PERAN TRADISI BERBALAS PANTUN DALAM ACARA PESTA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU DI DESA LALANG KEC.TANJUNG PURA.

ABSTRAK
M.Ikhsan Rizky, Nim 3103122039. Peran Tradisi Berbalas Pantun Dalam Acara Pesta
Perkawinan Masyarakat Melayu Di Desa Lalang Kec.Tanjung Pura,Skripsi.Fakultas Ilmu
Sosial,Pendidikan Antropologi,Universitas Negeri Medan 2015
Pantun merupakan tradisi Melayu yang pemakaiannya menyentuh berbagai aspek
kehidupan orang melayu.dalam budaya melayu,ungkapan memegang peranan penting karena
bentuk dadtra ini lazim mengandung nilai-nilai nasihat dan tunjuk ajar yang sangat
kental.ungkapan-ungkapan dalam seni budaya melayu biasanya di jalin dengan bahasa yang
indah dan sarat dengan makna serta simbol.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan objek penelitian peran pantun pada suku
melayu dalam acara pesta perkawinan di desa lalang kecamatan tanjung pura,kabupaten
langkat,provinsi sumatera utara.pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
pengamatan,wawancara,perekaman,dan pencatatan.teknik analisis data yang dilakukan
menggunakan teknik analisis deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pantun dalam kehidupan orang melayu adalah
sebagai sarana untuk menyampaikan psan-pesan moralyang sarat berisi nilai-nilai luhur
agama,budaya dan norma-norma dodial masyarakat.melalui pantun nilai-nilai luhur itu
disebarluaskan ketengah-tengah masyarakat.diwariskan kepada anak cucunya.nilai-nilai
simbolikyang terkandung dalam pantun adalah nilai agama,adat istiadat,yang biasa
dilakukan,nilai sosial dan budi pekerti.aspek lainnya yang dapat dilihat adalah nilai
estetika,keoptimisan,ramah,sifat terbuka.sedangkan pantun yang digunakan dalam acara pesta

perkawinan masyarakat suku melayu melambangkan bahwa perkawinan adalah sesuatu yang
sakral.suku melayu sangat menjunjung tinggi adat istiadat,biasanya pantun nasihat di selipkan
dalam pembicaraan pada saat pinang-meminang,antar belanja ataupun antar tanda,pembuka dan
penutup pintu ataupun dalam khutbah nasihat nikah.pantun nasihat sangat populer dan
dimanfaatkan dengan baik oleh warga masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan
mereka.demi tegaknya nilai moral dan radat resam melayu dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk tetap menjaga dan melestarikan pantun,diharapkan kepada masyarakat untuk tetap
senantiasa menggunakan pantun tidak saja dalam keadaan tetentu saja,dengan tetap
memperhatikan nilai-nilai yang terkandung di dalam pantun tersebut.peneliti mengharapkan agar
penelitian berikutnya mengenai peran pantun di dalam acara adat suku melayu dapat dikaji lebih
mendalam lagi.
Kata kunci : nilai-nilai simbolik,peran,pantun,Melayu.

i

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang
Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Peran Tradisi Berbalas Pantun Pada Masyarakat Melayu Di
Desa Lalang Kecamatan Tanjung Pura”.

Penulis juga tidak lupa menyampaikan rasa terimakasih bagi pihak-pihak
yang telah memberikan motivasi maupun kontribusi bagi penulis, sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini . Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Medan, Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik,
M.Si.
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Dr. Restu MS beserta jajarannya yang
telah memberikan segala kemudahan dalam penyelesaian skripsi
ini.
3. Ketua Jurusan Program Studi Pendidikan Antropologi, Ibu
Puspitawati, M,Si yang telah memberikan fasilitas dan motivasi
dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Drs.Tumpal Simarmata M.Si selaku Pembimbing Skripsi yang
telah membimbing dan memberikan banyak masukan, arahan dan
nasihat

yang sangat

baik


penyelesaian skripsi ini.

ii

kepada penulis

selama proses

5. Bapak Dra.Puspitawati M.Si,

selaku Dosen Pembimbing

Akademik penulis yang telah memberikan masukan, nasehat
selama proses penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Dra.Nurjannah, M.Pd dan bapak Drs.Waston Malau M.Sp
selaku Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan
dalam perbaikan dan penyelesaian skripsi ini.
7. Teristimewa kepada keluarga tercinta, Ibunda Siti Habsah dan yang
telah membimbing penulis hingga sampai pada saat ini juga
memberikan motivasi tidak terhitung baik secara materi dan

nonmateri sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
8. Staff yang bekerja di kantor Kelurahan Desa Lalang yang telah
memberikan izin penelitian dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Kepada seluruh informan yang telah memberikan waktunya untuk
bercerita panjang lebar guna melengkapi data skripsi ini
10. Adinda terkasih Veryn Evita Febriana yang membantu dan
memberikan semangat untuk penulis dalam hal menyelesaikan
skripsi ini.
11. Teman xbb (Dapot Purba, Erianto Purba, Jontra Saragih, Jou S.T
Pandiangan dan Daniel Hutapea,) sebagai sahabat berbagi ilmu,
tawa, sedih dan berjuang.
12. Semua teman Antropologi stambuk 2010 yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu, khususnya Ahmad S.Rifandi, Bobby, Toga,
Hizkia, Septha, Sonya, Devita, Wirma, Yunisa, Lamria, Tutur, dan

iii

Lely yang selalu bersama dalam berjuang dalam menyelesaikan
perkuliahan di Prodi Antropologi Unimed.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini membawa manfaat yang baik.

Medan,

Maret 2015

Penulis

M.IKHSAN RIZKY
NIM : 3103122039

iv

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................

i


KATA PENGANTAR ....................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

BAB I

PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. LatarBelakang........................................................................... 1
1.2. IdentifikasiMasalah .................................................................. 10
1.3. PembatasanMasalah ................................................................. 10
1.4. RumusanMasalah ..................................................................... 11
1.5. TujuanPenelitian ....................................................................... 11
1.6. ManfaatPenelitian ..................................................................... 12

BAB II


KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 13
2.1 Kajia Pustaka ............................................................................. 13
2.1.1 Adat Perkawinan Melayu ............................................... 13
2.2 Kerangka Konseptual ............................................................... 22
2.2.1 Pantun Dalam Kehidupan Masyarakat Melayu …………….

23

2.3 Kerangka Teori ......................................................................... 37
2.4 Kerangka Berfikir…………………………………………… 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 40
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 40
3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................... 40
3.3 Penentuan Informan ................................................................. 40
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 41
3.4.1 Observasi Partisipasi ....................................................... 41
3.4.2 Wawancara ...................................................................... 41
3.4.3 Dokumentasi .................................................................... 42


iii

3.4.4 Analisis Data ................................................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ............................. 44
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian .................................................... 44
4.1.1 Desa Lalang..................................................................... 44
4.1.2 Sistem Mata Pencarian .................................................... 44
4.1.3 Sistem Kekerabatan......................................................... 47
4.2 Hasil Penelitian .......................................................................... 48
4.2.1 Tata Cara Perkawinan pada Masyarakat Suku Melayu
Di Desa Lalang................................................................ 48
4.2.2 Tujuan Diadakannya Pantun Dalam Acara Perkawinan
Masyarakat Melayu di desa Lalang ................................ 57
4.2.3 Tradisi Berbalas Pantun Masih Digunakan Pada Zaman
Modern ............................................................................ 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 61
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 61
5.2 Saran ........................................................................................ 62


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iv

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
1.1.2 Kabupaten langkat
Langkat merupakan bagian integral dari wilayah kesatuan Negara Republik
Indonesia ,ini merupakan sebuah kabupaten yang berada dalam wilayah Provinsi
Sumatera Utara,yang terletak dipaling utara dan berbatasan langsung dengan
provinsi NAD.Eksistensi langkat telah di kenal sejak abad ke 17 dan 18,dengan
diakuinya raja langkat Tengku Musa Abdul Jalil Rahmadsyah memangku jabatan
sebagai Sultan Langkat yang bergelar sebagai Pangeran Indera Diraja Amir pada
tahun 1969,sebelumnya kerajaan langkat ini di pimpin oleh ayahanda dari Sultan
Musa yakni Raja Ahmad dengan Zetel kerajaan ketiks itu di daerah
Gebang.setelahSultan Musa memangku jabatan sebagai Sultan Langkat,maka

zetel kerajaan dipindahkan dari Gebang ke Tanjung Pura ktika itu Tanjung Pura
masih bernama kota Pati.sejak dahulu Tanjung Pura lebih populer di sebut dengan
Langkat,maka presepsi masyarakat dahulu Langkat itu adalah Tanjung Pura.
Secara geografis Kabupaten Langkat terletak di bagian pantai timur
Sumatera Utara antara 3,14 o dan 4,13

o

Lintang Utara,97,52 o dan 98,45 o Bujur

Timur,dengan luas wilayah 6.263,29 Km2. Sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten TanahKaro.
Seperti diketahui penduduk asli yang mendiami daerah kawasan dan rajaraja Langkat adalah beretnis Melayu,namun sejauh itu banyak kalangan yang
1

belum mengetahui tentang Melayu.terkadang makna Melayu itu selalu
dipelesetkan dan menjadi korban makna dari bahasa etnis lain.sebagai ilistrasi
dapat dikemukakan disini Melayu dalam bahasa Jawa artinya Lari,selalu di
katakan jam Melayu ( jam yang lari ),sehingga orang melayu itu di anggap lari
dari janji atau tidak tepat waktu dalam berjanji atau setiappekerjaan dianggap

lamban atau malas.sehingga banyak tudingan bahwa masyarakat melayu itu
malas,bodoh,danperajuk.Masyarakat

Melayu

Langkat

dikenal

ramah,terbuka,beragama,mengalah,muah menerima,senang di tanggapi namun
tidak suka meminta mengemis karena orang melayu memiliki nilai harga diri
sangat tinggi yang di sebut Marwah.meskipun ada anggapan orang Melayu itu
perajuk,sebenarnya bukanlah sifat perajuk,tetapi mengalah.orang melayu tidak
suka melakukan persaingan tidak sehat.
Menurut Pof.DR.R.C.Majumdar ( 2005:3 ) bahwa ada satu suku di india
bernama suku Malaya dan orang Yunani menyebutnya dengan suku Molloi dan
ada lagi gunung Malaya.sementara itu Prof.P.J.Veth mengatakan orang Melayu
itu Islam,seorang ilmuan asal Belanda Prof.DR.Vvallentijn menjelaskan bahwa
orang Melayu itu sangat cerdik,sangat sopan,sangat baik,lebih bersih cara
hidupnya,wajahnya rupawan,tidak ada manusia lain yang bisa di bandingkanb
dengan mereka ,dan mereka penggembira.
Dapat pula di jelaskan bahwa seorang itu bisa di katakan melayu apabila
dia beragama Islam,berbahsa Melayu,sehari-hari beristiadat Melayu serta resam
dan tata cara kehidupan Melayu.maksud dari adat istiadat Melayu itu adalah adat
bersendikan syarak,syarak bersendikan kitabullahjadi masyarakat melayu itu
2

adalah etnis secara kultur ( budaya) dan tidak semata-mata secara gebeologis (
persamaan darah keturunan )di dalam hukum kekeluargaan ,orang melayu
menganutb sistem parental maksudnya kedudukan pihak ibu dan pihak ayah di
anggap sama.
Nama Malayu berasal dari Kerajaan Malayu yang pernah ada di kawasan
Sungai Batang Hari.Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk
dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya.Pemakaian istilah Malayu meluas
hingga ke luar Sumatera, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang
berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.Jadi orang
Melayu Semenanjung berasal dari Sumatera.
Masyarakat Melayu Deli terkenal dengan seni berpantun Melayu yang
terkenal sampai saat ini.Dalam berpantun digunakan untuk mengungkap isi hati
mereka, karena orang Melayu umumnya segan menyatakan sesuatu secara terus
terang sehingga harus menggunakan isyarat, perumpamaan atau kiasan yang
terwujud dalam pantun tersebut.Pada masyarakat Melayu Deli, peristiwa
perkawinan mendapatkan banyak tempat yang tinggi dalam adat istiadat. Bila
sebuah keluarga mencapai usia “pantas” dan telah memenuhi syarat dalam ajaran
Islam maka ia disarankan untuk segera memasuki gerbang perkawinan.
Dalam seminar Melayulogi pada tahun 1985 di Tanjung Pinang,yang
membicarakan tentang konsep Melayu ,mendapat perhatian serius oleh para
anggota seminar tersebut (Pelly,1986) sehingga salah satu kesimpulan seminar
tersebut ialah mensosialisasikan kembali kategori Melayu tersebut.Dengan

3

demikian disepakati bahwa yang di sebut Melayu itu adalah : 1) yang beragama
islam,2)berbahasa Melayu/Indonesia,3) berbudaya/resam Melayu ,4) tinggal di
kawasan Melayu, dan5) Mengaku Melayu.Oleh karena itu berbeda dengan
kelompok-kelompok etnik lainnya di Indonesia seperti Jawa,Bugis,Minang,Aceh
yang cenderung menekankan factor genetic,ikatan keturunan (darah), dan
perkawinan,kelompok etnik Melayu lebih menekankan kepada factor-faktor
social budaya.
“Jadi masyarakat Melayu adalah kesatuan etnis berdasarkan
cultural,bukan berdasarkan genologis serta memakai hukum
kekerabatan parental.Adat-istiadat/budayanya yang diterimanya dari
zaman animism / hindunisme / budhisme sedikit demi sedidkit di
sesuaikan dengan hal-hal yang tidak dilarang oleh islam,sehingga
budaya
Melayu
itu
menjadi
sebahagian
dari
peradaban/Civilisation/tamaddun islam ( Sinar,2001:1 ).”
Menurut Tengku Lukman Sinar bahwa sebelum kedatangan kolonialisme
barat ke bumi alam Melayu,orang Melayu sebelumnya sudah mencapai puncak
peradabannya yang tinggi di dunia internasional sebagaimana yang tertulis oleh
beberapa sumber asing.
1. Orang Melayu itu sangat taat menjalankan ibadah islam.
2. Orang Melayu tidak buta huruf karena mempunyai tulisan
Arab/Bahasa Arab yang mengetengahkan ilmu pengetahuan
dunia.
3. Orang Melayu bangsa pembersih, sopan santun,gemar akan
music dan mempermainkan berbagai macam instrument musik.

4

Thamrin dan Sembiring (2007:5) menjelaskan ciri-ciri orang Melayu dapat
dilihat dari beberapa lambang.Sirih yang diartikan dengan sabar,merendahkan diri
dan dengan sengaja memuliakan orang lain,sedangkan dia sendiri sebenarnya
adalah orang yang pemberani dan penawar.
Suku Melayu adalah nama yang menunjuk pada suatu kelompok yang ciri
utamanya adalah penuturan bahasa Melayu. Suku Melayu bermukim di sebagian
besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand
Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat
Karimata. Di Indonesia, jumlah suku Melayu sekitar 15% dari seluruh populasi,
yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Tanjung Pura adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara. Berlokasi sekitar 60 km dari Kota Medan, Tanjung Pura merupakan salah
satu titik yang dilewati oleh Jalan Raya Lintas Sumatera, merupakan juga kota
kecil penuh kenangan bagi sebagian orang yang pernah tinggal di sana, selain
terkenal sebagai kota pendidikan, sejak aman dahulu Tanjung Pura dikenal juga
sebagai kota budaya. Kesemuanya itu terbukti dengan adanya pahlawan nasional
Tengku Hamir Hamzah penyair handal dan sederhana yang bermakam di Masjid
Azizi Tanjung Pura yang bertempat di depan Jalan Lintas Sumatera atau Jalan
Mesjid, Tanjung Pura. Banyak peninggalan bersejarah, seperti makam raja-raja
(Sultan Langkat) yang masih terawat baik dikompleks perkuburan Masjid Azizi.

5

Suku Melayu sering mengatakan sesuatu secara berisyarat saja, segan
langsung berterus terang tapi selalu mengatakan sesuatu dengan menggunakan
perumpamaan dengan kiasan dengan tidak langsung (menggunakan pantun). Ini
termasuk suatu kebiasaan, malahan hampir menjadi adat. Seolah-olah Melayu itu
sering menyuruh orang lebih dalam berfikir dengan menggunakan kata-kata yang
sedikit untuk mencari tafsirannya sendiri. Pantun adalah bagian dari alam
kehidupan orang Melayu, yang tentunya dapat di jadikan sebagai pembelajaran.
Bahkan pantun itu sendiri selalu di kaitkan dengan alam yang luas. Filosopi orang
Melayu memandang alam sebagai cermin hidup manusia. Mereka membaca alam
untuk memahami situasi yang ada seperti yang di ungkapkan dalam pribahasa
Alam Terbentang Jadi Guru, sehingga dalam pantun pada baris awal terdapat
unsur-unsur alam dan baris selanjutnya di kemukakan yang sebenarnya.
Suwardi (20087:122) dari tiga tingkatan tersebut,dapat di ketahui tentang
nilai-nilai yang dikandung oleh kebudayaan Melayu,yaitu nilai religious,nilai
politis,nilai yuridis,nilai social,nilai ekonomis,estetika dan seterusnya yaitu
dijelaskan sebagai berikut :
a. Nilai religious bagi orang Melayu ialah bahwa islam itu identik
dengan Melayu,terutama sejak islam menjadi agama yang dianut
masyarakatnya.Masuk islam sama dengan masuk Melayu.
b. Nilai yuridis ialah ketentuan adat dan hukum adat yang menjadi
penghantar kehidupan bermasyarakat,bahwa mereka telah mampu
melahirkan ketentuan hukum,baik tertulis maupun lisan melalui
adatnya sejak awal didirikan pemerintahan.
c. Nilai politis berkaitan dengan kekuasaan dan pengambilan
keputusan.Dalam budaya Melayu dikenal azas musyawarah untuk
mufakat,toleransi solidaritas,serta cinta damai.Artinya kekuasaan di
dasarkan kepada kebulatan pendapat dari seluruh anggota
musyawarah sebagaimana tergambar dalam ungkapan “Bulat kata

6

karena mufakat,bulat air karena pembuluh” dan “raja alim raja di
sembah,raja lain raja di sanggah”.
d. Nilai social adalah penetapan masyarakat dalam system kekerabatan
yang diatur melalui adat Melayu dengan segala variasi menurut
kawasan.Dalam sopan santun di utamakan budi bahasa,suka
merendah-rendah,mengutamakan pendidikan dan ilmu,mempunyai
sifat malu,hidup sederhana,perasa tapi periang,serta mengutamakan
marwah dan martabat.
e. Nilai ekonomis adalah ketentuan masyarakat tentang keperluan
hidup dalam kaitan potensi alami.Misalnya tentang sumber alam di
hutan di kenal dengan ungkapan. “Hutan berbunga kayu,Air
berbunga pasir,padi berbunga emping”.
f. Nilai estetis adalah keindahan dari alam dan dunia kehidupan.Bagi
masyarakat Melayu,keindahan di gambarkan dari flora dan fauna
seperti yang terlukis dari nyanyian,seni tari,seni ukir dan seni
sastra.Masyarakat Melayu mengungkapkan pemikiran melalui
berbagai bentuk sastra,syair,hikayat,gurindam,bidal,pantun dan
sebagainya.
Pada masa lalu tradisi yang dilakukan oleh calon pengantin Melayu
sangat beragam karena harus melewati serangkaian prosesi adat yang cukup
panjang. Tercatat sekurangnya ada 27 tahapan yang harus dilalui oleh calon
mempelai sebelum dan sesudah hari perkawinanya.Namun di masa sekarangdimana segala sesuatunya ingin serba praktis, tetapi tetap tidak mengesampingkan
nilai-nilai tradisi, maka rangkaian prosesi perkawinan lebih disederhanakan,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
Sejauh

mana

budaya,agama,dan

kemampuan

norma-norma

orang

Melayu

sosialnya

memadukan

kedalam

nilai-nilai

ungkapan

serta

memanfaatkannya dapat dilihat dari aneka ragam ungkapan yang selalu mereka
pakai di dalam upacara adat dan tradisi,atau dari karya lisan maupun karya tulis
yang mereka hasilkan.
Salah satu upacara adat dan tradisi yang sarat dengan ungkapan adalah
acara perkawinan adat Melayu.Upacara yang sangat penting ini sarat dengan

7

simbol-simbol dan makna,baik berupa alat kelengkapan upacara maupun
ungkapan-ungkapan yang dipakai.Dalam upacara ini,banyak bagian yang diisi
dengan ungkapan-ungkapan sehingga upacara sehingga upacara adat ini terasa
semakin sacral,kental,berwibawa dan khidmat.
Pemilihan Desa Lalang sebagai lokasi penelitian adalah di karenakan
didesa ini sebagian besar penduduknya adalah etnis Melayu. Lokasinya juga
mudah dijangkau, dan yang terpenting adalah di desa ini masyarakat etnis Melayu
berusaha mempertahankan dan menjaga budaya Melayu untuk terus tumbuh dan
hidup di tengah-tengah masyarakatnya. Hal ini menjadi suatu yang menarik
perhatian peneliti untuk melakukan penelitian tentang budaya Melayu khususnya
tentang tradisi berpantun dan peranannya di dalam acara pesta perkawinan
masyarakat etnis Melayu di desa ini.
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam
bahasa-bahasa Nusantara.Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa
Minangkabau yang berarti "petuntun". Pantun melatih seseorang berfikir tentang
makna kata sebelum berujar.Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu
kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.Secara sosial pantun memiliki
fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda
sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan
kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.Namun,
secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian
pesan“pantun merupakan sesuatu yang luas, di dalam dunia yang sempit. Ia
biasanya mengandungi makna yang lebih luas dalam keringkasan kata-katanya.
8

Sebuah pantun boleh diumpamakan seperti sebuah pulau yang terdapat di dalam
kumpulan pulau, walaupun pulaupulau itu kelihatan dari atas seperti titik hitam
yang jaraknya terpisah oleh permukaan laut, sebenarnya ia bersambungan antara
satu sama lainnya dalam sebuah benua puncaknya yang tertinggi yang menonjol
keluar".. itu pantun sebagai salah satu warisan budaya kiranya perlu untuk terus
dilestarikan dengan cara mengajarkannya kepada generasi muda, dan bila perlu
kembali di adakannya pelajaran Muatan Lokal di sekolah-sekolah daerah etnis
Melayu untuk mengajarkan generasi muda mengenai pantun Melayu ini. Sehingga
nilai-nilai simbolik yang terkandung didalamnya juga dapat terus tumbuh dan
diwariskan pula kepada generasi muda. Pantun digunakan sebagai salah satu
sarana komunikasi untuk menyampaikan maksud, fikiran, pendapat ataupun
nasihat dan pengajaran. Hakikatnya, peran pantun dalam kehidupan orang Melayu
adalah untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang sarat berisi nila-nilai luhur
agama, budaya, dan norma-norma sosial masyarakatnya.
Setelah peneliti memaparkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang “Peran Tradisi Berbalas Pantun Pada
Masyarakat Melayu Dalam Acara Pesta Pernikahan Di Desa Lalang
Kecamatan Tanjung Pura”.

9

1.2. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas peneliti mengidentifikasikan hal
yang ingin di ketahui oleh peneliti dalam penelitian yang akan di lakukan adalah :
1.

Peran tradisi berbalas pantun pada saat acara resepsi perkawinan
pada masyarakat suku melayu di Desa Lalang Kec. Tanjung Pura..

2.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam pantun yang di bacakan pada
saat acara pesta perkawinan masyarakat melayu di desa Lalang.

3.

Makna yang tersirat didalam pantun yang dibacakan pada saat
resepsi perkawinan masyarakat etnis Melayu di desa Lalang.

4. faktor-faktor yang membuat pantun masih dipertahankan dalam
setiap acara pada masyarakat etnis Melayu di desa Lalang.T
5. Tradisi berbalas pantun dalam acara pesta perkawinan masyarakat
melayu di desa lalang .
6. Pesan yang di sampaikan lewat pantun
7. Kurangnya minat generasi muda suku Melayu mengenai pantun
yang merupakan buaya asli mereka

1.3. Pembatasan Masalah
Untuk mendapatkan keterangan yang lebih dalam dan terarah mengenai
“Peran Tradisi Berbalas Pantun Pada Masyarakat Suku Melayu Dalam
Acara Pesta Perkawinan Di Desa Lalang Kec. Tanjung Pura”.

10

1.4. Rumusan Masalah
1. Apakah tujuan di adakannya tradisi berbalas pantun di dalam acara
perkawinan masyarakat Suku Melayu di Desa Lalang ?
2. Bagaimana tradisi berbalas pantun dalam acara perkawinan masyarakat
Melayu di Tanjung Pura masih di langsungkan di zaman yang sudah
modern sampai sekarang ?
3. Bagaimana peran pantun di dalam kebudayaan Suku Melayu itu sendiri ?

1.5. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang di lakukan adalah :
1. Untuk mengetahui tujuan diadakannya acara berbalas pantun dalam acara
perkawinan pada masyarakat Melayu di Desa Lalang.
2. Untuk mengetahui bagaimana tradisi berbalas pantun dalam acara
perkawinan masyarakat Suku Melayu di Desa Lalang masih di langsungkan
di zaman modern sekarang ini.
3. Untuk mengetahui peran pantun di dalam kebudayaan Suku Melayu.

11

1.6. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas,maka hasil penelitian di harapkan
dapat bermanfaat sebagai :
1.

Penambah wawasan, khususnya di bidang antropologi.

2.

Studi perbandingan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
pada topik yang sama.

3.

Sebagai penelitian lanjutan terhadap realitas sosial gaya hidup dan di
harapkan memberikan sumbangsih literatur pada peneliti selanjutnya.

12

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Penelitian ini mengkaji tentang Peran Tradisi Berbalas Pantun Pada Acara
Pesta Perkawinan Masyarakat Etnis Melayu Di Desa Lalang Kec.Tanjung Pura.
Peneliti kemudian menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Orang Melayu suka berpantun, bahkan bisa dikatakan orang Melayu dulu
berbahsa dengan berpantun. Pantun digunakan sebagai salah satu sarana
komunikasi untuk menyampaikan maksud, fikiran, pendapat ataupun
nasihat dan pengajaran. Hakikatnya, peranan pantun dalam kehidupan
orang Melayu pada umumnya adalah untuk menyampaikan pesan-pesan
moral yang sarat berisi nilai-nilai luhur agama, budaya dan norma-norma
social masyarakatnya. Melalui pantun, nilai-nilai luhur itu di sebarluaskan
ketengah-tengah masyarakat, diwariskan kepada anak cucunya.
2. Pantun terdiri dari unsure-unsur kalimat yang berjumlah empat baris
dalam satu bait. Yang bersajak ( a-b,a-b ), biasanya baris pertama dan
kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi.
Umumnya pantun memiliki tekanan, matra, rima dan irama. Oleh
karenanya pantun mengandung nilai-nilai estetika. Sampai saat ini tradisi
berpantun pada etnis Melayu di Desa Lalang masih tetap berlangsung
dalam upacara perkawinan, penyambutan tamu, perayaan mauled, dan
tepung tawar haji.

61

3. Nilai-nilai simbolik yang terkandung dalam pantun adalah nilai religi,
adat-istiadat yang biasa dilakukan, nilai etika/budi pekerti, dan nilai social.
Dalam upacara adat, pantun nasihat biasanya diselipkan dalam
pembicaraan atau percakapan. Pada upacara perkawinan adat, biasanya
pantun nasihat di selipkan dalam pembicaraan pinang-meminang, antar
belanja ataupun antar tanda, pembuka dan penutup pintu ataupun dalam
khutbah nasihat nikah. Pantun nasihat sangat populer dan dimanfaatkan
dengan baik oleh masyarakat untuk menyampaikan ide dan gagasan
mereka, demi tegaknya nilai moral dan adat resam Melayu dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Pantun yang digunakan dalam acara perkawinan melambangkan bahwa
perkawinan adalah sesuatu yang sakral. Mempertemukan dua keluarga
yang berbeda dan tak saling kenal untuk menjalin persaudaraan.
Penggunaan pantun juga dilakukan untuk menjunjung tinggi adat istiadat
Melayu.

5.2. Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian dan turun ke lapangan serta
melakukan observasi maka saran peneliti adalah sebagai berikut :
1. Upacara adat merupakan salah satu aset budaya bangsa yag harus di
lestarikan karena di dalamnya terkandung nilai-nilai kearifan budaya lokal
sebagai salah satu aset budaya. Selain iu juga sebagai wujud apresiasi serta
penghargaan terhadap nilai-nilai tradisi. Sehingga di harapkan kepada

62

generasi penerus dapat senantiasa menjaga dan melestarikannya, sehingga
tidak mudah terkikis oleh perjalanan waktu dan perkembangan zaman.
2. Untuk tetap menjaga dan melestarikan pantun,diharapkan kepada
masyarakat untuk tetap meggunakan pantun tidak saja dalam keadaan
tertentu,dengan tetap memperhatikan aturan dan nilai-nilai

yang

terkandung didalam pantun tersebut. Seiring dengan lajunya perubahan
dan pergeseran nilai-nilai budaya, tidak mustahil ungkapan-ungkapan yang
sarat dengan nilai-nilai mulia akan perlahan-lahan terkikis dan terabaikan,
sehingga generasi muda Melayu tidak lagi dapat mendengar dan
menghayatinya. Oleh karena itu pantun sebagai salah satu warisan budaya
kiranya perlu untuk terus dilestarikan dengan cara mengajarkannya kepada
generasi muda, dan bila perlu kembali di adakannya pelajaran Muatan
Lokal di sekolah-sekolah daerah etnis Melayu untuk mengajarkan generasi
muda mengenai pantun Melayu ini. Sehingga nilai-nilai simbolik yang
terkandung didalamnya juga dapat terus tumbuh dan diwariskan pula
kepada generasi muda.
3. Semoga generasi muda etnis Melayu dapat tumbuh menjadi generasi muda
yang handal dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern, selain itu
juga tetap memiliki diri kemelayuan yang kental, seperti yang terlihat dari
penggunaan pantun. Peneliti juga mengharapkan agar penelitian
berikutnya mengenai peran tradisi berbalas pantun pada acara resepsi
perkawinan masyarakat etnis Melayu di kaji lebih mendalam lagi.
Hendaknya

kepada

semua

lapisan

masyarakat

baik

yang

akan

63

melangsungkan acara perkawinan yang banyak menggunakan perangkat
lambang/simbol ini dapat terinspirasi untuk senantiasa bersikap dan
bertindak sesuai makna dan lambang-lambang tersebut sehingga dapat
meraih kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup berumah tangga.

64

DAFTAR PUSTAKA
Budiman ,Kris.2003.Semiotika Visual. Yogyakarta:Buku Baik dan Yayasan Seni
Cemeti
Chaer Abd,Leone Agustino ,1995.Sosiologi Linguistik ( Perkenalan Awal).
Rineka Cipta.
Daillie, Francois-Rene, 1988. Alam Pantun Melayu: Studies

on the Malay

Pantun. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan PustaKa.
Harimurti Kridalaksana,2001. Kamus Linguistik Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, hlm. 132.
Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan
Fungsi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
Iskandar, Teuku, 1995. Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad.
Brunei: UBD.
Jayawati T Maini,Sulistiani.1997,Analisis Struktur dan Nilai Budaya Cerita
Rakyat Sumatra Utara Sastra Melayu : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD
Mansoer Pateda,2001. Semantik Leksikal Jakarta: Rineka Cipta, hlm. 79.
Noriah Mohamed, 2006. Sentuhan Rasa dan Fikir dalam Puisi Tradisional.
Stephen Ullman,2011. Pengantar Semantik. Terj. Sumarsono Yogyakarta:
Pustaka Pelajar , hlm. 66.

Tengku H.M Husni,Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Melayu
Pesisir Deli,Medan.
Abdul Hadi W.M.available at www.ladangsastra.com di akses pada 20 April 2014
Hooykaas, C., 2000. Perintis Sastra.available at www.hooykaas.com di akses
pada 20 April 2014
www.wikipedia.com
http://www.sungaikuantan.com/2010/02/pantun-dalam-kehidupan
http://ikapuralangkat.blogdetik.com/2013/03/05/sejarah-tanjung-pura-langkat/ di
akses

pada 1 juni 2011