Peran usaha hutan rakyat dalam perekonomian rumah tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat

(1)

PERAN USAHA HUTAN RAKYAT DALAM

PEREKONOMIAN RUMAH TANGGA DI DESA LEGOKHUNI,

KECAMATAN WANAYASA, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROPINSI JAWA BARAT

ANDINA AYU MAYANGSARI PUTRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

ANDINA AYU MAYANGSARI PUTRI. Peran Usaha Hutan Rakyat dalam Perekonomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Dibawah bimbingan oleh BRAMASTO NUGROHO.

Salah satu alternatif untuk mengatasi tekanan terhadap sumber daya hutan dan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu, air, lingkungan serta berbagai produk lainnya adalah dengan pembangun hutan rakyat. Di Pulau Jawa umumnya hutan rakyat menggunakan sistem agroforestry. Kayu dari hutan rakyat saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh hutan rakyat campuran

agroforestry terhadap perekonomian rumah tangga, mengidentifikasi efektifitas keterkaitan luas hutan rakyat campuran agroforestry terhadap pendapatan masyarakat dan mengidentifikasi kelayakan hutan campuran agroforestry yang ada di Desa Legokhuni.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan sistem wawancara dan observasi lapang menggunakan teknik purposive sampling

terhadap rumah tangga yang memiliki usaha hutan rakyat berdasarkan luasan lahannya. Data yang dicari dalam penelitian ini antara lain, rata-rata pendapatan hutan rakyat rumah tangga petani, rata-rata total pendapatan rumah tangga petani dan kontribusi hutan rakyat. Selanjutnya dicari nilai NPV (Net Pressent Value), BCR (Benefit Cost Ratio) dan IRR (Internal Rate of Return) untuk mengetahui kelayakan usaha pada hutan rakyat pada strata I, II dan III.

Hasil penelitian ini menunjukan terdapat tiga strata luas lahan hutan rakyat

agroforestry yaitu strata I dengan luasan lahan < 0,42 ha, strata II dengan luasan lahan 0,42-0,902 ha dan strata III dengan luasan lahan >0,902 ha. Jumlah responden untuk strata I, II dan III masing-masing sebanyak 16 responden, 10 responden dan 6 responden.

Hutan rakyat yang dikelola di desa Legokhuni merupakan kombinasi antara tanaman teh (Camelia sinensis), sengon (Parasienthes falcataria), Mindi (Melia azedarach) dan Mahoni (Swietenia spp). Kontribusi penghasilan dari hutan rakyat tehadap pendapatan total petani benilai 17,90% pada strata I; 30,69% pada strata II dan 43,03% pada strata III. Nilai NPV (Net Present Value) untuk strata I, II dan III masing-masing sebesar Rp. 9.764.510,00; Rp. 16.090.810,00 dan Rp. 11.514.450,00. Nilai BCR (Benefit Cost Ratio) untuk strata I, II dan III masing-masing sebesar 1,39; 1,30 dan 1,08. Nilai IRR (Internal Rate Ratio) untuk strata I, II dan III masing-masing sebesar 28,56%, 32,23% dan 26,76%.

Kata Kunci : Hutan Rakyat, Kontribusi, Agroforestry, kelayakan usaha


(3)

SUMMARY

ANDINA AYU MAYANGSARI PUTRI. The Roles of Community Forest Business to The Households Economy in Legokhuni, Wanayasa Sub District, Purwakarta District, West Java. Under Supervision of BRAMASTO NUGROHO.

One alternative to overcome the pressure on forest resources and to fulfil community needs for wood, water, environment and other various products is community forests development. Community forests in Java generally aplly agroforestry systems. Timber from community forests has been developed into a commodity that has high economic value and can provide additional revenue for community. This study aims to analyze the influence of agroforestry community forests to the economy of the household, identify the correlation effectiveness of community forest are to income and identify the feasibility of community forest in the Legokhuni.

The research was conducted in the Legokhuni, Wanayasa Sub District, Purwakarta District, West Java it used interviews and field observation with purposive sampling method to households who have community forest based on land area. The data which used in this study, are the average farmers household income from community forest, the average of farmers households total income and the contribution of community forests. Then NPV (Net Pressent Value), BCR (Benefit Cost Ratio) and IRR (Internal Rate of Return) were used to determine the feasibility of community forests in strata I, II and III.

The results of this study show that there are three stratum of forest strata I with land area <0.42 ha, strata II with a land area of 0.42 to 0.902 ha and strata III with land area> 0.902 ha. The number of respondents for strata I, II and III 16, 10 and 6 respondents.

Public forests which developed in the village Legokhuni are combination of tea plant (Camellia sinensis), sengon (Parasienthes falcataria), Mindi (Melia azedarach) and Mahoni (Swietenia spp.) The contributions of community forest is to total farmers income are 17.90% in strata I; 30.69% in strata II and 43.03% in strata III. NPV (Net Present Value) for strata I, II and III are Rp. 9764510.00; Rp. 16,090,810.00 and Rp. 11,514,450.00. BCR (Benefit Cost Ratio) for strata I, II and III, are 1.39, 1.30 and 1.08. IRR (Internal Rate Ratio) for strata I, II and III are 28.56%, 32.23% and 26.76%.


(4)

KECAMATAN WANAYASA, KABUPATEN PURWAKARTA,

PROPINSI JAWA BARAT

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

ANDINA AYU MAYANGSARI PUTRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(5)

Judul skripsi : Peran Usaha Hutan Rakyat dalam Perekonomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat.

Nama : Andina Ayu Mayangsari Putri NRP : E14061460

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS NIP : 1958 1104 1987031 005

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001


(6)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Peran Usaha Hutan Rakyat dalam ”Perekonomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atan lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Andina Ayu Mayangsari Putri


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 April 1988 dari Ayahanda Ir. Suharji dan Ibunda Sri Handayani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh adalah SDN Pengadilan 1 Bogor pada tahun 1994 – 2000, SLTP Negeri 1 Bogor pada tahun 2000 – 2003, SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2003-2006, dan pada tahun 2006 penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama melakukan studinya penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan diantaranya Unit Kegiatan Mahasiswa Music Agriculture X-Pression!! (MAX!!) IPB sebagai anggota pada tahun 2007-2008 dan menjadi staff divisi umum pada tahun 2008-2009, Forest Management Student Club sebagai anggota bidang Hubungan Luar pada tahun 2007-2008 dan staff Divisi Media Komunikasi pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2008 penulis memegang jabatan kepanitiaan sebagai ketua divisi dana usaha pada acara MIXMAX!! (salah satu festival Band di IPB) yang merupakan salah satu kegiatan Unit Kegiatan Mahasiswa MAX!! IPB. Penulis juga menjadi ketua divisi Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi (PDD) pada salah satu acara Himpunan Mahasiswa FMSC E-GREEN pada tahun 2008.

Penulis pernah melakukan Praktik Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan KPH Tanggeung, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Selanjutnya penulis mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Finantara Intiga, Kalimantan Barat selama 2 bulan terhitung dari Bulan Februari sampai Bulan April 2010.

Penulis melakukan penelitian dengan judul “Peran Usaha Hutan Rakyat dalam Perekenomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat”. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Ir. Bramasto Nugroho, MS.


(8)

Terima kasih kepada Allah SWT yang memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peran Usaha Hutan Rakyat dalam Perekonomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat” dengan lancar. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan data primer yang diperoleh penulis dengan cara wawancara dan pengisian kuisioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data monografi Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Suharji, ST dan Ibu Sri Handayani telah memberikan inspirasi, wejangan, pegangan hidup, rasa kasih sayang, semangat dan doanya.

2. Bapak Dr. Ir. Bramasato Nugroho, MS selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingannya.

3. Ibu Yulianti Bramasto yang telah membantu kegiatan penelitian penulis saat di lokasi.

4. Bapak Kepala Desa Legokhuni, Kecamtan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung.

5. Ricky Rahman Ginanjar Mahasiswa Departemen Hasil Hutan yang telah menemani, memberi inspirasi, memberi semangat dan motivasi serta atas waktu dan perhatian selama ini.

6. Andi Rustandi, Ifki Arif Widyastana dan Afwan Afwandi yang telah memberikan masukan, bantuan dan pendapatanya dalam penyusunan skripsi. 7. Suci Dian Firani, Miranti Dewi, Hania Purwitasari, Elisda Damayanti dan

May Caessary Rachmadini atas persahabatan yang terjalin selama ini.

8. Teman-teman Manajemen Hutan 43, Ratih Solichia, Novriandri Asmar, Sentot Purwanto, Kristanto Nugroho, Bayu Cahyo Nugroho, Nurlailati Ramdhani, Andriani Wijastuti, Ratna Idolasari, Sifa Rahma, Lisa Marbun, Putri Nidya, Afwan Afwandi, Hafid Faris Hakim dan teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Terimakasih atas kebersamaannya


(9)

selama hampir empat tahun di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

9. Kepada Pak ipul, Pak Edi, Ibu Asih dan Staff Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB lainnya yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi kemahasiswaan.

10.Seluruh pihak terkait yang baik secara langsung atau tidak langsung telah membantu penelitian dan pengerjaan skripsi ini hingga selesai.


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam skripsi ini adalah “Peran Usaha Hutan Rakyat dalam Perekonomian Rumah Tangga di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta Jawa Barat”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total reponden serta menganalisis kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Legokhuni. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada petani penggarap hutan rakyat di daerah lain tentang strategi adaptasi dan usaha hutan rakyat yang memberikan kontribusi maksimal terhadap pendapatan rumah tangga.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Februari 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... . ii

DAFTAR TABEL ... . iii

DAFTAR GAMBAR ... . iv

DAFTAR LAMPIRAN ... . v

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... . 1

1.2. Perumusan Masalah ... . 2

1.3 Tujuan Penelitian ... . 3

1.4 Manfaat Penelitian ... . 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Rakyat ... 5

2.2 Agroforestry ... 6

2.3 Pengelolaan Hutan rakyat ... 8

2.4 Pengusahaan Hutan Rakyat ... 8

2.5 Pendapatan Rumah Tangga ... 9

2.6 Rumah Tangga ... 10

2.7 Analisis Finansial ... 11

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... . 14

3.2 Batasan Masalah ... . 14

3.3 Asumsi Dasar Penelitian ... . 14

3.4 Bahan dan Alat ... . 15

3.5 Metode Pengumpulan Data ... . 15

3.6 Analisis Data ... . 17

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi ... . 21

4.2 Gambaran Kelompok Tani ... . 22

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden ... . 24

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat ... . 25

5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat ... . 30

5.4 Analisis Finansial Usaha Hutan Rakyat..……..... 35

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... . 42

6.2 Saran ... . 43

DAFTAR PUSTAKA ... . 44 ii


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 24

2. Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok ... 25

3. Distribusi Pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber untuk tiga tahun terakhir (2008-2010) ... 30

4. Kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata untuk tiga tahun terakhir (2008-2010)... 32

5. Kontribusi pendapatan kayu hutan rakyat terhadap pendapatan total ... 32

6. Rata-rata pengeluaran responden untuk tiga tahun terakhir (2008-2010) ... 34

7. Kontribusi pengeluaran hutan rakyat terhadap pengeluaan total responden untuk tiga tahun terakhir (2008-2010)... 35

8. Rata-rata biaya pengusahaan hutan rakyat berdasarkan strata ... 36

9. Simulasi proyek sisa kayu tanaman tahun 2010 ... 38

10.Distribusi pendapatan dan biaya dengan tanpa suku bunga masa 3 daur ... 40


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Lahan pertanian Desa Legokhuni, Purwakarta ... 22

2. Hutan rakyat agrforestry kombinasi tanaman teh dengan tegakan pohon ... 26

3. Alat pengering pucuk dayun teh yang sudah dipanen ... 29

4. Hasil Panen teh yang ada di pengepul Desa Legokhuni, Purwakarta ... 29 iv


(14)

No. Halaman

1. Identitas responden petani hutan rakyat ... 46

2. Penentuan selang strata ... 47

3. Pendapatan responden tiga tahun terakhir (Rupiah/tahun) ... 48

4. Pengeluaran petani hutan rakyat tiga tahun terakhir (Rupiah/tahun) ... 49

5. Biaya tetap dan biaya variabel usaha hutan rakyat tiga tahun (Rupiah/tahun) ... 50

6. Data tegakan sisa di lahan hutan rakyat tahun 2010 ... 51

7. Casflow kegiatan hutan rakyat Strata I di Desa Legokhuni Purwakarta ... 52

8. Casflow kegiatan hutan rakyat Strata II di Desa Legokhuni Purwakarta ... 53

9. Casflow kegiatan hutan rakyat Strata III di Desa Legokhuni Purwakarta ... 54


(15)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mendapat tekanan tinggi, akan tetapi harus mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan kayu, air, lingkungan serta berbagai produk lainnya. Eksploitasi terhadap sumber daya hutan secara berlebihan merupakan salah satu bentuk tekanan, sehingga sumber daya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang diharapkan oleh masyarakat.

Salah satu alternatif yang dapat ditawarkan untuk mengurangi tekanan tersebut adalah pembangunan hutan rakyat, yakni dengan menanam pohon yang mempunyai nilai komersial terutama di lahan-lahan yang marginal dan kurang produktif. Manfaat hutan rakyat bagi masyarakat sendiri dirasakan dari segi ekonomi, ekologi dan segi sosial.

Hutan rakyat telah berkembang sejak lama di kalangan masyarakat Indonesia yang biasanya dilakukan secara tradisional oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional tanaman sejenis ataupun pola tanaman campuran. Khusus untuk hutan rakyat di Pulau Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan minimal sesuai dengan definisi hutan, dimana minimal luas lahan harus 0,25 hektar. Keadaan ini mendorong pemilik lahan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin pengelolaan lahan mereka. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada umumnya pemilik lahan berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan tanaman-tanaman yang bernilai tinggi dan cepat menghasilkan. Pada bentuk pengelolaan hutan rakyat di Desa Legokhuni, terlihat bahwa komoditas teh (Camellia sinensis) menjadi prioritas utama dibandingkan pohon. Pemilik lahan melakukan hal ini sebab produktifitas teh lebih menjajikan dari segi ekonomi karena teh dapat dipanen sepanjang tahun dan keuntungannya dapat dirasakan setiap bulan oleh pemilik lahan.

Hutan rakyat sampai saat ini masih banyak diusahakan oleh masyarakat di pedesaan, sehingga kontribusi manfaat hutan rakyat akan berdampak pada perekonomian desa. Manfaat ekonomi hutan rakyat secara langsung dapat dirasakan masing-masing rumah tangga para pelakunya dan secara tidak langsung


(16)

berpengaruh pada perekonomian desa. Peran pengusahaan hutan rakyat dalam perekenomian desa, minimal mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga pelaku hutan rakyat, yang pada akhirnya memberikan kontribusi terhadap pendapatan desa. Selain peran dalam memberikan kontribusi pendapatan, pengusahaan hutan rakyat juga mampu memberikan lapangan pekerjaan terhadap masyarakat desa sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Produk yang dihasilkan dari hutan rakyat dapat berupa hasil tangible dan

intangible. Produk tangible berupa kayu pertukangan, kayu industri, kayu serat, kayu energi, kopal, buah-buahan, damar, mata kucing, bunga dan nira. Produk

intangible dari hutan diantaranya, pencegahan erosi tanah serta sebagai tempat resapan air.

Hasil dari pembangunan hutan rakyat agroforestry dapat berupa kayu rakyat yang saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik dan dirasakan masyarakat bahwa usaha ini dapat memberikan tambahan pendapatan. Namun demikian, kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani di Desa Legokhuni. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang-ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah dan lahan-lahan marjinal. Seperti hutan rakyat di Desa Legokhuni, pohon dimanfaatkan hanya sebagai peneduh tanaman teh saja dan juga sebagai batas kepemilikan lahan petani.

1.2Perumusan Masalah

Tanaman utama yang diusahakan oleh petani di Desa Legokhuni, Purwakarta adalah teh (Camellia sinensis) sedangkan pohon bukan menjadi komoditas utama petani. Kombinasi ini merupakan hasil turun temurun yang terjadi di Desa Legokhuni. Kombinasi ini bila dilihat secara global merupakan kombinasi yang tepat karena terdiri dari tanaman dengan jangka panen setiap bulannya dan tanaman dengan jangka panen tahunan, tetapi bila dilihat dari segi ekonomi kombinasi ini belum tentu menguntungkan. Pemilihan kombinasi


(17)

tanaman ini cukup memiliki dasar bagi petani karena setiap bulannya petani memiliki pendapatan dari tanaman teh dan tanaman tahunan sebagai investasi atau tabungan. Kombinasi tersebut dirasa sudah tepat bagi petani, mungkin perlu lebih diperhatikan adalah perbandingan jumlah pohon dan tanaman teh yang terdapat pada lahan.

Pengelolaan hutan rakyat pada saat ini masih dilakukan dengan teknik tradisional dan belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi yang menguntungkan jangka panjang. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini pengelolaan hutan rakyat di Desa Legokhuni masih mementingkan keuntungan jangka pendek saja.

1.3Tujuan

Tujuan penelitian ini untuk :

1. Menganalisis pengaruh kebun rakyat campuran agroforestry terhadap perekonomian rumah tangga di desa tersebut.

2. Mengidentifikasi efektifitas keterkaitan luas hutan rakyat campuran

agroforestry terhadap pendapatan masyarakat.

3. Mengidentifikasi kelayakan hutan rakyat campuran agroforestry yang ada di Desa Legokhuni.

1.4Manfaat Penelitian

Kegunaan atau manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Desa Legokhuni, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna untuk memperbaiki pengelolaan kebun campuran agroforestry

agar tercapai keuntungan yang maksimal dari hasil hutan rakyat ini.

2. Kegiatan dan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait baik pemerintah daerah, pemerintah pusat atau bahkan pemilik modal dalam meningkatkan produktifitas hutan rakyat tersebut melalui terobosan-terobosan baru yang dilakukan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan dasar pertimbangan dan pemikiran bagaimana cara mengelola hutan rakyat secara baik dan benar, 3


(18)

sehingga dapat meningkatkan keberhasilan pengembangan pengetahuan dan teknologi usaha tani rakyat.


(19)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hutan Rakyat

Pengertian Hutan Rakyat menurut Ahmad (1961) dalam Wahyuningsih (1993) adalah tanah-tanah yang dikuasai oleh rakyat yang ditanami dengan jenis-jenis pohon dengan maksud untuk mendapatka kayu sebagai hasilnya.Selanjutnya Hardjanto (1990) menyatakan bahwa hutan rakyat merupakan hutan yang dimiliki oleh masyarakat yang dinyatakan oleh kepemilikan lahan, karenanya hutan rakyat juga disebut hutan milik.

Karakteristik pengelolaan hutan rakyat adalah bersifat individual, oleh keluarga, tidak memiliki manajemen formal dan dipandang sebagai tabungan bagi keluarga pemilik hutan rakyat. Karakteristik seperti itu dalam perkembangannya kedepan kurang memiliki daya saing tinggi, tidak memiliki posisi tawar yang tinggi dengan pedagang dan industri, dan sinkronisasi konservasi serta kelestarian hutannya tidak dapat dijamin (Awang 2005).

Hutan rakyat merupakan hutan yang dimilki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dengan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan/atau jenis tanaman lainnya lebih dari 50% dan/atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman per-hektar. Usaha hutan rakyat dapat dikembangkan pada lahan milik atau lahan yang dibebani hak-hak lainnya diluar kawasan hutan yang memenuhi persyaratan untuk kegiatan hutan rakyat, yang bertujuan disamping untuk rehabilitasi lahan juga untuk menghasilkan kayu rakyat (Kementrian Kehutanan 2007)

Dalam kaitannya dengan lokasi penelitian Desa Legokhuni Kabupaten Purwakarta, pengertian hutan rakyat di atas sudah sesuai dengan keadaan lapangan. Lahan hutan di tempat penelitian ini ditanami oleh jenis pohon berupa sengon, mindi dan mahoni sedangkan untuk tanaman lainnya ada tanaman teh sebagai tanaman penyelingnya. Hutan rakyat di kawasan ini juga merupakan tanah milik pribadi, tetapi ada pula lahan milik Perhutani KPH Purwakrta yang dikelola oleh petani dan menggunakan sistem bagi hasil. Jadi dalam kenyataan di lapangan tidak seluruh hutan rakyat itu hak milik pribadi.


(20)

Balai Informasi Pertanian (1982) membagi bentuk hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman menjadi tiga yaitu :

a. Hutan rakyat murni, hutan rakyat yang hanya terdiri dari satu jenis tanaman pohon berkayu yang ditanam dan diusahakan secara homogen atau monokultur. b. Hutan rakyat campuran, huyan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis

pohon-pohonan yang ditanam secara campuran.

c. Hutan rakyat Agroforestry, hutan rakyat yang memiliki bentuk usaha kombinasi kehutanan dengan cabang usaha tani lainnya, seperti perkebunan, pertanian tanaman pangan, peternakan dan lain-lain secara terpadu.

Menurut Djajapertjunda (2003), karena hutan rakyat adalah hutan, sama halnya hutan-hutan lainnya yang tanamannya terdiri atas pohon sebagai jenis utamanya, maka peranannya pun tidak banyak berbeda, yaitu :

a. Ekonomi, untuk memproduksi kayu dan meningkatkan industri kecil sebagai upaya untuk meningkatkan peranan dan jaringan ekonomi rakyat. b. Sosial, dalam membuka lapangan pekerjaan.

c. Ekologi, sebagai penyangga kehidupan masyarakat dalam mengatur tata air, mencegah bencana banjir, erosi dan sebagai prasarana untuk memelihara kualitas lingkungan hidup (penyerap Carbon Dioksida dan produsen Oksigen).

d. Estetika, berupa keindahan alam.

e. Sumberdaya alam untuk ilmu pengetahuan, antara lain ilmu biologi, ilmu lingkungan, dll.

Hutan rakyat di Desa Legokhuni tidak begitu mementingkan aspek ekologi, estetika, sosial dan sumberdaya alam. Pengelolaan hutan rakyat hanya berorientasi pada keuntungan semata.

2.5 Agroforestry

Menurut Nair dalam Hairiah, et al. (2003) agroforestry adalah sistem penggunaan terpadu, yang memiliki aspek sosial ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/ atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau bergilir, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewani yang optimal dalam arti berkesinambungan. Agroforestry


(21)

pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan, serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumberdaya deserta lingkungannya. Agroforestry diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak.

Agroforestry utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan.

Apabila digambarkan pada lahan miring yang menggunakan sistem agroforestry, maka secara umum pohon-pohon akan menyediakan struktur permanen di atas dan di bawah tanah bagi sistem pertanaman. Pergerakan air dan tanah akan dihambat dan kehilangan akibat erosi tanah dapat berkurang banyak dengan strara ini. Agroforestry juga merupakan salah satu sarana penting untuk merehabilitasi lahan kritis, terutama di daerah hulu DAS. Sistem agroforestry

yang mengkombinasikan dengan tanaman herba, ternak dan pepohonan telah digunakan untuk menstabilkan ekosistem lahan kritis. Pepohonan menciptakan struktur permanen yang menstabilkan tanah dan neraca hidrologi. Aneka tanaman parennial digunakan untuk mereduksi gangguan hama dan iklim.

Wiersum (1987) dalam Departemen Kehutanan (1989) mengatakan, kebun campuran adalah bagian dari agroforestry yang banyak diusahakan oleh masayarakat untuk meningkatkan pendapatan. Bentuk-bentuk kebun campuran dapat berbeda tergantung pada kondisi biofisik, lokasi, budaya, politik, psikologi, dan keadaan sosial ekonomi. Fungsi utama dari kebun campuran adalah memenuhi sampai setengah dari kebutuhan dasar keluarga terutama pada masa kekeringan atau kekurangan. Sebagai contoh 25,5% dari rata-rata pendapatan keluarga di Jawa Barat adalah berasal dari kebun campuran.

Menurut Andayani (2005) agroforestry dapat diartikan juga sebagai sebuah bentuk nama kolektif (collective name) dari sistem nilai masyarakat berkaitan dengan model-model penggunaan lahan lestari. Oleh karena itu,

agroforestry dalam bentuk implementasinya dapat berbentuk sebagai berikut : 7


(22)

a. Agrisivikultur yaitu penggunaan lahan secara sadar dan dengan pertimbangan yang masak untuk memproduksi sekaligus hasil-hasil pertanian dari hasil hutan.

b. Sylvopastural, yaitu sistem pengelolaan hutan dimana hutan dikelola untuk menghasilkan kayu dan juga memelihara ternak.

c. Agrosylvo-pastoral, yaitu sistem dimana lahan dikelola untuk memproduksi hasil pertanian dan hasil kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak.

d. Multipurpose forest tree production system, yaitu sistem dimana berbagai jenis kayu ditanam dan dikelola, tidak saja untuk menghasilkan kayu tetapi juga daun-daunan dan buah-buahan yang dapat digunakan sebagai bahan makanan manusia maupun dijadikan makanan ternak.

2.3 Pengelolaan Hutan Rakyat

Lembaga Penelitian IPB (1990) menyatakan bahwa kerangka dasar pengelolaan hutan rakyat melibatkan beberapa sistem, yaitu sistem produksi, sistem pengelolaan hasil dan sistem pemasaran hasil. Sitem produksi mengatur agar tercapainya keseimbangan produksi dalam jumlah, jenis dan kualitas tertentu serta tercapainya kelestarian usaha dari para pemilik lahan hutan rakyat. Sedangkan sistem pemasaran hasil mengatur tingkat penjualan yang optimal yaitu keadaan dimana semua produk yang dihasilkan dari hutan rakyat terjual di pasaran. Dalam pengelolaan hutan rakyat, pada umunya sistem silvikultur yang baik, seperti penggunaan bibit unggul, pengaturan jarak tanam dan pemeliharaan belum sepenuhnya diterapkan, sehingga pertumbuhan pohon dan mutu yang dihasilkan kurang baik.

2.4 Pengusahaan Hutan Rakyat

Biaya secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Jadi biaya pengusahaan hutan rakyat adalah segala bentuk korbanan ekonomi yang dikeluarkan atau akan dikeluarkan untuk


(23)

mencapai tujuan pembangunan hutan rakyat. Pada prinsipnya biaya yang terlibat dalam perusahaan hutan rakyat dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu biaya produksi tetap (fix cost) dan biaya produksi berubah (variable cost). Biaya produksi tetap adalah semua jenis biaya yang seolah-olah tidak berubah besarnya walaupun jumlah barang yang dihasilkan berubah, misalnya tanah. Sedangkan biaya produksi berubah adalah biaya produksi yang besarnya tergantung dari jumlah barang yang dihasilkan, misalnya membeli pupuk, bibit, upah tenaga kerja (Sumatra 1963 dalam Indra 2007).

Biaya variabel yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha hutan rakyat di lokasi penelitian hanya berkisar untuk penanaman, pemeliharaan dan penebangan saja. Sedangkan biaya tetap yang dikeluarkan adalah pajak lahan saja.

2.5 Pendapatan Rumah Tangga

Pendapatan rumah tangga menurut sumberdaya dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pendapatan kehutanan, yaitu pendapatan rumah tangga yang berasal dari kegiatan di hutan dan pendapatan non kehutanan, yaitu yang diperoleh dari kegiatan diluar kehutanan (Kartasubrata 1986).

Birowo dan Suyono dalam Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah tangga di pedesaan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi

b. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija dan kegiatan pertanian lainnya.

c. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber mata pencaharian diluar bidang pertanian.

Saleh (1983) mengatakan, jumlah pendapatan yang diperoleh setiap rumah tangga di pedesaan tidak sama besarnya satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemilikan lahan pertanian, modal usaha dan kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja baik di sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.

Soeharjo dan Potong (1973) dalam Koswara (2006) mengatakan pendapatan keluarga adalah angka yang diperoleh dari sumber-sumber lain yang diterima oleh petani bersama keluarganya disamping kegiatan pokoknya, cara ini dipakai 9


(24)

apabila petani tidak membedakan sumber-sumber pendapatnnya untuk kebutuhan sehari-hari.

Menurut Awang (2005) besarnya kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total diketahui bahwa ada beberapa sumber pendapatan petani hutan rakyat selain dari usaha tani rakyat di lahan tegalan dan pekarangan. Sumber pendapatan itu adalah dari usaha tani sawah, ternak, kerajinan bambu, kerajinan kayu dan pendapatan lainnya.

Pendapatan petani hutan rakyat di Desa Legokhuni ini bersumber dari pertanian, hutan rakyat, peternakan dan usaha lain. Jumlah pendapatan dari usaha tani dipengaruhi oleh luasan hutan rakyat, sedangkan untuk pendapatan total petani pengaruh luasan hutan rakyat tidak berpengaruh nyata. Kontribusi pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini hanya menitik beratkan pada usaha hutan rakyat.

2.6 Rumah Tangga

Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan bersama dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. Orang yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota rumah tangga, sedangkan yang bertanggung jawab atau dianggap bertanggung jawab terhadap rumah tangga adalah kepala rumah tangga (BPS 1995).

Dalam kegiatan di lapangan, ternyata rumah tangga petani bisa terdiri dari beberapa kepala keluarga, sehingga sulit ditentukan siapa anggota keluarga dan siapa kepala keluarga dalam keluarga responen.

White (1976) dalam Kartasubrata (1986) menyatakan ciri-ciri umum rumah tangga petani di daerah pedesaan sebagai berikut :

1. Rumah tangga memiliki dua fungsi rangka yaitu, unit produksi, konsumsi, reproduksi (dalam arti luas) dan interaksi sosial, ekonomi dan politik. 2. Tujuan rumah tangga di pedesaan adalah untuk mencukupi

kebutuhan-kebutuhan para anggota.


(25)

a. Rumah tangga petani miskin akan selalu bekerja keras untuk mendapatkan produksi meskipun kecil.

b. Mereka seringkali terpaksa harus menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun lebih kecil dibandingkan dengan hasil bertani.

c. Rumah tangga petani menunjukan ciri-ciri self exploitation.

Menurut Soekanto et al. (1986), sebagian besar rumah tangga tersebut bermata pencaharian sebagai penggarap pertanian, sedangkan pekerjaan sampingan hanya sebagai pekerjaan sambilan.

2.7 Analisis Finansial

Studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek yang akan dikerjakan di masa mendatang. Maksudnya adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak atau tidaknya proyek investasi yang bersangkutan dilaksanakan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis (Suratman 2002).

Haming dan Basalamah (2003) menjelaskan studi kelayakan atas rencana investasi harus dilakukan untuk semua aspek yang terkait sehingga keputusan investasi yang dibuat didukung oleh kelayakan dari semua aspek yang terkait dimaksud, dan tidak hanya karena kelayakan aspek finansialnya saja. Studi mengenai aspek finansial merupakan aspek kunci dari suatu studi kelayakan. Diakatakan demikian, karena sekalipun aspek lain tergolong layak, namun jika studi finansialnya memberikan hasil yang tidak layak, maka usulan proyek akan ditolak karena tidak akan memberikan manfaat ekonomi.

Menurut Awaludin (2006) analisis finansial pengelolaan hutan rakyat dapat dipakai sebagai ukuran keberhasilan dalam pengelolaan hutan rakyat lebih lanjut bagi masyarakat maupun pemerintah, serta untuk menentukan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan manfaat di masa yang akan datang, sehingga penggunaan dan alokasi sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara lebih efisien.

Aliran kas adalah uraian yang menggambarkan keadaan-keadaan pengeluaran (biaya) dan penghasilan/pemasukan (manfaat) tunai proyek/investasi 11


(26)

dari waktu ke waktu selama periode análisis proyek/invesatasi. Uraian tersebut dapat berbentuk diagram atau tabel. Dari aliran kas yang memuat informasi pengeluaran dan penghasilan tunai akan diperoleh pengetahuan tentang manfaat netto proyek. Dengan demikian, pada dasarnya aliran kas akan terdiri dari informasi tentang pengeluaran (expenditures) tunai atau arus kas keluar (cash outflows), penghasilan (revenue) tunai atau arus kas masuk (cash inflows) dan manfaat netto pada masing-masing tahun operasi (apabila periode pembungaan uang adalah tahunan) (Nugroho 2008).

Nugroho (2008) menyatakan bahwa di dalam problema ekonomi keteknikan perlu dipahami bahwa susunan aliran kas mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Aliran kas disusun dengan asumsi kepastian (certainty assumption) 2. Aliran kas merupakan perkiraan atau proyeksi-proyeksi

3. Aliran kas dapat dikatakan sebagai simulasi-simulasi kejadian akan datang. Indikator-indikator analisis finansial terdiri dari nilai sekarang bersih (Net Present Valuue/NPV), Rasio keuntungan/Biaya (Benefit Cost Ratio/BCR), dan Tingkat Pengambilan Internal (Internal rate of Return/IRR).

1. Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value/NPV)

Menurut Nafarin (2004) Net Present Value adalah pembeda antara nilai sekarang dan arus kas keluar untuk membiayai investasi dimasa yang akan datang. Net Present Value (NPV) memberikan ukuran nilai bersih investasi dalam nilai uang pada saat sekarang. Apabila nilai sekarang bersih (NPV) positif (+) artinya usul investasi dapat diterima, sedangkan bila nilai sekarang bersih (NPV) negatif (-) maka usul investasi tidak diterima/ditolak.

Menurut Keown (2001) dalam Indrayanti (2005) Net Present Value (NPV)

secara teoritis merupakan kriteria yang tepat karena mengukur dampak penerimaan proyek terhadap nilai ekuitas perusahaan.

2. Rasio Keuntungan/Biaya (Benefit Cost Ratio/BCR)

Benefit Cost Ratio adalah nilai sekarang dari arus kas bersih pada masa depan terhadap pengeluaran awalnya. Benefit Cost Ratio (BCR) didapat dengan membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dengan jumlah hasil diskonto biaya (Umar, 2001 dalam Indrayanti 2005).


(27)

Menurut Gitinger (1986) keuntungan dari Benefit Cost Ratio (BCR) adalah secara langsung dapat mencatat beberapa dasar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis dan menarik.

3. Tingkat Pengambilan Internal (Internal Rate of Return/IRR)

Internal rate of return (IRR) merupakan metode coba-coba sehingga nilai sekarang bersih sama dengan nol. Internal Rate of Return (IRR) suatu usul investasi dapat diterima apabila IRR lebih besar dari laba yang dikehendaki oleh manajemen, laba yang dikehendaki manajemen tentunya lebih besar dari biaya modal. Sebaliknya bila IRR lebih kecil dari laba yang dikehendaki manajemen, maka usul investasi ditolak/tidak diterima (Awaludin 2006).


(28)

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian mengenai manfaat hutan rakyat dilaksanakan di Desa Legokhuni, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010.

3.2 Batasan Masalah

Pada analisis manfaat pengelolaan pola agroforestry, analisis biaya operasional dibatasi terhadap semua pengeluaran dalam pengelolaan hutan rakyat. Penerimaan tahunan kegiatan hutan rakyat hasil tebangan akhir (kayu) dan hasil non-kayu. Sistem pengelolaan hutan rakyat dibatasi dari persiapan, penanaman hingga pemasaran. Pendapatan dan pengeluaran petani yang dijadikan acuan data diambil daritiga tahun kebelakang.

3.3 Asumsi Dasar dari Penelitian

Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Semua harga input dan output yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan harga yang berlaku selama tahun penelitian, dengan asumsi harga konstan selama umur proyek.

2. Sumber modal seluruhnya adalah modal sendiri.

3. Suku bunga atau diskonto yang digunakan adalah suku bunga yang berlaku saat penelitian dilaksanakan yaitu 6,5% yaitu suku bunga makro Bank Indonesia yang berlaku tahun 2010.

4. Analisis dilakukan sesuai dengan praktek dan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat.

5. Satuan yang digunankan adalah Rupiah per hektar per tahun (Rp/ha/tahun). 6. Pendapatan mulai dihitung ketika lahan yang ditanami sudah menghasilkan. 7. Pendapatan yang diterima dihitung dari nilai rataannya.

8. Pengeluaran dan pendapatan petani dilihat pada jangka waktu tiga tahun terakhir. 9. Anggota rumah tangga yang bekerja dinilai sebagai tenaga kerja yang mendapat

upah.


(29)

11.Daur yang digunakan pada penyusunan cash flow adalah 3 daur, dengan waktu enam tahun setiap daurnya.

3.4 Bahan dan Alat

Bahan yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan penelitian ini adalah lahan hutan rakyat. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner, alat hitung, alat tulis, kamera digital, dan komputer.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini dikumpulkan data primer dan data sekunder. Data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian meliputi :

1. Luas dan status kepemilikan lahan dan jenis komoditas yang diusahakan. 2. Jumlah produksi setiap komoditas per satuan unit di tingkat petani. 3. Harga jual setiap komoditas per satuan unit di tingkat petani. 4. Biaya yang dibutuhkan untuk setiap komoditas setiap tahun. 5. Upah tenaga kerja per HOK dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. 6. Penggunaan sarana produksi berupa bibit dan peralatan pertanian. 7. Tahapan kegiatan pembangunan hutan rakyat.

8. Jumlah pendapatan yang didapat dari hasil kegiatan penjualan setiap komoditas. Data primer dikumpulkan dengan teknik pengamatan (observasi) secara langsung di lapangan dan wawancara (terstruktur dan bebas) yang dilakukan dengan tekhnik purposive sampling terhadap rumah tangga yang memiliki usaha hutan rakyat agroforestry berdasarkan luas penguasaan lahannya. Stratifikasi luas kepemilikan lahan masyarakat desa yang dijadikan sample terbagi menjadi tiga strata yaitu :

Strata 1 : kepemilikan lahan < 1 ha

Strata 2 : kepemilikan lahan 1 – 2 ha

Strata 3 : kepemilikan lahan > 2 ha

Adapun cara untuk mengetahui nilai dari itu sendiri dengan :

1 =X - Z α/2 (σ/√n) 2 =X + Z α/2 (σ/√n)

dimana :

X = [(∑ X1)/n] ; nilai tengah σ = √σ2 ; simpangan baku

σ2

= [∑Xi2 – (∑Xi)2/n]/N ; ragam variasi


(30)

Dalam menentukan nilai minimal sampel responden yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat menggunakan rumus seperti berikut :

n = N / (1 + N e2)

dimana :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

E = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir, misalnya 10 %.

Data sekunder dikumpulkan dengan teknik mencatat data yang sudah ada di instansi terkait dan studi pustaka. Pengambilan sampel pada penelitian di Desa Legokhuni ini menggunakan rumus slovin (Sevila 2004). Dimana dari jumlah total penduduk desa, 327 jiwa diantaranya bermata pencaharian sebagai petani. Dari jumlah petani inilah didapatkan 32 responden yang dijadikan sampel untuk data penelitian ini, dengan menggunakan nilai kelonggaran ketidak telitian sebesar 17%. Dasar yang digunakan dalam pengambilan responden adalah luasan hutan rakyat yang digarap. Jumlah responden yang didapat dibagi kedalam tiga strata yaitu strata I mempunyai luasan lahan <0,42 ha dengan jumlah responden 16 orang, strata II mempunyai luasan 0,42-0,902 ha dengan jumlah responden 10 orang, dan strata III mempunyai luasan >0,902 ha dengan jumlah 6 orang, sehingga didapatkan 32 responden ini.

3.6 Analisis Data

a. Kriteria Pembagian Hutan Rakyat berdasarkan luas lahan.

Hutan Rakyat di Desa Legokhuni, Wanayasa Kabupaten Purwakarta merupakan hutan campuran dan juga perkebunan teh yang cukup produktif. Hutan rakyat dibagi menjadi tiga strata dengan batasan luasan sebagai berikut :

i. Strata I : Luas lahan kurang dari 0,42 ha ii. Strata II : Luas lahan antara 0,42 – 0,902 ha

iii. Strata III : Luas lahan lebih besar dari 0,902 ha b. Analisis Deskriptif Kuantitatif

Analisis Deskriptif Kuantitatif menyangkut analisis tingkat pendapatan dan sumbangan masing-masing sektor ekonomi sebagai sumber pendapatan rumah tangga yaitu hutan rakyat dan non hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga buruh dan pekerja jasa dengan tujuan untuk melihat pengaruh kedua jenis usaha petani hutan rakyat. Adapun analisis yang digunakan adalah :


(31)

Diperoleh dengan cara membagi antara pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dari para petani per tahun dari jenis usaha tersebut dengan banyaknya rumah tangga responden.

2. Rata-rata Pendapatan dan Pengeluaran Total Rumah Tangga Petani

Diperoleh dengan menjumlahkan total semua pendapatan dan pengeluaran rumah tangga para petani dari berbagai jenis usaha yang ada di tempat itu dengan banyaknya rumah tangga responden.

3. Kontribusi Kegiatan

Sumber pendapatan petani tidak sama antara lain usaha tani, hutan rakyat, dan jasa. Dalam hal ini hanya membandingkan dua saja yaitu mencari pendapatan masyarakat dari usaha hutan rakyat dan peranannya terhadap pendapatan total masyarakat. Hasil hutan rakyat biasanya dijadikan sebagai sumber penghasilan. Nantinya diharapkan dapat membandingkan kontribusi dari masing-masing kegiatan seperti mencari kontribusi pendapatan dan pengeluaran responden hutan rakyat terhadap pendapatan dan pengeluaran total rata-rata selama tahun 2010. Untuk mencari pendapatan rumah tangga dari usaha bertani :

X

ki

=

x100%

Xt Xwi

Keterangan :

∑Xwi = Pendapatan rumah tangga dari petani per tahun jenis usaha ke–i

∑Xt = Pendapatan rumah tangga total dari petani per tahun

Xki = Kontribusi kegiatan yang diperoleh petani dari jenis usaha ke-i c. Analisis Kelayakan Usaha

Analisis finansial digunakan untuk melihat kelayakan usaha secara finansial terhadap usahatani yang dilakukan. Analisis finansial dilakukan dengan metode analisa arus tunai yang didiskonto atau discount rate. Parameter untuk menentukan layak tidaknya tindakan investasi yang dilakukan dapat menggunakan empat parameter analisis finansial, yaitu :

1. Manfaat (Aliran kas masuk)

Aliran kas masuk pada dasarnya merupakan proyeksi pemasukan uang (manfaat) dari berbagai sumber yang dapat diperhitungkan, seperti pemasukan dari hasil penjualan produk, pemasukan dari pinjaman, penjualan nilai sisa aset dan pemasukan lain-lain.

2. Biaya (Aliran kas keluar)


(32)

Aliran kas keluar pada dasarnya merupakan proyeksi biaya-biaya yang akan dan/atau telah dikeluarkan (tergantung kapan penilaian/analisis dilakukan) selama periode analisis investasi ditetapkan.

3. Periode investasi yang dianalisis i. Masa investasi (n) : terbatas

NPV (Net Present Value) BCR (Benefit Cost`Ratio) IRR (Internal Rate of Return)

ii. Masa investasi (n) : tak terbatas (Capitalized cost) NPV

BCR IRR

1. Net Persent Value (NPV)

Net Persent Value merupakan nilai sekarang dari manfaat atau pendapatan dan biaya atau pengeluaran. Dengan demikian apabila NPV bernilai positif dapat diartikan juga sebagai besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha. Sebaliknya NPV yang bernilai negatif menunjukan kerugian.

NPV =

t

n

t

i

Ct

Bt

)

1

(

1

+

=

Keterangan :

Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t i = discount rate yang berlaku (%) Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t n = umur proyek (tahun)

NPV>0 ; maka proyek menguntungkan dan dapat atau layak dilaksanakan.

NPV=0 ; maka proyek tidak untung dan tidak juga rugi, jadi tergantung pada penilaian subyektif pengambilan keputusan.

NPV<0 ; maka proyek ini merugikan karena keuntungan lebih kecil dari biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan.

2. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return yaitu tingkat suku bunga yang membuat proyek akan mengembalikan semua investasi salama umur proyek. Jika dinilai Internal Rate of Return


(33)

lebihkecil dari discount rate maka NPV<0, artinya sebaiknya proyek itu tidak dilaksanakan.

Inti analisis finansial adalah membandingkan antara pendapatan dengan pengeluaran, dimana suatu kegiatan atau usaha adalah feasible apabila pendapatan lebih besar dari pengeluaran.

IRR =

(2 1)

2 1

1

1 x i i

NPV NPV NPV i − + +

Keterangan : i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negative

NPV1 = NPV yang bernilai positif

NPV2 = NPV yang bernilai negative

IRR >discount rate yang berlaku; maka kegiatan investasi layak dijalankan IRR <discount rate yang berlaku; maka kegiatan investasi tidak layak dijalankan. 3. Benefit Cost Ratio (BCR)

Benefit Cost Ratio merupakan suatu cara evaluasi proyek dengan membandingkan nilai sekarang seluruh hasil dengan nilai sekarang seluruh biaya proyek. BCR diperoleh dengan membagi jumlah pendapatan terdiskonto dengan jumlah hasil diskonto biaya. Apakah usaha tersebut sudah layak dilaksanakan atau tidak,maka kita perlu menghitung nilai BCR. Kriteria usaha tersebut haruslah lebih besar dari 1.

BCR =

= = + + n t t t n t t t i C i B 1 1 ) 1 ( ) 1 (

Keterangan : Bt = penerimaan (benefit) pada tahun ke-t Ct = biaya (cost) pada tahun ke-t

t = umur proyek (tahun)

i = discount rate yang berlaku (%) BCR > 1 ; maka proyek layak atau menguntungkan

BCR < 1 ; maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan


(34)

4.1 Gambaran Umum Lokasi

Desa Legokhuni berada di Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta terletak di Propinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Legokhuni memiliki luasan sebesar 159,03 ha dimana wilayah yang digunakan sebagai pemukiman sebesar 10 ha, kawasan pertanian 101 ha dan perkebunan seluas 48,03 ha. Batas-batas yang mengelilingi Desa Legokhuni antara lain :

a. Sebelah utara : Desa Taringgul Tonggoh dan Desa Taringgul Landeuh b. Sebelah timur : Desa Sukadami dan Desa Ciawitali

c. Sebelah selatan : Desa Wanasari

d. Sebelah barat : Desa Wanasari dan Desa Taringgul Landeuh

Kondisi iklim di Desa Legokhuni termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22o-28oC dan zona dengan suhu berkisar 17o-26oC. Ketinggian di daerah ini berkisar antara 26-50 m dpl dan memiliki karakterisitik topografi berombak.

4.2 Gambaran Umum Penduduk

Desa Legokhuni tersusun oleh tiga dusun dengan jumlah kepala keluarga (kk) sebanyak 647 kk dan jumlah penduduk total desa ini sebesar 2357 jiwa. Perbandingan jumlah penduduk wanita dan pria di Desa Legokhuni adalah 1256 jiwa jumlah penduduk wanita dan 1101 jiwa jumlah penduduk pria. Jumlah penduduk bekerja di desa ini sebesar 894 jiwa atau sebesar 36,25 %.

Mata pencaharian utama di Desa Legokhuni ini adalah bertani. Dimana bertani disini bisa memiliki dua arti, yaitu petani menggarap tanah milik sendiri atau petani penggarap tanah milik orang lain. Sebanyak 206 jiwa adalah jumlah petani penggarap tanah milik pribadi dan 121 jiwa jumlah penduduk petani penggarap lahan milik orang lain. Penyebaran tingkat pendidikan yang terbanyak adalah tingkat SD sebanyak 340 jiwa atau 13,78%. Jumlah penduduk yang tidak


(35)

lulus SD sebanyak 649 jiwa atau 28,13%, dengan demikian tingkat pendidikan di Desa Legokhuni masih tergolong rendah dan ini dapat terlihat dari pekerjaan utama masyarakat desa yang hanya sebagai petani.

Gambar 1 Lahan pertanian Desa Legokhuni, Purwakarta.

Lahan yang digarap petani Desa Legokhuni ini terdiri dari tiga macam, yang pertama adalah lahan milik pribadi petani, kedua adalah lahan garapan milik petani lain yang diolah oleh responden dan yang terakhir adalah lahan garapan milik Perhutani KPH Purwakarta yang digarap oleh petani. Lahan garapan yang bukan milik pribadi dalam penghasilan komoditasnya dilakukan sistem bagi hasil dengan perbandingan sama rata antara petani penggarap dan pemilik lahan. Khusus petani penggarap lahan Perhutani, pembagian hasilnya memiliki sistem sendiri. Untuk pembagian hasil komoditas teh, perbandingan pembagian hasil antara pihak perhutani dan masyarakat adalah 30% : 70%. Untuk pohon perbandingan bagi hasil antara Perhutani dan petani penggarap adalah 70% : 30%. Penebangan pohon di lahan milik Perhutani ini dilakukan bila Perhutani sudah memberikan izin menebang pohon di lahan tersebut. Pada lahan garapan milik Perhutani ini biaya penanaman sampai penebangan dibebankan kepada petani yang menggarap.

4.3 Gambaran Kelompok Tani

Terdapat lima kelompok tani yang berdiri di Desa Legokhuni, yaitu Mekar Tani, Harapan Mekar, Mekar Sari, Mekar Jaya dan Harapan Sari. Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani ini antara lain budidaya benih, penyuluhan pertanian, subsidi kegiatan pertanian dan kegiatan kehutanan. Kelompok tani 21


(36)

daerah ini biasanya bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk pengadaan bibit kehutanan serta penyuluhan pertanian dan kehutanan oleh dinas daerah setempat. Selain itu adapula pinjaman kegiatan kehutanan yang dikenal dengan nama Program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) ini merupakan bantuan dari pemerintah yang difasilitatasi oleh kelompok tani suatu desa. Besarnya pinjaman ini adalah Rp 1.000.000,00/petani dengan bunga pinjaman sebesar 1,5% /pembayaran dan dicicil 10 kali dengan waktu pengembalian satu tahun. PUAP ini merupakan dana pinjaman yang diberikan untuk kegiatan kehutanan, pertanian dan perikanan. Pinjaman ini diberikan kepada anggota kelompok tani secara bergiliran.

Kelompok tani di desa ini kurang berjalan sebagaimana mestinya, karena pelaksanaan kegiatan hanya dilakukan ketika ada dana bantuan atau ketika terjadi permasalahan pertanian saja. Masalah pertanian ini bisa berupa penyerangan hama, produksi menurun atau sebagainya.


(37)

V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 keadaan Umum Responden

Tingkat pendidikan dari 32 responden kebanyakan hanya menamatkan sampai tingkat SD, yaitu sebanyak 24 orang. Sisanya di tingkat SMP, SMA dan perguruan tinggi tersebar masing-masing 4, 1 dan 2 responden (Tabel 1). Data tersebut cukup menjelaskan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di desa ini. Pendidikan dianggap bukan hal yang penting bagi kehidupan masyarakat. Kebanyakan dari mereka mengejar pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup atau membantu perekonomian keluarga. Hal ini juga cukup mempengaruhi pola pengelolaan hutan rakyat dan juga daya tangkap responden dalam menjawab soal kuisioner.

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan

Strata Responden

Jumlah

I II III

N % n % n % n %

Tidak Sekolah 1 6,25 0 - 0 0 1 3,125

SD 13 81,25 8 80 3 50 24 75

SMP 1 6,25 1 10 2 33,33 4 12,5

SMA 0 0 0 - 1 16,67 1 3,125

Kuliah 1 6,25 1 10 0 0 2 6,25

Jumlah 16 100 10 100 6 100 32 100

Seluruh responden mempunyai status sudah menikah dengan rata-rata anggota keluarga terdiri dari 4-5 jiwa. Persebaran mata pencaharian dalam responden ini didominasi oleh petani untuk semua tingkatan strata. Sedangkan tingkat kedua mata pencaharian responden adalah wiraswasta untuk strata I dan strata II masing-masing dua reponden saja. Wiraswasta untuk Desa Legokhuni biasanya berupa usaha warung di rumah responden, usaha rumah tangga berupa pembuatan simping dan semprong yang merupakan makanan khas daerah Purwakarta. Pada Strata III mata pencaharian responden hanya tertumpu pada pertanian sebesar 83,3%. Kebanyakan untuk responden pada strata III berumur sudah diatas 40 tahun sehingga daya kerja tidak maksimal lagi, dan kegiatan pertanian merupakan kegiatan yang cocok karena tidak membutuhkan tenaga dan


(38)

waktu setiap harinya. Pada strata ini juga kebanyakan dari responden menggunakan sistem upah terhadap pekerja untuk mengelola hutan rakyat milik mereka, sehingga pengeluaran untuk biaya usaha tani tinggi diakibatkan biaya upah tenaga kerja.

Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian pokok

Mata Strata Responden

Pencaharian I II III Jumlah

n % n % n % n %

IRT (tidak bekerja) 5 31,25 2 20 1 16,67 8 25 Petani 7 43,75 5 50 5 83,33 17 53,13

PNS 1 6,25 1 10 0 0.00 2 6,25

Wiraswasta 2 12,50 2 20 0 0.00 4 12,50

Swasta 1 6,25 0 0 0 0.00 1 3,13

Jumlah 16 100 10 100 6 100 32 100

5.2 Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat 5.2.1 Pola Tanam dan Jenis Tanaman

Masyarakat Desa Legokhuni umumya menanam tanaman utama berupa teh (Camellia sinensis). Tanaman teh ini umumnya diselingi oleh pohon sengon (Parashienthes falcataria), mahoni (Swietenia sp), akasia (Acacia mangium), cengkeh (Eugenia aromaticum), mindi (Melia azedarach) dan sebagainya. Seperti dikemukakan oleh Nair dalam Hairiah (2003) bahwa agroforestry adalah sistem kombinasi pepohonan dengan tanaman pertanian, dan dalam pengelolaan usaha tani di desa ini jelas terlihat ada kombinasi walau kombinasi tersebut adalah antara tanaman kehutanan dan perkebunan, yaitu antara tanaman teh dan pohon. Bibit teh yang dijadikan tanaman utama ini didapatkan secara cuma-cuma dari bantuan dinas kehutanan dan pertanian. Sedangkan untuk pepohonannya kebanyakan juga didapat dari bantuan Dinas Kehutanan dan Pertanian, lewat sistem pembagian bibit gratis.

Jarak tanam digunakan hanya pada tanaman teh saja yaitu 2m x 2m, sedangkan pada pohon penyelingnya tidak diberlakukan jarak tanam. Tujuan ditanamnya pohon diantara tanaman teh adalah untuk peneduh tanaman teh. Tanaman teh memang diberlakukan lebih baik daripada pohon peneduh penyelingya, karena tanaman teh merupakan komoditas yang dijadikan pemenuh kebutuhan hidup petani setiap bulannya. Sedangkan pohon penyeling ditebang 22


(39)

hanya jika tanaman tersebut sudah terlalu menutupi cahaya matahari yang menyinari tanaman teh mereka. Sehingga hasil dari pohon hanya sebagai sampingan atau tabungan.

5.2.2 Tahapan Pengelolaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat di Desa Legokhuni ini terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: penyediaan benih, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Gambar 3 merupakan contoh lahan hutan rakyat agroforestry yang ada.

Gambar 2 Hutan rakyat agroforestry kombinasi tanaman teh dengan tegakan pohon.

1. Pengadaan Benih

Benih teh yang menjadi tanaman utama daerah ini berasal dari pembagian gratis oleh dinas kehutanan dan pertanian wilayah setempat. Benih pohon ada yang didapat dari pembagian Dinas Kehutanan dan Pertanian daerah setempat, adapula petani yang sengaja membeli ke penjual keliling atau bahkan tumbuh sendiri akibat bibit yang terbang terkena angin. Khusus untuk tanaman sengon biasanya bibit yang digunakan bibit terubusan dari lahan yang tegakannya pernah ditebang sebelumnya.

2. Persiapan Lahan


(40)

Kegiatan persiapan lahan ini berupa pembersihan lahan dari tanaman liar, bisa berupa ilalang, gulma sampai tanaman liar. Pembersihan lahan ini dilakukan dengan cara pembabatan dan pencangkulan tanah untuk meratakan tanah di lahan. Untuk pembuatan jarak tanam pada tanaman teh, digunakan patok pada pinggir-pinggir lahan lalu mengitarinya saja. Selanjutnya penanaman dilakukan mengikuti patok-patok yang sudah ada. Lubang tanam tidak begitu memiliki standar baku, sehingga petani hanya menggunakan perkiraan kedalaman lubang tanam. Sedangkan untuk pohon dari segi jarak tanam sampai lubang tanam tidak diperhatikan oleh petani. Tidak sedikit pohon yang tumbuh sendiri di lahan petani sehingga tidak diperlukan kegiatan persiapan lahan.

3. Penanaman

Kegiatan penanaman di daerah ini tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu, baik pada tanaman teh ataupun pohon. Untuk bibit tanaman teh, saat dibagikan oleh Dinas Kehutanan dan Pertanian memang sudah dalam bentuk bibit siap tanam, sehingga petani hanya tinggal menyeleksi bibit-bibit tersebut dan menanamnya.

Penanaman jenis pohon biasanya tidak dilakukan serempak dengan penanaman tanaman teh. Penanaman pohon ini biasanya dilakukan saat tanaman teh sudah berumur 6-12 bulan. Kemungkinan pertama, pohon ini tumbuh secara alami oleh hembusan angin atau terbawa burung dari lahan petani lainnya. Kemungkinan kedua, petani menunggu pembagian bibit gratis dari pemerintah daerah setempat. Kemungkinan pertama lebih berpeluang besar terhadap pertumbuhan pohon di lahan hutan rakyat.

4. Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman pada lahan milik petani dilakukan dengan cara pemangkasan tanaman, pembersihan gulma dan pemupukan tanaman. Kegiatan pemeliharaan ini tanaman teh mendapat perlakuan lebih, dibandingkan dengan pohon. Pada tanaman teh dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk tetap memperoleh pucuk teh yang segar dan juga untuk memudahkan pemetikan karena bila tanaman teh terlalu tinggi akan sulit dilakukan pemetikan. Untuk pohon biasanya tidak dilakukan pemeliharaan sedikit pun, sampai tidak diberikan pupuk.


(41)

Petani berpendapat pohon ini sudah cukup mendapat pupuk dari sisa pupuk yang diberikan untuk tanaman teh.

Kegiatan pemangkasan pada tanaman teh dilakukan rata-rata setiap tiga bulan sekali. Kegiatan pemupukan tanaman teh tidak memiliki jadwal yang pasti, karena pemberian pupuk ini dilakukan bila petani merasa tanaman teh mereka sudah jelek dan dan daun teh mulai menguning.dalam pemberian pupuk ini tidak ada ukuran standar untuk setiap tanamannya, hanya saja mereka memberikan standar dalam bentuk luasan lahan perkarung. Biasanya pupuk yang lebih sering digunakan petani adalah jenis pupuk kandang, urea dan TSP.

Pembersihan gulma biasanya dilakukan bersamaan ketika kegiatan pemetikan pucuk daun teh. Kegiatan pemetikan pucuk daun teh ini dilakukan teratur yaitu dua kali setiap bulannya. Pembersihan gulma biasanya dilakukan secara manual dan hanya beberapa petani yang menggunakan bahan kimia dalam pemberantasan gulma. Penyiraman tegakan yang berada dilahan milik petani seluruhnya menggantungkan pada alam, yaitu hanya menggunakan air hujan saja baik itu pada saat musim penghujan atau musim kemarau.

Pemeliharaan tanaman teh dari serangan penyakit biasanya dilakukan penyemprotan pestisida kadar rendah dan dilakukan bila sudah ada gejala penyerangan penyakit pada tanaman. Pada pohon tidak dilakukan pemeliharaan terhadap serangan penyakit, hanya saja bila pohon terlihat berpenyakit akan segera dilakukan penebangan oleh petani untuk menghindari penyebaran yang lebih luas.

5. Pemanenan

Pemanenan untuk tanaman teh dilakukan secara berkala dengan waktu sebulan sekali, sebulan dua kali dan dua bulan sekali. Pemanenan tanaman teh ini hanya memetik pucuk daun muda dan segar saja yang selanjutnya dilakukan penjemuran. Pemetikan pucuk daun teh ini biasanya dilakukan dengan sistem upah. Pemanenan pohon biasanya dilakukan saat tegakan tersebut mulai menaungi tanaman teh dibawahnya sehingga produksi pucuk teh tidak maksimal. Pemanenan pohon ini dilakukan dengan sistem borongan. Sistem borongan ini akan menghabiskan seluruh tegakan yang berdiri di lahan milik petani tersebut, baik tingkat pohon atau tiang. Hasil dari pemanenan borongan ini petani 27


(42)

mendapatkan hasil bersih dari sistem borongan, jadi biaya pemotongan menggunakan chainsaw ini dilakukan juga oleh pihak pemborong.

6. Pemasaran

Kegiatan pemasaran teh di daerah ini dilakukan juga oleh masyarakat Desa Legokhuni. Di daerah ini masyarakatnya ada yang berperan sebagai petani, buruh tani, pemborong sampai distributor komoditas teh dan kayu. Masyarakat desa ini juga sudah ada yang memiliki pengeringan teh, pengepul cengkeh, penggilingan padi, pengepul kayu hingga pengrajin kayu.Teh yang sudah kering dengan proses penjemuran selanjutnya diolah di tempat pengolahan teh dan selanjutnya dijual kepada pengepul teh yang selanjutnya siap dikirimkan ke daerah Jawa Tengah (Gambar 4 dan Gambar 5). Sedangkan untuk pohon setelah dijual ke pihak pemborong dan petani medapatkan uang, maka urusan penjualan kayu menjadi tanggung jawab pihak pemborong. Biasanya penjualan kayu dilakukan saat kayu sudah berbentuk balok, karena harga yang dihasilkan jauh lebih tinggi. Beberapa petani ada juga yang memanfaatkan pohon untuk pribadi, seperti untuk membuat buffet, lemari sampai tempat tidur. Kegiatan pertukangan pembuatan barang-barang tersebut juga dilakukan oleh pengrajin kayu dari Desa Legokhuni.


(43)

Gambar 4 Hasil panen teh yang ada di pengepul Desa Legokhuni, Purwakarta.

5.3 Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Hutan Rakyat 5.3.1 Kontribusi Hutan Rakyat Terhadap Pendapatan Petani

Besarnya pendapatan petani hutan rakyat sangat beragam tergantung dari luasan yang dimiliki. Selain mendapat penghasilan dari bertani, responden juga banyak yang memiliki penghasilan sampingan. Perbedaan sumber pendapatan hutan rakyat dan pendapatan sampingan responden ini berpengaruh pada besar kecilnya pendapatan setiap responden. Penghasilan sampingan ini bisa berupa pendapatan dari pegawai swasta, wiraswasta, peternakan, PNS dan guru. Saleh (1983) mengatakan, jumlah pendapatan yang diperoleh tiap rumah tangga di pedesaan tidak sama besarnya satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan-perbedaan dalam pemilikan lahan pertanian, modal usaha dam kesempatan untuk memperoleh lapangan kerja baik di sektor pertanian maupun diluar sektor pertanian.

Selain itu, menurut Awang (2005) pendapatan total petani diketahui bahwa ada beberapa sumber pendapatan petani hutan rakyat selain dari usaha tani rakyat di lahan tegalan dan pekarangan. Sumber pendapatan itu adalah dari usaha tani sawah, ternak, kerajinan bambu, kerajinan kayu dan pendapatan lainnya. Pada kasus di Desa Legokhuni pendapatan petani di peroleh dari usaha tani, ternak, hutan rakyat, wiraswasta, PNS dan pegawai swasta.

Rata-rata pendapatan responden dilihat untuk tiga tahun kebelakang dapat dilihat pada Tabel 3. Besarnya persen pendapatan masing-masing bidang ini


(44)

merupakan perbandingan antara jumlah pendapatan dari bidang yang bersangkutan per tahunnya dan total pendapatan petani per tahunnya, lalu dikalikan 100% (Lampiran 3).

Tabel 3 Distribusi pendapatan rata-rata responden dari berbagai sumber untuk tiga tahun terakhir (2008-2010)

Strata Responden

Sumber I II III

Pendapatan (Rp/tahun) % (Rp/tahun) % (Rp/tahun) % Tani + Ternak 2.021.250 9,32 3.337.500 16,26 5.425.000 12,76 Hutan Rakyat 3.520.000 16,23 6.299.600 30,69 18.300.000 43,03 Lain-lain 16.142.857 74,45 10.888.000 53,05 18.800.000 44,21 Total 21.684.107 100 20.525.100 100 42.525.000 100

Pembagian bidang pendapatan yang diperoleh petani ini sebagian mengacu pada hasil pemikiran dari Birowo dan Suyono dalam Sajogyo (1982) yang mengatakan bahwa pendapatan petani di pedesaan itu terbagi kedalam sumber pendatapatan dari bercocok tanam padi, bercocok tanam palawija dan usaha lainnya. Dalam penelitian ini pendapatan usaha masyarakat pedesaan terbagi atas usaha tani, usaha hutan rakyat, peternakan dan usaha lainnya. Perbedaan pembagian ini terjadi karena tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan dari usaha hutan rakyat, sehingga usaha hutan rakyat harus termasuk kedalam salah satu bidang pendapatan petani.

Dari Tabel 3 diketahui bahwa pendapatan terbesar pada strata I diperoleh dari usaha lain sebesar Rp.16.142.857,00 per tahun (74,45%). Usaha lain ini berupa PNS, wiraswasta, pegawai swasta atau distributor kayu. Usaha tani hutan rakyat menempati posisi kedua sebesar Rp. 3.520.000,00 per tahun (16,23%). Sedangkan usaha tani di bidang persawahan bernilai kecil karena mereka tidak terlalu menghitung keuntungan hasil padi mereka, sebab padi tersebut dikonsumsi pribadi.Pada strata II usaha lain masih juga menjadi sumber pendapatan terbesar responden. Nilai penghasilan dari usaha lain ini sebesar Rp.10.888.000,00 per tahun (53,05%), selanjutnya pendapatan dari hutan rakyat bernilai Rp. 6.299.600,00 per tahunnya (30,69%). Pada strata III pendapatan terbesar responden berasal dari usaha hutan rakyat yaitu sebesar Rp. 18.300.000,00 per tahun (48,77%).


(45)

Berbeda dengan persentase pendapatan dari usaha lain, dimana pada strata I menempati urutan terbesar yaitu Rp. 16.142.857,00 per tahun. Perbedaan karakeristik nilai dari usaha lain ini tidak dipengaruhi oleh luasan lahan yang dimilki, karena usaha lain ini tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha tani. Pendapatan peternakan tidak menjadi sumber mata pencaharian bagi responden sehingg hasil dari peternkan dijumlahkan pada usaha tani. Hasil ternak ini biasanya dikonsumsi pribadi oleh petani dan binatang ternak yang biasanya dipelihara adalah jenis ayam dan kambing.

Tabel 4 menjelaskan besarnya manfaat hutan rakyat terhadap pendapatan total petani dalam satuan persen. Kontribusi ini merupakan perbandingan nyata antara pendapatan dari usaha tani per tahunnya dan pendapatan total petani per tahunnya. Nilai pendapatan ini merupakan akumulasi dari pendapatan tiga tahun kebelakang dari tahun 2010. Nilai kontribusi ini merupakan aplikasi pemikiran dari Kartasubrata (1086), karena pendapatan rumah tangga menurut sumberdaya itu terbagi atas pendapatan dari kegiatan kehutanan dan pendapatan diluar kehutanan.

Tabel 4 Kontribusi pendapatan hutan rakyat terhadap pendapatan total rata-rata untuk tiga tahun terakhir (2008-2010)

Strata Pendapatan Rata-rata (Rp/tahun) Kontribusi (%)

HR Non HR Total HR Non HR

I 3.520.000 18.164.107 21.684.107 16,23 83,77 II 6.299.600 14.225.500 20.525.100 30,69 69,31 III 18.300.000 24.225.000 42.525.000 43,03 56,97 Pada strata I hutan rakyat memberikan kontribusi sebesar 16,23% strata II sebesar 30,69% dan strata III sebesar 43,03%. Pendapatan dari usaha hutan rakyat ini nilainya tidak sampai 50% dari total pendapatan petani, ini menunjukan bahwa usaha hutan rakyat ini sebenarnya hanya pendapatan sampingan dari usaha lain yang menjadi tumpuan pendapatan para petani. Usaha hutan rakyat ini hanya investasi pendapatan para petani dan usaha yang menjadi tumpuan bulanan petani biasanya gaji bulanan dari PNS, guru dan pegawai swasta serta keuntungan dari membuka wirausaha pribadi. Biasanya hasil dari hutan rakyat ini, khusunya tegakan pohon dimanfaatkan bila petani sedang ada keperluan mendesak atau tabungan untuk masa depan.


(46)

Tabel 5 Kontribusi pendapatan kayu hutan rakyat tehadap pendapatan total

Strata Pendapatan Rata-Rata HR (Rp/tahun) Kontribusi (%) Kayu Non Kayu Total Kayu Non Kayu I 2.300.000 1.220.000 21.684.107 10,61 5,63 II 3.200.000 3.099.600 20.525.100 15,59 15,10 III 12.300.000 6.000.000 42.525.000 28,92 14,11 Tabel 5 menjelaskan bahwa pendapatan dari tegakan pohon lebih memiliki kontribusi yang besar terhadap pendapatan hutan rakyat petani. Nilai kontribusi pendapatan kayu untuk ketiga strata bernilai lebih besar daripada kontribusi pendapatan non kayu. Nilai kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan petani dengan semakin luasnya lahan maka kontribusi yang didapat semakin tinggi pula. Hal ini bisa dipengaruhi oleh luas lahan yang dimiliki petani, jumlah tegakan pohon dan tegakan teh dan juga sistem pengelolaan lahan yang dilakukan. Untuk lebih mengetahui pengaruh nyata kontribusi hutan rakyat ini perlu diadakan penelitian lanjutan.

5.3.2 Pengeluaran Rumah Tangga Petani

Pengeluaran untuk setiap keluarga responden memiliki nilai yang berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi oleh pola konsumsi, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan setiap keluarga, kebutuhan hidup dan faktor pendukung lainnya. Pengeluaran ini adalah segala biaya yang dikeluarkan oleh responden dan anggota responden untuk melakukan kegiatan atau memenuhi kebutuhan hidup baik yang tetap atau kebutuhan insidental. Jenis pengeluaran untuk setiap responden hampir seragam yaitu untuk kebutuhan pangan berupa beras dan non beras, biaya pendidikan, biaya usaha tani, biaya bulanan seperti listrik, air dan pengeluaran lainnya. Pengeluaran responden diklasifikasikan berdasarkan luasan hutan rakyat yang dikelolanya, sehingga pengeluaran rata-rata tiap responden berbeda-beda dan beragam pula untuk setiap stratanya. Rata-rata pengeluaran petani per tahun dapat dilihat pada Tabel 6.

Kebutuhan non beras ini berupa biaya yang dikeluarkan untuk pelengkap kebutuhan beras, seperti lauk pauk, bahan bakar, bumbu-bumbu, sayur mayur dan lain lain. Semakin tinggi tingkatan strata maka makin besar pula pengeluaran non berasnya, dapat dilihat untuk strata I sebesar Rp. 4.450.625,00 per tahun, strata II


(47)

sebesar Rp. 6.560.000,00 per tahun dan strata III sebesar Rp. 6.483.333,00 per tahun.

Pengeluaran terkecil responden pada strata I, II dan III terjadi pada kebutuhan beras, ini dikarenakan dari hasil pertanian responden digunakan secara pribadi untuk makan sehari-hari. Sehingga pengeluaran beras dilakukan jika beras hasil panen tidak mencukupi kebutuhan. Bahkan pada strata III tidak ada pengeluaran dari beras.

Tabel 6 Rata-rata pengeluaran responden untuk 3 tahun terakhir (2008- 2010)

Strata Responden

Sumber I II III

Pengeluaran (Rp/tahun) % (Rp/tahun) % (Rp/tahun) %

Beras 1.250.000 9,08 1.250.000 6,24 0 0

Non Beras 4.450.625 32,31 6.560.000 32,75 6.483.333 22,94 Usaha Tani 2.563.125 18,61 4.005.000 19,99 12.600.000 44,58 Pendidikan 3.160.000 22,94 2.380.000 11,88 1.700.000 6,01 Lain-lain 2.350.000 17,06 5.836000 29,13 7.483.333 26,47 Total 13.773.750 100 20.031.000 100 28.266.667 100 Usaha hutan rakyat cukup mempengaruhi pengeluaran total responden, untuk strata III pengeluaran hutan rakyat mempengaruhi 44,58% dari total pengeluaran dan merupakan pengeluaran terbesar reponden. Pada strata II dan I pengeluaran usaha tani menempati peringkat ketiga dari besarnya pengeluaran total. Pengeluaran pendidikan untuk strata III menempati urutan terkecil dibanding strata lainnya sebesar Rp.1.700.000,00 per tahun atau 6,01%, sedangkan pengeluaran tertinggi untuk kebutuhan pendidikan ada pada strata I sebesar Rp. 3.160.000,00 per tahun. Hal ini disebabkan karena pada strata I respondennya masih banyak yang mempunyai tanggungan anak bersekolah sedangkan responden pada strata III merupakan responden yang tidak punya tanggungan atas anak mereka lagi, karena anak-anak mereka sendiri sudah memiliki keluarga sendiri.

Kebutuhan lain-lain cukup mempengaruhi pengeluaran petani, kebutuhan lain-lain ini berupa biaya bulanan, transportasi, pakaian, rumah, rekreasi, alat rumah tangga dan biaya tak terduga lainnya. Dilihat dari besarnya kebutuhan lain-lain pada strata III sebesar Rp. 7.483.333,00 per tahun atau 26,47%. Tingkat pengeluaran responden akan sangat berpengaruh pada pendapatn per kapita responden. Pengeluaran yang besar maka pendapatan perkapita responden akan 33


(1)

Kepemilikan Lahan (termasuk tegakan jati)

Persil/hamparan Luas status cara mendapatkan sistem dan tipe lahan Lahan (m2) kepemilikan Lahan pengelolaan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

tipe lahan : sistem kepemilikan : cara dapat lahan :

sistem pengelolaan : 1. pekarangan 1. Tanah milik sertifikat

1.

pemberian/warisan 1. kelola sendiri

2. sawah 2. lahan sewa 2. membeli

2. bagi

hasil

3. Hutan

tanaman 3. lahan garapan 3. menyewa 3. sistem upah

4. kebun 4. izin desa/instansi

4.

disewakan

5. kolam

Tegakan Sisa

1. Berapa jumlah pohon yang sudah din tebang? 2. Berapa jumlah pohon yang masih tersisa?

3. Berapa banyak pohon yang ditanam tiap tahunnya? 4. Jenis apa yang bisa ditanam tiap tahunnya? 5. dari tahun berapa memulai kegiatan hutan rakyat? 6. berapa luas hutan rakyat yang dimiliki ?

a. 0,1 ha b. 0,1-0.5 ha c. >1 ha

7. alasan mengikuti kegiatan agroforestry ?


(2)

Analisis Rantai (Value Chain) penjualan kayu rakyat Unutk : Petani / pedagang / industri / lainnya ………..

Uraian satuan Rupiah Hambatan pemasaran dari sudut pandang pelaku pemasaran yg diwawancarai

Harga jual ke ………

jenis :

a

b

c

d

e

Biaya yg dikeluarkan agar produk

terpasarkan

a

b

c

d

e

f

g

perkiraan keuntungan masing2 pelaku

pemasaran

Pendapatan dari Tanaman hasil pertanian dan hasil hutan bukan kayu Jenis Tanaman Produksi/panen panen/tahun mulai dan

berhenti panen

Harga di terima petani

Sistem penjualan

produk

Pengeluaran Usaha Pemanfaatan Sumber daya Hutan Selain Tegakan Jenis Pengeluaran Jumlah Beli/sewa Umur

pemakaian

Harga

beli/sewa tujuan pemakaian

cangkul

sabit

parang

golok

kapak


(3)

Pengeluaran Sumberdaya Hutan Berupa Lahan Garapan Pengadaan bibit benih tanam

Jenis

Tanaman Jumlah

Sumber bibit*

Harga pembelian

bibit/benih ** tenaga kerja yg dibutuhkan*** (bibit/benih/btg/kg)

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

Rp per …..org……….selama…..hari

*sumber bibit : 1) beli 2) semai sendiri 3) cari di hutan 4) Bantuan ………. ** Harga dihitung dalam Rp/batang atau Rp/kg

*** Tenaga kerja yg dihitung adalah untuk pengadaan benih (tidak termasuk kegiatan penyemaian yg dilakukan)

Pengadaan pupuk

Jenis tanaman Jenis Pupuk Harga (Rp) Waktu pemakaian

Pengeluaran untuk tenaga kerja

Jenis Pekerjaan Tenaga kerja tersedia HOK (Hari/bulan) Upah tenaga kerja/HOK Pengolahan tanah

Pemeliharaan Penyiangan Pemupukan Pemanenan

Biaya pengeluaran selama proses produksi per tahun

No Pengeluaran untuk Biaya (Rp)


(4)

Kepemilikan Hewan Ternak Jenis

Hewan

Umur Hewan

Jumlah Status Milik

Ratio Bagi Hasil

Nilai Jual Ternak Saat Ini

Σ Hewan Yg Berkurang*

Bahan Pakan Ternak

Σ Pakan Perhari

Harga Pakan /Satuan (Rp/Unit)

Σ Biaya Pakan Ternak/Hari

Jenis Hewan Ternak : Status Kepemilikan : *khusus untuk kerbau, sapi kuda, kambing dan domba

1. Kerbau 4. Kambing 7. Ayam 1. Milik sendiri

2. Sapi 5. Domba 8. Babi 2. Bagi hasil

3. Kuda 6. Bebek 9. Lainnya 3. Sewa lahan

4. Lainnya

Modal Sosial Rumah Tangga

Nama Jenis

Organisasi

Frek. Pertemuan Per Tahun

Frek Kehadiran Per Tahun

Jabatan

Kontribusi Dan Organisasi Jenis Organisasi :

Tenaga Kerja Uang Barang 1. Kelompok tani

(Hari/Bulan) (Rp/Bulan) (Satuan/Tahun) 2. Koperasi

3. Keagamaan

4. Kesenian

5. Olahraga

6. Paguyuban daerah

7. Arisan

8. Profesi

9. PKK

10. Perkumpulan

Kampung

11. P3A

12. Lainnya

6


(5)

Akses Terhadap Lembaga Keuangan

• Apakah bapak/ibu pernah meminjam uang/barang ? (ya / tidak )

Alasan : _________________________________________________________________________________

Sumber Pinjaman Waktu

Peminjaman

Besar Pinjaman

Jarak Dari Rumah

Keperluan Pinjaman

Jenis Agunan Pinjaman

Bunga Pinjaman

Kesulitan Meminjam Uang

Bank,………..

Pengusaha desa

Kredit program pemerintah

Perkumpulan simpan pinjam

Saudara

Teman satu desa

Orang lain yang masih tinggal satu desa

Orang lain diluar desa

Perusahaan perkayuan

Koperasi

Keanggotaan Dalam Kelompok Simpan Pinjam Nama Kelompok Yang

Diketahui

Keanggotaan Dalam Kelompok

(Ya/Tdk)

Jumlah Anggota Kelompok

Keinginan Menjadi Anggota Kelompok

(Ya /Tdk)

Nama Kelompok Yang Ingin Dimasuki

Alasan Memilih Kelompok Tersebut

6


(6)

Kiriman/Bantuan Dari Anggota Keluarga Di Daerah

Sumber Kiriman Pekerjaan Pengirim

Dikirim Melalui

Domisili Pengirim (Kota/Propinsi)

Total Pengiriman (Rp) Frekuensi Kiriman

Penggunaan Kiriman 1. Orang tua 1. Buruh harian lepas 1. Bank

Uang Barang

1. Mingguan 1. Modal usaha HTR

2. Anak 2. Buruh tetap

2.

Saudara/teman 2. Bulanan

2. Modal usaha pertanian

3. Keluarga 3.peternak 3. Jasa kirim 3. Tdk menentu 3. Biaya sekolah

4. Sahabat/ teman 4. Pedagang 4. Koperasi

Uang Barang 4.perbaikan rumah 5. Lainnya 5. Usaha RT

5. Kelompok

tani 5. Pengobatan

6. Jasa dan lainnya 6. Lainnya 6. Acara sosial

7. Lainnya

Tabungan

Bentuk Tabungan

Σ Perkiraan Jumlah Tabungan (Rp) Frekuensi Menabung Lembaga Penyimpanan

Uang Barang

1. Mingguan 1. Bank 5. LSM

2. Bulanan 2. Koperasi 6. Arisan

3. Tahunan 3. Kelompok Tani 7.Lainnya

4. Tak tentu 4. Di rumah

5. Lainnya

Uang Barang

6