Praktik-praktik Defense Offset Di Indonesia.

PRAKTIK-PRAKTIK DEFENSE OFFSET DI INDONESIA

Oleh: M uradi

I.

1

Pendahuluan

Tulisan ini akan mengulas bagaimana prakt ik defence offset di Indonesia. Pelaksanaan
mekanisme defense offset unt uk pengadaan peralatan pert ahanan t elah berlangsung sejak
aw al t ahun 1960-an, meski secara efekt if baru dilakukan ket ika IPTN, PT.PAL, dan PT. PINDAD
menjalin kerja sama dengan Negara produsen persenjat aan dan indust ry strat egis pada
pert engahan t ahun 1970, dengan berbagai variasi persenjat aan dan industri st rategis, dari
mulai persenjat aan ringan, roket, helicopter, kapal cepat, korvet, hingga pesaw at.
Praktik defence offset di Indonesia belum dapat memenuhi kebut uhan persenjat aan
pert ahanan secara int egral, karena disebabkan oleh berbagai kendala yang melingkupi yakni:
kesiapan SDM , kemampuan anggaran, dan sumber daya lainnya, sepert i bahan dasar
pembuatan persenjataan seperti besi baja dan lain sebagianya. M ekanisme defence offset
dalam pengadaan persenjat aan pertahanan telah dilakukan dengan tiga jenis offset: pembelian

lisensi, coproduction, dan codevelopment, akan t et api mekanisme offset belum cukup mampu
menopang kebut uhan alat pert ahanan di Indonesia,disebabkan karena jenis persenjataan dan
alat pertahanan yang memanfaatkan mekanisme defence offset tidak secara spesifik pada
kebut uhan mendesak, sepert i pesaw at t empur, kapal frigat, tank, dan lain sebagainya. Praktik

1

Adalah Dosen Tetap Jurusan Ilm u Pemerintahan, FISIP UNPAD, Bandung. M enyelesaikan sarjananya di Jurusan
Ilmu Sejarah,UNPAD (2000), M .Si dari M agist er Ilmu Politik, FISIP UI (2003), dan M .Sc dari dari Program Strat egic
Studies, S.Rajaratnam School of Internat ional Studies, NTU,Singapore (2008). Alamat : Jl. Saturnus Utara No.47,
Kompleks M argahayu Raya, Bandung. Phone/ Fax: 022 7561828. Email: muradi_clark@unpad.ac.id,
www .muradi.wordpress.com. BCA Account No: 111-111-0781

defence offset baru terbat as pada pendukung kebutuhan, belum sampai pada penopang
kebut uhan pengadaan peralat an pert ahanan.
Selama
memanfaat kan

ini


pemenuhan

mekanisme

kebutu han

kredit ekspor

alat
dan

pert ahanan
beli

put us,

Indonesia lebih

banyak


dimana Indonesia

hanya

memanfaat kan perlat an pert ahanan tersebut,dan sangat tergantung dengan mekanik alat
pert ahanan sangat tergant ung dengan Negara produsen. Dalam pengert ian bahw a sedikit sekali
adanya mekanisme alih tekhnologi atau pengembangan bersama indust ri pert ahanan dengan
Negara lain ataupun perusahaan st rat egis lainnya. M eski begitu, sesungguhnya bila melihat dari
sejarah, Indonesia merupakan salah sat u pelopor dari pemanfaat an mekanisme offset dalam
pengadaan alat pert ahanan, di mana modernisasi alat-alat pert ahanan dari Uni Soviet untuk
menggant i peralat an perang peninggalan Belanda semasa menjajah Indonesia. M eski secara
realitas, alih

tekhnologi

yang diharapkan

oleh

Indonesia unt uk


membangun

industry

pert ahanannya t idak sesuai harapan, karena tergulingnya Soekarno, dan rejim penggantinya
lebih mendekat ke Barat . Namun hal t ersebut telah mengindikasikan bahw a

penggunaan

mekanisme offset sebagai upaya unt uk dapat memenuhi sendiri kebutuhan akan perlat an dan
persenjat aan bagi pert ahanan Negara t elah dilakukan.
Sejak Soeharto berkuasa hingga tahun 2004, pemasok persenjataan bagi pemenuhan
pert ahanan sangat bervariasi, t ercat at 173 jenis syst em persenjat aan yang bersumber dari 17
2

negara produsen. Dan Negara pemasok persenjataan bert ambah dari Rusia dan beberapa
Negara Eropa Timur ket ika Indonesia diembargo persenjataan oleh Inggris dan Amerika Serikat
karena penegakan HAM yang minim , khususnya pada Kasus Sant a Cruz, Timor Timur.
2


Lihat Widjajanto, Andi. M akmur Keliat. 2006. Research: Indonesia’s Defense Economy Reform. Jakarta: INFIDPacivis UI. Pp. 98-99

Diversifikasi persenjat aan t ersebut t entunya memperbesar biaya operasional dan peraw at an,
apalagi sebagian besar dari persenjat aan yang dimiliki oleh Indonesia dilakukan dengan
membeli put us, tanpa ada alih t ekhnologi, sebagaimanya yang dit egaskan dalam mekanisme
offset .
Tulisan ini bert ujuan unt uk melihat sejauhmana praktik defence offset langsung terkait
dengan indust ry pert ahanan, dan terkait dengan industry strat egis di Indonesia dengan
berbagai kendala yang dihadapi. Di samping it u akan dilihat bagaimana pengaruh prakt ik
defence offset terhadap pengadaan persenjataan pert ahanan di Indonesia.

II. Definisi Defense Offset

Konsekuensi dari globalisasi pertahanan (defense globalizat ion) adalah makin maraknya
3

perlombaan produksi dan pengadaan persenjat aan , tidak hanya negara-negara besar dan
berpengaruh t apijuga negara kecil yang memiliki kepentingan mengamankan t erit orialnya.
Selaras dengan hal t ersebut diatas, kebut uhan unt uk mengembangkan sist em pert ahanan

masing-masing

negara

menyebabkan

proses modernisasi syst em

pert ahanannya

tidak

semuanya melalui proses yang normal, dalam pengert ian bahw a jalur instan dipilih untuk
menyegerakan proses modernisasi persenjataan dan syst em pertahanannya. Salah sat u jalur
inst an yang dipilih oleh banyak negara non produsen persenjataan adalah melalui mekanisme
defense offset. Alasan lain memilih mekanisme defense offset adalah karena kapasitas produksi
dari negara produsen persenjataan itu berlebih, sehingga pola yang dibangun untuk menjual
produksinya adalah

3


adanya

transfer

e
t khnologi

dalam

bent uk

kerjasama

yang saling

Lihat Keith Hayward, “ The Globalisat ion of Defense Industry” Survival Vol. 42 No. 2, Summer 2000. Hal. 115-118

menguntungkan antara negara atau perusahaan produsen persenjat aan dengan negara
konsumen persenjat aan.


M engacu kepada uraian t ersebut diatas maka, definisi defense offset

pada dasarnya adalah proses pembelian at au invest asi t imbal balik yang disepakati oleh
produsen atau pemasok persenjat aan sebagai imbalan dari kesepakat an pembelian jasa dan
4

barang-barang militer . Terdapat dua jenis offset yakni: offset langsung at au direct offset dan
5

offset t idak langsung atau indirect offset. Offset langsung diart ikan sebagai barang-barang atau
jasa yang langsung t erkait dengan peralat an milit er yang dijual. Direct offset ini ada t iga jenis
yakni: Pertama, pembelian lisensi produksi (licensed product ion ), dimana pengert iannya adalah
penjual persenjataan set uju unt uk ment ransfer t ekhnologi yang dimilikinya kepada negara
pembeli. Sehingga, keseluruhan at au sebagian barang yang dipesannya dapat diproduksi di
negara pembeli.

Kedua, produksi bersama (co-production), pengertian

dari produksi


bersamaini adalah bahw a pembeli dan penjual t idak hanya mengupayakan pengadaan barangbarang milit er saja, melainkan juga penjual bersama-sama pembeli berupaya membuat barangbarang dan jasa peralatan milit er, dan memasarkannya bersama-sama dengan memperhatikan
berbagai kesepakatan dari perjanjian tersebut . Dengan bahasa lain, negara pembeli merupakan
mit ra dari negara penjual, dan dalam hal ini t idak ada keharusan dari negara penjual untuk
melakukan transfer tekhnologi kepada negara penjual. Ket iga, pengembangan bersama (codevelopment ). Dalam pengembangan bersama, negara produsen peralatan persenjat aan
dengan negara pembeli berupaya mengembangkan berbagai peralatan pertahanan yang telah
4

Penulis t et ap menggunakan penyebutan defense offset dikarenakan istilah t ersebut belum ada padanan katanya
dalam Bahasa Indonesia, ada beberapa ist ilah yang mendekati pengertian defense offset , namun kurang tepat
sepert i imbal-balik pembelian persenjataan, atau transfer tekhnologi pert ahanan. Lihat Widjajanto, Andi. Op. cit.
hal. 85. Lihat juga Kogila Balakhrisnan, Ron M at tews. “ M alaysian Defense Indust rialisat ion through Offset s” Asian
Pacific Defense Report er, July/ August 2006.
5
Lihat M ichael D. Int riligat or.” On the Nature and Scope of Defense Econom ics” Defence Economics, 1990. Vol. 1.
Hal. 3-7

diproduksi oleh negara penjual, dengan harapan akan did apat produk yang lebih baik dari
produk t erdahulu. Keunt ungan dari co-development adalah negara pembeli secara akt if
mengadopsi sert a menst ranfer berbagai t ekhnologi persenjat aan secara langsung maupun tidak

langsung, sehingga secara bert ahap peningkatan kemampuan SDM di negara pembeli dapat
t erukur dengan baik.
Sement ara it u indirect offset diart ikan sebagai barang dan a
j sa yang t idaksecara
langsung t erkait dengan pembelian-pembelian produk milit er,namun dilekat kan sebagai
kesepakat an dalam proses jual beli peralatan milit er dan pert ahanan. Setidaknya ada empat
jenis offset t idak langsung, yakni: pert ama, bart er (bart er ), yakni suat u proses jual-beli yang
dilakukan dua negara at au produsen dan konsumen persenjat aan, yang diiringi dengan
perjanjian bahw a penjual perlatan pertahanan tersebut bersedia dibayar dengan produk nonmilit er negara pembeli dengan nominal setara dengan harga peralat an pert ahanan. Kedua,
imbal beli (count er-purchase), yakni pemasok persenjat aan set uju membeli produk non-militer
at au menemukan pembeli produk non-milit er tersebut dengan nominal yang disepakat i dari
harga persenjataan yang dipasok. Ketiga, imbal investasi (count er-investment ), yakni pemasok
persenjat aan set uju untuk t erlibat at au menemukan pihak ket iga yang mau menanamkan
modal langsung di negara pembeli dengan nilai t ertentu dari proses jual-beli t ersebut . bentuk
imbal investasi dapat berbent uk pendirian pabrik, t ransfer tekhnologi non-milit er, dan lain
sebagainya. Keempat, imbal beli (buy back), yakni prosesnya agak mirip dengan imbal invest asi,
hanya yang membedakan

pada pemasok persenjat aan


setuju

membeli

kembali atau

menemukan pihak ketiga untuk membeli produk militer yang jualnya dengan jangka w akt u
t ert entu.

6

III. Praktik Defence Offset di Indonesia: Kendala dan Implikasi

Praktik defence offset di Indonesia sebenarnya t elah dimulai sejak tahun 1960-an ket ika
Indonesia mendapat kan bant uan persenjataan dari Uni Soviet unt uk kampanye pembebasan
Papua Barat dari cengkraman Barat . Bantuan persenjat aan t ersebut dijanjikan dengan t ransfer
t eknologi, yang memungkinkan In donesia secara berangsur-angsur dapat meraw at sendiri
peralatan t ersebut dan memenuhi kebut uhan persenjataan pert ahanannya. Polit ik ‘M elihat ke
Timur’ yang diprakt ikkan oleh Soekarno ket ika it u memudahkan In donesia untuk mencari
alt ernat ive pengadaan persenjat aan set elah peralat an pert ahanan eks Belanda dan Perang
Dunia II t idak lagi dimanfaatkan karena sudah t idak laik pakai. Hal ini pula yang membuat Uni
Soviet secara besar-besaran bersedia memasok berbagai kebut uhan alat pert ahanan Indonesia,
apalagi dikait kan dengan politik pengaruh dua Negara besar di Asia Tenggara dalam Perang
Dingin ket ika it u janji untuk membangun industry persenjataan dengan pengembangan
bersama (co development ) peralat an pertahanan menjadi sangat menarik bagi Indonesia di
t engah konfrontasi dengan Belanda di Papua Barat, dan M alaysia yang didukung oleh Inggris di
perbatasan Kalimant an.
Keberadaan delapan unit pesaw at jet (lat ih) DH-115 ” Vampire” buatan Inggris pada aw al
1956, yang t erpaksa dikandangkan karena Inggris enggan membantu operasional dan suku
cadang karena politik luar negeri Soekarno yang condong ke Timur. Sementara it u kedatangan

6

Widjajanto. Andi. Op.cit . hal. 49-50

pesaw at pemburu sergap dari segala varian M iG 15, M iG 17, M iG 19, dan t ipe yang paling
canggih saat itu M iG 21 dan dilengkapi kedat angan pembom takt is IL-28, pembom st rategis TU16, AN-12 ” Ant onov” dan IL-14 Avia t elah memberikan satu harapan bagi pemerint ah Soekarno
untuk melaw an dominasi Barat di Papua Barat dan M alaysia,dan Asia Tenggara. Apalagi
kemudian Uni Soviet melengkapinya dengan 24 kapal selam yang canggih unt uk menegaskan
kont rol Indonesia atas w ilayah Asia Tenggara.
Akan t et api masalah Papua Barat dapat diselesaikan di meja perundingan, dan
kekuasaan Soekarno
pengembangan

melemah hingga kejat uhannya, membuat

bersama peralat an pertahanan

dan

pengadaan

janji Uni Soviet
peralatan

untuk

persenjat aan

berhent i. Karena Soehart o sebagai pengganti Soekarno memutuskan lebih dekat dengan
Negara-negara Barat dan meninggalkan politik ‘M elihat ke Tim ur’ yang diprakt ikkan oleh
Soekarno.

Rencana unt uk pengembangan

bersama alat pertahanan dengan sendirinya

berhent i, dan Indonesia kembali t ergantung kepada Negara-negara produsen persenjataan dari
Negara-negara Barat , meski sebagian persenjat aan dan alat pert ahanan era Uni Soviet masih
digunakan semisalnya Tank Amphibi PT-76, dan AK 47, yang sebagian besar masih digunakan
oleh M arinir TNI AL, di laut ada frigate kelas Riga dari Uni Soviet .
Pada t ahun 1975 pengadaan Tank sudah beralih menggunakan AM X-13 dari Prancis, dan
St uary dari Inggris. Pada t ahun yang sama, RI memiliki kendaraan lapis baja Saladin dan Ferret
dari Inggris, sement ara di matra laut ada kelas Jones dari AS dan di matra udara, sudah
menerima CA-27 dari Australia dan F-51D dari AS. Pada paruh kedua dekade 1970-an tak
kurang enam pemasok peralatan alut sist a, yait u F-5E/ F Tiger, OV-10 Bronco dari AS, Nomad N22 dari Australia, F-27, frigate kelas Fatahillah dari Belanda, A-4 Skyhaw k dari Israel/ AS, kapal

cepat PSM M -5 dari Korea Selat an dan t ank AM X-13 dan Exocet M M-38 dari Perancis. AS
7

menjadi pemasok t erbesar sampai dekade 1980-an. Pada paruh pertama 1980-an muncul
pemasok Eropa yang cukup signifikan, yait u jet lat ih/ serang Haw k M k53 dan frigate kelas Tribal
dari Inggris, lalu kapal selam tipe 209 dan pat roli cepat FPB-57 dari Jerman. Pada t ahun 1989
8

masuk pesaw at t emput F-16A/ B FF. Sejak peristiw a di Sant a Cruz, Dili, November 1991, yang
oleh pihak Barat disebut sebagai “ Dili M asacre” , AS membekukan pengadaan alut sist a kepada
RI. Embargo persenjat aan dari AS dan sekut unya di Eropa Barat berlanjut sehubungan dengan
t uduhan pelanggaran pelanggaran HAM yang masih terjadi di Indonesia. Dalam kondisi
diembargo, RI sangat sulit untuk mendapatkan suku cadang bagi alut sista yang sebagian besar
memang buatan AS dan negara negara NATO. Hal yang menarik adalah semua pengadaan alat
pert ahanan t ersebut beli put us, t idak menggunakan mekanisme offset . Sehingga t ak heran
kemudian ketika diembargo, Indonesia mengalami kesulit an besar, mengingat peralat an dan
suku cadang sangat t ergantung dari pasokan Negara-negara produsen tersebut.
Akan tetapi setahun set elah pengadaan persenjataan tersebut , t epatnya 1976, PT.
Nurt anio, yang kemudian

lebih dikenal dengan

IPTN, lantas bergant i nama menjadi

PT.Dirgantara Indonesia (PT DI) membeli lisensi dua jenis pesaw at dari dua Negara produsen
berbeda; Helikopt er BO-105 dari M esserchmit-Bolkow -Blohm (M BB) dari Jerman Barat , dan
pesaw at C-212, dari CASA, Spanyol. Di t ahun yang sama IPTN juga membeli lisensi Roket Sera-D
dari Aerlikon Sw iss, dan FFAR-2.75 dari F. Z. Belgium, serta SUT Terpedo dari AEG Telefunken,

7

lihat “ Pengadaan Alut sist a RI dan Hubungan LN” http:/ / w ww.sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.ht ml
(diakses15 February 2008)
8
Pada pembelian F-16 A/ B FF, IPTN mendapatkan konsesi pembuatan ekor dan sayap dari pesawat t ersebut
sebagai imbal beli sebesar 35 % dari total harga dengan General Dynamics, yang kemudian menjadi bagian dari
Lockheed M artin.Lihat “ Dari IPTN ke PT. DI: Perjalanan 25 Tahun”
ht tp:/ / www .sinarharapan.co.id/ berita/ 0612/ 11/ opi01.html (diakses 15 February 2008)

9

Jerman Barat. Di tahun 1976 it ulah secara eksplisit mekanisme offset digunakan dengan
membeli berbagai lisensi produk pert ahanan sebagai bagian dari komitmen pengembangan
indust ry t ingkat menengah dan tinggi yang dicanangkan oleh Soehart o ket ika it u. Ot ak dari
barbagai pembelian lisensi t ersebut adalah B.J. Habibie, yang sebelum menjabat Direktur
Ut ama IPTN adalah salah seorang direktur di M esserchmit-Bolkow -Blohm (M BB), Jerman Barat .
Karena produksi dan pasar keduanya relat if bagus, IPTN pada t ahun 1977 kemudian
melakukan kerja sama unt uk memproduksi bersama (co production) Helikopter Puma SA-330,
dan Super Puma AS-332 dengan Aerospat iale, Perancis. M ekanisme produksi bersama ini
berbeda dengan pembelian lisensi, karena menyangkut soal pasar dan standarisasi kualitas
yang menjadi t anggung jaw ab kedua Negara. Bila pada lisensi, Negara at au perusahaan induk
hanya berkew ajiban menjaga agar kualit as dari hasil produksi t erjaga, maka pada produksi
bersama, pemasaran menjadi tambahan dari klausul perjanjian tersebut .
Langkah yang lebih strat egis dilakukan oleh IPTN adalah dengan mendirikan perusahaan
patungan bernama Airt ech Industries dengan CASA, Spanyol untuk mengembangkan dan
memasarkan produk andalan CN-235, pesaw at bert enaga baling-baling bermesin dua untuk 35
penumpang, yang bisa unt uk keperluan sipil at au pun milit er. Sedangakan di bidang helikopter,
IPTN masih menambah menu produksinya dengan membuat heli Bell 412 berdasar lisensi dari
Bell Helicopter Textron Inc, Amerika Serikat dan pada tahun 1982 juga ada kesepakat an dengan
M BB, Jerman dan Kaw asaki, Jepang unt uk memproduksi heli BK-117.
Di t engah ketatnya persaingan pembuat pesawat tempur asing unt uk memenangkan
kont rak pembelian pesaw at tempur dari Indonesia, IPTN juga mew arnai proses pembelian

9

Lihat “ Dirgantara Sipil” M ajalah M agazine No. 4 Januar 2000 Tahun X

t ersebut. Ket ika pabrik General Dynamics AS kini telah bergabung dengan Lockheed M artin
berhasil memenangkan persaingan dan menjual jet F-16, IPTN juga memenangkan kontrak
perset ujuan imbal-produksi at au offset . Indonesia yang membeli 12 F-16A/ B mendapat proyek
imbal produksi sebesar 35 persen dari nilai kont rak pembelian yang pekerjaannya diberikan
kepada IPTN.
IPTN juga menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan sejenis sepert i dengan
Boeing, IPTN memenangkan t ender dan memproduksi secara massal kebut uhan sayap dan rak
barang pesaw at Boeing 737. Dengan Brit ishAerospace, meski kecil, juga dipercaya untuk
memproduksi Rapier, salah sat u komponen penting dari pesaw at yang diproduksi oleh Brit ish
Aerospace. Produk lainnya, IPTN memfokuskan diri untuk pengembangan N-250, CN 235, dan
proyek ambisius IPTN yakni memproduksi N-2130, pesaw at dengan mesin jet kembar
berkapasitas 100 orang yang merupakan inovasi murni IPTN setelah sekian lama bekerja sama,
baik dalam bentuk lisensi, maupun co-product ion IPTN mencoba mengembangkannya sendiri.
Pemasaran N-250 dan CN-235

10

masih sangat besar, kedua pesaw at buat an IPTN dan

coproduction dengan CASA tersebut diminat i oleh banyak Negara sebut saja Brunei Darusalam,
Korea Selatan, M alaysia

10

11

Uni Emirat

Arab, dan

Negara-negara Afrika,sepert i Zambia.

lihat beberapa saingan dariCN-235,baik dari produsen lain,maupun dari CASA sendiri yang mengembangkan CN235-300M , yang lebih canggih “ CN-235-220M Dalam Persaingan” http:/ / www .angkasaonline.com/ 12/ 11/ skadron/ skadron2.htm (diakses, February 16, 2008)
11
M alaysia bahkan menandatangi perjanjian dengan Indonesia untuk perakitan dan pemasaran CN-235. lihat
“ M alaysia t o Assemble Indonesia’s CN-235 Aircraft”
ht tp:/ / www .endonesia.biz/ mod.php?mod=publisher&op=viewarticle& cid=16&art id=591 (diakses Februari
16,2008)

Sedangkan pasar unt uk Negara Eropa dipegang oleh CASA, Spanyol, khususnya pada pemasaran
CN-235.

12

Tidak berhenti disit u IPTN juga mencoba memasarkan N-250 ke Amerika Serikat dengan
melakukan usaha patungan sebesar US$ 100 Juta dengan General Electric dan Boeing dengan
mendirikan AM RAI, yang akan merakit dan mengembangkan N-250 sesuai dengan kebut uhan
pasar di Amerika. Langkah ambisius ini kemudian terganjal oleh sulitnya mendapat sert ifikat
FAA (Federal Aviat ion Administration), lembaga penerbangan AS yang cukup disegani di bisnis
penerbangan. Ini adalah sert if ikat laik udara yang harus dimiliki produk pesaw at dari negara lain
yang akan dipasarkan di Amerika. Dengan kata lain, t anpa sertifikat FAA, IPTN tidak bisa
menjual produknya. Pesaw at N-250 adalah sat u-sat unya pesaw at terbang subsonic (t erbang
dengan kecepatan di baw ah 600 km per jam) yang memanfaatkan fly by w ire alias bantuan
komput er. Unt uk pembuat an N-250, yang seluruhnya diproduksi di Indonesia, IPTN telah
menganggarkan investasi sekit ar US$ 470 jut a. Proyek ambisius IPTN ini sempat berjalan
dengan menargetkan dapat menyerap kebut uhan pesawat berpenumpang 40-70 orang dari
516, dengan rent ang w akt u 1997-2015. Akan t et api pada akhirnya proyek ini terkubur bersama
dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia t ahun 1997-1998.

IPTN sendiri kemudian

menanggung hut ang dan t erseok-seok didera konflik ant ara manajemen dan karyaw an yang
kemudian mengubahnya menjadi PT. DI.

12

13

lihat “ N-250, Pilih Rugi Atau Impas?” http:/ / w ww.angkasa-online.com / 11/ 01/ lain/ lain2.ht m (diakses 15 Februar1
2008). Lihat juga “ IPTN Targetkan Penjualan 1000 Pesawat N-250” Republika , 13 February 1996
13
Lilitan hutang yang menerpa IPTN See “ M embubarkan Warisan Habibie”
ht tp:/ / www .t empoint erakt if.com / ang/ m in/ 03/ 25/ ekbis4.htm (diakses 15 February 2008). Lihat juga, Lili Irahali,
“ M embuka Paradigma Baru: Profil dan Rencana Strat egis KeDepan” http:/ / www.indonesianaerospace.com/ book/ c3.htm (diakses 15 February 2008)

Saat ini PT.DI hanya mengerjakan pesanan dalam skala yang kecil, dan menyelesaikan
beberapa pesanan pesaw at

CN-235 dari beberapa Negara. Disamping karena adanya

kekisruhan ant ara karyaw an dan manajemen. PT. DI masih menunggu realisasi yang konkret
perihal kerja sama dengan dua negara yakni: India dan Spanyol perihal pembuatan pesaw at
t empur dan hellikopter seri t erbaru. Realisasi t ersebut diharapkan akan meningkatkan kinerja
PT.DI, sebagai salah satu perusahaan st rategis terkemuka di Indonesa.
Kondisi PT. PAL relat if lebih baik dibandingkan dengan IPTN, karena hingga saat ini
masih melakukan produksinya, bila melihat bagaimana perjalanan mekanisme offset yang
dilakukan. Pada t ahun 1979, PT. PAL membeli lisensi Kapal Patroli Cepat FPB 57 dari Friedrich
Luerssen W ieft (FLW ), Jerman Barat . Aw al kesepakatannya adalah dalam bent uk perakitan saja,
akan tetapi dengan pendekat an yang dilakukan juga oleh B.J. Habibie, akhirnya PT.PAL
mendapatkan lisensi pembuat an kapal pertamanya. Di tahun yang sama PT. PAL juga
memproduksi bersama FPB 28, yang aw alnya Bea Cukai Indonesia memesan kapal tersebut
kepada Belgium Shipbuilding Company (BSC), Belgia. Namun dengan berbagai pendekatan yang
dilakukan PT. PAL dan FWL, akhirnya pihak BSC bersedia memproduksi bersama FPB 28 yang
dipesan Bea Cukai Indonesia. Bahkan dengan alasan lebih ekonomis, pesanan keduanya
sebanyak 30 buah langsung dipesan ke PT. PAL t anpa ke Belgia lagi.
PT. PAL sendiri t erus memproduksi kapal patrol cepat FPB 57, yang kemudian diberi
nama dan varian baru sepert i PB 57 Nav I yang selesai diproduksi tahun 1988 dan 1989,yang
digunakan unt uk pemenuhan kebut uhan TNI AL yang diberi nama KRI Singa dan KRI Badak.
Sedangkan PB 57 Nav III dan IV, yang diproduksi t ahun 1993 dan 1995 diberi nama KRI Tongkol
dan KRI Barakuda. Sementara PB 57 Nav V,yang diproduksi tahun 2003 dan 2004 diberi nama

KRI M ayang dan KRI Lemadang. Di luar pengembangan dua produk kapal murni untuk militer
t ersebut, PT.PAL juga banyak melakukan pengerjaan pembuatan kapal unt uk komersial, dari
mulai kapal pesiar, kapal t anker, kapal cargo dengan berbagai variannya,

kapal feri

penyeberangan, dan lain sebagainya baik melalui pembelian lisensi, coproduction, maupun
codevelopment , dari dalam maupun luar negeri.
Baru pada t ahun 2003 PT. PAL mendapatkan proyek kerjasama pembuatan Corvet jenis
SIGM A yang dipesan Departemen Pert ahanan dengan Schelde Naval Building (SNB), Belanda.
Akan tetapi dengan berbagai kendala SDM dan keterbatasan anggaran, maka pesanan kapal
t ersebut

akhirnya semuanya dikerjakan

oleh

SNB.

14

Dan

di

tahun

yang sama telah

dit andatangani kesepakat an untuk mengembangkan dan membuat korvet nasional dengan
pengembangan bersama Orizzonte Sistem Naval dan Italian Naval Corvet te. Pembuat an dan
pengembangan korvet nasional ini merupakan bagian pengembangan bersama model korvet
yang t elah dihasilkan kedua perusahaan It alia t ersebut unt uk disesuaikan dengan karakterist ik
w ilayah Indonesia.

Sement ara pada t ahun 2005, PT.PAL melakukan kerjasama pembuatan
15

kapal perang jenis Landing Plat form Dock (LPD) dengan Daew oo Int ernat ional Company.

Sedangkan yang masih dalam penjajakan unt uk kerja sama adalah pembuat an bersama kapal
selam bersama DAPA, Korea Selat an. Hingga saat inibelum mendapat kan t it ik temu, karena
pihak DAPA menginginkan proses pembuat an tet ap di Korea,dan t eknisi PT.PAL harus berada di
Korea Selatan. Sedangkan pihak Depart emen Pert ahanan dan PT. PAL menginginkan ada

14

lihat “ Korvet Sigma III dan IV Dibuat di Belanda” http:/ / www.antara.co.id/ arc/ 2007/ 11/ 27/ korvet-sigma-iii-danvi-dibuat -di-belanda (diakses 15 February 2008)
15
lihat “ TNI AL dan PT. PAL Laksanakan Peletakan Lunas KRI Jenis LPD ke-4”
ht tp:/ / www .t ni.mil.id/ news.php?q=dt l& id=113012006116898 (diakses February 15 2008)

sharing

pembuat an,

sebagaimana kerjasama yang

dilakukan

dengan

pihak

Da
ewoo

Int ernat ional.
Perusahaan strat egis Indonesia lainnya adalah PT. Pindad, perusahaan ini dibandingkan
dengan IPTN dan PT. PAL mungkin paling sedikit mengerjakan berbagai produk sebagai bagian
dari mekanisme offset pert ahanan. Selama kurun w akt u yang sama dengan yang dijalani IPTN
dan PT. PAL, PT. PINDAD t ercatat hanya t iga kali melakukan kerja sama t erkait dengan
mekanisme offset pertahanan, yakni: Pertama, pada t ahun 1983, saat PT. PINDAD membeli
lisensi Senapan Serbu FNC dari Fabrique Nat ionale Herstal (FNH) Belgium yang merupakan cikal
bakal dari senapan serbu dan re volver yang dihasilkan oleh PT.PINDAD dengan berbagai
16

variannya. Kedua, pada tahun 1995 lisensi perakit an dan ret rofit Tank Scorpion dari Alvis
17

Vehicle Limit ed, Inggeris. Dan ket iga, pengembangan bersama (codevelopment ) pistol P1 dan
P2 pada t ahun 1993 dengan perusahaan Jerman, DIAG Group. Sedangkan mekanisme offset
yang juga dikerjakan oleh PT.PINDAD di luar pert ahanan misalnya pembelian lisensi generator
dari Siemens, Jerman.
Di t ahun 2004, PT. PINDAD juga melakukan kerjasama dengan Hyundai M ot or untuk
mengembangkan Armored Vehicle dalam bent uk produksi bersama. Hasil dari kerjasama ini PT.
Pindad dapat memenuhi kebutuhan Armored Vehicle dalam negeri dengan berbagai varian dan
18

modifikasi , disamping menjajaki pasar Armored Vehicle di Asia dan Afrika bersama Hyundai

16

lihat “ PT. PINDAD Akan Luncurkan Produk Baru Senapan Serbu-2” ww w.pikiranrakyat.com/ cetak/ 0403/ 29/ 0604.htm (diakses Februari, 16,2008)
17
Lihat “ Skandal Tank Scorpion,The Lady Untuk Sebutan Tutut”
ht tp:/ / www .sinarharapan.co.id/ berita/ 0412/ 17/ sh05.html (diakses Februari, 16,2008) . Lihat juga ” M emahami
Dinamika Inovasi Tekhnologi di PT. PINDAD Indonesia” http:/ / www .zulkieflimansyah.com/ detail.php?id=73
(diakses Februari 16, 2008)
18
Lihat ” Kalla M inta Depart emen Pertahanan Beli Panser dari Pindad”
ht tp:/ / www .t empoint erakt if.com / hg/ nasional/ 2007/ 12/ 08/ brk,20071208-113171,id.ht ml (diakses Februari 16,

M ot or.

Dalam beberapa t ahun ke depan PT.PINDAD juga akan terlibat kerjasama dengan

sejumlah produsen persenjat aan dari India, Spanyol, dan China, jika Depart emen Pertahanan
kedua Negara t elah menandatangani kerjasama. Khusus dengan China, PT.PINDAD masih terus
melakukan kajian t erkait dengan berbagai kerjasama pengembangan roket , persenjat aan ringan
dan menengah.

Tabel 1
Program Defense Offset di Indonesia

No.

Proyek

1.

Helicopt er

BO-

Patner

Pengerjaan

M odel Offset

Status

M BB West Germany-

1976

Licensed Program

Terimplimentasi

105

IPTN

2.

C-212 Aircraft

CASA-IPTN

1976

Licensed Program

Terimplimentasi

3.

Sora-D Rocket

Aerlikon-IPTN

1976

Licensed Program

Terimplimentasi

4.

FFAR

F.Z. Belgium -IPTN

1976

Licensed Program

Terimplimentasi

2.75Rocket
5.

SUT Terpedo

AEG Telefunken-IPTN

1976

Lisenced Program

Terimplimentasi

6.

Helicopt er

Aerospatiale-IPTN

1977

Coproduction

Terimplimentasi

Aerospatiale-IPTN

1977

Coproduction

Terimplimentasi

CASA-IPTN

1979

Coproduction

Terimplimentasi

Puma SA-330
7.

Super Puma AS332

8.

CN-235 Aircraft

2008). See also “ Wapres M inta PT. Pindad Produksi 150 Panser Untuk TNI AD”
ht tp:/ / www .antara.co.id/ arc/ 2007/ 12/ 8/ wapres-minta-pt-pindad-produksi-150-panser-untuk-tni-ad (accessed
February 2008)

9.

FPB 57

Friedrich

Luerssen

1979

Licensed

Terimplimentasi

1979

Coproduction

Terimplimentasi

1982

Licensed

Terimplimentasi

BHT-Kawasaki-IPTN

1982

Licensed

Terimplimentasi

Fabrique

1983

Licensed

Terimplimentasi

1986

Codevelopment

Terimplimentasi

Boeing-IPTN

1996

Licensed

Terimplimentasi

GE-Boeing-IPTN

1996

Assembly/ codevelopment

Terimplimentasi,

Weift (FLW)-PT. PAL
10.

FPB 28

FLW-Belgium
Shipbuilding
Company-PT. PAL

11.

Helicopt er

Bell

412
12.

Helicopt er

Bell

Helicopter

Textron (BHT)-IPTN
BK-

117
13

FNC

Nat ionaleHerstal
(FNH)
14.

Rear of F-16

General
Dynamics/ Lockheed
M art in-IPTN

15.

Wing
suitcase

and
of

Boeing 737
16.

AM RAI
Assembling

t api

berhent i

beroperasi sejak
1998,

karena

krisis ekonomi

17.

Corvet te Sigma

Schelde

Naval

Shipbuilding-PT. PAL

2003

Coproduction

Tidak

jadi,

keterbatasan

SDM
18.

National

Orizzonte

Sist em

2003

Codevelopment

Terimplimentasi

Corvet te

Naval & It alian Navy

2005

Coproduction

Terimplimentasi

PRC-PT.

2006

Codevelopment

Sedang Berjalan

PRC-PT.

2006

Coproduction

Sedang Berjalan

Corvett e-PT. PAL
19.

Warship LPD

Daewoo
Int ernat ional-PT. PAL

20

Guided Rocket

COSTIND
PINDAD

21

Small

&

M edium

COSTIND
PINDAD

Weapons
22

-

FSM TC Rusia-Dephan

2006

-

Sedang berjalan

23

Armored

Hyundai-PT PINDAD

2004

Coproduction

Sedang berjalan

DAPA, Korea-Dephan

Belum

-

-

-

-

-

-

Vehicle
24

Submarine

disetujui,
baru sebatas
pembicaraan
25

Armored

Pemerintah India -PT.

Belum

Vehicle,

PINDAD-PT. DI

disetujui,

Helicopt er

baru sebatas
pembicaraan

26

Combat-plane,

Pemerintah Spanyol -

Warship,

PT PAL-PT PINDAD-PT

Armored

DI

Vehicle

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

Dari uraian t ersebut di at as, maka dapat disimpulkan beberapa kendala yang menjadi
penghalang efekt ifit as prakt ik defence offset dalam pengadaan alat persenjat aan dan
pert ahanan, yakni: Pert ama,

kemampuan Sumber Daya M anusia (SDM ) yang t erbat as dan

t erfokus, selama ini mekanisme defence offset menjadi bagian yang coba dihindari oleh
pemerint ah dalam melakukan pengadaan pertahanan, karena kesadaran bahw a SDM dari
implementasi defence offset relatif membutuhkan SDM yang mumpuni untuk memfollow up.
Apalagi pasca B.J. Habibie meninggalkan PT. DI dan PT. PAL selepas menjabat presiden. Hal yang
mana diikut i oleh eksodusnya para karyaw an dan t im ahli yang dulu merancang dan membuat
N-250, CN-235, maupun berbagai helicopt er berlisensi lainnya keluar negeri, t erbanyak ke
M alaysia dan Jerman. Apalagi di sadari benar bahw a meraw at SDM dengan kualit as yang bagus
membutuhkan anggaran yang tidak sedikit .
Kedua, permasalahan anggaran. Perlu diket ahui bahw a hingga usianya yang ke-25
t ahun, PT. DI belum pernah menghasilkan keunt ungan bagi pemerint ah,

19

bahkan dengan

berbagai cara Habibie berupaya menambah penyert aan modal untuk IPTN dari berbagai pos
pemerint ah dan saham masyarakat sebesar hampir

US$ 300 milyar yang akhirnya menjadi

beban pemerint ah setelah Presid en Soeharto mundur dari kekuasaannya.

19

20

Sehingga ada

lihat , Suharsono Sagir, “ Reorientasi Produk PT.Dirgantara Indonesia Dalam Era Globalisasi Perdagangan Bebas”
ht tp:/ / www .indonesian-aerospace.com/ book/ d12.htm (diakses Februari 15 2008)
20
lihat ” Sebagian Rest rukturisasi Ut ang IPTN Diambil Alih Bank M andiri”
ht tp:/ / www .t empoint erakt if.com / hg/ ekbis/ 2001/ 02/ 22/ brk,20010222-47,id.html (diakses Februari 16, 2006),
lihat juga, “ M embubarkan Warisan Habibie” www.t empointerakt if.com/ ang/ min/ 03/ 25/ ekbis4.htm (diakses
Februari 16,2008)

semacam

trauma bagi pemerint ah unt uk mengembangkan mekanisme defence offset,

khususnya dibidang penerbangan. Sedangkan PT. PAL dan PT. PINDAD masih relat if lebih baik,
karena focus keduanya lebih umum dalam memproduksi berbagai barang non-milit er, sebagai
penyeimbang dari produksi militer. PT.PAL misalnya pada t ahun 2006 telah menghasilkan
keunt ungan besar sebesar US$ 1.9 Jut a, sedangkan PT.PINDAD mendapatkan keuntungan
sebesar US$ 1.7 Jut a di t ahun yang sama.

21

Sebagaimana diketahui bahw a bil a ada pemesanan maupun pembiayaan produksi
bersama, perusahaan tersebut diatas terpaksa memanfaatkan kredit eksport unt uk menutup
biaya produksi t erlebih dahulu. Sehingga tak heran apabila set iap pesanan t ersebut t idak
semuanya disanggupi karena keterbatasan anggaran.
Ketiga, ket ersediaan bahan baku pembuat an alat pert ahanan maupun persenjat aan
yang masih dimpor. Hal ini t entu saja membuat harga alat pertahanan yang dihasilkan sama
mahal atau bahkan lebih mahal dengan produk sejenis, sehingga TNI dan Polri, sebagai pemakai
ut ama dari produk t ersebut

juga enggan membeli dan berpaling ke produk luar negeri. PT.

Krakat au St eel, PT. Texmaco, dan lain sebagainya belum mampu memenuhi semua permint aan
bahan baku pembuatan alat pertahanan.
Dengan keterbatasan t ersebut diat as, maka dapat disimpulkan bahw a mekanisme
defence offset dalam pengadaan alat pertahanan masih sebat as memenuhi hal yang t ertier
saja, belum sampai memenuhi kebut uhan primer alat-alat pertahanan. Sampai tulisan ini
dibuat , mekanisme defence offset

telah memenuhi kebut uhan persenjat aan dan alat

pert ahanan sepert i senjat a ringan hingga sedang sepert i P2-U3, SS I hingga V, senjata berat,
21

lihat “ Laporan BadanPem eriksa Keuangan Republik IndonesiaTahun 2006”
ht tp:/ / www .bpk.go.id/ doc/ hapsem/ 2006i/ ikht isar/ Bagian%20IV/ bab_5_PAL.pdf (diakses February 16,2008)

amunisi kaliber sedang dan berat , untuk pesaw at t empur dankapal perang kendaraan t empur,
pesaw at seperti N-250, CN-235, berbagai varian helicopt er,sert a berbagai jenis kapal pat roli
cepat , dan korvet. Sementara kebut uhan sepert i pesaw at t empursekelas F-16, Sukhoi, kapal
perang jenis SIGM A, t ank sekelas Scorpion, kapal Perang dengan ukuran yang lebih besar dan
lain sebagainya belum mampu dipenuhi oleh pengadaan persenjat aan dengan mekanisme
offset tersebut .
Sehingga dibut uhkan suat u kebijakan yang mampu mengopt imalkan t ransfer tekhnologi
dengan mekanisme defence offset , yang di masa yang akan datang akan mampu memenuhi
kebut uhan alat pertahanan, adapun kebijakan tersebut meliputi: Pertama, perlu ada komitmen
dari pemerint ah unt uk menekankan pentingnya t ransfer tekhnolo gi pert ahanan dengan
mekanisme defence offset dalam pengadaan alat pert ahanan. Komit men tersebut salah sat u
indikatornya adalah pembentukan komisi yang akan memfollow up setiap kebijakan dari
eksekut if

maupun

Dod, dengan

komit men

menganalisis lebih

ketersediaan SDM , bahan baku, dan mengupayakan

jauh

berkaitan

dengan

pendanaan bagi operasional dan
22

produksinya, selain dari sumber Negara, set idaknya seperti yang dilakukan oleh Arab Saudi.
Sehingga,

diharapkan

perusahaan-perusahaan

t ersebut

dapat

focus

dalam

melakukan

pengkajian dan pengembangan bersama dengan Lit bang DoD dalam merumuskan berbagai
perencanaan produksi dan pengembangan.
Kedua, pemerint ah harus merumuskan dan mempriorit askan berbagai kebijakan alih
t ekhnologi pertahanan dengan melakukan pembinaan yang simultan t erhadap perusahaan
st rat egis, agar mampu menghasil kan berbagaiproduk, baik nyat a maupun baru rancangan.
22

lihat Ron M at thew s, “ Saudi Arabia’sDefence Offset Programmes: Progress,Policy, and Performance” Defence
and Peace Economics. 1996,Vol. 7.

Sehingga keberpihakan pemerintah untuk membangan industry strategisnya,khususnya bidang
pert ahanan,dapat berjalan. M engirimkan para t ekhnisinya dan putera-puteri t erbaik bangsa
untuk sekolah keluar negeri adalah salah sat u pondasi bagi upaya menat a kembali industry
st rat egis Indonesia. Salah satu yang juga harus diperhat ikan adalah upaya pemerint ah untuk
menjaga danmemelihara agar para insinyur dan tekhnisi t ersebut betah dan mau bekerja untuk
Negara,dengan memberikan kesejaht eraan yang optimal kepada mereka. Berkaca pada
eksodusnya para insinyur dan ahli IPTN harus dilihat sebagai sebuah pelajaran berharga bagi
Indonesia di masa yang akan datang.
Ketiga, pemerintah

harus mengupayakan

anggaran

alt ernative

bagi

pendanaan

pert ahanan, khususnya pada pengadaan pertahanan dengan mekanisme offset . Jika selama ini
perusahan-perusahaan t ersebut mencari sendiri pinjaman dan kredit ekspor ke sejumlah bank
luar negeri, maka Negara harus mampu mengupayakan pendanaan t ersebut dari bank dalam
negeri,dengan jaminan pemerint ah,sepert i pada Bank M andiri, Bank BNI, Bank BRI, at aupun
bank-bank sw ast a lainnya. Disamping itu, pemerint ah harus mengupayakan anggaran yang
lebih besar bagi penguat an dan pengefektifan lem baga-lembaga penelitian dan pengembangan,
baik di Dephan, M abes TNI, maupun lembaga kajian st rategis lainnya.

IV.

Penutup

Praktik mekanisme defence offset dalam pengadaan alat pert ahanan memberikan sat u
persfekt if bahw a t ransfer tekhnologi pertahanan yang diharapkan dengan mekanisme defence
offset harus ditopang dengan kesiapan SDM , anggaran, bahan baku, dan lembaga penelit ian
dan pengembangan yang akan memudahkan proses alih t ekhnologi t ersebut , yang akan mampu

memenuhi kebut uhan akan alat pert ahanan. dan kunci dari prakt ik defence offset yang efekt if
adalah berbagai kebijakan pemerintah yang memudahkan proses tersebut. Apalagi dalam
kont eks defence offset , peranan Negara sangat besar unt uk melakukan berbagai kebijakan yang
mendukung proses akuisisi dan pengadaan pertahanan, dengan mekanisme offset yang akan
mentrasfer tekhnologi pertahanan. Sehingga dimasa yang akan datang Indonesia akan mampu
menopang kebutuhan alat pertahanan dan persenjataannya secara mandiri, t idak lagi
bergant ung pada negara-negara produsen peralat an milit er.

Daftar Bacaan
A. Buku dan Jurnal

Ball, Nicole. Et al. 2002. Voice and Account ability in t he Security Sector . Report Prepared for
Human Development Report Office. Bonn: Bonn International Cent er for Convent ion.
Baylis, Jhon. Et al. (eds). 2002. Strat egy in t he Cont emporary W orld: An Int roduction t o
St rategic St udies. Oxford: Oxford University Press
Balakhrisnan, Kogila. Ron M at tew s. 2006 “ M alaysian Defense Industrialisat ion through Offset s”
Asian Pacific Defense Report er, July/ August.

Bull, Hedley. 1961. The Cont rol of the Arm Race. London: W eidenfeld & Nicolson.
Hayw ard, Keit h 2000. “ The Globalisat ion of Defense Industry” Survival Vol. 42 No. 2, Summer
Int riligator, M ichael D. 1990. ” On the Nat ure and Scope of Defense Economics” Defence
Economics. Vol. 1
Katoch, Rajan. “ Defense Economics: Core Issues. Strat egic Analysis. Vol. 30. No. 2.April-June
2006
Kennedy, Gavin. 1983. Defense Economics. London: Gerald Duckw ort h

Kirkpatrick, David. 1995. “ The Rising Unit s of Cost of Defense Equipment : t he Reasons and t he
Result s” Defense and Peace Economic. Vol. 6.

--------, 1997. “ Rising Cost, Falling Budget and Their Implicat ions for Defense
Policy” Economiv Affairs.

M at thew s, Ron. 1996 “ Saudi Arabia’sDefence Offset Programmes: Progress,Policy, and
Performance” Defence and Peace Economics. Vol. 7.
W idjajant o, Andi. M akmur Keliat. 2006. Research: Indonesia’s Defense Economy Reform.
Jakarta: INFID-Pacivis UI.
B.

M edia M assa dan Internet

“ CN-235-220M Dalam Persaingan” ht tp:/ / w w w .angkasaonline.com/ 12/ 11/ skadron/ skadron2.htm
“ Dari IPTN ke PT. DI: Perjalanan 25 Tahun”
ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.html
“ Dirgantara Sipil” M ajalah Angkasa No. 4 Januari 2000 Tahun X
“ IPTN Targetkan Penjualan 1000 Pesaw at N-250” Republika, 13 Februari 1996
“ Korvet Sigma III dan IV Dibuat di Belanda” htt p:/ / w w w .ant ara.co.id/ arc/ 2007/ 11/ 27/ korvetsigma-iii-dan-vi-dibuat-di-belanda
” Kalla M int a Departemen Pert ahanan Beli Panser dari Pindad”
ht tp:/ / ww w .t empointeraktif .com/ hg/ nasional/ 2007/ 12/ 08/ brk,20071208113171,id.html

Lili Irahali, “ M embuka Paradigma Baru: Profil dan Rencana St rat egis KeDepan”
ht tp:/ / ww w .indonesian-aerospace.com/ book/ c3.htm
“ Laporan BadanPemeriksa Keuangan Republik IndonesiaTahun 2006”
ht tp:/ / ww w .bpk.go.id/ doc/ hapsem/ 2006i/ ikht isar/ Bagian%20IV/ bab_5_PAL.pdf
“ M embubarkan W arisan Habibie” ww w .t empointeraktif .com/ ang/ min/ 03/ 25/ ekbis4.ht m
“ M alaysia t o Assemble Indonesia’s CN-235 Aircraft ”
ht tp:/ / ww w .endonesia.biz/ mod.php?mod=publisher& op=view article& cid=16& art id=59
1
“ M emahami Dinamika Inovasi Tekhnologi di PT. PINDAD Indonesia”

ht tp:/ / ww w .zulkieflimansyah.com/ detail.php?id=73
“ N-250, Pilih Rugi Atau Impas?” ht tp:/ / w w w .angkasa-online.com/ 11/ 01/ lain/ lain2.htm
“ Pengadaan Alut sista RI dan Hubungan LN”
ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0612/ 11/ opi01.html
“ PT. PINDAD Akan Luncurkan Produk Baru Senapan Serbu-2” w ww .pikiranrakyat .com/ cet ak/ 0403/ 29/ 0604.ht m
“ Skandal Tank Scorpion,The Lady Unt uk Sebutan Tut ut ”
ht tp:/ / ww w .sinarharapan.co.id/ berit a/ 0412/ 17/ sh05.ht ml
“ Sebagian Rest rukt urisasi Ut ang IPTN Diambil Alih Bank M andiri”
ht tp:/ / ww w .t empointeraktif .com/ hg/ ekbis/ 2001/ 02/ 22/ brk,20010222-47,id.html
“ TNI AL dan PT. PAL Laksanakan Pelet akan Lunas KRI Jenis LPD ke-4”
ht tp:/ / ww w .t ni.mil.id/ new s.php?q=dtl& id=113012006116898
W apres M int a PT. Pindad Produksi 150 Panser Unt uk TNI AD”
ht tp:/ / ww w .antara.co.id/ arc/ 2007/ 12/ 8/ w apres-mint a-pt -pindad-produksi-150-panseruntuk-t ni-ad