BAB I Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Kom
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan merupakan sebuah sarana komunikasi keuangan sebuah
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil
keputusan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Untuk Internal dalam
perusahaan, yaitu pihak manajerial informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan diharapkan dapat membantu dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan perkembangan dari perusahaan. Sedangkan
untuk pihak eksternal dalam hal ini adalah investor dan kreditor, informasi
keuangan dapat membantu dalam mengambil keputusan untuk dana yang mereka
investasikan.
Menurut Kasmir (2011:7) menyebutkan bahwa laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam
suatu periode tertentu. Hal ini menunjukan bahwa laporan keuangan sangat
penting bagi suatu perusahaan, sehingga keputusan yang diambil oleh pihak intern
dan pihak ekstern perusahaan sangat bergantung dan ditentukan oleh informasi
yang diberikan dalam laporan keuangan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;5)
menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi, laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
1
Baik buruknya kinerja perusahaan dan manajemen dalam perusahaan salah
satunya dilihat dari seberapa besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut
2
Menurut Martani, dkk (2012:145) memahami pos yang menjadi selisih antara laba
rugi periode berjalan seringkali dapat digunakan mengevaluasi kualitas laba suatu
perusahaan. Sehingga banyak perusahaan berusaha mencapai laba yang tinggi
untuk memenuhi ekspektasi investor agar dinilai baik sehingga akan berdampak
pada kompensasi yang akan diterima. Hal tersebut dapat menimbulkan perilaku
menyimpang manajemen, salah satunya adalah manajemen laba.
Menurut Yip et. al., (2011) manajemen laba didefinisikan sebagai
perbuatan manajer yang mengurangi kualitas dari laporan keuangan. Demikian
juga Scott (2015:445) mendefinisikan bahwa manajemen laba merupakan pilihan
manajer mengenai kebijakan akuntansi, atau tindakan nyata, yang mempengaruhi
laba sehingga tercapai tujuan tertentu. Pindiharti (2011) menemukan bahwa
banyak manajer memanfaatkan peluang dalam memanipulasi laba pada
perusahaan untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan perusahaan.
Beberapa keputusan yang mendorong manajemen melakukan manajemen
laba menurut Scott (2011:426) adalah: (1) motivasi bonus, yaitu manajer akan
berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya, (2) hipotesis
perjanjian hutang (debt covenant hypothesis), yaitu yang berkaitan dengan
persyaratan perjanjian hutang yang harus dipenuhi, laba yang tinggi diharapkan
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran syarat perjanjian hutang,
(3) meet investor earning expectation and maintain reputation , yaitu perusahaan
yang melaporkan laba yang lebih besar daripada ekspektasi investor harga
sahamnya akan mengalami peningkatan yang signifikan karena investor
memprediksi perusahaan akan mempunyai masa depan yang lebih baik, (4) initial
public offering (IPO), yaitu manajer perusahaan yang akan go public termotivasi
untuk melakukan manajemen laba sehingga laba yang dilaporkan menjadi tinggi
dengan harapan dapat menaikan harga saham perusahaan.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba menurut menurut Halim,
dkk (2005) adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat di klasifikasikan besar kecilnya suatu perusahaan menurut berbagai
cara. Panjaitan (2004) mengemukakan ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara,
antara lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar,
dan lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva,
penjualan, log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar
pula ukuran perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi
dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah
(medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Handayani dan Seftianne (2011)
mengemukakan bahwa ukuran perusahaan dapat ditinjau dari (1) total penjualan,
(2) total aktiva, (3) rata-rata tingkat penjualan, (4) rata-rata total aktiva.
Sehubungan dengan makin berkembangnya perusahaan-perusahaan besar
di Indonesia yang telah go public, maka Bursa Efek Indonesia mengeluarkan
peraturan yang tertera pada surat keputusan nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 pada
tanggal 1 Juli 2001 tentang pembentukan komisaris independen, komite audit, dan
sekretaris dewan bagi perusahaan publik yang terdaftar. Menurut Suryana (2005),
peraturan tersebut mewajibkan perusahaan tercatat memiliki komite audit.
Keputusan ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 mendukung dengan
menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut
Sawyer et. al., (2005) mengemukakan bahwa keberadaan komite audit sangat
diperlukan dan merupakan suatu kewajiban baik bagi perusahaan yang go public
maupun pada perusahaan dalam bentuk usaha BUMN. Selanjutnya Sawyer et. al.,
(2005) menyatakan bahwa dewan komisaris telah meningkatkan pengakuan
terhadap nilai komite audit sebagai instrument pengendalian dan sebagai alat
untuk memperbaiki kualitas praktik pelaporan keuangan.
Peran komite audit sangat penting untuk mempengaruhi kualitas laba
perusahaan sebagai salah satu informasi yang digunakan oleh pihak investor dan
kreditor untuk menilai kinerja perusahaan. Menurut Suryana (2005) tugas komite
audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharap
kan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi
proses pelaporan keuangan oleh manajemen.
Beberapa kasus manajemen laba yang terjadi di perusahaan go public di
Indonesia diantaranya dilakukan oleh PT. Indofarma Tbk. (2004). Perusahaan
telah membuat keputusan dalam RUPS tahunan di pertengahan tahun 2004, yang
memberi kesempatan kepada manajemen baru selama enam bulan untuk
menunjukkan perbaikan kinerja perusahaan. Rhenald, menegaskan sebagai Ketua
Komite Audit dan Komisaris Independen, berbicara mewakili para pemegang
saham publik, dan bersifat independen dari kepentingan pemerintah maupun
pemegang saham mayoritas. Permasalahan pada manajemen lama, karena direksi
mengelola laporan keuangan secara profesional. Diantaranya dalam Rencana
Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) perusahaan dibuat berdasarkan data historis
tahun sebelumnya, yang seharusnya berlaku tidak seperti itu. Selain itu, terjadi
tradisi dalam perusahaan dimana dalam laporan keuangan akhir tahun terdapat
data penjualan yang meningkat, sehingga memperoleh untung tinggi. Sedangkan
di awal tahun tiba-tiba menurun drastis dengan alasan terjadi retur penjualan
besar-besaran (www.tempo.com).
Selain itu pada tahun 2011 PT Ancora Mining Service (AMS) dilaporkan
Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) ke Direktorat Jendral Pajak (DJP)
Kementrian Keuangan atas dugaan manipulasi laporan keuangan. Ketua Bagian
Investigasi FMPK, Mustopo, menjelaskan indikasi manipulasi itu terlihat dari
adanya penghasilan sebesar Rp 34,9 miliar namun tidak ada pergerakan investasi.
Selain itu ditemukan bukti pembayaran bunga sebesar Rp 18 miliar padahal AMS
mengaku tidak memiliki utang. FMPK juga menemukan bukti piutang senilai Rp
5.3 miliar namun tidak ada kejelasan transaksinya (www.republika.co.id).
Selain di kasus yang terjadi di Indonesia, di tahun 2015 terjadi juga praktik
manajemen laba di perusahaan Elektronik terkemuka di Jepang yaitu Toshiba
Corp. Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp, Hisao Tanaka dan para
pejabat senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi
terbesar di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip Reuters, Rabu, 22 Juli
2015, posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi Muromachi.
Tim penyelidik independen menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa
perusahaan memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2
miliar selama beberapa tahun terakhir. Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio
Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan mundur setelah laporan tim
independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal keuntungan untuk
tahun buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21
Juli 2015 dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan
penunjukan direksi dan disetujui mayoritas anggota dewan. Laporan oleh akuntan
independen dan pengacara mengatakan laba operasional Toshiba telah dibesarbesarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$ 1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki
ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka melebihlebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan
melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Temuan ini diharapkan
mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi mengalami denda
yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang sejak Olympus
Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar (www.bisnis.Liputan6.com).
Melihat beberapa kasus diatas, maka banyak peneliti juga yang telah
melakukan beberapa penelitian tentang hubungan antara ukuran perusahaan,
komite audit dengan manajemen laba. Beberapa penelitian tersebut antara lain
yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2003), Halim, dkk (2005),
Widyastuti (2009) dan Rahmani dan Mir (2013), menemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, dimana
semakin besar ukuran perusahaan maka akan menyebabkan peningkatan
manajemen laba. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan
manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar
harus mampu memenuhi ekspektasi yang baik dari investor atau pemegang
sahamnya.
Berbeda dengan hasil penelitian Handayani dan Agustono (2009) dan
Muliati (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba, dan perusahaan besar dan sedang tidak lebih agresif
dalam melakukan manajemen laba. Dengan pengertian lain bahwa perusahaan
yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba
dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang
lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar.
Sedangkan Jao dan Gagaring (2011) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan yang kecil dianggap lebih banyak melakukan praktik manajemen laba
dari pada perusahaan besar. Hal ini dikarenakan perusahaan kecil cenderung ingin
memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik agar investor
mananamkan modalnya, sedangkan perusahaan besar lebih berhati-hati dalam
dalam menyajikan laporan keuangannya, karena pihak investor maupun kreditor
lebih memperhatikan hasil dari laporan keuangan, sehingga berdampak pada
laporan keuangan yang lebih akurat.
Melihat dan menimbang dari hasil beberapa penelitian tersebut diatas
dapat ditemukankan bahwa ukuran perusahaan, baik perusahaan besar maupun
perusahaan kecil bisa mempengaruhi manajer untuk melakukan manajeman laba
dengan beberapa pertimbangan untuk mendapatkan tujuan tertentu baik dari pihak
intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.
Sedangakan
penelitian-penelitian
terdahulu
tentang
komite
audit
menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara karakteristik komite audit
terhadap manajemen laba. Chtourou et. al., (2001) menemukan bahwa komite
audit yang terdiri dari lebih banyak komisaris independen yang tidak menjabat
sebagai manajer di perusahaan lain, komite audit yang memiliki minimal satu
anggota yang merupakan ahli keuangan, adanya mandat formal yang merupakan
tanggung jawab komite untuk memeriksa laporan keuangan dan auditor ekstemal,
dan keberadaan komite audit yang hanya terdiri dari komisaris independen yang
bertemu lebih dari dua kali dalam satu tahun berhubungan negatif dengan tingkat
discretionary accruals.
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Klein (2006), Xie et.
al., (2003), Siregar dan Utama (2005) dan Fitriasari (2007), dengan menggunakan
beberapa indikator yang berbeda-beda dari komite audit yaitu independensi
komite audit, jumlah pertemuan komite audit menemukan bahwa terdapat
hubungan negatif terhadap manajemen laba. Menurut Putri (2011) dalam
penelitiannya memberikan bukti empiris bahwa ukuran komite audit memberikan
pengaruh negatif yang signifikan terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian
tersebut diatas dapat dikemukakankan bahwa keberadaan komite audit sangat
diperlukan dalam suatu perusahaan mengingat dari peran komite audit dalam
pengawasan pelaksanaan pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Komite Audit diharapkan dapat bekerja secara efektif dalam perusahaan.
Efektifitas komite audit dapat diukur melalui karakteristik yang dimiliki antara
lain independensi komite audit yaitu berhubungan dengan seberapa besar
keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas perusahaan, ukuran komite
audit yaitu yang berhubungan dengan jumlah anggota komite audit, kompetensi
yaitu berhubungan dengan pengetahuan akuntansi dan keuangan, serta aktivitas
dari komite audit itu sendiri yaitu berhubungan dengan frekuensi pertemuan dalam
satu tahun.
Melihat fenomena yang terjadi menunjukan bahwa masih lemahnya
penerapan praktik corporate governance dan kegagalan laporan keuangan
mencapai tujuannya dalam memenuhi kebutuhan informasi penggunanya.
Sulistiyanto (2008:134) mendefinisikan coporate governance sebagai sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder nya.
Penelitian ini akan mengacu pada penelitian Handayani dan Agustono
(2009) dan penelitian Putri (2011) dengan objek perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 - 2014. Penelitian ini
menggunakan indikator total aktiva untuk menentukan ukuran perusahaan dan
indikator jumlah rapat komite audit dan jumlah anggota komite audit sebagai
variabel independen dan discretionary accruals sebagai indikator dari manajemen
laba sebagai variabel dependen.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan Dan
Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 – 2014.”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang serta fenomena yang telah terjadi pada PT.
Kimia Farma Tbk., PT Ancora Mining Service dan PT Indofarma Tbk. diatas,
dimana praktik manajemen laba masih terjadi dalam perusahaan besar tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan ukuran besar yang telah
melaksanakan pengelolaan manajemen dengan coporate governance
dalam
sistem manajemen salah satunya dengan pembentukan komite audit, tetapi apabila
peran dan tugas dari komite audit tidak dilaksanakan dengan baik akan
berpengaruh terjadinya praktik manajemen laba.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kondisi ukuran perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
2.
Bagaimana kondisi frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014?
3.
Bagaimana kondisi jumlah anggota komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014?
4.
Bagaimana kondisi manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
5.
Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan secara parsial terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
6.
Seberapa besar pengaruh frekuensi rapat komite audit secara parsial
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
7.
Seberapa besar pengaruh anggota komite audit secara parsial terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
8.
Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, frekuensi rapat komite
audit dan jumlah anggota komite audit secara simultan terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1.
Mengetahui kondisi ukuran perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
2.
Mengetahui kondisi frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014.
3.
Mengetahui
kondisi
anggota
komite
audit
pada
perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014.
4.
Mengetahui kondisi manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
5.
Mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan secara parsial
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
6.
Mengetahui seberapa besar pengaruh frekuensi rapat komite audit
secara parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
7.
Mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, frekuensi
rapat komite audit dan jumlah anggota komite audit secara simultan
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
1.5
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagi perusahaan manufaktur
Untuk lebih memperhatikan pelaksanaan coporate governance
khususnya melihat peran dan tugas dari komite audit dalam ukuran
perusahaan yang besar.
2.
Bagi peneliti
Untuk dapat menambah wawasan serta pengetahuan penelitian
mengenai pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit terhadap
manajemen laba.
3.
Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada
pengembangan teori, terutama kajian akuntansi keuangan mengenai
pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit terhadap manajemen
laba.
4.
Para pengguna informasi
Untuk memahami pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit
terhadap manajemen laba dan mendapat pengertian lebih baik lagi
sehingga dapat memberikan suatu keputusan yang tepat dan bijaksana.
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di perusahaan
manufaktur bidang industri barang konsumsi sub bidang makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. Penelitian ini
direncanakan akan di laksanakan selama empat bulan yaitu bulan Agustus 2016
sampai dengan bulan November 2016.
Berikut adalah rincian waktu penelitian yang akan dilakukan dalam
penelitian ini:
Table 1.1
Waktu Penelitian
No
Tahapan Penelitian
1
Pencarian Data Awal
Penyelesaian
Proposal
Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Analisis Data
Bimbingan Skripsi
Penyelesaian Skripsi
2
3
4
5
6
7
8
Agustus
Sumber : Data Diolah Peneliti, 2016
Bulan
September Oktober
November
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Laporan keuangan merupakan sebuah sarana komunikasi keuangan sebuah
perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil
keputusan, baik pihak internal maupun pihak eksternal. Untuk Internal dalam
perusahaan, yaitu pihak manajerial informasi yang terdapat dalam laporan
keuangan diharapkan dapat membantu dalam mengambil keputusan yang
berhubungan dengan pengelolaan dan perkembangan dari perusahaan. Sedangkan
untuk pihak eksternal dalam hal ini adalah investor dan kreditor, informasi
keuangan dapat membantu dalam mengambil keputusan untuk dana yang mereka
investasikan.
Menurut Kasmir (2011:7) menyebutkan bahwa laporan keuangan adalah
laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam
suatu periode tertentu. Hal ini menunjukan bahwa laporan keuangan sangat
penting bagi suatu perusahaan, sehingga keputusan yang diambil oleh pihak intern
dan pihak ekstern perusahaan sangat bergantung dan ditentukan oleh informasi
yang diberikan dalam laporan keuangan.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) (2009;5)
menyebutkan bahwa tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat
bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan
ekonomi, laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban
manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
1
Baik buruknya kinerja perusahaan dan manajemen dalam perusahaan salah
satunya dilihat dari seberapa besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut
2
Menurut Martani, dkk (2012:145) memahami pos yang menjadi selisih antara laba
rugi periode berjalan seringkali dapat digunakan mengevaluasi kualitas laba suatu
perusahaan. Sehingga banyak perusahaan berusaha mencapai laba yang tinggi
untuk memenuhi ekspektasi investor agar dinilai baik sehingga akan berdampak
pada kompensasi yang akan diterima. Hal tersebut dapat menimbulkan perilaku
menyimpang manajemen, salah satunya adalah manajemen laba.
Menurut Yip et. al., (2011) manajemen laba didefinisikan sebagai
perbuatan manajer yang mengurangi kualitas dari laporan keuangan. Demikian
juga Scott (2015:445) mendefinisikan bahwa manajemen laba merupakan pilihan
manajer mengenai kebijakan akuntansi, atau tindakan nyata, yang mempengaruhi
laba sehingga tercapai tujuan tertentu. Pindiharti (2011) menemukan bahwa
banyak manajer memanfaatkan peluang dalam memanipulasi laba pada
perusahaan untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan perusahaan.
Beberapa keputusan yang mendorong manajemen melakukan manajemen
laba menurut Scott (2011:426) adalah: (1) motivasi bonus, yaitu manajer akan
berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya, (2) hipotesis
perjanjian hutang (debt covenant hypothesis), yaitu yang berkaitan dengan
persyaratan perjanjian hutang yang harus dipenuhi, laba yang tinggi diharapkan
dapat mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran syarat perjanjian hutang,
(3) meet investor earning expectation and maintain reputation , yaitu perusahaan
yang melaporkan laba yang lebih besar daripada ekspektasi investor harga
sahamnya akan mengalami peningkatan yang signifikan karena investor
memprediksi perusahaan akan mempunyai masa depan yang lebih baik, (4) initial
public offering (IPO), yaitu manajer perusahaan yang akan go public termotivasi
untuk melakukan manajemen laba sehingga laba yang dilaporkan menjadi tinggi
dengan harapan dapat menaikan harga saham perusahaan.
Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba menurut menurut Halim,
dkk (2005) adalah ukuran perusahaan. Ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat di klasifikasikan besar kecilnya suatu perusahaan menurut berbagai
cara. Panjaitan (2004) mengemukakan ukuran perusahaan adalah suatu skala
dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara,
antara lain: total aktiva, penjualan, log size, nilai pasar saham, kapitalisasi pasar,
dan lain-lain yang semuanya berkorelasi tinggi. Semakin besar total aktiva,
penjualan, log size, nilai pasar saham, dan kapitalisasi pasar, maka semakin besar
pula ukuran perusahaan tersebut. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi
dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah
(medium-size), dan perusahaan kecil (small firm). Handayani dan Seftianne (2011)
mengemukakan bahwa ukuran perusahaan dapat ditinjau dari (1) total penjualan,
(2) total aktiva, (3) rata-rata tingkat penjualan, (4) rata-rata total aktiva.
Sehubungan dengan makin berkembangnya perusahaan-perusahaan besar
di Indonesia yang telah go public, maka Bursa Efek Indonesia mengeluarkan
peraturan yang tertera pada surat keputusan nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 pada
tanggal 1 Juli 2001 tentang pembentukan komisaris independen, komite audit, dan
sekretaris dewan bagi perusahaan publik yang terdaftar. Menurut Suryana (2005),
peraturan tersebut mewajibkan perusahaan tercatat memiliki komite audit.
Keputusan ketua BAPEPAM No. Kep-29/PM/2004 mendukung dengan
menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris dalam rangka membantu melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut
Sawyer et. al., (2005) mengemukakan bahwa keberadaan komite audit sangat
diperlukan dan merupakan suatu kewajiban baik bagi perusahaan yang go public
maupun pada perusahaan dalam bentuk usaha BUMN. Selanjutnya Sawyer et. al.,
(2005) menyatakan bahwa dewan komisaris telah meningkatkan pengakuan
terhadap nilai komite audit sebagai instrument pengendalian dan sebagai alat
untuk memperbaiki kualitas praktik pelaporan keuangan.
Peran komite audit sangat penting untuk mempengaruhi kualitas laba
perusahaan sebagai salah satu informasi yang digunakan oleh pihak investor dan
kreditor untuk menilai kinerja perusahaan. Menurut Suryana (2005) tugas komite
audit berhubungan dengan kualitas laporan keuangan, karena komite audit diharap
kan dapat membantu dewan komisaris dalam pelaksanaan tugas yaitu mengawasi
proses pelaporan keuangan oleh manajemen.
Beberapa kasus manajemen laba yang terjadi di perusahaan go public di
Indonesia diantaranya dilakukan oleh PT. Indofarma Tbk. (2004). Perusahaan
telah membuat keputusan dalam RUPS tahunan di pertengahan tahun 2004, yang
memberi kesempatan kepada manajemen baru selama enam bulan untuk
menunjukkan perbaikan kinerja perusahaan. Rhenald, menegaskan sebagai Ketua
Komite Audit dan Komisaris Independen, berbicara mewakili para pemegang
saham publik, dan bersifat independen dari kepentingan pemerintah maupun
pemegang saham mayoritas. Permasalahan pada manajemen lama, karena direksi
mengelola laporan keuangan secara profesional. Diantaranya dalam Rencana
Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) perusahaan dibuat berdasarkan data historis
tahun sebelumnya, yang seharusnya berlaku tidak seperti itu. Selain itu, terjadi
tradisi dalam perusahaan dimana dalam laporan keuangan akhir tahun terdapat
data penjualan yang meningkat, sehingga memperoleh untung tinggi. Sedangkan
di awal tahun tiba-tiba menurun drastis dengan alasan terjadi retur penjualan
besar-besaran (www.tempo.com).
Selain itu pada tahun 2011 PT Ancora Mining Service (AMS) dilaporkan
Forum Masyarakat Peduli Keadilan (FMPK) ke Direktorat Jendral Pajak (DJP)
Kementrian Keuangan atas dugaan manipulasi laporan keuangan. Ketua Bagian
Investigasi FMPK, Mustopo, menjelaskan indikasi manipulasi itu terlihat dari
adanya penghasilan sebesar Rp 34,9 miliar namun tidak ada pergerakan investasi.
Selain itu ditemukan bukti pembayaran bunga sebesar Rp 18 miliar padahal AMS
mengaku tidak memiliki utang. FMPK juga menemukan bukti piutang senilai Rp
5.3 miliar namun tidak ada kejelasan transaksinya (www.republika.co.id).
Selain di kasus yang terjadi di Indonesia, di tahun 2015 terjadi juga praktik
manajemen laba di perusahaan Elektronik terkemuka di Jepang yaitu Toshiba
Corp. Chief Executive Officer (CEO) Toshiba Corp, Hisao Tanaka dan para
pejabat senior lainnya mengundurkan diri karena terlibat dalam skandal akuntansi
terbesar di Jepang dalam beberapa tahun terakhir. Mengutip Reuters, Rabu, 22 Juli
2015, posisi Tanaka sementara digantikan oleh Direktur Masashi Muromachi.
Tim penyelidik independen menemukan bahwa Tanaka mengetahui bahwa
perusahaan memanipulasi laporan keuntungannya dengan nilai mencapai US$ 1,2
miliar selama beberapa tahun terakhir. Pendahulu Tanaka, Wakil direktur Norio
Sasaki, dan penasihat Atsutoshi Nishida, juga akan mundur setelah laporan tim
independen menunjukkan mereka juga telibat dalam skandal keuntungan untuk
tahun buku 2008. Sebanyak delapan pejabat mengundurkan diri pada Selasa, 21
Juli 2015 dan Tanaka mengatakan bahwa perusahaan sedang mempertimbangkan
penunjukan direksi dan disetujui mayoritas anggota dewan. Laporan oleh akuntan
independen dan pengacara mengatakan laba operasional Toshiba telah dibesarbesarkan sebesar ¥ 151.8 milyar atau sekitar US$ 1,22 miliar. Tanaka, dan Sasaki
ditekan divisi bisnis untuk memenuhi target yang sulit, dan mereka melebihlebihkan laba dan menunda laporan kerugian, di tengah budaya tidak akan
melawan keinginan atasan, menurut penyelidikan. Temuan ini diharapkan
mengarah pada penyajian kembali laporan laba, dan berpotensi mengalami denda
yang sangat besar atas skandal tingkat atas terburuk di Jepang sejak Olympus
Corp ditemukan menutupi kerugian US$ 1,7 miliar (www.bisnis.Liputan6.com).
Melihat beberapa kasus diatas, maka banyak peneliti juga yang telah
melakukan beberapa penelitian tentang hubungan antara ukuran perusahaan,
komite audit dengan manajemen laba. Beberapa penelitian tersebut antara lain
yang dilakukan oleh Veronica dan Bachtiar (2003), Halim, dkk (2005),
Widyastuti (2009) dan Rahmani dan Mir (2013), menemukan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba, dimana
semakin besar ukuran perusahaan maka akan menyebabkan peningkatan
manajemen laba. Dari penelitian-penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa
perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan
manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar
harus mampu memenuhi ekspektasi yang baik dari investor atau pemegang
sahamnya.
Berbeda dengan hasil penelitian Handayani dan Agustono (2009) dan
Muliati (2011) yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba, dan perusahaan besar dan sedang tidak lebih agresif
dalam melakukan manajemen laba. Dengan pengertian lain bahwa perusahaan
yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba
dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang
lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar.
Sedangkan Jao dan Gagaring (2011) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan yang kecil dianggap lebih banyak melakukan praktik manajemen laba
dari pada perusahaan besar. Hal ini dikarenakan perusahaan kecil cenderung ingin
memperlihatkan kondisi perusahaan yang selalu berkinerja baik agar investor
mananamkan modalnya, sedangkan perusahaan besar lebih berhati-hati dalam
dalam menyajikan laporan keuangannya, karena pihak investor maupun kreditor
lebih memperhatikan hasil dari laporan keuangan, sehingga berdampak pada
laporan keuangan yang lebih akurat.
Melihat dan menimbang dari hasil beberapa penelitian tersebut diatas
dapat ditemukankan bahwa ukuran perusahaan, baik perusahaan besar maupun
perusahaan kecil bisa mempengaruhi manajer untuk melakukan manajeman laba
dengan beberapa pertimbangan untuk mendapatkan tujuan tertentu baik dari pihak
intern perusahaan maupun pihak ekstern perusahaan.
Sedangakan
penelitian-penelitian
terdahulu
tentang
komite
audit
menyatakan adanya pengaruh yang signifikan antara karakteristik komite audit
terhadap manajemen laba. Chtourou et. al., (2001) menemukan bahwa komite
audit yang terdiri dari lebih banyak komisaris independen yang tidak menjabat
sebagai manajer di perusahaan lain, komite audit yang memiliki minimal satu
anggota yang merupakan ahli keuangan, adanya mandat formal yang merupakan
tanggung jawab komite untuk memeriksa laporan keuangan dan auditor ekstemal,
dan keberadaan komite audit yang hanya terdiri dari komisaris independen yang
bertemu lebih dari dua kali dalam satu tahun berhubungan negatif dengan tingkat
discretionary accruals.
Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Klein (2006), Xie et.
al., (2003), Siregar dan Utama (2005) dan Fitriasari (2007), dengan menggunakan
beberapa indikator yang berbeda-beda dari komite audit yaitu independensi
komite audit, jumlah pertemuan komite audit menemukan bahwa terdapat
hubungan negatif terhadap manajemen laba. Menurut Putri (2011) dalam
penelitiannya memberikan bukti empiris bahwa ukuran komite audit memberikan
pengaruh negatif yang signifikan terhadap manajemen laba. Dari hasil penelitian
tersebut diatas dapat dikemukakankan bahwa keberadaan komite audit sangat
diperlukan dalam suatu perusahaan mengingat dari peran komite audit dalam
pengawasan pelaksanaan pelaporan keuangan yang disajikan oleh manajemen.
Komite Audit diharapkan dapat bekerja secara efektif dalam perusahaan.
Efektifitas komite audit dapat diukur melalui karakteristik yang dimiliki antara
lain independensi komite audit yaitu berhubungan dengan seberapa besar
keterlibatan anggota komite audit dengan aktivitas perusahaan, ukuran komite
audit yaitu yang berhubungan dengan jumlah anggota komite audit, kompetensi
yaitu berhubungan dengan pengetahuan akuntansi dan keuangan, serta aktivitas
dari komite audit itu sendiri yaitu berhubungan dengan frekuensi pertemuan dalam
satu tahun.
Melihat fenomena yang terjadi menunjukan bahwa masih lemahnya
penerapan praktik corporate governance dan kegagalan laporan keuangan
mencapai tujuannya dalam memenuhi kebutuhan informasi penggunanya.
Sulistiyanto (2008:134) mendefinisikan coporate governance sebagai sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan agar perusahaan itu menciptakan nilai
tambah (value added) untuk semua stakeholder nya.
Penelitian ini akan mengacu pada penelitian Handayani dan Agustono
(2009) dan penelitian Putri (2011) dengan objek perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010 - 2014. Penelitian ini
menggunakan indikator total aktiva untuk menentukan ukuran perusahaan dan
indikator jumlah rapat komite audit dan jumlah anggota komite audit sebagai
variabel independen dan discretionary accruals sebagai indikator dari manajemen
laba sebagai variabel dependen.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan Dan
Komite Audit Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 – 2014.”
1.2
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang serta fenomena yang telah terjadi pada PT.
Kimia Farma Tbk., PT Ancora Mining Service dan PT Indofarma Tbk. diatas,
dimana praktik manajemen laba masih terjadi dalam perusahaan besar tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan ukuran besar yang telah
melaksanakan pengelolaan manajemen dengan coporate governance
dalam
sistem manajemen salah satunya dengan pembentukan komite audit, tetapi apabila
peran dan tugas dari komite audit tidak dilaksanakan dengan baik akan
berpengaruh terjadinya praktik manajemen laba.
1.3
Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana kondisi ukuran perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
2.
Bagaimana kondisi frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014?
3.
Bagaimana kondisi jumlah anggota komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014?
4.
Bagaimana kondisi manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
5.
Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan secara parsial terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
6.
Seberapa besar pengaruh frekuensi rapat komite audit secara parsial
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014?
7.
Seberapa besar pengaruh anggota komite audit secara parsial terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
8.
Seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, frekuensi rapat komite
audit dan jumlah anggota komite audit secara simultan terhadap
manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2010-2014?
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk:
1.
Mengetahui kondisi ukuran perusahaan pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
2.
Mengetahui kondisi frekuensi rapat komite audit pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014.
3.
Mengetahui
kondisi
anggota
komite
audit
pada
perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 20102014.
4.
Mengetahui kondisi manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
5.
Mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan secara parsial
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
6.
Mengetahui seberapa besar pengaruh frekuensi rapat komite audit
secara parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
7.
Mengetahui seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, frekuensi
rapat komite audit dan jumlah anggota komite audit secara simultan
terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014.
1.5
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1.
Bagi perusahaan manufaktur
Untuk lebih memperhatikan pelaksanaan coporate governance
khususnya melihat peran dan tugas dari komite audit dalam ukuran
perusahaan yang besar.
2.
Bagi peneliti
Untuk dapat menambah wawasan serta pengetahuan penelitian
mengenai pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit terhadap
manajemen laba.
3.
Bagi akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi pada
pengembangan teori, terutama kajian akuntansi keuangan mengenai
pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit terhadap manajemen
laba.
4.
Para pengguna informasi
Untuk memahami pengaruh ukuran perusahaan dan komite audit
terhadap manajemen laba dan mendapat pengertian lebih baik lagi
sehingga dapat memberikan suatu keputusan yang tepat dan bijaksana.
1.6
Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di perusahaan
manufaktur bidang industri barang konsumsi sub bidang makanan dan minuman
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2014. Penelitian ini
direncanakan akan di laksanakan selama empat bulan yaitu bulan Agustus 2016
sampai dengan bulan November 2016.
Berikut adalah rincian waktu penelitian yang akan dilakukan dalam
penelitian ini:
Table 1.1
Waktu Penelitian
No
Tahapan Penelitian
1
Pencarian Data Awal
Penyelesaian
Proposal
Bimbingan dan
Perbaikan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Analisis Data
Bimbingan Skripsi
Penyelesaian Skripsi
2
3
4
5
6
7
8
Agustus
Sumber : Data Diolah Peneliti, 2016
Bulan
September Oktober
November