MENGENAL PRINSIP DASAR BANK SYARIAH
MENGENAL PRINSIP DASAR
BANK SYARIAH
Oleh:
Achmat Subekan*)
Abstrak
Perbankan syariah memiliki karakter yang berbeda dengan perbankan nonsyariah. Bank syariah
didirikan atas dasar nilai-nilai syariat yang bersifat ilahiah (wahyu) sedangkan bank nonsyariah didirikan
atas dasar hasil pemikiran manusia. Prinsip dasar operasional bank syariah meliputi: 1) tidak
menerapkan sistem bunga, tetapi sistem loss and profit sharing, 2) lebih menekankan pada
pengembangan sektor riel, 3) hanya bersedia membiayai investasi yang halal, 4) tidak hanya profit
oriented, tetapi juga berorientasi pada falah, 5) hubungan antara bank syariah dan nasabah dibangun
atas dasar kemitraan (ta’awun), dan 6) seluruh produk dan operasional bank syariah didasarkan pada
syariat. Dalam perkembangannya, bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya lebih
banyak disebabkan oleh konsep dasar yang digunakannya, sedangkan kelemahannya lebih banyak
disebabkan oleh usianya yang masih relatif muda apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah.
Dengan pengelolaan yang profesional dan berpegang pada syariat, maka berbagai kekuatan yang dimiliki
diharapkan dapat mengatasi kelemahan yang ada. Dengan demikian, bank syariah diharapkan dapat
lebih bersaing dan meberikan kontribusi yang lebih besar dalam menyejahterakan masyarakat.
A. Pendahuluan
Bank syariah sering dianggap tidak berbeda dengan bank nonsyariah. Secara lahiriah
perbedaanya
hanya
pada
tampilan
para
pegawainya
yang
berjilbab,
berbaju
koko,
ber-“assalamu’alaikum” dalam menyambut nasabah, dan berpenampilan lain yang dianggap syariah.
Mendefinisikan bank syariah hanya dari tampilan lahiriah tentu bukan definisi yang tepat. Penggunaan
kata “syariah” dimaksudkan untuk memberikan sifat bank bersangkutan yang mengoperasikan kegiatan
perbankannya sesuai dengan nilai-nilai syariah. Nilai-nilai syariah diimplementasikan dalam menentukan
jenis product, menyusun akad kredit, menyalurkan kredit ke nasabah, penghitunganreward nasabah,
pelayanan nasabah, dan kegiatan operasional lainnya.
Peranan penting dunia perbankan (termasuk bank syariah) dalam perkembangan ekonomi dunia
sudah sangat dipahami oleh masyarakat. Perbankan memiliki kontribusi besar berupa pengumpulan dana
masyarakat yang idle (menganggur). Masyarakat pemilik dana tersebut menabung di bank dan
selanjutnya bank menyalurkannya kepada dunia usaha (investor) sehingga perekonomian dapat berputar
dan mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Peran perbankan sendiri juga mengalami perkembangan
seiring dengan tuntutan dunia usaha dan kemajuan ekonomi. Dunia perbankan dewasa ini juga berperan
dalam melakukan penjaminan, penyimpanan barang berharga (safety box), dan regulasi perputaran
uang.
Pada awal kemunculannya, bank dioperasikan dengan sistem bunga. Hal ini tidak lepas dari
kemudahannya dalam menentukan kompensasi/reward kepada para penabung. Sistem ini juga relatif
mudah dalam menentukan beban yang harus dibayar oleh para debitur yang meminjam uang ke bank. Di
samping adanya kemudahan, sistem bunga juga memiliki kelemahan yang mulai disadari oleh para pakar
dan pelaku ekonomi.
Joseph E. Stiglitz, penerima nobel bidang ekonomi pada tahun 2001 menyatakan perlu adanya
paradigma baru dalam pengelolaan ekonomi moneter. Dia juga mengakui bahwa pandanganpandangannya mengenai perbankan banyak didasarkan pada perbankan syariah [1]. Pengakuan
penerima nobel ekonomi ini tentu menarik perhatian para ekonom. Stiglitz yang ilmuwan barat ternyata
memiliki pandangan yang mirip, bahkan sama, dengan yang diajarkan dalam syariah Islam (Alquran dan
Hadits). Sistem perbankan syariah menawarkan sistem yang berbeda dengan sistem bunga. Tulisan ini
akan membahas sistem perbankan Islam ini dari sisi konsep dasar atau filosofinya.
B. Prinsip Dasar Bank Syariah
Bank syariah memiliki perbedaan yang mendasar apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah
(bank yang beroperasi dengan sistem bunga). Pada dasarnya, segala dunia usaha, termasuk perbankan
Islam, bertujuan untuk menciptakan keuntungan (profit oriented). Namun, guna menghasilkan
keuntungan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dihindari oleh bank syariah karena bertentangan
dengan syariat Islam. Salah satunya adalah bunga bank yang dalam istilah Islam disebut dengan riba.
Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang menyebutkan bahwa “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.[2] Di samping riba, semua transaksi dalam perbankan syariah juga harus sesuai
dengan syariat Islam yang antara lain menghindari transaksiyang mengandung unsur haram,
perjudian/spekulasi ( ميسرmaisir), serta ketidakjelasan/manipulatif (غررgharar).
Apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah, bank syariah memiliki perbedaan yang sangat
mencolok. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai hal di bawah ini:
1. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, tetapi sistem loss and profit sharing. Dengan prinsip
ini, maka bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga tertentu bagi para penabung dan para
debitur. Hal ini merupakan perbedaan utama antara bank syariah dan bank nonsyariah. Sistem loss
and profit sharing relatif lebih rumit apabila dibandingkan dengan sistem bunga. Dengan sistem ini,
masyarakat nasabah seolah berada dalam ketidakpastian terhadap keuntungan yang akan diperoleh
apabila mereka menabung di bank syariah. Demikian juga para debitur, tidak mendapatkan beban
bunga dengan nilai nominal yang tetap apabila mereka mengambil kredit atau pinjaman pada bank
syariah.
2. Bank syariah lebih menekankan pada pengembangan sektor riel. Karena diharamkannya bunga,
maka bank syariah mencari strategi lain untuk menghasilkan keuntungan. Strategi ini dapat berupa
pengembangan sektor riel untuk dibiayainya ataupun jual beli dalam pemenuhan kebutuhan
konsumsi nasabah. Penekanan bank syariah pada investasi sektor riel ini berdampak sangat positif
bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat pada umumnya. Masyarakat nasabah tidak dididik untuk
konsumtif, tetapi lebih dididik untuk mengembangkan usaha sektor riel yang dijalankannya.
3. Bank syariah hanya bersedia membiayai investasi yang halal. Bank syariah lebih selektif dalam
memiliki investasi yang akan dibiayainya. Faktor yang menjadi ukuran untuk dapat dibiayai oleh bank
syariah bukan hanya faktor keuntungan, tetapi juga faktor kehalalan bidang usaha yang akan
dibiayai. Bidang usaha yang haram, misalnya usaha perjudian dan prostitusi, tidak akan dapat
dibiayai dari bank syariah. Sekalipun bidang usaha tersebut sangat menguntungkan, bank syariah
tetap tidak mau membiayainya. Hal ini berbeda dengan bank nonsyariah yang tidak memedulikan
mengenai halal-tidaknya bidang usaha yang akan dibiayainya.
4. Bank syariah tidak hanya profit oriented, tetapi juga berorientasi pada falah, sedangkan bank
nonsyariah hanya berorientasi pada keuntungan. Falah memiliki cakupan yang sangat luas, yakni
kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Bahkan, kebaikan hidup tersebut bukan hanya untuk bank
syariah bersangkutan, tetapi juga bagi nasabahnya. Orientasi pada falah ini pada akhirnya menuntun
bank syariah untuk peduli terhadap usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh nasabah sehingga antara
keduanya dapat sama-sama mendapatkan manfaat atau keuntungan.
5. Hubungan antara Bank syariah dan nasabah adalah atas dasar kemitraan (ta’awun). Dengan
hubungan kemitraan ini maka tidak terdapat pihak yang merasa dieksploitasi oleh pihak lain. Pihak
nasabah tidak tereksploitasi karena harus membayar bunga dalam jumlah tertentu seperti halnya
hubungan antara nasabah dengan bank nonsyariah. Bahkan bank syariah ikut peduli terhadap
kinerja dunia usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh nasabah (apalagi jika akad yang disepakati
adalah musyarakah dan mudharabah). Pihak bank syariah juga tidak merasa tereksploitasi oleh
penabung karena harus membayar bunga seperti yang diperjanjikan (misal dalam deposito). Imbalan
yang diberikan kepada penabung adalah sesuai dengan keuntungan yang dihasilkan pihak bank
dalam mengelola dana nasabah tersebut. Antara nasabah dan bank syariah berada dalam kondisi
saling menolong dan bekerja sama (ta’awun).
6. Seluruh produk dan operasional bank syariah didasarkan pada syariat. Produk bank syariah harus
merupakan produk perbankan yang halal. Operasional bank syariah pun harus sesuai dengan
syariat Islam, misalnya etika pelayanan dan pakaian yang dikenakan para pegawai bank Islam juga
harus sesuai dengan syariat Islam. Untuk menjaga agar produk dan operasional bank Islam tetap
berada dalam koridor syariat, maka bank syariah dilengkapi/diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dewan ini merupakan internal control untuk menjaga kehalalan produk dan operasional bank syariah.
Di samping itu, secara nasional juga terdapat Dewan Syariah Nasional yang menjadi rujukan bagi
dewan syariah pada bank dalam melakukan pengawasan terhadap bank syariah.
C. Kekuatan dan Kelemahan Bank Syariah
Dalam perkembangannya, bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan. Dalam upaya
mengembangkannya, berbagai kekuatan yang ada perlu untuk terus diperkuat dan ditingkatkan sehingga
dapat mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Dalam tataran operasional, berbagai kekuatan yang
dimiliki bank syariah dibandingkan dengan bank nonsyariah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bank syariah memberikan penekanan pada usaha sektor riel. Hal ini sangat mendukung bagi usaha
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan sektor riel yang digerakkan, maka perbankan syariah
memiliki andil besar dalam pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Dunia usaha
menjadi lebih banyak dan besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Dampak
selanjutnya adalah berkurangnya pengangguran dan naiknya pendapatan masyarakat sehingga
kemiskinan dapat berkurang.
2. Bank syariah lebih tahan menghadapi krisis ekonomi. Ketahanan bank syariah dalam menghadapi
krisis ekonomi/moneter ini merupakan dampak dari digunakannya sistem loss and profit
sharingdalam bank syariah. Dengan sistem ini maka risiko kerugian yang mungkin terjadi akibat krisis
ekonomi akan terdistribusi baik untuk bank syariah bersangkutan maupun untuk nasabahnya. Dalam
kondisi yang merugikan maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama oleh bank dan nasabah.
Pihak bank tidak menanggung risiko tersebut sendirian. Hal ini juga berlaku dalam kondisi
menguntungkan, keuntungan akan dinikmati bersama oleh pihak bank syariah dan nasabahnya.
3. Bank syariah lebih amanah dalam mengelola dana nasabah. Hal ini muncul karena ditaatinya syariat
Islam dalam pengelolaan dana nasabah. Perbuatan pengelola bank nonsyariah yang membawa lari
dana nasabah misalnya, akan sangat merugikan nasabah dan dapat berakibat krisis moneter.
Pengelola bank syariah bukannya tidak mungkin melakukan perbuatan jahat tersebut. Namun, niat
untuk menerapkan syariat dapat mencegahperbuatan jahat tersebut. Di samping itu, bank syariah
telah dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah yang selalu mengawasinya. Dengan demikian,
sikap amanah dan kejujuran dalam mengelola dana nasabah akan lebih terjaga. Dalam lingkup luas,
sikap jujur dan amanah ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam memanfaatkan jasa
bank syariah.
Di samping berbagai kekuatan yang dimiliki, harus diakui pula adanya berbagai kelemahan
dalam bank syariah dalam melaksanakan operasionalnya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Nama bank syariah kadang-kadang belum dapat diterima oleh masyarakat nonmuslim. Masyarakat
nonmuslim kadang-kadang beranggapan bahwa bank syariah hanya menguntungkan Islam dan
masyarakatnya. Anggapan ini dapat berakibat terbatasnya nasabah yang memanfaatkan jasa
perbankan syariah. Bahkan kalangan umat Islam ada juga yang memiliki anggapan bahwa bank
syariah hanya memanfaatkan nama “Islam/syariat” untuk menggeret umat Islam agar memanfaatkan
jasa bank syariah tersebut.
2. Terbatasnya bidang usaha yang dapat dibiayai oleh bank syariah. Bank syariah membatasi bidang
usaha hanya pada usaha yang halal. Hal ini berakibat terbatasnya bidang usaha yang dapat
dibiayainya. Hal ini dapat berakibat tidak dapat diperolehnya potensi keuntungan karena terkendala
oleh faktor kehalalannya. Bidang usaha haram dan menguntungkan tersebut pada akhirnya
ditangkap oleh bank nonsyariah karena bank ini lebih leluasa dalam mengembangkan usahanya
daripada bank syariah.
3. Bank syariah masih terbatas dalam penggunaan teknologi informasi (IT). Hal ini berakibat bank
syariah masih relatif kalah bersaing dalam merebut nasabah. Contoh dari hal ini adalah terbatasnya
layanan ATM yang dapat diberikan oleh bank-bank syariah. Bagi nasabah yang memiliki mobilitas
tinggi antar daerah, kemudahan menarik dana di berbagai waktu dan tempat merupakan hal yang
penting. Karena bank syariah kurang mampu memberikan layanan ini, maka masyarakat pun belum
menjadikan bank syariah sebagai pilihan.
4. Bank syariah masih terbatas area layanannya. Yang dimaksudkan di sini adalah terbatasnya kantor
cabang yang dimiliki bank-bank I syariah. Bank nonsyariah lebih banyak dan merata memiliki kantor
cabang di berbagai daerah, sedangkan bank syariah masih terbatas di beberapa kota. Akibatnya,
masyarakat yang berada di daerah yang tidak terdapat bank syariah belum dapat terlayani.
Apabila diperhatikan, berbagai kelemahan yang dimiliki bank Islam pada dasarnya adalah akibat
usianya yang relatif muda dibandingkan bank nonsyariah. Hal ini tentu dapat diperbaiki seiring dengan
berjalannya waktu. Penguasaan teknologi dan pembukaan kantor cabang di berbagai daerah akan dapat
diatasi seiring dengan perkembangan bank syariah bersangkutan. Sedangkan kelemahan pandangan
minor oleh kalangan nonmuslim telah dapat diatasi. Hal ini dibuktikan dengan munculnya bank syariah di
berbagai negara barat yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Sementara itu, kelemahan karena
hanya bisa melayani bidang usaha yang halal, merupakan hal yang prinsip bagi bank syariah. Hal ini
justru merupakan kontribusi bank Islam dalam menjaga ketertiban dan akhlak masyarakat sehingga tidak
perlu dirisaukan.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Secara filosofi, bank syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai syariat Islam. Prinsip tersebut
antara lain adalah tidak diperbolehkannya sistem bunga (riba) dalam transaksi ekonomi termasuk
perbankan, dan kehalalan produk yang ditawarkan bank. Prinsip yang didasarkan pada syariat ini
kelak melahirkan prinsip lainnya antara lain prinsip bank Islam yang lebih memprioritaskan sektor riel
dan prinsip hubungan kemitraan (ta’awun) yang saling menguntungkan antara bank syariah dan
nasabah.
2. Bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan operasionalnya. Kekuatan yang
ada pada umumnya karena prinsip syariah yang diterapkannya sehingga kekuatan tersebut memang
lahir dari prinsip dasar/internal bank syariah. Sedangkan kelemahan yang dimiliki bank syariah pada
umumnya adalah karena masih relatif barunya bank syariah apabila dibandingkan dengan bank
nonsyariah. Seiring dengan berjalannya waktu, maka berbagai kelemahan tersebut akan dapat
diatasi. Sementara itu, kekuatan yang ada pada bank syariah tidak dimiliki oleh bank nonsyariah. Dari
sini dapat diharapkan bahwa kelak bank syariah mampu bersaing dengan lebih baik dalam dunia
perbankan.
Demikianlah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan dalam artikel ini.
Semoga perbankan syariah terus mengalami perkembangan dan kemajuan sehingga memberikan
kontribusi yang besar bagi upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera, amin.
BANK SYARIAH
Oleh:
Achmat Subekan*)
Abstrak
Perbankan syariah memiliki karakter yang berbeda dengan perbankan nonsyariah. Bank syariah
didirikan atas dasar nilai-nilai syariat yang bersifat ilahiah (wahyu) sedangkan bank nonsyariah didirikan
atas dasar hasil pemikiran manusia. Prinsip dasar operasional bank syariah meliputi: 1) tidak
menerapkan sistem bunga, tetapi sistem loss and profit sharing, 2) lebih menekankan pada
pengembangan sektor riel, 3) hanya bersedia membiayai investasi yang halal, 4) tidak hanya profit
oriented, tetapi juga berorientasi pada falah, 5) hubungan antara bank syariah dan nasabah dibangun
atas dasar kemitraan (ta’awun), dan 6) seluruh produk dan operasional bank syariah didasarkan pada
syariat. Dalam perkembangannya, bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya lebih
banyak disebabkan oleh konsep dasar yang digunakannya, sedangkan kelemahannya lebih banyak
disebabkan oleh usianya yang masih relatif muda apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah.
Dengan pengelolaan yang profesional dan berpegang pada syariat, maka berbagai kekuatan yang dimiliki
diharapkan dapat mengatasi kelemahan yang ada. Dengan demikian, bank syariah diharapkan dapat
lebih bersaing dan meberikan kontribusi yang lebih besar dalam menyejahterakan masyarakat.
A. Pendahuluan
Bank syariah sering dianggap tidak berbeda dengan bank nonsyariah. Secara lahiriah
perbedaanya
hanya
pada
tampilan
para
pegawainya
yang
berjilbab,
berbaju
koko,
ber-“assalamu’alaikum” dalam menyambut nasabah, dan berpenampilan lain yang dianggap syariah.
Mendefinisikan bank syariah hanya dari tampilan lahiriah tentu bukan definisi yang tepat. Penggunaan
kata “syariah” dimaksudkan untuk memberikan sifat bank bersangkutan yang mengoperasikan kegiatan
perbankannya sesuai dengan nilai-nilai syariah. Nilai-nilai syariah diimplementasikan dalam menentukan
jenis product, menyusun akad kredit, menyalurkan kredit ke nasabah, penghitunganreward nasabah,
pelayanan nasabah, dan kegiatan operasional lainnya.
Peranan penting dunia perbankan (termasuk bank syariah) dalam perkembangan ekonomi dunia
sudah sangat dipahami oleh masyarakat. Perbankan memiliki kontribusi besar berupa pengumpulan dana
masyarakat yang idle (menganggur). Masyarakat pemilik dana tersebut menabung di bank dan
selanjutnya bank menyalurkannya kepada dunia usaha (investor) sehingga perekonomian dapat berputar
dan mengalami kemajuan dari waktu ke waktu. Peran perbankan sendiri juga mengalami perkembangan
seiring dengan tuntutan dunia usaha dan kemajuan ekonomi. Dunia perbankan dewasa ini juga berperan
dalam melakukan penjaminan, penyimpanan barang berharga (safety box), dan regulasi perputaran
uang.
Pada awal kemunculannya, bank dioperasikan dengan sistem bunga. Hal ini tidak lepas dari
kemudahannya dalam menentukan kompensasi/reward kepada para penabung. Sistem ini juga relatif
mudah dalam menentukan beban yang harus dibayar oleh para debitur yang meminjam uang ke bank. Di
samping adanya kemudahan, sistem bunga juga memiliki kelemahan yang mulai disadari oleh para pakar
dan pelaku ekonomi.
Joseph E. Stiglitz, penerima nobel bidang ekonomi pada tahun 2001 menyatakan perlu adanya
paradigma baru dalam pengelolaan ekonomi moneter. Dia juga mengakui bahwa pandanganpandangannya mengenai perbankan banyak didasarkan pada perbankan syariah [1]. Pengakuan
penerima nobel ekonomi ini tentu menarik perhatian para ekonom. Stiglitz yang ilmuwan barat ternyata
memiliki pandangan yang mirip, bahkan sama, dengan yang diajarkan dalam syariah Islam (Alquran dan
Hadits). Sistem perbankan syariah menawarkan sistem yang berbeda dengan sistem bunga. Tulisan ini
akan membahas sistem perbankan Islam ini dari sisi konsep dasar atau filosofinya.
B. Prinsip Dasar Bank Syariah
Bank syariah memiliki perbedaan yang mendasar apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah
(bank yang beroperasi dengan sistem bunga). Pada dasarnya, segala dunia usaha, termasuk perbankan
Islam, bertujuan untuk menciptakan keuntungan (profit oriented). Namun, guna menghasilkan
keuntungan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dihindari oleh bank syariah karena bertentangan
dengan syariat Islam. Salah satunya adalah bunga bank yang dalam istilah Islam disebut dengan riba.
Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang menyebutkan bahwa “Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.[2] Di samping riba, semua transaksi dalam perbankan syariah juga harus sesuai
dengan syariat Islam yang antara lain menghindari transaksiyang mengandung unsur haram,
perjudian/spekulasi ( ميسرmaisir), serta ketidakjelasan/manipulatif (غررgharar).
Apabila dibandingkan dengan bank nonsyariah, bank syariah memiliki perbedaan yang sangat
mencolok. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai hal di bawah ini:
1. Bank syariah tidak menerapkan sistem bunga, tetapi sistem loss and profit sharing. Dengan prinsip
ini, maka bank syariah tidak menetapkan tingkat bunga tertentu bagi para penabung dan para
debitur. Hal ini merupakan perbedaan utama antara bank syariah dan bank nonsyariah. Sistem loss
and profit sharing relatif lebih rumit apabila dibandingkan dengan sistem bunga. Dengan sistem ini,
masyarakat nasabah seolah berada dalam ketidakpastian terhadap keuntungan yang akan diperoleh
apabila mereka menabung di bank syariah. Demikian juga para debitur, tidak mendapatkan beban
bunga dengan nilai nominal yang tetap apabila mereka mengambil kredit atau pinjaman pada bank
syariah.
2. Bank syariah lebih menekankan pada pengembangan sektor riel. Karena diharamkannya bunga,
maka bank syariah mencari strategi lain untuk menghasilkan keuntungan. Strategi ini dapat berupa
pengembangan sektor riel untuk dibiayainya ataupun jual beli dalam pemenuhan kebutuhan
konsumsi nasabah. Penekanan bank syariah pada investasi sektor riel ini berdampak sangat positif
bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat pada umumnya. Masyarakat nasabah tidak dididik untuk
konsumtif, tetapi lebih dididik untuk mengembangkan usaha sektor riel yang dijalankannya.
3. Bank syariah hanya bersedia membiayai investasi yang halal. Bank syariah lebih selektif dalam
memiliki investasi yang akan dibiayainya. Faktor yang menjadi ukuran untuk dapat dibiayai oleh bank
syariah bukan hanya faktor keuntungan, tetapi juga faktor kehalalan bidang usaha yang akan
dibiayai. Bidang usaha yang haram, misalnya usaha perjudian dan prostitusi, tidak akan dapat
dibiayai dari bank syariah. Sekalipun bidang usaha tersebut sangat menguntungkan, bank syariah
tetap tidak mau membiayainya. Hal ini berbeda dengan bank nonsyariah yang tidak memedulikan
mengenai halal-tidaknya bidang usaha yang akan dibiayainya.
4. Bank syariah tidak hanya profit oriented, tetapi juga berorientasi pada falah, sedangkan bank
nonsyariah hanya berorientasi pada keuntungan. Falah memiliki cakupan yang sangat luas, yakni
kebaikan hidup di dunia dan akhirat. Bahkan, kebaikan hidup tersebut bukan hanya untuk bank
syariah bersangkutan, tetapi juga bagi nasabahnya. Orientasi pada falah ini pada akhirnya menuntun
bank syariah untuk peduli terhadap usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh nasabah sehingga antara
keduanya dapat sama-sama mendapatkan manfaat atau keuntungan.
5. Hubungan antara Bank syariah dan nasabah adalah atas dasar kemitraan (ta’awun). Dengan
hubungan kemitraan ini maka tidak terdapat pihak yang merasa dieksploitasi oleh pihak lain. Pihak
nasabah tidak tereksploitasi karena harus membayar bunga dalam jumlah tertentu seperti halnya
hubungan antara nasabah dengan bank nonsyariah. Bahkan bank syariah ikut peduli terhadap
kinerja dunia usaha/bisnis yang dilaksanakan oleh nasabah (apalagi jika akad yang disepakati
adalah musyarakah dan mudharabah). Pihak bank syariah juga tidak merasa tereksploitasi oleh
penabung karena harus membayar bunga seperti yang diperjanjikan (misal dalam deposito). Imbalan
yang diberikan kepada penabung adalah sesuai dengan keuntungan yang dihasilkan pihak bank
dalam mengelola dana nasabah tersebut. Antara nasabah dan bank syariah berada dalam kondisi
saling menolong dan bekerja sama (ta’awun).
6. Seluruh produk dan operasional bank syariah didasarkan pada syariat. Produk bank syariah harus
merupakan produk perbankan yang halal. Operasional bank syariah pun harus sesuai dengan
syariat Islam, misalnya etika pelayanan dan pakaian yang dikenakan para pegawai bank Islam juga
harus sesuai dengan syariat Islam. Untuk menjaga agar produk dan operasional bank Islam tetap
berada dalam koridor syariat, maka bank syariah dilengkapi/diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dewan ini merupakan internal control untuk menjaga kehalalan produk dan operasional bank syariah.
Di samping itu, secara nasional juga terdapat Dewan Syariah Nasional yang menjadi rujukan bagi
dewan syariah pada bank dalam melakukan pengawasan terhadap bank syariah.
C. Kekuatan dan Kelemahan Bank Syariah
Dalam perkembangannya, bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan. Dalam upaya
mengembangkannya, berbagai kekuatan yang ada perlu untuk terus diperkuat dan ditingkatkan sehingga
dapat mengatasi berbagai kelemahan yang ada. Dalam tataran operasional, berbagai kekuatan yang
dimiliki bank syariah dibandingkan dengan bank nonsyariah dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Bank syariah memberikan penekanan pada usaha sektor riel. Hal ini sangat mendukung bagi usaha
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan sektor riel yang digerakkan, maka perbankan syariah
memiliki andil besar dalam pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan. Dunia usaha
menjadi lebih banyak dan besar sehingga mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Dampak
selanjutnya adalah berkurangnya pengangguran dan naiknya pendapatan masyarakat sehingga
kemiskinan dapat berkurang.
2. Bank syariah lebih tahan menghadapi krisis ekonomi. Ketahanan bank syariah dalam menghadapi
krisis ekonomi/moneter ini merupakan dampak dari digunakannya sistem loss and profit
sharingdalam bank syariah. Dengan sistem ini maka risiko kerugian yang mungkin terjadi akibat krisis
ekonomi akan terdistribusi baik untuk bank syariah bersangkutan maupun untuk nasabahnya. Dalam
kondisi yang merugikan maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama oleh bank dan nasabah.
Pihak bank tidak menanggung risiko tersebut sendirian. Hal ini juga berlaku dalam kondisi
menguntungkan, keuntungan akan dinikmati bersama oleh pihak bank syariah dan nasabahnya.
3. Bank syariah lebih amanah dalam mengelola dana nasabah. Hal ini muncul karena ditaatinya syariat
Islam dalam pengelolaan dana nasabah. Perbuatan pengelola bank nonsyariah yang membawa lari
dana nasabah misalnya, akan sangat merugikan nasabah dan dapat berakibat krisis moneter.
Pengelola bank syariah bukannya tidak mungkin melakukan perbuatan jahat tersebut. Namun, niat
untuk menerapkan syariat dapat mencegahperbuatan jahat tersebut. Di samping itu, bank syariah
telah dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah yang selalu mengawasinya. Dengan demikian,
sikap amanah dan kejujuran dalam mengelola dana nasabah akan lebih terjaga. Dalam lingkup luas,
sikap jujur dan amanah ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam memanfaatkan jasa
bank syariah.
Di samping berbagai kekuatan yang dimiliki, harus diakui pula adanya berbagai kelemahan
dalam bank syariah dalam melaksanakan operasionalnya. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Nama bank syariah kadang-kadang belum dapat diterima oleh masyarakat nonmuslim. Masyarakat
nonmuslim kadang-kadang beranggapan bahwa bank syariah hanya menguntungkan Islam dan
masyarakatnya. Anggapan ini dapat berakibat terbatasnya nasabah yang memanfaatkan jasa
perbankan syariah. Bahkan kalangan umat Islam ada juga yang memiliki anggapan bahwa bank
syariah hanya memanfaatkan nama “Islam/syariat” untuk menggeret umat Islam agar memanfaatkan
jasa bank syariah tersebut.
2. Terbatasnya bidang usaha yang dapat dibiayai oleh bank syariah. Bank syariah membatasi bidang
usaha hanya pada usaha yang halal. Hal ini berakibat terbatasnya bidang usaha yang dapat
dibiayainya. Hal ini dapat berakibat tidak dapat diperolehnya potensi keuntungan karena terkendala
oleh faktor kehalalannya. Bidang usaha haram dan menguntungkan tersebut pada akhirnya
ditangkap oleh bank nonsyariah karena bank ini lebih leluasa dalam mengembangkan usahanya
daripada bank syariah.
3. Bank syariah masih terbatas dalam penggunaan teknologi informasi (IT). Hal ini berakibat bank
syariah masih relatif kalah bersaing dalam merebut nasabah. Contoh dari hal ini adalah terbatasnya
layanan ATM yang dapat diberikan oleh bank-bank syariah. Bagi nasabah yang memiliki mobilitas
tinggi antar daerah, kemudahan menarik dana di berbagai waktu dan tempat merupakan hal yang
penting. Karena bank syariah kurang mampu memberikan layanan ini, maka masyarakat pun belum
menjadikan bank syariah sebagai pilihan.
4. Bank syariah masih terbatas area layanannya. Yang dimaksudkan di sini adalah terbatasnya kantor
cabang yang dimiliki bank-bank I syariah. Bank nonsyariah lebih banyak dan merata memiliki kantor
cabang di berbagai daerah, sedangkan bank syariah masih terbatas di beberapa kota. Akibatnya,
masyarakat yang berada di daerah yang tidak terdapat bank syariah belum dapat terlayani.
Apabila diperhatikan, berbagai kelemahan yang dimiliki bank Islam pada dasarnya adalah akibat
usianya yang relatif muda dibandingkan bank nonsyariah. Hal ini tentu dapat diperbaiki seiring dengan
berjalannya waktu. Penguasaan teknologi dan pembukaan kantor cabang di berbagai daerah akan dapat
diatasi seiring dengan perkembangan bank syariah bersangkutan. Sedangkan kelemahan pandangan
minor oleh kalangan nonmuslim telah dapat diatasi. Hal ini dibuktikan dengan munculnya bank syariah di
berbagai negara barat yang mayoritas penduduknya nonmuslim. Sementara itu, kelemahan karena
hanya bisa melayani bidang usaha yang halal, merupakan hal yang prinsip bagi bank syariah. Hal ini
justru merupakan kontribusi bank Islam dalam menjaga ketertiban dan akhlak masyarakat sehingga tidak
perlu dirisaukan.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dilakukan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain:
1. Secara filosofi, bank syariah merupakan implementasi dari nilai-nilai syariat Islam. Prinsip tersebut
antara lain adalah tidak diperbolehkannya sistem bunga (riba) dalam transaksi ekonomi termasuk
perbankan, dan kehalalan produk yang ditawarkan bank. Prinsip yang didasarkan pada syariat ini
kelak melahirkan prinsip lainnya antara lain prinsip bank Islam yang lebih memprioritaskan sektor riel
dan prinsip hubungan kemitraan (ta’awun) yang saling menguntungkan antara bank syariah dan
nasabah.
2. Bank syariah memiliki kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan operasionalnya. Kekuatan yang
ada pada umumnya karena prinsip syariah yang diterapkannya sehingga kekuatan tersebut memang
lahir dari prinsip dasar/internal bank syariah. Sedangkan kelemahan yang dimiliki bank syariah pada
umumnya adalah karena masih relatif barunya bank syariah apabila dibandingkan dengan bank
nonsyariah. Seiring dengan berjalannya waktu, maka berbagai kelemahan tersebut akan dapat
diatasi. Sementara itu, kekuatan yang ada pada bank syariah tidak dimiliki oleh bank nonsyariah. Dari
sini dapat diharapkan bahwa kelak bank syariah mampu bersaing dengan lebih baik dalam dunia
perbankan.
Demikianlah beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan dalam artikel ini.
Semoga perbankan syariah terus mengalami perkembangan dan kemajuan sehingga memberikan
kontribusi yang besar bagi upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera, amin.