Karakteristik, potensi dan kontribusi hutan rakyat di wilayah Kabupaten Bogor

KARAKTERISTIK, POTENSI DAN KONTRIBUSI HUTAN
RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD RIFQI TIRTA MUDHOFIR

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik, Potensi
dan Kontribusi Hutan Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Muhammad Rifqi Tirta Mudhofir
NIM E14100092

ABSTRAK
MUHAMMAD RIFQI TIRTA MUDHOFIR. Karakteristik, Potensi dan
Kontribusi Hutan Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor. Dimbimbing oleh
HARDJANTO.
Hutan rakyat adalah bentuk budidaya tanaman kayu oleh petani pada lahan
kering yang dibebani hak milik. Hutan rakyat menjadi alternatif sumber bahan
baku bagi industri kayu, khususnya di Pulau Jawa. Perubahan bentuk pemanfaatan
dari subsisten menjadi komersil turut didorong oleh posisi hutan rakyat yang kini
menjadi sumber alternatif pendapatan petani. Teknik budidaya dan manajemen
sederhana yang dilakukan oleh petani dapat menimbulkan ancaman bagi
keberlangsungan hutan rakyat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
karateristik budidaya hutan rakyat, dan menghitung potensi serta kontribusi hutan
rakyat bagi pendapatan petani. Analisis data dilakukan dalam bentuk deskriptif
dan korelasi berdasarkan hasil wawancara dan observasi di lapangan. Analisis
korelasi dilakukan antara variabel luas lahan dengan jumlah pohon serta luas

lahan dengan pendapatan yang bersumber dari hutan rakyat. Hasil menunjukkan
budidaya hutan rakyat di wilayah Kabupaten Bogor dilakukan dalam bentuk hutan
rakyat campuran dan agroforestry dengan jenis Sengon (Falcataria moluccana
(Miq.) Berneby & Grimes) memiliki potensi yang terbesar yaitu 562 pohon/ha.
Potensi kepemilikan pohon terbesar terdapat pada petani Strata III (luas lahan
>0.5 ha) yaitu 1300 pohon/ha. Kontribusi hutan rakyat mencapai 10 % terhadap
pendapatan total petani. Luas lahan kering memiliki hubungan dengan jumlah
pohon yang dimiliki petani signifikan pada taraf nyata 1 % dan memiliki
hubungan terhadap pendapatan petani yang bersumber dari hutan rakyat signifikan
pada taraf nyata 5 %.
Kata kunci: Hutan rakyat, lahan kering, potensi, kontribusi pendapatan, korelasi

ABSTRACT
MUHAMMAD RIFQI TIRTA MUDHOFIR. Characteristic, Potential and
Contribution of Private Forest in Bogor Regency. Supervised by HARDJANTO.
Private forest is kind of wood agriculture which do in dry land. Private
forest bocome the source for wood industry material, especially on Java area.
Private forest now was comercially by the peasant and become the alternative for
their income. Simply peasants management becomes the threat for forest
suistainability. The objective of this study was to identified the characteristic of

private forest agriculture, and to calculate the potential of trees proprierity.
Furthermore, the private forests income contribution for peasents finance have
also been calculated. This study was conducted by description and corellation
analysis. Correlation analysis was using between dry land area and trees
proprierity and also private forest income variable. The results shows private
forest were held by polyculture and agroforestry system by Sengon (Falcataria
moluccana (Miq.) Berneby & Grimes) trees own the highest potential with 562
trees/ha. Peasants in Stratum III (dry land area >0.5 ha) has the highest trees
proprierity with 1300 trees/person. Private forests contributing until 10 % from
peasants total income. Dry land area has positive correlation with the trees
proprierity significant at the 0.01 level and has positive correlation with private
forests income significant at the 0.05 level.
Keywords:

Private forest, dry land, trees proprierity, forest income, correlation

KARAKTERISTIK, POTENSI DAN KONTRIBUSI
HUTAN RAKYAT DI WILAYAH KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD RIFQI TIRTA MUDHOFIR


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia yang telah diberikan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penelitian yang dilakukan mengangkat topik hutan rakyat, dengan judul
Karakteristik, Potensi dan Kontribusi Hutan Rakyat di Wilayah Kabupaten Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS. sebagai pembimbing atas saran, bimbingan

dan pengetahuan yang telah diberikan;
2. Ayah, ibu, adik (Reza dan Koo) serta keluarga besar atas segala doa, dan
kasih sayang yang selalu menjadi semangat;
3. Bapak Haeruddin dan Bapak Odjim selaku Penyuluh Kehutanan di
Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Rumpin serta Saudara Badru
Salam dan anggota kelompok tani yang lainya atas kerja sama dan
kesediaan waktu mendampingi kegiatan di lapangan;
4. Maizurra Septi, Qabul, Emi dan Fauzan yang selalu memberikan
semangat, dukungan, dan berbagai hal yang tidak ternilai harganya;
5. Seluruh teman teman Manajemen Hutan 47, Fakultas Kehutanan dan
PSDM BEM TPB 47 atas semangat kebersamaan dan pengingat
kebenaran serta kesabaran selama mengerjakan penelitian ini.
Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Januari 2015
Muhammad Rifqi Tirta Mudhofir

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


3

METODE

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Alat dan Objek

3

Jenis Data yang Dikumpulkan

3

Metode Pengambilan Contoh


4

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Kondisi Umum

5

Karakteristik Responden

6

Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat


7

Potensi Hutan Rakyat

12

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Petani

14

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran


16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6

Sebaran umur responden ..................................................................................... 6
Tingkat pendidikan responden ............................................................................ 6
Jenis pekerjaan responden .................................................................................. 7
Status lahan yang digunakan dalam hutan rakyat ............................................... 7
Sumber bibit pada kegiatan hutan rakyat ............................................................ 8
Frekuensi petani pada beberapa jenis pohon yang ditanam di Kecamatan
Rumpin.............................................................................................................. 10
7 Frekuensi petani pada beberapa jenis pohon yang ditanam di Kecamatan
Pamijahan.......................................................................................................... 10
8 Potensi kepemilikan pohon pada setiap strata lahan ......................................... 12
9 Potensi pohon berdasarkan kelompok jenis ...................................................... 13
10 Potensi pohon berdasarkan kelompok jenis ...................................................... 13
11 Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total petani................................ 15
12 Sumber dan rata-rata pendapatan petani per tahun ........................................... 15

DAFTAR GAMBAR
1 Pola tanam hutan rakyat di lokasi penelitian ...................................................... 9
2 Perbandingan jumlah responden berdasarkan sistem penebangan di lokasi
penelitian ........................................................................................................... 11
3 Struktur tegakan hutan rakyat berdasarkan sebaran tahun tanam pada (A)
Kecamatan Rumpin (B) Kecamatan Pamijahan dan (C) Kabupaten Bogor ..... 14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Peta Kabupaten Bogor ...................................................................................... 19
Kuesioner penelitian ......................................................................................... 20
Foto kegiatan penelitian .................................................................................... 22
Jenis pohon yang ditanam petani hutan rakyat ................................................. 24
Hasil analisis korelasi luas lahan dan jumlah pohon ........................................ 26
Hasil analisis korelasi luas lahan dan pendapatan hutan rakyat ....................... 26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan daerah di Indonesia mengakibatkan permintaan kayu terus
meningkat, namun sejak pemerintah memberlakukan moratorium atau jeda balak,
bahan baku kayu dari kawasan hutan justru berkurang (Darusman & Hardjanto
2006). Permintaan kayu di Indonesia, khususnya Jawa, mulai menjadikan kayu
yang berasal dari hutan rakyat sebagai alternatif bahan baku. Hutan rakyat
memberikan kontribusi penting pada industri kayu di Pulau Jawa. Kayu yang
berasal dari hutan rakyat memenuhi 70 % konsumsi kayu pertukangan dan 90 %
kayu bakar di Pulau Jawa (IPB; UGM dalam Hardjanto 2003).
Hutan rakyat awalnya dimanfaatkan secara subsisten oleh petani yang
kemudian mulai beralih ke pemanfaatan secara komersial dan hingga saat ini
menjadi salah satu sumber alternatif pendapatan bagi petani. Hasil hutan rakyat
yang dimanfaatkan petani tidak hanya berupa kayu, tetapi dapat berupa buah,
getah atau kulit, sehingga terdapat beragam jenis pohon yang dibudidayakan
petani pada lahan milik mereka. Suharjito (2000) menjelaskan bahwa segala
bentuk kegiatan budidaya pohon pada lahan milik dapat dikategorikan sebagai
bentuk usaha hutan rakyat. Budidaya hutan rakyat dilakukan petani pada lahan
pekarangan, kebun/leuweung hingga pematang sawah milik petani, sebagai bentuk
optimalisasai pemanfaatan lahan pertanian yang dimiliki. Penyebaran hutan
rakyat umumnya terpencar-pencar dengan luasan yang relatif sempit. Rata-rata
luasan dan kepemilikan hutan rakyat per keluarga di Jawa yaitu 0.5 ha.

Analisis Data
Hutan rakyat sebagai sebuah kegiatan usaha pertanian dapat dibagi menjadi
empat subsistem usaha yaitu subsistem produksi, pengolahan, pemasaran dan
kelembagaan (Hardjanto 2003). Karakteristik hutan rakyat yang dimaksud dalam
kegiatan ini merupakan karakteristik dari subsistem produksi pada hutan rakyat,
yang terdiri dari kegiatan penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.
Karakteristik hutan rakyat dianalisis secara deskriptif berdasarkan data-data yang
diperoleh melalui wawancara dan observasi di lapangan.
Hutan rakyat selanjutnya dapat diklasifikasi berdasarkan jenis tanaman yang
terbagi menjadi tiga bentuk pola tanam (LP IPB dalam Hardjanto 2003), antara
lain:
1.
Hutan rakyat murni (monokultur), yaitu hutan rakyat yang hanya
terdiri dari satu jenis pohon berkayu yang ditanam secara homogen
atau monokultur;
2.
Hutan rakyat campuran (polyculture), yaitu hutan rakyat yang terdiri
dari berbagai jenis pohon-pohonan yang ditanam secara campuran;
3.
Hutan rakyat (agroforestry), yang mempunyai bentuk usaha kombinasi
antara kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya seperti pertanian
tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.
Potensi hutan adalah jumlah pohon jenis niagawi tiap hektar menurut kelas
diameter pada suatu lokasi hutan tertentu yang dihitung berdasarkan rata-rata
jumlah pohon pada suatu tegakan alam (Kemenhut 2003). Untuk mengetahui
potensi hutan rakyat yang dibutuhkan oleh industri perkayuan perlu diketahui:
luas hutan rakyat, jenis tanaman, kelas (sebaran umum) dan lokasi hutan rakyat
sehingga dapat diperkirakan potensi hutan rakyat yang dapat dipanen secara
lestari (Hardjanto 2003). Potensi hutan rakyat disajikan dalam bentuk rata-rata
jumlah kepemilikan pohon per petani dan kerapatan pohon (pohon/ha)
berdasarkan jenis dan tahun tanam sesuai dengan strata luas penguasaan lahan
petani. Data jumlah kepemilikan pohon setiap petani tersebut kemudian dianalisis

5
melalui teknik Korelasi Spearman dengan perangkat lunak SPSS 20 untuk
mencari hubungan antara jumlah pohon dan luas lahan.
Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani diperoleh
dengan menghitung presentase pendapatan dari penjualan kayu yang berasal dari
hutan rakyat terhadap pendapatan total rumah tangga petani. Mubaryanto (1998)
mengatakan pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh oleh
seluruh anggota keluarga, baik suami, istri maupun anak. Pendapatan rumah
tangga petani dapat berasal dari kegiatan pertanian maupun non pertanian.
Pendapatan total rumah tangga petani terdiri dari pendapatan hutan rakyat,
pendapatan pertanian lahan kering, pendapatan lahan sawah, pendapatan ternak
atau budidaya ikan, pendapatan jasa pertanian dan pendapatan yang bersumber
dari kegiatan non-pertanian. Selain itu, dilakukan analisis korelasi dengan teknik
Korelasi Spearman antara luas lahan kering dengan besar pendapatan dari hutan
rakyat untuk mencari hubungan antara kedua variabel tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Kecamatan Rumpin
Kecamatan Rumpin termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas Kecamatan Rumpin adalah 11 747 ha dengan
jumlah total penduduk 125 718 jiwa. Kecamatan Rumpin terbagi menjadi 13 desa,
dua diantaranya adalah Desa Leuwibatu dengan luas 1400 ha dan Desa Cidokom
dengan luas 1000 ha. Kecamatan Rumpin dibatasi oleh beberapa wilayah yaitu:
a)
Sebelah Utara
: Provinsi Banten
b)
Sebelah Timur : Kecamatan Gunung Sindur dan Kecamatan
Parung
c)
Sebelah Selatan : Kecamatan Cibungbulang dan Kecamatan
Leuwiliang
d)
Sebelah Barat
: Kecamatan Parung Panjang dan Kecamatan
Cigudeg.
Keadaan topografi di Kecamatan Rumpin umumnya bervariasi dari datar,
bergelombang, berbukit dan pegunungan dengan ketinggian 100–350 mdpl dan
kemiringan lahan berkisar antara 5–75 %. Jenis tanah yang paling mendominasi
adalah asosiasi latosol merah dan latosol coklat kemerahan (Odjim 2013; BPS
2011b; Venus 2008).
Kecamatan Pamijahan
Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu kecamatan yang termasuk ke
dalam wilayah adminstrasi Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah
Kecamatan Pamijahan adalah 8089 ha dengan jumlah penduduk 147 488 jiwa.
Kecamatan Pamijahan terdiri dari 15 desa, dua diantaranya adalah Desa Cibunian
dengan luas 1248 ha dan Desa Purwabakti dengan luas 1662 ha. Batas-batas
wilayah Kecamatan Pamijahan terdiri dari:
a)
Sebelah Utara
: Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan
Cibungbulang

6
b)
c)

Sebelah Timur : Kecamatan Tenjolaya
Sebelah Selatan : Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak;
Kabupaten Sukabumi
d)
Sebelah Barat
: Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Nanggung.
Kecamatan Pamijahan terletak pada 250 mdpl – 350 mdpl dengan topografi
sebagian besar berupa dataran (Monografi Kecamatan Pamijahan 2013; BPS
2013).

Karakteristik Responden
Sebagaian besar responden berumur diatas 30 tahun, dengan jumlah
responden terbesar pada rentang umur 51–60 tahun. Umur tersebut dapat
dikategorikan sebagai masa produktif petani hutan rakyat, karena petani umumnya
membudidayakan hutan rakyat bersama anggota keluarga (BPK Ciamis 2008).
Tabel 1 menunjukkan sebaran umur petani yang menjadi responden.
Tabel 1 Sebaran umur responden
Rentang Umur (Tahun)
60
Total

Jumlah Responden (%)
8.3
21.7
23.3
35.0
11.7
100.0

Tingkat pendidikan yang dimiliki petani sebagain besar hanya sampai
Sekolah Dasar (SD). Secara tidak langsung tingkat pendidikan dapat memberikan
pengaruh terhadap inovasi yang dilakukan petani. Tabel 2 memberikan rincian
tingkat pendidikan pada responden.
Tabel 2 Tingkat pendidikan responden
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
S1
Total

Jumlah Responden (%)
3.3
68.3
6.7
20.0
1.7
100.0

Petani umumnya memiliki berbagai pekerjaan di bidang pertanian maupun
non pertanian. Tabel 3 menunjukkan rincian jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
petani. Jenis pekerjaan berupa petani artinya responden tersebut tidak melakukan
pekerjaan lain selain menjadi petani. Jenis pekerjaan yang banyak dilakukan
selain bertani adalah sebagai pedagang dan buruh bangunan.

7
Tabel 3 Jenis pekerjaan responden
Jenis Pekerjaan
Aparatur Desa
Buruh Bangunan
Buruh Persemaian
Buruh Tambang
Buruh Tani
Ojek
Pedagang
Pegawai Wiraswasta
Penyuluh Swadaya
Petani
Wirausaha
Total

Jumlah Responden (%)
1.7
15.0
1.7
3.3
10.0
3.3
18.3
11.7
3.3
23.3
8.3
100.0

Karakteristik Pengelolaan Hutan Rakyat
Lahan dan Pengadaan Bibit
Budidaya hutan rakyat dilakukan pada lahan kering berupa lahan milik,
garapan atau pinjaman. Sebagian besar petani melakukan budidaya hutan rakyat
pada lahan milik. Hutan rakyat pada lahan garapan umumnya menggunakan
sistem sewa atau bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan,
sedangkan pada lahan pinjaman petani tidak melakukan perjanjian sewa atau bagi
hasil kepada pemilik lahan. Lahan pinjaman yang digunakan petani umumya
adalah lahan milik sanak keluarga yang tidak diusahakan. Tabel 4 menunjukkan
status lahan yang digunakan petani dalam kegiatan hutan rakyat.
Tabel 4 Status lahan yang digunakan dalam hutan rakyat
Status Lahan
Milik
Garapan
Pinjam
Total

Jumlah Responden (%)
90.0
8.3
6.7
105.0*

* Setiap responden dapat melakukan budidaya pada lahan yang berbeda status

Bibit yang digunakan petani hutan rakyat berasal dari berbagai sumber,
antara lain hasil anakan alami, pembelian dari pengecer bibit, bantuan pemerintah,
persemaian pribadi dan hasil Kebun Bibit Rakyat (KBR). Sebagian besar petani
memperoleh bibit dengan cara membeli pada pengecer dan mengambil anakan
alami yang bersumber dari pohon yang sudah dewasa. Pada tahun 2004, petani di
Kecamatan Pamijahan memperoleh bantuan bibit mahoni dari pemerintah. Bibit
tersebut tersebar cukup merata pada petani, sehingga cukup banyak petani yang
memiliki pohon mahoni dengan tahun tanam yang sama. Pada Kecamatan
Rumpin, diadakan bantuan pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) pada awal

8
tahun 2012. Keberadaan KBR tersebut menjadi alternatif sumber bibit bagi petani
di Kecamatan Rumpin. Tabel 5 menunjukkan rincian sumber bibit beserta jumlah
responden yang memperoleh bibit dengan cara tersebut.
Tabel 5 Sumber bibit pada kegiatan hutan rakyat
Sumber Bibit
Anakan alami
Beli
Bantuan Pemerintah
Persemaian Pribadi
KBR
Total

Rumpin
70.0
60.0
0.0
10.0
23.3
163.3*

Jumlah Responden (%)
Pamijahan
6.7
96.7
40.0
23.3
0.0
166.7*

Rataan
38.3
76.7
20.0
16.7
11.7
163.3*

* Setiap responden dapat memperoleh bibit dari beberapa sumber

Penanaman
Petani melakukan beberapa bentuk kegiatan persiapan lahan sebelum
melakukan penanaman antara lain, pembersihan lahan, pembuatan lubang dan
pengajiran. Persiapan lahan oleh petani di Kecamatan Pamijahan umumnya
dilakukan bersamaan dengan kegiatan penanaman, berbeda dengan petani di
Kecamatan Rumpin yang melakukan kegiatan persiapan lahan pada 1–7 bulan
sebelum penanaman. Pembuatan lubang dilakukan petani tanpa ada patokan
ukuran dan kedalaman tertentu. Pengajiran dilakukan oleh sebagian besar petani
di Kecamatan Pamijahan dan hanya sedikit petani di Kecamatan Rumpin.
Kegiatan penanaman umumnya dilakukan petani pada saat musim hujan dan
dilakukan secara bertahap, sehingga dalam satu lahan dapat terdiri dari berbagai
umur pohon. Jarak tanam yang digunakan oleh setiap petani maupun antar petani
bervariatif mulai dari 1×1 meter, 2.5×2.5 meter hingga 3×3 meter. Beberapa
petani yang memiliki lahan cukup luas menggunakan tenaga buruh dalam
melakukan persiapan lahan dan penanaman.
Gambar 1 menunjukkan pola tanam yang digunakan petani di lokasi
penelitian. Pola tanam yang digunakan di Kecamatan Rumpin sebagaian besar
berupa pola tanam campuran, sedangkan di Kecamatan Pamijahan lebih banyak
petani yang menggunakan pola tanam agroforestry (foto dapat dilihat pada
Lampiran 3). Perbedaan pola tanam tersebut diakibatkan oleh banyaknya hama
palawija/ tanaman musiman yang menyerang beberapa lahan petani di Kecamatan
Rumpin, khususnya pada lahan yang terletak dekat perbukitan dan jauh dari akses
petani.
Pengelolaan tanaman musiman pada lahan agroforestry dapat dikatakan
belum cukup intensif. Hal ini dapat dilihat dari banyak petani yang tidak memiliki
penataan khusus pada tanaman musiman dan pohon yang ditanam. Sebagian besar
petani masih memanfaatkan tanaman musiman secara subsisten, meskipun
terdapat beberapa petani yang memanfaatkan tanaman musiman secara komersil
dalam jumlah yang cukup besar. Jenis tanaman musiman yang dibudidayakan oleh
petani berupa tanaman rimpang (lengkuas, jahe dan kapulaga), pisang, ketela
pohon dan tanaman perkebunan. Tanaman musiman tersebut ditanam pada saat
lahan belum ditanami hingga pohon berumur 1–2 tahun. Gambar 1 menunjukkan

9
perbandingan petani yang menggunakan pola tanam campuran dan agroforestry di
Kecamatan Rumpin dan Kecamatan Pamijahan.
Jumlah Responden (%)

70,0

63,3

60,0

60,0
50,0
40,0

36,7

40,0

Agroforestry

30,0

Campuran

20,0
10,0
0,0
Rumpin

Pamijahan

Gambar 1 Pola tanam hutan rakyat di lokasi penelitian
Jenis tanaman yang dibudidayakan pada hutan rakyat umumnya berupa jenis
pohon penghasil kayu dan buah-buahan. Jenis penghasil kayu sendiri dapat
dibedakan menjadi kelompok Jenis Cepat Tumbuh atau Fast Growing Species
(FGS) dan kelompok Jenis Lambat Tumbuh atau Slow Growing Species (SGS).
Penentuan kelompok jenis didasarkan pada pengakuan petani dan literatur terkait.
Jenis cepat tumbuh adalah jenis pohon yang dapat dimanfaatkan kayunya dalam
waktu yang relatif cepat (4-7 tahun), sedangkan jenis lambat tumbuh adalah
pohon yang dapat dimanfaatkan kayunya dalam waktu yang relatif lebih lama
(>10 tahun). Jenis pohon penghasil buah-buahan terkadang dimanfaatkan kayunya
oleh petani, namun dalam waktu yang relatif lama. Jenis pohon buah-buahan
dapat dikategorikan sebagai jenis lambat tumbuh dalam hal pemanfaatan kayunya.
Sebaran dan potensi suatu jenis pohon sangat bergantung pada berbagai
faktor antara lain kondisi ekologi, permintaan pasar, dan budaya masyarakat
(Suharjito 2002). Jenis pohon yang ditemukan dibudidayakan pada hutan rakyat
milik petani mencapai 47 jenis pohon (Lampiran 4) dengan rincian terdapat 25
jenis pohon di Kecamatan Rumpin dan 41 jenis pohon di Kecamatan Pamijahan.
Dari seluruh jenis pohon tersebut, terdapat 10 jenis pohon yang dapat digolongkan
sebagai jenis cepat tumbuh. Data menunjukkan bahwa terdapat lebih banyak
pohon jenis lambat tumbuh ditemukan di hutan rakyat, namun kelimpahan jenis
pohon tersebut tidak selalu diikuti dengan besarnya potensi yang dimiliki. Potensi
kayu pada masing-masing kelompok jenis akan dijelaskan pada subbab
selanjutnya.
Tabel 6 dan Tabel 7 menunjukan frekuensi petani pada sepuluh jenis pohon
yang paling besar nilai frekuensinya pada masing masing kecamatan contoh. Jenis
pohon sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Berneby & Grimes) merupakan jenis
yang paling tersebar di Kecamatan Rumpin dan Kecamatan Pamijahan. Petani
menjadikan pohon sengon sebagai jenis primadona karena memiliki pertumbuhan
yang cepat dan mudah dijual kayunya.

10
Tabel 6 Frekuensi petani pada beberapa jenis pohon yang ditanam di
Kecamatan Rumpin
Nama Lokal
Sengon

Nama Jenis
Falcataria moluccana (Miq.)

Jumlah Responden (%)*
96.7

Berneby & Grimes

Kayu Afrika
Rambutan
Durian
Duku
Kecapi
Malia
Manggis
Mangga
Cempedak

Maesopsis eminii Engl.
Nephelium lapaceum L.
Durio zibethinus Murr.
Lansium domesticum Jack.
Sandoricum koetjape Merr.
Azadirachta excelsa Jacobs
Garcinia mangostana L.
Mangifera indica L.
Artocarpus sp.

80.0
53.3
36.7
36.7
36.7
23.3
23.3
23.3
16.7

* Setiap responden dapat menanam lebih dari satu jenis pohon

Tabel 7 Frekuensi petani pada beberapa jenis pohon yang ditanam di
Kecamatan Pamijahan
Nama Lokal
Sengon

Nama Jenis
Falcataria moluccana (Miq.)

Jumlah Responden (%)*
93.3

Berneby & Grimes

Cengkeh
Mahoni
Durian
Petai
Mindi
Kayu Afrika
Nangka
Suren
Limus

Eugenia aromatica (L.) Baill
Swietenia macrophylla King.
Durio zibethinus Murr.
Parkia speciosa Hassk.
Melia azedarach L.
Maesopsis eminii Engl.
Artocarpus heterophyllus Lamk.
Toona sureni (Blume) Merr.
Mangifera foetida Leur.

73.3
56.7
56.7
50.0
40.0
36.7
36.7
33.3
33.3

* Setiap responden dapat menanam lebih dari satu jenis pohon

Pemeliharaan
Bentuk kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh petani tergolong masih
sederhana. Hal ini dapat dilihat dari jenis dan intensitas kegiatan pemeliharaan
yang dilakukan oleh petani. Kegiatan penyulaman hanya dilakukan oleh sangat
sedikit petani dan umumnya dilakukan pada umur 1 minggu hingga 7 bulan
setelah penanaman. Penyulaman umumnya hanya dilakukan pada jenis pohon
yang ditanam dalam jumlah besar seperti Sengon dan Cengkeh. Penyiangan dan
pemangkasan hanya dilakukan oleh sebagian petani pada saat awal umur tanaman
dengan intensitas 2–4 kali dalam setahun. Kegiatan penyiangan dan pemangkasan
dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas kayu dan pertumbuhan, sangat
sedikit petani yang memanfaatkannya sebagai sumber pakan ternak.

11
Sebagian besar petani melakukan pemupukan hanya pada saat penanaman
pohon. Jenis pupuk yang umumnya digunakan adalah pupuk kandang dan urea.
Selain itu terdapat beberapa petani yang menggunakan jenis pupuk seperti NPK,
Poska dan TSP. Teknik pemupukan yang dilakukan petani ialah dengan langsung
menaruh pupuk pada lubang tanam pada saat penanaman.
Hampir seluruh petani mengalami gangguan hama dan penyakit pada pohon
sengon yang mereka miliki, terutama berupa hama uter dan penyakit tumor (gall
rust). Hanya satu petani yang pernah mengalami gangguan berupa pencurian
pohon yang baru saja ditanam. Tindakan yang dilakukan petani dalam menangani
hama dan penyakit tersebut adalah penyemprotan dengan pestisida, namun hanya
dilakukan oleh sebagian kecil petani, sedangkan sebagian yang lain membiarkan
atau menebang pohon yang sudah terkena penyakit tersebut. Penanganan lain
yang dilakukan petani ialah menanam jenis pohon alternatif pengganti Sengon,
seperti jenis Kayu Afrika, Mindi, atau Malia.

Jumlah Responden (%)

Pemanenan
Kegaiatan pemanenan kayu hutan rakyat dilakukan petani tanpa rencana
yang telah dibuat sebelumnya. Pemanenan masih menganut prinsip tebang butuh,
yaitu petani hanya memanen kayu saat membutuhkan pengeluaran yang cukup
besar, misalnya untuk biaya hajatan, biaya sekolah anak, atau biaya pengobatan.
Penjualan kayu dilakukan dalam bentuk pohon berdiri dan umumnya dijual
dengan sistem borongan. Terdapat beberapa petani yang menjual dengan sistem
per pohon dan kubikasi pada harga yang bervariatif. Harga yang diberikan
biasanya sangat dipengaruhi oleh lokasi lahan terhadap jalan angkutan.
Tengkulak sebagai pelaku penebangan menanggung seluruh biaya dalam kegiatan
penebangan.
90,0
80,0
70,0
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0

77,0

40,0

43,0

Tebang
Pilih
17,0
10,0

Rumpin

13,0

Tebang
Habis

Pamijahan

Gambar 2 Perbandingan jumlah responden berdasarkan sistem penebangan di
lokasi penelitian
Sistem pemanenan yang dilakukan pada hutan rakyat berupa tebang pilih
dan tebang habis. Jumlah responden yang menggunakan sistem tebang pilih dan
tebang habis di Kecamatan Rumpin tidak berbeda jauh, sedangkan di Kecamatan
Pamijahan sebagaian besar kegiatan penebangan dilakukan dalam sistem tebang
pilih (Gambar 2). Penggunaan sistem tebang pilih dilakukan dengan kesepakatan
antara petani dan tengkulak. Umumnya tengkulak hanya menebang pohon
berdiameter >10 cm. Penggunaan sistem tebang pilih di Kecamatan Pamijahan
juga diakibatkan oleh bentuk pemanfaatan kayu yang menggunakan sortimen
berukuran cukup besar sebagai bahan baku untuk tempat tidur, lemari petong atau

12
meja sekolah (foto dapat dilihat pada lampiran 3). Bentuk lain penggunaan kayu
rakyat yang ditemukan pada lokasi penelitian ialah sebagai bahan peti kemas,
palet atau bahan bangunan rumah.

Potensi Hutan Rakyat
Tabel 8 menunjukkan rincian potensi pohon pada setiap strata penguasaan
lahan di lokasi penelitian. Data menunjukkan bahwa rata-rata kepemilikan pohon
meningkat seiring dengan peningkatan luas lahan yang ditunjukan dengan strata
luas lahan yang dikuasai petani. Rata-rata kepemilikan pohon mencapai 1300
pohon/orang (Strata III) dengan rincian Kecamatan Rumpin sebesar 1174
pohon/orang dan kecamatan Pamijahan sebesar 1511 pohon/orang.
Tabel 8 Potensi kepemilikan pohon pada setiap strata lahan
Strata Lahan
Strata I
Strata II
Strata III

Rumpin
Pohon/ Pohon/
Orang
ha
198
212
1174

1625
625
916

Pamijahan
Pohon/ Pohon/
Orang
ha
171
343
1511

2449
1117
1177

Rataan
Pohon/ Pohon/
Orang
ha
180
273
1300

2010
856
1027

Analisis korelasi (Lampiran 5) antara luas lahan kering dengan jumlah
pohon yang dimiliki petani menghasilkan nilai koefisien korelasi sebesar 0.457
yang artinya terdapat hubungan yang cukup kuat antara luas lahan kering dengan
jumlah pohon yang dimiliki petani. Nilai P value yang diperoleh lebih kecil dari
0.01 (α), sehingga dapat disimpulkan terdapat korelasi antara luas lahan kering
dengan jumlah pohon yang dimiliki petani.
Pemanfaatan lahan kering untuk kegiatan budidaya hutan rakyat di
Kabupaten Bogor dapat dinilai cukup intensif. Hal ini dapat dilihat dari hubungan
positif antara luas lahan kering dengan jumlah pohon yang dimiliki petani. Hasil
wawancara juga menunjukkan bahwa sebagian besar petani selalu melakukan
budidaya pohon pada setiap lahan kering yang dimiliki. Budidaya pohon dipilih
karena mudah untuk dibudidayakan dan sebagai bentuk optimalisasai
pemanfaatan lahan.
Nilai kerapatan pohon tidak selalu meningkat seiring dengan peningkatan
strata penguasaan lahan petani. Hal ini dapat diakibatkan oleh perbedaan jarak
tanam yang digunakan petani pada masing-masing strata. Kerapatan pohon
terbesar dimiliki oleh petani Strata I dengan potensi mencapai 2010 pohon/ha.
Petani Strata I cenderung akan menggunakan jarak tanam yang rapat sehingga
dapat menanam pohon dalam jumlah yang lebih banyak pada lahan yang lebih
sempit.
Potensi pohon di Kecamatan Rumpin cenderung lebih kecil dibandingkan
dengan potensi di Kecamatan Pamijahan. Pengecualian terdapat pada petani Strata
I di Kecamatan Rumpin yang menunjukkan kepemilikan pohon lebih tinggi,
namun tetap diikuti oleh kerapatan pohon yang lebih rendah dibandingkan dengan
kerapatan pohon di Kecamatan Pamijahan. Hal ini dapat diakibatkan oleh rata-rata

13
luas kepemilikan lahan di Kecamatan Rumpin yang lebih besar dibandingkan
dengan Kecamatan Pamijahan. Selain itu, nilai kerapatan yang lebih kecil pada
petani Strata I di Kecamatan Rumpin diduga diakibatkan oleh perbedaan jarak
tanam yang digunakan petani, yaitu petani di Kecamatan Pamijahan menggunakan
jarak tanam yang lebih rapat sehingga memiliki nilai kerapatan pohon yang lebih
besar.
Tabel 9 Potensi pohon berdasarkan kelompok jenis

Kelompok Jenis
Jenis Cepat
Tumbuh
Jenis Lambat
Tumbuh
Rataan

Rumpin
Pohon/ Pohon/
Orang
Ha

Pamijahan
Pohon/ Pohon/
Orang
Ha

Rataan
Pohon/ Pohon/
Orang
Ha

490

972

493

1124

870

1057

38
528

83
1055

182
675

457
1581

195
1065

271
1327

Seluruh petani yang menjadi responden membudidayakan berbagai jenis
pohon pada lahan kering milik mereka. Potensi untuk pohon jenis cepat tumbuh
lebih besar dibandingkan dengan jenis lambat tumbuh. Hal ini dapat menunjukkan
bahwa petani tetap berusaha mendapatkan keuntungan yang cepat dalam
melakukan budidaya tanaman kayu. Potensi untuk pohon jenis cepat tumbuh
mencapai 1057 pohon/ha dan jenis lambat tumbuh adalah 271 pohon/ha dengan
potensi di Kecamatan Pamijahan lebih besar dibandingkan dengan Kecamatan
Rumpin. Tabel 9 menunjukkan potensi pohon jenis cepat tumbuh dan jenis lambat
tumbuh pada lokasi penelitian.
Tabel 10 Potensi pohon berdasarkan kelompok jenis
Jenis
Gmelina
Jabon
Kayu Afrika
Malia
Mangium
Manglid
Mindi
Sengon
Suren
Tisuk

Potensi Pohon Jenis Cepat Tumbuh (Pohon/ha)
Rumpin
Pamijahan
Rataan
35
15
25
33
33
33
245
43
144
76
0
38
0
112
56
0
12
6
0
186
93
575
550
562
8
93
51
0
14
7

Terdapat 10 jenis pohon cepat tumbuh yang ditemukan di lokasi penelitian
(Tabel 10). Jenis Sengon memiliki potensi terbesar yaitu 562 pohon/ha. Jenis lain
yang juga memiliki potensi cukup besar adalah Kayu Afrika dan Mindi, namun
untuk jenis Mindi hanya ditemukan pada petani di Kecamatan Pamijahan. Potensi
Kayu Afrika yang cukup tinggi dikarenakan perkembangbiakanya yang mudah.
Umumnya petani memperoleh bibit Kayu Afrika dari anakan alami. Petani di
Kecamatan Pamijahan menanam jenis Mindi dikarenakan memiliki pertumbuhan

14

A 1

2
3
4
5
Umur Tanam (Tahun)

Potensi (N/ha)

Potensi (N/ha)

Potensi (N/ha)

yang cepat dan memiliki kualitas kayu yang baik. Kayu Mindi umumnya
digunakan secara subsisten oleh petani di Kecamatan Pamijahan sebagai bahan
pintu atau jendela.
Berdasarkan data potensi pohon jenis cepat tumbuh dapat diketahui struktur
tegakan hutan rakyat pada seluruh responden di lokasi penelitian (Gambar 3).
Struktur tegakan hutan rakyat pada lokasi penelitian menyerupai kurva J terbalik
yaitu menggambarkan struktur tegakan pada hutan alam tidak seumur (Davis dan
Johnson 1987). Struktur tegakan hutan dapat digunakan sebagai dasar dalam
menentukan sistem pengaturan hasil yang tepat untuk menjamin kelestarian
tagakan hutan.

B 1

2
3
4
5
Umur Tanam (Tahun)

C 1

2
3
4
5
Umur Tanam (Tahun)

Gambar 3 Struktur tegakan hutan rakyat berdasarkan sebaran tahun tanam pada
(A) Kecamatan Rumpin (B) Kecamatan Pamijahan dan (C)
Kabupaten Bogor
Manajemen dan keputusan petani dalam melakukan budidaya hutan rakyat
sangat mempengaruhi struktur tegakan hutan rakyat. Petani dapat merubah
penggunaan lahan kering yang tadinya berupa hutan rakyat menjadi bentuk usaha
pertanian lainya, terutama jika hasil yang diperoleh lebih cepat dan lebih tinggi.
Gambar 3(A) menunjukkan potensi tegakan di Kecamatan Rumpin pada umur
tanaman 1 tahun (ditanam pada tahun 2013) mengalami penurunan. Hal tersebut
diakibatkan oleh banyak petani yang beralih menanam tanaman rimpang
(lengkuas) pada lahan kering milik mereka, karena memiliki harga jual yang
tinggi.
Kurva J terbalik menggambarkan kondisi tegakan yang semakin sedikit
jumlahnya seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Hal tersebut diakibatkan
oleh kegiatan pemanenan yang dilakukan petani pada tegakan dewasa. Pemanenan
kayu dilakukan ketika petani membutuhkan pengeluaran rumah tangga yang
cukup besar. Perilaku petani tersebut terkadang dapat mengakibatkan hilangnya
tegakan pohon yang masih muda, karena keterdesakan petani untuk menjual
pohon tersebut. Pemanenan yang dilakukan pada umur tanaman yang masih muda
dapat menjadi ancaman bagi kelestarian tegakan hutan rakyat.

Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Petani
Besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total petani memilki
nilai yang bervariatif. Data menunjukkan bahwa sebagain besar petani mendapat
kontribusi sebesar 0 - 10% terhadap pendapatan total. Nilai kontribusi 0 % artinya
terdapat beberapa responden yang belum pernah melakukan kegiatan pemanenan
sehingga belum mendapatkan pendapatan dari hutan rakyat. Kontribusi hutan

15
rakyat terhadap pendapatan total petani cenderung tidak mengalami
perkembangan (Irawati 2000; Handoko 2007; Trianggana 2012). Data tersebut
menunjukan bahwa kegiatan pengusahaan hutan rakyat masih bersifat sebagai
usaha sampingan petani. Hutan rakyat menjadi alternatif sumber pendapatan bagi
petani ketika terdapat faktor-faktor pendukung seperti kondisi lahan dan budaya
masyarakat setempat (Hardjanto 2000; Setyawan 2002). Tabel 11 menunjukan
frekuensi petani berdasarkan besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan
total rumah tangga petani.
Tabel 11 Kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total petani
Kontribusi Hutan Rakyat
0–10 %
10–20 %
>20 %
Total

Jumlah Responden (%)
85.0
11.7
3.3
100.0

Petani pada umumnya memiliki berbagai alternatif sumber pendapatan
untuk mendapatakan hasil produksi optimal pada lahan yang dimiliki. Selain itu,
usaha pertanian yang beragam dapat memberikan stabilitas dalam pendapatan dan
mengurangi resiko akibat ketergantungan suatu produk (Mubyarto 1989).
Pendapatan petani dapat bersumber dari kegiatan pertanian dan non
pertanian. Pendapatan yang bersumber dari kegiatan pertanian berasal dari
penjualan hasil pertanian misalnya tanaman palawija, sayuran dan buah-buahan
yang diusahakan pada lahan kering, padi dari pertanian sawah, kegiatan beternak
serta kegiatan jasa pertanian. Pendapatan yang bersumber dari kegiatan non
pertanian berasal dari gaji sebagai pegawai swasta atau pegawai negeri, upah
buruh dan dari hasil wirausaha. Besarnya pendapatan dari berbagai sumber
tersebut berbeda-beda pada setiap petani, hal ini sangat ditentukan oleh sumber
daya dan akses yang dimiliki. Sumber dan rata-rata pendapatan rumah tangga
pertani per tahun disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12 Sumber dan rata-rata pendapatan petani per tahun
Jenis Kegiatan
Hutan Rakyat
Lahan Kering
Sawah
Peternakan
Jasa Pertanian
Non Pertanian
Total

Strata I
Rataan
%
(Rp×1000)
335.3
2.4
7 458.0
13.8
487.5
6.0
1 519.0
12.9
1 100.0
14.4
20 287.5
50.6
31 187.3 100,0

Strata II
Rataan
%
(Rp×1000)
880.6
5.8
2 309.2
21.8
0.0
0.0
1 363.8
12.5
450.0
4.0
48 455.2
53.0
53 758.7
100.0

Strata III
Rataan
%
(Rp×1000)
1156.7
6.8
7594.4
32.1
1562.5
2.8
4529.0
21.5
0.0
0.0
36 225.9
36.8
51 068.5 100.0

Rata-rata pendapatan dan kontribusi hutan rakyat cenderung meningkat
seiring dengan peningkatan luas lahan yang ditunjukan dengan strata lahan
penguasaan milik petani. Hal ini dapat menunjukkan bahwa petani memanfaatkan
seoptimal mungkin lahan kering yang dimiliki dalam kegiatan budidaya kayu.
Data tersebut juga didukung dengan alasan petani dalam melakukan budidaya
kayu yaitu sebagai alternatif pendapatan dan optimalisasi lahan kering.

16
Hasil analisis korelasi hubungan antara luas lahan dan pendapatan petani
yang bersumber dari hutan rakyat (Lampiran 6) menunjukkan nilai koefisien
korelasi sebesar 0.312 dengan P value yang lebih besar dari 0.01 (α), artinya
terdapat hubungan korelasi antara luas lahan kering dengan pendapatan dari hutan
rakyat.
Rata rata pendapatan petani yang bersumber dari kegiatan jasa pertanian
cenderung semakin menurun seiring dengan peningkatan luasan lahan yang
dimiliki petani. Hal ini dikarenakan petani yang memiliki luas lahan kecil akan
berusaha mencari sumber pendapatan lain yang dapat diakses seperti menjadi
buruh tani. Data juga menunjukkan bahwa pekerjaan sampingan sebagai buruh
tani paling banyak dilakukan oleh petani Strata I, sedangkan pada petani Strata III
tidak ditemukan pekerjaan sebagai buruh tani. Kegiatan buruh tani dilakukan pada
kegiatan pertanian sawah, pertanian lahan kering atau peternakan.
Tabel 11 juga menunjukkan bahwa sumber pendapatan yang paling
berkontribusi terhadap pendapatan total rumah tangga petani bersumber dari
kegiatan non-pertanian. Petani pada strata lahan II memliki nilai kontribusi
kegiatan non pertanian yang paling besar yaitu mencapai 53 % terhadap
pendapatan total. Rataan pendapatan total pada petani Strata II juga memiliki nilai
lebih besar dibandingkan dengan petani pada Strata III.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kegiatan hutan rakyat di wilayah Kabupaten Bogor menggunakan pola
tanam campuran dan agroforestry dengan jenis Sengon (Falcataria moluccana
(Miq.) Berneby & Grimes) sebagai jenis yang memiliki potensi terbesar.
Rata-rata kepemilikan pohon semakin meningkat seiring dengan luas lahan
yang dikuasai petani. Potensi kepemilikan pohon terbesar terdapat pada petani
pada Strata III (luas lahan >0.25 ha) yaitu 1300 pohon/orang dan kerapatan
tegakan terbesar terdapat pada petani Strata I (luas lahan ≤0.25 ha) yaitu 2010
pohon/ha.
Hutan rakyat berkontribusi hingga 10 % terhadap pendapatan total rumah
tangga sebagian besar petani, dengan ciri yang menunjukkan peningkatan besar
pendapatan seiring dengan peningkatan luas lahan kering. Kontribusi terbesar
pada pendapatan total petani bersumber dari kegiatan non-pertanian dan pertanian
lahan kering (non-hutan rakyat).

Saran
Perlu dilakukan peningkatan intensifikasi kegiatan hutan rakyat melalui
penyuluh dan lembaga yang telah tersedia, sehingga produktivitas dan kontribusi
hutan rakyat terhadap pendapatan petani dapat meningkat. Selain itu diperlukan
penelitian lebih lanjut terkait sistem dan aktor dalam kegiatan pemasaran dan
pengolahan hasil hutan rakyat untuk mengetahui kaitanya dengan budidaya hutan
rakyat yang dilakukan petani.

17

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2011. Kabupaten Bogor dalam
Angka 2011. Bogor(ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2011. Kecamatan Rumpin dalam
Angka 2011. Bogor(ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2013. Kecamatan Rumpin dalam
Angka 2013. Bogor(ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor.
[BPK Ciamis] Balai Penelitian Kehutanan Ciamis. 2008. Hutan Rakyat Jawa
Barat: Status Riset dan Strategi Pengembanganya. Bogor(ID): Balai Penelitian
Kehutanan Ciamis.
Darusman D dan Hardjanto. 2006. Tinjuan Ekonomi Hutan Rakyat. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006: 4-13.
Davis LS dan Johnson KN. 1987. Forest Management Third Edition. New York
(EN) : Mc Graw – Hill Book Company
[Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2011. Monografi
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2011. Bogor (ID): Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
[Distanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2013. Buku Saku
2013. Dinas Pertanian dan Kehuatanan Kabupaten Bogor 2013. Bogor (ID):
Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
Ermayani D. 2002. Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Kabupaten Bogor (Studi Kasus Hutan Rakyat di Kecamatan Leuwiliang
dan Kecamatan Nanggung) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Handoko AD. 2007. Sistem Pengelolaan dan Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap
Pendapatan Rumah Tangga Petani (Kasus di Kecamatan Jatirogo, Kabupaten
Tuban, Propinsi Jawa Timur) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hardjanto. Pengusahaan Hutan Rakyat di Jawa. Di dalam Didik Suharjito (ed.) Hutan
Rakyat di Jawa Peranannya dalam Perekonomian Desa. 2000. Bogor: Program
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Hardjanto.2003. Keragaman dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau
Jawa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Irawati RH. 2000. Posisi Pendapatan Kayu Rakyat Terhadap Pendapatan Rumah
Tangga Petani (Studi Kasus di Kecamatan Ciawi, Caringin dan Cijeruk,
Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Jariyah NA dan Wahyuningrum N. 2008. Karakteristik Hutan Rakyat di Jawa.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol.5 No.1 Maret 2008, hal
43–56.
Kecamatan Pamijahan. 2013. Monografi Kecamatan Pamijahan 2013. Bogor(ID):
Kecamatan Pamijahan.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri
Kehutanan Indonesia Nomor 88 Tahun 2003 tentang Kriteria Potensi Hutan Alam
Pada Hutan Produksi Yang Dapat Dilakukan Pemanfaatan Hutan Secara Lestari.
Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.
Mubaryanto 1998. Reformasi Sistem Ekonomi : Dari Kapitalisme Menuju
Ekonomi Kerakyata