ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO, KABUPATEN PACITAN, DAN KABUPATEN MADIUN MENUJU OTONOMI DAERAH.

ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJ O,
KABUPATEN PACITAN, DAN KABUPATEN MADIUN
MENUJ U OTONOMI DAERAH

SKRIPSI

Oleh :

ARUM MARETA KUSUMA DEWI
0911010024 / FE / IE

Kepada

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”
J AWA TIMUR
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJ O,
KABUPATEN PACITAN, DAN KABUPATEN MADIUN
MENUJ U OTONOMI DAERAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan
Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
J urusan Ekonomi Pembangunan

Oleh :

ARUM MARETA KUSUMA DEWI
0911010024 / FE / IE
Kepada

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN”

J AWA TIMUR
2013

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

SKRIPSI
ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN
KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJ O, KABUPATEN
PACITAN, DAN KABUPATEN MADIUN MENUJ U OTONOMI DAERAH
Disusun oleh :
ARUM MARETA KUSUMA DEWI
0911010024 / FE / IE
telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi
J urusan Ilmu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur
Pada tanggal 31 Mei 2013
Pembimbing :
Pembimbing Utama


Tim Penguji :
Ketua

Prof. Dr. Syamsul Huda, SE, MT

Prof. Dr. Syamsul Huda, SE, MT
Sekretaris

Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP
Anggota

Dr s. Ec. Wiwin Priana, MT

Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur

Dr. Dhani Ichsanuddin Nur. MM
NIP. 19630924 198903 1001


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT atas rahmat serta hidayah yang telah dilimpahkan sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban
mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Fakultas Ekonomi
khususnya Program Studi Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini
penulis mengambil judul “ Analisis Desentralisasi Fiskal dan Kemandirian
Keuangan Daerah di Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Pacitan, dan
Kabupaten Madiun Menuju Otonomi Daerah ”.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini
masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya
kemampuan dan pengetahuan yang ada. Berkat bantuan dan bimbingan yang
diterima dari Prof. Dr. Syamsul Huda, SE, MT selaku Dosen Pembimbing Utama,
peneliti sangat berterima kasih karena Beliau dengan sabar telah mengarahkan dan
memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan

terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yang telah memberikan
bantuan berupa sarana fasilitas dan perijinan guna pelaksanaan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, SE, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3. Ibu Dra. Ec. Niniek Imaningsih, MP, selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
4. Bapak/ibu dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan yang telah ikhlas
memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan
pelayanan akademik bagi peneliti.
5. Almarhum papa Suryadi dan papa Brahma serta mamaku tercinta yang telah
senantiasa mendoakan dan memberikan kasih sayang serta pengorbanan
buatku.
6. Kakak-kakakku Andri, Cristin, Hendra, Lia serta saudara-saudaraku yang

selalu mendoakan, memberikan dukungan dan membantuku.
7. Sahabatku Sherly, Supri, Cici, Akbar, Anik, Heri dan semua angkatan 2009
Program Studi Ekonomi Pembangunan serta sahabat-sahabatku semua yang
tak mungkin saya sebutkan disini, terima kasih atas motivasinya.
Semoga Allah SWT berkenan dan memberikan balasan, limpahan rahmat,
serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu
sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan. Amin.

Penulis

ii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................


i

DAFTAR ISI ...............................................................................................

iii

DAFTAR TABEL .......................................................................................

vi

DAFRAT GAMBAR ...................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

viii

ABSTRAKSI ...............................................................................................


ix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................................

1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................

4

1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................

4

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................


5

BAB II TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu .....................................................................

6

2.2 Landasan Teori ......................................................................................

9

2.2.1 Otonomi Daerah ...........................................................................

9

2.2.2 Desentralisasi Fiskal .....................................................................

13

2.2.2.1 Indikator Desentralisasi Fiskal ..........................................


15

2.2.3 Sumber Penerimaan Pemerintah ...................................................

18

2.2.4 Sumber Pendapatan Daerah .........................................................

23

2.2.4.1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak ....................................

26

2.2.4.2 Sumbangan Daerah ...........................................................

26

iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2.2.4.3 Dana Alokasi Umum .......................................................

26

2.2.4.4 Dana Alokasi Khusus ........................................................

27

2.2.5 Kemandirian Keuangan Daerah ....................................................

27

2.2.6 Pola Hubungan Keuangan dan Tingkat Kemandirian Daerah .........

29

2.2.7 Hubungan APBN dan APBD ........................................................

31

2.2.7.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah ..............................

32

2.2.7.2 Penerimaan Rutin .............................................................

32

2.2.7.3 Pengeluaran Rutin ............................................................

33

2.3 Kerangka Pikir ........................................................................................

35

2.4 Hipotesis . ...............................................................................................

36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel .......................................

37

3.2 Jenis dan Sumber Data ...........................................................................

38

3.2.1 Jenis Data .....................................................................................

38

3.2.2 Sumber Data .................................................................................

38

3.3 Teknik Analisis dan Pengolahan Data ....................................................

38

3.3.1 Indeks Desentralisasi Fiskal ..........................................................

38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Obyek Penelitian ....................................................................

40

4.1.1 Gambaran Umum Dari Provinsi Jawa Timur ................................

40

4.1.1.1 Kondisi Umum Kabupaten Sidoarjo .................................

41

4.1.1.2 Kondisi Umum Kabupaten Pacitan ...................................

43

4.1.2.3 Kondisi Umum Kabupaten Madiun ..................................

44

iv
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian . .....................................................................

46

4.2.1 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo .........

46

4.2.2 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Kabupaten Pacitan ..........

47

4.2.3 Perkembangan Penerimaan Pemerintah Kabupaten Madiun ..........

47

4.3 Analisis dan Pengujian Hipotesa ............................................................

48

4.3.1 Analisis Indeks Desentralisasi Fiskal ............................................

48

4.3.1.1 Uji Analisis Indeks Desentralisasi Fiskal ..........................

50

4.3.1.2 Uji Analisis Derajat Desentralisasi Fiskal .........................

52

4.3.1.3 Uji Analisis terhadap Pola Hubungan Keuangan dan Tingkat
Kemandirian Daerah .......................................................

54

4.4 Pembahasan ...........................................................................................

55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................................

59

5.2 Saran.......................................................................................................

61

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

TABEL 1

Skala Interval Derajat Desentralisasi Fiskal ............ ...............

17

TABEL 2

Pola Hubungan Keuangan dan Tingkat Kemandirian Daerah..

30

TABEL 3

Contoh Anggaran Pendapatan Daerah ...................................

34

TABEL 4

Penerimaan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2010-2011. 46

TABEL 5

Penerimaan Pemerintah Kabupaten Pacitan Tahun 2010-2011.. 47

TABEL 6

Penerimaan Pemerintah Kabupaten Madiun Tahun 2010-2011.. 48

TABEL 7

Indeks PAD terhadap TPD, Indeks BHPBP terhadap TPD, Indeks
SB terhadap TPD tahun 2010 ................................................. 50

TABEL 8

Indeks PAD terhadap TPD, Indeks BHPBP terhadap TPD, Indeks
SB terhadap TPD tahun 2011 ................................................. 52

TABEL 9

Hasil Perhitungan Kontribusi PAD dan Kontribusi BHPBP
terhadap Kontribusi SB untuk mengetahui Derajat Desentralisasi
Fiskal tahun 2010................................................................. .... 53

TABEL 10

Hasil Perhitungan Kontribusi PAD dan Kontribusi BHPBP
terhadap Kontribusi SB untuk mengetahui Derajat Desentralisasi
Fiskal tahun 2011 ................................................................... 54

TABEL 11

Rata-rata Indeks Desentralisasi Fiskal terhadap Hasil Perhitungan
untuk Mengetahui Tingkat Kemandirian Daerah dari tahun 20102011 ................................................................................... 55

vi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Pikir ...........................................................................

vii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

35

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Realisasi Penerimaan Pendapatan Daerah tahun 2010-1011

Lampiran 2

Perhitungan Analisis Indeks Desentralisasi Fiskal tahun 2010

Lampiran 3

Perhitungan Analisis Indeks Desentralisasi Fiskal tahun 2011

Lampiran 4

Perkembangan Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal dengan
membandingkan PAD terhadap TPD dan BHPBP terhadap TPD
tahun 2010-2011

Lampiran 5

Sektor PDRB di Kabupaten Sidoarjo

Lampiran 6

Sektor PDRB di Kabupaten Pacitan

Lampiran 7

Sektor PDRB di Kabupaten Madiun

viii
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

“ANALISIS DESENTRALISASI FISKAL DAN KEMANDIRIAN KEUANGAN
DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJ O, KABUPATEN PACITAN, DAN
KABUPATEN MADIUN MENUJ U OTONOMI DAERAH”
ABSTRAKSI
Dengan adanya UU No.22 tahun 1999 yang mengatur perlimpahan
wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah serta
UU No.25 tahun 1999 yang mengatur pierimbangan keuangan antara pusat dan
daerah selayaknya Jawa Timur menggembangkan sumber daya lokal dan
menggurangi ketergantungan dari pusat .
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kemandirian suatu daerah
pada Daerah Sidoarjo, Pacitan, Madiun. Analisa yang digunakan adalah analisa
kuantitatif, yaitu analisa yang sifatnya menjelaskan secara uraian atau dalam bentuk
kalimat-kalimat dan analisa kualitatif, yaitu analisa dengan menggunakan rumusrumus dan analisa pasti. Analisa kuantitatif meliputi analisa derajat desentralisasi
fiskal (tingkat kemandirian daerah) sehingga dapat menggetahui di kabupaten
Sidoarjo, Pacitan dan Madiun memiliki kemandirian fiskal.
Hasil penelitian menunjukan bahwa derajat desentralisasi fiskal rata-rata
menunjukan rendah sekali. Pola hubungan yang terjadi antara pemerintah pusat
dengan pemerintah di 3 kabupaten adalah pola hubungan intruktif dan konsultatif
sehingga dapat di katakan selama periode 2010-2011 penelitian 3 Kabupaten tersebut
belum mampu membawa daerahnya untuk mandiri.
Kata kunci: Indeks Pendapatan Asli Daerah, Indeks Bagi Hasil Pajak dan Bukan
Pajak, Indeks Sumbangan Bantuan

ix

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Reformasi yang digulirkan di negeri ini memberikan arah perubahan yang

cukup besar terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan
tersebut adalah lahirnya kebijakan otonomi daerah yang mengatur hubungan
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan tersebut memberikan
angin segar terhadap sistem sentralistik yang dinilai tidak adil dalam pelaksanaan
pembangunan. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan dan
pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membangun dan
mengembangkan daerahnya secara mandiri.
Otonomi daerah merupakan salah satu instrumen yang dinilai efektif
dalam pelaksanaan pemerataan pembangunan di tiap daerah, yang harapanya
terjadi efisiensi dan keefektifan dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah serta
mampu menjadi solusi atas ketimpangan antar daerah yang dianggap sebagai
dampak dari sistem sentralistik yang kurang adil. Kebijakan tersebut memberikan
kesempatan kepada daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan dan pelaksanaan
pembangunan dalam mengejar ketertinggalannya dari daerah lain sesuai dengan
kewenangan yang diaturnya. Implikasinya terhadap daerah adalah menjadikan

1

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

daerah memiliki peran yang penting dalam mengatasi masalah pemerataan
pembangunan dan pengelolaan kepemerintahan secara mandiri. Sebagai pelaksana
utama

pembangunan

didaerahnya,

daerah

memiliki

kewajiban

dalam

melaksanakan program-program pembangunan yang memiliki dampak terhadap
kesejahteraan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan amanat Pemerintah Daerah
bahwa Daerah memiliki kewenangan dalam mengelola daerahnya sendiri secara
mandiri dan bertanggung jawab terhadap kepentingan masyarakatnya sesuai
peraturan perundangan.
Pada prinsipnya kebijakan otonomi daerah ini adalah untuk mendukung
pembangunan nasional di negeri ini demi tercapainya pemerataan kapasitas daerah
dari berbagai aspek. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangannya dalam menjalankan otonomi seluas-luasnya
berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Salah satu wujud pelaksanaan
otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam aspek pengelolaan
keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal.
Pemerintah daerah diberikan sumber- sumber keuangan untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Desentralisasi
fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola keuangan
daerahnya. Daerah diberikan kewenangan dalam menggali sumber-sumber
penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki.
Prinsip dari desentralisasi fiskal tersebut adalah dimana pemerintah daerah
mendapat kewenangan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan pembangunan
di daerahnya. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan menyerahkan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

sumber-sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara optimal agar
mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Disamping pemerintah pusat juga memberikan dana transfer yang dapat dikelola
daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah, tujuannya
adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan antar
pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut
dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya.
Sumber keuangan daerah baik propinsi, kabupaten, maupun kotamadya adalah
sebagai berikut :
1. Penerimaan Asli Daerah
2. Bagi Hasil Pajak dan Non Pajak
3. Bantuan Pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan tingkat II
4. Pinjaman Daerah
5. Sisa lebih anggaran tahun lalu
6. Lain-lain penerimaan daerah yang sah.
Pada

prinsipnya

kebijakan

desentralisasi

fiskal

mengharapkan

ketergantungan daerah terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai
kemandirian daerah sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri.
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga
Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang
didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Idealnya
semua pengeluaran daerah dapat dipenuhi dengan menggunakan Pendapatan Asli

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

Daerah (PAD) sehingga daerah dapat benar-benar otonom, tidak lagi tergantung
ke pemerintah pusat. Dengan demikian Pendapatan Asli Daerah (PAD) memiliki
peran yang sangat sentral dalam membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah.
Perimbangan Keuangan Antara Pusat Daerah disebutkan bahwa PAD
bertujuan memberikan kewenangan kepada pemerintah Daerah untuk mendanai
pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. PAD sebagai salah satu peneriamaan daerah mencerminkan tingkat
kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah
mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap
Pemerintah Pusat berkurang. Namun demikian kebijakan-kebijakan desentralisasi
fiskal yang ada tidak sertamerta dapat membangun kemandirian daerah dengan
cepat. (Anonim,2012)
1,2

Perumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat kemandirian fiskal pada Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun?
2. Apakah ada perbedaan kemandirian fiskal antar Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun?

1.3

Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kemandirian fiskal pada Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun.
2. Untuk mengetahui perbedaan kemandirian fiskal antar Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Madiun.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Dapat memberi informasi dan sebagai sambungan pemikiran terhadap
pembuat kebijakan dalam hal pemerintah Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Madiun dalam menetapkan kebijakan dalam
ketenagakerjaan industri dalam meningkatkan keterampilan tenaga kerja
bagi porsi yang tepat dalam memilih alternative.
2. Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya bagi penulis atau peneliti yang
mengambil topik pendapatan asli daerah yang terkait dengan Indeks
Desentralisasi Fiskal.
3. Sebagai bahan untuk menambah wawasan dan pembendaharaan literature
perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA

2.1

Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh:

1. Sophiayani (1997), dengan judul penelitian “Implementasi Pembangunan Daerah
Tingkat I Dalam Kaitan Pembangunan Perwilayahan Pembangunan di Satuan
Wilayah Pembangunan VII Madiun”, dengan menggunakan analisis Locationt
Quotient dan indeks Fungsional Wilkinson dapat ditarik kesimpulan : Pertama,
sektor pertanian secara umum sektor ini menjadi corak bagi perekonomian
seluruh daerah dan berperan sangat menonjol terhadap PDRB di daerah-daerah
tingkat II se-Satuan Wilayah Pembangunan VII Madiun (IF ≥0,33). Kedua,
sektor Perdagangan, hotel dan restauran secara umum menjadi corak bagi
perekonomian seluruh Daerah Tingkat I di Satuan Wilayah Pembangunan VII
Madiun (IFS ≥0,33).
2. Riduansyah (2003) dengan judul “Kontribusi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) guna Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah”. Dengan
menggunakan analisis Locationt Quotient dapat disimpulkan: pertama, total
kontribusi komponen pajak daerah terhadap APBD dalam kurun waktu tahun
anggaran 1993/1994-2000. Kontribusi terbesar terhadap total penerimaan APBD

6

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

diberikan oleh pajak hotel dan restaurant serta pajak hiburan. Kedua kontribusi
komponen retribusi daerah terhadap total penerimaan APBD dalam kurun waktu
tahun anggaran 1993/1994-2000. Kontribusi retribusi terhadap total penerimaan
APBD diberikan oleh retribusi pasar dan retribusi terminal. Dari data yang
diperoleh, terlihat bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap
penerimaan APBD pemerintah daerah kota Bogor sangat fluktuatif. Untuk
mendukung pelaksanaan otonomi daerah, kiranya perlu bagi pemerintah daerah
Bogor untuk memperhatikan peluang yang ada. Langkah ini merupakan bentuk
inovasi yang baik disamping tentunya mengintensifkan pelaksanaan penarikan
pajak daerah dan retribusi daerah yang telah diberlakukan sebelumnya.
3. Fuad (2004) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pendapatan Asli Daerah di Jawa Timur”. Dari hasil penelitian melalui analisis
regresi secara simultan variable bebas berpengaruh nyata terhadap variable
terikat dengan F hitung = 112,874 ≥F table = 3,59 dengan menggunakan Level of
Signifikant ( α ) sebesar 0,05. Sedangkan dari uji secara parsial menggunakan uji
t dengan

= 0,025, sehingga dapat diketahui variabel bebas produk Domestik

Regional Bruto (PDRBP (X₁ ) berpengaruh secara nyata terhadap variabel terikat
dengan t hitung = 2,613 ≥ t tabel = 2,201. Untuk variabel bebas, jumlah
penduduk (X₂ ) diperoleh t hitung = 2,045 < t tabel = 2,201 yang berarti jumlah
tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan asli daerah ini disebabkan karena
kenaikan jumlah penduduk yang tidak diperoleh untuk memenuhi kebutuhan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

hidup daripada membayar pajak dimana pajak adalah salah satu sumber
Pendapatan Asli Daerah, sedangkan variabel pembangunan (X₃ ) diperoleh t
hitung = 2,275 ≥t table = 2,201 yang berarti bahwa pengeluaran pembang unan
berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah.
4. Rahmawati (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Derajat
Desentralisasi Fiskal dan tingkat Kemandirian Keuangan Daerah serta Elastisitas
Pendapatan Asli Daerah kabupaten Pasuruan pada Otonomi Daerah tahun 20012004”. Dalam penelitian ini menunjukan bahwa kondisi keuangan daerah
kabupaten pasuruan belum bisa dikatakan mandiri karena juga masih tergantung
pada sumbangan dan bantuan pemerintah pusat.
5. Engga (2006), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Indeks Desentralisasi
Fiskal pada Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) I Propinsi Jawa Timur”.
Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis, dengan demikian dapat dilihat
bahwa tidak ada satu Kabupaten/Kota di SWP I yang mandiri karena nilai ratarata dari Kabupaten/Kota tersebut tidak lebih dari 50% yang berarti keuangan
daerah rendah atau dapat disebut tidak mandiri dan tergantung kepada
pemerintah pusat untuk memegang perairan yang dominan dalam bidang
keuangan dibandingkan dengan Kabupaten/Kota di SWP I.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

2.2

Landasan Teor i

2.2.1 Otonomi Daerah
Pada prinsipnya otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangganya
sendiri, baik dilihat dari aspek administrasi maupun dilihat dari aspek keuangannya.
hal ini ditandai dengan adanya pergeseran peran pemerintah pusat dari posisi sentral
(sentralistik) dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan kepada
peningkatan kemandirian daerah (desentralistik). Hal ini dipertegas lagi dengan
adanya regulasi pokok atas desentralisasi yang terangkum dalam undang-undang
yaitu undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, adanya
undang-undang tersebut telah memberikan kekuatan baru bagi pengembangan
otonomi pemerintah daerah, di mana terdapat kejelasan arah yang ingin dicapai dan
fleksibilitas yang diberikan sudah lebih besar dari yang sebelumnya. artinya, daerah
sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan,
mengawasi dan mengendalikan serta mengevaluasi kebijakan-kebijakan daerah.
undang-undang tersebut juga diharapkan akan lebih menekankan kepada mekanisme
yang memberikan kewenangan yang luas kepada daerah dalam bidang keuangan,
karena dengan kewenangan tersebut uang akan dapat dicari semaksimal mungkin
(follow function) dengan memperhatikan potensi daerah serta kemampuan aparat
pemerintah untuk mengambil inisiatif guna menemukan sumber-sumber keuangan
yang baru. Kewenangan yang luas bagi daerah akan dapat menentukan mana sumber

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

dana yang dapat digali dan mana yang secara potensial dapat dikembangkan.
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya dapat membiayai anggaran pendapatan dan
belanja daerah (APBD), proporsi pendapatan asli daerah terhadap total penerimaan
tetap merupakan indikasi derajat kemandirian keuangan daerah suatu pemerintah,
sering juga disebut sebagai kemandirian fiskal. (Santoso,1995: 20)
Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan
perekonomian daerah, pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.
2. Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
3. Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No
32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk
memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan
rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata,
dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan
memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal. (Yuliati,2001:7)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

Pemerintah

Daerah

dikenal

adanya

tiga

asas

yaitu

desentralisasi,

dekonsentrasi dan tugas pembantuan, dianutnya ketiga asas tersebut menyebabkan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah otonomi
dan wilayah administratif sebagai wujud pelimpahan tugas dan wewenang dari
Pemerintah Pusat pada Pemerintah Daerah. Seperti yang tercantum dalam UndangUndang Republik Indonesia No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
Dimaksud dengan Desentralisasi adalah penyerahan urusan pusat atau daerah
tingkat atasnya kepada daerah untuk menjadi urusan rumah tangganya sendiri,
sehingga daerah yang dimaksud menjadi Daerah Otonomi karena diberikan otonomi
daerah. Yaitu hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur urusan rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sehingga
perencanaan, pelaksanaan dan pembiayaan pembangunan menjadi tanggung jawab
daerah itu sendiri.
Sumber-sumber Pendapatan daerah sesuai dengan ketentuan dalam pasal 79
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 meliputi:
1. Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari:
a. Hasil pajak daerah
b. Hasil retribusi daerah
c. Hasil perusahaan daerah
d. Penerimaan lain-lain dan Pendapatan dinas-dinas

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

2. Dana perimbangan
3. Pinjaman daerah
4. Lain-lain pendapatan daerah
Dari sumber tersebut yang paling dominan dalam struktur dalam Pendapatan
Daerah adalah penerimaan yang berasal dari subsidi atau bantuan dari Pemerintah
Pusat sehingga dareah masih terdapat ketergantungan sangat besar dalam hal
pembiayaan pada Pemerintah Pusat.
Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah atas
kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabatpejabatnya di daerah, seperti halnya departemen-departemen yang mempunyai
lingkungan kerja di wilayah yang bersangkutan. Urusan-urusan yang dilimpahkan
oleh pemerintah kepada pejabat-pejabatnya di daerah tetap menjadi tanggung jawab
pemerintah

pusat

baik

itu

mengenai

perencanaan,

pelaksanaan

maupun

pembiayaannya.
Asas pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintah yang ditugaskan dalam pemerintahan daerah oleh pemerintah atasnya
dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya, untuk
asas ini pelaksanaannya diserahkan kepada daerah tetapi perencanaan dan
pembiayaannya berasal dari pemerintah tingkat atasnya. (Anonim, 1999 : 34).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

2.2.2 Desentralisasi Fiskal
Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan wewenang pemerintah oleh
Pemerintah kepada daerah otonomi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Menurut UU No.5 tahun 1974, desentralisasi adalah suatu perpindahan
jasa administrasi dari pemerintah pusat atau dari suatu pemerintah daerah yang lebih
tinggi kepada pemerintah daerah yang lebih rendah untuk menjadi jasa regional.
Desentralisasi berarti memberikan sebagaian dari wewenang pemerintah pusat
kepada daerah untuk melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang menjadi
tanggung jawab dan menyangkut kepentingan daerah yang bersangkutan (otonomi).
Urusan yang menyangkut kepentingan dan tanggung jawab suatu daerah, misalnya :
a. Urusan umum dan pemerintahan
b. Penyelesaian faslitas pelayanan, dan
c. Urusan sosial budaya, agama dan kemasyarakatan. (Elmi, 2002:17)
Desentralisasi fiscal dapat diartikan sebagai pelimpahan kewenangan di bidang
penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi, baik secara
administrasi maupun pemanfaatannya dilakukan oleh pemerintah pusat. Dengan
terjadinya pelimpahan sebagaian kewenangan terhadap sumber-sumber penerimaan
Negara kepada pemerintahan di daerah, diharapkan daerah-daerah akan dapat
melaksanakan tugas-tugas rutin, pelayanan public, dan meningkatkan investasi yang
produktif (capital investment) di daerahnya.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

Oleh karena itu, salah satu makna desentralisasi fiscal dalam bentuk pemberian
otonomi di bidang keuangan (sebagian sumber penerimaan) kepada daerah-daerah
merupakan suatu proses pengintesifikasian peranan dan sekaligus pemberdayaan
daerah dalam pembangunan. Desentralisasi fiskal memerlukan penggeseran beberapa
tanggung jawab terhadap (revenue) dan atau pembelanjaan (expenditure) ke tingkat
pemerintahan yang lebih rendah. Faktor yang sangat penting menentukan
desentralisasi fiskal adalah sejauh mana pemerintah daerah diberi wewenang
(otonomi) untuk menentukan alokasi atas pengeluaran sendiri.
Desentralisasi fiskal terutama di maksudkan untuk memindahkan atau
menyerahkan sumber-sumber pendapatan dan faktor-faktor pengeluaran ke daerah
dengan mengurangi birokrasi pemerintahan. Dengan membawa pemerintah lebih
dekat ke masyarakat, desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong efesiensi
sektor publik, juga akuntabilitas publik, dan transportasi dalam penyediaan jasa
publik serta pembuatan keputusan yang transparan dan demokratis.
Pelaksanaan desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik dengan
berpedoman pada hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya pemerintah pusat yang kapabel dalam melakukan pengawasan dan
low enforcement.
b. Terdapat keseimbangan antara akuntabilitas dan kewenangan dalam
melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

Desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan pemerintah daerah dalam
memungut pajak (taxing power) .Tujuan peningkatan desentralisasi adalah untuk
mengembangkan

perencanaan

dan

pelaksanaan

pelayanan

publik

dengan

menggabungkan kebutuhan dan kondisi lokal yang sekaligus untuk mencapai
obyektifitas pembangunan sosial, ekonomi pada tingkat daerah dan nasional,
peningkatan perencanaan, pelaksanaan dan anggaran pembangunan sosial dan
ekonomi diharapkan dapat digunakan dengan lebih efektif dan efesien. Untuk
memenuhi kebutuhan lokal. (Elmi,2002:19)
2.2.2.1 Indikator Desentralisasi Fiskal
Dalam membahas mengenai indikator desentralisasi fiskal, terdapat tiga
variabel yang merupakan reprerensi desentralisasi fiskal di Indonesia, ketiga variabel
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Desentralisasi Pengeluaran
Variable didefinisikan sebagai rasio pengeluaran total. Masing-masing
kabupaten/kota (APBD) terdapat total pengeluaran pemerintah (APBN) (Kerk
dan Waller, 1997, zhang dan zou, 1998). Hal ini menunjukkan ukuran relatif
pengeluaran pemerintah antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Hasil study yang dilakukan Zhang dan Zou (1998), menunjukkan bahwa
variable ini mempunyai pengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini mengimplementasikan bahwa desentralisasi fiscal gagal mendorong
pertumbuhan ekonomi di China, hal ini mungkin merefleksikan bahwa

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

pemerintah memiliki keterbatasan sumber daya untuk melakukan investasi di
sector infrastruktur. Sementara studi yang dilakukan oleh Phillips dan Woller
(1997) juga menunjukkan efek negative desentralisasi fiscal terhadap
pertumbuhan ekonomi pada Negara-negara maju. Dan mereka gagal
menjelaskan efek desentralisasi fiscal terhadap pertumbuhan ekonomi di
Negara-negara berkembang.
b. Desentralisasi pengeluaran Pembangunan
Variabel ini didefinisikan sebagai rasio antara total pengeluaran pembangunan
masing-masing kabupaten atau kota (APBD) terhadap total pengeluaran
pembangunan Nasional (APBN) (Zhang dan Zou, 1998). Variabel ini
menunjukkan besaran relative pengeluaran pemerintah dalam pembangunan
antara pemerintah pusat dan daerah. Di samping itu, variable ini juga
mengekspresikan

besarnya

alokasi

pengeluaran

pembangunan

antara

pemerintah pusat dan daerah. Dari rasio ini juga dapat diketahui apakah
pemerintah daerah dalam posisi yang baik untuk melaksanakan investasi
sector public atau tidak. Jika terdapat hubungan positif antara variable ini
terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah local dalam posisi yang
baik untuk melakukan investasi di sektor public.
c. Desentralisasi Penerimaan
Variable ini didefenisikan sebagai rasio antara total penerimaan masingmasing kabupaten/kota (APBD) tidak termasuk subsidi terhadap total
penerimaan

pemerintah

(Phillips

dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Woller,

1997).

Variable

ini

17

mengekspresikan besaran relative antara pendapatan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat.
Tabel 2.1
Skala Interval Derajat Desentralisasi fiskal
PAD/TPD (%)

Kemampuan Keuangan Daerah

0,00 – 10,00

Sangat Kurang

10.01 - 20.00

Kurang

20,01 - 30-00

Sedang

30,01 – 40,00

Cukup

40,01 – 50,00

Baik

50,00

Sangat Baik

Sumber : Anonim,1991, Derajat Desentralisasi Fiskal, Fispol:UGM, hal ke-56
Untuk mengetahui apakah suatu daerah otonom itu mampu mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri, (Syamsi,1996:199) menegaskan beberapa
ukuran:
1. Kemampuan struktural organisasinya.
Struktur organisasi Pemerintah Daerah harus mampu menampung segala
aktifitasnya

dan

jawabnya.jumlah

tugas-tugas
unit-unit

yang

beserta

menjadi
macamnya

beban
cukup

dan

tanggung

mencerminkan

kebutuhan ,pembagian tugas ,wewenang dan tanggung jawab yang cukup
jelas.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah.
Aparat Pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Keahlian ,moral disiplin
dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang di idam-idamkan
daerah.
3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat.
Pemerintah Daerah harus mampu mendorong agar masyarakat mau berperan
serta dalam kegiatan pembangunan.
4. Kemampuan keuangan daerah.
Pemerintah Daerah Harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan
,pembangunan dan kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan
pengurusan rumah tangganya sendiri. Sumber-sumber dananya apasaja,
apakah PAD atau sebagian dari subsidi Pemerintah pusat. (Syamsi,1996:199)

2.2.3 Sumber Penerimaan Pemer intah
Peranan pemerintah tersebut dari tahun ke tahun selalu meningkat, makin
besar dan banyak kegiatan pemerintah, makin besar pula pengeluaran pemerintah
yang bersangkutan. Pemerintah diperlukan didalam setiap sistem perekonomian, tidak
hanya untuk menyediakan barang-barang produksi melalui konsumsi, perbaikan
distribusi pendapatan, memelihara stabilitas nasional termasuk stabilitas ekonomi
serta mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Law of Ever Increasing State Activity (Hukum tentang selalu meningkatnya
kegiatan pemerintah) yaitu pengeluaran pemerintah itu selalu meningkat dari tahun ke
tahun baik secara absolute maupun relatif dalam perbandingannya dengan pendapatan
nasional yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, karena perkembangan
industri. Semakin meningkat pengeluaran pemerintah tersebut oleh Adolph Wogner
(1992). Jadi yang makin meningkat tersebut adalah kegiatan dan kebutuhan
pemerintah atau negara yang mempunyai kaitan dengan tugas dan fungsi pemerintah,
penggunaan sumber daya ekonomi oleh pemerintah termasuk pengeluaran pemeintah.
Peningkatan kegiatan pemerintah tersebut disebabkan beberapa faktor
diantaranya:
1. Pemerintah dalam pembangunan ekonomi semakin terlihat karena pemerintah
bertindak sebagai penggerak dan pelopor ekonomi.
2. Peranan pemerintah sering kali mengakibatkan adanya ketidakefisienan,
pemborosan, biokrasi, sehingga pengeluaran pemerintah semakin meningkat.
3. Berkembangnya demokrasi memerlukan biaya yang besar, terutama untuk
mengadakan musyawarah, pemungutan suara, rapat dan sebagainya.
Pemerintah yang bertindak karena pemerintah yang mempunyai kemampuan
untuk menjaga kepentingan umum atau individu dalam masyarakat.
4. Adanya urbanisasi yang perlu dilayani pemerintah dalam hal penyediaan
tempat tinggal, lapangan pekerjaan, keamanan, kesehatan, kebutuhan listrik,

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

air minum dan sebagainya. Urbanisasi terjadi bersama sama dengan
perkembangan ekonomi dan industrialisasi.
5. Peningkatan tingkat penghasilan menyebabkan kebutuhan akan konsumsi
barang-barang maupun jasa-jasa akan meningkat. Dan barang-barang serta
jasa yang tidak dapat diusahakan oleh swasta harus disediakan oleh
pemerintah.
6. Program kesejahteraan masyarakat seperti program panti asuhan, rumah
jompo dan sebagainya. (Suparmoko,1992:26-32)
Semakin meningkatnya kegiatan pemerintah, maka sebagai konsekuensinya
diperlukan pembiayaan atau pengeluaran yang tidak sedikit jumlahnya, sesuai dengan
semakin meluasnya kegiatan pemerintah. Supaya biaya bagi pengeluaran pemerintah
tersebut dapat dipenuhi, maka pemerintah memerlukan penerimaan. Sumber
penerimaan pemerintah dapat berupa:
a. Pajak
Pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang dapat
dipaksakan dengan tanpa balas jasa yang secara langsung dapat ditunjuk.
Contohnya : pajak kendaraan bermotor, pajak penjualan dan sebagainya.
b. Retribusi
Retribusi adalah suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah dimana kita
dapat melihat adanya hubungan antara balas jasa yang langsung diterima

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

dengan adanya pembayaran retribusi tersebut. Contohnya : uang kuliah, uang
langganan air minum, uang langganan listrik dan sebagainya.
c. Penerimaan perusahaan-perusahaan Negara
Penerimaan yang berasal dari sumber ini merupakan penerimaan-penerimaan
pemerintah dari hasil penjualan (harga) barang-barang yang dihasilkan oleh
perusahaan negara.
d. Denda-denda dan perampasan yang dijalankan oleh pemerintah
e. Undian Negara
Undian negara pemerintah akan mendapatkan dana yaitu perbedaan antara
jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang dapat dijual sesuai
dengan semua pengeluarannya, termasuk hadiah kepada pemenangnya.
f. Percetakan uang kertas
g. Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah,
seperti pembayaran biaya-biaya perijinan (licensi), tol atau pungutan
sumbangan pada jalan raya tertentu.
h. Pinjaman
i. Hadiah.
Sumber dana jenis ini dapat terjadi seperti pemerintah pusat memberikan
hadiah kepada pemda, atau dari swasta dari kepada pemerintah, atau dari
pemerintah suatu negara ke negara lain. ( Suparmoko, 1992 : 94-95)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

Semua sumber penerimaan pemerintah tersebut, pajak merupakan sumber
penerimaan yang terbesar. Pajak disamping sebagai sumber pendapatan negara yang
utama juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi
kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (fungsi pengatur). Anggaran pajak
digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatankegiatan pemerintah, terutama kegiatan rutin. Pajak dalam fungsinya sebagai
pengatur dimaksudkan untuk mengatur perekonomian

guna menuju pada

pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan retribusi pendapatan serta
stabilitas ekonomi. Karena sebagian besar kegiatan pemerintah dibiayai oleh
penerimaan dari pajak berarti ada masalah penggunaan pajak kepada wajib pajak.
Prinsip-prinsip penggunaan pajak yang baik (Smith Cannons) menurut Adam
Smith yaitu:
1. Prinsip Kepastian (Certainty)
Pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti setiap wajib pajak, sehingga mudah
dimengerti oleh mereka dan juga akan memudahkan administrasi pemerintah
sendiri.
2. Prinsip Kesamaan (Equity)
Beban pajak harus sesuai dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak.
Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai dasar di dalam
distribusi beban pajak itu, sehingga bukan beban pajak dalam arti uang yang
penting tetapi beban riil dalam arti kepuasan yang hilang.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

3. Prinsip Kecocokan/Kelayakan (Convenience)
Pajak jangan sampai terlalu menekan di wajib pajak, sehingga wajib pajak
akan dengan suka dan senang hati melakukan pembayaran wajib pajak kepada
pemerintah.
4. Prinsip Ekonomi (Economy)
Pajak Hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal dalam arti jangan
sampai biaya pemungutannya lebih besar daripada jumlah penerimaan
pajaknya.
Smith Cannons masih dilengkapi oleh sarjana lain dengan satu prinsip lagi
yaitu dengan disebut Prinsip Ketepatan (Adequate). Pajak hendaknya dipungut secara
tepat

pada

waktunya

dan

jangan

sampai

mempersulit

anggaran

belanja

pemerintah.(Suparmoko, 1992 : 97-98).
2.2.4

Sumber Pendapatan Daerah
Pembangunan yang merupakan kewajiban pemerintah daerah dibiayai dari

sumber anggaran pendapatan dalam memobilisasikan potensi keuangannya. Apabila
penerimaan dari sumber daerah cukup besar maka berarti pula mengurangi
ketergantungan daerah yang bersangkutan terhadap bantuan pusat. (Kunarjo,
1999:29).
Pendapatan Asli Daerah merupakan suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah dalam menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

kegiatan, baik rutin maupun pembangunan, jadi pengertian Pendapatan Asli Daerah
dapat dikatakan sebagai pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam
memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerahnya untuk membiayai tugas
dan tanggung jawabnya. (Soehino, 1993:150).
Keuangan daerah mempunyai posisi yang sangat penting dan perlu disadari
oleh pemerintah. Alternatif cara mendapatkan keuangan yang memadai telah
dipertimbangkan oleh pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari penjelasan resmi undangundang No.22 tahun 1999 sebagai beirkut. Agar daerah dapat mengurus rumah
tangganya sendiri, maka daerah perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang
cukup. Tetapi mengingat bahwa tidak semua sumber pembiayaan dapat diberikan
kepada daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menjadi sumber-sumber
keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sumber-sumber keuangan daerah dapat diperoleh melalui berbagai cara yaitu:
1. Pemerintah daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang telah
disetujui oleh pemerintah pusat.
2. Pemerintah dareah dapat mengambil bagian dalam pendapatan pajak sentral
yang dipungut oleh daerah, misalnya sekian persen dari pajak sentral tersebut.
3. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar, bank
atau pemerintah pusat.
4. Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah
pusat. (Kaho,2005:125)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

Sesuai dengan pasal 79 UU Nomor 22 tahun1999 dan pasal 3, 4, 5 dan pasal 6 UU
Nomor 25 tahun 1999, sumber pendapatan daerah terdiri atas sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan yang menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghimpun
sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan baik rutin maupun
pembangunan.
2. Dana Perimbangan, terdiri dari:
a. Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB), Bea
perolehan atas tanah dan bangunan (BPHIB)
b. Dana alokasi umum (DAU)
c. Dana alokasi khusus (DAK)
3. Pinjaman Daerah.
Pinjaman daerah bersumber dari dalam dan luar negeri. Pinjaman daerah yang
berasal dari dalam negeri bersumber dari Pemerintah Pusat, Lembaga
Keuangan Bank, Lembaga Keuangan Bukan Bank, masyarakat dan sumber
lainnya.
4. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Pendapatan daerah di Indonesia diklasifikasikan sebagai pendapatan rutin dan
pembangunan, klasifikasi ini disesuaikan dengan jenis pembiayaan kegiatan dari
p