Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sumedang

(1)

PERAN HUTAN RAKYAT DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH

DI KABUPATEN SUMEDANG

DADANG ROMANSAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ABSTRAK

DADANG ROMANSAH. Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sumedang. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.A.; Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.

Pengelolaan hutan rakyat ini pada dasarnya bukan merupakan hal baru dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Masyarakat di daerah pedesaan telah lama memiliki tradisi mengelola lahan milik mereka sebagai hutan. Penelitian ini mencoba mengungkap peranan hutan rakyat di dalam perekonomian wilayah khususnya di Kabupaten Sumedang. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat minimnya informasi mengenai dampak riil pembangunan hutan rakyat yang ada saat ini.

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat dan tingkat kelayakan finansial pengusahaan komoditas hutan rakyat jenis jati

(Tectona grandis) dan mahoni (Swietenia macrophylla) yang dikelola secara

monokultur maupun campuran, mengetahui jaringan dan margin pemasaran kayu rakyat jenis jati dan mahoni, mengetahui peran sektor hutan rakyat dalam struktur perekonomian wilayah ditinjau dari total nilai produksi, nilai tambah bruto (NTB), struktur permintaan serta multiplier output dan pendapatan melalui pendekatan analisis input output.

Hasil penelitian menunjukkan dari tujuh pola pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Sumedang, pola kebun campuran antara jati, mangga, padi dan jagung merupakan pola tanam yang paling menguntungkan bagi petani dengan nilai IRR 47,83%. Pada tingkat suku bunga 18% pola ini menghasilkan nilai NPV sebesar Rp. 13.505.330,- dan BCR 2,25 dengan daur pengusahaan selama 20 tahun. Hal tersebut menunjukkan efektivitas biaya yang tinggi sehingga petani masih mampu mengembalikan modal pinjaman pada tingkat suku bunga 18%.

Pelaku pemasaran dalam tataniaga kayu rakyat terdiri dari petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, industri penggergajian, industri meubelair, dan pedagang/industri pengolahan antar kabupaten/propinsi. Petani menjual hasil kayu rakyat melalui pedagang pengumpul dalam bentuk pohon berdiri. Dalam tata niaga kayu rakyat ini petani cenderung hanya berperan sebagai price taker (pengambil harga). Harga rata-rata di tingkat petani untuk kayu mahoni sebesar Rp. 283.209,47/m3, sedangkan harga rata-rata kayu jati sebesar Rp. 574.071,71/m3.

Berdasarkan hasil analisis input-output peran hutan rakyat dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sumedang relatif kecil dibanding sektor-sektor lainnya. NTB yang dihasilkan sektor hutan rakyat hanya sebesar Rp. 17,36 milyar (0,45%) yang terdiri dari upah dan gaji Rp. 397 juta, surplus usaha Rp. 16,74 milyar, penyusutan Rp. 196 juta dan Rp. 21 juta pajak tak langsung. Selain itu dilihat dari nilai multiplier output, peningkatan permintaan akhir sektor hutan rakyat sebesar satu satuan hanya akan meningkatkan ouput seluruh sektor perekonomian termasuk sektor kehutanan itu sendiri sebesar 1,03 satuan. Analisis multiplier pendapatan menunjukkan bahwa sektor hutan rakyat memiliki efek pengganda pendapatan sebesar 1,14 (tipe I) dan 1,45 (tipe II). Peran hutan rakyat yang masih relatif kecil ini diharapkan tetap dapat menjadi pendorong


(3)

PERAN HUTAN RAKYAT DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH

DI KABUPATEN SUMEDANG

DADANG ROMANSAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sumedang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2007

Dadang Romansah E051020261


(5)

J u d u l

: Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah

di Kabupaten Sumedang

N a m a Mahasiswa

: Dadang Romansah

N R P

: E051020261

Program Studi

: Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.A Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS.

Ketua

Anggota

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


(6)

PRAKATA

Hutan rakyat pada dasarnya bukan merupakan hal baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pola pemanfaatan lahan ini sudah berlangsung sejak puluhan bahkan mungkin ratusan tahun yang lalu. Saat ini keberadaannya menjadi penting mengingat banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dari hutan rakyat. Penelitian dengan judul “Peran Hutan Rakyat dalam Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sumedang” ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peranan hutan rakyat dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sumedang mengingat cukup besarnya potensi hutan rakyat di daerah tersebut serta tingkat kelayakan pengusahaan hutan rakyat oleh masyarakat Sumedang.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada komisi pembimbing Bapak Prof. Dr. Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tulisan ini serta Bapak Dr. Ir. Hardjanto, MS yang telah banyak memberi saran untuk perbaikan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumedang atas segala bantuannya serta kepada para pendamping yang telah mendampingi penulis pada saat pegumpulan data di lapangan. Tidak lupa ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk ayah, ibu, istri dan anak tercinta yang senantiasa memberikan doa dan dorongan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, penulis mengharapkan tulisan ini dapat memberi manfaat bagi pembangunan di Kabupaten Sumedang, terutama dalam pengembangan hutan rakyat.

Bogor, Februari 2007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1975 di Sumedang Jawa Barat sebagai putra dari pasangan H. Maman dan Hj. Oom. Pendidikan dasar sampai tingkat menengah atas diselesaikan di Sumedang mulai tahun 1984 – 1995. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri Cibugel pada tahun 1989, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri Cibugel diselesaikan pada tahun 1992 serta pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Sumedang selesai pada tahun 1995.

Pada tahun 2000 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan dan pada tahun 2002 diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat ... 6

Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat ... 8

Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat ... 8

Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran ... 9

Pengertian Wilayah dan Pembangunan Wilayah ... 9

Pengertian Perencanaan Ekonomi... 10

Analisis dan Model Tabel Input-Output ... 11

Peranan Analisis Input-Output ... 13

Analisis Input-Output ... 14

METODOLOGI ... 17

Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Pendekatan ... 17

Jenis Data ... 17

Metode Pengambilan Contoh ... 18

Batasan dan Pengertian (Terminologi) ... 18

Analisis Deskriptif Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat ... 19


(9)

Analisis Pemasaran Komoditas Hutan Rakyat ... 21

Penyusunan Tabel Input-Output ... 21

Klasifikasi Sektor ... 22

Pengolahan Data ... 23

Analisis Data ... 24

KEADAAN UMUM WILAYAH PENELTIAN Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan ... 31

Kondisi Sumberdaya Alam ... 31

Kependudukan ... 34

Perekonomian ... 35

Konsumsi/Pengeluaran Rumah Tangga ... 38

Keadaan Sarana Transportasi dan Komunikasi ... 39

Penggunaan Lahan ... 41

Perkembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang ... 45

Peran Pemerintah Daerah Dalam Pembangunan Hutan Rakyat ... 49

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

Karakteristik Petani ... 51

Penguasaan Lahan Hutan Rakyat ... 56

Kerapatan Hutan Rakyat ... 58

Sistem Pengusahaan Hutan Rakyat ... 61

Penggunaan Input Produksi ... 75

Sumber Pendanaan ... 76

Pemasaran Kayu Rakyat ... 76

Tata Usaha Kayu Rakyat ... 88

Analisis Kelayakan Usaha Hutan Rakyat ... 92

Kontribusi Hutan Rakyat Bagi PAD ... 96

Peran Sektor Kehutanan dalam Perekonomian Wilayah ... 98

KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 110


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel transaksi input-output sederhana ... 26

2. Luas wilayah Kabupaten Sumedang berdasarkan kelompok ketinggian diatas permukaan laut. ... 32

3. Luas Kabupaten Sumedang berdasarkan jenis tanah ... 33

4. Tingkat curah hujan di Kabupaten Sumedang ... 34

5. PDRB Kabupaten Sumedang berdasarkan harga berlaku periode 1999-2003 ... 37

6. Panjang jalan di Kabupaten Sumedang ... 39

7. Luas lahan menurut jenis penggunaan lahan di Kabupaten Sumedang ... 42

8. Luas Kecamatan Tomo berdasarkan penggunaan lahan ... 43

9. Luas Kecamatan Darmaraja berdasarkan penggunaan lahan ... 45

10. Luas Kecamatan Jatigede berdasarkan penggunaan lahan ... 45

11. Produksi kayu rakyat di wilayah Kabupaten Sumedang tahun 2004 ... 46

12. Jumlah petani responden berdasarkan kelompok umur ... 51

13. Tingkat pendidikan responden di lokasi penelitian ... 53

14. Pengalaman petani responden dalam mengelola hutan rakyat ... 54

15. Jumlah tanggungan rumah tangga petani di lokasi penelitian ... 55

16. Luas kepemilikan hutan rakyat di lokasi penelitian ... 57

17. Kerapatan tegakan rata-rata hutan rakyat ... 60

18. Penggunaan tenaga kerja pada pengusahaan hutan rakyat ... 65

19. Perkembangan industri meubel di Kabupaten Sumedang periode 1999-2003 ... 80

20. Harga jual kayu jati dan mahoni di tingkat petani ... 84

21. Komponen biaya tataniaga mahoni rakyat di Kabupaten Sumedang ... 85

22. Komponen biaya tataniaga jati rakyat di Kabupaten Sumedang ... 86

23. Margin rata-rata tataniaga kayu bulat ... 87

24. Hasil analisis finansial pengusahaan hutan rakyat per hektar di Kabupaten Sumedang ... 93

25. Hasil uji sensitivitas pengusahaan hutan rakyat per hektar di Kabupaten Sumedang ... 95


(11)

26. Retribusi angkutan hasil hutan kayu rakyat tahun 2004 ... 96 27. Produksi kayu rakyat tahun 2004 ... 97 28. Permintaan antara dan permintaan akhir sektor-sektor

perekonomian Kabupaten Sumedang Tahun 2003 ... 99 29. Konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah terhadap sektor

perekonomian di Kabupaten Sumedang Tahun 2003 ... 100 30. Kontribusi nilai tambah bruto sektor-sektor perekonomian

Kabupaten Sumedang Tahun 2003 ... 101 31. Distribusi output sektoral perekonomian Kabupaten Sumedang

Tahun 2003 ... 103 32. Multiplier output sektor-sektor perekonomian di Kabupaten

Sumedang ... 104 33. Multiplier pendapatan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 5

2. Persentase wilayah berdasarkan ketinggian tempat ... 33

3. Padi sawah siap panen di lokasi penelitian ... 36

4. Perkembangan PDRB sektor pertanian periode tahun 1999-2003 ... 38

5. Perkembangan produksi kayu rakyat di Kabupaten Sumedang ... 47

6. Pemanfaatan lahan berbatu untuk penanaman hutan rakyat ... 56

7. Jumlah tegakan berdasarkan kelas umur: tegakan jati; (b) tegakan mahoni; (c) tegakan seluruh jenis kayuan; dan (d) tegakan kayu-kayuan dan buah-buahan ... 61

8. Proporsi penggunaan tenaga kerja pada pengusahaan tanaman pangan di hutan rakyat ... 66

9. Proporsi penggunaan tenaga kerja pada tanaman hutan pengusahaan hutan rakyat ... 67

10. Proporsi penggunaan tenaga kerja untuk tanaman hortikultur pada pengusahaan hutan rakyat ... 68

11. Proporsi penggunaan pupuk oleh masyarakat dalam pengelolaan hutan rakyat ... 71

12. Proporsi kegiatan penjarangan yang dilakukan oleh responden pada pemeliharaan hutan rakyat ... 73

13. Obat pembasmi hama tradisional yang digunakan petani ; (a) ekstrak daun mindi, (b) ekstrak daun suren, (c) ekstrak rebung ... 75

14. Alur tataniaga kayu mahoni dan kayu jati ... 77


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Peta administrasi kabupaten sumedang ... 112

2. Data pokok petani hutan rakyat di Desa Ciranggem dan Desa

Karedok Kecamatan Jatigede ... 113 3. Data pokok petani hutan rakyat di Desa Neglasari dan Desa

Karangpakuan Kecamatan Darmaraja ... 114 4. Data pokok petani hutan rakyat di Desa Jembarwangi dan Desa

Darmawangi Kecamatan Tomo ... 115 5. Rekapitulasi data pokok responden pedagang kayu rakyat di lokasi

penelitian ... 116 6. Rekapitulasi data pokok pemilik industri meubel ... 118 7. Jumlah dan jenis kayu rakyat yang dimiliki oleh petani hutan rakyat ... 120

8. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola I di Kab. Sumedang ... 122 9. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola I di

Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000-,) ... 123 10. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola I di Kab.

Sumedang ... 124 11. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola

I (Df 18%) di Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000,-) ... 125 12. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola II di Kabupaten Sumedang ... 126 13. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola II di Kab.

Sumedang (x Rp. 1000,-) ... 127 14. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola II di Kabupaten

Sumedang ... 128 15. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola

II (Df 18%) di Kab. Sumedang (x Rp 1.000,-) ... 129 16. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola III di Kab. Sumedang ... 130 17. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola III di Kab.

Sumedang (x Rp 1.000-,) ... 131 18. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola III di Kab.

Sumedang ... 132 19. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola

III (Df 18%) di Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000,-) ... 133 20. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola IV di Kab. Sumedang ... 134 21. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil pengelolaan HR pola IV

di Kab. Sumedang ... 135 22. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola IV di

Kab. Sumedang (x Rp 1.000-,) ... 136 23. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola


(14)

24. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola V di Kab. Sumedang ... 138 25. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola V (x Rp

1.000-,) ... 139 26. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil pengelolaan HR pola V di

Kab. Sumedang ... 140 27. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola

V (Df 18%) di Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000,-) ... 141 28. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola VI di Kab. Sumedang ... 142 29. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola VI (x Rp

1.000-,) ... 143 30. Produksi dan hasil Penjualan tanaman hasil HR pola VI di Kab.

Sumedang ... 144 31. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola

VI (Df 18%) di Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000,-) ... 145 32. Kebutuhan material dan tenaga kerja (HOK) pengadaan tanaman

pengelolaan HR pola VII di Kab. Sumedang ... 146 33. Kebutuhan biaya pengadaan tanaman pengelolaan HR pola VII (x Rp

1.000-,) ... 147 34. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola VII di Kab.

Sumedang ... 148 35. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian, khususnya sub-sektor kehutanan telah memberikan andil yang sangat besar dalam pembangunan nasional selama ini. Bahkan sub-sektor kehutanan pada awal pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru menjadi tulang punggung perekonomian nasional guna memperoleh dana lancar yang cepat sebagai modal awal pembangunan. Dana lancar tersebut diperoleh melalui pemanenan kayu dari hutan alam.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa kontinuitas pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu yang hanya mengandalkan pasokan dari hutan alam sulit diharapkan. Demikian pula pasokan dari HTI (Hutan Tanaman Industri) yang masih jauh dari target. Untuk mengatasi hal tersebut, alternatif lain yang bisa dikembangkan oleh pemerintah saat ini salahsatunya adalah dengan mengembangkan dan membangun Hutan Rakyat (HR).

Pengelolaan Hutan Rakyat pada dasarnya bukan merupakan hal baru dalam kehidupan keseharian masyarakat Indonesia. Masyarakat di daerah pedesaan telah lama memiliki tradisi mengelola lahan milik mereka sebagai hutan. Hal ini banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik yang ada di Jawa maupun luar Jawa. Misalnya di Jawa Barat ada yang dinamakan talun, tembawang di Kalimantan Barat dan repong damar di Krui Lampung. Mereka umumnya mengelola lahan milik tersebut dengan aneka tanaman keras dan biasanya dipadukan dengan tanaman pertanian, tanaman perkebunan, rumput pakan ternak atau dengan tanaman pangan lainnya yang biasanya disebut sebagai pola agroforestry. Pola ini memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat desa karena dapat dijadikan sumber pendapatan tambahan serta dapat menjamin terjadinya kontinuitas produksi.

Jawa Barat merupakan daerah yang cukup potensial dalam upaya pembangunan dan pengembangan hutan rakyat. Demikian pula halnya dengan Kabupaten Sumedang, dimana sektor pertanian masih merupakan sektor andalan dalam memacu perekonomian wilayah. Berdasarkan nilai PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten/Kota di Jawa Barat menurut Lapangan


(16)

Usaha pada tahun 2002 (BPS, 2002), untuk Kabupaten Sumedang sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan penyumbang terbesar dibanding dengan sektor-sektor lainnya yaitu Rp. 1.174.965 juta. Diurutan selanjutnya adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran Rp. 914.482 juta, sektor industri pengolahan Rp. 590.410 juta, sektor jasa Rp. 366.904 juta, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Rp. 141.408 juta. Dengan demikian, sebagai salah satu sektor andalan sektor pertanian tentunya sangat diharapkan untuk terus berkembang dan mampu menjadi leading sektor (sektor pemimpin) dalam pembangunan perekonomian wilayah.

Dalam kontribusinya sektor pertanian khususnya kehutanan di Kabupaten Sumedang telah memberikan peran yang cukup penting sebagai daerah penghasil kayu baik kayu dari kawasan hutan negara (Perum Perhutani Unit III) maupun kayu dari tanah milik (hutan rakyat) di Jawa Barat. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sumedang (2002), jenis kayu yang selama ini menjadi produk utama dari wilayah Kabupaten Sumedang adalah kayu jati, mahoni, dan pinus. Produksi ketiga jenis kayu tersebut dari areal hutan rakyat mengalami peningkatan pada tahun 2002 dibanding tahun sebelumnya, sementara produksi dari Perum Perhutani mengalami penurunan seiring dengan pelaksanaan moratorium logging. Produksi kayu jati rakyat tahun 2001 sebesar 5.724,9 m3 meningkat pada tahun 2002 menjadi 10.367,4 m3. Demikian pula dengan jenis kayu mahoni, tahun 2001 sebesar 14.319 m3 meningkat menjadi 24.080,7 m3 pada tahun 2002. Sedangkan untuk kayu pinus mengalami penurunan dimana pada tahun 2001 produksi kayu pinus sebesar 1.907,6 m3 menjadi 1.165,7 m3 pada tahun 2002. Namun secara keseluruhan produksi kayu dari hutan rakyat di Kabupaten Sumedang pada tahun 2002 mengalami peningkatan dimana tahun 2001 hanya menghasilkan kayu sebesar 22.344,9 m3 meningkat menjadi 36.239,8 m3 pada tahun 2002.


(17)

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Berapa besar peranan hutan rakyat terhadap total nilai produksi (output), NTB (Nilai Tambah Bruto), struktur permintaan dan multiplier output dan pendapatan terhadap sektor-sektor lainnya.

b. Berapa besar tingkat kelayakan secara finansial pengusahaan komoditas kayu rakyat yang dikembangkan oleh petani.

c. Bagaimana peranan kelembagaan dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Sumedang.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui praktek pengusahaan hutan rakyat dan tingkat kelayakan secara finansial pengusahaan komoditas hutan rakyat jenis jati (Tectona

grandis) dan mahoni (Swietenia macrophylla) yang dikelola secara

monokultur (murni) maupun campuran.

b. Mengetahui jaringan dan margin pemasaran kayu rakyat jenis jati dan mahoni

c. Mengetahui peran sektor hutan rakyat dalam struktur perekonomian wilayah Kabupaten Sumedang ditinjau dari total nilai produksi, Nilai Tambah Bruto (NTB), struktur permintaan serta multiplier output dan pendapatan.

Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

a. Informasi dasar bagi para penentu kebijakan perekonomian wilayah dalam membuat rumusan program pembangunan ekonomi, khususnya pembangunan sektor kehutanan.


(18)

b. Landasan analisis untuk menggali sumber pertumbuhan ekonomi baru terutama untuk pengembangan hutan rakyat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama masyarakat pedesaan.

Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, potensi dan peranan hutan rakyat dalam struktur perekonomian wilayah di Kabupaten Sumedang perlu diungkap mengingat minimnya informasi mengenai dampak riil pembangunan hutan rakyat yang ada saat ini. Secara makro perkiraan peranan hutan rakyat terhadap perekonomian wilayah dilakukan dengan pendekatan analisis input output. Dengan demikian maka dapat dilakukan analisis pengaruh sektor hutan rakyat terhadap ekonomi regional juga terhadap sektor perekonomian lainnya.

Untuk mengetahui peranan hutan rakyat di tingkat petani dilakukan melalui analisis pengusahaan hutan rakyat secara mikro. Parameter yang digunakan antara lain tingkat kelayakan pengusahaan hutan rakyat dan saluran pemasaran. Pola-pola pengusahaan yang selama ini dilakukan oleh masyarakat perlu dianalisis dan dikembangkan agar dapat memberikan hasil yang lebih maksimal. Demikian pula dengan pola pemasaran yang selama ini berlangsung perlu dikaji sehingga dapat memberikan manfaat yang berimbang bagi setiap pelaku pemasaran.


(19)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Lembaga Pemasaran

PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT

Makro Mikro

Kontribusi komoditas hutan rakyat

thd PDRB

Keterkaitan thd sektor

perekonomi-an lain

Tingkat Kelayakan

Wilayah Petani

Analisis Input-Output Metode

Non-Survey

Analisis Pengusahaan Hutan Rakyat jenis jati dan mahoni:

1. Analisis Finansial dan Sensitivitas (NPV, BCR, IRR)

2. Margin Pemasaran

3. Lembaga Pemasaran: (Saluran Tata Niaga)

Harga

Dampak pengusahaan hutan rakyat terhadap:

1. Nilai Produksi/Output Wilayah

2. Nilai Tambah Bruto 3. Permintaan Akhir 4. Multiplier Effect

Analisis Pengusahaan Hutan Rakyat jenis jati dan mahoni :

1. Tingkat Kelayakan dan Sensitivitas 2. Pola Pemasaran


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Hutan dan Hutan Rakyat

Dalam pasal 1 ayat 2 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan dinyatakan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan statusnya hutan terdiri dari hutan hak dan hutan negara dimana hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah, sedangkan hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Hutan hak tersebut sering disebut dengan hutan rakyat.

Awang (2003) menyatakan ciri dari hutan rakyat adalah bahwa kegiatan penanaman pohon tersebut dilaksanakan di atas lahan milik rakyat. Walaupun demikian kegiatan ini dapat juga dilaksanakan di atas lahan negara yang diperuntukkan untuk kegiatan penanaman pohon, dan manfaatnya untuk masyarakat. Hutan rakyat ini ada yang bersifat subsisten dan ada yang dengan tujuan komersial. Program hutan rakyat biasanya diawali dengan satu kampanye dari pihak pemerintah kepada rakyat yang sebagian lahannya terlantar karena kritis. Lahan kritis ini bisa saja terjadi di lahan petani kecil maupun petani besar.

Berdasarkan UU Kehutanan No.41 tahun 1999 pengembangan hutan rakyat diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi dan konservasi lahan di luar kawasan hutan negara, penganekaragaman hasil pertanian yang diperlukan oleh masyarakat, peningkatan pendapatan masyarakat, penyediaan kayu sebagai bahan baku bangunan, bahan baku industri, penyediaan kayu bakar, usaha perbaikan tata air dan lingkungan, serta sebagai kawasan penyangga bagi kawasan hutan negara. Pengelolaan hutan rakyat tersebut sangat layak untuk dioptimalkan jika mengingat adanya tantangan berat bagi rehabilitasi hutan kita yang semakin hancur dewasa ini.

Di Indonesia kegiatan pengembangan hutan rakyat pada dasarnya ada dua bentuk: 1) penanaman pohon yang bersifat swadaya, 2) penanaman pohon di atas lahan milik yang karena ada stimulasi dari program pemerintah seperti


(21)

penghijauan dan gerakan sejuta pohon. Hutan rakyat swadaya dapat dijumpai di daerah Gunung Kidul, pengembangan sengon di Purworejo, Wonosobo, Sukabumi, Garut, Sleman dan masih banyak tempat lainnya.

Dephut (1990) mengemukakan bahwa berdasarkan jenis dan pola penanamannya hutan rakyat digolongkan ke dalam bentuk-bentuk hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran, dan hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpang sari. Hutan rakyat murni adalah hutan rakyat yang terdiri dari satu jenis tanaman pokok yang ditanam dan diusahakan secara monokultur. Hutan rakyat murni lebih mudah dalam pembuatan, pengelolaan dan pengawasannya namun dari segi silvikultur bentuk hutan rakyat murni memiliki beberapa kelemahan, diantaranya mudah dan peka terhadap serangan hama dan penyakit dan gangguan alam seperti angin. Dari segi ekonomi hutan rakyat murni kurang fleksibel, tidak ada diversifikasi komoditas, sehingga ketahanan ekonominya kurang karena tergantung hanya pada satu jenis komoditas dan resiko yang besar.

Hutan rakyat campuran adalah hutan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran. Dari segi silvikultur bentuk hutan ini lebih baik daripada hutan rakyat murni. Hutan rakyat campuran lebih tahan terhadap serangan hama penyakit dan gangguan alam (angin). Selain itu dapat mengurangi terjadinya persaingan penggunaan zat hara oleh akar dan penggunaan cahaya matahari. Dari segi ekonomi, hutan rakyat campuran memiliki ketahanan dan fleksibilitas yang lebih tinggi, karena terdapat diversifikasi komoditas secara horizontal dan resiko yang lebih kecil sehingga tidak tergantung pada satu komoditas saja.

Hutan rakyat dengan sistem wanatani merupakan hutan rakyat yang mempunyai bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan usahatani lainnya seperti perkebunan, pertanian, peternakan dan lain-lain secara terpadu pada suatu lokasi. Hutan rakyat dengan sistem wanatani berorientasi pada optimalisasi pemanfaatan lahan, baik dari segi ekonomi maupun ekologi. Bentuk hutan seperti ini mempunyai daya tahan terhadap hama penyakit dan angin. Secara ekonomi, bentuk hutan ini memberikan keuntungan ganda melalui pemanenan bertahap yang berkesinambungan. Adanya diversifikasi komoditas secara vertikal dan


(22)

horizontal mengakibatkan nilai ekonomi diperoleh semakin tinggi dan penyerapan tenaga kerja semakin banyak dan berkelanjutan.

Biaya Produksi Pengusahaan Hutan Rakyat

Biaya adalah satuan-satuan nilai yang dikorbankan untuk proses produksi. Pengorbanan ini hanya merupakan biaya, jika nilai yang dikorbankan mempunyai nilai ekonomis yang bertujuan untuk memprodusir barang-barang atau jasa (Adikoesoemah, 1982).

Dalam pengusahaan hutan rakyat untuk jenis sengon, petani hutan rakyat umumnya menjual hasil hutannya berupa kayu dalam bentuk pohon berdiri kepada pedagang perantara (tengkulak). Oleh karena itu maka biaya pemanenan, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran tidak ditanggung oleh petani melainkan ditanggung oleh pembeli (Wahyuningsih, 1993). Dengan demikian, biaya produksi yang ditanggung oleh petani hanyalah biaya pembangunan pengelolaan hutan mulai dari biaya sewa tanah, pengadaan barang modal (peralatan), pengadaan bibit, tenaga kerja, pupuk, obat-obatan pembasmi hama dan penyakit, bunga modal dan pajak.

Pendapatan Pengusahaan Hutan Rakyat

Pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat diperoleh dari penjualan hasil hutan rakyat berupa kayu pertukangan maupun kayu bakar. Besarnya pendapatan dari pengusahaan hutan rakyat dapat dihitung berdasarkan kepada banyaknya rata-rata panen dari bentuk produk pohon berdiri per satuan luas dikalikan dengan harga yang berlaku saat itu.

Menurut Sumarta (1963), besarnya pendapatan/penerimaan dari pengusahaan hutan rakyat belum merupakan indikator bagi besarnya keuntungan yang diperoleh petani pemilik karena masih tergantung kepada besar kecilnya ongkos produksi yang dikeluarkan. Besarnya keuntungan pengusahaan hutan rakyat tergantung pada faktor-faktor lokasi (ekonomi) dan kesuburan tanah, cara pembinaan, jenis tanaman campuran, dan harga hasil produksi.


(23)

Saluran Pemasaran dan Margin Pemasaran

Saluran pemasaran adalah saluran yang digunakan produsen untuk menyalurkan produknya kepada konsumen. Dalam proses penyaluran produk dari petani hingga ke tangan konsumen memiliki banyak alternatif saluran pemasaran dan melibatkan lembaga-lembaga pemasaran yang merupakan badan yang meyelenggarakan kegiatan dan fungsi pemasaran. Produk-produk yang melalui beberapa lembaga pemasaran akan mengalami peningkatan harga. Peningkatan harga ini terjadi karena adanya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pendistribusian dan keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga pemasaran. Biaya-biaya yang digunakan oleh lembaga pemasaran ditujukan untuk melakukan fungsi pemasaran yang akan dapat meningkatkan kegunaan, bentuk, waktu dan tempat dari produk yang didistribusikan.

Hanafiah dan Saefudin (1986), mengemukakan bahwa panjang pendeknya saluran pemasaran suatu barang niaga ditandai dengan berapa banyaknya pedagang perantara yang dilalui oleh barang niaga tersebut sejak dari produsen hingga konsumen akhir. Bila pedagang perantara yang dilaluinya banyak maka dikatakan bahwa saluran pemasaran dari barang niaga tersebut panjang.

Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses barang dari produsen ke konsumen akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut diantara tingkat produsen dan konsumen akhir dan semakin besar pula harga yang harus dibayar oleh konsumen akhir. Perbedaan harga tersebut disebut margin pemasaran.

Pengertian Wilayah dan Pembangunan Wilayah

Wilayah merupakan suatu nodal atau polarisasi yang terdiri atas satuan-satuan homogen, seperti kota dan desa yang secara fungsional saling terkait (Sukirno, 1976). Atas dasar pengertian tersebut, wilayah diklasifikasikan menjadi tiga tipe wilayah yaitu, (1) wilayah formal, (2) wilayah fungsional, dan (3) wilayah perencanaan. Wilayah formal diartikan sebagai bagian dari permukaan bumi atau wilayah geografis yang seragam menurut kriteria tertentu. Pada awalnya digunakan keseragaman fisik (topografi, iklim, dan vegetasi), kemudian berkembang menjadi kriteria sosial politik. Sedangkan wilayah fungsional


(24)

diartikan sebagai wilayah geografis yang memperlihatkan suatu koherensi fungsional tertentu, sementara wilayah perencanaan merupakan kombinasi antara wilayah formal dan wilayah fungsional.

Selanjutnya Glasson (1977) menyatakan bahwa wilayah perencanaan tersebut antara lain haruslah cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi berskala ekonomi dan harus mampu memasok industrinya sendiri dengan tenaga kerja yang diperlukan. Disamping itu, sekurang-kurangnya harus mempunyai satu titik pertumbuhan dengan menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dimana masyarakat mempunyai kesadaran bersama terhadap semua persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, pembangunan atau pengembangan wilayah dalam arti sempit dapat diturunkan dari pengertian

regional development, sedangkan dalam arti luas dikembangkan dari pengertian

regional planning yang lebih menekankan analisisnya pada aspek-aspek tata

ruang, tataguna lahan dan perencanaan.

Menurut Todaro (1983), keberhasilan pembangunan suatu negara harus didasarkan pada empat kriteria yaitu: (1) pendayagunaan tenaga kerja, (2) pengurangan tingkat kemiskinan, (3) kebijakan untuk distribusi pendapatan, dan (4) peningkatan produktivitas tenaga kerja. Keempat kriteria tersebut harus berjalan secara simultan, sehingga di dalam proses pembangunan yang sedang berjalan terlihat adanya perubahan struktur masyarakat, keuntungan untuk seluruh masyarakat melalui distribusi pendapatan, pertumbuhan ekonomi yang cepat dan efisiensi.

Pengertian Perencanaan Ekonomi

Perencanaan merupakan suatu proses yang berkesinambungan dari waktu ke waktu dengan melibatkan kebijaksanaan (policy) dari pembuat keputusan berdasarkan sifat sumberdaya yang tersedia dan disusun secara sistematis (Soekartawi, 1990). Dalam prakteknya dibedakan menurut skala jangkauan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Oleh karena itu suatu perencanaan akan selalu berkesinambungan dan bertahap serta saling berkait antara satu tahap dengan tahapan lainnya.


(25)

Ardani dan Iswara dalam Soekartawi (1990) menyatakan bahwa perencanaan biasanya mengandung beberapa elemen, antara lain:

a. Perencanaan yang diartikan sebagai pemilihan alternatif

b. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai pengalokasian berbagai sumberdaya yang tersedia

c. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai sasaran, dan d. Perencanaan yang dapat diartikan sebagai upaya untuk mencapai target

sasaran yang dikaitkan dengan waktu masa depan.

Menurut Dalton dalam Jhingan (1999), perencanaan ekonomi dalam pengertian yang paling luas adalah pengaturan dengan sengaja oleh orang yang berwenang mengenai sumber-sumber kegiatan ekonomi ke arah tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya Lewis dalam Jhingan (1999) mengartikan perencanaan ekonomi sebagai suatu rencana pengorganisasian perekonomian di mana pabrik, perusahaan, dan industri yang terpisah-pisah dianggap sebagai unit-unit terpadu dari satu sistem tunggal dalam rangka memanfaatkan sumber yang tersedia untuk mencapai kepuasan maksimum kebutuhan rakyat dalam waktu yang telah ditentukan.

Dalam perencanaan pembangunan regional terdapat beberapa teknik analisis regional yang dapat dipergunakan untuk menentukan atau memilih aktivitas ekonomi yang dikembangkan dalam suatu daerah atau menentukan lokasi yang sesuai dengan aktivitas ekonomi. Teknik-teknik yang dimaksud ini antara lain Basis Ekonomi, Multiplier Regional, Model Gravitasi, Analisis Titik Pertumbuhan dan Analisis Input-Output (Richardson, 1972).

Analisis dan Model Tabel Input-Output Pendekatan

Analisis input-output untuk pertama kalinya dikembangkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930 yang didasarkan pada pendekatan bahwa hubungan interdependensi antara suatu sektor dengan sektor lainnya dalam perekonomian adalah sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan dalam rangkaian persamaan linier. Sedangkan keadaan struktur perekonomian terlihat pada besarnya nilai-nilai ketergantungan antarsektor tersebut. Tujuan utama dari model input-output


(26)

adalah untuk menjelaskan besarnya arus antarindustri atau antar sektor sehubungan dengan tingkat produksi masing-masing sektor. Untuk itu diperlukan beberapa asumsi dasar yaitu :

1. Tiap komoditas (kelompok komoditas) dihasilkan oleh suatu industri atau sektor produksi saja.

2. Input yang dibeli atau digunakan oleh tiap sektor merupakan suatu fungsi linier dari tingkat output sektor bersangkutan.

3. Efek total dari pelaksanaan berbagai tipe produksi merupakan jumlah masing-masing sektor secara terpisah. Hal yang demikian ini juga disebut sebagai asumsi additivitas yang mengabaikan faktor-faktor luar. Fungsi utama dari model input-output Leontief adalah dapat memberikan dasar bagi eksplorasi empiris di dalam wahana interaksi interindustri. Model ini memberikan kerangka yang konsisten dalam pengumpulan data, walaupun dalam pengujian asumsinya masih menunjukkan formulasi teoritis yang komplek. Model-model komplek seperti ini dibutuhkan data yang banyak dengan tetap menggunakan prinsip dasar model analisis interindustri.

Lebih lanjut Glasson (1977) menyatakan model input-output dapat digunakan untuk meramalkan pengaruh pengganda output, pengganda pendapatan dan pengaruh pengganda tenaga kerja bagi setiap sektor ekonomi suatu wilayah. Apabila suatu target telah ditetapkan, misalnya maksimalisasi pendapatan wilayah atau tenaga kerja, maka analisis input-output dapat digunakan untuk menentukan sektor-sektor yang perlu mendapat injeksi investasi.

Model tabel

Miernyk (1969) menyatakan bahwa pada dasarnya sistem analisis Leonitief merupakan tabel transaksi input-output, yang penyusunannya mempunyai fleksibilitas pengklasifikasian penentuan sektor-sektor dalam tabel input-output tersebut. Sektor industri ataupun sektor-sektor lainnya dapat dipecahkan ke suatu tingkat detail sesuai dengan yang diinginkan dalam batas data yang tersedia. Demikian juga untuk sektor-sektor pembayaran (payment sectors) atau komponen permintaan akhir (final demand) dapat dipecahkan ke dalam sektor yang diinginkan.


(27)

Sehubungan dengan ketentuan teoritis, O'Connor dan Henry (1975) menyatakan bahwa tabel input-output harus disusun berdasarkan perlakuan impor secara kompetitif dan berdasarkan perlakuan impor secara non-kompetitif. Tabel input-output yang disusun berdasarkan perlakuan impor secara kompetitif, nilai impor dimasukkan ke dalam kolom khusus dengan tanda negatif dan ditempatkan di sebelah kanan dari kuadran permintaan akhir. Disamping itu, dalam tabel ini, arus transaksi antar industri dalam tabel terdiri atas komoditas, baik yang berasal dari sumber domestik maupun yang berasal dari impor.

Tabel yang disusun berdasarkan impor secara non-kompetitif, maka nilai impor tersebut ditempatkan dalam baris tersendiri di dalam kuadran input primer. Selain model yang lain lagi yaitu model statis, model regional dan model interegional. Pada tabel input-output model statis disusun berdasarkan data yang terjadi pada saat tertentu sehingga koefisien-koefisien yang diperoleh juga bersifat disusun untuk tujuan analisis suatu daerah tertentu dan penyusunannya didasarkan pada data daerah yang bersangkutan. Untuk model interegional, tabel input-output disusun untuk tujuan analisis antar daerah. Oleh karena untuk kepentingan antar daerah, maka dalam penyusunannya harus didasarkan pada pengelompokkan sektor-sektor kegiatan ekonomi menurut daerah. Hal demikian dimaksudkan untuk dapat melihat hubungan transaksi baik antarsektor maupun antar daerah.

Peranan Analisis Input-Output

Menurut Miernyk ( 1969), bahwa penggunaan analisis input-output pada dasarnya ditujukan untuk berbagai keperluan, diantaranya adalah untuk mengetahui :

Struktur perekonomian

Tabel input-output secara simultan menggambarkan hubungan permintaan dan penawaran pada tingkat keseimbangan. Dimana dalam kondisi struktur perekonomian yang seimbang ini maka baik interaksi maupun interdependensi antar segenap struktur ekonomi bisa diketahui pola dan kecenderungan perkembangannya.


(28)

Peramalan ekonomi

Hubungan antara permintaan akhir dengan tingkat output terdapat hubungan yang bersifat linier. Atas dasar hubungan yang demikian ini, dengan melalui perlakuan (menentukan nilai permintaan akhir sedemikian rupa sesuai dengan nilai yang diprediksi akan terjadi di masa mendatang), maka akan dapat dilihat pengaruhnya terhadap tingkat output (pertumbuhan ekonomi) di masa yang akan datang.

Sehubungan dengan peramalan ekonomi, Stone ( 1966) menyatakan bahwa dengan melalui metode RAS terhadap tabel input-output maka informasi perekonomian dimasa mendatang dapat diketahui. RAS tersebut diartikan sebagai suatu perkalian antara R sebagai pengali pengganti yang beroperasi di sepanjang baris, A sebagai matriks koefisien input antara dan S sebagai pengali fabrikasi yang beroperasi di sepanjang kolom.

Akibat dari permintaan akhir

Melalui proses pengolahan data maka dari tabel input-output dapat dihasilkan berbagai jenis nilai koefisien, yang masing-masing mempunyai fungsi analisis sesuai dengan aspek perekonomian yang dikaji. Atas dasar fungsi-fungsinya tersebut maka melalui tabel input-output dapat diketahui dampak dari suatu injeksi investasi, seperti halnya terhadap pendapatan, penyerapan tenaga kerja, keterkaitan antar sektor, kepekaan sektoral, multiplier dan sebagainya.

Kelayakan dan kepekaan sektoral

Tabel input-output juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelayakan ekonomi pengembangan sektoral sekaligus derajat kepekaan sektoral. Oleh karena itu maka dapat diketahui pula mengenai sektor yang secara nyata mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian wilayah.

Analisis Input-Output

Melalui mekanisme perhitungan rumus-rumus yang berlaku di dalamnya maka tabel input-output dapat digunakan untuk mengetahui gambaran perekonomian suatu wilayah sesuai dengan aspek kepentingan analisis.


(29)

Aspek-aspek yang mempunyai fungsi dan kedudukan penting di dalam analisis perekonomian suatu wilayah di antaranya adalah :

Efek pengganda

Telah dinyatakan oleh Kadariah (1978) bahwa peningkatan aktivitas pemimpin sektor (leading sektor) ekonomi di suatu daerah pada masa berikutnya akan berpengaruh terhadap meningkatnya arus pendapatan ke daerah tersebut, meningkatkan konsumsi, meningkatkan permintaan barang dan jasa sektor-sektor lain yang pada akhirnya akan meningkatkan pula aktivitas sektor-sektor lain yang belum sempat menjadi pemimpin sektor. Demikian pula bahwa apabila terjadi mekanisme yang sebaliknya maka akan terjadi pengaruh yang sebaliknya pula.

Efisiensi teknis

Mengingat bahwa sistem perekonomian makro suatu daerah pada dasarnya juga merupakan suatu aktivitas produksi atau aktivitas ekonomi maka sehubungan dengan tersedianya faktor produksi yang terbatas, perlu dikaji mengenai kemampuan efisiensi ekonominya. Aktivitas perekonomian suatu daerah dikategorikan sebagai aktivitas produksi yang efisien apabila dalam menghasilkan output daerahnya mampu menciptakan proporsi nilai tambah bruto (NTB) yang lebih besar dari pada kebutuhan input antara.

Sebaliknya bahwa apabila proporsi NTB yang diciptakannya lebih kecil dari pada proporsi input antara yang dibutuhkan, maka hal demikian berarti menunjukkan kemampuan produksi daerah yang bersangkutan tidak efisien. Hal demikian ini pada dasamya juga menunjukkan bahwa aktivitas produksi daerah yang bersangkutan terlalu menggantungkan pada faktor sumberdaya lingkungan setempat dari pada mementingkan pertumbuhan ekonomi.

Keterkaitan antar sektor ekonomi

Pada dasarnya upaya pembangunan ekonomi setiap daerah merupakan upaya menghidupkan segenap sektor perekonomian sebagai satu kesatuan, tetapi menjadi persoalan adalah bagaimana tingkat keterkaitan antar sektornya masing-masing, karena tidak semua sektor dalam suatu daerah perekonomian mempunyai nilai keterkaitan antarsektor yang sama.


(30)

Di dalam pembangunan ekonomi, suatu program dikategorikan efektif apabila injeksi investasi yang dilakukan lebih cenderung ditujukan kepada sektor-sektor yang mempunyai derajat keterkaitan yang tinggi. Karena hal demikian pada dasarnya menunjukkan bahwa nilai keterkaitan antara sektor suatu sistem perekonomian daerah yang tinggi, juga menunjukkan kemampuan di dalam menciptakan kekokohan ekonomi daerah. Mengingat kondisi yang demikian ini berarti mempunyai kedudukan interaksi antarsektor yang kondusif.

Derajat penyebaran antar sektor

Injeksi investasi akan menghasilkan nilai tambah (value added) yang tinggi apabila sasaran injeksi tersebut diarahkan pada sektor yang mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk meningkatkan outputnya, yang dalam hubungan analisis input-output disebut sebagai sektor yang mempunyai nilai backward

spread tinggi. Di samping mampu menarik, maka suatu sektor dalam

perkembangannya mampu menciptakan kepekaan terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya. Suatu sektor-sektor dapat dikategorikan sebagai sektor-sektor yang peka terhadap pertumbuhan perekonomian apabila sektor tersebut mampu mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya dalam meningkatkan outputnya, yang dalam analisis input-output disebut sektor yang mempunyai nilai forward spread tinggi.


(31)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan selama 6 bulan pada bulan Oktober 2004 – Maret 2005 di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Penetapan lokasi penelitian ini didasarkan pada sebaran luasan hutan rakyat dan sebaran jenis kayu jati dan mahoni di Kabupaten Sumedang. Penelitian dilakukan di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Jatigede, Darmaraja dan Tomo.

Pendekatan

Untuk mencapai tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka pendekatan yang dipergunakan adalah :

Pendekatan intersektoral dengan analisis input-output

Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat peran dan potensi sektor-sektor dalam merangsang pengembangan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Melalui analisis keterkaitan antar sektor dalam tabel transaksi input-output dapat diketahui pengaruh masing-masing sektor terhadap sektor-sektor lainnya.

Identifikasi daerah

Identifikasi daerah dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai situasi daerah dengan penekanan pada aspek fisik, penggunaan lahan dan kependudukan. Di samping itu, dimaksudkan untuk melihat masalah-masalah daerah yang perlu mendapat prioritas penyelesaian dalam rangka pengembangan pengusahaan hutan rakyat.

Jenis Data

Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan sebagai bahan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumedang dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Selain itu diperlukan pula data primer yang mencakup informasi karakteristik petani, karakteristik komoditas hutan rakyat beserta outputnya, jenis kegiatan usaha lainnya diluar hutan rakyat, aspek biaya dan penerimaan dari pengusahaan hutan rakyat, serta aspek lembaga pemasaran


(32)

dan lembaga lainnya yang berperan atau terkait pembangunan hutan rakyat di Kabupaten Sumedang.

Metode Pengambilan Contoh

Populasi contoh dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang mengusahakan hutan rakyat, pedagang, industri pengolah kayu hasil hutan rakyat, serta beberapa instansi daerah yang terkait dalam pembangunan hutan rakyat. Pengambilan contoh dilakukan dengan metode pengambilan contoh tingkat tiga (three stage sampling). Satuan contoh tingkat pertama adalah kecamatan, satuan contoh tingkat kedua adalah desa, dan satuan contoh tingkat ketiga adalah rumah tangga. Dalam penelitian ini diambil 3 kecamatan contoh, yaitu di Kecamatan Darmaraja, Jatigede dan Tomo dimana dari masing-masing kecamatan diambil 2 desa contoh yaitu Desa Ciranggem dan Karedok mewakili Kecamatan Jatigede, Desa Karangpakuan dan Neglasari mewakili Kecamatan Darmaraja, Desa Darmawangi dan Jembarwangi mewakili Kecamatan Tomo. Penentuan kecamatan terpilih dilakukan secara purposive sampling atau contoh yang diarahkan dengan memperhatikan besar luasan hutan rakyat dan sebaran jenis kayu jati dan mahoni di wilayah kecamatan tersebut.

Sedangkan contoh tingkat desa dipilih berdasarkan kriteria sedikitnya 50 persen dari seluruh rumah tangganya adalah petani yang memiliki lahan yang potensial untuk pengusahaan hutan rakyat. Selanjutnya dari masing-masing desa tersebut diambil sebanyak 10-15 rumah tangga petani contoh yang dipilih secara acak. Rumah tangga petani contoh ini adalah para petani hutan rakyat yang mengelola hutan rakyat jenis jati dan mahoni baik secara monokultur maupun campuran. Untuk pedagang, pengambilan sampel dilakukan terhadap pedagang kecil (pedagang dalam desa) maupun pedagang besar (pedagang antar kecamatan maupun antar kabupaten).

Batasan dan Pengertian (Terminologi)

1. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah milik yang terdiri dari tanaman berkayu dengan berbagai pola tanam baik secara monokultur (murni) maupun campuran, yang ditanam atas usaha sendiri maupun dengan bantuan


(33)

2. Hutan rakyat murni adalah areal hutan rakyat yang seluruhnya ditanami kayu-kayuan sejenis.

3. Hutan rakyat campuran adalah areal hutan rakyat yang ditanami dengan dua jenis atau lebih tanaman kayu-kayuan.

4. Kayu rakyat adalah komoditas kayu yang berasal dari hutan rakyat yang ditanam oleh pemiliknya atau tumbuh secara alami.

5. Pendapatan pengusahaan hutan rakyat adalah pendapatan yang diperoleh dari penjualan kayu rakyat.

6. Pemasaran kayu rakyat adalah penjualan kayu rakyat dalam bentuk tertentu (pohon berdiri, kayu bulat, kayu olahan)

7. Penelitian ini lebih menitikberatkan pada hutan rakyat dengan jenis kayu mahoni (Swietenia macrophylla) dan kayu jati (Tectona grandis). Oleh karena itu penyebutan hutan rakyat dalam penelitian ini mengandung pengertian hutan rakyat dengan jenis kayu mahoni dan kayu jati.

Analisis Deskriptif Praktek Pengusahaan Hutan Rakyat

Untuk mengetahui gambaran umum praktek pengusahaan hutan rakyat dilakukan analisis deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan kuesioner. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksud disini adalah meliputi pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama penanaman/pengusahaan hutan rakyat, sistem penguasaan lahan (misal: tanah milik yang meliputi tanah warisan atau tanah hasil jual beli, tanah gadean, tanah sewa), penggunaan/penyerapan tenaga kerja dari dalam maupun luar rumah tangga petani, sistem permodalan, sumber bibit jati dan mahoni, pemeliharaan, pemanenan hasil, waktu menebang/ menjual, perhatian terhadap perkembangan harga kayu, keanggotaan dalam kelompok tani. Selain itu juga dilakukan analisis terhadap kearifan lokal yang berkembang dalam masyarakat yang mendukung terhadap pembangunan dan pengembangan pengusahaan hutan rakyat.


(34)

Analisis Kelayakan Pengusahaan Komoditas Hutan Rakyat

Untuk menentukan kelayakan usaha dari komoditas hutan rakyat jenis jati dan mahoni di tingkat petani dilakukan dengan pendekatan analisis BCR, NPV dan IRR. BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan perbandingan antara total pendapatan terdiskon dengan total biaya terdiskon, NPV (Net Present Value) merupakan nilai keuntungan bersih pengusahaan saat ini, dan IRR (Internal Rate

of Return) merupakan tingkat kemampuan pemanfaatan modal usahatani dengan

membandingkannya terhadap nilai peluang pemanfaatan modal usaha. Secara matematis ketiga parameter penilai tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

(1) BCR (Benefit-Cost Ratio)

BCR =

= = + + n t n t n t n t i C i B 0 0 ) 1 /( ) 1 /( ………..(1)

(2) Net Present Value (NPV)

= + − = n t n i Ct Bt NPV

0 (1 ) ) (

……… ………….(2)

(3) Internal rate and Return (IRR), yaitu niai i pada saat nilai keuntungan bersih saat ini sama dengan 0.

0 ) 1 ( 0 = + −

= n t n i Ct Bt ………...…………(3) dimana:

Bt : Benefit tahun ke-t Ct : Cost tahun ke-t

n : Lama waktu dalam tahun t : Tahun ke-…

i : Discount rate (dalam desimal)

Kriteria kelayakan pengusahaan komoditas hutan rakyat dalam penelitian ini dianggap layak jika:

(1)BCR lebih besar dari 1 (2)NPV positif (> 0)


(35)

Analisis Pemasaran Komoditas Hutan Rakyat

Untuk melihat peranan masing-masing pelaku pemasaran yang terlibat dalam pemasaran kayu rakyat di daerah penelitian maka dilakukan analisis saluran pemasaran secara deskriptif.

Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima produsen untuk produk yang sama. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

bi si

ji P P

M = − , atau

i ti

ji b

M = +π , atau

ti ji

i =Mb

π ……….. (4)

Total margin pemasaran (M) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

=

= n

i ij

j M

M

1

atau Mj =Pr−Pf …...…(5) Dimana:

Mji : margin lembaga pemasaran tingkat ke-i

Psi : harga penjualan lembaga pemasaran tingkat ke-i Pbi : harga pembelian lembaga pemasaran tingkat ke-i bti : biaya pemasaran lembaga pemasaran tingkat ke-i

πi : keuntungan lembaga pemasaran tingkat ke-i Mj : total margin pemasaran

Pr : harga ditingkat konsumen Pf : harga ditingkat produsen

Penyusunan Tabel Input-Output

Menurut BPS (2000) tabel input-output (I-O) adalah suatu uraian statistik dalam matriks yang menggambarkan transaksi barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai suatu metode kuantitatif, tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang:


(1)

Lampiran 14. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola II di Kabupaten Sumedang

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

PRODUKSI :

TANAMAN PANGAN

a.

Padi gogo

Kg/Ha

1.400

1.400

1.260

1.120

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

3.780

b.

Jagung

Kg/Ha

700

700

630

560

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

1.890

Jumlah Produksi Tanaman Pangan

2.100

1.890

1.680

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

5.670

TANAMAN KEHUTANAN

a.

Produksi Mahoni Akhir Dau

M3/Ha

247

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

247

247

b.

Produksi Penjarangan I

Batang/Ha

166

-

-

-

166

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

166

c.

Produksi Penjarangan II

Batang/Ha

83

-

-

-

-

-

-

-

83

-

-

-

-

-

-

-

83

Jumlah Produksi Tanaman Hutan

-

-

-

166

-

-

-

83

-

-

-

-

-

-

247

496

Total Produksi

2.100

1.890

1.680

166

-

-

-

83

-

-

-

-

-

-

247

6.166

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

HASIL PENJUALAN ( X Rp. 1.000,-)

TANAMAN PANGAN

a.

Padi gogo

Kg

1,600

2.240

2.016

1.792

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

6.048

b.

Jagung

Kg

1,250

875

788

700

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

2.363

Jumlah Hasil penjualan tanaman pangan

3.115

2.804

2.492

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

8.411

TANAMAN KEHUTANAN

a.

Produksi Mahoni Akhir Dau

M3

283,209

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

69.931

69.931

b.

Produksi Penjarangan I

Pohon

3,000

-

-

-

498

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

498

c.

Produksi Penjarangan II

Pohon

35,000

-

-

-

-

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

-

2.905

Jumlah hasil penjualan tanaman hutan

-

-

-

498

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

69.931

73.334

Total jumlah hasil penjualan

3.115

2.804

2.492

498

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

69.931

81.745

Uraian

Satuan

Tahun

Ke-Jumlah

Produksi

Jumlah

Uraian

Satuan

Harga per

satuan

Tahun


(2)

Lampiran 18. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola III di Kab. Sumedang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

PRODUKSI :

TANAMAN PANGAN

a. Kacang Tanah Kg/Ha 700 700 630 560 - - - - - - - - - 1.890 Jumlah Produksi Tanaman Pangan 700 630 560 - - - - - - - - - 1.890

TANAMAN KEHUTANAN

a. Jati pada akhir daur M3/Ha 155 - - - - - - - - - 155 155

b. Produksi Penjarangan Pohon 166 - - - - 166 - - - - - - - 166

c. Produksi Penjarangan Pohon 83 - - - - - - 83 - - - - - - 83

Jumlah Produksi Tanaman Hutan - - - - 166 - - - - 83 - - - - - 155 404

Total Produksi 700 630 560 - 166 - - - - 83 - - - - - 155 2.294 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

HASIL PENJUALAN ( X Rp. 1.000,-)

TANAMAN PANGAN

a. Kacang Tanah Kg 6,000 4.200 3.780 3.360 - - - - - - - - - 11.340 Jumlah Hasil penjualan tanaman pangan 4.200 3.780 3.360 - - - - - - - - - 11.340

TANAMAN KEHUTANAN

a. Jati pada akhir daur M3 574,071 - - - - - - - - - 88.720 88.720 b. Produksi Penjarangan Pohon 5,000 - - - - 830 - - - - - - - 830 c. Produksi Penjarangan Pohon 50,000 - - - - - - 4.150 - - - - - - 4.150 Jumlah hasil penjualan tanaman hutan - - - - 830 - - - - 4.150 - - - - - 88.720 93.700 Total jumlah hasil penjualan 4.200 3.780 3.360 - 830 - - - - 4.150 - - - - - 88.720 105.040 Jumlah Uraian Satuan Harga per

satuan

Tahun


(3)

Lampiran 22. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil pengelolaan HR pola IV di Kab. Sumedang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

PRODUKSI :

TANAMAN PANGAN

a. Padi gogo Kg/Ha 1.400 1.400 1.260 1.120 - - - - - - - - - 3.780

b. Jagung Kg/Ha 700 700 630 560

Jumlah Produksi Tanaman Pangan 1.400 1.260 1.120 - - - - - - - - - 3.780

TANAMAN HORTIKULTUR

a. Petai Ikat/Ha 100 - - - - - - 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

c. Mangga Kg/Ha 800 - - - - - - 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800 800

d. Pisang Kg/Ha 150 - - 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150

Jumlah Produksi Tanaman Hortikultur - - 150 150 150 150 150 150 150 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050

-TANAMAN KEHUTANAN

a. Produksi Jati pada akhir dau M3/Ha 83 - - - - - - - - - - 83 83

b. Produksi jati Penjarangan I Pohon 91 - - - - 91 - - - - - - - 91

c. Produksi jati Penjarangan II Pohon 45 - - - - - - 45 - - - - - 45

d. Produksi mahoni pada akhir M3/Ha 103 - - - - - - - - - 103 - - - 103

e. Produksi mahoni Penjaranga Pohon 69 - - - 69 - - - - - - - - 69

f. Produksi Mahoni Penjaranga Pohon 35 - - - - 35 - - - - - - - 35

Jumlah Produksi Tanaman Hutan - - - - - - - - - 103 - - - - 83 186

Total Produksi 1.400 1.260 1.270 150 150 150 150 150 150 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.153 1.050 1.050 1.050 1.050 1.133 16.566 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

HASIL PENJUALAN ( X Rp. 1.000,-)

TANAMAN PANGAN

a. Padi gogo Kg 1,700 2.380 2.142 1.904 - - - - - - - - - 6.426 b. Jagung Kg 1,250 875 788 700

Jumlah Hasil penjualan tanaman pangan 2.380 2.142 1.904 - - - - - - - - - 6.426

TANAMAN HORTIKULTUR

a. Petai Kg 5,000 - - - - - - 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 500 5.500 c. Mangga kg 1,600 - - - - - - 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 4.000 44.000 d. Pisang kg 0,700 - - 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 750 13.500 Jumlah Hasil penjualan tanaman Hortikultur - - 750 750 750 750 750 750 750 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 5.250 63.000

TANAMAN KEHUTANAN

a. Produksi Jati pada akhir dau M3 574,071 - - - - - - - - - - - 47.643 47.643 b. Produksi jati Penjarangan I Pohon 5,000 - - - - 453 - - - - - - - 453

c. Produksi jati Penjarangan II Pohon 50,000 - - - - - - 2.265 - - - - - 2.265 d. Produksi mahoni pada akhir M3 283,209 - - - - - - - - - 29.248 - - - 29.248 e. Produksi mahoni Penjaranga Pohon 3,000 - - - 207 - - - - - - - - 207 f. Produksi Mahoni Penjaranga Pohon 35,000 - - - - - 1.208 - - - - - - - 1.208 Jumlah hasil penjualan tanaman hutan - - - 207 453 - - 1.208 - 2.265 - - - - 29.248 - - - - 47.643 81.024 Total jumlah hasil penjualan 2.380 2.142 2.654 957 1.203 750 750 1.958 750 7.515 5.250 5.250 5.250 5.250 34.498 5.250 5.250 5.250 5.250 52.893 87.450

Uraian Satuan Produksi Tahun Ke- Jumlah

Jumlah Uraian Satuan Harga per

satuan

Tahun


(4)

Lampiran 26. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil pengelolaan HR pola V di Kab. Sumedang

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

TANAMAN KEHUTANAN

a. Jati M3/Ha 155 - - - - - - - - - 155 155

b Produksi Penjarangan Pohon/Ha 166 - - - - 166 - - - - - - - 166

c Produksi Penjarangan Pohon/Ha 83 - - - - - - 83 - - - - - - 83

Jumlah Produksi Tanaman Hutan - - - - 166 - - - - 83 - - - - - 155 404

Total Produksi - - - - 166 - - - - 83 - - - - - 155 404

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

HASIL PENJUALAN ( X Rp. 1.000,-)

TANAMAN KEHUTANAN

a. Jati M3 574,071 - - - - - - - - - 88.720 88.720 b. Produksi Penjarangan Pohon 5,000 - - - - 830 - - - - - - - 830 c. Produksi Penjarangan Pohon 50,000 - - - - - - 4.150 - - - - - - 4.150 Jumlah hasil penjualan tanaman hutan - - - - 830 - - - - 4.150 - - - - - 88.720 93.700 Total jumlah hasil penjualan - - - - 830 - - - - 4.150 - - - - 88.720 93.700 Jumlah Uraian Satuan Harga per

satuan

Tahun Ke-Uraian Satuan

Tahun

Ke-Jumlah Produksi


(5)

Lampiran 30. Produksi dan hasil penjualan tanaman hasil HR pola VI di Kab. Sumedang

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

TANAMAN KEHUTANAN

a.

Mahoni Akhir Daur

M3/Ha

247

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

247

247

b.

Penjarangan I

Pohon

166

-

-

-

166

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

166

c.

Penjarangan II

Pohon

83

-

-

-

-

-

-

-

83

-

-

-

-

-

-

-Jumlah Produksi Tanaman Hutan

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

247

247

Total Produksi

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

247

247

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

HASIL PENJUALAN ( X Rp. 1.000,-)

TANAMAN KEHUTANAN

a.

Mahoni Akhir Daur

M3

283,209

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

69.931

69.931

b.

Penjarangan I

Pohon

3,000

-

-

-

498

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

498

c.

Penjarangan II

Pohon

35,000

-

-

-

-

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

-

2.905

Jumlah hasil penjualan tanaman hutan

-

-

-

498

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

69.931

73.334

Total jumlah hasil penjualan

-

-

-

498

-

-

-

2.905

-

-

-

-

-

-

69.931

73.334

Jumlah

Uraian

Satuan

Harga per

satuan

Tahun

Ke-Uraian

Satuan

Tahun

Ke-Jumlah

Produksi


(6)

Lampiran 35. Arus kas, analisis finansial, analisis sensitivitas pengelolaan HR pola VII (Df 18%) di Kabupaten Sumedang (x Rp 1.000,-)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

ARUS KAS MASUK

SALDO KAS AWAL - (1.413) (558) (876) (688) 78 1.264 5.360 7.408 8.432 9.354 9.456 9.456 9.456 9.456 9.396 8.432 7.408 6.384 5.360 103.170

HASIL PENJUALAN

-1 TANAMAN PANGAN 3.115 2.804 2.492 - - - - 8.411 2 TANAMAN BUAH-BUAHAN - - - - 1.024 2.048 6.144 8.192 9.216 10.240 10.240 10.240 10.240 10.240 10.240 9.216 8.192 7.168 6.144 5.120 123.904 3 TANAMAN KEHUTANAN - - - - - - - - 20.462 20.462 Jumlah Arus Kas Masuk 3.115 1.390 1.934 (876) 336 2.126 7.408 13.552 16.624 18.672 19.594 19.696 19.696 19.696 19.696 18.612 16.624 14.576 12.528 30.943

ARUS KAS KELUAR

BIAYA PENGADAAN TANAMAN 1 TANAMAN PANGAN

a. Biaya Kebutuhan Alat 227 19 17 - - - - 262 b. Biaya Kebutuhan Bibit 26 26 26 - - - - 77 c. Biaya Kebutuhan Pupuk 385 385 385 - - - - 1.155 d. Biaya Kebutuhan Tenaga Kerja 2.175 2.175 2.175 - - - - 6.525 Jumlah Biaya Pengadaan Tanaman Pangan 2.812 2.604 2.602 - - - - 8.019 2 TANAMAN BUAH-BUAHAN

a. Biaya Kebutuhan Alat 210 - - - 60 - - - - 60 - - - - 60 - - - 390 b. Biaya Kebutuhan Bibit 320 32 - - - - - 352 c. Biaya Kebutuhan Pupuk 81 36 42 48 60 - - - 267 d. Biaya Kebutuhan Tenaga Kerja 570 462 504 576 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 720 13.632 Jumlah Biaya Pengadaan Tanaman Buah-Buahan 1.181 530 546 624 840 720 720 720 720 780 720 720 720 720 780 720 720 720 720 720 14.641 3 TANAMAN KEHUTANAN

a. Biaya Kebutuhan Alat 90 - - - 40 - - - - 40 - - - 170 b. Biaya Kebutuhan Bibit 67 7 - - - - - 74 c. Biaya Kebutuhan Pupuk 54 - - - - - - 54 d. Biaya Kebutuhan Tenaga Kerja 135 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1.275 Jumlah Biaya Pengadaan Tanaman Kehutanan 346 67 60 60 100 60 60 60 60 100 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 1.572 Jumlah Biaya Pengadaan Tanaman 4.339 3.201 3.208 684 940 780 780 780 780 880 780 780 780 780 840 780 780 780 780 780 24.232 BIAYA PEMASARAN 158 134 133 3 5 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 480 BIAYA TAK TERDUGA 32 27 27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 96 Jumlah Arus Kas Keluar 4.528 3.361 3.368 688 946 784 784 784 784 886 784 784 784 784 844 784 784 784 784 784 24.808 Saldo Kas Akhir (1.413) (558) (876) (688) 78 1.264 5.360 7.408 8.432 9.354 9.456 9.456 9.456 9.456 9.396 8.432 7.408 6.384 5.360 24.799 127.969

ANALISIS FINANSIAL

18%

Arus Kas Masuk (Inflow) 3.115 2.804 2.492 - 1.024 2.048 6.144 8.192 9.216 10.240 10.240 10.240 10.240 10.240 10.240 9.216 8.192 7.168 6.144 25.582 152.777 Arus Kas Keluar (Outflow) 4.528 3.361 3.368 688 946 784 784 784 784 886 784 784 784 784 844 784 784 784 784 784 24.808 Selisih (Proceeds) (1.413) (558) (876) (688) 78 1.264 5.360 7.408 8.432 9.354 9.456 9.456 9.456 9.456 9.396 8.432 7.408 6.384 5.360 24.799 127.969 Discount Factor 18 % 0,8475 0,7182 0,6086 0,5158 0,4371 0,3704 0,3139 0,2660 0,2255 0,1911 0,1619 0,1372 0,1163 0,0985 0,0835 0,0708 0,0600 0,0508 0,0431 0,0365

Net Inflow 2.640 2.013 1.517 - 448 759 1.929 2.179 2.078 1.957 1.658 1.405 1.191 1.009 855 652 491 364 265 934 24.344 Net Outflow 3.838 2.414 2.050 355 414 290 246 208 177 169 127 108 91 77 70 55 47 40 34 29 10.838 Net Proceeds (1.198) (401) (533) (355) 34 468 1.683 1.971 1.901 1.787 1.531 1.298 1.100 932 785 597 444 325 231 905 13.505

IRR 47,830%

NPV 13.505

BC-R 2,246

ANALISIS SENSITIFITAS

BIAYA NAIK 20%

Net Inflow 2.640 2.013 1.517 - 448 759 1.929 2.179 2.078 1.957 1.658 1.405 1.191 1.009 855 652 491 364 265 934 24.344 Net Outflow 4.605 2.897 2.460 426 496 348 295 250 212 203 152 129 109 93 85 67 56 48 41 34 13.006 Net Proceeds (1.965) (883) (943) (426) (49) 410 1.634 1.929 1.866 1.753 1.506 1.276 1.081 916 771 586 435 317 224 900 11.338

IRR 37,120%

NPV 11.338

BC-R 1,872

PENDAPATAN TURUN 15%

Net Inflow 2.244 1.711 1.289 - 380 645 1.639 1.852 1.766 1.663 1.409 1.194 1.012 858 727 554 418 310 225 794 20.692 Net Outflow 3.838 2.414 2.050 355 414 290 246 208 177 169 127 108 91 77 70 55 47 40 34 29 10.838 Net Proceeds (1.594) (703) (761) (355) (33) 355 1.393 1.644 1.589 1.494 1.282 1.087 921 781 656 499 371 270 191 765 9.854

IRR 38,060%

NPV 9.854

BC-R 1,909

BIAYA NAIK DAN PENDAPATAN TURUN

Net Inflow 2.376 1.812 1.365 - 403 683 1.736 1.961 1.870 1.761 1.492 1.265 1.072 908 770 587 442 328 238 841 21.909 Net Outflow 4.221 2.655 2.255 390 455 319 271 229 194 186 140 118 100 85 77 61 52 44 37 31 11.922 Net Proceeds (1.845) (843) (890) (390) (52) 363 1.465 1.732 1.676 1.575 1.353 1.146 971 823 692 526 391 284 201 809 9.987

Jumlah

Uraian Tahun