IDENTIFICATION OF DOMINANT ANAEROBIC MICROORGANISMS IN MULTI SOIL LAYERING (MSL) SYSTEM FOR CRUMB RUBBER WASTEWATER TREATMENT.

(1)

IDENTIFIKASI MIKROBA ANAEROB DOMINAN PADA PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KARET DENGAN SISTEM

MULTI SOIL LAYERING (MSL)1)

IDENTIFICATION OF DOMINANT ANAEROBIC MICROORGANISMS IN MULTI SOIL LAYERING (MSL) SYSTEM FOR CRUMB RUBBER

WASTEWATER TREATMENT Denny Helard2), Puti Sri Komala2)

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Abstrak

Sistem MSL merupakan metoda pengolahan air buangan dengan memanfaatkan fungsi tanah. Sistem MSL terdiri dari dua zone yaitu zone aerob dan zone anaerob, dimana kandungan nitrat yang ada dalam limbah cair melalui sistem MSL diharapkan akan didenitrifikasi pada zona anaerob. Untuk mengetahui jenis bakteri yang berperan di zona anaerob dilakukan identifikasi bakteri, sehingga dapat diketahui jenis dan karakteristik bakteri serta peranan masing-masingnya dalam pengolahan limbah cair karet. Pengambilan sampel dilakukan di tiga lapisan tanah dengan jarak dari permukaan reaktor 5cm, 15cm, 25cm. Dari hasil penghitungan jumlah koloni, didapatkan jumlah koloni pada masing-masing lapisan tanah adalah 103.104, 96.104, 90.104. Berdasarkan pengamatan secara

makroskopis, didapatkan warna koloni bakteri yaitu putih dan putih buram; bentuk koloni yaitu menyebar, bundar dan filamen; bentuk permukaan koloni yaitu licin dan keriput dan bentuk pinggiran koloni yaitu pinggiran tidak rata dan pinggiran rata. Berdasarkan pengamatan secara mikroskopis, bakteri dominan yang didapatkan semuanya berbentuk batang (bacillus), gram positif (91,2%) dan gram negatif (8,8%) dan rentang ukuran sel dominan 4–5m dan 0,75–1m. Dari hasil uji reaksi biokimia didapatkan jenis bakteri dominan yaitu Bacillus licheniformis (20,8%), Desulfomaculum nigricans (16,67%), Desulfomaculum ruminis (12,5%), Bacterionema matruchotti (8,33%) dan yang lainnya masing-masing (4,17%). Bakteri dominan yang didapat mampu mendegradasi limbah cair karet. Hal ini dapat dilihat dari peranan bakteri terhadap limbah cair karet berdasarkan parameter pH, temperatur, BOD, COD, nitrogen.

Kata kunci: MSL, mikroba anaerob, fakultatif anaerob, identifikasi Abstract

MSL treatment metode is treatment using land media. Biological treatment is the treatment involve vary microorganism. Bacteria identification is needed to know kind of bacteria that involve in biological treatment. By this identification, it will be understood, kind, characteristic and function of bacteria in treating crumb rubber wastewater. Sampling point is done in 3 different land location in MSL reactor which is 5cm, 15cm, 25cm depth from the surface. Land sample was identified by anaerobic incubation, the result shown that sampling point has


(2)

103.104, 96.104, 90.104 colony. Macroscopic visualization shown that bacteria colony has 2 color, white and dark white, 3 different spreading which is spread, circle and filament. It also has 2 kind of colony surface, smooth and wrinkle and has 2 different outskirts which is not flat and flat. All dominant bacteria are in bacillus shape, positive gram (91,2%) and negative gram (8,8%) which size 4-5

m and 0,75-1 m. result of biochemistry reaction test shown that dominant bacteria are Bacillus licheniformis (20,8%), Desulfomaculum nigricans (16,67%), Desulfomaculum ruminis (12,5%), Bacterionema matruchotti (8,33% and others are (4,17%). Dominant bacteria have abilities to degree crumb rubber wastewater. It all from their abilities in minimize wastewater parameter such as BOD, COD, Nitrogen, and they can make pH and temperature to normal condition.

Key word: MSL, anaerobic microorganism, anaerobic facultative, identification.

I. PENDAHULUAN

Latar belakang

Pengolahan limbah dengan memamfaatkan tanah sudah dikenal sejak dahulu sebagai salah satu pengolahan yang efektif dan efisien dan telah digunakan sebagai pengolahan alami. Pengolahan cara ini sangat murah, tapi membutuhkan area tanah yang luas jika dibandingkan dengan sistem lainnya.

Salah satu metode pengolahan yang memanfaatkan tanah adalah Multi Soil Layering (MSL), yaitu metode pengolahan yang memamfaatkan tanah sebagai media utama yang dibentuk dalam sebuah konstruksi susunan batu bata yang terdiri atas lapisan campuran tanah dengan 10-35% partikel besi, bahan organik dan lapisan zeolite (Wakatsuki, et. al, 1993) yang dilengkapi 2 zone pengolahan yaitu zone aerob pada lapisan zeolite dan zone anaerob pada lapisan tanah (Salmariza, 2002).

Mekanisme pengolahan pada reaktor MSL terdiri atas pengolahan secara fisika, kimia dan biologi. Dalam pengolahan biologis, bakteri merupakan komponen terbesar yang berperan dalam mendegradasi limbah dengan jumlah lebih dari 1.000.000 bakteri/ml limbah (Grady and Lim, 1980).

Dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi terhadap mikroorganime yang berperan dalam pengolahan limbah cair karet. Salah satu cara adalah dengan mengisolasi dari lingkungannya, dimana pendekatan ini dapat memberikan informasi karakteristik dari bakteri. Bakteri yang diidentifikasi hanya bakteri


(3)

anaerob karena pengolahan dominan yang terjadi adalah secara anaerob yang terdapat pada lapisan tanah. Sampling tanah dilakukan pada saat kondisi reaktor sudah steady state dan identifikasi bakteri dilakukan menurut determinasi Bergey’s Manual for Identification.

Dengan mengetahui jenis mikroorganisme dominan diharapkan dapat dikembangkan suatu sistem MSL dengan kultur mikroorganisme dominan sehingga dapat menghasilkan kinerja penyisihan pencemar yang maksimal dan dapat mengolah limbah cair karet dengan karakteristik sejenis sesuai dengan karakteristik mikroorganisme

Tujuan penelitian adalah:

 Mengidentifikasi jenis dan karakteristik mikroorganisme dominan yang berperan dalam pengolahan limbah cair karet.

 Mengetahui peranan dari masing-masing mikroorganisme. II. METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

 Pengolahan limbah cair karet secara biologi dengan reaktor MSL di Balai Litbang Padang

 Pemeriksaan bakteri dominan pada reaktor MSL di Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Andalas Padang

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Limbah cair karet, bahan pembuat reaktor MSL terdiri atas: tabung dari bahan flexi glass, campuran tanah andesol, arang halus dan serbuk gergaji dan perlit dengan ukuran 3–5 mm, bahan dasar medium identifikasi bakteri dan lain-lain.

Alat-alat yang digunakan terdiri dari: Reaktor MSL dan Alat-alat yang untuk identifikasi bakteri terdiri atas: alat-alat gelas, inkubator otoklaf, coloni counter, hot plate, magnetic stirrer, mikroskop, termometer, pH meter.


(4)

Tahapan Penelitian

1. Pengolahan limbah cair karet dengan menggunakan reaktor MSL

Reaktor MSL yang digunakan dalam kondisi reaktor sudah steady state yaitu kondisi dimana efluen dari reaktor MSL memiliki nilai yang sudah stabil dilihat berdasarkan enam parameter yaitu BOD, COD, TSS, total amoniak, total nitrogen dan pH dengan laju aliran saat pengolahan optimum.

2. Pengambilan sampel tanah pada tiga lapisan paling atas dengan jarak 5 cm, 10 cm, 25 cm dari permukaan MSL.

3. Identifikasi Bakteri

a. Sterilisasi alat dan bahan menggunakan inkubator otoklaf (Sutedjo, 1991). b. Isolasi bakteri dengan menggunakan medium nutrient agar (NA) yang

berbentuk padat, sehingga terbentuk koloni sel yang tetap pada tempatnya c. Penghitungan total bakteri dengan alat penghitung koloni (colony counter). d. Pemurnian bakteri dengan menggunakan medium NA modifikasi. Teknik

isolasi yang digunakan adalah metode preparat spread plate atau streak plate. Isolasi bakteri dilakukan sampai didapatkan koloni murni (Cappuccino, 1987). e. Pengamatan secara makroskopis terhadap perbedaan warna, bentuk

permukaan dan pinggiran koloni yang dilakukan setiap tahapan isolasi bakteri. f. Pewarnaan gram menggunakan teknik pewarnaan bertingkat (Sutedjo, 1991). g. Pengamatan secara mikroskopis dilakukan terhadap perbedaan bentuk, ukuran

sel dan hasil reaksi pewarnaan gram dengan menggunakan mikroskop.

h. Uji reaksi biokimia terdiri atas (Cappuccino, 1987): uji Katalase (medium TSIA), uji H2S (medium TSIA + H2O2), uji pergerakan (medium SIM), uji

Indol (medium SIM + kovaks), uji sitrat (medium SCA), uji Urease (medium urease), uji Methyl Red (medium MR-VP + Methyl Red), uji Voges Proskauer (medium MR-VP + KOH 40%) dan uji Karbohidrat (medium khusus gula). 4. Mikroorganisme Dominan

Untuk mendapatkan jenis bakteri dominan yang berperan dalam pengolahan biologis limbah cair karet dilakukan pencocokan karakteristik fisik dan biokimia


(5)

yang didapat dengan karakteristik bakteri yang terdapat dalam Bergey’s manual for Identification (Buchanan and Gibbons (1974) dan Cowan and Steels (1973). III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Limbah Cair Karet

Parameter limbah cair industri karet yang dianalisis berdasarkan pada Kep. MENLH No. 51/MENLH/10/1995 serta revisinya dan SK Gubernur No. 660.1-614-1997. Hasil pengukuran parameter limbah cair karet di bak pengumpul limbah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1Kualitas Limbah Cair Industri Karet PT Lembah Karet Padang

Kualitas limbah cair Parameter

Limbah cair karet (mg/l) Baku mutu (mg/l)

BOD 150 60

COD 300 200

TSS 150 100

Amoniak Total 13 5

Amoniak Total 36 10

pH 5,6 6-9

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kualitas limbah cair karet masih diatas baku mutu yang ada sehingga perlu diolah.

Pengolahan Limbah Cair Karet dengan Reaktor MSL

Reaktor MSL yang digunakan untuk mengolah limbah cair karet sudah dalam kondisi steady state. Laju pembebanan saat pengolahan adalah 1000 l/m2/hr. Hasil

penyisihan masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel 2. Identifikasi Bakteri

1.Penghitungan Jumlah Koloni Bakteri

Pada setiap lapisan tanah dilakukan penghitungan koloni bakteri dengan menggunakan colony counter, hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.


(6)

Tabel 2 Hasil Pengolahan Limbah Cair Karet dengan Reaktor MSL

Konsentrasi Parameter

I II III IV V VI

BOD (mg/l) 4,71 2,61 0,05 2,26 2,08 2,31

COD (mg/l) 5 10 23 1 10 8

TSS (mg/l) 4 5 6,5 4 9 2

Amoniak Total (mg/l) 7,1 3,48 0,69 0,06 0,8 0,77 Nitrogen Total (mg/l) 10,38 9,88 16,85 17,82 15,54 15,75

pH 6,75 6,13 6,38 6,29 6,85 6,09 I-IV: waktu pengukuran (1 x 15 hari)

Tabel 3. Jumlah Koloni Bakteri

No Lapisan tanah Jumlah koloni bakteri

1 Lapisan 1 103.104

2 Lapisan 2 96.104

3 Lapisan 3 90.104

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat jumlah koloni bakteri pada lapisan paling atas lebih banyak daripada lapisan dibawahnya. Hal ini dikarenakan semakin jauh jarak lapisan tanah dari permukaan MSL, maka kemungkinan berkontak dengan udara semakin kecil sehingga kondisi lingkungan hidup bakteri menjadi strict anaerob dan bakteri yang dapat hidup lebih banyak bakteri yang strict anaerob. 2.Pemurnian dan Isolasi Bakteri

Proses isolasi pada medium NA modifikasi dilakukan sebanyak lima kali sampai didapatkan koloni yang dianggap murni yaitu 24 jenis biakan bakteri.

3.Pengamatan secara makroskopis

Pengamatan secara makroskopis dilakukan untuk melihat perbedaan bentuk koloni bakteri. Hasil pengamatannya dapat dilihat pada Gambar 1-4.

putih 75% putih buram

25%


(7)

Gambar 1. Persentase Jumlah Koloni Bakteri Berdasarkan Warna Dari gambar 1 dapat dilihat bakteri dominan adalah berwarna putih (75 %) dan sisanya berwarna putih buram (25 %).

Bentuk menyebar

75%

Bentuk bundar 21% Bentuk Filamen 4%

Bentuk menyebar Bentuk bundar Bentuk Filamen

Gambar 2. Persentase Jumlah Koloni Bakteri Berdasarkan Bentuk Gambar 2 memperlihatkan bahwa bentuk koloni dominan adalah menyebar (75 %), selebihnya berbentuk bundar (20,8 %) dan sisanya berbentuk filamen (4,2 %). Berdasarkan bentuk permukaan koloni dapat dilihat pada Gambar 3 dan berdasarkan bentuk pinggiran koloni dapat dilihat pada Gambar 4.

Licin 96% Keriput

4%

Licin Keriput

Gambar 3. Persentase Jumlah Koloni Bakteri Berdasarkan Perbedaan Bentuk Permukaan Koloni

Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa bentuk permukaan koloni dominan adalah licin (95,8 %) dan sedikit yang keriput (4,2%)

Tidak rata 75% Rata

21%

Bercabang 4%

Tidak rata Rata Bercabang

Gambar 4. Persentase Jumlah Koloni Bakteri Berdasarkan Perbedaan Bentuk Pinggiran Koloni


(8)

Bentuk pinggiran koloni dominan adalah tidak rata atau bergirigi (79,2%) dan sisanya mempunyai pinggiran koloni rata (20,8 %)

4.Pengamatan secara mikroskopis

Pengamatan secara mikroskopis dilakukan untuk mengetahui perbedaan bentuk dan ukuran sel bakteri. Pengamatan secara mikroskopis juga untuk mengetahui gram bakteri. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 5-6.

Gambar 5 memperlihatkan rentang ukuran sel berkisar antara 1,5–10 μm dan 0,5– 1,5 μm dan dominan 3–5 μm dan 0,5–1,5 μm (58,33 %).

25

58.3

16.7 0

10 20 30 40 50 60

pe

rs

en

ta

se

(%

)

< 3 x 0.5 - 1.5 μm 3 - 5 x 0.5 - 1.5 μm > 5 x 0.5 - 1.5 μm

ukuran sel baketri

ukuran sel bakteri

Gambar 5. Persentase Jumlah Bakteri Berdasarkan Ukuran Sel

33.3

8.3

58.3

0.0

0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0

Ju

m

la

h

Monobacillus Streptobacillus

Bentuk sel bakteri gram

-gram +

Gambar 6. Jumlah Bakteri Berdasarkan Perbedaan Bentuk Sel

Bakteri yang didapat dari pengamatan secara mikroskopis adalah berbentuk batang atau bacillus. Sel bakteri ada yang berbentuk streptobacillus dan monobacillus dan berdasarkan perbedaan reaksi pewarnaan gram adalah gram positif (91,67%) dan gram negatif (8,33%)

5.Uji Biokimia

Hasil pengamatan uji reaksi kimia terhadap 24 jenis sampel bakteri ternyata banyak yang menunjukan hasil yang sama, sehingga didapatkan 13 buah biakan murni yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 4.


(9)

Tabel 4. Uji Biokimia

No A B C D E F G H I J K L

1 - + + + + + + + + + + + 2 - + + + + + + + - - + - 3 - + + - + + + + + + + - 4 + + + + + + + + + + + - 5 + + + + + + + + + + + + 6 + + + + + + + + + + - - 7 - + - + + + + + + + + - 8 + + + + + + + + + + + + 10 - + - + + + + + + + + + 11 + + + + + + + + + + - + 12 - - - + + + + + + + + + 13 - + + + + + + + - - + +

Spesies Bakteri Dominan

Berdasarkan hasil penelitian dan mencocokan dengan determinasi Buchanan dan Gibbon ((1974)) maka dapat diketahui nama spesies bakteri yang berperan dalam pengolahan limbah karet dengan jenis dominan adalah Bacillus licheniformis (20,83%), Desulfomaculum nigricans (16,67%), Desulfomaculum ruminis (12,5%), Bacterionema matruchotti (8,33), Clostridium tetani (8,33%) dan yang lain masing-masing 4,17% dan lebih dapat terlihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Spesies Bakteri

No Nama bakteri

1 Bacillus licheniformis 2 Desulfomaculum nigricans 3 Desulfomaculum ruminis 4 Bacterionema matruchotti 5 Clostridium tetani 6 Bacillus polimyxa 7 Clostridium sordelli 8 Fusobacterium aqutile 9 Citrobacter intermedius 10 Enterobacter cloacea 11 Bacteroides putredisi 12 Clastridium berjerick 13 Actinomyces viscosus

Ket: A : Uji Urea B : Uji Katalase C : Uji Sulfida D : Uji Sitrat

E : Uji Glukosa F : Uji Laktosa G : Uji Manitol H : Uji Sukrosa I : Uji Pergerakan J : Uji Indol K : Uji Voges Proskauer L : Uji Methyl Red


(10)

Karakteristik Bakteri Dominan 1. Bacillus licheniformis

Pada medium NA modifikasi koloni Bacillus licheniformis tumbuh menyebar dengan pinggiran koloni tidak rata, berwarna putih buram–putih, sel berbentuk batang, diameter batang 0,5 –1 m, panjang sel 5–10 m dan gram positif. Sel umumnya berbentuk rantai. Pengamatan secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 7.

Menurut Buchanan dan Gibbons (1974), jenis Bacillus licheniformis bergerak dengan flagella dan hidup pada temperatur 5–55 0C. Jenis ini biasa ditemukan di

tanah dan makanan.

Gambar 7. Bacillus licheniformis dengan perbesaran 1000x

Berdasarkan hasil uji biokimia dapat dilihat bahwa bakteri Bacillus licheniformis dapat memfermentasi beberapa jenis gula, reaksi urea positif, katalase positif, H2S

positif, sitrat positif, indol positif, voges prokauer positif, methyl red positif. 2. Desulfomaculum nigricans

Berdasarkan pengamatan secara makroskopis pada medium NA modifikasi, koloni dari Desulfomaculum nigricans tumbuh menyebar, pinggiran koloni bergerigi, koloni berwarna putih–putih buram, permukaan koloni datar dan licin, sel berbentuk batang, diameter sel 0,5–1 m, panjang sel 5–6 m dan gram positif. Sel umumnya berbentuk batang tunggal (monobacillus). Hasil pengamatan seperti terlihat pada Gambar 8.

Karakteristik lain dari Desulfomaculum nigricans adalah bergerak dengan peritrichous flagella, dapat menghasilkan spora dan bersifat strict anaerobic. Umumnya tumbuh pada rentang temperatur 35–55 0C, tapi ada juga yang dapat


(11)

tumbuh pada suhu <35 0C. Jenis ini biasa ditemukan di tanah, air tawar dan

saluran pencernaan serangga (Buchanan dan Gibbons, 1974).

Gambar 8. Desulfomaculum nigricans dengan 1000x perbesaran

Hasil uji reaksi biokimia dari Desulfomaculum nigricans adalah dapat memfermentasi gula, urea negatif, katalase positif, H2S positif, sitrat positif, indol,

methyl red, voges prokauer positif. 3. Desulfomaculum ruminis

Desulfomaculum ruminis pada medium NA modifikasi tumbuh dengan bentuk koloni bundar dan pinggiran koloni rata, berwarna putih buram, sel berbentuk batang, diameter batang 0,5–1,5 m, panjang sel 3–4 m, gram positif. Sel umunya berbentuk rantai batang (streptobacillus) sperti terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Desulfomaculum ruminis dengan 1000x perbesaran

Desulfomaculum ruminis merupakan jenis yang mempunyai alat gerak peritrichous flagella dan dapat menghasilkan spora. Jenis ini umumnya dapat tumbuh 30-48 0C dan biasanya ditemukan di tanah, air tawar, makanan busuk,

saluran pencernaan serangga dan dalam rumen (Menurut Buchanan dan Gibbons, 1974)

Hasil uji biokimia dapat dilihat, bakteri Desulfomaculum ruminis dapat memfermentasi beberapa jenis gula, reaksi urea positif, katalase positif, H2S


(12)

Peranan bakteri terhadap limbah cair karet

Kesesuaian limbah cair pabrik karet yang diolah dengan bantuan bakteri yang berperan mendegradasi limbah cair pabrik karet dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Peranan bakteri terhadap limbah cair karet

Parameter limbah cair

karet Konsentrasi limbah cair karet Mikroorganime yang berperan

BOD (mg/l) 150 Semua jenis bakteri yang ditemukan COD (mg/l) 300 Semua jenis bakteri yang ditemukan

Amoniak (mg/l) 13 #

Nitrogen (mg/l) 36 B. licheniformis,

C. tetani, C. sordelii, B. matruchotii**,

B. polymxa dan A. viscosus**

pH 4,7-9 Semua jenis bakteri yang ditemukan

Temperatur* 25-350C Semua jenis bakteri yang ditemukan

Ket: *Tidak termasuk dalam baku mutu **Bakteri fakultatif anaerob

#Bakteri aerob

Uraian lebih lengkap tentang peranan bakteri terhadap pengolahan limbah cair pabrik karet pada masing-masing parameter sebagai berikut:

1. BOD

Penurunan nilai BOD dapat diindikasikan dengan besarnya bahan organik yang terurai secara biologi. Bakteri yang mampu menurunkan nilai BOD adalah semua jenis bakteri yang ditemukan. Hubungan ini dapat dilihat berdasarkan uji reaksi karbohidrat yaitu: semua jenis bakteri yang ditemukan dapat menguraikan senyawa gula yang merupakan salah satu jenis zat organik.

2. COD

COD menyatakan banyaknya O2 yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik

yang biodegradable dan non biodegradable. Dari hasil pengukuran COD menunjukkan nilai penurunan yang tinggi. Hal ini dikarenakan reaksi pada kedua zone berlangsung sempurna dan menghasilkan produk gas CO2 dan metan.

3. Amoniak total.

Parameter amoniak tidak mempunyai pengaruh terhadap bakteri pada kondisi anaerob karena penurunan parameter amoniak terjadi pada zone aerob.


(13)

4. Nitrogen total

Penurunan parameter nitrogen terjadi melalui proses denitrifikasi yang menghasilkan nitrogen (N2(g)). Berdasarkan Buchanan and Gibbons (1974),

bakteri yang berperan dalam mereduksi senyawa nitrat adalah Bacillus licheniformis, Clostridium tetani, Clostridium sordelii, Bacteronema matruchotii, Bacillus polymxa dan Actinomyces viscosus.

5. Parameter pH

Limbah cair karet mempunyai pH 4,7-9 dan bakteri 5,3-7,5. Dari data tersebut dapat disimpulkan bakteri dominan yang didapatkan dapat hidup pada limbah cair karet pada kisaran pH yang dimiliki oleh bakteri.

6. Temperatur

Limbah cair karet mempunyai temperatur 250C-350C dan bakteri 50C-550C.

Berdasarkan rentang temperatur yang dimiliki limbah cair karet, bakteri dapat hidup pada limbah cair karet karena rentang temperatur limbah cair karet.

IV. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan penelitian tentang identifikasi mikroba anaerob yang berperan dalam pengolahan limbah cair karet dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Hasil pengolahan limbah cair karet berdasarkan parameter TSS 2,2 mg/l, BOD 12,3 mg/l, COD 9,5 mg/l, amoniak total 2,2 mg/l dan nitrogen total 14,2 mg/l dan pH 6,3.

2. Jumlah koloni bakteri pada tiga lapisan tanah pada rektor MSL adalah lap 1: 103 x 104, lap 2: 96 x 104, dan lap 3: 90 x 104.

3. Berdasarkan pengamatan secara makroskopis koloni bakkteri dominan berwarna putih, tumbuh menyebar, permukaan licin dengan pinggiran tidak rata, sedangkan berdasarkan pengamatan secara mikroskopis adalah sel bakteri berbentuk batang, gram positif dan ukuran sel 4–5 m dan 0,75–1 m.

4. Dari pengamatan uji reaksi biokimia didapat jenis spesies bakteri dominan yang sebagian mampu menguraikan senyawa urea, menghasilkan enzim


(14)

katalase, menghasilkan gas H2S, mampu menguraikan senyawa sitrat, mampu

memfermentasi gula, menghasilkan senyawa indol, mempunyai alat gerak dan beraksi positif dengan methyl red dan voges prokauer.

5. Berdasarkan semua uji dan pengamatan yang dilakukan, maka didapatkan jenis bakteri dominan: Bacillus licheniformis 20,83 %, Desulfomaculum nigricans 16,67%, Desulfomaculum ruminis 12,5%, Bacterionema matruchotti 8,33%, Clostridium tetani 8,33% dan yang lainnya masing-masing sebanyak 4,17%.

6. Bakteri dominan yang didapat mampu mendegradasi limbah cair karet. Hal ini dapat dilihat dari peranan bakteri terhadap limbah cair karet berdasarkan parameter pH, temperatur, BOD, COD, nitrogen.

Saran

Dari penelitian yang dilakukan maka dapat diberikan beberapa saran antara lain : 1. Menggunakan medium khusus anaerob supaya bakteri yang tumbuh hanya

bakteri anaerob, sehingga hasil biakan yang didapat tidak ada kemungkinan terkontaminasi bakteri aerob.

2. Melakukan identifikasi bakteri aerob untuk mengetahui simbiosis bakteri anaerob dan aerob sehingga kinerja pengolahan reaktor MSL dapat ditingkatkan

3. Menggunakan bakteri yang didapatkan untuk diaplikasikan pada metode pengolahan lain sehingga didapatkan berbagai macam metode pengolahan yang memanfaatkan bakteri yang mampu mendegradasi limbah cair karet. 4. Menggunakan software untuk mempermudah pencocokan karakteristik bakteri

yang didapatkan dengan kunci determinasi identifikasi bakteri sehingga mendapatkan hasil yang lebih signifikan (misalnya: API 20A, API labplus, dan lain-lain).

DAFTAR PUSTAKA

Buchanan, R.E and N.E Gibbon. 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Eight Edition. The William and Walkins Company Inc: California.


(15)

Cappuccino, James G, N. Sherman. 1987. Microbiology: A Laboratory Manual, The Benyamin/Cummings Publishing Co, Inc.

Cowan, S.T & D. Steels, 1973. Manual for Identification of Medical Bacteria, Second Edision. Cambridge University Press: London

Fardiaz, S. 1993, Analisis Biologi Pangan. PT. Raja GraFindo Persada: Jakarta. Grady, C.P.L. & H.C. Lim. 1980. Biological Wastewater Treatment: Theary and

Applications. Marcel Dekker, INC. NewYork

Salmariza. 2002. Minimalisasi Pencemaran Industri Crumb Rubber dengan Metoda MSL (Multi Soil Layering). Padang, Sumatera Barat.

Sutedjo, Mul Mulyani, S. Agkertasepoetra. 1991. Mikrobiologi Tanah. PT Rineka Cipta : Jakarta.

Wakatsuki, T., Esumi and Omura, S. 1993. High performance and N & P- removable on-site domestic wastewater treatment system by Multi Soil Layering Method, Wat. Sci. Tech., 27 (1), 31-40.


(16)

Pengaruh Variasi Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi pada Penyisihan Senyawa Organik dari Air Buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit

dengan Sequencing Batch Reactor Aerob

Effect of Ratio of Reaction Time to Stabilization Time in Organic Compound Removal from Palm Oil Industry Wastewater in Aerobic

Sequencing Batch Reactor

Oleh

Denny Helard, MT

Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Andalas

ABSTRAK

Sequencing Batch Reactor (SBR) aerob merupakan salah satu unit proses yang digunakan untuk mengolah air buangan dengan kandungan organik yang tinggi. Penelitian ini menggunakan reaktor SBRaerob untuk menyisihkan senyawa organik dari air buangan Pabrik Minyak Kelapa Sawit (PMKS) yang dioperasikan sebanyak tiga kali dengan masing-masingnya tiga kali siklus. Setiap siklus memiliki tahapan proses yaitu pengisian, reaksi, pengendapan, pengurasan dan stabilisasi yang semuanya dilakukan dalam satu reaktor. Air buangan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari efluen kolam anaerob PMKS PT. PT AMP Plantation, Kabupaten Agam, Sumartera Barat. Penelitian dilakukan dengan memvariasikan waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi, yaitu 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam dan 6:6 jam/jam. Parameter yang diukur adalah: BOD, COD, VSS, DO, pH dan temperatur. Konsentrasi influen berada dalam rentang 1363,78-2015,31 mg COD/L. Dengan sistem ini, senyawa organik yang dapat direduksi dengan efisiensi rata-rata pada rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi (r:s) 4:4 jam/jam sebesar 61,33%; r:s 6:4 jam/jam sebesar 86,60%; r:s 4:6 jam/jam sebesar 59,65%; dan r:s 6:6 jam/jam sebesar 67,35%. Pengolahan air buangan PMKS dengan SBR aerob ini memberikan hasil yang cukup baik terutama jika dibandingkan dengan hasil pengolahan air buangan PMKS dengan metoda yang lain. Peningkatan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan efisiensi penyisihan senyawa organik dari air buangan PMKS. Hal ini disebabkan karena lebih panjangnya waktu kontak antara mikroorganisma dengan air buangan pada kondisi substrat yang berlebih sehingga proses degradasi senyawa organik dapat berjalan optimal.

Kata kunci: sequencing batch reactor (SBR) aerob, PMKS, waktu reaksi, waktu stabilisasi.

ABSTRACT

Aerobic Sequencing Batch Reactor (SBR) is one of unit process of wastewater treatment for high organic compound removal. This research has done by using aerobic SBR for palm oil industries wastewater treatment. To know the SBR reactor performance to treat wastewater of palm oil industries wastewater, this research was done at 4 (four) time ratios of reaction to stabilization time that were 4:4 hour/hour, 6:4 hour/hour, 4:6 hour/hour, and 6/6 hour/hour. The result showed that for the concentration of organic compound as influent was about 1350 mg COD/L, the


(17)

efficiencies at ratio of reaction time to stabilization time (r : s) 4:4 jam/jam ; r:s 6:4 jam/jam ; r:s 4:6 jam/jam and r:s 6:6 jam/jam were 61,33%, 86,60%, 59,65%, 67,35%, respectively. The increasing of reaction time from 4 hours to 6 hours could increase the removal efficiency of organic compound in palm oil industries wastewater.

Keyword: SBR aerob, palm oil’s factory wastewater, reaction time, stabilization time.

1. PENDAHULUAN

Limbah pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) yang mengandung sejumlah padatan tersuspensi, terlarut, dan mengambang merupakan bahan-bahan organik dengan konsentrasi tinggi (BOD limbah mencapai 25.000 mg/l) (Ginting, 1996). Selain itu kebutuhan air untuk proses ekstraksi minyak kelapa sawit dari tandan buah segar (TBS) sangat besar. Jumlah air yang dibutuhkan rata-rata mencapai 1,5 m3/ton TBS yang digiling. Dari jumlah tersebut sekitar 1,2 m3 diantaranya dikeluarkan sebagai

limbah, atau sekitar 2,5 ton limbah/ton produksi minyak jika diperkirakan berdasarkan produksi minyak (Cornelius, 1983). Dengan beban yang demikian besar, air buangan PMKS akan menjadi sumber pencemar potensial bagi lingkungan. Jumlah air buangan PMKS yang besar dengan kandungan organik dan nutrien yang tinggi dan bersifat asam, bila dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu akan menurunkan kualitas perairan yang secara langsung akan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.

Salah satu alternatif yang bisa diterapkan untuk mengolah air buangan PMKS yang telah melalui proses pengolahan fisis dan pendahuluan adalah sistem biologis

Sequencing Batch Reactor (SBR). Sistem SBR bisa dilakukan secara aerob dan

anaerob. SBR merupakan suatu proses yang bersifat siklus dan beroperasi pada persaingan antara siklus dari reaksi yang terjadi dalam reaktor. Siklus SBR akan terdiri dari lima fase yaitu pengisian (fill), reaksi (react/batch), pengendapan (settle), pengurasan (draw), dan stabilisasi (idle). Semua tahapan proses tersebut berlangsung dalam suatu reaktor sehingga memudahkan pengelolaannya. Pada penelitian ini yang akan digunakan adalah SBR aerob. Proses aerob dipilih karena proses ini bisa digunakan untuk menyisihkan bahan organik terlarut dengan konsentrasi 50-4000 mg COD/L yang sesuai dengan karakteristik limbah kelapa sawit yang telah mengalami proses pengolahan pendahuluan. Selain itu proses aerob juga memiliki kelebihan yaitu tidak menimbulkan bau, waktu detensi singkat, dan efisiensi penggunaan ruang yang tinggi.

Penelitian menggunakan SBR yang telah diterapkan secara luas untuk jenis air buangan yang bervariasi terbukti memiliki efisiensi penyisihan yang memuaskan sehingga penggunaan SBR aerob untuk mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang telah mengalami proses pengolahan fisis dan pendahuluan menjadi sangat mungkin untuk dilakukan dan dikembangkan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kinerja reaktor SBR aerob dalam menyisihkan senyawa organik dari air buangan PMKS dengan melakukan perlakuan variasi waktu raksi terhadap waktu stabilisasi.


(18)

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Sequencing Batch Reactor (SBR) aerob dalam beberapa tahapan yaitu studi literatur, persiapan reaktor, alat dan bahan, pengkondisian reaktor (aklimatisasi), proses pengolahan (running), pengolahan dan analisis data, dan penyusunan laporan.

2.1. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

 Reaktor jenis Circulating Bed Reactor (CBR) yang dioperasikan secara SBR yang terbuat dari plexiglass sebanyak lima (5) buah berkapasitas 5 liter dan ukuran tinggi 30 cm, panjang 16 cm, dan lebar 10 cm. Empat (4) buah reaktor digunakan untuk running, masing-masing untuk satu rasio waktu dan satu lagi digunakan untuk cadangan biomassa. Reaktor dilengkapi dengan sparger pada dasar reaktor yang dipenuhi dengan lubang-lubang pada setengah bagian luasnya untuk mengalirkan udara sehingga diharapkan akan tercipta kondisi tercampur sempurna.Skema alat dapat dilihat pada gambar 2.1.

Air pump untuk masing-masing reaktor, berfungsi untuk suplai oksigen, dan

untuk pengadukan substrat di dalam reaktor dengan pemberian udara melalui

sparger.

 Tangki pengisi influen yang ditempatkan pada posisi yang lebih tinggi dari reaktor sehingga dapat mengalirkan influen secara gravitasi dengan debit 2 L/jam.

S1 S2

S3 S4

Gambar 2.1Instalasi SBR

Keterangan:

A : Tangki Penampung Influen/ umpan B : Reaktor untuk rasio 4:4 jam/jam C : Reaktor untuk rasio 4:6 jam/jam D : Reaktor untuk rasio 6:4 jam/jam E : Reaktor untuk rasio 6:6 jam/jam F : Pompa Aerasi

S0 : Titik sampling influen

S1, S2, S3: Titik-titik sampling dan efluen

S3

S2

S1

S3

S2

S1

S3

S2

S1

S3

S2

S1

So

So

So

So

A

B C D E

F


(19)

2.2. Kriteria Desain Reaktor

Kriteria desain yang digunakan untuk pembebanan organik (F/M) berkisar antara 0,04-0,06 COD mg/l / MLVSS mg/l/hari yang mengacu pada kriteria desain Innocentia, L., et al., (2002) yang berada pada kisaran 0,02-0,08 CODmg/l / MLVSS mg/l/hari.

2.3. Pengkondisian Reaktor 2.3.1. Pembibitan (Seeding)

Proses seeding dilakukan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme sehingga didapatkan jumlah biomassa yang mencukupi untuk mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit. Bibit mikroorganisme diambil dari lumpur kolam pengolahan air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang ditumbuhkan secara aerob. Pada tahap

seeding ini yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi zat organik (substrat), dan

VSS. Pada awalnya digunakan campuran air buangan dengan glukosa dengan perbandingan 25:75. Konsentrasi glukosa dikurangi secara bertahap sampai akhirnya digunakan air buangan pabrik minyak kelapa sawit 100%.

Selama periode waktu detensi tertentu dilakukan pemeriksaan parameter organik, VSS, TSS, pH, dan temperatur. Terjadinya penambahan biomassa ditandai dengan warna lumpur yang semakin gelap (coklat kehitaman). Konsentrasi oksigen terlarut (DO) selalu dijaga di atas 4 mg/l untuk memastikan proses aerob dapat berlangsung dengan baik. Temperatur juga dijaga pada temperatur kamar, selain itu pH juga dijaga agar tetap dalam kisaran normal yaitu berkisar antara 7,0-8,5 dengan cara penambahan larutan asam atau basa.

2.3.2. Aklimatisasi

Proses aklimatisasi dilakukan untuk mendapatkan suatu kultur mikroorganisme yang stabil dan dapat beradaptasi dengan air buangan pabrik kelapa sawit yang telah disiapkan. Selama masa aklimatisasi kondisi dalam reaktor dibuat tetap aerob dengan menjaga konsentrasi, temperatur, dan pH. Proses ini dilakukan secara batch.

Ke dalam masing-masing reaktor ditambahkan secara bertahap air buangan pabrik minyak kelapa sawit dengan konsentrasi yang semakin meningkat. Peningkatan konsentrasi secara bertahap ini bertujuan untuk menghindari terjadinya pembebanan tiba-tiba (shock loading) yang dapat mematikan mikroba, dan untuk menyeleksi mikroba yang mampu mengolah air buangan pabrik minyak kelapa sawit sesuai dengan kondisi operasi nantinya.

Proses aklimatisasi dapat dianggap selesai jika pH, VSS, temperatur, dan efisiensi penyisihan senyawa organik telah konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Sebelum reaktor dioperasikan, terlebih dahulu dihitung konsentrasi air buangan pabrik minyak kelapa sawit yang nantinya dijadikan konsentrasi pada saat pengoperasian reaktor tanpa divariasikan.

2.4. Pengoperasian Reaktor

Setelah masa aklimatisasi selesai, dimana mikroorganisma diperkirakan sudah cukup mampu untuk mengolah air buangan PMKS secara SBR maka reaktor siap dioperasikan. Operasi dilakukan sesuai dengan tahapan SBR yaitu pengisian, reaksi, pengendapan, pengurasan, dan stabilisasi. Yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah tahap reaksi dan stabilisasi. Pengoperasian reaktor dilakukan dengan


(20)

(r:s) yaitu 4:4, 4:6, 6:4, dan 6:6 jam/jam. Reaktor dioperasikan untuk 3 kali running

dengan jarak antar running 1 minggu. Hal ini dilakukan agar reaktor cukup stabil untuk dioperasikan dan dilakukan penambahan biomassa dari reaktor cadangan Satu kali pengoperasian terdiri dari 3 kali siklus, sehingga total waktu untuk 1 kali

running untuk reaktor 4:4, 4:6, 6:4, dan 6:6 jam/jam dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Waktu dan Tahapan Pengoperasian SBR Aerob Rasio Waktu Reaksi terhadap

Stabilisasi (jam:jam) Aerasi

Tahapan SBR

4 : 4 4 : 6 6 : 4 6 : 6

Fill (pengisian),

React (reaksi),

Settle (pengendapan)

dan Decant

(pengurasan),

Idle (stabilisasi)

1 jam 4 jam 3 jam 4 jam

1 jam 4 jam 3 jam 6 jam

1 jam 6 jam 3 jam 4 jam

1 jam 6 jam 3 jam 6 jam

on on off on

Waktu untuk 1 Siklus 12 jam 14 jam 14 jam 16 jam

Waktu Total 36 jam 42jam 42 jam 48 jam

Titik-titik sampling adalah influen, akhir pengisian atau awal reaksi, kondisi reaktor pada akhir reaksi, supernatan, dan lumpur pada akhir tahap stabilisasi. Titik pengambilan sampel yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 5.4 berikut.

1 jam 4 dan 6 jam 3 jam 4 dan 6 jam

Fill React Settle & Decant Idle

Gambar 2.3 Titik Pengambilan Sampel

Keterangan:

1. Influen reaktor

2. Substrat pada akhir tahap pengisian (fill)

3. Substrat pada akhir tahap reaksi (react)

4. Supernatan pada akhir tahap pembuangan (decant)

5. Lumpur pada akhir tahap stabilisasi (idle)

2.5. Pengukuran Parameter

Untuk tiap sampel, pengukuran parameter dilakukan secara triplo. Parameter yang akan diukur selama penelitian ini adalah BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD

(Chemical Oxygen Demand), VSS (Volatile Suspended Solid), dan parameter

lingkungan yang mencakup: temperatur, pH, dan DO (Dissolved Oxygen). Analisis parameter BOD, COD, dan VSS dilakukan mengacu pada Standard Methods (APHA, AWWA, WEF, 1998)


(21)

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Tahap Pembibitan (Seeding) dan Aklimatisasi

Kegiatan pembibitan dan aklimatisasi berlangsung selama ± 2 (dua) bulan. Seeding

dilakukan pada 5 buah reaktor (4 reaktor untuk running, 1 reaktor untuk cadangan). Pada proses seeding, reaktor diisi dengan campuran air buangan dan glukosa dengan rasio 25:75 (merupakan perbandingan konsentrasi), kemudian glukosa dikurangi sedikit demi sedikit sampai akhirnya digunakan air buangan seluruhnya. Kebutuhan nitrogen dan fosfor secara umum didasarkan pada rasio air buangan dengan rasio COD:N:P sebesar 100:5:1 (Benefild dan Randall,1980).

Pada proses seeding dan aklimatisasi diperlukan suatu kondisi lingkungan yang mendukung untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme secara optimal. Jika pH cenderung asam, dilakukan penambahan basa (NaOH), sebaliknya jika pH cenderung basa dilakukan penambahan asam (H2SO4). Jika terjadi kekurangan

biomassa pada reaktor (ditentukan dengan pengukuran VSS), maka ditambahkan biomassa dari reaktor cadangan. Pada masa aklimatisasi parameter yang diukur adalah persentase penyisihan zat organik (COD), VSS, pH, DO dan temperatur. Pemeriksaan kandungan organik air buangan dilakukan pada influen dan efluen hasil pengolahan, sehingga diperoleh persentase penyisihan. Pengukuran kandungan organik dilakukan dengan menggunakan metoda permanganat (KMnO4). Pemilihan

metoda ini, dibandingkan dengan metoda kromat (K2Cr2O7) yang lebih teliti, hanya

karena pertimbangan biaya.

Proses aklimatisasi dilakukan dengan rasio waktu yang sama dengan waktu running. Proses ini dilakukan sampai didapatkan kandungan organik, pH, dan temperatur di dalam reaktor cenderung konstan dengan fluktuasi yang tidak lebih dari 10%. Selama masa aklimatisasi, penyisihan zat organik terus meningkat dan akhirnya relatif stabil. pH berada dalam rentang yang masih dapat ditolerir oleh bakteri yaitu 7,5-8,5. Bila pH berada sedikit pada kondisi alkali , 6-9, maka bakteri akan tumbuh paling baik (Atlas & Bartha, 1991). Temperatur berada pada kondisi yang mendukung yaitu berkisar (25-30,2)°C, jumlah kebutuhan oksigen juga cukup untuk kebutuhan pengolahan yaitu dalam rentang yaitu 2,13-8,29 mg/l. (diatas 2 mg/l). Penyisihan zat organik yang terjadi pada reaktor berkisar 15,29-60,25% dengan fluktuasi pada akhir masa aklimatisasi telah memenuhi syarat yaitu tidak lebih dari 10%. Secara berturut-turut, penyisihan pada akhir masa aklimatisasi untuk reaktor 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam, dan 6:6 jam/jam, adalah 54,17%, 53,14%, 53,37%, dan 54,85%. Grafik performa reaktor pada masa pembibitan dan aklimatisasi ini dapat dilihat pada gambar 3.1 sampai dengan 3.5 berikut.

3.2. Kinerja SBR-aerob dalam Menyisihkan Senyawa Organik

Untuk mengetahui pengaruh rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi (r:s) dalam penyisihan bahan organik dan konsentrasi biomassa, maka dilakukan penelitian dengan 4 variasi waktu reaksi terhadap stabilisasi yaitu 4:4 jam/jam, 6:4 jam/jam, 4:6 jam/jam dan 6:6 jam/jam. Reaktor yang digunakan 5 buah (4 reaktor utama dan 1 reaktor cadangan) dengan 3 variasi waktu yang ditetapkan. Setiap reaktor dioperasikan sebanyak 3 kali running dan masing-masingnya terdiri dari 3 siklus yang berurutan. Jarak antara masing-masing running adalah satu minggu untuk mengetahui performa/kestabilan reaktor. Pengambilan data dilakukan secara triplo.


(22)

Nilai Temperatur pada Saat Aklimatisasi

20 25 30 35

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari

ke-T, o

C

'4:4 '6:4 '4:6 '6:6

Nilai pH pada Saat Aklimatisasi

7,00 7,50 8,00 8,50 9,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari

ke-'4:4 '6:4 '4:6 '6:6

Gambar 3.1. Grafik Nilai Temperatur

pada saat Aklimatisasi Gambar 3.2. Grafik Nilai pH pada saat Aklimatisasi

Grafik Nilai VSS pada Saat Aklimatisasi

0,00 2000,00 4000,00 6000,00 8000,00 10000,00 12000,00 14000,00 16000,00 18000,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari ke-VS S, m g/ L

'4:4 '6:4 '4:6 '6:6

Grafik Nilai DO pada Saat Aklimatisasi

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari

ke-D

O

, m

g/L

'4:4 '6:4 '4:6 '6:6

Gambar 3.3. Grafik Nilai VSS pada saat

Aklimatisasi Gambar 3.4. Grafik Nilai DO pada saat Aklimatisasi

Grafik Efisiensi Penyisihan COD pada Saat Aklimatisasi 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Hari ke-% p en yis ih an

'4:4 '6:4 '4:6 '6:6

Gambar 3.5. Grafik Efisiensi Penyisihan COD pada saat Aklimatisasi

3.2.1. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:4 jam/jam

Kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 4:4 jam/jam untuk setiap siklus pada setiap running dapat dilihat pada gambar 3.6 dan 3.7. Dari grafik yang disajikan jelas terlihat bahwa penyisihan senyawa organik dari running satu, dua, dan tiga memperlihatkan tingkat penyisihan yang tidak jauh berbeda (fluktuasi kurang dari 10%), demikian juga yang terjadi pada setiap siklus dalam tiap running. Hal ini menandakan bahwa kultur mikroorganisme yang berada dalam reaktor dapat beradaptasi dengan baik terhadap perubahan beberapa paramenter proses seperti pembebanan massa, temperatur, pH, dan DO.


(23)

Pertumbuhan biomassa pada ketiga running memperlihatkan pola yang hampir sama dimana pada siklus satu pertumbuhan mikroorganisma meningkat lalu menurun secara bertahap pada siklus dua dan tiga (lihat tabel 3.1). Rendahnya pertumbuhan mikroorganisma disebabkan oleh kecilnya rasio F/M yang digunakan yaitu berkisar 0,04 – 0,06 dan penurunan jumlah biomassa ini disebabkan karena adanya pengambilan pada setiap fase untuk kebutuhan analisis sampel.

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Running 1 Running 2 Running 3

Pe n yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 40000 40500 41000 41500 42000 42500 43000 43500 44000 44500 45000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.7. Grafik Efisiensi Penyisihan Organik

SBRaerob pada Rasio r:s = 4:4 jam/jam Gambar 3.8. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 4:4 jam/jam

Tabel 3.1. Nilai F/M pada Rasio r:s 4:4 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,050 0,046 0,050

Running 2 0,058 0,059 0,059

Running 3 0,057 0,053 0,052

3.2.2. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 6:4 jam/jam

Perbandingan kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 6:4 jam/jam dapat dilihat pada gambar 3.9. Pada gambar terlihat bahwa fluktuasi penyisihan senyawa organik antar siklus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan efisiensi penyisihan yang terjadi dapat disebabkan oleh utilisasi substrat yang berbeda, keadaan lingkungan reaktor, serta pembebanan yang diberikan. F/M yang digunakan, yang berada pada kisaran 0,04 – 0,06 (tabel 3.2), berdampak pada rendahnya pertumbuhan mikroorganisma karena pada saat pembebanan rendah maka stu mol sunstrat akan dikonversi menjadi 0,7 mol karbondioksida dan 0,3 mol massa sel, namun tingkat utilisasi substrat akan meningkat (Gallert, C. and Winter, J., 2005).

Pertumbuhan biomassa untuk ketiga siklus pada masing-masing running dapat dilihat pada gambar 3.10. Adanya penurunan pertumbuhan mikroorganisma pada setiap siklus disebabkan karena adanya pengulangan siklus yang tanpa henti dari satu siklus ke siklus berikutnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya perubahan lingkungan proses dari waktu ke waktu (Wilderer, 1991 dalam Darmayanti, 2002).


(24)

20 30 40 50 60 70 80 90 100

Running 1 Running 2 Running 3

Pen yi si han C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 34000 36000 38000 40000 42000 44000 46000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.10. Grafik Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam Gambar 3.11. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam

Tabel 3.2. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:4 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,042 0,043 0,040

Running 2 0,059 0,057 0,060

Running 3 0,050 0,044 0,049

3.2.3. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:6 jam/jam

Perbandingan kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 4:6 jam/jam dapat dilihat pada gambar 3.12 dan 3.13. Pada gambar terlihat bahwa fluktuasi penyisihan senyawa organik antar siklus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

20 30 40 50 60 70

Running 1 Running 2 Running 3

Pen yi si han C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.12. Grafik Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam Gambar 3.13. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam

Pada running ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan

running sebelumnya. Selain itu, tingkat effisiensi penyisihan organik yang dapat

dicapai adalah yang paling besar diantara ketiga running. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 4:6 jam/jam tidak begitu bagus, rata-rata 59,65%. Rasio F/M yang digunakan untuk melihat pertumbuhan dan kondisi sel ditunjukkan pada tabel 3.3. Pada tabel dapat dilihat bahwa F/M yang terjadi masih berada dalam rentang 0,04-0,20 (US EPA (TFS3), 1997) Penyisihan yang rendah ini disebabkan pendeknya waktu reaksi sehingga


(25)

kontak antara biomassa dengan substrat tidak begitu efektif, sedangkan waktu stabilisasi lebih panjang.

Tabel 3.3. Nilai F/M pada Rasio r:s 4:6 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,09 0,09 0,08

Running 2 0,06 0,05 0,07

Running 3 0,17 0,09 0,09

3.2.4. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 6:6 jam/jam

Pada Running 1 penyisihan organik yang dapat dicapai sebesar 60,97%, pada

running 2 penyisihan organiknya yaitu 69,13%, dan pada running 3 penyisihan

organik dapat mencapai rata-rata 71,94% (lihat gambar 3.14 dan 3.15). Pada running

ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan running

sebelumnya. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 6:6 jam/jam cukup baik untuk pengolahan, yaitu rata-rata 67,35%. Setelah waktu reaksi diperpanjang menjadi 6 jam, dapat dilihat penyisihan organik lebih stabil dan lebih baik. Proses stabilisasi yang baik juga berperan penting karena proses pelaparan yang terjadi akan membuat mikroorganisme siap menyisihkan bahan organik yang dimasukkan pada siklus berikutnya. Informasi rasio F/M dapat dilihat pada tabel 3.4. Penyisihan organik yang terjadi merupakan aktivitas biomassa yang memanfaatkan bahan yang terdapat dalam air buangan sebagai substrat dan faktor lingkungan yang mendukung.

20 30 40 50 60 70 80

Running 1 Running 2 Running 3

Pen yi si han C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.14. Perbandinga Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam Gambar Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam 3.15. Perbandingan Pertumbuhan

Tabel 3.4. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:6 jam/jam Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,09 0,08 0,08

Running 2 0,06 0,07 0,07


(26)

3.2.5. Perbandingan Kinerja Reaktor SBRaerob pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam

Tujuan dilakukannya perbandingan kinerja dari rasio r:s 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam adalah untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja dari reaktor dalam menyisihkan senyawa organik. Efisiensi penyisihan senyawa organik pada akhir batch untuk rasio r:s = 4:4 pada setiap runningnya secara berturut-turut adalah 59,28%, 64,14%, dan 60,58%; pada rasio r:s = 6:4 adalah 89,22%, 87,91%, dan 88,68%; pada rasio r:s 4:6 adalah 51,95%, 60,64%, dan 66,35%; sementara pada rasio r:s = 6:6 adalah 60,97%; 69,13%; dan 71,94% (lihat tabel 3.5 dan gambar 3.16).

Tabel 3.5 Persentase Penyisihan Yang Dapat Dicapai Masing-Masing Reaktor

Running jam/jam (%) Rasio 4:4 jam/jam (%) Rasio 6:4 jam/jam (%) Rasio 4:6 jam/jam (%) Rasio 6:6

1 59.28 89.22 51,95 60,97

2 64.14 81.91 60,64 69,13

3 60.58 88.68 66,35 71,94

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Rasio 4:4 Rasio 6:4 Rasio 4:6 Rasio 6:6

Pen

yi

si

han

C

OD

, %

running 1 running 2 running 3

Gambar 3.16. Perbandingan Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob yang Dapat Dicapai pada Masing-masing Rasio r:s

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa penambahan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan persentase penyisihan senyawa organik. Semakin panjang waktu reaksi, kontak antara biomassa dengan air buangan makin lama sehingga penyisihan yang didapat lebih baik. Waktu kontak yang panjang diperlukan karena air buangan PMKS terdiri dari bahan organik yang cukup kompleks seperti protein dan lemak sehingga untuk menguraikannya dibutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Darmayanti (2002) yang menyatakan bahwa untuk perpanjangan waktu reaksi akan menghasilkan penyisihan organik yang lebih baik. Namun bukan berarti bahwa jika waktu raksinya diperpanjang lagi penyisihan akan semakin baik karana tingkat penyisihan dalam suatu peride waktu ditentukan oleh banyak faktor terutama konsentrasi biomassa, konsentrasi organik yang dapat dimanfaatkan, dan proses stabilisasi.


(27)

Selain itu, hal ini juga sesuai dengan penelitian Helard (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan waktu stabilisasi tidak berpengaruh pada peningkatan efisiensi penyisihan organik. Proses stabilisasi yang optimal sangat berperan dalam menciptakan keadaan lumpur yang stabil karena pada fase ini terjadi proses pelaparan sehingga mikroorganisma siap melaksanakan siklus selanjutnya. Strategi pengoperasian dengan lama waktu stabilisasi 4 jam dirasa cocok dengan beban organik air buangan PMKS yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1350 mg COD/L, ini terlihat dari stabilnya konsentrasi biomassa pada saat akhir idle untuk keempat reaktor. Nuraini (2002), dalam penelitiannya memvariasikan waktu stabilisasi untuk mengolah air buangan rumah potong hewan dengan menggunakan SBRaerob, juga menyimpulakn stabilisasi yang paling baik untuk efisiensi pengolahan air buangan adalah 4 jam dan menyimpulkan dengan semakin lamanya waktu stabilisasi maka akan semakin banyak pula mikroorganisma yang mengalami lisis (mati).

3.3. Perbandingan Kinerja SBRaerob dengan Beberapa Metoda Pengolahan Lain.

Perbandingan kinerja SBR aerob dengan beberapa metoda pengolahan air buangan PMKS lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Perbandingan Kinerja SBR Aerob dengan Beberapa Penelitian Pengolahan Limbah PMKS

Penelitian Efisiensi Penyisihan COD (%)

Sequencing Batch Reactor Aerob

Reaktor 4:6 Reaktor 6:6 Reaktor 4:6 Reaktor 6:6

61,33% 86,60% 59,65% 67,35%

Multi Soil Layering Systema 69,80%

Anaerobic Fluidized b 65-85%

Filtration – Ultrafiltration c 85%

Centrifugation – Ultrafiltration c 55,80%

Coagulation – Ultrafiltration c 49,50%

Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik d 84,60-93,40%

Sumber: a. Salmariza et al, 2004 b. Mamun, 1997 c. Wong et al, 2002 d. Faisal, 2004

Dari Tabel 3.6 di atas terlihat bahwa kinerja SBR aerob dalam menyisihkan senyawa organik pada air buangan PMKS cukup baik. Hal ini terlihat dari efisiensi penyisihan yang didapat cukup tinggi dibandingkan beberapa penelitian lainnya, walaupun tingkat efisiensi penelitian dengan menggunakan SBR aerob masih belum sebesar bioreaktor berpenyekat anaerobik.


(28)

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Besarnya efisiensi penyisihan organik yang diperoleh dari hasil penelitian ini menandakan bahwa SBR aerob dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.

2. Konsentrasi senyawa organik yang diolah lebih kurang 1350 mg COD/L, dan dapat direduksi dengan efisiensi rata-rata pada rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi 4:4 jam/jam sebesar 61,33%; r:s 6:4 jam/jam sebesar 86,60%; r:s 4:6 jam/jam sebesar 59,65%; dan r:s 6:6 jam/jam sebesar 67,35%.

3. Peningkatan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan efisiensi penyisihan senyawa organik dari air buangan PMKS. Hal ini disebabkan karena lebih panjangnya waktu kontak antara mikroorganisma dengan air buangan pada kondisi substrat yang berlebih sehingga proses degradasi senyawa organik dapat berjalan optimal. Selain itu konsentrasi lumpur yang dihasilkan selama akhir fase reaksi pada reaktor 6:4 jam/jam lebih kecil dibanding reaktor lainnnya.

4. Secara umum waktu stabilisasi selama 4 jam memberikan hasil yang optimum terhadap kestabilan dari massa lumpur. Hal ini terlihat dari jumlah lumpur pada akhir fase idle dari siklus satu ke siklus lainnya dan dari running satu ke running berikutnya cenderung konstan

4.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut:

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi konsentrasi influen dengan pembebanan yang lebih tinggi. Dan untuk memperbesar efisiensi penyisihan pada beban yang lebih tinggi dapat melakukan perpanjangan waktu reaksi dan waktu stabilisasi sehingga didapat penyisihan optimal dan kultur mikroorganisma yang stabil.

2. Pengukuran parameter-parameter yang diperlukan, terutama parameter lingkungan, sebaiknya dilakukan pada interval waktu yang lebih pendek atau realtime dengan tujuan diperolehnya gambaran secara jelas perubahan yang terjadi di dalam reaktor sehingga memudahkan dalam melakukan kontrol dan evaluasi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arora, M.L, Barth E.F, Umphres, M.B., 1985. Technology Evaluation of

Sequenching Batch Reactor. Journal Water Pollution Control Federation. Vol.

57, No. 8.

Benefield, L.D, and Randall, C.W., 1980. Biological Process Design for Wastewater

Treatment. USA: Prentice Hall Inc.

Classen, J. J., F. J. Humenik and J. M. Rice, 2003. Environmental Technology

Verification Report Separation of Manure Solid from Flushed Swine Waste.

Brome Agri Maximizer 1016.

Cornellius, J.A., 1983. Processing of Palm Oil Fruit and Its Product. London Overseas Development Administration: Tropical Product Institute.

Darmayanti, L., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan


(29)

Pengisian terhadap Waktu Reaksi. Tesis Magister. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB.

Eckenfelder, W. Wesley and Musterman, L Jack., 2000. Activated sludge Treatment

Of Industrial Wastewater. McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore.

Gallert, Claudia. Winter, Josef., 2005. Bacterial Metabolism in Wastewater

Treatment Systems. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim,

Grady, P.L., dan Lim, H.C., 1980. Biological Wastewater Treatment Theory and

Applications. New York : Marcel Dekker Inc.

Gaudy A. F., Gaudy E. T., 1981. Microbiology for Environmental Scientist and

Engineers. Japan: McGraw-Hill International Book Company.

Helard, D., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan Pada Sistem Sequencing Batch Reactor Aerob dengan Dissolved Air Flotation dan

Proses Anaerob Sebagai Pengolahan pendahuluan. Tesis Magister. Bandung:

Departemen Teknik Lingkungan ITB.

Henze, M., Harremous, P., Jansen, JLC., Erik, A., 1995. Wastewater Treatment:

Biiological and Chemical Procesess. Berlin Heidelberg: Springer Verlag.

Innocentia, L., Bolzonellab D., Pavana P., Cecchib F., 2002. Effect of Sludge Age on the Performance of a membrane bioreactor: Influence on Nutrient and

Metals Removal. Italy

Irvine, R.L., Ketchum L.H., 1989. The Sequenching Batch Reactor and Batch

Operation for The Optimal Treatment of Wastewater. SBR Technologies, Inc.

Irvine, R.L., Ketchum L.H., 2004. Sequenching Batch Reactor for Biological

Wastewater Treatment. CRC (Critical Reviews in Environmental Control).

18(4) : 255-294.

Metcalf and Eddy., 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. Singapore: McGraw-Hill Book and Co.

Thanh, N.C., 1980. High Organic Waswater Control and Management in Tropic.

Bangkok : Proc, Water Pollution Control CDG-Alt-ERL.

Tripathi, C.S. and Allen D.C., 1999. Comparison of Phosphorous Removal by Aerobic Biological Treatment in SBR Treating Blanched Kraft Pulp Mill

Effluent, Water Research Volume 33 No. 3, 836-846.


(1)

20 30 40 50 60 70 80 90 100

Running 1 Running 2 Running 3

Pen yi si han C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 34000 36000 38000 40000 42000 44000 46000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.10. Grafik Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam Gambar 3.11. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:4 jam/jam Tabel 3.2. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:4 jam/jam

Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,042 0,043 0,040

Running 2 0,059 0,057 0,060

Running 3 0,050 0,044 0,049

3.2.3. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:6 jam/jam

Perbandingan kinerja reaktor SBR aerob pada rasio r:s 4:6 jam/jam dapat dilihat pada gambar 3.12 dan 3.13. Pada gambar terlihat bahwa fluktuasi penyisihan senyawa organik antar siklus tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

20 30 40 50 60 70

Running 1 Running 2 Running 3

Pen yi si han C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000

Running 1 Running 2 Running 3

P en yi si h an C O D , % siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.12. Grafik Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam Gambar 3.13. Grafik Pertumbuhan Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 4:6 jam/jam

Pada running ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan

running sebelumnya. Selain itu, tingkat effisiensi penyisihan organik yang dapat

dicapai adalah yang paling besar diantara ketiga running. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 4:6 jam/jam tidak begitu bagus, rata-rata 59,65%. Rasio F/M yang digunakan untuk melihat pertumbuhan dan kondisi sel ditunjukkan pada tabel 3.3. Pada tabel dapat dilihat bahwa F/M yang terjadi masih berada dalam rentang 0,04-0,20 (US EPA (TFS3), 1997) Penyisihan yang rendah ini disebabkan pendeknya waktu reaksi sehingga


(2)

kontak antara biomassa dengan substrat tidak begitu efektif, sedangkan waktu stabilisasi lebih panjang.

Tabel 3.3. Nilai F/M pada Rasio r:s 4:6 jam/jam

Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,09 0,09 0,08

Running 2 0,06 0,05 0,07

Running 3 0,17 0,09 0,09

3.2.4. Pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 6:6 jam/jam

Pada Running 1 penyisihan organik yang dapat dicapai sebesar 60,97%, pada

running 2 penyisihan organiknya yaitu 69,13%, dan pada running 3 penyisihan

organik dapat mencapai rata-rata 71,94% (lihat gambar 3.14 dan 3.15). Pada running

ketiga adalah kondisi reaktor yang paling stabil dibandingkan dengan running

sebelumnya. Namun, secara umum effisiensi penyisihan organik yang dicapai reaktor pada rasio waktu 6:6 jam/jam cukup baik untuk pengolahan, yaitu rata-rata 67,35%. Setelah waktu reaksi diperpanjang menjadi 6 jam, dapat dilihat penyisihan organik lebih stabil dan lebih baik. Proses stabilisasi yang baik juga berperan penting karena proses pelaparan yang terjadi akan membuat mikroorganisme siap menyisihkan bahan organik yang dimasukkan pada siklus berikutnya. Informasi rasio F/M dapat dilihat pada tabel 3.4. Penyisihan organik yang terjadi merupakan aktivitas biomassa yang memanfaatkan bahan yang terdapat dalam air buangan sebagai substrat dan faktor lingkungan yang mendukung.

20 30 40 50 60 70 80

Running 1 Running 2 Running 3

Pen

yi

si

han

C

O

D

, %

siklus 1 siklus 2 siklus 3

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000

Running 1 Running 2 Running 3

P

en

yi

si

h

an

C

O

D

,

%

siklus 1 siklus 2 siklus 3

Gambar 3.14. Perbandinga Efisiensi Penyisihan

Organik SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam Gambar Biomassa SBRaerob pada Rasio r:s = 6:6 jam/jam 3.15. Perbandingan Pertumbuhan Tabel 3.4. Nilai F/M pada Rasio r:s 6:6 jam/jam

Fase Siklus 1 Siklus 2 Siklus3

Running 1 0,09 0,08 0,08

Running 2 0,06 0,07 0,07


(3)

3.2.5. Perbandingan Kinerja Reaktor SBRaerob pada Rasio Waktu Reaksi terhadap Waktu Stabilisasi 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam

Tujuan dilakukannya perbandingan kinerja dari rasio r:s 4:4, 6:4, 4:6, dan 6:6 jam/jam adalah untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan memberikan dampak yang berarti terhadap kinerja dari reaktor dalam menyisihkan senyawa organik. Efisiensi penyisihan senyawa organik pada akhir batch untuk rasio r:s = 4:4 pada setiap runningnya secara berturut-turut adalah 59,28%, 64,14%, dan 60,58%; pada rasio r:s = 6:4 adalah 89,22%, 87,91%, dan 88,68%; pada rasio r:s 4:6 adalah 51,95%, 60,64%, dan 66,35%; sementara pada rasio r:s = 6:6 adalah 60,97%; 69,13%; dan 71,94% (lihat tabel 3.5 dan gambar 3.16).

Tabel 3.5 Persentase Penyisihan Yang Dapat Dicapai Masing-Masing Reaktor

Running jam/jam (%) Rasio 4:4 jam/jam (%) Rasio 6:4 jam/jam (%) Rasio 4:6 jam/jam (%) Rasio 6:6

1 59.28 89.22 51,95 60,97

2 64.14 81.91 60,64 69,13

3 60.58 88.68 66,35 71,94

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Rasio 4:4 Rasio 6:4 Rasio 4:6 Rasio 6:6

Pen

yi

si

han

C

OD

, %

running 1 running 2 running 3

Gambar 3.16. Perbandingan Efisiensi Penyisihan Organik SBRaerob yang Dapat Dicapai pada Masing-masing Rasio r:s

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat dilihat bahwa penambahan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan persentase penyisihan senyawa organik. Semakin panjang waktu reaksi, kontak antara biomassa dengan air buangan makin lama sehingga penyisihan yang didapat lebih baik. Waktu kontak yang panjang diperlukan karena air buangan PMKS terdiri dari bahan organik yang cukup kompleks seperti protein dan lemak sehingga untuk menguraikannya dibutuhkan waktu yang lebih lama. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Darmayanti (2002) yang menyatakan bahwa untuk perpanjangan waktu reaksi akan menghasilkan penyisihan organik yang lebih baik. Namun bukan berarti bahwa jika waktu raksinya diperpanjang lagi penyisihan akan semakin baik karana tingkat penyisihan dalam suatu peride waktu ditentukan oleh banyak faktor terutama konsentrasi biomassa, konsentrasi organik yang dapat dimanfaatkan, dan proses stabilisasi.


(4)

Selain itu, hal ini juga sesuai dengan penelitian Helard (2003) yang menyatakan bahwa peningkatan waktu stabilisasi tidak berpengaruh pada peningkatan efisiensi penyisihan organik. Proses stabilisasi yang optimal sangat berperan dalam menciptakan keadaan lumpur yang stabil karena pada fase ini terjadi proses pelaparan sehingga mikroorganisma siap melaksanakan siklus selanjutnya. Strategi pengoperasian dengan lama waktu stabilisasi 4 jam dirasa cocok dengan beban organik air buangan PMKS yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 1350 mg COD/L, ini terlihat dari stabilnya konsentrasi biomassa pada saat akhir idle untuk keempat reaktor. Nuraini (2002), dalam penelitiannya memvariasikan waktu stabilisasi untuk mengolah air buangan rumah potong hewan dengan menggunakan SBRaerob, juga menyimpulakn stabilisasi yang paling baik untuk efisiensi pengolahan air buangan adalah 4 jam dan menyimpulkan dengan semakin lamanya waktu stabilisasi maka akan semakin banyak pula mikroorganisma yang mengalami lisis (mati).

3.3. Perbandingan Kinerja SBRaerob dengan Beberapa Metoda Pengolahan Lain.

Perbandingan kinerja SBR aerob dengan beberapa metoda pengolahan air buangan PMKS lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Perbandingan Kinerja SBR Aerob dengan Beberapa Penelitian Pengolahan Limbah PMKS

Penelitian Efisiensi Penyisihan COD (%)

Sequencing Batch Reactor Aerob

Reaktor 4:6 Reaktor 6:6 Reaktor 4:6 Reaktor 6:6

61,33% 86,60% 59,65% 67,35%

Multi Soil Layering Systema 69,80%

Anaerobic Fluidized b 65-85%

Filtration – Ultrafiltration c 85%

Centrifugation – Ultrafiltration c 55,80%

Coagulation – Ultrafiltration c 49,50%

Bioreaktor Berpenyekat Anaerobik d 84,60-93,40%

Sumber: a. Salmariza et al, 2004 b. Mamun, 1997 c. Wong et al, 2002 d. Faisal, 2004

Dari Tabel 3.6 di atas terlihat bahwa kinerja SBR aerob dalam menyisihkan senyawa organik pada air buangan PMKS cukup baik. Hal ini terlihat dari efisiensi penyisihan yang didapat cukup tinggi dibandingkan beberapa penelitian lainnya, walaupun tingkat efisiensi penelitian dengan menggunakan SBR aerob masih belum sebesar bioreaktor berpenyekat anaerobik.


(5)

4. SIMPULAN DAN SARAN 4.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Besarnya efisiensi penyisihan organik yang diperoleh dari hasil penelitian ini menandakan bahwa SBR aerob dapat digunakan dalam pengolahan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit.

2. Konsentrasi senyawa organik yang diolah lebih kurang 1350 mg COD/L, dan dapat direduksi dengan efisiensi rata-rata pada rasio waktu reaksi terhadap waktu stabilisasi 4:4 jam/jam sebesar 61,33%; r:s 6:4 jam/jam sebesar 86,60%; r:s 4:6 jam/jam sebesar 59,65%; dan r:s 6:6 jam/jam sebesar 67,35%.

3. Peningkatan waktu reaksi dari 4 jam menjadi 6 jam dapat meningkatkan efisiensi penyisihan senyawa organik dari air buangan PMKS. Hal ini disebabkan karena lebih panjangnya waktu kontak antara mikroorganisma dengan air buangan pada kondisi substrat yang berlebih sehingga proses degradasi senyawa organik dapat berjalan optimal. Selain itu konsentrasi lumpur yang dihasilkan selama akhir fase reaksi pada reaktor 6:4 jam/jam lebih kecil dibanding reaktor lainnnya.

4. Secara umum waktu stabilisasi selama 4 jam memberikan hasil yang optimum

terhadap kestabilan dari massa lumpur. Hal ini terlihat dari jumlah lumpur pada akhir fase idle dari siklus satu ke siklus lainnya dan dari running satu ke running berikutnya cenderung konstan

4.2. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih lanjut:

1. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan variasi konsentrasi influen dengan pembebanan yang lebih tinggi. Dan untuk memperbesar efisiensi penyisihan pada beban yang lebih tinggi dapat melakukan perpanjangan waktu reaksi dan waktu stabilisasi sehingga didapat penyisihan optimal dan kultur mikroorganisma yang stabil.

2. Pengukuran parameter-parameter yang diperlukan, terutama parameter lingkungan,

sebaiknya dilakukan pada interval waktu yang lebih pendek atau realtime dengan tujuan diperolehnya gambaran secara jelas perubahan yang terjadi di dalam reaktor sehingga memudahkan dalam melakukan kontrol dan evaluasi.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arora, M.L, Barth E.F, Umphres, M.B., 1985. Technology Evaluation of

Sequenching Batch Reactor. Journal Water Pollution Control Federation. Vol.

57, No. 8.

Benefield, L.D, and Randall, C.W., 1980. Biological Process Design for Wastewater

Treatment. USA: Prentice Hall Inc.

Classen, J. J., F. J. Humenik and J. M. Rice, 2003. Environmental Technology

Verification Report Separation of Manure Solid from Flushed Swine Waste.

Brome Agri Maximizer 1016.

Cornellius, J.A., 1983. Processing of Palm Oil Fruit and Its Product. London Overseas Development Administration: Tropical Product Institute.

Darmayanti, L., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan


(6)

Pengisian terhadap Waktu Reaksi. Tesis Magister. Bandung: Departemen Teknik Lingkungan ITB.

Eckenfelder, W. Wesley and Musterman, L Jack., 2000. Activated sludge Treatment

Of Industrial Wastewater. McGraw-Hill Companies, Inc, Singapore.

Gallert, Claudia. Winter, Josef., 2005. Bacterial Metabolism in Wastewater

Treatment Systems. WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim,

Grady, P.L., dan Lim, H.C., 1980. Biological Wastewater Treatment Theory and

Applications. New York : Marcel Dekker Inc.

Gaudy A. F., Gaudy E. T., 1981. Microbiology for Environmental Scientist and

Engineers. Japan: McGraw-Hill International Book Company.

Helard, D., 2002. Kinetika Pengolahan Air Buangan Rumah Potong Hewan Pada Sistem Sequencing Batch Reactor Aerob dengan Dissolved Air Flotation dan

Proses Anaerob Sebagai Pengolahan pendahuluan. Tesis Magister. Bandung:

Departemen Teknik Lingkungan ITB.

Henze, M., Harremous, P., Jansen, JLC., Erik, A., 1995. Wastewater Treatment:

Biiological and Chemical Procesess. Berlin Heidelberg: Springer Verlag.

Innocentia, L., Bolzonellab D., Pavana P., Cecchib F., 2002. Effect of Sludge Age on the Performance of a membrane bioreactor: Influence on Nutrient and

Metals Removal. Italy

Irvine, R.L., Ketchum L.H., 1989. The Sequenching Batch Reactor and Batch

Operation for The Optimal Treatment of Wastewater. SBR Technologies, Inc.

Irvine, R.L., Ketchum L.H., 2004. Sequenching Batch Reactor for Biological

Wastewater Treatment. CRC (Critical Reviews in Environmental Control).

18(4) : 255-294.

Metcalf and Eddy., 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse. Singapore: McGraw-Hill Book and Co.

Thanh, N.C., 1980. High Organic Waswater Control and Management in Tropic.

Bangkok : Proc, Water Pollution Control CDG-Alt-ERL.

Tripathi, C.S. and Allen D.C., 1999. Comparison of Phosphorous Removal by Aerobic Biological Treatment in SBR Treating Blanched Kraft Pulp Mill

Effluent, Water Research Volume 33 No. 3, 836-846.