ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN OPEN FRAKTUR Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Tindakan Debridement & Orif Pada Kasus Open Fraktur Radius Ulna Segmental Sinistra Grade I Di Ruang Ibs Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN OPEN FRAKTUR
RADIUS ULNA SEGMENTAL SINISTRA GRADE I DI RUANG
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT ORTOPEDI
PROF. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Di Susun Oleh :
Indah Widyastuti
J 230 113 005

PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012

0

NASKAH PUBLIKASI


1

NASKAH PUBLIKASI

1

KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN OPEN FRAKTUR RADIUS
ULNA SEGMENTAL SINISTRA GRADE I DI RUANG
INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT ORTOPEDI
PROF. Dr. R. SOEHARSO SURAKARTA
Indah Widyastuti*
Okti Sri Purwanti, S.Kep., Ns.,**
Rossy Irawati, S.Kep., Ns.,**

ABSTRACT
Berdasarkan data bulan Juni 2012 di rumah sakit Ortopedi Surakarta kasus
open fraktur radius ulna dengan tindakan debridement dan ORIF terdapat 10,7%
dari total kasus 382 orang. Dari banyaknya kasus yang terjadi maka penulis tertarik

untuk melakukan asuhan keperawatan agar dapat mengurangi resiko kehilangan
fungsi anggota tubuh. Tujuan karya tulis ini ialah untuk mengetahui asuhan
keperawatan dengan tindakan operasi ORIF & debridement pada kasus open
fracture radius ulna segmental sinistra grade I di ruang instalasi bedah sentral.
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara, observasi
dan pemeriksaan fisik. Masalah yang muncul pada pre operasi antara lain resiko
infeksi belum teratasi sehingga perlu dilanjutkan untuk kolaborasi tindakan operasi
debridement, masalah nyeri akut belum teratasi hanya dengan manajemen nyeri
dan mengimobilisasi bagian yang sakit, masalah ansietas teratasi dengan
pemberian informasi prosedur bedah. Pada intra operasi masalah keperawatan
resiko defisit volume cairan tidak terjadi karena mempertahankan prinsip rehidrasi
cairan dengan infus ringer lactat. Pada post operasi masalah resiko infeksi tidak
terjadi karena tetap mempertahankan prinsip steril dan untuk masalah risiko cedera
tidak terjadi karena dilakukan transportasi dengan tetap memperhatikan safety
pasien.
Kata kunci : debridement & orif, open fracture radius ulna segmental sinistra grade I

2

ABSTRACT

Based on data from June 2012 in Surakarta Orthopaedic hospital case open
radius ulna fracture with debridement and ORIF actions are 10.7% of the total cases
of 382 people. Of the many cases the authors are interested in performing nursing
care in order to reduce the risk of loss of function of a limb. Purpose of this paper is
to determine nursing care with ORIF surgery and debridement in cases of open
fracture radius ulna segmental sinistra grade I in a central surgical installation. Data
collection techniques using interviews, observation and examination. Problems that
arise in the pre surgery include the risk of infection has not been resolved so that
needs to be continued for collaboration debridement surgery, acute pain problem is
not resolved only with the management of pain and immobilize the affected part, the
problem is resolved by the provision of information anxiety surgical procedures. At
the risk of intra-operation nursing problem of fluid volume deficit is not the case for
defending the principle of rehydration with intravenous fluids ringer lactat. At the risk
of postoperative infection problem does not occur because the principle of
maintaining sterile and postoperative risk of injury to a problem does not occur
because it is done with due regard to safety transport patients.
Key words : debridement & orif, open fracture radius ulna segmental sinistra grade
I

PENDAHULUAN

Latar belakang masalah
Fraktur
merupakan
suatu
keadaan terjadinya disintegritas tulang
dimana penyebab terbanyak adalah
kecelakaan (Dinkes, 2010). World
Health Organization pada tahun 2005
mencatat setidaknya 2 juta orang yang
mengalami patah tulang. Salah satu
insiden kecelakaan yang cukup tinggi
adalah fraktur ekstremitas dengan
jumlah sekitar 46,2% (Riemetalui,
2012). Berdasarkan penelitian di rumah
sakit Australia terdapat 31.676 kasus
kecelakaan
yang
mengakibatkan
fraktur radius ulna (Anonim, 2012).
Menurut Robert & Darryl (2006),

menjelaskan bahwa manajemen awal
yang tepat dari fraktur radius ulna
terbuka dapat mengurangi faktor resiko
yang serius, termasuk kehilangan
fungsi
anggota
tubuh
karena
menjadikan halangan bagi pasien untuk
melakukan aktifitas.

Berdasarkan pengkajian awal
pada tanggal 02 Juli 2012 di rumah
sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta, untuk kasus open fracture
radius
ulna
dengan
tindakan
debridement & ORIF terdapat 10,7%

dari total kasus 382 orang di ruang IBS
pada bulan Juni, dari banyaknya kasus
yang terjadi maka penulis tertarik untuk
melakukan asuhan keperawatan untuk
kasus open fracture radius ulna. Dari
studi kasus yang dilakukan pada
tanggal 26 Juli 2012 di ruang IBS
rumah sakit Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta terdapat kasus
open fracture radius ulna sinistra
segmental grade I dengan tindakan
operasi debridement & ORIF.
Dengan melihat kasus tersebut
penulis berminat untuk melakukan
proses keperawatan dengan judul
“Asuhan Keperawatan Tn. N dengan
tindakan debridement & ORIF pada
kasus open fracture radius ulna sinistra

3


segmental grade I di ruang IBS rumah
sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta.”
Tujuan Penelitian
Mengetahui gambaran umum
tentang asuhan keperawatan dan
mampu menerapkan konsep asuhan
keperawatan secara komprehensif
pada klien dengan open fraktur radius
ulna segmental sinistra grade I.
LANDASAN TEORI
Pengertian
Pengertian fraktur atau patah
tulang
radius
ulna
menurut
Sjamsuhidajat & Jong (2004), adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang

lengan bawah (radioulnar) yang
disebabkan oleh rudapaksa.
Etiologi
Menurut Mansjoer (2005), penyebab
fraktur tulang radius ulna secara umum
dibedakan
menjadi
dua,
yaitu:
Penyebab
ekstrinsik,
penyebab
ekstrinsik dapat dibedakan menjadi 2
yaitu penyebab fraktur akibat gangguan
langsung yaitu berupa trauma yang
merupakan penyebab utama terjadinya
fraktur, misalnya: kecelakaan, tertabrak
dan jatuh. Penyebab yang lainnya
adalah fraktur akibat gangguan atau
trauma

tidak
langsung
seperti
perputaran dan kompresi. Penyebab
fraktur
secara
intrinsik
dapat
diakibatkan oleh kontraksi dari otot
yang menyebabkan avulsi fraktur.
Fraktur patologis adalah fraktur yang
diakibatkan oleh penyakit sistemik.
Klasifikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2002),
klasifikasi patah tulang dapat dibagi
menurut garis frakturnya, meliputi:
patah tulang greenstick, yaitu dimana
salah satu sisi tulang patah sedang sisi
lainnya membengkok. Patah tulang
komunitif, yaitu fraktur dimana garis

patahan lebih dari satu dan saling
berhubungan. Patah tulang segmental,
yaitu patah tulang dimana patahan

tulang lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan satu ujung yang tidak
memiliki pembuluh darah menjadi sulit
untuk sembuh sehingga pada keadaan
ini diperlukan tindakan bedah.
Menurut Greene (2006), secara
klinis fraktur dibagi menjadi dua yaitu
fraktur tertutup yaitu fraktur yang tidak
menyebabkan robeknya kulit atau
fragmen tulang tidak menembus kulit.
Fraktur terbuka yaitu fraktur dengan
luka pada kulit sehingga terdapat
hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
Derajat I; laserasi < 1 cm, kerusakan

jaringan lunak sedikit tidak ada tanda
luka remuk dan luka relatif bersih.
Derajat II; laserasi lebih dari 1 cm tetapi
lebih kecil dari 10 cm, tidak ada
kerusakan
dari
periosteum
dan
kontaminasi ringan. Derajat III; Derajat
III A (terjadi kerusakan jaringan lunak
yang luas > 10 cm, kontaminasi hebat,
fraktur komunitif, segmental). Derajat III
B (terjadi kerusakan jaringan lunak,
periosteum sampai struktur otot.
Derajat III C (terjadi kerusakan
neurovaskuler pada area fraktur).
Patofisioligi
Menurut Smeltzer & Bare (2002),
menerangkan bahwasanya patofisiologi
fraktur radius ulna terjadi karena
adanya trauma langsung, trauma tidak
langsung dan kondisi patologis. Fraktur
radioulnar
dapat
mengakibatkan
kerusakan jaringan tulang sehingga
ujung saraf terbuka terjadi pelepasan
bradikinin, histamin, prostlagandin yang
merangsang saraf dan menimbulkan
nyeri. Jika tulang patah, maka jaringan
lunak sekitarnya juga akan rusak,
periosteum terpisah dari tulang, dan
terjadi perdarahan yang cukup berat.
Bekuan darah dapat terbentuk pada
daerah tersebut, bekuan darah tersebut
kemudian
membentuk
jaringan
granulasi, dimana sel-sel pembentuk
tulang primitif berdiferensiasi menjadi

4

kondroblas dan osteoblas. Kondroblas
akan
mensekresi
fosfat
yang
merangsang deposisi kalsium sehingga
terbentuk lapisan tebal disekitar lokasi
fraktur. Lapisan ini terus menebal dan
meluas, bertemu dengan lapisan kalus
dari fragmen satunya dan menyatu
sehingga terjadi penyambungan tulang.
Menurut Muttaqin & Sari (2009), fraktur
membutuhkan penanganan secara
optimal untuk meminimalkan kerusakan
intregitas tubuh dimana dapat terjadi
kecacatan akibat kerusakan jaringan
dan laserasi pada kulit. Kerusakan
fragmen
tulang
memberikan
manifestasi pada kerusakan mobilitas
fisik dan diikuti dengan adanya spasme
otot yang memberikan manifestasi
deformitas. Kondisi klinis fraktur radius
ulna terbuka pada fase awal akan
memberikan implikasi pada berbagai
masalah, meliputi respon nyeri hebat,
akibat rusaknya jaringan lunak dan
kompresi saraf, risiko injuri pada
jaringan akibat kerusakan vaskuker
dengan pembengkakan lokal, risiko
syok hipovolemik yang merupakan
dampak sekunder dari cidera vaskuler
dengan perdarahan hebat
yang
menyebabkan terjadinya defisit volum
cairan,
hambatan mobilitas fisik
sekunder dari kerusakan fragmen
tulang serta adanya risiko tinggi infeksi
karena adanya port de entry. Pada fase
lanjut fraktur radius ulna terbuka
memberikan implikasi pada kondisi
terjadinya malunion akibat dari cara
mobilitas yang salah. Untuk itu fiksasi
diperlukan
untuk
memperbaiki
kerusakan jaringan tulang dimana
daerah fraktur harus diimobilisasikan.
Pada kasus fraktur terbuka terjadi
kerusakan
jaringan
kulit
yang
memungkinkan
sebagai
jalan
masuknya mikroorganisme ke dalam
tubuh.

METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan
Metode yang digunakan dalam
studi kasus ini adalah metode diskriptif
dengan
pemaparan
kasus
dan
menggunakan
pendekatan
proses
keperawatan.
Tempat dan Waktu
Tempat pengambilan kasus adalah di
ruang Instalasi Bedah Sentral RS
Ortopedi Prof. Dr. R Soeharso
Surakarta. pada tanggal 26 Juli 2012.
Teknik Pengunpulan Data
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
penulis mendapatkan data melalui
wawancara, pemeriksaan Fisik dan
studi kepustakaan.
RESUME
Data Profil Objek
Bab ini merupakan deskripsi
asuhan keperawatan pada Tn. N, umur
41 tahun, jenis kelamin laki – laki,
agama islam, dengan dilakukan
tindakan debridement & ORIF pada
kasus open fracture radius ulna sinistra
grade I di instalasi bedah sentral,
rumah sakit Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta pada tanggal 26
Juli 2012 jam 08.15 WIB.
Gambaran Kasus
Riwayat
penyakit
sekarang
pasien sebelumnya masuk melalui
instalasi gawat darurat dan dibawa ke
ruang
IBS
untuk
tindakan
pembedahan. Pasien tidak mempunyai
riwayat jatuh dan operasi sebelumnya.
Keluhan utama saat pengkajian
dilakukan pasien mengatakan nyeri
pada tangan kiri. Keluarga pasien
mengatakan riwayat pasien masuk
rumah sakit karena jatuh tadi sore jam
17.00 WIB pada tanggal 26 Juli 2012.
Pasien sehabis jatuh dari kursi
dirumahnya dicurigai tangan kiri pasien
membentur tembok, karena ada luka
dan nyeri tekan pada tangan kiri
pasien. Pasien dalam keadaan sadar

5

terus menerus mengeluh kesakitan bila
sedikit saja lengan kirinya digerakkan.
Pemeriksaan fisik keadaan umum
saat pengkajian pasien berbaring,
kesadaran komposmentis, GCS : 4
(Eye: 1 = reaksi spontan, verbal: 5 =
orientasi baik, Motorik: 6 = gerakan
motorik menurut), tekanan darah :
154/80 mmHg, respiratory rate : 20 kali/
mnt, N : 84 kali/ menit. TB : 170 cm. BB
: 65 kg. Pada lengan bawah sebelah
kiri pasien terdapat laserasi panjang
kurang lebih 1 cm dan dalam 0,5 cm,
luka bersih, berwarna kemerahan, tidak
dibalut kassa, terdapat oedema,
deformitas, krepitasi, spasme otot dan
nyeri tekan. pada tangan kanan
terpasang infus ringer lactat 30 tpm.
Thorak/ Paru : Ekspansi dada kanan
dan kiri simetris, pernafasan lambat
dan dalam, vokal fremitus paru kanan
dan kiri sama, perkusi sonor, tidak
terdengar suara nafas tambahan. Pada
genetalia dan terpasang kateter ukuran
16. Ekstremitas, kekuatan tonus otot/
motorik :
5 2
5

5
Program
terapi
injeksi
premedikasi infus venofundin 30 tpm,
injeksi ceftriaxone 100 mg, injeksi
fentanyl 100 mg, injeksi midazolam 3
mg, injeksi sulfas atropin 100 mg,
injeksi profocol 100 mg, injeksi petidin
30 mg, injeksi tramus 1 mg, injeksi
traccrium 4 mg. Program terapi intra
operatif yaitu infus ringer lactat 30 tpm,
injeksi ondansentron 10 mg, injeksi
dexamethasone
10
mg,
injeksi
ketorolac 30 mg.
Asuhan Keperawatan
Pre operasi
a. Resiko infeksi b.d port de entry.
Perencanaan yang disusun
mempunyai
tujuan
yaitu
diharapkan
setelah
dilakukan
tindakan keperawatan pasien tidak
terjadi infeksi. Dibuktikan oleh vital
sign dalam batas normal, tekanan

darah : 120/ 80 mmHg, nadi : 80100 kali/ menit, respiratory rate :
16-20 kali/ menit, suhu : 36,5 –
37,5°C, tidak muncul tanda – tanda
infeksi seperti tumor, rubor, dolor,
color
sampai
fungtio
laesa,
leukosit:
5000-10.000
mmˆ3.
Dengan intervensi ukur tandatanda vital, kolaborasi persiapan
operasi, kolaborasi pemberian obat
antibiotik premedikasi ceftriaxone
1000 mg dan kolaborasi untuk
tindakan operasi cito debridement
& ORIF.
Implementasi
untuk
menangani masalah resiko infeksi
dengan mengukur tanda-tanda
vital, memberikan obat injeksi
ceftriaxone
1000
mg
dan
melakukan
kolaborasi
untuk
persiapan operasi cito debridement
dan ORIF.
Hasil evaluasi pada masalah
resiko infeksi pada pukul 08.50
WIB berdasarkan hasil observasi
masalah resiko infeksi belum
teratasi,
kemudian
lanjutkan
intervensi
lakukan
kolaborasi
tindakan operasi debridement dan
ORIF dengan prinsip steril.
b. Nyeri akut b.d agen injuy fisik.
Perencanaan untuk mengatasi
diagnosa tersebut adalah dengan
mengkaji
terlebih
dahulu
karakteristik nyeri yang dialami oleh
pasien, bagaimana respon non
verbal pasien terhadap nyeri baru
kemudian immobilisasikan lengan
kiri pasien, monitor tanda-tanda vital
dan mengajarkan teknik relaksasi
nafas dalam. Kriteria hasil untuk
mencapai tujuan tersebut adalah
tingkat kenyamanan bertambah,
perilaku
mengendalikan
nyeri
adaptif, tanda-tanda vital dalam
batas normal (tekanan darah :
120/80 mm Hg, nadi : 80-100 kali
permenit, respiratory rate : 18-20

6

kali permenit, suhu : 36,5°C37,5°C.
Implementasi pre operasi
masalah
nyeri
akut
yaitu
mengimmobilisasi bagian yang
sakit, mengajarkan pasien untuk
melakukan relaksasi nafas dalam
sehingga
pasien
merasakan
nyaman dan memantau tandatanda vital.
Hasil evaluasi pre operasi
yang dilakukan pada jam 08.35
WIB, pada masalah nyeri akut
belum teratasi karena pasien
mengatakan nyeri masih dirasakan
skala nyeri 6, sehingga perlu untuk
mempertahankan intervensi yaitu
immobilisasi bagian yang sakit,
motivasi pasien untuk melakukan
teknik nafas dalam, pantau secara
terus-menerus tanda-tanda vital
pasien dan lakukan tindakan
pembedahan.
c. Masalah keperawatan ansietas
berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan terhadap prosedur
operasi.
Rencana keperawatan untuk
masalah ansietas berhubungan
dengan
kurang
pengetahuan
terhadap prosedur pembedahan
yaitu kaji tingkat ansietas, berikan
pasien
waktu
untuk
mengungkapkan perasaan, berikan
penjelasan
kepada
pasien
mengenai prosedur operasi yang
akan dijalani, bimbing pasien
berdoa sesuai dengan agama atau
kepercayaan yang dianut.
Implementasi pre operasi
selama tindakan operasi yang
dilakukan adalah menjelaskan
tujuan
serta
prosedur
pembedahan, memotivasi pasien
untuk melakukan relaksasi nafas
dalam dan sebelum memulai
pembedahan
dilakukan
doa
bersama-sama yang dipimpin oleh
operator.

Evaluasi pre operasi pada
masalah ansietas hasil evaluasi
didapatkan
masalah
teratasi
pasien mengatakan insya Allah
siap untuk menjalani operasi dan
pasien tampak tenang, maka
intervensi untuk masalah ansietas
dihentikan.
Intra operasi
Diagnosa keperawatan yang
muncul pada saat intra operatif adalah
resiko
defisit
volume
cairan
berhubungan
dengan
perdarahan
tindakan operatif ditandai dengan
pasien dilakukan tindakan ORIF yang
menyebabkan sayatan atau robekan
vena dan arteri sehingga beresiko
terjadi perdarahan.
Perencanaan
tujuan
untuk
mengatasi diagnosa tersebut adalah
untuk mempertahankan keseimbangan
volume cairan untuk menghindari
terjadinya syok hipovolemik selama
dilakukan tindakan operasi kurang lebih
2 jam dalam intra sampai post operasi
dengan kriteria hasil perdarahan
kurang dari 500 CC, tekanan darah :
100/ 60 – 120/ 80 mmHg, nadi > 60
kali/ menit, respiratory rate: < 28 kali/
menit, SpO2 : 80-100%. Untuk
intervensi
keperawatan
dalam
menangani masalah resiko defisit
volume cairan maka pada intra operasi
yang direncanakan yaitu pasang
torniquet, pastikan benar dalam
pemasangannya, monitor tanda –
tanda vital, kaji adakah tanda – tanda
anemis pada konjungtiva, capilary
revill, kaji cairan yang keluar dari tubuh
pasien dan keadaan mukosa, berikan
cairan infus dengan pemantauan ketat,
persiapakan couter bipolar untuk
koagulan perdarahan saat insisi.
Implementasi intra operasi dimulai
pada pukul 08.50 – 11.10 WIB dengan
melakukan pemasangan torniquet,
memantau tanda – tanda vital,
memberikan cairan infus ringer lactat
sesuai kebutuhan saat operasi berjalan

7

dan memantau perdarahan dari tabung
suction. Pada saat insisi pembedahan
selalu dilakukan koagulan dengan
couter bipolar dan melakukan dep
dengan menggunakan kassa steril
untuk
menghentikan
perdarahan,
setelah itu pengeluaran perdarahan
melalui satu lubang kemudian ditanam
selang drainase sambungkan dengan
vacum bag drainase dan tutup kembali
area pembedahan dengan dijahit.
Memantau tanda-tanda anemis pada
konjungtiva,
capilary
revill,
dan
keadaan mukosa bibir pasien.
Dari hasil evaluasi intra operatif
yang dilakukan pada masalah resiko
defisit volume cairan saat operasi tidak
terjadi karena pada saat operasi hanya
sedikit darah yang keluar dan tidak
terdapat perdarahan dari lubang yang
dihubungkan dengan selang drainase.
Kurang lebih perdarahan total dari insisi
dan pengeluaran cairan pada tabung
suction yang tadinya kosong sekitar
500 CC yang mana jumlah tersebut
adalah campuran antara NaCl yang
digunakan untuk membersihkan area
insisi pembedahan. Jumlah cairan yang
masuk dari cairan infus ringer lactat ±
1350 ml/2 jam, tidak terdapat tandatanda syok hipovolemik, tekanan darah
: 140/ 85 mmHg, nadi : 80 kali/ menit,
respiratory rate : 18 kali/ menit, suhu :
36,3°C, SpO2 : 98 %, dan torniquet
terpasang dari pukul 08.50-11.10 WIB.
Post operasi
Berdasarkan pengkajian post
operasi didapatkan data yaitu tandatanda vital pasien tekanan darah:
145/84 mmHg, nadi: 82 kali/ menit,
respiratory rate: 22 kali/ menit, suhu:
36,9°C, kulit teraba hangat, tidak ada
sianotik pada kuku, kulit tidak pucat
dan pasien tidak menggigil. Luka insisi
dibalut menggunakan kassa steril dan
elastic banded dan terpasang selang
drain yang dihubungkan dengan
vacum. hasil dari pengkajian tingkat
kesadaran GCS: E1 M1 V1, pasien

sopor, pasien memakai ET ukuran 7,5,
posisi pasien elevasi diganjal dengan
dengan bantal donat.
a. Resiko infeksi b.d port de entry
ditandai dengan adanya balutan
luka post operasi dan selang
drainase yang tertanam ke dalam
luka post operasi dimana dapat
menjadi
pintu
masuk
mikroorganisme.
Intervensi keperawatan pada
post operasi yaitu pada saat
operasi dilakukan telah dilakukan
pencucian area insisi dengan NaCl
setelah
dilakukan
heacting,
mempertahankan balutan tetap
tertutup dengan kassa steril dan
selalu
jaga
kebersihan
dan
kesterilan pada luka post operasi
menutup area luka yang tertutup
kassa steril dengan elastic bended.
Evaluasi
post
operasi
dilakukan setelah pasien dioperkan
dengan perawat recovery room
maka pada masalah resiko infeksi
pada pukul 11.15 WIB tidak terjadi.
Dari hasil observasi ketika tindakan
dari tim bedah maupun anestesi
selalu menjaga kesterilan, luka
post operasi terbalut dengan rapi
menggunakan kassa steril serta
ditutup
menggunakan
elastic
bended untuk menjaga balutan
agar tetap bersih dan steril.
b. Resiko cidera b.d penurunan
kesadaran ditandai dengan pasien
pada saat di kamar operasi pasien
masih belum sadar, kesadaran
pasien sopor, GCS: E1 M1 V1,
pasien selama operasi dalam
pengaruh anastesi general, pada
saat selesai operasi pasien tidak
dapat membuka mata ketika
dirangsang nyeri tetap menutup
mata, respon verbal tidak ada, dan
gerakan motorik tidak ada.
Perencanaan yang dilakukan
untuk mengatasi masalah tersebut
adalah pada saat setelah operasi

8

selesai bebaskan pasien dari alatalat bed side monitor yang masih
terpasang, pastikan tidak ada lagi
penghalang pada saat pasien
dipindahkan,
pastikan
posisi
pasien flat, kemudian pindahkan
pasien dengan long spine board
secara bersamaan dan naikkan
pengaman
brankar
serta
perhatikan jalan yang akan dilalui
setelah operasi telah sesuai
dengan prosedur.
Implementasi pada masalah
resiko cedera yang telah dilakukan
pada
saat
operasi
selesai
dilakukan
adalah
dengan
membebaskan pasien dari alat-alat
bed side monitor yang masih
terpasang, memastikan tidak ada
lagi penghalang pada saat pasien
dipindahkan, memastikan posisi
pasien
flat,
kemudian
memindahkan pasien dengan hatihati dengan menggunakan papan
transfer pasien atau long spine
board
secara
bersamaan,
menaikkan pengaman brankar
serta selalu memperhatikan jalan
yang akan dilalui.
Evaluasi
keperawatan
dilakukan setelah pasien selesai
dipindahkan ke ruang recovery
room atau ruang pulih sadar hasil
evaluasi post operasi pada pukul
11.15
WIB,
untuk
masalah
keperawatan resiko cidera tidak
terjadi karena operasi berjalan
lancar, tidak terjadi masalah yang
menimbulkan bahaya terhadap
pasien.
PEMBAHASAN
Pengkajian Keperawatan
Pada tahap pengkajian dilihat dari
anamnesa pasien antara teori dengan
kasus tidak terdapat perbedaan yaitu
mulai
dari
identitas
pasien,
pemeriksaan fisik (head to toe), pasien
akan mengalami nyeri pada saat

lengan kiri digerakkan ataupun ditekan,
terdapat
pembengkakan,
terdapat
laserasi pada fraktur terbuka dengan
derajat I dengan luka laserasi panjang
kurang lebih 1 cm dan dalam 0,5 cm,
luka bersih, berwarna kemerahan,
terdapat spasme otot, deformitas atau
kelainan bentuk tulang serta krepitasi
akibat gesekan antar fragmen tulang
semua ditemukan diteori open fracture
radius ulna.
Diagnosa,
Intervensi
dan
Implementasi Keperawatan
Pre Operasi
Pada diagnosa keperawatan pre
operasi di dalam teori tidak semuanya
muncul dalam kasus. Diagnosa
keperawatan yang ada pada teori
adalah nyeri akut b.d agen injury fisik,
resiko infeksi b.d port de entry,
kerusakan integritas kulit b.d patah
tulang terbuka, kerusakan mobilitas
fisik b.d kerusakan muskuloskeletal,
terapi pembatasan aktivitas dan
penurunan kekuatan atau tahanan dan
ansietas b.d kurang pengetahuan
tentang prosedur operasi. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada kasus
adalah esiko infeksi b.d port de entry,
nyeri akut b.d agen injury fisik dan
ansietas b.d kurang pengetahuan
tentang prosedur operasi. Diagnosa
keperawatan yang telah diambil tidak
seluruhnya karena mengacu pada
data subyektif dan obyektif yang
didapatkan
selama
pengkajian,
sehingga akan berbeda dengan
diagnosa yang muncul di ruang pulih
sadar maupun di ruang rawat inap.
Penulis mengangkat diagnosa
keperawatan resiko infeksi b.d port de
entry sebagai diagnosa yang pertama
dikarenakan pada kasus terbuka
resiko untuk terjadi infeksi pada
jaringan maupun tulang sangat besar.
Dari data pasien mengatakan nyeri
pada saat lengan kirinya ditekan dan
bila digerakkan, terdapat laserasi
panjang ± 1 cm dan dalam ± 0,5 cm,

9

luka bersih, berwarna kemerahan, tidak
dibalut kassa, terdapat oedema,
deformitas, krepitasi, spasme otot,
nyeri tekan dan AL : 14.200 mmˆ3.
Untuk itu pada pasien dilakukan
tindakan yaitu mengukur tanda-tanda
vital,
memberikan
obat
injeksi
ceftriaxone 1000 mg dan melakukan
kolaborasi untuk persiapan operasi cito
debridement dan ORIF.
Menurut Smeltzer & Bare (2002),
bahwa pada pasien fraktur terbuka
terdapat resiko infeksi (osteomielitis),
gas gangren dan tetanus. Penanganan
pada pasien mempunyai tujuan untuk
meminimalkan terjadinya resiko infeksi
jaringan lunak atau tulang dan untuk
mempercepat penyembuhan jaringan
atau tulang. Di dalam tindakan operatif
untuk mencegah terjadinya infeksi
dapat dilakukan debridement yaitu
suatu tindakan yang bertujuan untuk
mengangkat benda asing atau jaringan
mati dan melakukan irigasi.
Menurut Brad & Elton (2004),
dalam jurnalnya menerangkan bahwa
debridement merupakan tindakan untuk
menangani
ataupun
mencegah
terjadinya infeksi pada jaringan lunak
maupun tulang. Tindakan operasi
debridement
dilakukan
untuk
menghilangkan semua tulang dan
jaringan lunak yang terinfeksi atau
nekrotic.
Penulis mengangkat masalah
keperawatan nyeri akut dikarenakan
untuk pasien dengan diagnosa medis
fraktur yang menjadi keluhan utama
adalah nyeri. Untuk diagnosa utama
nyeri akut pada pasien perlu dilakukan
penanganan yang tepat dan segera
yaitu dengan immobilisasi bagian yang
sakit, mengajarkan pasien melakukan
relaksasi nafas dalam sehingga pasien
merasakan nyaman dan memantau
tanda-tanda vital. Namun hanya
dengan tindakan tersebut belum efektif
untuk mengurangi skala nyeri pada
pasien fraktur.

Menurut Grafstein et al (2002),
dalam jurnalnya menjelaskan bahwa
penggunaan volar dorsal splints yang
dikaitkan dengan nyeri pre dan pasca
operasi pada pasien fraktur radius
distal menunjukkan hasil yang sangat
memuaskan. Nyeri yang dialami oleh
pasien dapat berkurang dan hasil
radiographical baik. Akan tetapi dalam
askep penulis hanya melakukan
intervensi yaitu memotivasi pasien
untuk tidak menggerakkan tangan
kirinya dan memfasilitasi kebutuhan
pasien sehingga pasien tidak perlu
menggerakkan bagian yang sakit,
karena
pasien
akan
menjalani
prosedur
bedah
yang
sifatnya
emergensi untuk itu tidak perlu
dilakukan pemasangan alat untuk
mengimmobilisasi
bagian
lengan
pasien.
Pada diagnosa kedua untuk
ansietas b.d kurang pengetahuan
tentang prosedur bedah diangkat oleh
penulis karena melihat adanya kondisi
pasien yang tidak tenang, banyak
bertanya tentang prosedur operasi dan
pasien mengatakan bila sebelumya
tidak pernah masuk rumah sakit
apalagi menjalani operasi tulang.
Tindakan pre operasi yang dilakukan
untuk menghilangkan perasaan cemas
pasien adalah dengan memberikan
penjelasan tentang prosedur operasi,
memberikan waktu pasien untuk
mengungkapkan
perasaannya,
menganjurkan
pasien
untuk
melakukan relaksasi nafas dalam dan
membimbing doa terlebih dahulu
sebelum operasi dilakukan.
Menurut Jangland dalam Bailey
(2010), dalam jurnalnya menjelaskan
bahwa kecemasan pada pasien
perioperatif dapat berkurang dengan
pemberian
informasi
tentang
pemulihan pasca operasi dan rincian
prosedur pembedahan.

10

Intra Operasi
Diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus sama halnya
dengan yang ada di dalam teori
konsep keperawatan, namun tidak
semua diagnosa keperawatan pada
teori digunakan di dalam kasus.
Diagnosa keperawatan pada teori
antara lain resiko defisit volume cairan
b.d perdarahan intra operatif, resiko
infeksi b.d port de entry dan bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi
sekret. Diagnosa keperawatan yang
muncul pada kasus adalah resiko
defisit volume cairan b.d perdarahan
tindakan operatif.
Diagnosa keperawatan resiko
defisit volume cairan ditegakkan oleh
penulis karena dalam intra operasi
perlu pemantauan ketat terhadap
cairan yang masuk dan keluar akibat
insisi pembedahan. Untuk rencana
dan yang telah dilakukan dalam
menanggulangi
masalah
tersebut
penulis bersama perawat selalu
memantau keadaan hemodinamika
pasien
dan
pengaturan
dalam
pemberian infus RL. Infus RL
termasuk ke dalam jenis cairan
kristaloid yang cukup baik digunakan
untuk terapi syok hipovolemik. Cairan
kristaloid merupakan cairan air dan
elektrolit yang juga bersifat isotonik
dan efektif dalam mengisi volume
cairan ke dalam pembuluh darah dalam
waktu yang singkat serta berguna pada
pasien yang memerlukan cairan
segera. Sebagian besar larutan
kristaloid dalam waktu singkat akan
keluar dari intravaskuler, sehingga
volume yang diberikan harus lebih
banyak (2,5-4 kali) dari volume darah
yang hilang. Kristaloid mempunyai
waktu paruh di dalam intravaskular 2030 menit. Perpindahan cairan dari
ruang intravaskuler ke intertisial
berlangsung selama 30-60 menit,
kemudian dimetabolisme di hati serta
sebagian di ginjal dan akan keluar

dalam bentuk urine dalam waktu 24-48
jam. Sehingga secara umum kristaloid
efektif
digunakan
untuk
mengembalikan volume intravaskular
(Rahardianto, 2009).
Untuk diagnosa keperawatan
resiko infeksi b.d port de entry tidak
ditegakkan oleh penulis pada intra
operasi karena untuk menghindari
resiko infeksi itu sendiri telah dilakukan
tindakan yang sesuai dengan teori
mulai persiapan operasi, konsul
anastesi, pemberian injeksi antibiotik
dexamethasone
10 mg,
sampai
dilakukan tindakan debridement dan
tindakan operasi dilakukan dengan
benar-benar memperhatikan prinsip
steril pada setiap tindakan maupun
alat-alat yang digunakan sehingga
meminimalkan terjadinya resiko infeksi.
Menurut analisa penulis dengan sudah
dilakukanya tindakan tersebut pada
kasus open fracture radius ulna grade I
dapat mencegah terjadinya resiko
infeksi.
Diagnosa keperawatan bersihan
jalan nafas tidak efektif b.d akumulasi
sekret terdapat pada teori akan tetapi
tidak muncul dalam kasus. Dari
pengkajian intra operasi penulis
memperoleh data jalan nafas pasien
paten, tidak terdapat sumbatan, bunyi
nafas vesikuler tidak ada suara nafas
tambahan. Sehingga penulis tidak
menegakkan diagnosa bersihan jalan
nafas tidak efektif b.d akumulasi sekret
pada saat intra operatif.
Post Operasi
Pada post operasi adalah proses
dari pasien selesai dilakukan operasi
sampai dipindahkan ke ruang recovery
room pada saat itulah penulis
menegakkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang ada pada
teori adalah resiko infeksi b.d port de
entry, resiko cedera b.d penurunan
kesadaran dan hipotermi b.d paparan
lingkungan yang dingin. Diagnosa yang

11

muncul pada kasus yaitu resiko infeksi
b.d port de entry dan resiko cedera b.d
penurunan
kesadaran.
Diagnosa
keperawatan pada teori tetapi tidak
muncul dalam kasus adalah hipotermi
berhubungan
dengan
paparan
lingkungan dingin.
Untuk diagnosa resiko infeksi
berhubungan dengan port de entry ini
ditegakkan oleh penulis karena pada
post pembedahan terdapat balutan
luka pada lengan bawah sebelah kiri
pasien dan terpasang selang drain
pada luka post pembedahan dimana
luka ditutup menggunakan kassa steril
serta dibalut dengan elastic bended,
namun
dalam
penanganannya
menggunakan prinsip steril dan bersih
sehingga meminimalkan terjadinya
resiko infeksi.
Dalam jurnalnya Viegas, et al
(2010),
menjelaskan
bahwa
keselamatan/ perlindungan terhadap
resiko infeksi termasuk diagnosa
paling sering digunakan. Peningkatan
resiko infeksi termasuk di dalamnya
pasien dengan kerusakan integritas
kulit karena dapat meningkatkan
resiko infeksi dari luka yang digunakan
sebagai pintu masuk kuman atau
mikroorganisme.
Pada
masalah
keperawatan
resiko cidera disini muncul berdasarkan
tindakan transportasi pasien dari ruang
operasi sampai ke ruang recovery
room, pada hasilnya pasien tidak ada
cidera karena saat pemindahan pasien
dilakukan secara hati – hati dengan
menggunakan alat pendukung dan
brankar yang di kanan dan kirinya
terdapat pengaman yang dinaikkan
supaya jika pasien tiba-tiba bergerak
atau mulai sadar dari pengaruh
anastesi pasien dapat terhindar dari
resiko jatuh.
Dalam jurnalnya Viegas, et al
(2010), menjelaskan bahwa diagnosa
NANDA untuk resiko jatuh adalah
diagnosis yang termasuk di dalam

keselamatan/ perlindungan pasien.
NANDA mendefinisikan karakteristik
atau faktor resiko untuk diagnosis
keperawatan resiko jatuh salah
satunya adalah pasien yang menerima
anastesi
umum
karena
ketidakmampuan
pasien
untuk
bergerak selama prosedur dan setiap
pasien yang menjalani prosedur
operasi berlangsung lebih dari dua
jam.
Diagnosa keperawatan hipotermi
berhubungan
dengan
paparan
lingkungan dingin tidak muncul dalam
kasus askep karena pada saat intra
operasi pasien memakai baju operasi
dan selimut operasi. Kemudian dari
data pengkajian yang diperoleh
penulis tekanan darah pasien: 145/84
mmHg, nadi: 82 kali/ menit, pernafasan
normal (respiratory rate: 22 kali/ menit),
suhu: 36,9°C, kulit teraba hangat, tidak
ada sianotik pada kuku, kulit tidak
pucat dan pasien tidak menggigil.
Sehingga penulis tidak memasukkan
diagnosa
hipotermi
berhubungan
dengan paparan lingkungan dingin
pada kasus askep.
Pada saat pengkajian post
operasi penulis melakukan pengukuran
Aldrete score dengan nilai 5 (nilai
normal ≥ 9) dan Bromage score
dengan nilai 3 (nilai normal < 2) yang
berarti pasien belum dapat keluar dari
ruang recovery room, namun dalam
askep
tidak
terdokumentasikan
dikarenakan
proses
asuhan
keperawatan dan dokumentasi yang
dilakukan oleh penulis hanya terfokus
pada area ruang operasi.
SIMPULAN
Pengkajian fokus pada Tn. N
yaitu
nyeri,
gangguan
fungsi,
pembengkakan pada area sekitar
fraktur, spasme otot, deformitas,
krepitasi dan terdapat luka sesuai
dengan derajat pada fraktur terbuka.

12

Diagnosa keperawatan pada
kasus pre operasi sesuai teori muncul
diagnosa resiko infeksi b.d port de
entry, nyeri akut b.d agen injury fisik
dan ansietas b.d kurang pengetahuan
prosedur bedah. Pada kasus intra
operasi muncul diagnosa resiko defisit
volume cairan b.d perdarahan intra
operatif. Diagnosa keperawatan pada
post operasi masalah resiko infeksi b.d
port de entry dan resiko jatuh b.d
penurunan kesadaran.
Intervensi keperawatan pada pre
operasi untuk masalah masalah resiko
infeksi dilakukan kolaborasi tindakan
operatif debridement, masalah nyeri
akut menggunakan prinsip manajemin
nyeri dan mengimmobilisasi bagian
yang sakit dan pada masalah ansietas
dilakukan pemberian informasi tentang
prosedur bedah. Intervensi pada intra
operasi masalah resiko defisit volume
cairan menggunakan rehidrasi cairan
dengan infuse RL. Pada post operasi
untuk
masalah
resiko
infeksi
menggunakan prinsip tindakan steril
dan untuk masalah resiko cidera
intervensi
dengan
melakukan
transportasi yang tetap memperhatikan
prinsip safety.
Dalam melakukan implementasi
terdapat
tindakan
yang
harus
dikerjakan secara bersama-sama dan
dengan kekompakan tim, antara dokter
bedah, dokter anestesi, perawat bedah,
serta perawat anestesi.
Evaluasi
untuk
masalah
keperawatan kasus pre operasi,
masalah resiko infeksi belum teratasi,
masalah nyeri akut belum teratasi dan
untuk masalah ansietas hasil evaluasi
masalah teratasi. Pada kasus intra
operasi tidak terjadi resiko defisit
volume cairan. Pada post operasi
didapatkan hasil evaluasi tidak terjadi
masalah resiko infeksi dan tidak terjadi
masalah resiko cidera.

SARAN
Untuk
Perawat:
dalam
menalaksanakan asuhan keperawatan
pada
pasien
dengan
tindakan
debridement & ORIF pada kasus open
fraktur radius ulna segmental grade I
perawat harus senantiasa menjaga
kesterilan, keamanan serta kebersihan.
Untuk Peneliti Selanjutnya: perlu
meningkatkan lagi dalam pengamatan
serta
dalam
melakukan
asuhan
keperawatan pasien dengan tindakan
debridement & ORIF. Diupayakan
sepenuhnya
dapat
ikut
secara
langsung dalam melakukan asuhan
keperawatan dengan tindakan operasi
debridement & ORIF.
Instansi Pendidikan: diharapkan
karya tulis ilmiah ini dapat digunakan
sebagai
referensi
pada
asuhan
keperawatan terhadap kasus open
fraktur radius ulna segmental sinistra
grade I dengan operasi debridement &
ORIF.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Fraktur radius ulna.
diakses
tanggal
16/10/2012.
http://www.artikelkedokteran.com/
838/fraktur-radius-ulna.html
Bailey, L. 2010. Strategies For
Decreasing Patient Anxiety in The
Perioperative Setting. Association
of Operating Room Nurse 92
(October 2010) 445-457
Black, J. M & Hawks, J. H. 2005.
Medical Surgical Nursing Clinical
Management
for
Positif
Outcomes, Vol.1. Philadelphia:
Elsevier Saunders
Brad, P & Elton, S. 2004. Surgical
Management
of
Chronic
Osteomyelitis. The American
Journal of Surgery 188.1

13

Carpenito, L. J. 2006. Buku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 6. Jakarta:
EGC
Dinas kesehatan. 2010. Insiden Fraktur
Karena Kecelakaan. Diakses
tanggal
17/10/2012.
http://dinkes.tasikmlayakota.co.id
or
Doengoes, M. E. 2010. Rencana
Asuhan Keperawatan. edisi 3.
Jakarta : EGC
Grafstein, E. J. 2002. Comparasion of
Three Immobilization Techniques
in the Management of Acut Distal
Radius Fractures. Juornal of the
Canadian
Association
of
Emergency Physicians 4.2 (maret
2002) : 127
Greene, W. B. 2006. Orthopaedics.
Philadelphia: Eelsevier
Herdman, T. H. 2009. Diagnosis
Keperawatan
Definisi
Dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC

Nursalam.
2003.
Manajemen
keperawatan: Aplikasi Dalam
Praktek
Keperawatan
Professional. Jakarta: Salemba
Medika
Potter, P. A & Perry, A. 2005. Buku Ajar
Fundamental
Keperawatan
:
Konsep, Proses, dan Praktik.
Edisi 4.Volume 2. Jakarta: EGC
Rahardianto, R. 2009. Jenis-jenis
cairan kristaloid. Diakses Tanggal
19/10/2012.
http://eidcp.blogspot.com/2009/08
/jenis-cairan-kristaloid.html
Reksoprodjo. 2010. Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara
Riemetalui. 2012. Revolusi material
untuk fiksasi internal. Diakses
tanggal
16/10/2012.
http://riemetalui.wordpress.com/2
012/03/23/revolusi-materialuntuk-fiksasi-internal/

Lewis. 2005. Medical Surgical Nursing
Assessment and Management of
Clinical
Problem.
Australia:
Elseiver

Robert H, Q & Darryl, J, M. 2006. The
Manajemen of Open Fracture
Radius Ulna. Widnerness &
Environmental Medicine; Springe
17,1

Mansjoer, A. 2005. Kapita Selekta
Kedokteran jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.

Sjamsuhidajat, R, & Jong, W. D. 2004.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2.
Jakarta : EGC

Muttaqin, A & Sari, K. 2009. Asuhan
Keperawatan
Perioperatif.
Konsep, Proses dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. 2002.
Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Brunner Dan Suddarth.
Jakarta: EGC

Nanda. 2006. Panduan Diagnosa
Keperawatan
(Terjemahan).
Jakarta: Prima Medika

Viegas, Souza, L. D et al. 2010. An
Analysis of Nursing Diagnoses for
Patients Undergoing Procedures
in a Brazilian Interventional
Radiology Suite. Association of
Operating Room Nurse Journal.

Netter F. H. 2006. Atlas of Human
Anatomy. 4th ed. US: Saunders

14

Indah Widyastuti* : Mahasiswa
Profesi Ners FIK UMS. Jln A Yani
Tromol Post 1 Kartasura.
Okti Sri Purwanti, S.Kep., Ns.,** :
Dosen Keperawatan FIK UMS. Jln A.
Yani Tromol Post 1 Kartasura.
Rossy
Irawati,
S.Kep.,
Ns.,**:
Pembimbing Klinik RS Ortopedi Prof.
D.R. R. Soeharso Surakarta. Jln. A
Yani Pabelan Surakarta.

Dokumen yang terkait

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. R DENGAN OPEN FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL SINISTRA Asuhan Keperawatan Pada Tn. R Dengan Open Fraktur Femur 1/3 Distal Sinistra Di IGD RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

0 0 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr.Dr DENGAN Asuhan Keperawatan Pada Sdr.Dr Dengan Close Fraktur Ankle Sinistra Di RSO Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 0 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. W DENGAN Asuhan Keperawatan Pada An. W Dengan Open Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal Sinistra Di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta.

0 0 13

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada An. W Dengan Open Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal Sinistra Di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta.

0 1 4

DAFTAR PUSTAKA Asuhan Keperawatan Pada An. W Dengan Open Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal Sinistra Di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta.

0 0 5

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. W DENGAN Asuhan Keperawatan Pada An. W Dengan Open Fraktur Radius Ulna 1/3 Distal Sinistra Di RSO Prof. Dr. R Soeharso Surakarta.

0 8 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN CLOSE FRAKTUR Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Close Fraktur Humerus Sinistra Di Ruang Instalasi Bedah Sentral RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

1 4 16

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN CLOSE FRAKTUR Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Close Fraktur Humerus Sinistra Di Ruang Instalasi Bedah Sentral RS Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 2 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. N DENGAN TINDAKAN Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Tindakan Debridement & Orif Pada Kasus Open Fraktur Radius Ulna Segmental Sinistra Grade I Di Ruang Ibs Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

0 0 17

PENDAHULUAN Asuhan Keperawatan Pada Tn. N Dengan Tindakan Debridement & Orif Pada Kasus Open Fraktur Radius Ulna Segmental Sinistra Grade I Di Ruang Ibs Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.

2 11 4