Pantun Pada Ucapan Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Berdagai Kajian: Estetika

(1)

SKRIPSI SARJANA

PANTUN PADA UPACARA PERKAWINAN

MASYARAKAT MELAYU SERDANG BEDAGAI

KAJIAN: ESTETIKA

Dikerjakan O

L E H

NAMA : PINKY NIM : 080702006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU MEDAN


(2)

PANTUN PADA UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT MELAYU SERDANG BEDAGAI : KAJIAN ESTETIKA

PROPOSAL SKRIPSI DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : PINKY NIM : 080702006

Diketahui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Rozanna Mulyani, M.A

Nip. 19600609 198612 2001 Nip. 19630202 199103 1004 Drs. Ramlan Damanik, M. Hum

Disetujui Oleh :

Departemen Bahasa dan Sastra Daerah Ketua,

Nip.19620 716 198803 1002 Drs.Warisman Sinaga, M.Hum


(3)

PENGESAHAN Diterima Oleh

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Daerah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. Syahron Lubis, M.A Nip 19511013 1976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. Dr. Rozana Mulyani, M. A (………)

2. Drs. Ramlan Damanik, M. Hum (...) 3. Drs.Warisman Sinaga, M. Hum (...) 4. Dra. Herlina Ginting, M. Hum (...) Disetujui Oleh :


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

MEDAN

Medan, 2013 Departemen Sastra Daerah Ketua,

Drs. Warisman Sinaga, M. Hum Nip . 19620761 198803 1002


(5)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam atas limpahan rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyeselesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, dan keluarganya serta para sahabat yang berjuang membawa kita ke jalan yang benar.

Skipsi ini berjudul “Pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai”. Adapun yang menjadi alasan penulis memilih judul skripsi ini karena judul tersebut belum ada yang mengkaji secara estetika, penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan mengetahui tentang kajian yang terkandung di dalamnya. Skripsi ini juga sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Budaya.

Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh dalam isi skripsi ini penulis akan memaparkan rincian sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian. Bab II merupakan tinjauan pustaka yang terdiri dari kepustakaan yang relevan, pengertian pantun, dan teori yang digunakan. Bab III merupakan metode penelitian yang terdiri dari metode dasar, lokasi penelitian dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV merupakan


(6)

pembahasan yang terdiri dari strukrur fisik pantun, struktur batin pantun, dan estetika pantun. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan,

(080702006)


(7)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku dekan fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Pudek I, Pudek II, Pudek III, atas bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan pemikiran dan masukan dalam perkuliahan.

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan saran dan masukan dalam skripsi ini.

4. Ibu Dr. Rozana Mulyani, M.A, selaku pembimbing I yang telah memberikan arahan, motifasi, masukan kepada penulis, dan perhatian yang senantiasa bermurah hati membimbing penulis dalam mengerjakan skripsi ini dengan baik. 5. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M, Hum, selaku pembimbing II yang sudah

memberikan arahan, motifasi, dan masukan kepada penulis, dan juga meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran demi selesainya skripsi ini.

6. Bapak Drs Yos Rizal, Msi, selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, motifasi, dan masukan dalam memilih judul skripsi ini.

7. Seluruh dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah mendidik dan memberikan ilmu dengan kasih sayang dengan ikhlas menyajikan pelajaran yang baik kepada penulis selama


(8)

menyelesaikan studi. Kepada kak Fifi Triyani, S.S, yang setia di kantor departemen menghadapi para mahasiswa yang terkadang banyak pertanyaan. 8. Yang teristimewa dalam diri penulis kepada Ibunda tercinta Nurhayati yang

saya hormati dan yang saya sayangi yang telah bersusah payah membimbing penulis sejak kecil hingga dewasa, kasih sayang, perhatian, bimbingan, serta tidak pernah mengeluh dan berkorban baik secara moral maupun material sampai bisa duduk di bangku perkuliahan dan akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Kenangan Alm. Aisyah, (nenek) dan Alm. Yunus Daut (kakek) yang selalu membangunkan dari tidurku dan mengingatkanku atas kuasa Allah SWT. Semoga beliau diterima disisi-Nya. Amin!

10.Tersayang buat bang Johan, kak Niken, bang Rudy, kak Cindy, Sity, Diky, Renal, Nanda.terima kasih atas doa dan bantuan kalian sehingga penulis tidak pernah bosan dalam mengerjakan skripsi ini.

11.Teristimewa kepada Rahmad Irwansyah dan Keluarga yang telah memberi dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Kepada Fitri Armayasari selaku teman seperjuangan penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya sehingga penulis semangat dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Buat stambuk’ 07 selaku senior saya ucapkan terima kasih atas dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan sikripsi ini dengan baik.

14.Buat sobat-sobatku satu perjuangan stambuk’ 08 (Bobby Heriawan Tarigan, Taqim, Cuya, Nurmaini, Ayu, Fadhlan, Rendi, Hasudungan, Rama Astika, Widia Syahniar, Adriani Tarigan, Fitri Armayasari, Fahrizal Fachri, Dewi


(9)

Hutasoit, Dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, penulis pasti merindukan kalian semua. Terima kasih untuk semua kenangan suka dan duka yang telah kita ukir bersama. Semoga sukses semua teman-temanku. Hidup IMSAD Jaya!!!

15.Buat stambuk 2009, 2010, dan 2011, 2012. selaku junior saya ucapkan terima kasih atas doa dan dukunganya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

16.Kepada teman-teman yang telah mendukung penulis yang tidak dapat saya tuliskan namanya satu persatu, saya ucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

17.Kepada kepala desa Pekan Tanjung Beringin berserta penduduk desa Pekan Tanjung Beringin yang telah memberikan kesempatan untuk penulis mengkaji Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai Kajian; Estetika. Menyelesaikan studi S-1 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini terima kasih atas bantuannya.

Penulis

(080702006) PINKY


(10)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ” Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.” adalah untuk mengetahui struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

2. Bagaimana nilai estetika yang terdapat dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

Dan adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Menjelaskan struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

2. Menjelaskan nilai-nilai estetika dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif yakni untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika. dan metode yang digunakan dalam menganalisis data digunakan dua metode yaitu:

1. Metode intrinsik yakni, menganalisis data berdasarkan unsur intrinsik meliputi penganalisisan struktural batin yang meliputi nada, rima, atau pun alur.

2. Metode ekstrinsik yakni, menganalisis data-data ekstrinsik dari pantun tersebut yaitu nilai-nilai keindahan (estetis) yang meliputi kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan yang tepat.

Analisis menggunakan teori Estetika, dan teori Struktural sebagai landasan penulis.adapun hasil dari penulisan skripsi ini dapat disimpulkan bahwa struktur estetika pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai antara lain:

Diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa, tema, nada, amanat, rasa.

Sedangkan nilai estetika yang terdapat pada pantun dapat dilihat dari nilai kesatuan, nilai keharmonisan, nilai keseimbangan, dan fokus atau penekanannya.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

UCAPAN TERIMAKASIH………...iii

ABSTRAK……….Vi DAFTAR ISI……….Vii BAB I. PENDAHULUAN………1

1.1Latar belakang masalah……….1

1.2Rumusan masalah………..4

1.3Tujuan penelitian………..4

1.4Manfaat penelitian……….5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...6

2.1Kepustakaan yang relevan……….6

2.2Pengertian Pantun………..7

2.3 Teori yang digunakan………9

2.3.1 Teori Struktural………...9

2.3.2 Teori Estetika………11

BAB III METODE PENELITIAN………...15

3.1 Metode Dasar………15

3.2 Lokasi penelitian, sumber data penelitian………...15

3.3 Instrumen Penelitian……….16

3.4 Metode pengumpulan data………...16

3.5 Metode Analisis Data………...17


(12)

4.1 Tahapa-tahapan Upacara Perkawinan……….18

4.1.1 Silat Tarik………..19

4.1.2 Hempang Batang………...19

4.1.3 Silat Laga………...21

4.1.4 Tukar Tepak Sirih………..23

4.1.5 Tukar Memayungi……….24

4.1.6 Perang Bunga Rampai………...24

4.1.7 Tari Persembahan………..25

4.1.8 Sepatah Kata dihalaman………....27

4.1.9 Hempang Pintu………..29

4.1. 10 Pijak Batu Lagan………30

4.1.11 Sembah Mertua………....31

4.1.12 Hempang Kipas………...31

4.1.13 Tepung Tawar………..33

4.1.14 Makan Nasi Hadap-Hadapan………..39

4.2 Struktur Fisik Pantun………...43

4.2.1 Diksi………...43

4.2.2 Imaji………...47

4.2.3 Kata Konkret………..51

4.2.4 Gaya Bahasa………..53

4.3 Struktur Batin Pantun………..53

4.3.1 Tema………..53

4.3.2 Nada………...56


(13)

4.3.4 Amanat………...60

4.3 Nilai-Nilai Estetika Pantun….……….62

4.3.1 Kesatuan (Unity)………62

4.3.2 Keharmonisan (Harmony)……….65

4.3.3 Keseimbangan (Balance)………..68

4.3.4 Fokus atau tekanan yang tepat (Right Emphasis)70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….74

5.1 Kesimpulan………74

5.2 Saran………..76

DAFTAR PUSTAKA………..77 DAFTAR INFORMAN.

SURAT IZIN PENELITIAN FAKULTAS ILMU BUDAYA. SURAT IZIN PENELITIAN DESA PEKAN TANJUNG.


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul ” Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.” adalah untuk mengetahui struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

2. Bagaimana nilai estetika yang terdapat dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

Dan adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Menjelaskan struktur Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

2. Menjelaskan nilai-nilai estetika dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif yakni untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dalam Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, Kajian Estetika. dan metode yang digunakan dalam menganalisis data digunakan dua metode yaitu:

1. Metode intrinsik yakni, menganalisis data berdasarkan unsur intrinsik meliputi penganalisisan struktural batin yang meliputi nada, rima, atau pun alur.

2. Metode ekstrinsik yakni, menganalisis data-data ekstrinsik dari pantun tersebut yaitu nilai-nilai keindahan (estetis) yang meliputi kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan fokus atau penekanan yang tepat.

Analisis menggunakan teori Estetika, dan teori Struktural sebagai landasan penulis.adapun hasil dari penulisan skripsi ini dapat disimpulkan bahwa struktur estetika pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai antara lain:

Diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa, tema, nada, amanat, rasa.

Sedangkan nilai estetika yang terdapat pada pantun dapat dilihat dari nilai kesatuan, nilai keharmonisan, nilai keseimbangan, dan fokus atau penekanannya.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri yang satu dengan yang lainnya. Nilai budaya yang dimaksud adalah nilai budaya daerah yang dipandang sebagai suatu cara hidup dan dianut pada setiap kelompok masyarakat. Nilai kebudayaan pada masyarakat tidak terlepas dari cara hidup dan adat istiadat. Bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam suku bangsa di antaranya suku Batak, Melayu, Jawa. dan lain-lainnya, masing- masing suku memiliki budaya yang dapat membedakan ciri suku bangsa yang satu dengan yang lain.

Kemajuan zaman yang cepat membawa perubahan bagi lingkungan kita yang tidak terduga sebelumnya nilai-nilai mengalami perubahan, gaya dan selera hidup cenderung berubah. mengikuti gaya perkembangan zaman yang sangat populer pada saat ini. Proses perubahan ini mengalami percepatan yang luar biasa dengan didukung media cetak dan elektronik. Hal ini dengan mudah membawa efek berupa penjauhan, dari nilai-nilai luhur.

Pantun adalah salah satu jenis tradisi lisan Melayu lama dan puisi asli Indonesia. Tradisi berpantun merupakan budaya masyarakat Melayu di seluruh Nusantara juga mengenal pantun hanya sebutan atau kata yang digunakan untuk karya sastra ini berbeda. Pada masyarakat Batak pantun dikenal dengan sebutan “Umpasa”. masyarakat Sunda menyebut pantun dengan sebutan “Parikan”.


(16)

Walaupun banyak masyarakat di Nusantara ini mengenal pantun, namun hanya masyarakat Melayu yang mengenal budaya berbalas pantun.

Pantun merupakan jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa Nusantara. semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian : sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, yang biasanya berisikan tentang alam, sedangkan isi berada pada baris ketiga dan ke empat. pantun terdiri atas empat baris dan bersajak a-b-a-b tidak boleh a-a-a-a, atau b-b atau a-b, a-b.

Sebagai alat pemeliharaan bahasa (Mulyani, 2012:1)

pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. pantun melatih orang untuk melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain. Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang kemampuan berpantun menunjukan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan bahasa-bahasa lain.

Namun demikian, peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat menyampaikan pesan atau pun maksud dan tujuan (Mulyani, 2012: 1).

Kebiasaan dan kebudayaan suku Melayu tidak dapat dipisahkan dari kebiasaan masyarakatnya yang suka menggunakan buah pikirannya melalui untaian kata yang indah berupa pantun. pantun pada awalnya merupakan sastra lisan, tetapi sekarang banyak dijumpai pantun yang tertulis. Hal ini sebagai upaya untuk menjaga warisan budaya bangsa suku Melayu agar tidak hilang dari masyarakat. masyarakat Melayu banyak mempunyai tradisi sastra lisan, baik yang berbentuk prosa, puisi, maupun drama termasuk berpantun, syair, gurindam maupun mantra.

masyarakat Melayu melengkapi pembicaraannya sehari-hari dengan pantun. Yang memiliki susunan yang indah, dan isinya yang mengandung nasihat. Selain itu masyarakat Melayu sering mengatakan sesuatu secara berisyarat saja, karena segan terus terang, selalu mengatakan sesuatu dengan kiasan, dengan menggunakan pantun (Mulyani, 2012: 2).

Pantun selain merupakan adat istiadat juga merupakan salah satu dari karya sastra lisan yang masih dipergunakan oleh masyarakat Melayu dalam melaksanakan serangkaian upacara. Karya sastra lisan berupa karya sastra yang dituturkan, didengarkan, dan dihayati dengan maksud dan tujuan tertentu. Sastra lisan juga kesusastraan yang hanya dituturkan dari mulut ke mulut (Soetarno, 2008: 6).

Pada masyarakat Melayu, pantun sebagai salah satu puisi lama masih digunakan dan masih bertahan sampai sekarang. Walau kebertahanannya tidak dapat


(17)

dijangkaukan sampai kapan. Yang sangat jelas terlihat penggunaan pantun ini ketika masyarakat Melayu mengadakan upacara perkawinan. Dimulai dari merisik, meminang, sampai kepada bersandingnya kedua mempelai diisi dengan acara berpantun.

Pada masyarakat Melayu Serdang Bedagai, untuk menyampaikan maksud dan tujuan, baik merisik, meminang disampaikan melalui pantun yang dilakukan oleh telangkai. Telangkai merupakan seseorang yang dipercaya sebagai penyampai maksud. Telangkai ini sangat mahir dalam berpantun. Semua hal-hal yang ingin disampaikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan disampaikan melalui pantun, demikian juga dengan pihak anak perempuan akan menerima maksud dan tujuan tersebut juga dengan pantun.

Pada masyarakat Melayu Serdang Bedagai pantun masih kerap disaksikan dan diperdengarkan pada saat perkawinan, dari mulai merisik, meminang, dan upacara perkawinan. Selain hal menggembirakan di atas, ada juga perasaan sedih melihat perkembangan kehidupan itu sendiri, dengan berjalannya waktu hidup mengalami perubahan antara satu dengan yang lain saling mempengaruhi, tak terkecuali dalam hal kebudayaan akan selalu berubah dan berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan masyarakat yang menghasilkan kebudayaan itu. Demikian juga halnya dengan pantun yang sedikit banyaknya terkena bias perubahan, perubahan itu dapat dilihat dari perkembangan anak-anak muda sekarang, mereka sudah tidak menggunakan lagi pantun dalam bersenda gurau. Pada saat ini apabila kita rindu atau pun ingin mendengar pantun kita hanya bisa datang ke upacara perkawinan masyarakat Melayu, karena mereka masih menggunakannya dalam upacara perkawinan.


(18)

Perumusan masalah sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang diteliti. Suatu perumusan masalah di lakuakan karena adanya suatu permasalahan. Agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. maka diperlukan suatu perumusan masalah.

Sesuai dengan penjelasan di atas maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah struktur pantun dalam upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai?

2. Bagaimanakah nilai estetika yang terdapat dalam pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menjelaskan struktur pantun dalam upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai.

2. Menjelaskan nilai-nilai estetika yang terdapat dalam pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian terhadap “Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai”, yaitu:


(19)

1. Mengembangkan ilmu pengetahuan tentang pengkajian nilai-nilai estetika. 2. Melestarikan kesenian daerah yang mulai terlupakan oleh masyarakat-masyarakat pendukungnya .

3. Memperkaya khasanah tentang kebudayaan masyarakat Melayu.

4. Memperkaya khasanah buku-buku pantun perkawinan masyarakat Melayu sehingga dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi orang yang membutuhkannya. 5. Sebagai penambah pengetahuan dan penambah data kepustakaan di Departemen Sastra Daerah khususnya Program Studi Bahasa Dan Sastra Melayu, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatra Utara.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan yang Relevan

Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, sehingga penulis tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan objek yang diteliti. Untuk dapat mempertahankan hasil suatu karya ilmiah secara objektif digunakan sumber-sumber yang berkaitan dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku acuan yang relevan maupun dengan pemahaman-pemahaman teoritis dan pemaparan yang berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan.

Berkaitan dengan judul proposal ini penulis bicarakan “Pantun dalam Upacara Perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai : Kajian Estetika”.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang berfikir dan bermain-main dengan kata.

Pantun selain merupakan adat istiadat juga merupakan salah satu dari karya sastra lisan yang masih dipergunakan oleh masyarakat Melayu dalam melaksanakan rangkaian upacara. Karya satra lisan berupa karya sastra yang di tuturkan, di dengarkan, dan di hayati dengan maksud dan tujuan.


(21)

2.2 Pengertian Pantun

Pantun adalah sejenis puisi lama yang dilisankan dan biasanya menggunakan nada atau lagu. Pantun terdiri dari unsur-unsur kalimat berjumlah empat baris dalam satu bait, yang bersajak (a-b-a-b). Biasanya barisan pertama dan barisan kedua adalah sampiran, baris ketiga dan keempat merupakan isi. Umumnya pantun memiliki tekanan, rima, dan irama.Tekanan (suara atau bunyi) adalah ucapan yang ditekankan pada suku kata atau kata sehingga bagian itu lebih keras atau lebih tinggi ucapannya. Dalam tekanan ini terdapat pula aksen. aksen yaitu tekanan dalam bahasa, biasanya terdapat pada suku akhir (Agni, 2008: 6).

Mantra adalah ukuran banyaknya tekanan irama dalam puisi atau musik ataupun bagian yang di pakai dalam penyusunan baris sajak yang berhubungan dengan jumlah suku kata (KBBI, 1993: 638).

Rima yaitu perulangan bunyi yang berselang seling terdapat pada akhir lirik sajak yang berdekatan. Rima disebut juga persajakan, rima atau sajak adalah persamaan bunyi. Perhatikan contoh pantun di bawah ini, terdapat rima pada baris satu, tiga dan pada baris dua, empat.

Contoh : Sungguh ada bunga di taman Sudah ditilik dengan teliti Mana agaknya jadi idaman Mawar merah atau melati

Irama adalah gerakan berturut-turut secara teratur turun naik lagu atau bunyi yang beraturan. Irama merupakan alunan yang terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus yang panjang pendek pada bunyi, keras lembut tekanan dan tinggi rendahnya nada dalam puisi-puisi pantun (KBBI, 1993: 386).


(22)

2.3Teori yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang berlaku secara umum dan akan mempermudah seseorang penulis dalam memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Teori yang digunakan untuk membimbing dan memberi arah sehingga dapat menjadi penuntun kerja bagi penulis.

Dalam suatu penelitian yang bersifat ilmiah diperlukan suatu landasan teori yang kokoh, agar penelitian itu dapat mengarah pada tujuan seperti yang telah ditetapkan. Di samping itu, dengan adanya landasan teori yang kokoh, maka penelitian terhadap suatu objek yang bersifat ilmiah tersebut hasilnya akan dapat dipertanggung jawabkan.

Dalam menganalisis pantun pada upacara perkawinan penulis menggunakan beberapa teori yaitu teori struktural dan teori estetika

2.3.1 Teori Struktural

Strukturalisme sebenarnya merupakan paham filsafat yang memandang dunia sebagai realitas berstruktur. Menurut Junus (Endraswara, 2001: 49) strukturalisme memang sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra adalah bentuk. Karya sastra dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (from) dan menekankan pada otonomi penelitian sastra.

Menurut Pradopo (1999: 188) menyatakan, analisis struktural adalah analisis yang melihat bahwa unsur-unsur struktural sejak itu saling berhubungan sangat erat, saling menentukan artinya.

Dalam penelitian struktural, penekanan pada relasi antara unsur pembangun teks sastra. Unsur teks secara sendiri-sendiri tidak penting. Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri. Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu


(23)

menekankan aspek intrinsik karya sastra. Keindahan teks sastra bergantung penggunaan bahasa yang khas dan relasi antar unsur yang mapan. (Endraswara, 2001: 5).

Pada prinsipnya analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetail dan semendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang ersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh. (Hazwani, 2009: 6). Pendekatan struktural hadir karena bertolak dariasumsi dasar yakni bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sediri, terlepas dari hal-hal lain yang berada diluar dirinya.

Sebagai sebuah model penelitian, strukturalisme bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa kelemahan yang perlu digunakan bagi peneliti struktur, yaitu melalui struktural karya sastra seakan-akan diasingkan dari konteks fungsinya sehingga dapat kehilangan relevansi sosial, tercerabut dari sejarah, dan terpisah dari aspek kemanusiaan.

Menurut Hawkes (Pradopo, 1999: 119) strukturalisme mengandung tiga hal pokok yaitu:

a. Struktur itu keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu.

b. Struktur itu berisi gagasan transformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis. Struktur itu mampu melakukan prosedur-prosedur transformasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu

c. Struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya.

Strukturalisme itu pada dasarnya merupakan cara berfikir tentang dunia yang terutama berhubungan dengan tanggapan dan deskripsi struktur-struktur seperti tersebut di atas. Menurut pikiran strukturalisme, dunia (karya sastra merupakan dunia yang diciptakan pengarang) lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda-benda. Leh karena tu, kodrat tiap unsur dalam struktur it tidak mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan semua unsur lainnya yang terkandung dalam struktur itu.

Analisis struktur karya sastra dalam hal ini, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi unsur intrinsic pantun yang meliputi struktur fisik dan struktur batin.


(24)

Struktur fisik meliputin: 1. Diksi (pemilihan kata)

Penyair sangat cermat dalam memilih kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima, dan irama, kedudukan kata-kata itu ditengah knteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam puisi itu.

Karena begitu pentingnya kata-kata dalam puisi, maka bunyi kata juga dipertimbangkan secara cermat dalam pemilihannya. Karena pemilihan kata-kata mempertimbangkan berbagai aspek estetis, maka kata-ata yang sudah dipilih oleh penyair untuk puisinya tidak bisa diganti dengan padan katanya, sekalipun maknanya idak berbeda, bahkan, sekalipun unsur bunyinya hampir mirip dan maknanya sama, kata yang sudah dipilih itu tidak dapat diganti. Jika kata itu diganti akan mengganggu komposisi dengan kata lainnya dalam kontruksi keseluruhan puisi itu. Pilihan kata akan mempengaruhi ketepatan dan keseluruhan bunyi.

2. Imaji

Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata yang konkret dan khas. Imaji yang ditimbulkan ada tiga macam, yakni imaji visual (benda yang nampak), imaji auditif (baris atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara), dan imaji taktil (sesuatu yang dapat kita rasakan, raba atah sentuh). Ketiganya digambarkan atas bayangan konkret apa yang dapat kita hayati secara nyata.

3. Kata kongkret

Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka kata-kata harus perkonkret. Maksudnya ialah bahwa kata-kata itu dapat menyaran kepada arti yang menyeluruh. Jika imaji pembaca merupakan akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair, maka kata konkret ini merupakan syarat atau sebab erjadinya pengimajian itu. Dengan kata diperkonkretkan, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.

4. Gaya bahasa

Gaya bahasa ialah cara menggunakan bahasa agar daya ungkap atau daya tarik atau sekaligus kedua-duanya bertambah. Gaya bahasa itu menghidupkan kalimat dan memberikan gerak pada kalimat. Gaya bahasa itu untuk menimbulkan reaksi tertentu, untuk menimbulkan tanggapan kepada pembaca.

Struktur batin meliputin: 1. Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair, pokok pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengungkapan.

Dengan latar belakang pengetahuan yang sama, penafsir-penafsir puisi akan memberi tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema akan memberikan bersifat lugas (tidak dibuat-buat), obyektif (bagi semua penafsir) dan khusus (penyair). Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya, dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan.

2. Nada

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pembaca, apakah dia ingin bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atauu bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair kepada pembaca ini disebut juga nada puisi. Seringkali puisi bernada santai karena penyair bersikap santai kepada pembaca.


(25)

Dalam meciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair satu dengan perasaan yang berbeda dengan penyair lainnya, sehingga hasil puisi yang diciptakan berbeda pula.

4. Amanat

Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat tersirat di balik kata-kata yang disusun, dan juga berada di balik tema yang diungkapkan.

2.3.2 Teori Estetika

Ide terpenting dalam sejarah estetika filsafati atau filsafat keindahan sejak zaman Yunani Kuno sampai abad ke-18 ialah masalah yang berkaitan dengan keindahan (beauty). Persoalan yang digumuli oleh para filsuf ialah ”apakah keindahan itu?”. menurut asal katanya,”keindahan” dalam perkataan bahasa Inggris : beautiful (dalam bahasa Perancis:

beau, sedang Italia dan Spanyol: bello ; yang berasal dari kata bellum). Akar katanya adalah

bonum yang berarti kebaikan, kemudian mempunyai bentuk pengecilan menjadi bonellum

dan terakhir dipendekkan sehingga ditulis bellum. (Hazwani, 2009:8).

Berdasarkan pendapat umum, estetika diartikan sebagai suatu cabang filsafat yang memperhatikan atau berhubungan dengan gejala yang indah pada alam dan seni. Pandangan ini mengandung pengertian yang sempit.

Estetika yang berasal dari bahasa Yunani ”aistehika” berarti hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera. Oleh karena itu estetika sering diartikan sebagai persepsi indera (sense of perception). Alexander Baumgarten.

seorang filsuf Jerman adalah yang pertama yang memperkenalkan kata ”aisthetika”, sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz.

Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowldedge).


(26)

Ada tiga hal yang membedakan karya satra dengan karya sastra dengan karya-karya (tulis) yang lain bukan sastra yaitu pertama, sifat khayali (fictionality) merupakan akibat dari kenyataan bahwa karya saatra dicipta dengan daya khayal: walaupu karya sastra hendak berbicara tentang kenyataan dan masalah-masalah kehidupan yang nyata, karya sastra itu terlebih dahulu menciptakan dunia khayali sebagai latar belakang tempat kenyataan-kenyataan dan masalah-masalah itu dapat direnunkan dan dihayati oleh pembaca. Kedua, adanya nilai-nilai seni (esthetic values) merupakan persyaratan yang membedakan karya sastra dari yang bukan sastra, namun justru dengan bantuan-bantuan nilai-nilai itulah sastrawan dapat mengungkapkan isi hatinya sejelas-jelasnya, sedalam-dalamnya, dan sekaya-kayanya. Dan sekaligus keindahan bahasa itu. Barisan-barisan dalam sebuah puisi bukan saja diusahakan dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan penyairnya, akan tetapi mejadi daya tarik pula melalui keindahan irama dan bunyinya (Sumardjo dan Saini K.M, 1997: 13-14).

Bahasa merupakan wujud dari karya sastra. Bahasa dalam sastra umumnya berwujud lisan ataupun tulisan. Penggunaan bahasa secara khusus sangat jelas tampak pada karya-karya berbentuk puisi. Walaupun begitu, sebenarnya di dalam novel dan drama pun penggunaan bahasa seperti itu dilakukan para sastrawan dengan sadar dan seksama.

Suatu bentuk sastra disebut indah kalau organisasi unsur-unsur yang dikandung didalamnya tadi memenuhi syarat-syarat keindahan (Sumardjo dan Saini K.M, 1997: 14).

Adapun syarat-syarat keindahan itu antara lain: 1. Kesatuan (Unity)

Kesatuan ialah karya sastra (puisi, novel, dan drama) harus utuh: artinya setiap bagian atau unsur yang ada padanya menunjang kepada usaha pengungkapan isi hati sastrawan. Ini berarti pula bahwa setiap unsur atau bagian karya sastra benar-benar diperlakukan dan disengaja adanya dalam unsur atau bagian yang kebetulan. Semuanya direncanakan dan ada dalam karya sastra itu sebagai hasil pemilihan dan pertimbangan yang seksama. Nilai dalam kesatuan dalam pantun terlihat pada unsur-unsur pembentuknya seperti jumlah kata dalam sebaris. Jumlah kata dalam sebaris pada tiap baris yang terdapat dalam pantun

2. Keharmonisan (Harmony)

Keharmonisan berkenaan dengan hubungan satu unsur atau bagian karya sastra dengan unsur atau bagian lain: artinya, unsure atau bagian itu harus menunjang daya ungkap unsure atau bagian lain, dan bukan mengganggu atau mengaburkannya. Dalam pantun, keharmonisan terletak pada struktur pembentuk pantun yaitu sampiran dan isi serta dari rima yang membentuk irama dari pantun itu. Sampiran merupakan pembuka maksud


(27)

dari tujuan yang hendak disampaikan oleh penyair. Sedangkan isi merupakan tujuan dan maksud yang hendak disampaikan oleh penyair.

3. Keseimbangan (Balance)

Keseimbangan ialah unsur-unsur atau bagian-bagian karya sastra, baik dalam ukuran maupun bobotnya, harus sesuai atau seimbang dengan guna atau fungsinya. Sebagai contoh adegan yang kurang penting dalam suatu naskah drama akan lebih pendek dari pada adegan yang penting: demikian halnya di dalam novel: gagasan atau perasaan yang penting dalam sebuah puisi akan mendapat pengulangan di dalam baris lain dengan citra atau lambang lain. Pada pantun, keseimbangan terlihat dari fungsi sampiran dan isi. Sampiran merupakan kata pembuka dalam puisi Melayu, sedangkan isi merupakan maksud dan tujuan dari puisi tersebut.

4. Fokus atau tekanan yang tepat (Right Emphasisi)

Tekanan yang tepat ialah unsur atau bagian yang penting harus mendapat penenkanan yang lebih dari pada unsur atau bagian yang kurang penting. Unsur yang penting itu akan dikerjakan sastrawan dengan lebih seksama, sedang yang kurang penting mungkin hanya berupa garis besar dan bersifat skematik saja. Dalam pantun, fokus atau tekanan yang tepat adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan pantun.


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang diterapkan dalam penelitian ini adalah yaitu metode deskriptif. Metode ini digunakan untuk memaparkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pantun perkawinan baik struktur pembentuk maupun nilai-nilai yang terkandung dalam pantun tersebut.

Pada umumnya metode penelitian terbagi dua yaitu penelitian kuantitatif dan kulitatif. Penelitian kuantitatif menurut Semi (Edraswara, 2011: 4) adalah penelitian proses verifikasi melalui pengukuran dan analisis data yang di kuantifikasikan, menggunakan data statistik model matematika.

Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi mengutamakan konsep yang sedang dikaji secara empiris.

3.2 Lokasi Sumber Data Penelitian

Lokasi yang dijadikan penelitian adalah desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai. Lokasi ini merupakan daerah penutur bahasa Melayu yang masih dipakai di dalam kehidupan sehari-hari. Sumber dari penelitian adalah beberapa informan yang memiliki pengetahuan tentang pantun perkawinan sebagai tolok ukur terhadap data yang diperoleh dari informan lainnya. Telangkai merupakan salah satu informan kunci.


(29)

3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat atau fasilitas yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian dalam mengumpulkan sebuah data agar pekerjaan lebih mudah dan hasil yang didapatkan menjadi lebih maksimal dan benar tanpa adanya kesalahpahaman yang akan terjadi. Pada penelitian ini penulis menggunakan alat-alat yang dapat membantu penulis dengan menggunakan, tape recorder, kamera, buku catatan, pulpen dan alat tulis lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan, kecuali untuk penelitian eksploratif, untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Metode pengumpulan data dilakukan agar dapat memiliki acuan sumber-sumber data yang cukup valid. Pendekatan pengamatan data secara langsung dilaksanakan terhadap subjek sebagaimana adanya di lapangan.

Metode yang digunakan adalah metode lapangan/ observasi, metode wawancara dan metode kepustakaan. Metode lapangan mencakup :

a. Metode observasi, yaitu mengadakan pengamatan dan peninjauan ke lokasi penelitian yakni ke desa Pekan Tanjung, Kecamatan Tanjung Beringin Kabupaten Serdang Bedagai untuk memperoleh data yang diperlukan.

b. Metode wawancara, yaitu melakukan wawancara dengan informan yang dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dengan menggunakan dua teknik.


(30)

Adapun teknik yang digunakan dalam metode wawancara ini adalah:

- Teknik rekam yaitu: merekam seluruh pembicaraan dengan menggunakan tape recorder antara informan dan si peneliti agar tidak terjadi kesalahpahaman.

- Teknik catat adalah mencatat seluruh data atau informasi yang didapat dari lapangan. c. Metode kepustakaan, yaitu dengan mencari data dari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan proposal skripsi ini.

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan setelah semua data terkumpul, sehingga masing-masing masalah dalam penelitian dapat terjawab sesuai dengan prosedur yang ada.

Adapun prosedur yang digunakan dalam mengalisis data dengan mendeskripsikan unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik yang terdapat di dalam pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu. Untuk menganalisis data data digunakan dua metode yaitu:

1. Metode instrinsik yakni, menganalisi data berdasarkan unsur-unsur instrinsik yang terdapat di dalam pantun seperti struktur fisik yang meliputi penganalisisan struktural batin yang meliputi nada, rima, atau pun alur.

2. Metode ekstrinsik, dalam hal ini dianalisis data-data ekstrinsik dari pantun tersebut yaitu nilai-nilai keindahan (estetis) yang meliputi kesatuan, keharmonisan, keseimbangan, dan focus dan penekanan.


(31)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Tahapan-tahapan Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai.

1. Silat tarik

2. Hempang batang 3. Silat laga

4. Tukar tepak sirih 5. Tukar memayungi

6. Perang bertih/bunga rampai 7. Tari persembahan

8. Sepatah kata dihalaman. 9. Hempang pintu

10.Pijak batu lagan 11.Sembah mertua 12.Hempang kipas 13.Tepung tawar


(32)

4.1.1 Silat Tarik

Rombongan pengantin laki-laki sudah tampak dari kejauhan, maka disambut dengan silat tarik melambangkan rasa persaudaraan yang tinggi. Kisahnya sama kita ketahui menurut sejarah tempo dulu, masyarakat Melayu umumnya banyak bertempat tinggal ditepian muara/sungai sehingga saran kendaraan satu-satunya adalah kendaraan air seperti sampan, rakit, dan lai-lain.

Tempat kendaraan tersebut bertempat/berlabuh dinamakan “tangkahan” yang umumnya terletak diatas permukaan air, untuk naik mencapai daratan dari tepian atas haruslah menaiki tangga yang tersedia. Silat tarik ini melambangkan rasa kesetiaan dan persaudaraan untuk menolong yang datang dari tapian menarik orang keatas agar mudah naik ke daratan.

Serta telangkai tuan rumah mulai berpantun/pepatah petitih dar jauh sebagai sudah siap untuk menyambut kedatangan rombongan, namun silat tarik ini terjadi dua pendapat, yaitu: dilaksanakan setelah sewaktu awal menyambut rombongan datang dan dilaksanakan setelah selesai pelaksanaan hempang batang (sebelum silat laga). Kedua pendapat tersebut dinyatakan benar menurut adat resam. (Arifin, 2007: 73)

4.1.2 Hempang batang

Hempang batang adalah sebuah tradisi Melayu untuk penyambutan kedatangan rombongan pengatin pria. Dalam pelaksanannya terdapat beberapa perbedaan untuk beberapa daerah Melayu, hempang batang dilaksanakan oleh orang kampong masyarakat setempat dan beberapa daerah lainnya dilaksanakan. Hempang batang dibuat dari sebatangt bamboo/kayu kecil diberikan hiasan daun kelapa muda yang sudah dibuang lidinya dan dipegang oleh dua orang pemuda yang menggunakan pakaian


(33)

Melayu.ketika rombongan pengantin pria sampai maka mereka akan dihadang/dihempang oleh hempang batang tersebut yang dipimpin oleh penghulu telangkai dari pihak perempuan dengan berpantun menanyakan tentang asal rombongan dan tujuan datang ke tempat ini. (Arifin, 2007: 74).

Contoh pantun dalam hempang batang Pihak laki-laki

Assalamualaikum kami ucapkan Pada tuan dan puan orang budiman Kami datang berserta rombongan Mengapa dihadang kami berjalan Pihak perempuan

Wa’alaikum salam kami nantikan Selamat sejahtera para rombongan Syarat adat tolong sediakan

Baru hempang batang kami singkirkan pihak laki-laki

lamalah sudah tegak berdiri

dengan pengantin serta rombongan apa syarat sebagai kunci

kami tak tau tolong tunjukkan pihak perempuan

Kuala tanjung pekan labuhan Medang deras musim rambutan Orang kampoug sudah berpesan


(34)

Kunci emas tolong berikan

Pihak laki-laki

Tanjung tiram di batu bara Lima laras letak istana

Faham lah kami yang tuan pinta Kunci emas sudah sedia

Uncang diberkan sebanyak dua buah Pihak perempuan

Di ufuk cerah mentari pagi Minum selasih di petang hari Silakan masuk ke halaman kami

Tapi banyak lagi hempang nak tuan lalui.

4.1.3 Silat laga

Pihak penunggu menanyakan secara berpantun apakah yang datang ini jantan atau betina, seandainya datang orang kampung nak membuat kekacauan di daerah ini, apakah dia bisa dan sanggup menjaga marwah kampung ini ?

Maka diutuslah seorang anak beru dari pihak pengantin laki-laki sebagai bukti dan mewakilinya ke tengah gelanggang untuk menunjukan kebolehannya dalam hal menjaga diri oleh pihak pengantin laki-laki yang datang dan disambut pula oleh pihak pengantin perempuan, maka terjadilah apa yang disebut silat laga. (Arifin, 2007: 77)

Contoh percakapan dalam silat laga: Pihak perempuan


(35)

Sabar tuan hamba

Niat baik nak menghadang

Bukan pula menunjukkan calak melagak lantang Hanya ingin memadu resam terbilang

Agar adat resam Melayu takkan hilang Pada kami adat si anak beru

Dapat disuruh dikala perlu hai; anak beru

tetamu kita dah datang dari jauh

tetapi jangan pula dituduh sebagai musuh sambutlah dengan lembaga yang sudah di asuh pihak laki-laki

sepanjang adat resam Melayu sepanjang janji yang sudah dipandu kami datang bukan nak diadu

tapi pada kami ada juga disuruh dikala perlu hai, anak beru

silakan masuk kegelanggang

hanya ingin memadu resam terbilang insyaallah engkau akan menang pihak laki-laki

selat murung namanya kampung tempatnya lahir laksanakan hang tuah silat laga sambung menyambung


(36)

acara penyambutan makin meriah

telak medang ikut menanti bulat dibulat kain selendang pencak datang silat menanti

menyambut rombongan yang sudah datang

padi disawah sudah dituai didalam tebat ikan gurami

rombongan datang serta mempelai disambut silat adat negeri

4.1.4 Tukar tepak sirih dihalaman

Tukar tepak sirih dihalaman adalah tradisi Melayu yang menunjukan adat resam Melayu dalam menyambut tamu yang datang. Sebagai tanda penghormatan tamu disonsong terlebih dahulu dengan tepak sirih yang dilaksanakan oleh ibu-ibu.(dipandu oleh telangkai). (Arifin, 2007: 79)

Perlis kedah kelang Melaka Bandar serawak sungguhlah ramai Habis sudah selang sengketa Tukar tepak tanda berdamai.


(37)

Penganti laki-laki yang datang dengan dipayungi kemudian disambut oleh pihak keluarga perempuan dengan payung khusus yang disediakan untuk kemudian memayungi pengantin laki-laki tersebut. Hal ini sebagai tanda sejak saat itu, sang pengantin laki-laki diakui sah jadi warga setempat dibawah naungan/perlindungan warga kampung tersebut. (Arifin, 2007: 80)

Digulung benang digulung tali Dirajut benang buat selendang Payung datang payung menanti

Menyambut rombongan yang sudah datang.

4.1.6 Perang Bertih/bunga rampai

Dilaksanakan oleh ibu-ibu sebagai tanda gembira menyambut kedatangan rombongan pengantin laki-laki sebagai lambang persatuan dan keharuman. (Arifin, 2007: 80)

Perang bertih sibunga rampai Seruling ditiup gendang dipalu Acara penyambutan semangkin ramai Manyambut datangnya pengantin baru.


(38)

4.1.7 Tari persembahan

Tari persembahan biasanya dilakukan oleh anak-anak dara sebagai tanda sambutan penghormatan dan kebahagiaan atas datangnya rombongan tamu yang dihormati. (Arifin, 2007: 81)

Pantun pengiring tari persembahan Tari persembahan penghias adat Sejak dulu selalu dibuat

Menyambut datangnya tamu yang terhormat Semoga seia sekata tatap sepakat.

Sunting sari bendera balai Sisik bawal tingkab bermeka Tari perembahan lemah gemulai

Awal salam persembahan pembuka kata

Lebah bukan sembarang lembah Lebah bersarang di buku buluh Sembah bukan sembarng sembah Sembah menyusun jari sepuluh

Simpak cabang kala berbuah Batang ditimbun pauh berduri Tepak datang diiringin sembah Sembah menyusun sepuluh jari.


(39)

Batang ditimbun penuh berduri Seikat kembang kelopak layu Datang menyusun sepuluh jari Beginilah adat resam Melayu.

Layar dikutub dilabuh sauh Darat dituju masih lah jauh Biarkan badan bersimbah peluh Adat budaya berasama kita asuh

Indah bentuknya seni budaya Mengukir seni indah dipandang Perusak budaya datang melanda Demi marwah harus dihadang

Jaman dahulu dikuala lumpur Anak raja mandi ditaman Resam Melayu tak akan luntur Walau berganti masa bertukar zaman

Darah mengalir dapat ditahan Luka di tangan bileh di obat Sejarah terukir sepanjang zaman


(40)

Menjadi kenangan berabad-abad

Buah sentul buah rambutan Ulam pegaga tumbuh di laman

Tersenyum simpul pengantin di laman Rasa nak lekas duduk dipelaminan.

4.1.8 Sepatah kata di laman/halaman

Sepatah kata dilaman adalah tradisi budaya yang berbentuk ucapan kata selamat datang/sikapur sirih yang dilaksanakan oleh masing-masing penghulu/telangkai dari kedua belah pihak. Tradisi ini berasal dari daerah batu bara karena dianggap indah dan baik. Hingga saat ini tradisi tersebut sudah selalu dilaksanakan dalam setiap acara perhelatan perkawinan. (Arifin, 2007: 83)

Contoh pantun yang digunakan dalam sepatah kata dilaman. Pihak perempuan

Selamat datang tetamu kami Datang berkunjung ke rumah ini Sunggguh sangat berkenan di hati Yang kami nanti telah terbukti

Diufuk cerah mentari pagi Bukan memuja bukan memuji Tidak usai kami menanti Yang kami nanti telah terbukti


(41)

Telah selamat tuan sampai ke taratak kami Sepatah kata mohon diberi

Tandarnya akrab silaturahmi Barulah puas rasa dihati. Pihak laki-laki

Sungguh ahli bait berlapang hati

Menerima kami di rumah yang bertuah ini Di sonsong tepak penuh berisi

Sungguh berkenan di dalam hati

Sunting sari kilau gemilau Lipat pandan sanggul dipadu Sungguh kami rasa terpukau Disambut adat resam melayu

Dihari baik dibulan baik Kembali kami datang kemari Membayar hutang memenuhi janji Mengantar anak muda lagi bestari

Agar dapat dipersandingkan dengan putrid Karena syarat dan hutang sudah kami penuhi


(42)

Hanya ingin memadu

Semoga adat resam melayu tidak lah hilang. Pihak perempuan

Buah kundur masak bertindih Dimakan datin sambil dikunyah Selesai sudah sikapur sirih Silahka pengantin naik kerumah.

Tapi ingat tuah hamba, Pasang lilin dalam perahu Perahunya sakat melanda pantai

Masih sengaja dihadang pengantin baru Karena syarat adat belum selesai.

4.1.9 Hempang pintu

Hempang pintu adalah tradisi budaya yang selalu dilaksanakan dalam perhelatan perkawinan Melayu. Dalam pelaksananya dua orang pemuda impal larangan memgang kain panjang berdiri tepat didepan pintu masuk untuk menghempang pengantin pria dan rombongannya. Pengantin pria beserta rombongannya tidak diperbolehkan masuk sebelum memberikan kunci berupa uncang yang berisi uang recehan. (Arifin, 2007: 85)

Pihak laki-laki

Buluh sebatang dibelah parang Parang berbulu kayu tualang


(43)

Disuruh datang kami dah datang Mengapa di pintu kami dihadang

Selendang mayang panglima datin Selendang melekat diatas bahu Rombongan datang serta pengantin Mengapa di hempang dimuka pintu Pihak perempuan

Buah mengkasi si batang ribung Gelah menelliti si buah perepat Mengapa tuan menjadi bingung Ini sudah menjadi lembanga adat.

Menjelang petang lajulah laju perahu laju Keujung seberang hendak dicapai

Hempang pintu resam melayu Sampai sekarang masih dipakai

4.1.10 Pijak batu lagan

Setelah pengantin laki-laki melewati hempang pintu, maka didalam ruangan telah tersedia anak batu gilingan yang terletak didalam talam dan ditaburi bunga rampai. Batu gilingan ini harus dipijak oleh pengantin laki-laki sebagai baahwa sejak saat itu ia bertanggung jawab terhaap rumah tangganya. (Arifin, 2007: 88)


(44)

Batu lagan didalam talam Injakkan kaki keatas batu

Silahkan ananda masuk ke dalam Sudah menjadi anak menantu

4.1.11 Sembah Mertua

Setelah pengantin laki-laki melaksanakan tradisi pijak batu lagan maka dia akan menghadap ayah dan ibu mertua dengan dibimbing oleh bunde-bunde (adik perempuan ayah, ataupun adik perempuan dari ibu). pengantin perempuan untuk memohon doa dan restu dengan menyembah dan member hormat. (Arifin, 2007: 89)

Sembah mertua selalu dibuat Mohon doa serta berkat Seia sekata tetab sepakat

Menjaga marwah serta martabat.

4.1.12 Hempang kipas/hempang pelaminan

Setelah pengantin laki-laki melaksanakan sembah tradisi sembah mertua, maka sebelum ia disandigkan dengan pengantin perepuan terlebih dahulu ia harus melewati sebuah hempang lagi yag bernama hempang kipas atau juga dengan hempang pelaminan.dua orang anak beru wanita menutup wajah pengantin perempuan dengan kipas atau selendang tipis untuk menuntut bagian adat mereka. Setelah diberikan uncang sebanyak dua buah, hempang pelaminan pun dibuka dan pengantin laki-laki dipersilahkan untuk duduk bersanding dengan pengantin perempuan diatas pelaminan.


(45)

Stelah itu mak inang melaksanakan tukar sirih genggam serta memberikan telur haluan dan marhaban pun dilantunkan.

Pantun dalam hepang kipas/hempang pelaminan. (Arifin, 2007: 89) Pihak laki-laki

Pak uncu pandai menari Pandai menari dekat tepian Hempang pintu dah kami lalui

Mengapa pula ada hempang pelaminan Pihak perempuan

Hempang pelaminan hempang menanti Menurut adat jaman ke jaman

Jika nak duduk kasihlah kunci Baru bisa keatas pelaminan Pihak laki-laki

Menurut adat suku sakat Datuk nini pernah berpesan Jika hempang kipas dijaga ketat Apa syarat tolong tunjukkan Pihak perempuan

Anak beru memagang kipas Lemgkap sudah mereka berdua Harap berikan uncang berisi emas Baru hempang dapat dibuka Pihak laki-laki


(46)

Pisang emas masak setandan Tolong letakkan diatas meja Kunci emas kami berikan Harap hempang segera dibuka

Penghulu/telangkai pihak laki-laki memberikan dua buah uncang pada anak beru yang memegang hempang.

4.1.13 Tepung tawar

Tepung tawar adalah salah satu budaya Melayu yang diperoleh dari tradisi dan kebudayaan Hindu. Tepung tawar bagi masyarakat Melayu merupakan tradisi yang sudah dilaksanakan secara turun-temurun sejak dahulu. Sejak masuknya isla kedaerah pesisir Sumatera Timur, sebagian masyarakat Melayu menganggap bahwa tepun tawar bertentanga dengan ajaran Islam karena sebaagian dalam pelaksanaannya menggunakan kemenyan sebagai pedupa (pengasapan). Sedangkan sebagian lai menganggapnya sebagai sarana dalam penyampaian doa kepada yang maha kuasa.

Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya beberapa bahan yang digunaka dalam tepung tawar tersebut seperti pembakaran kemenyan dan daun kemangi tidak lagi digunakan karena diaggap bertentagan dengan syariat Islam.

Biasanya dalam mengadakan suatu acara ataupun perhelatan balai dan tepung tawar selalu disandingkan. Dengan kata lain apabila dalam suatu acara ataupun perhelatan menggunakan balai sebagai pelengkap adat maka tidak ketinggalan pula dilaksanakan tepung tawar dalam acara tersebut sesuai dengan ungkapan Melayu lama yang berbunyi:


(47)

(Arifin, 2007: 93)

“ tepung tawar pulut berbalai Unsur Melayu dua serangkai Punya makna tidak ternilai Sampai sekarang tetap dipakai “

Sama halnya dengan balai, pada ssat inii tepung tawar juga telah menjadi sebuah trend dikalang masyarakat luas. Hampir seluruh msyarakat melakuka tepung tawar dalam setiap acara dan perhelatan yang diadakannya seperti pernikahan, berkhitan, acara selamatan dan lain-lain.

Bagi masyarakat Melayu di Sumatera timur pada zaman dahulu, tepung tawar dianggap sebagai saran pengiring doa dalam pelaksanaannya digunakan daun tumbuhan-tumbuhan yang dianggap memiliki kekuatan gaib untuk mengusir kekuatan-kekuatan jahat.

Menurut pendapat tokoh adat melayu di sumatera timur yaitu Tengku Ahmad Faisal dan Tengku husni menyatakan bahwa seluruh daun-daun dan yang digunakan sebagai perincis dalam tepung tawar mengandung sifat zat hidup dan memiliki makna sebagai berikut:

- Air sejuk melambangkan kejerihan, dengan harpan orang di tepung tawari selalu memiliki fikiran dan hati yang jernih

- Limau lemukur melambangkan kebersihan, dengan harapan orang yang ditepung tawari selalu memiliki fikiran yang bersih.

- Daun sedingin melambangkan peyejuk, dengan harapan agar orag yang ditepung tawari selalu memiliki ketenangan dan kesehatan.


(48)

- Lenjuhang melambangkan pagar semangat, dengan harapan orang yang di tepung tawarin tidak mudah patah semangat.

- Jejurung danakarnyamelambang kapajang umur.

- pepulut melambangkan pelekat kebakan, dengan harapa orang yang di tepun tawari selalu dinaungi kebaikan.

- Ganda rusa melambangkan penangkal/perisai, dengan harapan orang di tepung tawari di jauhka dari gangguan-gangguan mahluk gaib, teluh dan sirik.

- Sipenuh melambangkan keberhasilan, dengan harapan agar orang yang ditepung tawari mendapat kemudahan rejeki dan keberhasilan dalam setiap hajat.

- Sambau dan akarnya melabangkan pertahanan, keteguhan dan kekuatan, dengan harapan agar orang yang ditepung tawari memiliki keteguhan dan kekuatan dalam menghadapi cobaan.

Pantun pengiring tepung tawar. Tepung tawar tepung sejati Tepung anak si raja pati Sial dibuang untung dicari Mengharap ridho allahu robbi

Pelaminan indh bunga bertekat Duduk pengantin dua sejoli

Semoga rumah tangga mendapat berkat Jauh cobaan murah rejeki


(49)

Gamat ditikam si tombak pari Semoga rumah tangga tetap selamat Tegakkan sholat setiap hari

Jika pandai pegang kemudi Akan selamat ke tanah seberang Jika nak damai suami istri Jangan dengarkan fitnahan orang

Anak dar durduk memakai sunting Duduk disinggahsana angkasa putra Melihat anak dudu bersanding Bagai pinang dibelah dua

Buah manggis buah rambutan Buah salak didalam sampan Anak darah manis pemuda tampan Tak salah lagi jadi pilihan

Anak dara memasak imping Emping dimakan beramai-ramai Melihat anak duduk bersanding Semoga tetap rukun dan damai.


(50)

Lumba-lumba timang gelombang Singgah sebentar dilubuk raya Dari jauh keluarga datang

Semoga pengantin hidup berbahagia

Ambil rotan dibelah-belah Jalin tiga buah pengikat Taat dan tekun kepada allah Rumah tangga mendapat berkat.

Pelaksanaan tepung tawar

Pada zaman dahulu tepung tawar dilakukan dalam acara-acara seperti pernikahan, berkhitanan, berkhatam Al-Quran, sembuh dari penyakit, penabalan nama, berdamai dalam suatu perselisihan dan lain-lain. Dalam pelaksanaannya apabila acara tersebut dihadiri oleh ketua-ketua adat, maka untuk menghormatinya para ketua adat tersebut mendapat kesempatan pertama dalam melakukan penepung tawaran kepada si pemilik acara (orang yang berhajat) kemudian disusul dengan pihak keluarga terdekat sesuai dengan tutur dan jalurnya misalnya pada acara perhelatan perkawinan/pengkhitanan diawali oleh ayah dan ibunya, kemudian disusul atok dan neneknya, uwak dan pamannya, abang, adik, sepupu dan seterusnya.

Tertib acara tepung tawar

Bagi masyarakat Melayu Sumatera Timur acara tepung tawar dilakukan sebagai berikut:

1. Orang yang ditepung tawari duduk diatas pataratna (pelaminan) dengan posisi tangan dalam keadaan terbuka (menampung).


(51)

2. Jika orang yang menepung tawar lebih tua maka orang yang ditepung tawariharus mengangkat semabah terlebih dahulu, akan tetapi jika yag menepung tawari lebih muda maka dialah yang lebih dahulu menangkat sembah.

3. Perencah yang berupa beras bertih, beras kuning/putih dan bunga rampai ditaburkan pada orang yang ditepung tawari, sedangkan ikatan rincisandaun-daunan dicelupkan kedalam air limau (air jeruk) kemudian dipercikkan sedikit keatas kepala orang yang ditepung tawari.

4. Pada saat ini sebagian orang menambahkan tepung beras yang sudah dicampur dengan sedikit air untuk dicolekkan ke telapak tangan orang yag ditepung tawari. 5. Setelah selesaiorang yang ditepung tawari kembali mengangakat sembah sebagai

tanda terima kasih.

6. Orang yang menenpung tawari diberi hadiah ataupun kenangan berupa telur rebus pulut kuning yang dalam bahasa melayu disebut dengan tajuk.

Bahan tepung tawar dan maknanya.

Bahan-bahan tepung tawar terbagi kepada tiga bagian yaitu, penabur, perincis (irisan daun tumbuh-tumbuhan yang telah disebutkan sebelumnya) dan pedupa. Akan tetapi seperti yang telah dijelaskan pada bagian awal bahwa pedupa yang terdiri dari seengi dan kemenyan yang dibakar dengan bara saat sudah tidak digunakan lagi karena dianggap bertentangan dengan syari’at islam.

Bagi masyarakat Melayu Sumatera Timur bahan-bahan yang digunakan dalam tepung tawar menagndung arti sebagai berikut:

1. Bertih (beras yang direndang) melambangkan perkembanagan. 2. Beras putih melambangkan kesuburan.


(52)

3. Beras kuning (beras yang dicampur dengan kunyit melambangkan kemulian). 4. Tepung beras melambangkan kebersihan, kesucian, serta keikhlasan.

5. Bunga rampai melambangkan persatuan dan keharuman.

4.1.14 Makan nasi hadap-hadapan (nasi belam).

Dibawah pimpinan mak inang, makan nasi hadap-hadapan menurut adat resam Melayu Sumatera Timur dikhususkan hanya dihadiri untuk wanita yang sudah berumah tangga saja.

Pantun makan nasi hadap-hadapan Menurut adat resam Melayu Sudah teradt sejak dahulu Bila tepung tawar sudah berlalu

Makan nasi hadap-hadapan menanti pula.

Sanak keluarga sudah berkumpul Bersama wadah sudah diatur Kedua pengantin tersenyum simpul Melihat keluarga saling bertutur.

Nasi pegantin terhidang sudah Lauk pauknya kue dan halua Disusun rapi ditata ndah Laksana taman bertabur bunga


(53)

Nasi hadap-hadapan mengandung arti Bagi pengantin muda bestari

Bersuap-suapan suami istri Lambang kasih cinta nan murni

Setelah tangan dibasuh bersih Menunggu aba-aba bidan pengantin Dengan nama tuhan maha pengasih Perebutan dimulai lahir dan batin.

Tangan dibenam kedala nasi Merabah mencari kian kemari Ayam panggang tujuan hati Nak dikuasai seorang diri

Keras-keras kue malak Beragam bentuk kue melayu Bergegas-gegas tangan meraba Ayam ayam panggang nak dituju

Tapi apa konon terjadi Suami tersentuh tangan istri Diremas-remas jari sang istri Ayam panggang tak lagi diperuli


(54)

Bidan pengantin merasa curiga Mengapa perbuatan tak selesa jau Di dalam hati bidan tertawa

Terbayang pengalaman diwaktu muda

Medan dulu bernama deli Warganya ramah rukun berjiran Sibuk mempelai cari-mencari Ayam panggang jadi reutan

Kebaya biru bunga bertekat Dipakai datin sambil menari Siapa dulu dia mendapa

Dialah pemimpin rumah tangga sejati

Nasi hadap-hadapan mengandung makna Lambang mufakat seia sekata

Hasil rebutan diumumkan pula Kepada siding majelis yang mulia

Sang suami mendapat kepala Lambang pemimpin rumah tangga Sang istri mendapat paha


(55)

Lambang kesuburan yang mulia

Akhirul kalam kami ucapkan Selamat sejahtera hadiri sekalian Dilain waktu kita jumpakan Dalam acara nasi hadap-hadapan

Dari Sumatera membawa markisah Markisah ditanam diberastagi Untuk sementara kita berpisah Dilain masa kita berjumpa lagi.

4.2 Struktur fisik pantun

Struktur fisik disebut juga dengan metode puisi. Struktur fisik merupakan unsure utama yang membangun puisi struktur fisik juga disebut sebagai medium penyampaian maksud atau makna karya sastra terutama puisi.

Bahasa puisi ini disebut sebagai struktur fisik puisi atau struktur kebahasaan puisi (waluyyo,1996: 68). Stuktur kebahasaan (struktur fisik) ini terdiri atas diksi, pengimajinasian, kata konkret, dan gaya bahasa. Namun untuk membahas struktur kebahasaan yang terdapat dalam pantun digunakan beberapa unsur yaitu, diksi, imaji, kata konkret, dan gaya bahasa.


(56)

Diksi atau diction berarti pilihan kata (laili hazwani 2009: 26) kalau dipandang sepintas lalu maka makna kata-kata yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari mewakili makna yang sama, bahkan bunyi ucapan pun tidak ada perbedaan. Walaupun demikian haruslah kita sadari bahwa penempatan serta penggunaan kata-kata dalam puisi dilakukan secara hati-hati dan teliti serta lebih tepat. Disinlah sering terjadi perguulan pikiran dan batin penyair dalam memilih kata yang tepat dalam menuangkan ide-ide agar mengandung arti sesuai dengan maksud puisinya baik dalm arti denotative maupun dalam arti konotatif.

Dalam pantun masyarakat Melayu Serdang Bedagai, diksi digunakan agar para pembaca dapat memahami makna dan isi tentang pantun tersebut antara lain berupa nilai-nilai budaya.

Contoh pantun dalam hempang batang Pihak laki-laki

Assalamualaikum kami ucapkan Pada tuan dan puan orang budiman Kami datang beserta rombongan Mengapa dihadang berjalan. (PHB bait ke 1)

Pada bait di atas terlihat bahwa telangkai menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pendengar/pembaca tertarik sekaligus sadar makna yang disampaikan dalam pantun tersebut. Kata assalamualaikum kami ucapkan. Pada baris pertama menunjukkan isyarat bahwa ucapan salam sebagai tanda salam pembuka kata ataupun salam penghormatan bagi pihak laki-laki. sedangkan pada kata orang budiman. Mengacu pada orang yang hadir dalam acara tersebut memiliki budi pekerti yang baik.


(57)

Dan kata datang beserta rombongan mengapa dihadang kami berjalan menyatakan apa penyebab sehingga para rombongan dihadang berjalan/tidak diperbolehkan masuk.

Pihak perempuan

Wa’alaikum salam kami nantikan Selamat sejahtera para rombongan Syarat dan adat tolong sediakan Baru hempang batang kami singkirkan (PHB bait ke 2)

Pada bait kedua pada pantun diatas telangkai menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pendengar/pembaca tertarik sekaligus sadar makna yang di sampaikan dalam pantun tersebut. Kata Wa’alaikumsalam kami ucapkan merupakan sambutan salam bagi pihak laki-laki ataupun jawaban salam pembuka. Dan kata selamat sejahtera para rombongan merupakan doa bagi tamu yang sudah datang/sampai diacara tersebut. Maka pada pantun bait kedua ini menyampaikan selamat datang para tetamu semua.

Contoh pantun acara tepung tawar. Tepung tawar tepung sejati

Tepung anak si raja patih Sial dibuang untung dicari Mengharap ridho allahu Robbi (PTWR Bait ke 1)


(58)

Pada bait di atas terlihat bahwa telangkai menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pendengar/pembaca tertarik sekaligus sadar makna yang disampaikan dalam pantun tersebut. Kata Sial dibuang untung dicari

Mengharap ridho allahu Robbi. Menyatakan bahwa kalimat diatas mendoakan kepada kedua mempelai agar mendapat ridho dari allah dalam menjalani rumah tangganya kelak.

Contoh pantun tepung tawar:

Jika pandai pegang kemudi Akan selamat ke tanah seberang Jika nak damai suami istri Jangan dengarkan fitnahan orang (PTWR Bait ke 2)

Pada bait di atas terlihat bahwa telangkai menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pendengar/pembaca tertarik sekaligus sadar makna yang disampaikan dalam pantun tersebut. Kalimat jika pandai pegang kemudi menyatakan bahwa kalimat di atas menyampaikan pesan kepada pengantin haruslah pandai mengatur rumah tangga terutama pada pengantin lelaki haruslah bijaksana dalam menyelesaikan masalah dalam rumah tangganya kelak.

Sedangkan kalimat jika nak damai suami istri, jangan dengarkan fitnahan orang. Menyatakan bahwa kalimat di atas menyampaikan pesan kepada kedua mempelai harus saling percaya dan jangan gampang terpengaruh oleh perkataan orang lain.


(59)

Ambil rotan dibelah-belah Jalin tiga buah pengikat Taat dan tekun kepada allah Rumah tangga mendapat berkat. (PTWR Bait ke 9)

Pada bait di atas terlihat bahwa telangkai menggunakan kata-kata pilihan yang baik sehingga pendengar/pembaca tertarik sekaligus sadar makna yang terdapat dalam pantun tersebut. Pada kalimat Taat dan tekun kepada Allah, Rumah tangga mendapat berkat. Menyatakan bahwa nasehat kepada kedua pengantin agar taat dan tekunlah kepada Allah agar rumah tangga mendapat berkah dari Allah.

4.2.2 Imaji

Imaji adalah kata atau susunan kata yang dapat memperjelas atau mengkonkretkan apa yang dinyatakanoleh penyair melalui pengimajian, apa yang digambarkan seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditi), atau dirasa (imajitaktil) (Waluyo, 2005: 10)

1. Imaji taklit (perasaan)

Adapun ungkapan oleh penyair yang mampu mempengaruhi perasaan sehingga pembaca ikut terpengaruh perasaannya (waluyo, 2005:11)

Adapun imaji takti yang digunakan dalam pantun masyarakat melayu antara lain:: Tanjung tiram dibatu bara

Lima laras letak istana

Faham lah kami yang tuan pinta Kunci emas sudah sedia


(60)

(PHB bait ke 5)

Pada pantun tersebut penyair seolah-olah mengajak khalayak ikut menngetahui bahwa syarat merupakan salah satu kunci untuk melewati hempang batang tersebut.

Lamalah sudah tegak berdiri Dengan pengantin serta rmbongan Apa syarat sebagai kunci

Kami tak tau tolong tunjukkan. (PHB bait ke 3)

Pada pantun tersebut penyair seolah-olah mengajak khalayak untuk ikut mengetahui apa saja yang menjadi syarat untuk melewati hempang batang tersebut.

Sabar tuan hamba

Niat baik nak menghadang

Bukan pula menunjukkan calak melagak lantang Hanya ingin memadu resam terbilang

Agar adat resam melayu takkan hilang Pada kami adat si anak beru

Dapat disuruh dikala perlu hai; anak beru

tetamu kita dah datang dari jauh

tetapi jangan pula dituduh sebagai musuh sambutlah dengan lembaga yang sudah di asuh (PDSL bait ke 1)

pada pantun silat laga memberitahukan maksud baik kedatangan para rombongan. Contoh pantun dalam tukar tepak sirih


(61)

Perlis kedah kelang malaka

Bandar Sarawak sungguhlah ramai Habis sudah selang sekata

Tukar tepak tanda berdamai (PDTTS bait ke 1)

Pada pantun diatas penyair mengambarkan kepada sipembaca tentang indahnya kebudayaan masyarakat melayu yang memiliki adat istiadat yang telah ada sejak dahulukala.

Pantun yang terdapat diatas penyair menggambarkan kepada sipembaca tentang indahnya kegembiraan pihak keluarga menyambut kedatangan pasangan pengantin baru.

Contoh pantun dalam tari persembahan Ttari persembahan penghias adat Sejak dahulu selalu dibuat

Menyambut datangnya tamu terhormat Semoga seia sekata tetab sepakat. (PDTP bait ke 1)

Pantun yang terdapat diatas penyair menggambarkan kepada sipembaca bahwa pantun diatas merupakan persembahan atau penyambutan bagi rombongan pengantin yang baru tiba.

Lebah buakn sembarang lebah Lebah bersarang dibuku buluh Sembah bukan sembarang sembah Sembah menyusun jari sepuluh.


(62)

(PDTP bait ke 3)

Pantun tersebut menggambarkan kepada sipembaca bahwa tari ini merupakan penghormatan terhadap hadirin yang datang.

Sunting sari bendera balai Sisik bawal tingkab bermeka Tari persembahan lemah gemulai

Awal salam persembahan pembuka kata. (PDTP bait k2 2)

Pantun diatas menggambarkan kepada sipembaca bawah pantun tersebut merupakan tari persembahan sebagai pembuka salam atau kata sambutan.

Simpak cabang kala berbuah Batang ditimbun pauh berduri Tepak datang diiringi sembah Semabah menyusun sepuluh jari (PDTP bait ke 4)

Pantun diatas menggambarkan kepada sipembaca bahwa tepak sirih merupakan penghormatan bagi yang menerimanya.

2. Imaji visual

Imaji visual adalah menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang digambarkan penyair lebih jelas. (waluyo, 2005: 10).

Adapun imaji visual dalam pantun terlihat pada contoh berikut. Contoh pantun dalam imaji visual dalam sepatah kata dilaman. Dihari baik dibualan baik


(63)

Kembali kami datang kemari Menbayar hutang memenuhi janji Mengantar anak muda lagi bestari

Agar dapat dipersandingkan dengan putri Karena syarat dan hutang sudah kami penuhi (PDSKLMN bait ke 7)

Penyair menggambarkan bahwa rombongan tersebut datang dengan maksud baik dan utk menyampaika maksud baik kedatangan rombongan pengantin.

4.2.3 Kata Konkret

Kata konkret adalah kata-kata yang dilihat secara denotatif sama tetapi secara konotatif tidak sama menurut situasi pemakaiannya. Dalam hal ini penyair memilih kata-kata konkrit untuk melukiskan dan menyatakan sesuatu dengan setepat-tepatnya.

Kata konkret adalah salah satu cara penyair menggambaran sesuatu secara konkret. Oleh karena itu kata-kata diperkonkretkan, bagi penyair dirasa lebih jelas karena lebih konkret, namun bagi pembaca sulit ditafsirkan (waluyo, 2005: 9). Kata konkret sangat berkaitan dengan kiasan dan perlambangan artnya simbolnya dan kiasan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkonkretkan hal yang abstrak. Dengan kata lain kiasan dan perlambangan dapat memberikan kesan yang luas tentang suatu keadaan pendengar atau pembaca.

Contoh pantun dalam tari persembahan yang terdapat kata konkret didalamnya. Layar dikutub dilabuh sauh


(64)

Biarkan badan bersimbah peluh Adat budaya berasama kita asuh Indah bentuknya seni budaya Mengukir seni indah dipandang Perusak budaya datang melanda Demi marwah harus dihadang (PDTP bait ke 6)

Jaman dahulu dikuala lumpur Anak raja mandi ditaman Resam melayu tak akan luntur Walau berganti masa bertukar zaman (PDTP bait ke 7)

Darah mengalir dapat ditahan Luka di tangan bileh di obat Sejarah terukir sepanjang zaman Menjadi kenangan berabad-abad (PDTP bait ke 8)

Pada bait pantun di atas menggambarkan bahwa adat istiadat tersebut sudah ada dari sejak dahulu, dan tidak dapat dihilangkan karena adat istiadat tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat dalam segala aspek kehidupan manusia. Adat istiadat berkembang secara turun menurun dari orang tua kepada anak-anaknya.


(65)

4.2.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran secara khas yang memperhatikan jiwa serta kepribadian penyair. Artinya, gaya bahasa yang digunakan oleh seorang penyair merupakan refleksi dari pikiran dan jiwanya dalam membuat sebuah karya sastra.

Dalam pantun juga terdapat gya bahasa. Ada beberapa gaya bahasa yang terdapat pada bait berikut:

Selamat datang tetamu kami Datang berkunjung ke rumah ini Sungguh sangat terkenan dihati Yang kami nanti telah terbukti. (PDSKLM bait 1)

Pada bait pantun diatas penyair menggunakan gaya bahasa yang berupa satu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan lewat ungkapan rasa indra lainnya.

4.3 Analisis Struktur Batin

Struktur batin disebut juga dengan hakikat puisi. Unsur hakikat puisi yakni tema, perasaan, nada, atau sikap penyair terhadap pembaca dan amanat.

4.3.1 Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukan oleh pengarang melalui puisinya. (waluyo, 2005: 17). Tema adalah ide pokok atau sesuatu gagasan yang


(66)

mendasari suatu karya sastra dan dalam karya sastra tema mempunyai unsure-unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam membentuk suatu proses prosa.

Tema yang banyak terdapat dalam puisi ada beberapa seperti pendapat (waluyo, 2005: 17) adalah tema ketentuan (religius), tema kemanusiaan, cinta, dan tema kesetiakawanan.

Tema yang banyak terdapat dalam pantun adalah tema kebudayaan dan ketuhanan setelah melihat persoalan yang menonjol pada pantun kalau tema yang terdapat dalam pantun bertemakan adat istiadat. Yang menceritakan tentang adat istiadat masyarakat melayu.

Pihak perempuan

Sabar tuan hamba

Niat baik nak menghadang

Bukan pula menunjukkan calak melagak lantang Hanya ingin memadu resam terbilang

Agar adat resam melayu takkan hilang Pada kami adat si anak beru

Dapat disuruh dikala perlu hai; anak beru

tetamu kita dah datang dari jauh

tetapi jangan pula dituduh sebagai musuh

sambutlah dengan lembaga yang sudah di asuh. (PDSL bait ke 1)

pihak laki-laki


(67)

sepanjang janji yang sudah dipandu kami datang bukan nak diadu

tapi pada kami ada juga disuruh dikala perlu hai, anak beru

silakan masuk kegelanggang

hanya ingin memadu resam terbilang insyaallah enkau akan menang (PDSL bait ke 2)

pihak laki-laki

selat murung namanya kampung tempatnya lahir laksanakan hang tuah silat laga sambung menyambung acara penyambutan makin meriah (PDSL bait ke 3)

telak medang ikut menanti bulat dibulat kain selendang pencak datang silat menanti

menyambut rombongan yang sudah datang padi disawah sudah dituai

didalam tebat ikan gurami

rombongan datang serta mempelai disambut silat adat negeri


(68)

4.3.2 Nada atau suasana

Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap terciptalah suasana puisi (waluyo, 2002: 37)

Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap pendengar. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadap pembaca dari sikap itu penting dalam puisi sebab nada menyangkut, masalah sikap penair kepada pembambaca. Ada nada yang digunakan dalam pantun sebagai berikut.

1. Nada menegaskan

Nada menegaskan ini biasanya bersifat lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Nada ini biasanya menegaska kembali apa yang telah ditetapkan sebelumnya seperti sejarah, dogma-dogma agama, hukum adat dan lain-lain.

Nada ini tercermin pada bait berikut: Asalamualaikum kami ucapkan Pada tuan dan puan orang budiman Kami datang beserta rombongan Mengapa dihadang kami dijalan. (PHB bait 1)

Wa’alaikum salam kami nantikan Selamat sejahtera para rombomngan Syarat adat tolong sediakan

Baru hempang batang kami singkirkan. (PHB bait ke 2)


(69)

Pada bait di atas menegaskan atau menceritakan kembali bahwa untuk membuka kata haruslah dimulai dengan salam agar mendapat ridho dari allah dan syafaat dari rasul.

2. Nada persuasive

Menurut KKBI (2005: 864) persuasive adalah bersifat membujuk secara halus (supaya lebih yakin), hanya dengan cara….pendekatan itu dapat dilakukan. Nada persuasive ini tergambar pada kutipan berikut:

Tepung tawar tepung sejati Tepung anak si raja pati Sial dibuang untung dicari Mengharap ridho allahu robbi

Pada bait diatas terlihat bahwa penyair mengisyaratkan kepada si pembaca terutama kaum muda-mudi agar mengikuti apa yang sudah menjad aturan dalam berumah tangga agar memiliki keluarga yang sakinah, mawaddah, warohma.

3. Nada sugesti

Menurut KKBI (2005: 1097) sugesti adalah 1. Pendapat yang dikemukakan (untuk dipertimbangkan): anjuran , saran. 2. Pengaruh dan sebagainya yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya: dorongan. Dalam hal ini penyair ingin merangsang pembaca agar tergerak hatinyaa; untuk melakukan apa yang dimaksudkan penyair. Nada sugesti terdapat pada bait berikut:

Jika pandai pegang kemudi Akan selamat ke tanah seberang Jika nak damai suami istri


(70)

(PTTWR bait ke 4)

Pada bait di atas memiliki nada sugesti yang kuat, nada tersebut terlihat pada kata-kata” jika nak damai suami istri, jangan dengarkan fitnahan orang” yang mengsugesti pembaca untuk saling percaya dalam menjalani bidukrumah tangga.

4.3.3 Perasaan (feeling)

rasa atau feeling mengungkapkan suasana perasaan penyair ikut di ekspresikan dan dihayati oleh pembaca (waluyo, 2005: 39). Rasa adalah tanggapan atau reaksi pengarang berupa perasaan terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di sekitarnya, juga ,merupakan gambaran suasana kejiwaan atau perasaan seorang penyair terhadap segala sesuatu yang menjadi persoalan dalam dirinya.

Tepung tawar tepung sejati Tepung anak si raja pati Sial dibuang untung dicari Mengharap ridho allahu robbi (PTWR bait ke 1)

Pelaminan indah bunga bertekat Duduk pengantin dua sejoli

Semoga rumah tangga mendapat berkat Jauhkan cobaan murah rezeki

(PTWR bait ke 2)


(71)

Gamat ditikam si tombak pari Semoga rumah tangga tetap selamat Tegakkan sholat setiap hari

(PTWR bait ke 3)

Jika pandai pegang kemudi Akan selamat ketanah seberang Jika nak damai suami istri Jangan dengarkan fitnahan orang (PTWR bait ke 4)

Anak dar duduk memakai sunting Duduk disinggasan angkasa pura Melihat anak duduk bersanding Bagai piring dibelah dua (PTWR bait ke 5)

Buah manggis buah rambutan Buah salak didalam sampah Anak dara manis pemuda tampan Tak salah lagi jadi pilihan. (PTWR bait ke 6)

Pada bait-bait patun diatas penyair menyampaikan kepada sipembaca agar nantinya dapat memimpin rumah tangga dengan baik.


(72)

4.3.4 Amanat

Menurut kamus istilah sastra, amanat adalah yang ingin disampaikan oleh pengarang dari sebuah karya sastra. Ada kalanya dapat ditingkat suatu ajaran moral, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi yang dikemukakan oleh penyair (Waluyo, 2005: 40)

adapun amanat yang terletak dalam pantun adalah sebagai berikut:

1. dalam memulai suatu perkataan hendaklah kita menggunakan salam agar yang kita lakukan selalu diberikan keridhoan oleh allah SWT.

Hal ini terlihat pada bait berikut:

Asalamualaikum kami ucapkan Pada tuan dan puan orang budiman Kami datang beserta rombongan Mengapa dihadang kami berjalan. (PHB bait ke 1)

Wa’alaikum salam kami menanti Selamt sejaterah para rombongan Syarat adat tolong sediakan

Baru hemang batang kami singkirkan (PHB bait ke 2)

2. selalu mengambarkan adat istiadat pada masyarakat Melayu yang selalu menggunakan pantun pada setiap acara perkawinan dan lain-lainnya.

Batang timbun pauh berduri Seikat kembang kelopak layu


(73)

Datang menyusun sepuluh jari Beginilah adat resam Melayu. (PPTP bait ke 5)


(1)

(PMNHPDPN bait ke 16)

Pada bait ke 15-16 menjelaskan bahwa mendo’akan pengantin di pelaminan dan mendo’akan para hadiri sekalian supaya selamat dan sejahtera. Dan salam penutup dalam acara tersebut.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan terhadap Pantun Pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai, dapat disimpulkan bahwa:

1.struktur estetika pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai anatara lain:

A. Diksi yang digunakan dalam pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai menggunakan beberapa kosa kata

B. Imaji yang digunakan dalam pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah imaji taklit, imaji visual, dan imaji auditIf

C. Kata konkret yang digunakan dalam pantun pada Upacara Perkawinan masyrakat Melayu Serdang Bedagai penyair menggunakan kata-kata yang konkret untuk mengkokretan imaji yang ditawarkan yakni nasehat-nasehat atau petuah-petuah yang diberikan kepada pengantin dalam membina rumah tangga rukun dan damai sampai ke anak cucu, dan sebagai seorang istri harus patuh kepada suaminya, dan saling percaya dalam menjalani biduk rumah tangga.

D. Gaya bahasa yang digunakan dalam pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah gaya bahasa sinestesia, litotes, dan simile

E. Tema yang digunakan dalam pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah tema cinta, penyatuan dua insan

F. Nada yang tepat terdapat pada pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah nada menegaskan dan nada romantic


(3)

G. Amanat yang terdapat dalam pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah dalam perkataan hendaklah terlebih dahulu mengucapkan salam “asalamualaikum” agar semua perkataan kita adalah perkataan yang baik pula. Dan kita selalu diberikan keridhoan dari Allah SWT. Dan nasehat-nasehat dalam membina rumah tangga serta kepatuhan-kepatuhan seorang istri kepada suami.

H. Rasa yang terdapat pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu serdang bedagai adalah “assalamualaikum” agar semua perkataan kita adalah perkataan yang baik pula. Dan kita selalu diberikan keridhoan dari Allah SWT. Dan apa yang sudah menjadi tanggung jawab hendaklah segera dilaksanakan, saling percaya dalam menjalani biduk rumah tangga tersebut.

2. Nilai estetis yang terkandung dalam pantun pada Upacara Perkawinan Masyarakat Melayu Serdang Bedagai adalah:

A. Kesatuan yang terdapat dalam patun pada upacra perkawinan masyrakat Melayu serdang bedagai terlihat pada unsur-unsur pembentukannya seperti jumlah kata dan jumlah kata dalam sebaris

B. Keharmonisan terletak pada struktur pembentukan pantun tersebut yaitu: sampiran dan isi serta irama yang membentuk irama dari pantun itu.

C. Keseimbangan dilihat dari kesesuaian perbandingan antara sampiran dengan isi. Perbandingan yang digunakan dalam sampiran juga harus tepat benar sehingga terdapat keseimbangan bentuk dan bobot.

D. fokus atau penekanan yang tepat pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pantun pada masyarakat Melayu Serdang Bedagai yaitu nasehat-nasehat dalam membina rumah tangga.


(4)

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap pantun pada upacara perkawinan masyarakat Melayu Serdang Bedagai, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut:

1. pelestarian tradisi lisan Melayu Serdang Bedagai hendaknya tetap dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait untuk menggambarkan tradisi yang sudah turun-temurun.

2. Penelitian terhadap lisan masyarakat Melayu, khususnya Melayu Serdang Bedagai. lebih ditingkatkan karena masih ada banyak jenis-jenis tradisi yang belum diteliti.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2000. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Anwar, Wadjiz. 1985. Filsafat Estetika.. Yogyakarta : Nur Cahaya.

Agni, Binar. 2008. Pantun, Puisi, Majas, Pribahasa, Kata mutiara. HI-Publishing. Jakarta Timur.

Eaton, Marcia Muelder. 2010. Persoalan-Persoalan Dasar Estetika. Jakarta: Salemba Humanika.

Endraswara, Suwardi. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS

Fauzi Siba, Yan. 2008. Tinjauan sosiologi Terhadap Cerita Rakyat Tuah Burung Merbuk Pada Masyarakat Melayu Serdang. Medan: Departemen Sastra Daerah. Fakultas Imu Budaya. USU.

Hazwani, Laili. 2009. Estetika Senandung Babusalam Masyarakat Melayu. Medan: Departeman Sastra Daerah. Fakultas Ilmu Budaya. USU.

Mulyani, Rozanna. 2012. (Disertasi) Fungsi Dan Implikasi Pantun Melayu Deli Dan Serdang.

Arifin, Syamsul. 2007. Adat Istiadat Perkawinan Melayu. Medan.

Pradopo, Rachmat Djoko. Pengkajian puisi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Estetika: Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sachari, Agus. 2002. Estetika: Makna, Simbol dan Daya. Bandung: ITB

Soetarno, 2008. Peristiwa sastra melayu lama: PT Widya Duta Grafika

Sutrisno, Mudji dan Christ Verhaak.1992. Estetika: Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius.

Syaifuddin, Wan dan Ok Syahril. 2008. Khazanah Melayu Sumatera Utara. Medan. USU press.


(6)