Pemanfaatan Limbah Abu Batubara, Kulit Kerang Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako

(1)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Oleh

MISLAN

087026017/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT

KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN

SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM

PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Oleh

MISLAN

087026017/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT

KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI

BAHAN SUBSTITUSISEMEN DAN PASIR

DALAM PEMBUATAN BATAKO

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Magíster Sains dalam Program Studi

Magíster Ilmu Físika pada Program Pascasarjana

Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

MISLAN

087026017/FIS

PROGRAM STUDI MAGISTER FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : PEMANFAATAN LIMBAH ABU

BATUBARA, KULIT KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

Nama Mahasiswa : MISLAN

Nomor Induk Mahasiswa : 087026017

Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S Dr. Anwar Dharma S, M.S Ketua Anggota

Ketua Program Studi, D e k a n,


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

T E S I S

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 7 Juni 2010

M I S L A N NIM. 087026017


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

N a m a : MISLAN N I M : 087026017 Program Studi : Magister Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULIT KERANG DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelolah dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izizn dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 7 Juni 2010


(7)

Telah diuji pada Tanggal : 7 Juni 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S

Anggota : 1. Dr. Anwar Dharma S, M.S 2. Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc 3. Dr. Marhaposan Situmorang 4. Drs. Tenang Ginting, M.S


(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Mislan, S.Pd

Tempat dan Tanggal Lahir : Tanjung Selamat, 29 Juni 1978 Orang Tua :

Ayah : Bibit Ibu : Satya

Alamat Rumah : Jl. Al Pokat Gg.Pisang Kelurahan Pantai Johor, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai Sumatera Utara

Telepon/Faks/HP : +6281361623756

e-mail : mislan78@yahoo.co.id

Instansi Tempat Bekerja : SMA Negeri 3 Tanjungbalai Sumatera Utara. Alamat Kantor : Jl. SMA Negeri 3 Kota Tanjungbalai, Kelurahan

Gading, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai Sumatera Utara

Telepon : (0623) 595464

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 112240 Tanjung Selamat Tamat : 1990 SMP : SMP Negeri Kampung Rakyat Tamat : 1993 SLTA : MAN Rantau Perapat Labuhan Batu Tamat : 1996 Strata – 1 : Pend. Fisika FMIPA UNIMED Tamat : 2001 Strata – 2 : PSMF PPs FMIPA USU Tamat : 2010


(9)

KATA PENGANTAR

  Dengan kerendahan hati penulis haturkan Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pemanfaatan Limbah Abu Batubara, Kulit Kerang Dan Abu Sekam Padi Sebagai Bahan Substitusi Semen Dan Pasir Dalam Pembuatan Batako” ini yang merupakan tugas akhir pada Program Magister Sains Pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Progam Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Pemerintah Republik Indonesia c.q. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dana sehingga kami dapat menyelesaikan pendidikan di Program Magister Sains.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTMH, (CTM), Sp.Ak atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Magister Sains.

Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairu Nisa B, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa pada Program Studi Magister Sains.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan juga selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika dan Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Prof. Drs. Muhammad Syukur, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Anwar Dharma S, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak mencurahkan ilmu dan buah pikirannya dengan penuh kesabaran selama membimbing penulis dalam melaksanakan tugas akhir, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Kepada seluruh Staf Pengajar pada Program Magister Sains Universitas Sumatera Utara.

Kepada Ayahanda Bibit dan Ibunda Satya serta istri tersayang Irawati Parinduri, S.Pd dan anak-anakku terkasih Muhammad Rifa’i dan Muhammad Raihan, terima kasih atas segalah pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.

Medan, 7 Juni 2010


(10)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULI KERANG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, abu batubara, kulit kerang, pasir dan abu sekam padi dengan air 0,6 FAS. Komposisi sampel semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % sedangkan pasir disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 %. Sampel uji berbentuk balok 12 cm x 3 cm x 3 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi ± 4 cm. Limbah batubara berupa abu batubara (fly ash) dan kulit kerang dapat mensubstitusi semen mulai dari 0 – 20 % dengan perbandingan antara abu batubara dan kulit kerang 1 : 1 perbandingan volume. Abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan. Dari sampel yang dibuat ternyata nilai densitas berada pada kisaran 1729,760 – 2042,649 kg/m3. Sedangkan untuk serapan air ternyata nilai berada pada kisaran 13,79 – 23,45 % dan keseluruhannya berada di bawah nilai maksimum standart SNI 03-0349-1989 yang diperbolehkan untuk batako pasangan dinding dan dapat digolongkan ke dalam tipe I. Sedangkan untuk kuat tekan berada pada kisaran 3,99 – 8,53 Mpa dan dapat digolongkan ke dalam tipe II berdasarkan SNI 03-0349-1989. Sedangkan untuk kuat patah berada pada kisaran 1,416 – 2,613 Mpa. Dan untuk kuat impak berada pada kisaran 6888,9 – 14666,7 J/m2.


(11)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, CLAMSHEL, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT

AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS

ABSTRACT

The concrete briks in this research are produced from mixture of cement, fly ash, shells, sand and rice husk ash with water 0.6 FAS. The composition of the cement samples substituted with fly ash and shells ranging from 0 – 25 %, while sand substituted with rice husk ash ranging from 0 – 50 %. Beam-shaped test sample 12 cm x 3 cm x 3 cm and a cylinder with diameter of 5 cm and height of ± 4 cm. Coal waste in the form of fly ash and shells may substitute cement ranging from 0 – 20 % with the ratio of fly ash and shell 1: 1 volume ratio. Rice husk ash may substitute sand as an aggregate to produce a lighter brick. From the samples made we can see that the density values is the range of 1729.760 to 2042.649 kg/m3. Whereas for the uptake of water was in the range of values from 13.79 to 23.45 % and the total was well below the maximum SNI 03-0349-1989 standard which allowed couples to brick wall and can be classified into type I. Whereas for compressive strength in the range of 3.99 to 8.53 MPa and can be classified into type II based on SNI 03-0349-1989. While for the strong break in the range of 1.416 to 2.613 MPa. And for a stronger impact is the range of 6888.9 to 14666.7 J/m2.

 

Keywords: Concrete bricks, cement, fly ash, shells, sand, rice husk ash.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR ISI... iv

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Ruang Lingkup... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Limbah ... 5

2.1.1. Pengertian Limbah ... 5

2.1.2. Debu Batubara (Fly Ash)... 5

2.1.3. Abu Sekam Padi (Rice Husk Ash)... 8

2.1.4. Kuli Kerang... 11

2.2. Batako ... 13

2.2.1. Syarat Fisis ... 14

2.2.2. Syarat Ukuran Standard dan Toleransi ... 16

2.2.3. Semen... 17

2.2.4. Agregat... 18

2.2.5. Air ... 19

2.3. Karakteristik Beton ... 19

2.3.1. Sifat Fisis... 20

2.3.11. Densitas (Density) ... 20

2.3.1.2. Daya Serap Air (Water Absorption)... 20

2.3.2. Sifat Mekanik ... 21

2.3.2.1 Kuat Tekan (Compressive Strength) .... 21

2.3.2.2. Kekuatan Patah (Bending Strength) ... 21

2.3.2.3. Kuat Impak (Impact Strength) ... 22

BAB III METODE PENELITIAN... 23

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2. Alat dan Bahan... 23

3.3. Variabel dan Parameter ... 24

3.4. Preparasi Sampel Batako... 24

3.5. Pengujian Karakteristik Batako... 29

3.6. Bagan Penelitian... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33

4.1. Densitas (Density) ... 33


(13)

4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength) ... 38

4.4. Kuat Patah (Bending Strength) ... 40

4.5.. Kuat Impak (Impact Strength) ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 45

5.1. Kesimpulan ... 45

5.2. Saran... 45


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel J u d u l Halaman

2.1. Sifat-sifat fisis fly ash... 6

2.2. Sifat-sifat Kimia fly ash... 7

2.3. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat) ... 9

2.4. Komposisi Kimiawi Abu Sekam Padi ... 10

2.5. Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang ... 12

2.6. Persyaratan Fisis Batako ... 14

2.7. Persyaratan Fisis Batako ... 15

2.8. Ukuran Standard dan Toleransi... 16

3.1. Komposisi Sampel A ... 25

3.2. Komposisi Sampel B... 25

3.3. Komposisi Sampel C... 26

3.4. Komposisi Sampel D ... 27

3.5. Komposisi Sampel E ... 27


(15)

DAFTAR GAMBAR Nomor

Gambar J u d u l Halaman

2.1. Limbah Debu Batubara ... 8

2.2. Abu Sekam Padi... 10

2.3. Kulit Kerang Buluh di Pekarangan Rumah... 12

2.4. (a) Batako Berlubang (Hallow) dan (b) Batako Padat (Solid) ... 13

2.5. Contoh Benda Uji Bending Strength ... 21

2.6. Contoh Benda Uji Impak ... 22

3.1. Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji ... 32

4.1 Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 34

4.2 Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %. ... 35

4.3 Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 % ... 36

4.4 Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.. ... 37

4.5 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 39

4.6 Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 % ... 40

4.7 Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %. ... 41

4.8 Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 % ... 42

4.9 Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 % ... 43

4.10 Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 % ... 44


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran J u d u l Halaman

A Data Pengukuran Densitas ... L-1 B Data Pengukuran Serapan Air... L-3 C Data Pengujian Kuat Tekan ... L-5 D Data Pengujian Kuat Patah ... L-7 E Data Pengukujian Kuat Impak ... L-9 F Gambar-gambar Proses Pembuatan Sampel ... L-11 G Alat-alat yang digunakan pada Penelitian... L-16

                     


(17)

PEMANFAATAN LIMBAH ABU BATUBARA, KULI KERANG

DAN ABU SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN SUBSTITUSI

SEMEN DAN PASIR DALAM PEMBUATAN BATAKO

ABSTRAK

Batako dalam penelitian ini dibuat dari campuran semen, abu batubara, kulit kerang, pasir dan abu sekam padi dengan air 0,6 FAS. Komposisi sampel semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % sedangkan pasir disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 %. Sampel uji berbentuk balok 12 cm x 3 cm x 3 cm dan berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi ± 4 cm. Limbah batubara berupa abu batubara (fly ash) dan kulit kerang dapat mensubstitusi semen mulai dari 0 – 20 % dengan perbandingan antara abu batubara dan kulit kerang 1 : 1 perbandingan volume. Abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan. Dari sampel yang dibuat ternyata nilai densitas berada pada kisaran 1729,760 – 2042,649 kg/m3. Sedangkan untuk serapan air ternyata nilai berada pada kisaran 13,79 – 23,45 % dan keseluruhannya berada di bawah nilai maksimum standart SNI 03-0349-1989 yang diperbolehkan untuk batako pasangan dinding dan dapat digolongkan ke dalam tipe I. Sedangkan untuk kuat tekan berada pada kisaran 3,99 – 8,53 Mpa dan dapat digolongkan ke dalam tipe II berdasarkan SNI 03-0349-1989. Sedangkan untuk kuat patah berada pada kisaran 1,416 – 2,613 Mpa. Dan untuk kuat impak berada pada kisaran 6888,9 – 14666,7 J/m2.


(18)

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF FLY ASH, CLAMSHEL, AND RICE HUSK ASH AS SUBSTITUTION OF CEMENT

AND SAND IN PRODUCING CONCRETE BRICKS

ABSTRACT

The concrete briks in this research are produced from mixture of cement, fly ash, shells, sand and rice husk ash with water 0.6 FAS. The composition of the cement samples substituted with fly ash and shells ranging from 0 – 25 %, while sand substituted with rice husk ash ranging from 0 – 50 %. Beam-shaped test sample 12 cm x 3 cm x 3 cm and a cylinder with diameter of 5 cm and height of ± 4 cm. Coal waste in the form of fly ash and shells may substitute cement ranging from 0 – 20 % with the ratio of fly ash and shell 1: 1 volume ratio. Rice husk ash may substitute sand as an aggregate to produce a lighter brick. From the samples made we can see that the density values is the range of 1729.760 to 2042.649 kg/m3. Whereas for the uptake of water was in the range of values from 13.79 to 23.45 % and the total was well below the maximum SNI 03-0349-1989 standard which allowed couples to brick wall and can be classified into type I. Whereas for compressive strength in the range of 3.99 to 8.53 MPa and can be classified into type II based on SNI 03-0349-1989. While for the strong break in the range of 1.416 to 2.613 MPa. And for a stronger impact is the range of 6888.9 to 14666.7 J/m2.

 

Keywords: Concrete bricks, cement, fly ash, shells, sand, rice husk ash.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akhir-akhir ini beton sangat umum dan telah dibuktikan oleh waktu sebagai bahan dinding yang tahan gempa. Salah satu jenis beton adalah batako. Batako mempunyai sifat-sifat panas dan ketebalan total yang lebih baik dari pada beton padat. Batako dapat disusun 5 kali lebih cepat dan cukup kuat untuk semua penggunaan yang biasanya menggunakan batu bata (Eliatun, 2008). Dinding yang dibuat dari batako mempunyai keunggulan dalam hal meredam panas dan suara. Semakin banyak produksi beton semakin ramah lingkungan dari pada produksi bata tanah liat karena tidak harus dibakar.(Claudia Müller dkk., 2006).

Penggunaan bata dan batako sebagai bahan bangunan pembuat dinding sudah populer dan menjadi pilihan utama masyarakat di Indonesia sampai dengan saat ini, namun dari bahan-bahan bangunan ini mempunyai kelemahan tersendiri yaitu berat permeter kubiknya yang cukup besar sehingga berpengaruh terhadap besarnya beban mati yang bekerja pada struktur bangunan. Beban mati pada struktur bangunan dapat diminimalkan dengan pengurangan berat sendiri yaitu dengan menggunakan bahan-bahan yang ringan. Berbagai macam cara ditempuh untuk mengantisipasi, yaitu penggunaan bahan-bahan alternatif berupa penggunaan bahan limbah dari jenis bahan organik dan anorganik. Salah satu jenis bahan limbah yang bersifat anorganik tersebut adalah abu sekam padi yang merupakan limbah yang terdapat pada lingkungan penggilingan padi yang saat ini belum optimal dalam pemanfaatannya.

Berbagai bahan bangunan alternatif dibuat dengan tujuan untuk memberikan berbagai kemudahan dan kecepatan dalam mewujudkan sebuah bangunan. Bicara


(20)

soal dinding lagi misalnya. Membuat dinding dari bata merah mulai dirasa lama. Ini antara lain karena ukuran bata kecil-kecil (6cm x 10cm x 20cm), sehingga ketika harus merangkainya menjadi sebuah dinding (katakanlah 3m x 3m) dibutuhkan waktu lebih satu hari. Untuk satu meter persegi dinding, paling tidak seorang tukang harus menyusun 40 – 50 bata dan merangkainya satu per satu dengan adonan semen. Waktu pembuatan bisa dipercepat bila menggunakan bahan alternatif seperti batako atau beton ringan aerasi. Jika menggunakan batako atau beton ringan aerasi berukuran 10 cm x 20 cm x 40 cm, membangun dinding bisa lebih cepat. Untuk membuat satu meter persegi dinding, paling tidak si tukang cukup merangkai 10 – 15 batako atau beton aerasi ringan. (Rasantika M. Seta: 2010)

Limbah pabrik sering menjadi sumber pencemaran yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat di lingkungan sekitar pabrik. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin yang menggunakan bahan bakar batubra sebagai sumber energi ketel uapnya dimana pembakaran batubara akan menghasilkan limbah berupa abu. Dari sejumlah abu yang dihasilkan dalam proses pembakaran batubara, maka sebanyak 55% - 85 % berupa abu terbang (fly Ash) dan sisanya berupa abu dasar (Bottom Ash). Pada masa yang akan datang, produksi abu terbang batubara (fly ash) ini tentu akan memberikan masalah bagi lingkungan sekitar tempat pembuangan dan juga akan menimbulkan persoalan baru yaitu berupa kesulitan mencari tempat lahan penampungan pembuangan limbahnya. Produksi debu terbang batubara (fly ash) di dunia pada tahun 2000 diperkirakan berjumlah 349 milyar ton (S. Wang dkk,2006). Oleh karena itu penelitian ini berupaya memanfaatkan limbah tersebut agar tidak menimbulkan masalah lingkungan di kemudian hari dan memberikan tambahan nilai ekonomis bagi limbah tersebut.  

Abu batubara diperoleh dari sisa pembakaran batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara yang selama ini hanya digunakan sebagai penimbun lahan rendah dan


(21)

belum ada upaya untuk memanfaatkan limbah tersebut ke dalam bentuk lain. Sedangkan abu sekam padi sangat mudah diperoleh dari sisa pembakaran di tempat-tempat penggilingan padi yang selama ini hanya dibakar di alam lepas dan hanya diambil sebagian kecil untuk dijadikan alat pembersih bagi ibu-ibu rumah tangga. Kulit kerang sendiri diperoleh dari limbah rumah tangga, dimana penduduk setempat yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan penjual isi kerang sedangkan kulit kerangnya hanya dibuang disekitar pekarangan rumah tangga yang lebih rendah di jalan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai.

Dalam penelitian ini debu sisa pembakaran batubara, kulit kerang dan abu sekam padi, sebagai bahan baku utama untuk menambah kekuatan dan memperingan batako, sehingga diharapkan dapat tercipta batako yang kualitasnya tidak terlalu jauh dari kualitas standart dan lebih ringan dengan biaya operasional yang murah.

1.2. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah limbah PLTU berupa abu batubara dan limbah industri rumah tangga berupa kulit kerang dapat digunakan sebagai bahan substitusi semen dalam campuran pembuatan batako?

2. Apakah abu sekam padi dapat digunakan sebagai bahan substitusi pasir untuk memperingan batako?

3. Apakah abu batubara dan kulit kerang yang disubstitusikan kedalam semen dan abu sekam padi yang disubstitusikan kedalam pasir dapat merubah karakteristik batako?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Membuat batako dari limbah abu batubara dan kulit kerang sebagai substitusi semen dan abu sekam padi sebagai substitusi pasir.


(22)

2. Melakukan Uji Karakteristik batako setelah semen disubstitusi dengan abu batubara ditambah kulit kerang dan juga pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberi informasi tentang abu batubara, kulit kerang dan abu sekam padi sebagai alternetif bahan substitusi/pengganti semen dan pasir dalam pembuatan batako.

2. Menghasilkan batako ringan yang kualitasnya tidak dibawah kualitas batako yang sudah beredar di pasaran.

1.5. Ruang Lingkup

Batasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Produk bahan bangunan yang dibuat dalam penelitian ini dibatasi hanya pada pembuatan batako.

2. Abu batubara yang dipakai diambil dari PLTU Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

3. Kulit kerang yang dipakai diambil dari limbah industri rumah tangga di Kecamatan Teluk Nibung Kota Tanjungbalai Sumatera Utara.

4. Abu sekam padi yang dipakai diambil dari kilang padi daerah Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara.

5. Pasir yang dipakai adalah pasir sungai Tanjungbalai. 6. Semen yang dipakai adalah semen portland type I. 7. Air yang dipakai adalah air PDAM.

8. Maksimum abu batubara ditambah kulit kerang 25 % dengan perbandingan antara keduanya 1 : 1 sebagai subtitusi semen, sedangkan abu sekam padi hanya 50 % sebagai subtitusi pasir pada komposisi campuran bahan pembuatan batako.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

2.1.1. Pengertian Limbah

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal dari hasil suatu proses industri. Limbah padat dari suatu industri adalah merupakan semua bahan sisa atau bahan buangan yang tak berguna dan berbentuk padat. Limbah padat dapat berupa kaleng bekas, daun bekas pembungkus, kertas dan sebagainya. Limbah cair adalah semua jenis bahan sisa yang dibuang dalam bentuk larutan atau berupa zat cair. Limbah cair dapat berupa air bekas pencucian pemurnian emas yang mengandung unsur-unsur merkuri busa deterjen dan lain-lain. Limbah organic adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik, dalam arti bahan buangan tersebut akan dapat terurai habis dalam lingkungan dengan adanya organisme-organisme pengurai atau (decomposer) sebagai contoh bekas daun pembungkus, kertas dan lain-lain. Limbah an organik semua jenis bahan sisa atau buangan yang tidak dapat terurai dan habis dalam lingkungan contoh sampah plastik limbah industri dapat menjadi limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup (Heryando Polar, 1995).

2.1.2. Debu Batubara (Fly Ash)

  Debu batubara adalah bahan yang berbutir halus yang bersifat pozzolanic

yang merupakan bahan alami yang diperoleh dari sisa pembakaran batubara dan pabrik pembangkit panas. Abu terbang mempunyai sifat-sifat yaitu :

a. Sifat fisis

Abu terbang merupakan material yang di hasilkan dari proses pembakaran batubara pada alat pembangkit listrik, sehingga semua sifat-sifatnya juga


(24)

ditentukan oleh komposisi dan sifat-sifat mineral-mineral pengotor dalam batubara serta proses pembakarannya. Dalamproses pembakaran batubara ini titik leleh abu batu bara lebih tinggi dari temperatur pembakarannya. Dan kondisi ini menghasilkan abu yang memiliki tekstur butiran yang sangat halus. Abu terbang batubara terdiri dari butiran halus yang umumnya berbentuk bola padat atau berongga. Ukuran partikel abu terbang hasil pembakaran batubara bituminous lebih kecil dari 0,075mm. Kerapatan abu terbang berkisar antara 2100 sampai 3000 kg/m3 dan luas area spesifiknya (diukur berdasarkan metode permeabilitas udara Blaine) antara 170 sampai 1000 m2/kg.

Fly ash memiliki sifat – sifat fisik antara lain :

Tabel 2.1. Sifat-sifat fisis fly ash

Uraian Kelas C Kehalusan

Jumlah yang diperoleh dengan ayakan basah 34 45 μm (No.325), % maks.

Indek Kekuatan :

Dengan semen Portland, pada waktu 7 hari, % min 75 Dengan semen Portland, pada waktu 28 hari, % min 75 Kebutuhan Air, % maksimum 105

Soundness:

Pemuaian dalam autoclave, % maks. 0,8 Keseragaman :

Densitas, variasi maks., rata-rata, % 5 Jumlah yang diperoleh 45 μm (No.325), 5 variasi % maks.

Sumber : Fadly Rulistianto, (2007)

b. Sifat kimia

Sifat-sifat kimia fly ash dipengaruhi oleh banyaknya batubara yang dibakar, teknik pembakaran dan cara penyimpanannya. Komponen utama dari abu batubara (fly ash) yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)


(25)

adalah Silika (SiO2), Alumina (Al2O3) dan Besi Oksida (Fe2O3) sisanya adalah

Karbon, Kalsium Magnesium dan Belerang. Rumus empiris Debu Terbang Batubara menurt Marinda Puri (2008) adalah:

Si 1.0 Al 0.45 Na 0.047 Fe 0.039 Mg 0.020 K 0.013 Ti 0.011

Adapun sifat – sifat kimia dari fly ash antara lain :

Tabel. 2.2. Sifat-sifat kimia fly ash

P A R A M E T E R S R E S U L T S M E T H O D S

- Silicon Dioxide (SiO2) % 41,87 Gravimetric

- Aluminium Trioxide (Al2O3) % 7,56 A A S

- Iron Trioxide (Fe2O3) % 10,33 A A S

- Calcium Oxide (CaO) % 6,09 A A S

- Magnesium Oxide (MgO) % 2,08 A A S

- Sulfate (SO4) % 3,02 Gravimetric

Sumber : Sucofindo, Padang (2009)

Sifat-sifat abu terbang batubara yang menguntungkan pada campuran beton/batako (Cain.J.C.1994) adalah:

1. Memperbaiki sifat pengerjaan (workability). 2. Meningkatkan ketahanan beton (durability) 3. Meningkatkan kerapatan beton.

4. Menurunkan panas hidrasi. Reaksi dari abu batu bara dengan kapur jauh lebih lambat dari proses hidrasi, sehingga akan menghasilkan perubahan panas yang lambat sehingga mengurangi derajat panas hidrasi.

5. Menurunkan kerusakan akibat sulfat 6. Mengurangi penyusutan

7. Menurunkan bleeding dan segregasi 8. Meningkatkan kekuatan


(26)

Berikut adalah gambar debu batubara yang berlokasi di PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Labuhan Angin di Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Gambar 2.1. Limbah Abu Batubara

Dari segi komposisi kimia, abu batubara (fly ash) banyak mengandung silika yang

amorf (> 40 %) dan dapat memberikan sumbangan keaktifan (mempunyai sifat

pozzolan untuk dibuat bata/block dengan campuran kapur padam), sehingga dengan mudah mengadakan kontak dan bereaksi dengan kapur yang ditambahkan membentuk senyawa kalsium silikat, yang bertanggung jawab pada proses pengerasan campuran atau massa (Suhanda dan Hartono, 2009)

2.1.3. Abu Sekam Padi (rice husk ash)

  Dari penggilingan padi dapat dihasilkan 65 % beras, 20 % sekam, dan sisanya hilang (Ismunadji, 1988). Pemanfaatan sekam padi secara komersial masih relatif kecil. Hal ini karena sifat yang dimilikinya antara lain kasar, nilai gizi rendah, kepadatan yang juga rendah, serta kandungan abu yang cukup tinggi (Houston, 1972). Sekam mengandung senyawa organik berupa lignin dan chetin, selullosa, hemiselullosa, senyawa nitrogen, lipida, vitamin B dan asam organik,


(27)

sedangkan senyawa anorganik yang terkandung di dalam sekam dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Komposisi Kimia Sekam Padi (% berat)

No Komponen Persentase Berat

1 H20 2,40-11,35

2 Crude Protein 1,70 - 7,26

3 Crude Fat 0,38 - 2,98

4 Ekstrak Nitrogen Bebas 24,70 - 38,79

5 Crude Fiber 31,37-49,92

6 Abu 13,16 - 29,04

7 Hemiselullosa 16,94-21,95

8 Sellulosa 34,34-43,80

9 Lignin 21,40 - 46,97

Sumber: Ismunadji, 1988

Dalam kajian ini, bahan yang digunakan sebagai pengganti pasir adalah abu sekam padi. Abu sekam padi adalah sisa pembakan sekam padi yang dapat secara mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan kata lain merupakan limbah dari tempat penggilingan padi. Setelah mengalami proses pembakaran, senyawa-senyawa seperti sellulosa, hemisellulosa, dan asam organik akan diubah menjadi C02 dan H20. Abu halus yang dihasilkan dari proses pembakaran sekam padi

berwarna keputih-putihan sebanyak 13,16% - 29,04%. Hasil pembakaran tersebut mengandung silika sebagai komponen utamanya, dimana kandungan silika ini mencapai 86,9% - 97,3% basis kering (Houston, 1972). Bila dilihat dengan


(28)

mikroskop abu sekam padi berbentuk struktur sel (Cellular Structure), dengan banyak pori yang tertutup.

Gambar 2.2. Abu Sekam Padi

Dan berikut adalah komposisi kimiawi abu sekam padi

Tabel: 2.4. Komposisi kimiawi abu sekam padi

Senyawa Kimia Kadar (%)

SiO2 91,16

K2O dan Na2O 4,75

CaO 0,65

MgO 0,99

Fe2O3 0,21

SO3 0,10


(29)

Dan sisa pembakaran ini kebanyakannya hanya tertumpuk secara terbuka di luar kawasan kilang. Keadaan ini akan mengancam alam sekitar dan dapat menyebabkan pencemaran udara. Padahal abu sekam padi sangat berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif yang murah bagi masyarakat.

2.1.4. Kulit Kerang

Kerang merupakan nama sekumpulan moluska dwicangkerang daripada

family cardiidae yang merupakan salah satu komoditi perikanan yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan , tidak memerlukan modal besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang per hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100 ton daging kerang (Porsepwandi, 1998).

Ada dua jenis kerang yang sangat dikenal yaitu kerang dagu dan kerang bulu. Perbedaan nyata dari kedua jenis ini adalah dari lapisan kulitnya. Pada jenis kerang bulu lapisan terluar kulitnya masih terdapat rambut, bentuk kulitnya licin. Sedangkan pada kerang dagu kulitnya berjalur-jalur. Banyaknya jalur ini sesuai dengan lama kerang tersebut hidup. Kulit kerang berbentuk seperti hati, bersimetri dan mempunyai tetulang di luar. Kekerasan kulit kerang tidak bergantung dari usia kerang tersebut, artinya kerang yang masih muda maupun yang sudah tua mempunyai kekerasan yang sama (Syahrul Humaidi, 1997).

Dari hasil pola difraksi sinar – X diketahui bahwa kulit kerang pada suhu di bawah 500 0C tersusun atas Kalsium Karbonat (CaCO3) pada phase aragonite

dengan struktur kristal orthorombik. Sedang pada suhu di atas 5000C berubah menjadi phase calcite dengan struktur Kristal hexagonal (Syahrul Humaidi, 1997). Berikut adalah gambar kulit kerang buluh yang berasal dari Kota Tanjungbalai Sumatera Utara.


(30)

Gambar 2.3. Kulit Kerang Buluh di Pekarangan Rumah

Tabel: 2.5. Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang

No Komponen Kadar (% berat)

1 CaO 66,70

2 SiO2 7,88

3 Fe2O3 0,03

4 MgO 22,28

5 Al2O3 1,25

Sumber: Siti Maryam, 2006

Serbuk kulit kerang merupakan serbuk yang dihasilkan dari pembakaran kulit kerang yang dihaluskan, serbuk ini dapat digunakan sebagai bahan campuran atau tambahan pada pembuatan beton. Penambahan serbuk kulit kerang yang homogen akan menjadikan campuran beton yang lebih reaktif. Serbuk kulit kerang


(31)

mengandung senyawa kimia yang bersifat pozzolan, yaitu mengandung zat kapur (CaO), alumina dan senyawa silika sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku beton alternatif (Shinta Marito Siregar,2009). Serbuk kulit kerang mempunyai komposisi kimia seperti pada tabel 2.5 di atas (Siti Maryam, 2006).

2.2. Batako

Pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan bahan tambahan lainnya (aditif). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan menjadi bentuk baok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran yang digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding. Batako merupakan komponen non struktural yang disusun dari semen, pasir dan air. Menurut persyaratan umum bahan bangunan di Indonesia (1982) Pasal 6, ”Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”.

Batako terdiri dari dua jenis, yaitu batako jenis berlubang (hallow) dan batako yang padat (solid). Dari hasil pengetasan terlihat bahwa batako yang jenis solid lebih padat dan mempunyai kekuatan yang lebih baik. Batako berlubang mempunyai luas penampang lubang dan isi lubang masing-masing tidak melebihi 5 % dari seluruh luas permukaannya.

       

(a) (b)


(32)

Kekuatan dari batako dipengarui oleh komposisi penyusunan yaitu jenis semen dan pasir yang dipakai, dan perbandingan jumlah semen terhadap agregat dan air. Batako yang baik yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Berdasarkan PUBI (1982), disebutkan tentang syarat dan mutu batako serta klasifikasinya sebagai bahan bangunan. Dalam penggunaan batako harus memenuhi syarat fisik maupun syarat ukuran standard dan toleransi sebagai berikut.

2.2.1. Syarat Fisis

Secara fisis batako harus memenuhi syarat sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 2.6. berikut ini.

Tabel 2.6. Persyaratan Fisis Batako

Kekuatan Tekan Bruto Minimum*) (Kgf/cm²)

Batako Mutu

Rata-rata dari benda uji

Masing-masing benda uji

Penyerapan Maksimum (% Berat)

A1 20 17 -

A2 35 30 -

B1 50 45 35

B2 70 65 25

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1982: 27.

*) Kuat tekan brutto adalah baban keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan luas ukuran nominal batako, termasuk luas lubang serta cekung tepi.

Syarat untuk pandangan luar dan kesikuan rusuk, meliputi: (1) bidang permukaannya harus tidak cacat, (2) bentuk permukaan lain yang didesain diperbolehkan, (3) rusuk-rusuknya siku satu sama lain, dan (4) sudut rusuknya


(33)

tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan. Sesuai dengan pemakaiannya batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut: (1) Batako dengan mutu A1, adalah batako yang digunakan hanya untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindung dari cuaca luar; (2) Batako dengan mutu A2, adalah batako yang digunakan hanya untuk hal-hal seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan dinding/ konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester; (3) Batako dengan mutu B1, adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindung dari cuaca luar (untuk konstruksi di bawah atap); dan (4) Batako dengan mutu B2, adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan pula untuk konstruksi yang tidak terlindung.

Berdasarkan SNI 03-0349-1989 bahwa syarat fisis batako terlihat pada table 2.7 di bawah ini:

Tabel 2.7. Persyaratan Fisis Batako

Tingkat Mutu Bata Beton Pejal

Tingkat Mutu Bata Beton

Berlobang

Syarat Fisis Satuan

I II III IV I II III IV

1. Kuat tekan bruto rata

- rata minimum.

2. Kuat tekan bruto

masing-masing

benda uji.

3. Penyerapan air rata-

rata maksimum kg/cm2 kg/cm2 % 100 90 25 70 65 35 40 35 - 25 21 - 70 65 25 50 45 35 35 30 - 20 17 -


(34)

2.2.2. Syarat Ukuran Standard dan Toleransi

Ukuran batako sebagaimana yang disyarakatkan dalam Standard Industri Indonesia yaitu sebagai berikut:

 

Tabel 2.8. Ukuran Standard dan Toleransi

Ukuran Nominal *) ( mm )

Tebal Kelopak (Dinding Rongga) Minimum

(mm) Jenis

Panjang Lebar Tebal Luar Dalam

Tipis 400 ± 3 200 ± 3 100 ± 2 20 15

Sedang 400 ± 3 200 ± 3 150 ± 2 20 15

Tebal 400 ± 3 200 ± 3 200 ± 2 25 20

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1982: 28.

*) Ukuran nominal sama dengan ukuran batako sesungguhnya ditambah 10 mm, tebal siar/adukan.

Persyaratan batako menurut PUBI (1982) Pasal 6 antara lain adalah ”Permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, lebar ± 200 mm, dan tebal 100 – 200 mm, kadar air 25 – 35 % dari berat, dengan kuat tekan antara 2 – 7 N/mm2” (Wijarnako W., 2008). Batako juga merupakan bentukan dari montar ataupun beton, umumnya montar merupakan campuran dari semen, pasir dan air yang dapat merekatkan dalam campuran beton. Sedangkan untuk pandangan luar dan kesikuan rusuk meliputi: (1) bidang permukaannya halus dan tidak cacat, (2) bentuk permukaan lain yang didesain diperbolehkan, (3) rusuk-rusuknya siku satu sama lain, dan (4) sudut rusuknya tidak mudah dirapikan dengan kekuatan jari tangan.


(35)

2.2.3. Semen

Semen yang beredar di pasaran harus memenuhi standar tertentu untuk menjamin konsistensi mutu dan kualifikasi produk. SNI merupakan standar yang wajib dijadikan acuan untuk semen yang dipasarkan di seluruh wilayah Indonesia. Jenis semen yang beredar di pasaran meliputi semen Portland Putih, semen Portland mengacu pada SNI 15-2049-2004, semen Portland Komposit mengacu pada SNI 15-7064-2004 dan semen Portland Pozolan mengacu pada SNI 15-0302-2004.

Standar Nasional Indonesia membagi semen Portland menjadi 5 jenis, yaitu :

1. Jenis I, yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus.

2. Jenis II, yaitu semen Portland yang penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

3. Jenis III, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

4. Jenis IV, semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

5. Jenis V. Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

Menurut Shinroku Saito, 1985. Bahwa Semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu :

1. Semen non-hidrolik , tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air akan tetapi dapat mengikat dan mengeras di udara. Contoh : kapur tohor, aspal, gypsum.

2. Semen hidrolik, mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Contoh : semen Portland, semen Terak, semen alam.

Semen yang digunakan untuk campuran beton ini adalah semen Portland yang merupakan campuran Silikat Kalsium dan Almunium Kalsium yang dapat


(36)

berhidrasi bila terdapat air (semen tidak mengeras karena pengeringan tetapi oleh reaksi hidrasi kimia yang melepaskan panas).

Reaksi hidrasi kimia :

Aluminium Kalsium : Ca3Al2O6 + 6H2O → Ca3Al2(OH)12

Silikat Kalsium : Ca2SiO4 + x H2O → Ca2SiO4 . x H2O

(Ferdinan L.S and Andrew.P, 1985).

Dalam penelitian ini digunakan semen jenis 1, yang dikenal dengan nama PCC (Portland Cements Composite) termasuk dalam kategori semen hidrolik.

2.2.4. Agregat

Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Hampir tiga perempat volume beton ditempati oleh agregat, sehingga karakteristik agregat akan menentukan kualitas beton. Biasanya, Agregat berkisar 60 % sampai 80 % total volume beton (Thornton,P.A., 1985). Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen. Ditinjau dari aspek ekonomis, agregat dalam satuan berat yang sama jauh lebih murah dari pada semen. Agregat merupakan bahan yang bersifat kaku dan memiliki stabilitas volume dan durabilitas yang baik daripada semen.

Untuk menghasilkan beton yang baik, agregat halus maupun agregat kasar harus memiliki gradasi atau komposisi ukuran yang proporsional. Selain itu, tekstur permukaan agragat yang kasar akan menghasilkan kuat lekat yang lebih baik bila berinteraksi dengan pasta semen. Permukaan agregat harus bersih dan bebas dari lumpur dan tanah liat, serta tidak mengandung bahan yang bersifat organik maupun non organik yang dapat menyebabkan terjadinya pelapukan beton. Selain itu pasir juga berpengaruh terhadap sifat tahan susut dan keretakan pada produk bahan bangunan campuran semen (Van Vlack, LH., 1984).

Perbedaan antara agregat halus dan kasar adalah ayakan 5 mm atau 3/16”. Agregat halus adalah agregat yang lebih kecil dari ukuran 5 mm dan agregat kasar adalah


(37)

agregat yang lebih besar dari ukuran 5 mm. Agregat dapat diambil dari batuan alam ukuran kecil atau batuan alam besar yang dipecah. Agregat yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Agregat halus : Pasir dari daerah Kota Tanjungbalai yang lolos ayakan 5 mm (Standard ASTM E 11-70) yang telah dicuci untuk menghilangkan zat kimia dan lumpur.

2.2.5. Air

Air sebagai bahan pencampur semen berperan sebagai bahan perekat. Peranan air sebagai bahan perekat terjadi melalui reaksi hidrasi, yaitu semen dan air akan membentuk pasta semen dan mengikat fragmen-fragmen agregat. Kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh perbandingan jumlah air terhadap semen, factor air semen (FAS) atau (w/c – ratio). Secara teori, reaksi hidrasi yang sempurna akan terjadi bila w/c = 0,6, artinya secara ideal semen akan habis bereaksi dengan air pada perbandingan tersebut (Syarif Hidayat,2009). Nilai FAS untuk campuran beton secara umum antara 0,25 – 0,65 (Tri Mulyono, 2005).

Kontaminan yang terkandung dalam air dalam jumlah yang melebihi batas dapat menyebabkan reaksi hidrasi antara semen dan air tidak sempurna. Kadar kontaminan ion Sulfat melebihi batas, dapat mengakibatkan deteriosasi beton (kerusakan beton), sedangkan ion klorida akan mengakibatkan korosi pada beton bertulang pada beton dalam kurun waktu tertentu. Air yang dapat diminum memenuhi persyaratan teknis untuk digunakan sebagai air pencampur.

2.3. Karakteristik Beton

Karakteristik beton yang umum ada di pasaran adalah memiliki densitas rata-rata 2000 – 2500 kg/m3, kuat tekan bervariasi antara 3 – 50 MPa (Ergul Yassar et al, 2003). Pada penelitian ini, batako dibuat dari campuran : semen, pasir, debu batu bara, dan sekam padi. Bahan baku tersebut kemudian dicampur, dicetak, dan dikeringkan secara alami (suhu kamar) dengan waktu pengeringan ditetapkan selama 28 hari. Adapun karakteristik yang akan diuji meliputi:


(38)

2.3.1. Sifat Fisis

2.3.1.1. Densitas (Density)

Densitas adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda. Semakin tinggi densitas (massa jenis) suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya. Densitas rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi total volumenya. Sebuah benda yang memiliki densitas lebih tinggi akan memiliki volume yang lebih rendah dari pada benda bermassa sama yang memiliki densitas lebih rendah. Air memiliki densitas yang dipandang sebagai referensi nilai pada kondisi standar suhu 4 0C tekanan 1 atmosfer secara internasional massa jenis air 1 gr/cm3.

Untuk menghitung besarnya densitas dipergunakan persamaan matematis sebagai berikut (Gurning. J, 1994).

V m

=

ρ ...(2 – 1) dimana: ρ = densitas benda (gr/cm3)

m = massa benda (gr) V = volume benda (cm3)

2.3.1.2. Daya Serap Air (Water Absorption)

Besar kecilnya penyerapan air oleh beton sangat dipengaruhi oleh pori atau rongga yang terdapat pada beton. Semakin banyak pori-pori yang terkandung dalam beton maka akan semakin besar pula penyerapan sehingga ketahanannya akan berkurang. Rongga (pori) yang terdapat pada beton terjadi karena kurang tepatnya lualitas dan komposisi material penyusunnya. Pengaruh rasio yang terlalu besar dapat menyebabkan rongga, karena terdapat air yang tidak bereaksi dan kemudian menguap dan meninggalkan rongga (K.J.Bishop, R.E.Smallman, 1991).

Daya serap air dirumuskan sebagai berikut :

= − ×100% k

k j

m m m air


(39)

dimana:

mj = massa sampel jenuh (kg)

mk = massa sampel kering (kg)

2.3.2. Sifat Mekanik

2.3.2.1. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Kuat tekan (compressive strength) beton merupakan perbandingan besarnya beban maksimum yang dapat ditahan bahan dengan luas penampang bahan yang mengalami gaya tersebut. Secara matematis besarnya kuat tekan suatu bahan (Tata Surdia, 1984):

.

A F

P= max ...(2 – 3)

dimana: P = Kuat tekan (N/m2) F = Gaya maksimum (N) A = Luas permukaan (m2)

Satuan dalam Sistem Internasional (SI) dari tekanan adalah Pascal yang sering disingkat Pa, 1 Pa = 1 Newton/meter2.

2.3.2.2.Kekuatan Patah (Bending Strength)

Kekuatan patah sering disebut Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan bahan terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas

(thermal stress). Pengukuran kekuatan patah sampel digunakan dengan metode titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733-79. Persamaan kekuatan patah (Bending Strength) suatu bahan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

P

h b L

Gambar. 2.5. Contoh Benda Uji Bending Strength Benda Uji


(40)

Kuat patah

2

. 2

. 3

h b

L P

= ...(2 – 4) dimana:

P = Gaya tekan (kgf) L = Jarak dua penumpu/span (cm) b & h = dimensi sampel (lebar dan tinggi) (cm)

2.3.2.3.Kuat Impak (Impact Strength)

Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya diperlukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak liot atau charpy terhadap benda uji bertakik atau tanpa takik. Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energy disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material. Ketangguhan patahan (KC) suatu paduan dianggap lebih tepat dan lebih penting, karena berbagai paduan mengandung retak halus yang mulai merambat apabila menerima beban kritis tertentu. KC mendefinisikan kombinasi kritis antara tegangan dan panjang retak (K.J.Bishop, R.E.Smallman, 1991). Pada Penelitian ini penentuan nilai impak dilakukan perhitungan nilai Chappy, yaitu :

0 S AK

KC = ...(2 – 5)

Gambar. 2.6. Contoh Benda Uji Impak dengan:

KC = nilai impak Chappy (kg f/cm2) AK = harga impak takik (kg f)

S0 = luas semula di bawah takik dari batang benda uji (cm2)


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di:

Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan Sumatera Utara.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada sejak bulan Januari 2010 sampai dengan bulan April 2010.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat

Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Neraca Analitik

2. Mesin penepung kapasitas 300 kg/jam (crusibal) 3. Mesin Pengayak (tes sive shaker)

4. Cetakan sample uji (mould steel) 5. Gelas ukur

6. Alat uji kekuatan impak (iberttest)

7. Alat uji tekanan (universal testing mechine) 8. Alat uji patah (universal testing mechine) 9. Wadah pencampur bahan

10. Oven untuk mengeringkan bahan dan memanaskan kulit kerang 11. Jangka sorong


(42)

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1. Semen Portland Type I

2. Pasir

3. Abu batubara 4. Abu sekam padi 5. Air

6. Kulit kerang

3.3. Variabel dan Parameter

Variabel dalam penelitian ini, yaitu :

a. Variasi penambahan bahan substitusi semen berupa debu terbang batubara (fly ash) dan kulit kerang.

b. Variasi penambahan bahan substitusi pasir berupa abu sekam padi yang yang dijadikan agregat halus.

Parameter pengujian yang dilakukan, meliputi: densitas, serapan air, kuat tekan, kuat patah, kuat impak.

3.4. Preparasi Sampel Batako

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan batako terdiri dari pasir, kulit kerang, debu batubara, abu sekam padi dan semen. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat di dalam beton, yaitu sekitar 70 – 80 % volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 4 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam prosentase volume. Pada penelitian ini, matriks yang digunakan adalah campuran semen, debu terbang batubara (fly ash), dan kulit kerang, sedangkan agregat terdiri dari pasir dan abu sekam padi. Perbandingan komposisi antara debu terbang batubara (fly ash) dengan kulit kerang adalah 1 : 1

Komposisi bahan baku pembuatan sampel A terdiri dari semen tetap 100 % dari volume matriks tanpa disubstitusikan dengan abu batubara dan kulit kerang


(43)

sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Komposisi sampel A

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)

A1 20 0 0 80 0

A2 20 0 0 72 8

A3 20 0 0 64 16

A4 20 0 0 56 24

A5 20 0 0 48 32

A6 20 0 0 40 40

Tabel 3.2. Komposisi sampel B

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)

B1 19 0,5 0,5 80 0

B2 19 0,5 0,5 72 8

B3 19 0,5 0,5 64 16

B4 19 0,5 0,5 56 24

B5 19 0,5 0,5 48 32


(44)

Komposisi bahan baku pembuatan sampel B terdiri dari semen tetap 95 % dari volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 5 % sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.2 di atas.

Komposisi bahan baku pembuatan sampel C terdiri dari semen tetap 90 % dari volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 10 % sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3. Komposisi sampel C

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume)

Abu Batubara

(% volume)

Abu Kulit Kerang

(% volume)

Pasir

(% volume)

Abu Sekam

Padi

(% volume)

C1 18 1 1 80 0

C2 18 1 1 72 8

C3 18 1 1 64 16

C4 18 1 1 56 24

C5 18 1 1 48 32

C6 18 1 1 40 40

Komposisi bahan baku pembuatan sampel D terdiri dari semen tetap 85 % dari volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 15 % sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.4 berikut:


(45)

Tabel 3.4. Komposisi sampel D

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)

D1 17 1,5 1,5 80 0

D2 17 1,5 1,5 72 8

D3 17 1,5 1,5 64 16

D4 17 1,5 1,5 56 24

D5 17 1,5 1,5 48 32

D6 17 1,5 1,5 40 40

Tabel 3.5. Komposisi sampel E

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume) Abu Batubara (% volume) Abu Kulit Kerang (% volume) Pasir (% volume) Abu Sekam Padi (% volume)

E1 16 2 2 80 0

E2 16 2 2 72 8

E3 16 2 2 64 16

E4 16 2 2 56 24

E5 16 2 2 48 32

E6 16 2 2 40 40

Komposisi bahan baku pembuatan sampel E terdiri dari semen tetap 80 % dari volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 20 % sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi


(46)

0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.5 di atas.

Komposisi bahan baku pembuatan sampel F terdiri dari semen tetap 75 % dari volume matriks dengan substitusi abu batubara dan kulit kerang tetap sebesar 25 % sedangkan pasir di disubstitusi dengan abu sekam padi dengan variasi substitusi 0 % - 50 % dari volume agregat, dan komposisi dapat dilihat pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6. Komposisi sampel F

Perekat Agregat

1 : 4 Kode

Sampel Semen

(% volume)

Abu Batubara

(% volume)

Abu Kulit Kerang

(% volume)

Pasir

(% volume)

Abu Sekam

Padi

(% volume)

F1 15 2,5 2,5 80 0

F2 15 2,5 2,5 72 8

F3 15 2,5 2,5 64 16

F4 15 2,5 2,5 56 24

F5 15 2,5 2,5 48 32

F6 15 2,5 2,5 40 40

Untuk pembuatan batako, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan. Setelah ditakar bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah dan diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer. Selanjutnya adonan atau pasta yang dihasilkan dituangkan dalam cetakan yang berbetuk balok dengan ukuran 12 x 3 x 3 cm. Bentuk sampel uji lainnya adalah berupa silinder dengan ukaran diameter 5 cm dan tinggi 4 - 5 cm. Setelah adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan yaitu selama 28 hari. Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan pengujian


(47)

3.5. Pengujian Karakteristik Batako

Pengujian karakteristik batako dalam penelitian ini meliputi: densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah dan kuat impak.

3.5.1. Densitas

Pengukuran densitas dari masing-masing komposisi sampel batako yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip massa jenis benda. Sampel uji yang berbentuk silinder yang telah mengalami pengerasan selama 28 hari kemudian di ukur diameternya (d), tinggi sampel silinder (h) dan ditimbang massanya (m). Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai densitas batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 1).

3.5.2. Penyerapan Air

Pengukuran penyerapan air dari masing-masing komposisi sampel batako yang telah dibuat mengacu pada SNI 03-0349-1989. Sampel uji yang berbentuk silinder yang telah mengalami pengerasan selama 28 hari kemudian direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan, selama 24 (dua puluh empat) jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris kurang lebih 1 (satu) menit, lalu permukaan bidang benda uji diseka dengan kain lembab, agar air yang berkelebihan yang masih melekat dibidang permukaan benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (Wb), setelah itu benda uji dikeringkan di dalam dapur pengering pada suhu 105 ± 5 0C dengan ditahan selama 1 jam. Kemudian benda uji ditimbang (Wk). Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai penyerapan air batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 2).

3.5.3. Kuat Tekan

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari batako, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada SNI 03-0349-1989. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine (UTM). Model sampel uji kuat tekan berbentuk silinder.


(48)

Adapun prosedur pengujian kuat tekan sebagai berikut: Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d) kemudian dapat diketahui luas permukaan silinder. Kemudian diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun ke bawah. Lalu sampel ditempatkan tepat tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya kemudian tombol switch diarahkan ke posisi ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan 4 mm/menit. Dan apabila sampel telah rusak, arahkan tombol switch ke posisi OFF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya beban gaya (kgf) yang ditunjukkan pada panel display. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai kuat tekan batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 3).

3.5.4. Kuat Patah

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat patah dari batako, maka perlu dilakukan pengujian. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah

Universal Testing Mechine (UTM). Model sampel uji kuat patah berbentuk balok.

Adapun prosedur pengujian kuat tekan sebagai berikut: Sampel berbentuk balok diukur tinggi (h) dan tebal (b) kemudian dapat diketahui luas bidang balok. Kemudian sampel diletakkan diatas kedua penumpuh dengan jarak (L). Kemudian diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun ke bawah.Lalu sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya kemudian tombol switch diarahkan ke posisi ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan 4 mm/menit. Dan apabila sampel telah patah, arahkan tombol switch ke posisi OFF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya beban gaya (kgf) yang ditunjukkan pada panel display. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut di atas, maka nilai kuat patah batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 - 4).


(49)

3.5.5. Uji Kuat Impak

Uji kuat impak dilakukan dengan alat mesin uji impak chappy iberttest. Sampel balok yang telah disiapkan diletakkan pada dua penumpu, sehingga bagian yang ditakik terletak ditengah-tengah. Palu ayunan dilepaskan dari kedudukan semula yang sudah ditentukan dan mengenai benda uji sehingga diperoleh kerja pukul, dan membaca skala penunjuk dalam satuan joule. Maka nilai impak batako dapat ditentukan sesuai dengan persamaan (2 – 5).


(50)

3.6. Bagan Penelitian

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan sampel uji Semen Portland

Type I Penimbangan Pasir

Pencampuran/Pengadukan Mortar (Campuran Semen, Debu Batubara, Kulit

Kerang, Pasir, Sekam Padi, Air) Air Mineral

(FAS = 0,6)

Pencetakan Sampel Uji

Pengeringan 28 hari

Pengujian (Densitas, Serapan Air, Kuat Tekan, Kuat Patah, Kuat Impak

Penggilingan

Lolos ayakan 63 µm Kulit Kerang Debu Terbang

Batubara Abu Sekam Padi


(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bata beton atau sering juga disebut batako, dibuat dari bahan dasar semen, pasir dan air. Pada penelitian ini dimana semen disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 - 25 %, sedangkan pasir disubstitusi dengan sekam padi mulai dari 0 – 50 %. Perlakuan sampel uji dari batako yang telah dicetak hanya dilakukan dengan proses pengeringan secara alami pada suhu kamar (room temperature) selama 28 hari, tetapi untuk massa kering pada pengukuran serapan air sampel uji dikeringkan di dalam dapur pengeringan (oven) pada suhu 105 ± 5

0

Cdengan ditahan selama 1 jam. Untuk mengetahui karakteristik beton tersebut maka perlu dilakukan pengukuran atau pengujian besaran-besaran fisis dan mekanis, antara lain: densitas, serapan air, kuat tekan, kuat patah dan impak. Hasil-hasil pengujian yang meliputi pengujian fisis dan mekanis batako, masing-masing akan dibahas secara rinci sebagai beriku:

4.1. Densitas (Density)

Hasil pengukuran densitas dari sampel uji batako pada beberapa variasi komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.1 dan gambar 4.2. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa nilai densitas terhadap perubahan abu sekam padi berkisar antara 1729,760 – 2042,649 kg/m3 dan cenderung menurun. Penurunan ini terjadi disebabkan oleh densitas dari abu sekam padi lebih kecil dari pada pasir yang disubstitusinya, sehingga pada grafik dapat terlihat penurunan nilai densitas dari setiap komposisi. Komposisi pada gambar 4.2 perbandingan antara densitas dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang juga diambil dari data pada lampiran A. Misalnya pada


(52)

komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1 dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya.

1700 1800 1900 2000 2100

0 10 20 30 40 50

Abu Sekam Padi (%)

D

en

si

tas

(

k

g/

m

³)

Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 %

Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %

Gambar 4.1 : Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen dari 0 – 25 %.

Pada gambar 4.2 terlihat bahwa nilai densitas terhadap perubahan abu batubara ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 1729,760 – 2042,649 kg/m3 dan cenderung menurun. Penurunan ini terjadi disebabkan oleh densitas dari abu batubara yang mensubstitusi semen nilai lebih kecil dari semen itu sendiri, sehingga pada grafik dapat terlihat penurunan nilai densitas dari setiap komposisi.

Berdasarkan densitasnya beton dapat diklasifikasikan, antara lain: beton ringan dengan densitas <1,75 gr/cm3, medium dengan densitas 1,75 – 2,016 gr/cm3, dan beton normal dengan densitas > 2,016 gr/cm3 (Carolyn Schierhorn, 2008). Sedangkan untuk beton konvensional, nilai densitasnya berkisar 2,4 gr/cm3 (Van Vlack, 2004). Secara umum batas berat satuan beton yang dapat dianggap sebagai beton ringan adalah kurang dari 1800 kg/m3 (Imam Satyarno, 2006). Menurut Dedy S., dan kawan-kawan (2009) berat jenis batako sekam komposit variasi


(53)

ketebalan 5 mm, 10 mm, dan 15 mm tanpa kawat ayam yang dihasilkan berturut-turut 929,01 kg/m3, 1149,62 kg/m3, dan 1307,62 kg/m3. Sedangkan menggunakan kawat ayam yang dihasilkan berturut-turut 1072,32 kg/m3, 1260,55 kg/m3, 1417,54 kg/m3. Sedangkan menurut Ahmad W., dan kawan-kawan (2008) berat beton styrofoam pada umur 28 hari adalah sebesar 683.30 kg/m3. Menurut Dobrowolski (1998) beton dengan berat jenis ≤ 1900 kg/m3 digolongkan dalam beton ringan sedangkan menurut Neville and Brooks (1987) beton dengan berat jenis ≤ 1800 kg/m3 digolongkan sebagai beton ringan (Besty Nursuci Rochanita, 2007). Penelitian sebelumnya berat isi dari beton keras dengan agregat kasar ringan dari lempung bekah berkisar antara 1750 – 1850 kg/m3, sehingga beton tersebut dapat dikatakan beton ringan (Hanock Tanudjaja, 1997). Penelitian beton yang menggunakan fly ash dan styrofoam dihasilkan beton dengan densitas maksimum 0,87 t/m3 (870 kg/m3) (Yuliawan Suciarsa, 2006).

1700 1750 1800 1850 1900 1950 2000 2050

0 5 10 15 20 25

Fly Ash + Kulit Kerang (%)

D en si tas ( k g/ m

³) Abu Sekam Padi 0%

Abu Sekam Padi 10 % Abu Sekam Padi 20 % Abu Sekam Padi 30 % Abu Sekam Padi 40 % Abu Sekam Padi 50 %

Gambar 4.2 : Grafik hubungan antara densitas dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.

Dari pembahasan diatas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak abu batubara, kulit kerang dan abu sekam padi yang ditambahkan pada sampel batako mengakibatkan densitas batako cenderung semakin kecil. Hasil pengukuran densitas batako tersebut berkisar antara 1729,760 – 2042,649 kg/m3


(54)

atau setara dengan 1,729 – 2,042 gr/cm3 dapat dilihat pada lampiran A. Sehingga batako tersebut dapat diklasifikasikan kedalam batako medium menurut Carolyn Schierhorn (2008) dan masih dapat digunakan sebagai batako pasangan dinding.

4.2. Serapan Air (Water Absorption)

Hasil pengukuran serapan air dari sampel uji batako pada beberapa variasi komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.3 dan gambar 4.4. Dari gambar 4.3 terlihat bahwa nilai serapan air terhadap perubahan abu sekam padi berkisar antara 13,79 – 23,45 % dan cenderung naik.

10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 22,00 24,00 26,00

0 10 20 30 40 50

Abu Sekam Padi (%)

Se

ra

pan A

ir

(

%

)

Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 %

Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %

Gambar 4.3 : Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %.

Komposisi pada gambar 4.4 perbandingan antara densitas dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang juga diambil dari data pada lampiran B. Misalnya pada komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1 dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya. Pada gambar 4.4 terlihat bahwa nilai serapan air terhadap


(55)

perubahan abu batubara ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 13,79 – 23,45 % dan cenderung naik.

Berdasarkan SNI 03-0349-1989 besarnya serapan air batako maksimum sekitar 25 % untuk beton yang berfungsi sebagai pasangan dinding. Menurut Dedy S., dan kawan-kawan (2009) nilai serapan air lapisan luar diperoleh sebesar 2,01 % untuk perendaman selama 10 menit dan sebesar 7,06 % ntuk perendaman selama 24 jam. Hasil penelitian pembuatan batako yang menggunakan semen, pasir, lumpur lapindo dan 5 % fly ash menghasilkan penyerapan air di atas 20 %, sedangkan pada batako lumpur lapindo tersebut tanpa menggunakan 5 % fly ash memiliki penyerapan kurang dari 20 % (Rofikatul, 2010). Penyerapan air dari beton ringan menggunakan bahan baku batu apung yang dikeringkan secara alami adalah berkisar 17,8 % - 18,9 % (Iiker Bekir Topcu, 2006).

10,0 12,5 15,0 17,5 20,0 22,5 25,0

0 5 10 15 20 25

Fly Ash + Kulit Kerang (%)

Se

ra

pa

n A

ir

(

%

) Abu Sekam Padi 0 %

Abu Sekam Padi 10 % Abu Sekam Padi 20 % Abu Sekam Padi 30 % Abu Sekam Padi 40 % Abu Sekam Padi 50 %

Gambar 4.4 : Grafik hubungan antara serapan air dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.

Penelitian pembuatan beton semen polimer berbasis rumah tangga menghasilkan beton dengan penyerapan air 26,7 % (Ety Jumiati, 2009). Pada penelitian batako sekam padi komposit mortar semen, setelah perndaman 24 jam nilai penyerapan


(56)

air lapisan luar diperoleh sebesar 7,06 % (Dedy Sumaryanto, dkk, 2009).Dari pembahasan di atas pada sampel dapat disimpulkan bahwa semakin banyak abu batubara, kulit kerang dan abu sekam padi yang ditambahkan pada sampel batako mengakibatkan serapan air batako cenderung semakin besar. Hasil pengukuran serapan air batako dengan sampel jenuh direndam selama 24 jam dan sampel kering yang telah di keringkan di dalam dapur pengeringan (oven) pada suhu 105 ± 5 0C dengan ditahan selama 1 jam tersebut berkisar antara 13,79 – 23,45 % dapat dilihat pada lampiran B. Sehingga batako tersebut memenuhi standart untuk digunakan sebagai pasangan dinding dan dapat digolongkan kedalam batako tipe I berdasarkan SNI 03-0349-1989.

4.3. Kuat Tekan (Compressive Strength)

Hasil pengujian kuat tekan dari sampel uji batako pada beberapa variasi komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.5 dan gambar 4.6. Dari gambar 4.5 terlihat bahwa nilai kuat tekan terhadap perubahan abu sekam padi berkisar antara 3,99 – 8,53 MPa dan cenderung turun. Penurunan terbesar terjadi ketika abu sekam padi yang disubstitusikan kepasir diatas 30 % pada substitusi semen 0 % dan juga pada substitusi semen 25 %.

Komposisi pada gambar 4.6 di bawah perbandingan antara kuat tekan dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang juga diambil dari data pada lampiran C. Misalnya pada komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1 dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya. Pada gambar 4.6 terlihat bahwa nilai kuat tekan terhadap perubahan abu batubara ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 3,99 – 8,53 MPa. Terjadi kenaikan hingga semen yang disubstitusi sebesar 20 % tetapi terjadi penurunan grafik setelah semen disubstitusi lebih dari 20 %. Lain halnya dengan dua grafik terakhir, dimana pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi 40 % dan 50 % terjadi penurunan sejak semen disubstitusi


(57)

lebih dari 15 %. Tetapi terjadi penurunan yang tajam pada semen yang disubstitusi lebih dari 20 %.

3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000

0 10 20 30 40 50

Abu Se kam Padi (%)

Ku

a

t T

ek

a

n

(

M

P

a

)

Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 %

Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %

Gambar 4.5 : Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %.

Berdasarkan SNI 03-0349-1989 besarnya kuat tekan batako sekitar 100 kg/cm2 (9,8 MPa) untuk bata beton yang berfungsi sebagai pasangan dinding. Menurut Dedy S., dan kawan-kawan (2009) kuat tekan batako sekam komposit untuk variasi ketebalan 5 mm, 10 mm, dan 15 mm tanpa kawat ayam, berturut-turut adalah 1,68 MPa, 5,16 MPa, dan 6,51 MPa. Sedangkan menggunakan kawat ayam, berturut-turut adalah 1,97 MPa, 5,72 MPa, dan 6,70 MPa. Dan menurut Ahmad W., dan kawan-kawan (2008) kuat tekan rerata beton styrofoam yang diperoleh sebesar 0.67 MPa. Untuk membatasi kuat tekan agar tidak kurang dari 2,5 MPa yang merupakan kuat tekan minimum untuk bata dan batako, maka penggunaan serutan karet yang digunakan harus dibatasi tidak lebih dari 60 % (Imam Satyarno, 2006).


(58)

3

4

5

6

7

8

9

0

5

10

15

20

25

Fly Ash + Kulit Kerang (%)

Ku

a

t T

ek

a

n

(

M

Pa

)

Abu Sekam Padi 0 % Abu Sekam Padi 10 % Abu Sekam Padi 20 % Abu Sekam Padi 30 % Abu Sekam Padi 40 % Abu Sekam Padi 50 %

Gambar 4.6 : Grafik hubungan antara kuat tekan dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang masih memungkinkan untuk dilakukan hingga 20 %, tetapi jika lebih dari 20 % semen yang disubstitusi akan terjadi penurunan kuat tekan. Hasil pengujian kuat tekan batako tersebut berkisar antara 3,99 – 8,53 MPa dapat dilihat pada lampiran C. Sehingga batako tersebut tergolong kedalam mutu bata beton pejal tingkat II menurut SNI 03-0349-1989 yaitu sekitar 70 kg/cm2 (6,86 MPa) dan masih memenuhi standard untuk digunakan sebagai bata beton pasangan dinding.

4.4. Kuat Patah (Bending Strength)

Hasil pengujian kuat patah dari sampel uji batako pada beberapa variasi komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.7 dan gambar 4.8. Dari gambar 4.7 terlihat bahwa nilai kuat patah terhadap perubahan abu sekam padi berkisar antara 1,416 – 2,613 MPa dan cenderung turun.


(59)

Penurunan terbesar terjadi ketika abu sekam padi yang disubstitusikan kepasir diatas 30 % pada substitusi semen 0 % dan juga pada substitusi semen 25 %.

1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 2,2 2,4 2,6 2,8

0 10 20 30 40 50

Abu Sekam Padi (%)

K u a t P a ta h (M P a )

Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 %

Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %

Gambar 4.7 : Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %.

Komposisi pada gambar 4.8 perbandingan antara kuat patah dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang juga diambil dari data pada lampiran D. Misalnya pada komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1 dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya. Pada gambar 4.8 terlihat bahwa nilai kuat patah terhadap perubahan abu batubara ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 1,416 – 2,613 MPa. Terjadi kenaikan hingga semen yang disubstitusi sebesar 20 % tetapi terjadi penurunan yang sangat tajam pada grafik setelah semen disubstitusi lebih dari 20 %.

Kuat patah/kuat lentur penelitian beton ringan dengan menggunakan Styrofoam

dan pasir silika adalah 0,840 MPa – 1,080 MPa (Fauzi Rahman, 2009). Komposisi pasta untuk campuran beton ringan adalah 50 % pulverized fly ash (tanpa dilakukan pengayaan) dari berat total (semen + PFA) dengan factor air semen 0,3


(60)

dihasilkan kuat lentur/kuat patah 5,461 MPa yaitu mengalami peningkatan 74,6 % dari 1,387 MPa (Yuliawan Suciarsa, 2006).  

1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

0 5 10 15 20 25

Fly ASh + Kulit Kerang (%)

K u a t P a ta h (M P a )

Abu Sekam Padi 0 % Abu Sekam Padi 10 % Abu Sekam Padi 20 % Abu Sekam Padi 30 % Abu Sekam Padi 40 % Abu Sekam Padi 50 %

 

Gambar 4.8 : Grafik hubungan antara kuat patah dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang masih memungkinkan untuk dilakukan hingga 20 %, tetapi jika lebih dari 20 % semen yang disubstitusi akan terjadi penurunan kuat patah. Hasil pengujian kuat patah batako tersebut berkisar antara 1,416 – 2,613 MPa dapat dilihat pada lampiran D.

4.5 Kuat Impak (Impact Strength)

Hasil pengujian kuat impak dari sampel uji batako pada beberapa variasi komposisi semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang mulai dari 0 – 25 % dari volume perekat dan pasir yang disubstitusi dengan abu sekam padi mulai dari 0 – 50 % dari volume agregat dapat dilihat pada gambar 4.9 dan gambar 4.10. Dari gambar 4.9 terlihat bahwa nilai kuat impak terhadap perubahan abu sekam padi berkisar antara 6888,9 – 14666,7 J/m2 dan cenderung turun, penurunan terbesar terjadi ketika substitusi semen 25 %.


(61)

Komposisi pada gambar 4.10 perbandingan antara kuat impak dengan perubahan abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang juga diambil dari data pada lampiran E. Misalnya pada komposisi abu sekam padi 0 %, maka datanya diambil dari A1, B1, C1, D1, E1 dan F1 begitu seterusnya untuk komposisi abu sekam padi yang lainnya. Pada gambar 4.10 terlihat bahwa nilai kuat impak terhadap perubahan abu batubara ditambah dengan kulit kerang berkisar antara 6888,9 – 14666,7 J/m2. Terjadi kenaikan hingga semen yang disubstitusi sebesar 20 % tetapi terjadi penurunan yang sangat tajam pada grafik setelah semen disubstitusi lebih dari 20 %.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

0 10 20 30 40 50

Abu Sekam Padi (%)

K

ua

t I

m

pa

k (

J

/m

²)

Fly Ash + Kulit Kerang 0 % Fly Ash + Kulit Kerang 5 % Fly Ash + Kulit Kerang 10 % Fly Ash + Kulit Kerang 15 % Fly Ash + Kulit Kerang 20 % Fly Ash + Kulit Kerang 25 %

Gambar 4.9 : Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan persentase abu sekam padi pada pasir dengan substitusi semen 0 – 25 %.

Kuat impak yang dihasilkan oleh pemanfaatan limbah grit sebagai substitusi pasir 50 % tanpa Polivynil Alkohol (PVA) adalah 1,26 J/cm2 sedangan dengan penambahan Polivynil Alkohol (PVA) dihasilkan 2,15 J/cm2 (Tiambun Roswati, 2009).


(62)

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semen yang disubstitusi dengan abu batubara dan kulit kerang masih memungkinkan untuk dilakukan hingga 20 %, tetapi jika lebih dari 20 % semen yang disubstitusi akan terjadi penurunan kuat impak. Hasil pengujian kuat impak batako tersebut berkisar antara 6888,9 – 14666,7 J/m2 dapat dilihat pada lampiran E. 

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

0 5 10 15 20 25

Fly ahs + Kulit Kerang (%)

K

u

a

t I

m

pa

k (

J

/m

²) Abu Sekam Padi 0%

Abu Sekam Padi 10% Abu Sekam Padi 20 % Abu Sekam Padi 30 % Abu Sekam Padi 40 % Abu Sekam Padi 50 %

Gambar 4.10 : Grafik hubungan antara kuat impak dengan penambahan persentase abu batubara (fly ash) ditambah dengan kulit kerang dengan substitusi pasir dari 0 – 50 %.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Limbah batubara berupa abu batubara (fly ash) dan kulit kerang dapat mensubstitusi semen mulai dari 0 – 20 % dengan perbandingan antara abu batubara dan kulit kerang 1 : 1 perbandingan volume. Abu sekam padi dapat mensubstitusi pasir sebagai agregat untuk menghasilkan batako yang lebih ringan, dimana besarnya persentase yang telah dilakukan peneliti yaitu sebesar 0 – 50 %.

2. Dari sampel yang dibuat ternyata nilai densitas berada pada kisaran 1729,760 – 2042,649 kg/m3. Sedangkan untuk serapan air ternyata nilai berada pada kisaran 13,79 – 23,45 % dan keseluruhannya berada di bawah nilai maksimum standart SNI 03-0349-1989 yang diperbolehkan untuk batako pasangan dinding dan dapat digolongkan ke dalam tipe I. Sedangkan untuk kuat tekan berada pada kisaran 3,99 – 8,53 Mpa dan dapat digolongkan ke dalam tipe II berdasarkan SNI 03-0349-1989. Sedangkan untuk kuat patah berada pada kisaran 1,416 – 2,613 Mpa. Dan untuk kuat impak berada pada kisaran 6888,9 – 14666,7 J/m2.

5.2. Saran

1. Untuk melengkapi penelitian batako ini perlu dilakukan variasi perbandingan antara abu batubara dengan kulit kerang.

2. Untuk menghasilkan batako yang lebih ringan dengan nilai densitas lebih kecil dari penelitian ini perlu dilakukan persentase substitusi sekam padi terhadap pasir melebihi 50%.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad W., Iman S., Kardiyono T. 2008, Batako Styrofoam Komposit Mortat Semen. Journal. Forum Teknik Sipil No. XVIII/2

Badan Standarisasi Nasional. 1989. Bata Beton Untuk Pasangan Dinding. Standart Nasional Indonesia 03-0349-1989.

Besty Nursuci Rochanita. 2007. Preparasi dan Karakterisasi Balok Beton Berpori untuk Aplikasi Dinding Penyekat. Skripsi. ITB Bandung.

. Diakses

tanggal 22 Mei 2010.

Bode Haryanto. 2002. Bahan Bakar Alternatif Biodiesel. Journal Usu. Medan

Cain, Craig. J., Miraglia, N., Papia, M. 1994. Pumice Concrete for Structural Wall Panels. Engineering Structures. Vol 25. No. 1. pp. 115 – 125.

Carolyn Schiehorn. 2008, Producing Structural Light Weight Concrete Block.

Claudia Müller, Eva Fitriani, Halimah dan Ira Febriana. 2006. Modul Pelatihan Pembuatan Ubin atau Paving Block dan Batako. Kantor Perburuhan Internasional (ILO). Jakarta.

Dedy Sumaryanto, Iman Satyarno, Kardiyono Tjokrodimulyo. 2009, Batako Sekam Padi Komposit Mortar Semen. Journal. Forum Teknik Sipil. Vol. XIX/1. UGM Yogyakarta

Departemen Pekerjaan Umum. 1982. Peraturan Umum Bahan Bangunan Indonesia. Bandung.

Eliatun. 2008. Analisa Produktivitas Pekerjaan Pasangan Dinding Batako Pada Proyek Pasar Sentra Antasari Banjarmasin. Laporan Penelitian. ITS Surabaya.

.

Ergul Yassar, Cengiz D Atis, A.Kilic, H.Gulsen. 2003. Strength Properties Concrete Made with Balistic Pumice and Fly Ash. Elsevier Science BV. New York.

Ety Jumiati. 2009. Pembuatan Beton Semen Polimer Berbasis Sampah Rumah Tangga dan Karakterisasinya. Tesis. USU Medan.


(1)

  76

Gambar 3. Mesin Penggilingan Kulit Kerang yang Telah di Panaskan

Gambar 4. Proses Pengukuran Komposisi Bahan Baku


(2)

  77

Gambar 5. Proses Pengadukan Bahan menggunakan Mixer

Gambar 6. Pencetakan Sampel Berbentuk Silinder


(3)

  78

Gambar 7. Sampel Berbentuk Silinder

Gambar 8. Pencetakan Sampel Berbentuk Balok


(4)

  79

Gambar 9. Sampel Berbentuk Balok

Gambar 10. Proses Pengeringan Secara Alami dengan Suhu Ruang


(5)

  80

Lampiran G. Alat-alat yang digunakan pada Penelitian

Gambar 1. Neraca dan Jangka Sorong

Gambar 2. Oven dan Mesin Penggilingan

Gambar 3. Ayakan dan Alat Pencetak Sampel Silinder


(6)

  81

Gambar 4. Alat Pencetak Sampel Balok dan Alat Uji Tekan

Gambar 5. Alat Uji Patah dan Alat Uji Impak