yaitu ash batubara. Sedangkan agregat terdiri dari pasir , batu apung dan abu sekam padi. Dan perbandingan volume antara batu apung dengan abu sekam padi adalah 1 : 1.


(40)

1. Analisa Ukuran Butir Pasir

Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan beberapa sampel pasir sungai Bingei, maka diperoleh komposisi butir sebagai berikut :

a. Lolos ayakan 4,75 mm dan tertahan oleh ayakan 3,15 mm adalah 11,275 %.

b. Lolos ayakan 3,15 mm dan tertahan oleh ayakan 2,24 mm adalah 8,775%. c. Lolos ayakan 2,24 mm dan tertahan oleh ayakan 1,6 mm adalah 8,155%. d. Lolos ayakan 1,6 mm dan tertahan oleh ayakan 1,0 mm adalah 12,625% e. Lolos ayakan 1,0 mm dan tertahan oleh ayakan 500µm adalah 21,355%. f. Lolos ayakan 500 µm adalah 37,815%.

2. Penyiapan Bahan.

a. Abu sekam padi diayak untuk membersihkan sampahnya.

b. Batu Apung (Pumice) dijemur dan dihaluskan kemudian diayak Ukuran butir batu apung yang digunakan adalah yang lolos ayakan 1,0 mm dan tertahan ayakan 500 µm serta ukuran butir yang lolos ayakan 500 µm dengan perbandingan 21,355 : 37,815. Sebelum digunakan batu apung dipanaskan untuk menghilangkan kadar air.

c. Abu batubara dipanaskan untuk menghilangkan kadar air.

d. Pasir diayak hingga lolos ayakan 5 mm (ayakan yang sering digunakan para pekerja bangunan).

e. Penimbangan semen, pasir, dan batu apung dilakukan dengan tetap berpedoman perbandingan volum Matriks : Agregat = 1 : 4 setelah terlebih dahulu melakukan konversi ukuran volum ke ukuran massa.

f. Penimbangan abu batubara dilakukan setelah terlebih dahulu mengkonversikan ukuran volum ke ukuran massa.

3. Pembuatan Sampel

a. Komposisi sampel yang dibuat sesuai dengan Tabel 3.1, Tabel 3.2, Tabel 3.3, Tabel 3.4, Tabel 3.5 dan Tabel 3.6.


(41)

c. Pencetakan sampel :

(a) Berbentuk balok dengan ukuran 12 cm x 3 cm x 3 cm untuk uji impak dan uji patah

(b) Berbentuk silinder dengan diameter 5 cm untuk uji tekan, uji densitas, dan uji penyerapan air.

d. Untuk pengujian penyerapan air, sampel setelah berumur 28 hari direndam selama 24 jam sebelum pengujian untuk massa basah dan setelah itu dioven 110oC selama 1,5 jam untuk mendapatkan massa kering (BSNI 03 – 0349 – 1989).

Tabel 3.1. Komposisi Sampel A.

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung + Abu Sekam Padi

(1:1) (% dari Komponen

Agregat)

A1 100 0 100 0

A2 97,5 2,5 80 20

A3 95 5 80 20

A4 92,5 7,5 80 20

A5 90 10 80 20

A6 87,5 12,5 80 20

A7  85 15 80 20

A8  82,5 17,5 80 20

A9  80 20 80 20

A10  77,5 22,5 80 20

A11  75 25 80 20


(42)

Tabel 3.2. Komposisi Sampel B.

Perekat Agregat

1 : 4 Kode Sampel Semen (% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen Agregat) Batu Apung + Abu Sekam Padi (1:1) (% dari Komponen Agregat)

B1 80 20 100 0

B2 80 20 95 5

B3 80 20 90 10

B4 80 20 85 15

B5 80 20 80 20

B6 80 20 75 25

B7 80 20 70 30

B8 80 20 65 35

B9 80 20 60 40

B10 80 20 55 45

B11 80 20 50 50

B12 80 20 45 55

Tabel 3.3 Komposisi Sampel C.

Perekat Agregat

1 : 4 Kode Sampel Semen (% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen Agregat) Batu Apung + Abu Sekam Padi(1:1) (% dari Komponen Agregat)

C1 90 10 90 10

C2 90 10 85 15

C3 90 10 80 20

C4 90 10 75 25

C5 90 10 70 30

C6 90 10 65 35


(43)

Tabel 3.4. Komposisi Sampel D.

Perekat Agregat

1 : 4 Kode Sampel Semen (% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen Agregat) Batu Apung + Abu Sekam Padi (1:1) (% dari Komponen Agregat)

D1 85 15 90 10

D2 85 15 85 15

D3 85 15 80 20

D4 85 15 75 25

D5 85 15 70 30

D6 85 15 65 35

D7 85 15 60 40

Tabel 3.5. Komposisi Sampel E.

Perekat Agregat

1 : 4 Kode Sampel Semen (% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung + Abu Sekam Padi

(1:1) (% dari Komponen

Agregat)

E1 75 25 90 10

E2 75 25 85 15

E3 75 25 80 20

E4 75 25 75 25

E5 75 25 70 30

E6 75 25 65 35


(44)

Tabel 3.6. Komposisi Sampel F

Perekat Agregat

1 : 4 Kode Sampel Semen (% dari Komposisi Matriks) Debu Batubara (% dari Komposisi Matriks) Pasir (% dari Komponen

Agregat)

Batu Apung + Abu Sekam Padi

(1:1) (% dari Komponen

Agregat)

F1 70 30 100 0

F2 70 30 90 10

F3 70 30 80 20

F4 70 30 70 30

F5 70 30 60 40

F6 70 30 50 50

Untuk pembuatan batako, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Setelah ditakar bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer.

Selanjutnya adonan atau pasta yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi baja dengan ukuran 12 x 3 x 3 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah berupa silinder dengan ukaran diameter 5 cm. Kemudian adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan dengan waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 28 hari. Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi densitas, daya serap air, kuat tekan, kuat patah, kuat impak.

3.6. Pengujian Karakteristik Batako

Pengujian karakteristik batako dalam penelitian ini meliputi: Densitas, Penyerapan Air, Kuat Tekan, Kuat Patah, Kuat Impak.


(45)

3.7. Bagan Penelitian

 

       

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan sampel uji

Semen Portland Penimbangan Pasir

Pencampuran / Pengadukan Mortar (Campuran Semen, Debu Batubara, Batu

Apung, Pasir, Abu Sekam Padi) Air Mineral

Pencetakan Sampel Uji

Pengeringan 28 hari

Pengujian (Densitas, Serapan Air, Kuat Tekan, Kuat Patah, Kuat Impak

Pemanasan 100ºC

Pengolahan Data Batu Apung lolos ayakan 1,0 mm dan tertahan ayakan 500

µm. Debu Terbang Batubara

( 200 mesh ) Abu Sekam Padi


(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bata beton atau sering juga disebut batako, dibuat dari bahan dasar semen, pasir dan air. Pada penelitian ini dimana semen disubstitusi dengan abu batubara mulai dari 0 - 30 %, dari volume perekat sedangkan pasir disubstitusi dengan batu apung dan abu sekam padi mulai dari 0 – 55 % dari volume agregat. Perbandingan volum antara batu apung dengan abu sekam padi adalah 1 : 1, dan perbandingan antara perekat dengan agregat adalah 1 : 4. Perlakuan batako yang telah dicetak hanya dilakukan dengan proses pengeringan secara alami pada suhu kamar (room temperature) selama 28 hari. Untuk mengetahui karakteristik batako tersebut maka perlu dilakukan pengukuran atau pengujian besaran-besaran fisis dan mekanis, antara lain: densitas, serapan air, kuat tekan (compressive strength ), kuat patah ( bending strength ) dan kuat impak ( impact strength ). Hasil-hasil pengujian yang meliputi pengujian fisis dan mekanis batako, masing-masing akan dibahas secara rinci sebagai berikut:

4.1. Densitas (Density)

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel A1 ( sampel nol ), dimana semen dan pasir tidak disubstitusi dan sampel A2 – A12 dimana semen disubstitusi dengan abu batubara mulai dari 2,5 – 27,5 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi dalam kondisi tetap 20 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.1. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel A1 ( sampel nol ) dan sampel A2 – A12 adalah berkisar antara 1804,91 – 1865,08 kg/m³.


(47)

  Gambar 4.1. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase abu batubara pada substitusi pasir tetap 20 %.

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel B, dimana semen disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 20 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 0 – 55 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.2. Dari gambar 4.2 terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel B berkisar antara 1663,86 – 1864,09 kg/m³.

 

 

Gambar 4.2. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 20 %. 


(48)

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel C, dimana semen disubstitusi abu batubara dalam kondisi tetap 10 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.3. Dari gambar 4.3. terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel C berkisar antara 1762,40 – 1828,95 kg/m³.

Gambar 4.3. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 10 %.

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel D, dimana semen disubstitusi abu batubara dalam kondisi tetap 15 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.4. Dari gambar 4.4. terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel D berkisar antara 1711,27 – 1895,41 kg/m³.


(49)

  Gambar 4.4. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 15 %.

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel E, dimana semen disubstitusi abu batubara dalam kondisi tetap 25 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.5. Dari gambar 4.5 terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel E berkisar antara 1649,41 – 1920,61 kg/m³. 

 

Gambar 4.1.5. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 25 %.


(50)

Hasil pengukuran densitas dari batako pada sampel F, dimana semen disubstitusi abu batubara dalam kondisi tetap 30 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.6. Dari gambar 4.6 terlihat bahwa nilai densitas batako untuk sampel F berkisar antara 1734,32 – 1856,85 kg/m³.

 

Gambar 4.6. Grafik hubungan Densitas dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 30 %.

 

Berdasarkan densitasnya beton dapat diklasifikasikan, antara lain :beton ringan dengan densitas <1,75 gr/cm3 atau <1750 kg/m³ , medium dengan densitas 1,75 – 2,016 gr/cm3 atau 1750-2016 kg/m³ dan beton normal dengan densitas > 2,016 gr/cm3 atau > 2016 kg/m³ (Carolyn Schierhorn, 2008). Sedangkan untuk beton konvensional, nilai densitasnya berkisar 2,4 gr/cm3 atau 2400 kg/m³ (Van Vlack, 2004). Sedangkan menurut ASTM C 134-95 densitas untuk beton konvensional 2,3 gr/cm³ atau 2300 kg/m³.

Dari pembahasan diatas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak abu batubara, batu apung dan abu sekam padi yang ditambahkan sebagai substitusi semen dan pasir pada sampel batako diperoleh densitas batako cenderung semakin kecil. Hasil pengukuran densitas batako tersebut berkisar


(51)

antara 1649,41 – 1865,08 kg/m³ dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari seluruh sampel ada sekitar 23 % yang densitasnya <1750 kg/m³, sehingga batako tersebut diklasifikasikan kedalam batako ringan dan 77 % lagi densitasnya >1750 kg/m³, sehingga batako tersebut dapat diklasifikasikan kedalam batako medium menurut Carolyn Schierhorn (2008).

4.2. Serapan Air (Water Absorption)

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel nol dan sampel A, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara mulai 0,25 – 27,5 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi bati apung+abu sekam padi dalam kondisi tetap 20 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.7. Dari Gambar 4.7 terlihat bahwa nilai serapan air batako adalah berkisar antara 8,89 – 17,51 %.

Gambar 4.7. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase abu batubara pada substitusi pasir tetap 20 %.

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel B, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 20 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi bati apung+abu sekam padi mulai 0 – 55 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.8 Dari Gambar 4.8 terlihat bahwa nilai serapan air batako adalah berkisar antara 9,60 –18,97 %.


(52)

Gambar 4.8. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen 20 %.

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel C, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 10 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.9 Dari Gambar 4.9 terlihat bahwa nilai serapan air batako adalah berkisar antara 9,96 –15,89 %.

Gambar 4.9. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen 10 %.


(53)

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel D, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 15 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung +abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.10 Dari Gambar 4.10 terlihat bahwa nilai serapan air batako berkisar antara 10,47 – 17,49 %

Gambar 4.10. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen 15 %.

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel E, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 25% dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.11 Dari Gambar 4.11 terlihat bahwa nilai serapan air batako berkisar antara 12,92 -19,23 %.

Gambar 4.11. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen 25 %.


(54)

Hasil pengukuran serapan air dari batako pada sampel F, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 30 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi bati apung + abu sekam padi mulai 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.12 Dari Gambar 4.12 terlihat bahwa nilai serapan air batako berkisar antara 13,65 – 18,65 %.

Gambar 4.12. Grafik hubungan Serapan air dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen 30 %.

Berdasarkan SNI 03-0349-1989 besarnya serapan air batako maksimum sekitar 25 % untuk beton yang berfungsi sebagai pasangan dinding.

Dari pembahasan di atas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak abu batubara, batu apung dan abu sekam padi yang ditambahkan pada sampel batako mengakibatkan serapan air batako cenderung semakin besar. Hasil pengukuran serapan air batako tersebut berkisar antara 8,76 – 16,13 % dapat dilihat pada Lampiran 2. Sehingga batako tersebut memenuhi standart untuk digunakan sebagai pasangan dinding.

4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel A, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara mulai dari 0,25 – 27,5 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi dalam kondisi tetap 20 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.13..Dari Gambar 4.13 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 6,64 – 9,18 MPa.


(55)

Gambar 4.13. Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase abu batubara pada substitusi pasir tetap 20 %.

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel B, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 20 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 0 – 55 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.14..Dari Gambar 4.14 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 6,56 – 8,06 MPa.

 

Gambar 4.14. Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 20 %.


(56)

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel C, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 10 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.15..Dari Gambar 4.15 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 7,28 – 8,36 MPa.

Gambar 4.15. Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 10 %.

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel D, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 15 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.16..Dari Gambar 4.16 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 6,24 – 8,18 MPa.

 

Gambar 4.16. Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 15 %.


(57)

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel E, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 25 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.17..Dari Gambar 4.17 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 6,31 – 7,01 MPa.

 

Gambar 4.17 Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 25 %.

Hasil pengujian kuat tekan dari batako pada sampel F, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 30 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 0 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.18..Dari Gambar 4.18 terlihat bahwa kuat tekan batako adalah berkisar antara 4,74 - 6,41 MPa.

 

Gambar 4.18 Grafik hubungan Kuat tekan dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 30 %.


(58)

Berdasarkan BSNI 03-0349-1989 besarnya kuat tekan batako sekitar 90 kgf/cm² atau 8,8 MPa untuk tingkat mutu I dan sekitar 65 kgf/cm² atau 6,3 MPa untuk tingkat mutu II.

Dari pembahasan diatas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak abu batubara, batu apung dan abu sekam padi yang ditambahkan pada sampel batako diperoleh kuat tekan batako cenderung semakin kecil. Hasil pengujian kuat tekan batako tersebut berkisar antara 3,8915 – 9,5292 MPa dapat dilihat pada lampiran 3. Sehingga batako tersebut menurut BSNI memenuhi standart untuk digunakan sebagai pasangan dinding.

4.4. Kuat Patah (Bending Strength)

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel nol dan sampel A, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara mulai dari 0,25 – 27,5 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung + abu sekam padi dalam kondisi tetap 20 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.19..Dari Gambar 4.19 terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,76 – 1,52 MPa.

Gambar 4.19. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase abu batubara pada substitusi pasir tetap 20 %.

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel B, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 20 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 55 % dari volume


(59)

agregat dapat dilihat pada Gambar 4.20..Dari Gambar 4.20. terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,38 – 1,31 MPa.

  Gambar 4.20. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 20 %.

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel C, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 10 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.21..Dari Gambar 4.21. terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,44 – 1,25 MPa.

 

Gambar 4.21. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 10 %.


(60)

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel D, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 15 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.22..Dari Gambar 4.22. terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,44 – 1,14 MPa.

 

Gambar 4.22. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 15 %.

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel E, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 25 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.23..Dari Gambar 4.23. terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,38 – 0,93 MPa.

 

Gambar 4.23. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 25 %.


(61)

Hasil pengujian kuat patah dari batako pada sampel F, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 30 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 0 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.24. Dari Gambar 4.24. terlihat bahwa kuat patah batako adalah berkisar antara 0,27- 0,76 MPa.

  Gambar 4.24. Grafik hubungan Kuat patah dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 30 %.

4.5 Kuat Impak (Impact Strength)

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel nol dan sampel A, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara mulai dari 0,25 – 27,5 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi dalam kondisi tetap 20 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.25 .Dari Gambar 4.25 terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 6666,67 – 10444,44 J/m2.


(62)

Gambar 4.25. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase abu batubara pada substitusi pasir tetap 20 %.

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel B, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 20 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 0 – 55 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.26. Dari Gambar 4.26 terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 6888,89 – 9777,78 J/m2.

  Gambar 4.26. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 20 %.


(63)

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel C, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 10 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.27.Dari Gambar 4.27 terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 8333,33 – 10222,22 J/m2.

  Gambar 4.27. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 10 %.

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel D, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 15 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.28..Dari Gambar 4.28. terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 7777,78 – 9111,11 J/m2.


(64)

Gambar 4.28. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 15 %.

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel E, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 25 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 10 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.29.Dari Gambar 4.29 terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 7222,22 – 8888,89 J/m2.

Gambar 4.29. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase batu apung+abu sekam padi pada substitusi semen tetap 25 %.


(65)

Hasil pengujian kuat impak dari batako pada sampel F, dimana semen yang disubstitusi dengan abu batubara dalam kondisi tetap 30 % dari volume perekat dan pasir disubstitusi batu apung+abu sekam padi mulai 0 – 40 % dari volume agregat dapat dilihat pada Gambar 4.30 .Dari Gambar 4.30 terlihat bahwa kuat impak batako adalah berkisar antara 7111,11 – 9333,33 J/m2.

Gambar 4.30. Grafik hubungan Kuat impak dengan penambahan persentase batu apung + abu sekam padi pada substitusi semen tetap 30 %.


(66)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Limbah batubara berupa abu terbang batubara (fly ash) dapat mensubstitusi semen sebagai perekat mulai dari 0 – 30 % dari volume perekat, batu apung dan abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan, dimana besarnya persentase yang telah dilakukan peneliti yaitu sebesar 0 – 55 %, dengan perbandingan volume Batu apung dan Abu sekam padi adalah 1 : 1, dan perbandingan antara perekat dengan agregat adalah 1 : 4. 2. Telah dilakukan pengukuran densitas, pengukuran serapan air, uji tekan,

uji patah dan uji impak. Semakin banyak penambahan persentase abu batubara, batu apung dan abu sekam padi pada pembuatan batako diperoleh hasil bahwa densitas cenderung menurun, serapan air cenderung naik, kuat tekan, kuat patah dan kuat impak cenderung menurun.

3. Karakteristik dari batako yang dihasilkan dari proses pengeringan selama 28 hari adalah sebagai berikut: densitas batako antara 1649,41 – 1865,08 kg/m³, serapan air batako antara 8,89 – 19,23 %, kuat tekan batako antara 4,74 – 8,73 MPa, kuat patah batako antara 0,27 – 1,31 MPa dan kuat impak batako antara 6666,67 – 10222,22 J/m².

4. Hasil analisis uji serapan air batako menunjukkan batako termasuk type I, dan analisis uji kuat tekan menunjukkan batako termasuk type I dan II berdasarkan BSNI.

5. Hasil analisis uji densitas batako menunjukkan batako termasuk dalam penggolomgan batako ringan dan sedang.


(67)

5.2. Saran

1. Untuk melengkapi penelitian batako ini perlu dilakukan variasi perbandingan antara batu apung dengan abu sekam padi.

2. Untuk menghasilkan batako yang lebih ringan dengan nilai densitas lebih kecil dari penelitian ini perlu dilakukan persentase substitusi abu sekam padi dan batu apung terhadap pasir melebihi 55%.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad W., Iman S., Kardiyono T., 2008, Batako Styrofoam Komposit Mortat Semen. Journal. Forum Teknik Sipil No. XVIII/2

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 1989. Bata Beton Untuk Pasangan Dinding. Standart Nasional Indonesia 03-0349-1989.

Bode Haryanto, 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Journal USU. Medan. Cain, Craig. J., Miraglia, N., Papia, M., 1994. Pumice Concrete for Struktural

Wall Panels. Engineering Structures. Vol 25. No. 1 . pp. 115 – 125. Cavaleri, L, Miraglia, N., Papia, M., Pumice Concrite for Structural Woll Panels;

Engineering Structure, Vol 25, No.01,,pp. 115-125

Departemen Pekerjaan Umum. 1982. Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia. Bandung.

Erliza Hambali, dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka. Jakarta. Ergul Yassar, Cengiz D Atis, A.Kilic, H.Gulsen. 2003, Strength Properties

Concrete Made with Balistic Pumice and Fly Ash. Elsevier Science BV. New York.

Fadly Rulistianto. 2007. Studi Pemanfaatan Fly Ash Kelas F pada Beton Berbasis Semen Portland Type I. Skripsi. Program Studi Teknik Material. Fakultas Teknik Industri. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Ferdinand L.Singer and Andrew Pytel, 1985, Kekuatan Bahan, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta.

Gagino, R. 2003. Light and Insulan Plate for Housing External Closure; Construction and Building Material, Vol. 20, Desember 2006, pp. 917-928

Heryando Polar. 1995. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rinecca Cipta. Jakarta.

K.J.Bishop, R.E.Smalman, 1991, Metalurgi Fisik Modern dan Rekayasa Material, Gramedia, Jakarta.

Muljadi, dkk. 2008. Pengaruh Komposisi Batu Apung (Pumice) Pada Pembuatan Panel Beton Ringan terhadap Sifat Fisis dan Mekanik, Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Riset dan Teknologi di Bidang Industri ke 14, Yogyakarta, 17


(69)

Rasantika M. Seta, 2010, Bahan Alternatif dapat Menekan Ongkos. Artikel,

Shinroku Saito, 1985, Pengetahuan Bahan Teknik, Edisi Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta.

Sucofindo. 2009. Report of analysis. Certificate No.04221/GAAGAC. Padang. Syarif Hidayat. 2009. Semen, Jenis dan Aplikasinya. PT. Pustaka Kawan. Jakarta Tata Sudia. dkk, 1984, Pengetahuan Bahan Teknik, Bandung

Tri Mulyono, 2005, Teknologi Beton, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Van Vlack, Lawrence H, 1985, Ilmu dan Teknologi Bahan, Edisi V, Erlangga, Jakarta.

Wijanarko, W,. 2008. Metode Penelitian Jerami Padi Sebagai Pengisi Batak. Jurnal. dengan html.

Yoga Pratama dan Heri T. Putranto. 2007. Coal Fly Ash Conversion to Zeolite for Removal of Chromium and Nickel from Wastewaters.


(70)

Lampiran A. Pengukuran Densitas

Contoh: Perhitungan untuk menentukan densitas pada nomor 1 dengan kode sampel A1 sebagai berikut:

Volume sampel: V = π x r2 x h

=(22/7) x (0,025 m)² x 0,0448 m = 8,80393E-05 m³

Densitas (ρ) = m/ V

= 0,1642 kg / 8,80393E-05 m³ = 1865,08 kg/m³

Massa Tinggi Jari-jari Volume Densitas No Kode

(kg) ( m ) ( m ) (m³) ( kg/m³)

1 A1 0,1642 0,0448 0,025 8,80393E-05 1865,08 2 A2 0,1632 0,0449 0,025 8,81964E-05 1850,42 3 A3 0,1645 0,0453 0,025 8,89821E-05 1848,69 4 A4 0,1647 0,0455 0,025 8,93357E-05 1843,61 5 A5 0,1642 0,0455 0,025 8,93750E-05 1837,20 6 A6 0,1632 0,0453 0,025 8,90214E-05 1833,27 7 A7 0,1629 0,0455 0,025 8,92768E-05 1824,66 8 A8 0,1628 0,0456 0,025 8,95714E-05 1817,54 9 A9 0,1638 0,0460 0,025 9,02589E-05 1814,78 10 A10 0,1643 0,0462 0,025 9,07500E-05 1810,47 11 A11 0,1624 0,0458 0,025 8,99643E-05 1805,16 12 A12 0,1622 0,0458 0,025 8,98661E-05 1804,91 1 B1 0,1688 0,0461 0,025 9,05536E-05 1864,09 2 B2 0,1684 0,0463 0,025 9,09464E-05 1851,64 3 B3 0,1676 0,0462 0,025 9,08286E-05 1845,23 4 B4 0,165 0,0464 0,025 9,11821E-05 1809,56 5 B5 0,1648 0,0474 0,025 9,31464E-05 1769,26 6 B6 0,1629 0,0471 0,025 9,25179E-05 1760,74 7 B7 0,1624 0,0480 0,025 9,42464E-05 1723,14 8 B8 0,1626 0,0482 0,025 9,46786E-05 1717,39 9 B9 0,1614 0,0485 0,025 9,51696E-05 1695,92 10 B10 0,1618 0,0488 0,025 9,58571E-05 1687,93 11 B11 0,1616 0,0489 0,025 9,60536E-05 1682,39


(71)

12 B12 0,1608 0,0492 0,025 9,66429E-05 1663,86 1 C1 0,1626 0,0453 0,025 8,89036E-05 1828,95 2 C2 0,163 0,0456 0,025 8,95714E-05 1819,78 3 C3 0,1635 0,0459 0,025 9,01607E-05 1813,43 4 C4 0,1622 0,0458 0,025 8,99643E-05 1802,94 5 C5 0,1638 0,0466 0,025 9,14375E-05 1791,39 6 C6 0,164 0,0471 0,025 9,25571E-05 1771,88 7 C7 0,1643 0,0475 0,025 9,32250E-05 1762,40 1 D1 0,1662 0,0446 0,025 8,76857E-05 1895,41 2 D2 0,1628 0,0445 0,025 8,74500E-05 1861,64 3 D3 0,1645 0,0459 0,025 9,00821E-05 1826,11 4 D4 0,1608 0,0455 0,025 8,93357E-05 1799,95 5 D5 0,1626 0,0463 0,025 9,08482E-05 1789,80 6 D6 0,1638 0,0473 0,025 9,29500E-05 1762,24 7 D7 0,1635 0,0486 0,025 9,55429E-05 1711,27 1 E1 0,1626 0,0431 0,025 8,46607E-05 1920,61 2 E2 0,1632 0,0448 0,025 8,80393E-05 1853,72 3 E3 0,1638 0,0458 0,025 8,99643E-05 1820,72 4 E4 0,1605 0,0452 0,025 8,88643E-05 1806,12 5 E5 0,1628 0,0475 0,025 9,33036E-05 1744,84 6 E6 0,1638 0,0496 0,025 9,74286E-05 1681,23 7 E7 0,1607 0,0496 0,025 9,74286E-05 1649,41 1 F1 0,1626 0,0446 0,025 8,75679E-05 1856,85 2 F2 0,1646 0,0454 0,025 8,92179E-05 1844,92 3 F3 0,1656 0,0463 0,025 9,08679E-05 1822,43 4 F4 0,1638 0,0468 0,025 9,20071E-05 1780,30 5 F5 0,1634 0,0476 0,025 9,35000E-05 1747,59 6 F6 0,1625 0,0477 0,025 9,36964E-05 1734,32


(72)

Lampiran B. Pengukuran Serapan Air

Contoh : Perhitungan untuk menentukan serapan air pada nomor 1 dengan kode sampel A1 sebagai berikut:

Serapan Air = 100%

Kering Massa Kering Massa Jenuh Massa × ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ −

= 100%

0,1642 1642 , 0 kg 0,1788 × ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ −

= 8,89 %

Massa Massa

No Kode

Kering (kg) Jenuh (kg) Serapan air (%)

1 A1 0,1642 0,1788 8,89

2 A2 0,1632 0,1815 11,21

3 A3 0,1645 0,1834 11,49

4 A4 0,1647 0,1842 11,84

5 A5 0,1642 0,1848 12,55

6 A6 0,1632 0,1856 13,73

7 A7 0,1629 0,1858 14,06

8 A8 0,1628 0,1864 14,50

9 A9 0,1638 0,1886 15,14

10 A10 0,1643 0,1902 15,76

11 A11 0,1624 0,1898 16,87

12 A12 0,1622 0,1906 17,51

1 B1 0,1688 0,185 9,60

2 B2 0,1684 0,1862 10,57

3 B3 0,1676 0,1868 11,46

4 B4 0,165 0,1862 12,85

5 B5 0,1648 0,186 12,86

6 B6 0,1629 0,1858 14,06

7 B7 0,1624 0,1874 15,39

8 B8 0,1626 0,1885 15,93

9 B9 0,1614 0,1889 17,04

10 B10 0,1618 0,1907 17,86

11 B11 0,1616 0,1905 17,88

12 B12 0,1608 0,1913 18,97

1 C1 0,1626 0,1788 9,96


(73)

3 C3 0,1635 0,1843 12,72

4 C4 0,1622 0,1848 13,93

5 C5 0,1638 0,1874 14,41

6 C6 0,164 0,1888 15,12

7 C7 0,1643 0,1904 15,89

1 D1 0,1662 0,1836 10,47

2 D2 0,1628 0,1804 10,81

3 D3 0,1645 0,1836 11,61

4 D4 0,1608 0,1828 13,68

5 D5 0,1626 0,1873 15,19

6 D6 0,1638 0,1912 16,73

7 D7 0,1635 0,1921 17,49

1 E1 0,1626 0,1836 12,92

2 E2 0,1632 0,1851 13,42

3 E3 0,1638 0,1865 13,86

4 E4 0,1605 0,1862 16,01

5 E5 0,1628 0,1899 16,65

6 E6 0,1638 0,1912 16,73

7 E7 0,1607 0,1916 19,23

1 F1 0,1626 0,1848 13,65

2 F2 0,1646 0,1879 14,16

3 F3 0,1656 0,1901 14,79

4 F4 0,1638 0,1905 16,30

5 F5 0,1634 0,1922 17,63


(1)

Gambar 1. Pengambilan Debu Batubara di PLTU Labuhan Angin Tapanuli Tengah

  Gambar 2. Pengambilan Batu Apung di Sungai Binge Binjai


(2)

79

 

Gambar 3. Proses Pengayakan Pasir  

  Gambar 4. Proses Penimbangan Bahan Sampel


(3)

  Gambar 5. Alat Pencetak Sampel Berbentuk Balok

  Gambar 6. Alat Pencetak Sampel Berbentuk Silinder


(4)

81

 

        

Gambar 7. Timbangan Untuk Ukuran Bahan

  Gambar 8. Sampel Berbentuk Silinder dan Balok

     


(5)

  Gambar 9. Alat Uji Kuat Tekan dan Kuat Patah

  Gambar 10. Alat Uji Kuat Impak


(6)

83

 

  Gambar 11. Proses Uji Kuat Tekan

  Gambaar 12. Proses Pembuatan Sampel Berbentuk Balok dan Silinder