Tetap Setia pada Kebaya.
-
Pikiran
o Senin - o Se/asa o Rabu
1
17
2
18
OJan
3
19
OPeb
4
5
20
o Mar
6
21
OApr
7
22
OMei
-
- --.-
R.akyat
0
0
Kamis
8
23
OJun
9
Jumat
10
24
25
OJUI
0
o Sabtu . Mlnggu
12
11
26
@
Ags
OSep
14
13
15
29
28
OOkt
ONov
16
30
31
.Des
Ottih Rostoyati
Tetap Setia pada Kebaya
----
- -
S
OITlH Rostoyati
merupakan seorang
seniwati Sunda yang
sangat konsisten
terhadap budaya
Sunda. Salah satu
hal yang mencinkan
kesungguhan Ottih
dalam mengagungkan budaya
Sunda yaitu ia tidak
pernah lepas dan
balutan kebaya,
busana tradisional
Sunda.
ETIAP masyarakat mempunyai
kebudayaan, lir gula reujeung
.
amisna (bagai gula dan manisnya = tidak dapat dipisahkan). Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa
..
manusia. Kebudayaan dapat membentuk manusia berkepribadian. Sementara manusia yang berkepribadian
adalah manusia yang tidak terpengaruh, tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan. ltu yang dianut Ottih.
Busana adalah salah satu unsur dari
kebudayaan masyarakatnya yang harus
dipelihara dan dipakai. Kebaya misalnya, menurut Ottih, tidak kalah indahnya dibandingkan dengan busana daerah lain ataupun negara lain. Banyak
orang asing yang mengagumi wanita
yang memakai busana kebaya, kelihatannya lebih cantik, luwes dan
anggun.
"Mengapa kita tidak menggunakan
hak kita sebagai orang Sunda untuk
memasyarakatkan kebaya, agar mempunyai rasa memiliki, terutama pada
generasi muda," ujar Ottih, dosen Jurusan Hubungan Intemasional Universitas Pasundan (Unpas) Bandung. Ibu
dari Apriyatna Eka Sumama ini, sudah
menyukai kebaya sejak duduk di sekolah dasar (SD). "Saya sudah senang
memakai kebaya, tetapi dulu tidak setiap hari. Kalau ada acara di sekolah
seperti rampak sekar, cianjuran," ujar
Ottih yang sudah mengenal kesenian
Sunda sejak keeil.
Ottih sangat bangga dengan pakaian
pakaian tanah Pasundan ini. "Kalau
bukan kita yang memakai dan memelihara kebaya siapa lagi? Kebaya ini milik kit!&."
.!!i.arQttihJanK awalnya II!ep.-
'mn~
IJn"ncf
200Q
jahit kebaya sendiri. Akan tetapi,
-
sekarang sudah mempunyaitukang
jahit, dengan kreasi model kebaya
sendiri.
Banyak yang mengagumi busana Pasundan, terutama kalau Ottih sedang
melakukan kunjungan-kunjungan
berbagai acara kesenian di luar negeri.
"Orang asing kagum melihat kebaya,
banyak yang minta foto bareng. Wah,
rasanya bangga dengan budaya kita,"
tutur Ottih. Walau sedang musim dingin, Ottih tetap memakai kebaya yang
kemudian ditutup mantel panjang.
Kalau masuk ruangan mantelnya ia buka.
Menurut Ottih, setiap wanita yang
memakai kebaya kelihatannya lebih
cantik, luwes, dan anggun. "Alangkah
baiknya bila kita menggunakan hak kita sebagai orang Sunda untukc
memasyarakatkan busana Pasundan.
Agar mempunyai rasa memiliki, terutama generasi muda," ujar Ottih.
Salah satu upaya memasyarakatkan
kebaya itu dengan mengadakan lomba
busana Pasundan. "Kriteria penilaiannya terletak pada ketrampilan, keluwesan, komposisi wama. Bisa perseorangan ataupun berpasangan," tutur Ottih.
Ottih menyebutkan, tidak usah memandang kebaya sebagai sesuatu yang
bisa membatasi gerak. Segala sesuatu
yang positifbila dibiasakan tidak akan
menemukan kekakuan.
Hal tersebut tampak dalam keseharian Ottih yang selalu memakai kebaya,
baik saat mengajar, menghadiri acara
formal, nonformal, menghadiri undangan dsb. 'Yang membedakan busana
u~tuk acara formal, kainnya dilam-
banjdilepejdiwiru (dilipit). Perempuan zaman ibu saya, harus bisa
ngalepe, karena itu saya diajari
ngalepe oleh ibu saya. Sementara kain
untuk sehari-hari, nonformal ya disesuaikan, tidak perlu yang dilepe, "
ujar Ottih yang sehari-hari menyetir
mobil sendiri.
Saat diwawancara di rumahnya,
Ottih baru pulang dari toko buku. la
mengenakan kebaya dari bahan
brookat warna hitam, dengan kain .
Baduy tidak dilamban, dan kerudung
putih. Tampak serasi, tidak kaku dan
enak dilihat. Kebaya bagi Ottih sudah
menyatu sebagai pakaian sehari-hari.
Ada ilmunya
Mengenakan kain dan kebaya yang
nyarnan, memang ada ilmunya.
Bagaimana supaya memakai kain supaya kainnya tidak naik saat beIjalan?
Ada caranya, harns dilatih dan dirasakan sendiri. Sebaiknya pakai kain
sendiri, supaya bisa merasakan pengaruhnya, jalannya enak, nyaman dan bebas. Ottih justru merasakan kekakuan
dan tidak bebas dengan kain yang dijahit.
Bahan kebaya yang mahal belum
tentu indah. "Tidak perlu mahal yang
penting komposisi warna serasi dan
nyaman dipakai. Mahal dan bagus, itu
biasa. Justru, bahan yang murah tetapi
bagus, itu yang selalu saya cari," ujar
Ottih yang mengaku mempunyai
koleksi kain batik dan sarung dari
seluruh Indonesia, lebih dari seratus
helai. Ottihjuga suka mengutak-atik
kebaya lama. Kalau b0san dengan
model lama, diubah sedikit saja, jadi
seperti baru.
Keluarga seni
Ottih Rostoyati, lahir di Bandung, 18
Oktober 1949. la adalah anak bungsu
dari empat bersaudara dari pasangan
Hj. Sukiyah dan Bpk. Yoyo Sunarya.
Darah kesenian mengalir sang ayahiJ.ya
yang seorang dalang.
"Saya selalu ingat pesan bapak,
'Kudu laba elmu lahir bathin, kudu
laba kanyaha, kudu laba kabisa.
Maal susah mamanggul,jung
rek kamana wae age," ujarnya. Ayahnya
mengingatkan tentang pentingnya ilmu lahir batin. Ternyata pesan bapaknya tidak hanya diingat oleh Ottih,
tetapi diwujudkan dan disadari sebagai warisan.
Namun Ottih mengaku kalau guru
-spiritual, seni, dan politik adalah
suaminya sendiri, Anang Sumarna
yang menikahinya tahun 1981.
Setelah menyelesaikan SD, SMP dan
SMA di Tasikmalaya. Ottih menyelesaikan S-1 Jurusan Antropologi di Universitas Padjadjaran (Unpad), tahun
1979, kemudian ikut Program Akta
Mengajar di Universitas Terbuka,
menyelesaikan S-2 Program Studi
Antropologi-Sosial di Unpad, tahun
1995. Mengajar di STH Tasikmalaya,
dan mengajar di Unpas Bandung hingga kini. Progr.am doktor (S-3) sudah dijalani, tetapi tidak selesai karena berbeda prinsip dengan petnbimbing.
Setelah lulus SMA, Ottih diterima di
Jurusan Antropologi Unpad.
Bersamaan dengan itu, Ottih diundang
ke Expo 70 di Je~
untuk mengisi
kesenian Jawa B~,. sep!!rti cianjuran,
menari, main kecapi, vokalis angklung.
la kadang diminta ikut latihan kesenian daerah lain dari Sabang sampai
Merauke. Karena suka, meski latihan
sebentar saja, ia sudah bisa mengikuti.
"Expo 70 berlangsung selama setnbilan
bulan. Jadi saya cuti kuliah selama setahun. Masih di Jepang, saya diminta
oleh Mus Mualim untuk menyanyikan
lagu "Bajing Luncat" sambil main kecapi. Kolaborasi gamelan dan musik
jazz di acara Festival Jazz yang diikuti
enam negara yang diselenggarakan di
Osaka," ungkapnya.
Prestasi
Sepanjang hidupnya, banyak prestasi
dan kegiatan yangtelah Ottih ukir. Sebut saja, juara I Keluwesan Kursus
Kepribadian Ny. Winter Wangke
(1972), Juara I Diah Permata Pita Loka,
Damas (1975). Ottih.pun sempat ikut
bermain drama, main dalam beberapa
film, menjadi pemain utama Gending
Karesmen. Mengikuti beberapa pameran lukisan, menulis karya ilmiah, dan
menulis buku. Juga sebagai calegDPR
RI Dapil Jabar 1, Kota Bandug &
Cimahi (PKNU).
"Saya dari dulu gaulnya dengan
orang-orang tua karena mereka banyak
ilmunya. Belajar tari dari bapak yang
dasarnya pencak. Sebetulnya saya
r.;"""""""
I
I
!
senang dengan filosofinya. Kemudian
saya belajar tari topeng, gurunya pak
Nugraha. Saya kreasikan satu tarian
dengan ganti-ganti topeng, menjadi
'topeng 5 watak'. Setiap topeng beda
gerakan, harus disesuaikan dengan
karakter/filosofi topeng," tuturnya pula.
Topeng berwarna putih, sebagai
manusia yang barn lahir (masih suci),
biru mencerminkan manusia yang barn
mengenal sekeliling, merah muda
artinya masa bimbang, merah artinya
niulih kajati, mulang ka usal (suci lagi, menjadi orang baik), merah marun
berarti orang yang ngalajurnafsu, ngaco yang tidak tanggung tanggung, biadab.
Tarian topeng ini memang sudah
ada, di sini Ottih mengembangkan
kreasi menjadi topeng 5 watak/pancawarna. Karena topeng 5 watak, Ottih
mendapat gelar "Guardian Angel of
Sundanes Culture" pada acara The International Conference of Philosophy
yang diselenggarakan Fakultas Filsafat
Unpar tahun 2006.
Melukis pun menjadi salah satu hobi
Ottih. Tampak beberapa lukisan
menghiasi ruang tamu rumahnya, di
kawasan Dago utara. L'b.kisandibuat
berdasarkan pengalaman spiritual Ottih. (Ida F.Suliztyarto)***
Pikiran
o Senin - o Se/asa o Rabu
1
17
2
18
OJan
3
19
OPeb
4
5
20
o Mar
6
21
OApr
7
22
OMei
-
- --.-
R.akyat
0
0
Kamis
8
23
OJun
9
Jumat
10
24
25
OJUI
0
o Sabtu . Mlnggu
12
11
26
@
Ags
OSep
14
13
15
29
28
OOkt
ONov
16
30
31
.Des
Ottih Rostoyati
Tetap Setia pada Kebaya
----
- -
S
OITlH Rostoyati
merupakan seorang
seniwati Sunda yang
sangat konsisten
terhadap budaya
Sunda. Salah satu
hal yang mencinkan
kesungguhan Ottih
dalam mengagungkan budaya
Sunda yaitu ia tidak
pernah lepas dan
balutan kebaya,
busana tradisional
Sunda.
ETIAP masyarakat mempunyai
kebudayaan, lir gula reujeung
.
amisna (bagai gula dan manisnya = tidak dapat dipisahkan). Kebudayaan adalah hasil cipta, rasa, karsa
..
manusia. Kebudayaan dapat membentuk manusia berkepribadian. Sementara manusia yang berkepribadian
adalah manusia yang tidak terpengaruh, tidak mudah terombang-ambing oleh keadaan. ltu yang dianut Ottih.
Busana adalah salah satu unsur dari
kebudayaan masyarakatnya yang harus
dipelihara dan dipakai. Kebaya misalnya, menurut Ottih, tidak kalah indahnya dibandingkan dengan busana daerah lain ataupun negara lain. Banyak
orang asing yang mengagumi wanita
yang memakai busana kebaya, kelihatannya lebih cantik, luwes dan
anggun.
"Mengapa kita tidak menggunakan
hak kita sebagai orang Sunda untuk
memasyarakatkan kebaya, agar mempunyai rasa memiliki, terutama pada
generasi muda," ujar Ottih, dosen Jurusan Hubungan Intemasional Universitas Pasundan (Unpas) Bandung. Ibu
dari Apriyatna Eka Sumama ini, sudah
menyukai kebaya sejak duduk di sekolah dasar (SD). "Saya sudah senang
memakai kebaya, tetapi dulu tidak setiap hari. Kalau ada acara di sekolah
seperti rampak sekar, cianjuran," ujar
Ottih yang sudah mengenal kesenian
Sunda sejak keeil.
Ottih sangat bangga dengan pakaian
pakaian tanah Pasundan ini. "Kalau
bukan kita yang memakai dan memelihara kebaya siapa lagi? Kebaya ini milik kit!&."
.!!i.arQttihJanK awalnya II!ep.-
'mn~
IJn"ncf
200Q
jahit kebaya sendiri. Akan tetapi,
-
sekarang sudah mempunyaitukang
jahit, dengan kreasi model kebaya
sendiri.
Banyak yang mengagumi busana Pasundan, terutama kalau Ottih sedang
melakukan kunjungan-kunjungan
berbagai acara kesenian di luar negeri.
"Orang asing kagum melihat kebaya,
banyak yang minta foto bareng. Wah,
rasanya bangga dengan budaya kita,"
tutur Ottih. Walau sedang musim dingin, Ottih tetap memakai kebaya yang
kemudian ditutup mantel panjang.
Kalau masuk ruangan mantelnya ia buka.
Menurut Ottih, setiap wanita yang
memakai kebaya kelihatannya lebih
cantik, luwes, dan anggun. "Alangkah
baiknya bila kita menggunakan hak kita sebagai orang Sunda untukc
memasyarakatkan busana Pasundan.
Agar mempunyai rasa memiliki, terutama generasi muda," ujar Ottih.
Salah satu upaya memasyarakatkan
kebaya itu dengan mengadakan lomba
busana Pasundan. "Kriteria penilaiannya terletak pada ketrampilan, keluwesan, komposisi wama. Bisa perseorangan ataupun berpasangan," tutur Ottih.
Ottih menyebutkan, tidak usah memandang kebaya sebagai sesuatu yang
bisa membatasi gerak. Segala sesuatu
yang positifbila dibiasakan tidak akan
menemukan kekakuan.
Hal tersebut tampak dalam keseharian Ottih yang selalu memakai kebaya,
baik saat mengajar, menghadiri acara
formal, nonformal, menghadiri undangan dsb. 'Yang membedakan busana
u~tuk acara formal, kainnya dilam-
banjdilepejdiwiru (dilipit). Perempuan zaman ibu saya, harus bisa
ngalepe, karena itu saya diajari
ngalepe oleh ibu saya. Sementara kain
untuk sehari-hari, nonformal ya disesuaikan, tidak perlu yang dilepe, "
ujar Ottih yang sehari-hari menyetir
mobil sendiri.
Saat diwawancara di rumahnya,
Ottih baru pulang dari toko buku. la
mengenakan kebaya dari bahan
brookat warna hitam, dengan kain .
Baduy tidak dilamban, dan kerudung
putih. Tampak serasi, tidak kaku dan
enak dilihat. Kebaya bagi Ottih sudah
menyatu sebagai pakaian sehari-hari.
Ada ilmunya
Mengenakan kain dan kebaya yang
nyarnan, memang ada ilmunya.
Bagaimana supaya memakai kain supaya kainnya tidak naik saat beIjalan?
Ada caranya, harns dilatih dan dirasakan sendiri. Sebaiknya pakai kain
sendiri, supaya bisa merasakan pengaruhnya, jalannya enak, nyaman dan bebas. Ottih justru merasakan kekakuan
dan tidak bebas dengan kain yang dijahit.
Bahan kebaya yang mahal belum
tentu indah. "Tidak perlu mahal yang
penting komposisi warna serasi dan
nyaman dipakai. Mahal dan bagus, itu
biasa. Justru, bahan yang murah tetapi
bagus, itu yang selalu saya cari," ujar
Ottih yang mengaku mempunyai
koleksi kain batik dan sarung dari
seluruh Indonesia, lebih dari seratus
helai. Ottihjuga suka mengutak-atik
kebaya lama. Kalau b0san dengan
model lama, diubah sedikit saja, jadi
seperti baru.
Keluarga seni
Ottih Rostoyati, lahir di Bandung, 18
Oktober 1949. la adalah anak bungsu
dari empat bersaudara dari pasangan
Hj. Sukiyah dan Bpk. Yoyo Sunarya.
Darah kesenian mengalir sang ayahiJ.ya
yang seorang dalang.
"Saya selalu ingat pesan bapak,
'Kudu laba elmu lahir bathin, kudu
laba kanyaha, kudu laba kabisa.
Maal susah mamanggul,jung
rek kamana wae age," ujarnya. Ayahnya
mengingatkan tentang pentingnya ilmu lahir batin. Ternyata pesan bapaknya tidak hanya diingat oleh Ottih,
tetapi diwujudkan dan disadari sebagai warisan.
Namun Ottih mengaku kalau guru
-spiritual, seni, dan politik adalah
suaminya sendiri, Anang Sumarna
yang menikahinya tahun 1981.
Setelah menyelesaikan SD, SMP dan
SMA di Tasikmalaya. Ottih menyelesaikan S-1 Jurusan Antropologi di Universitas Padjadjaran (Unpad), tahun
1979, kemudian ikut Program Akta
Mengajar di Universitas Terbuka,
menyelesaikan S-2 Program Studi
Antropologi-Sosial di Unpad, tahun
1995. Mengajar di STH Tasikmalaya,
dan mengajar di Unpas Bandung hingga kini. Progr.am doktor (S-3) sudah dijalani, tetapi tidak selesai karena berbeda prinsip dengan petnbimbing.
Setelah lulus SMA, Ottih diterima di
Jurusan Antropologi Unpad.
Bersamaan dengan itu, Ottih diundang
ke Expo 70 di Je~
untuk mengisi
kesenian Jawa B~,. sep!!rti cianjuran,
menari, main kecapi, vokalis angklung.
la kadang diminta ikut latihan kesenian daerah lain dari Sabang sampai
Merauke. Karena suka, meski latihan
sebentar saja, ia sudah bisa mengikuti.
"Expo 70 berlangsung selama setnbilan
bulan. Jadi saya cuti kuliah selama setahun. Masih di Jepang, saya diminta
oleh Mus Mualim untuk menyanyikan
lagu "Bajing Luncat" sambil main kecapi. Kolaborasi gamelan dan musik
jazz di acara Festival Jazz yang diikuti
enam negara yang diselenggarakan di
Osaka," ungkapnya.
Prestasi
Sepanjang hidupnya, banyak prestasi
dan kegiatan yangtelah Ottih ukir. Sebut saja, juara I Keluwesan Kursus
Kepribadian Ny. Winter Wangke
(1972), Juara I Diah Permata Pita Loka,
Damas (1975). Ottih.pun sempat ikut
bermain drama, main dalam beberapa
film, menjadi pemain utama Gending
Karesmen. Mengikuti beberapa pameran lukisan, menulis karya ilmiah, dan
menulis buku. Juga sebagai calegDPR
RI Dapil Jabar 1, Kota Bandug &
Cimahi (PKNU).
"Saya dari dulu gaulnya dengan
orang-orang tua karena mereka banyak
ilmunya. Belajar tari dari bapak yang
dasarnya pencak. Sebetulnya saya
r.;"""""""
I
I
!
senang dengan filosofinya. Kemudian
saya belajar tari topeng, gurunya pak
Nugraha. Saya kreasikan satu tarian
dengan ganti-ganti topeng, menjadi
'topeng 5 watak'. Setiap topeng beda
gerakan, harus disesuaikan dengan
karakter/filosofi topeng," tuturnya pula.
Topeng berwarna putih, sebagai
manusia yang barn lahir (masih suci),
biru mencerminkan manusia yang barn
mengenal sekeliling, merah muda
artinya masa bimbang, merah artinya
niulih kajati, mulang ka usal (suci lagi, menjadi orang baik), merah marun
berarti orang yang ngalajurnafsu, ngaco yang tidak tanggung tanggung, biadab.
Tarian topeng ini memang sudah
ada, di sini Ottih mengembangkan
kreasi menjadi topeng 5 watak/pancawarna. Karena topeng 5 watak, Ottih
mendapat gelar "Guardian Angel of
Sundanes Culture" pada acara The International Conference of Philosophy
yang diselenggarakan Fakultas Filsafat
Unpar tahun 2006.
Melukis pun menjadi salah satu hobi
Ottih. Tampak beberapa lukisan
menghiasi ruang tamu rumahnya, di
kawasan Dago utara. L'b.kisandibuat
berdasarkan pengalaman spiritual Ottih. (Ida F.Suliztyarto)***