Laporan Perubahan Iklim dan Ekosistem La (1)
LAPORAN PRAKTIKUM PERUBAHAN IKLIM DAN EKOSISTEM LAUT DISUSUN OLEH: KELOMPOK 6 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PERUBAHAN IKLIM EKOSISTEM LAUT SEMESTER GENAP TA 2014/2015
Disusun Oleh Kelompok 6:
Marselya Imelda Tanati 115080606111002 Muhammad Saiful `Alim
115080601111043 Cahya Ashardiyanto W
125080600111023 Kiky Wahyu Fitriandari
125080600111044 Yusrina Rizqi Amalia
125080600111063 Riski Tri Darma S
125080600111074 Bariami Valensia S
125080600111089 Riska Ayuk Novia S
125080601111004 Muhammad Akbarurrasyid
125080601111018 Ruli Hikma Safitri
125080601111036 Gema Bajaning P.L
125080607111008 Achmad Wahudiyarto
125080601111055 Wildan Haryo Permadi
PROGAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
KATA PENGANTAR
Laporan ini di rancang dan di tulis untuk mencapai beberapa tujuan.Tujuan utama untuk memenuhi tugas praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut. Kedua untuk membantu dalam mempelajari bagaimana metode yang digunakan dalam uji kelimpahan plankton serta pengaruh keberadaannya terhadap Perubahan Iklim Ekosistem Laut.
Dalam pencapaian tujuan-tujuan tersebut, kami mencoba memadukan berbagai pikiran dari para ahli teori dengan pusat bahas pada konsep-konsep yang terap dan berguna. Berikut adalah ringkasan singkat isi dari laporan ini.
1. Bab 1 berisi Latar belakang di susunnya laporan ini yaitu untuk mengetahui fenoma perubahan iklim yang menjadi topik penting diseluruh dunia dan dampaknya terhadap lingkungan laut, seperti plankton yang merupakan organisme mikroskopis yang menjadi indikator perubahan iklim serta adanya spesies invasif yang diakibatka dari fenomena perubahan iklim.
2. Bab 2 berisi mengenai definisi plankton, klasifikasi plankton, dinamika plankton, Samplng plankton dan Non planton(ikan an ubur-ubur), Peranan plankton dan non plankton, kaitannya dengan perubhan iklim serta invasiv spesies.
3. Bab 3 berisi metodologi yang digunakan dalam praktikum perubahan iklim baik di lapang maupun laboratorium
4. Bab 4 berisi pembahasan mengenai kondisi perairan, hasil parameter fisika- kimia yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu, kelimpahan dan keragaman plankton yang ditemukan di Pelabuh Mayangan Probolinggo serta spesies invasiv dan hasil tangkapan nelayan yang ada di tempat penelitian
5. Bab 5 berisi kesimpulan dari pembahasan serta saran mengenai praktikum perubahan iklim
Salah satu bagian yang menggembirakan dalam penulisan suatu laporan adalah kesempatan untuk menyampaikan terimakasih kepada pikak-pihak yang berkonstribusi dalam penulisan laporan praktikum Perubahan Iklim Ekosistem Laut :
1. Ucapan Terimakasih kepada Allah atas kehendaknya dan rahmat serta kasihNya yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat
2. Ucapan Terimakash kepada dosen pembimbing yang membantu dalam penulisan laporan ini atas pengetahuan yang telah diberikan mengenai praktikum perubahan iklim, serta kesempatan yang telah diberikan kepada kami dalam pembuatan laporan ini.
3. Ucapan Terimakah kepada asisten praktikum perubahan iklim yang telah membimbing kami dalam melaksanakan praktikum serta dalam penulisan laporan atas ide dan sarannya.
4. Ucapan terimakasih kepada teman-teman kelompok 6 yang telah membantu dalam pengerjaan laporan praktikum ini serta semangat dan dukungannya. Kami sebagai penyusun merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan
laporan ini. Maka dari itu kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca, semoga laporan ini berguna bagi siapapun yang membacanya. Amin
Malang, 18 Juni 2015
Kelompok 6
1.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gejala pemanasan global merupakan isu yang mendapat perhatian dari seluruh hegara diberbagai belahan dunia. Sudah banyak dampak bencana alam yang diduga diakibatkan oleh pemanasan global ini, antara lain tinggi gelombang laut diluar kebiasaan, meningkatnya permukaan air laut dan suhu air laut. Luas permukaan air laut yang mencapai 71% dari seluruh permukaan dunia akan menjadikan laut sebagai wilayah yang paling banyak mendapat pengaruh dari pemanasan global ini. Komponen yang paling utama terkena dampaknya adalah plankton karena habitatnya yang tersebar di seluruh perairan (Adnan et al, 2010).
Plankton merupakan golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus perairan. Plankton dibedakan menjadi 2 golongan, yakni golongan tumbuhan atau fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan atau zooplankton (plankton hewani) . Kelimpahan sumberdaya ikan di suatu perairan salah satunya dipengaruhi oleh keadaan makanannya. Sumber makanan utama di perairan adalah plankton. Plankton sebagai organisme perairan pada tingkat pertama berfungsi sebagai produsen atau penyedia energi . Semakin melimpah plankton di suatu perairan akan menarik perhatian ikan untuk berkumpul dan sangat menguntungkan bagi nelayan yang menangkapnya. Akan tetapi dengan terjadinya fenomena pemanasan global akan mengganggu kondisi plankton yang memberikan pengaruh besar terhadap kehidupan laut lainnya karena peran penting plankton sebagai rantai pakan ,sehingga menjadi tumpuan hampir seluruh makhluk hidup di ekosistem laut (Wibisono, 2005 ; Wiharyanto, 2011).
Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Kelimpahan akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan fisik, kimia maupun biologis .Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara factor fisika dan kimia perairan Kelimpahan fitoplankton di suatu perairan dipengaruhi oleh beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologisnya. Kelimpahan akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respon terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan fisik, kimia maupun biologis .Faktor penunjang pertumbuhan fitoplankton sangat kompleks dan saling berinteraksi antara factor fisika dan kimia perairan
Dalam pelaksanaan pencapaian pembangunan bidang perikanan terdapat berbagai hambatan dan ancaman yang harus dihadapi. Salah satu ancaman yang berpotensi merugikan adalah spesies asing invasif (SAI). SAI merupakan tumbuhan, hewan, ikan, mikroorganisme, dan organisme lain yang bukan bagian dari suatu ekosistem yang dapat menimbulkan dampak negative terhadap keanekaragaman hayati, kerusakan ekosistem, lingkungan, kerugian ekonomi dan kesehatan manusia. Masuk dan tersebarnya SAI merupakan ancaman yang dapat membahayakan kelestarian sumberdaya alam hayati ikan di wilayah Indonesia karena secara langsung maupun tidak langsung dapat menggeser spesies asli atau endemik (Sugianti et al, 2014)
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari praktikum perubahan iklim adalah agar praktikan mampu memahami dampak dari fenomena yang ditimbulkan dari perubahan iklim yang terjadi seperti mengurangnya kelimpahan plankton dan munculnya spesies invasive.
Manfaat dari praktikum perubahan iklim adalah praktikan dapat memahami gejala perubahan iklim dari kelimpahan plankton dan mengetahui jenis jenis spesies invasive yang ada di lingkungan perairan.
1.3 Tempat dan Waktu
Praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut dilakukan dua kali yaitu pengambilan sampel dan pengamatan plankton. Waktu dan tempat kegiatan praktikum ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini: Tabel 1 Waktu dan Tempat praktikum Perubahan Iklim dan Ekosistem Laut
No. Kegiatan
Waktu
Tempat
1 Pengambilan Sabtu, 30 Mei Perairan Pelabuhan Mayangan, Sampel
2015 pukul 10.40- Probolinggo, Jawa Timur.
2 Pengamatan Jumat, 05 Juni Laboratorium Hidrobiologi Gedung C plankton
2015 pukul 13.00- Lantai 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu
15.30 Kelautan Universitas Brawijaya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi plankton
Istilah plankton pertama kali digunakan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengembara (Welch, 1952; Basmi, 1999). Plankton adalah organisme renik atau mikroorganisme yang melayang-layang dalam air atau mempunyai kemampuan renang yang sangat lemah, pergerakannya selalu dipengaruhi oleh gerakan masa air (arus) (Odum, 1971; Newell dan Newell, 1977). Menurut Nybakken (1992), plankton dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton yang terdiri dari tumbuhan renik bebas bergerak dan mampu berfotosintesis sedangkan zooplankton ialah hewan yang bersifat planktonik. Menurut Nontji (2008), plankton adalah mikroorganisme yang hidupnya mengapung, mengambang, atau melayang di dalam air dengan kemampuan renang (kalaupun ada) sangat terbatas hingga selalu terbawa hanyut oleh arus. Plankton berbeda dengan nekton yang merupakan hewan dengan kemampuan berenang bebas aktif, tidak bergantung pada arus, seperti ikan, cumi - cumi, paus.
Plankton merupakan suatu mikroorganisme yang hidupnya di perairan, hewan ini berada pada permukaan air atau kolom air yang melayang-layang, sehingga bisa dikatakan bahwa plankton ini hidupnya terbawa oleh arus dan dia tidak bisa melawan akan arus. Mikroorganisme ini tergolong hewan yang jumlah dan jenisnya sangat banyak dan beragam, selain itu dia sebagai komponen utama dalam sistem rantai makanan (food chain) dan jaringan makanan (food web) sehingga bisa dikatakann fungsi dari plankton menjadi pakan sejumlah konsumen dalam rantai makanan dan jaringan makanan (Fachrul, 2007 dalam Fransiska, 2010). Sedangkan menurut Adnan (2010), Plankton mempunyai peranan penting khususnya dalam rantai makanan karena merupakan sumbangan terbesar pada produsen primer dalam ekosistem perairan.
2.2 Klasifikasi plankton
Menurut Sediadi (1999), plankton dapat dikelompokkan berdasarkan habitatnya yaitu:
1. Plankton bahari, terbagi menjadi tiga yaitu:
a. Plankton oseanik : plankton yang hidup di luar paparan benua.
b. Plankton neritik : plankton yang hidup di atas paparan benua (mulut sungai, perairan pantai dan perairan lepas pantai).
c. Plankton air payau: plankton yang hidup di perairan salinitas rendah (0,5- 30,0 ‰)
2. Plankton air tawar, adalah semua plankton yang hidup diperairan dengan s alinitas kurang dari 0,5 ‰.
Nybakken (1992) dalam Asmara (2005) membagi plankton menjadi 5 kelompok yaitu: (1) Megaplankton, merupakan organisme planktonik yang ukurannya lebih dari 2000 mm, (2) Makroplankton, merupakan organisme planktonik yang beukuran 200-2000 mm dan (3) Mikroplankton, yaitu organisme planktonik yang berukuran 20-200 mm. Selain itu, terdapat kelompok organisme Nanoplankton yang berukuran 2-20 mm dan organisme Ultraplankton yang berukuran kurang dari 2 mm.
Plankton dapat dibagi menjadi dua yaitu fitoplankton (plankton nabati) dan zooplankton (plankton hewani). Plankton (fitoplankton dan zooplankton) mempunyai peran yang sangat besar dalam ekosistem perairan, karena sebagai sumber makanan bagi hewan perairan lainnya. Distribusi fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya dalam perairan atau tersebar dalam zona eufotik. Kemampuan membentuk zat organik dari zat anorganik dalam perairan menjadikan fitoplankton dikenal sebagai produsen primer (Nontji, 1993; 2008 dalam Radiarta, 2013).
2.3 Dinamika Plankton
Plankton merupakan parameter biologi yang dipengaruhi oleh kondisi dalam lingkungan perairan. Sehingga apabila sering terjadi upwelling maka perairan akan menjadi subur. Hal ini diakibatkan oleh keberadaan plankton di perairan tersebut, salah satu contohnya adalah di Selat Bali. Fitoplankton dan zooplankton memiliki hubungan yang sangat erat. Saat musim panas, jumlah fitoplankton akan melebihi zooplankton sedangkan ketika musim penghujan jumlah fitoplankton menurun akibat berkurangnya sinar matahari sehingga jumlah zooplankton melebihi fitoplankton. Peristiwa ini mampu mengakibatkan perubahan struktur komunitas fitoplankton. Struktur komunitas (organisasi) plankton dari berbagai jenis plankton, memiliki dinamika masing-masing (Agustiadi dkk, 2013).
Fitoplankton merupakan organisme mikroskopik melayang, mengapung di perairan dan memiliki kemampuan gerak yang terbatas. Dalam pertumbuhannya fitoplankton memiliki respon yang berbeda terhadap perbandingan nutrient yang terlaut di perairan. Sumber utama yang mampu menetukan dominasi dari fitoplankton adalah nitrogen, fosfor, dan silikat terlarut. Selain itu zooplankton cenderung melakukan pemilihan jenis, bentuk, dan ukuran fitoplankton yang akan dimakannya (selective feeding). Sehingga fitoplankton yang tidak termakan, akan berkembang dan mendominasi komunitas fitoplankton di perairan tersebut. Keberadaan fitoplankton akan didasarkan pada unsur-unsur hara yang tersedia, baik berasal dair dalam maupun luar ekosistem. Ekosistem dalam berasal dari nutrient dekomposisi organik (detritus dan kotoran/eksresi) serta regenerasi nutrient oleh zooplankton. Sedangkan dari luar ekosistem berasal dari buangan limbah. Hal ini berpengaruh pada perubahan struktur komunitas fitoplankton akibat perubahan sifat fisik, kimia serta biologisnya (Garno, 2008)
Coscinodiscus merupakan jenis fitoplankton yang hampir mendominasi seluruh perairan. Di perairan sepanjang pantai tropis terutama di sekitar mulut sungai, melimpahnya diatom sebagian besar karena pengaruh daratan (land mass effect) sebagai akibat terbawanya nutrisi dari sawah, ladang, limbah industri dan limbah rumah tangga melalui air sungai ke laut dan juga karena turbulensi (pengadukan) oleh gelombang pasang dan arus laut yang relatif dalam ke yang lebih dangkal. Siklus kehidupan fitoplankton berlangsung jauh lebih cepat daripada zooplankton. Perkembangan persentase dan kelimpahan Copepoda yang selalu mendominasi di seluruh perairan. Copepoda yang selalu merupakan komponen utama zooplankton predominan, mengindikasikan bahwa perairan ini cukup potensial untuk mendukung kehidupan biota laut pelagis. Copepoda yang selalu merupakan komponen utama zooplankton predominan ini juga mengidentifikasikan bahwa perairan Gilimanuk ini cukup potensial untuk mendukung kehidupan biota laut pelagis. Sehingga dalam hal ini terjadi dinamika plankton yang meningkat pada genus tertentu (Thoha, 2007).
2.4 Sampling plankton dan non plankton (ikan & ubur2)
Teknik sampling yang paling umum dilakukan adalah dengan cara menyaring sejumlah massa air dengan menggunakan jaring halus. Sampling plankton dapat dilakukan ssecara kualitatif maupun kuantitatif. Sampling secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan jala/jaring plankton baik secara horizontal maupun vertikal. Selain itu dapat digunakan pula ikan planktivor yang sangat baik mengumpulkan plankton. Ikan tersebut dapat mengumpulkan plankton yang kadang tidak tertangkap jala. yang kedua yaitu sampling plankton secara kuantitatif. Sampling dengan cara ini dapat menggunakan botol, jaring, maupun pompa. Sampling ini dilakukan untuk mengetahiu kepadatan plankton per satuan volume dengan pasti. ( Wardhana, 2003)
Sampling ubur-ubur dilakukan pada permukaan perairan hingga kedalaman lebih kurang 2 meter menggunakan gil-nets (diameter 1.5 cm) dan push-nets (diameter 3 cm) serta menggunakan jaring NORPAC (mesh size 150 µm) yang ditarik secara horizontal pada permukaan air selama 2 menit. Sampel ubur-ubur yang didapat dengan menggunakan gill-nets dan push-nets disimpan dalam botol sampel (250mL) dan diawetkan dalam buffer formalin 10%. Sedangkan sampel yang didapat pada pengambilan dengan jaring NORPAC disimpan dalam botol sampel (60-70mL) dan diawetkan dalam buffer formalin 10%. (Saptarini, 2011)
Alat yang digunakan untuk pengambilan sampel ikan yaitu jala tebar (radius lebih kurang 2.5 m, mata jala lebih kurang 1 inci), jaring ikan dengan mata jala lebih kurang 1 inci, jaring tangsi (empang) dengan ukuran panjang lebih kurang 300 m, lebar lebih kurang 2 m dan mata jala 1 cm. Bahan yang digunakan untuk pengawetan sampel adalah formalin 10% dan alkohol 70%. ( Puspita, 2008).
2.5 Peranan plankton
Dalam sistem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem rawa gambut, organisme plankton berperan sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar, yaitu menentukan keberadaan organisme pada jenjang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di perairan tersebut, terutama bagi ikan-ikan pemakan plankton atau ikan-ikan yang berada pada taraf Dalam sistem trofik ekosistem perairan, termasuk ekosistem rawa gambut, organisme plankton berperan sebagai produsen dan berada pada tingkat dasar, yaitu menentukan keberadaan organisme pada jenjang berikutnya berupa berbagai jenis ikan-ikan. Oleh karena itu, keberadaan plankton di suatu perairan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan-ikan di perairan tersebut, terutama bagi ikan-ikan pemakan plankton atau ikan-ikan yang berada pada taraf
Pada ekosistem perairan, organisme utama yang mampu memanfaatkan energi cahaya adalah tumbuhan hijau terutama fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme autotrof yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya. Sebagai organisme autotrof fitoplankton berperan sebagai produser primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat trofik diatasnya. Fitoplankton merupakan produsen terbesar di ekosistem laut. Pada ekosistem akuatik sebagian besar produktivitas primer dijalankan oleh fitoplankton. Kurang lebih 95% produksi primer di laut berasal dari fitoplankton. Oleh karena itu plankton memiliki peran besar dalam proses produksi di laut sebagai mata rantai pertama dalam rantai makanan (food chain) di laut (Sunarto, 2009).
2.6 Kaitan dengan perubahan iklim dan ekosistem laut
Perubahan iklim global sebagai implikasi dari pemanasan global telah mengakibatkan ketidakstabilan atmosfer di lapisan bawah terutama yang dekat dengan permukaan bumi. Pemanasan global ini disebabkan oleh meningkatnya gas- gas rumah kaca yang dominan ditimbulkan oleh industri-industri. Gas-gas rumah kaca yang meningkat ini menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan terhadap gelombang panjang yang bersifat panas (inframerah) yang diemisikan oleh permukaan bumi kembali ke permukaan bumi (Susandi, 2008). Pemanasan global dan perubahan iklim memberikan dampak yang signifikan terhadap kegiatan manusia maupun lingkungan secara alami. Ancaman utama dari perubahan iklim ini adalah kenaikan muka air laut (sea level rise) yang bisa menyebabkan banjir di daerah pesisir, erosi pada pantai berpasir dan terjadinya kerusakan infrastruktur yang berada di dekat pesisir (Liyani, 2012)
Pemanasan global akibat perubahan iklim selain menaikkan permukaan air laut akibat pemuaian volume air dan pencairan salju, juga menaikkan suhu air laut. Hal itu akan berpengaruh terhadap interaksi laut dan atmosf er, y ang selanjutny a Pemanasan global akibat perubahan iklim selain menaikkan permukaan air laut akibat pemuaian volume air dan pencairan salju, juga menaikkan suhu air laut. Hal itu akan berpengaruh terhadap interaksi laut dan atmosf er, y ang selanjutny a
2.7 Invasive spresies (ikan & ubur2)
Salah satu teknik dalam pemacuan stok adalah memasukkan spesies baru ke dalam perairan yang ingin ditingkatkan produksinya atau dikenal dengan nama introduksi. Beberapa pengalaman empirik menunjukkan bahwa introduksi tidak selalu memberikan manfaat sebagaimana yang diharapkan, tetapi justru menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Selain itu dapat ditambahkan bahwa masuknya spesies asing ke suatu perairan tidak hanya melalui introduksi, juga dapat melalui berbagai cara salah satu spesies invasi Mnemiopsis jellyfish adalah Organisme ini aslinya berasal dari Amerika Serikat timur. Organisme ini adalah ubur-ubur tak beracun, relatif lunak di perairan asalnya, makan plankton dan berada dalam kendali pelbagai spesies pemangsa. Organisme ini masuk secara tidak sengaja ke Laut Hitam lewat air ballast kapal pada 1982. Namun, di Laut Hitam ubur-ubur mendapatkan suatu sediaan makanan yang berlimpah dan tidak ada predator alaminya.
Penebaran ikan baru ke suatu perairan banyak dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan produksi perikanan. Salah satu kegiatan yang dapat disodorkan sebagai contoh adalah introduksi ikan mujair (Oreochromis mossambicus) ke Waduk Karangkates dan Selorejo di Jawa Timur pada pertengahan dasawarsa 70-an. Introduksi ikan mujair tersebut dinilai berhasil. Produksi hasil tangkapan ikan meningkat. Pola ini kemudian menjadi suatu kecenderungan, yakni pada setiap pembangunan waduk baru selalu dilakukan penebaran ikan. Bahkan pada akhirnya bukan hanya pada waduk, tetapi juga perairan lain seperti danau.
3.METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Praktikum Lapang
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan saat praktikum lapang PIEL yang dijelaskan pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2 Alat dan Bahan Praktikum Lapang
Alat
No. Nama Alat
Fungsi
1 Plankton net
Untuk menyaring plankton
2 Thermometer
Untuk mengukur suhu air laut
3 Refraktometer
Untuk mengukur salinitas air laut
4 pH meter
Untuk mengukur pH air laut
5 Secchi disk
Untuk mengukur kecerahan
6 Botol sampel
Sebagai wadah tempat sampel air
7 Toples Sebagai wadah tempat sampel non-plankton
8 Bak/ember
Untuk mengambil air laut
9 Cool box
Sebagai wadah penyimpanan
10 Pipet tetes
Untuk mengambil larutan
11 Kamera
Untuk dokumentasi lapang
12 Alat tulis Untuk mencatat hasil pengukuran dan kondisi lapang
Bahan
No. Nama Bahan
Fungsi
1 Lugol Sebagai bahan pengawet sampel plankton
2 Formalin Sebagai bahan pengawet sampel non-plankton
3 Aquades
Sebagai bahan kalibrasi
4 Tali Sebagai penanda saat pengukuran kecerahan
5 Tissue
Sebagai bahan pengering alat
3.1.2 Praktikum Laboratorium
Berikut adalah alat dan bahan yang digunakan saat praktikum laboratorium Perubahan Iklim dan Ekosistem laut yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Alat dan Bahan Praktikum Laboratorium
Alat
No. Nama Alat
Fungsi
1 Jas lab Sebagai pakaian pengaman lab
2 Mikroskop
Untuk mengamati plankton
3 Cover glass
Untuk menutup Sadgwick rafter Sebagai tempat sampel plankton
4 Sadgwick rafter yang akan di amati di bawah mikroskop
5 Nampan
Sebagai wadah alat dan bahan
6 Piper tetes
Untuk mengambil larutan
7 Alat tulis
Untuk mencatat
Bahan
No. Nama Bahan
Fungsi
Sampel Sebagai sampel plankton yang akan
plankton
di amati
Sampel non- Sebagai sampel non-plankton yang
plankton
akan di amati
3 Air
Untuk membersihkan alat
4 Aquades
Untuk kalibrasi
5 Tissue
Untuk mengeringkan alat
6 Worksheet
Sebagai tempat mencatat hasil
3.2 Sampling plankton
Teknik pengambilan sampling plankton dari perairan yang mudah umumnya dapat dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air dengan jaring halus atau sering disebut dengan plankton net. Tergantung pada tujuanya sampling plankton Teknik pengambilan sampling plankton dari perairan yang mudah umumnya dapat dilakukan dengan menyaring sejumlah massa air dengan jaring halus atau sering disebut dengan plankton net. Tergantung pada tujuanya sampling plankton
Plankton Net
Dicelupkan Plankton Net ke perairan hingga setengah tingginya Air diambil menggunakan ember dengan pengambilan sebanyak 20 kali. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel Ditambahkan lugol hingga berubah warna pertama kali Dimasukkan cool box
Hasil
3.3 Analisis kualitas air (suhu, kecerahan, pH, salinitas,)
3.3.1 Pengukuran Suhu
Cara kerja thermometer : Disiapkan alat dan Dibersihkan sensor dengan aquades
Ditekan on pada thermometer Ditunggu sampai angka stabil Ditekan tombol off Dibersihkan dengan menggunakan tissue Dimasukkan sensor ke dalam air sampel Ditekan on Ditunggu angkanya hingga stabil dan catat hasilnya
Hasil
3.3.2 Pengukuran Kecerahan
Cara kerja secci disk : Disiapkan alat dan
bahan Dimasukkan secci disk ke dalam suatu perairan hingga pertama kali
secci disk tidak tampak Diberi tanda pada tali dengan karet dan catat sebagai D1 Dimasukan secci disk ke dalam perairan hingga tidak terlihat Ditarik secci disk hingga pertama kali tampak
Ditandai tali menggunakan karet dan catat sebagai D2 Dihitung dengan menggunakan rumus
Hasil
3.3.3 Pengukuran Ph
pH paper
pH
paper - Dimasukkan pH paper kedalam air sekitar 10 cm
- Ditunggu sampai beberapa saat, diangkat pH paper - Dikibas-kibaskan
hingga setengah kering. kemudian dicocokkan perubahan warnanya. dengan kotak standar pH Hasil
3.3.4 Pengukuran Salinitas
Metode Pengukuran Salinitas : Refraktometer
Disiapkan alat dan bahan Disiapkan alat dan bahan
- Dikalibrasi kaca prisma refraktometer dengan aquades - Dibersihkan dengan tisu pada bagian optiknya,dengan searah. - Diteteskan 3 tetes air sampelpada optik refraktometer.
- o Ditutup dengan cover kaca prisma dengan sudut 45 agar tidak terbentuk gelembung udara
- Diarahkan pada cahaya matahari - Dibaca skala bagian kanan atas yang menunjukkan nilai salinitas - Dicatat hasil yang ditunjukkan oleh skala.
Hasil
3.4 Pengamatan plankton di Laboratorium (metode cacah menggunakan sadgwick rafter )
3.4.1 Kelimpahan (N)
Untuk menghitung kelimpahan plankton pada suatu perairan dapat menggunakan metode sapuan diatas gelas obyek Sedgwick Rafter dengan satuan individu per liter (ind/l). Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut :
N = Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p dengan : N
= Jumlah individu per liter Oi 2 = Luas gelas penutup preparat (mm )
Op = Luas satu lapangan pandang (mm 2 ) Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (ml) Vs = Volume air yang disaring (L) Vo = Volume air yang diamati (ml) Vs = Volume air yang disaring (L)
= Jumlah lapangan pandang yang teramati
3.4.2 Indeks Shannon-Wiener
menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum (1998):
Indeks Shannon-Wiener
digunakan
untuk
s H’ = - (ni/N) ln (ni/N)
i=1 H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu seluruh genera
Digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan, jika : H < 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
H 1-3 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang H > 3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima atau stabil yaitu kualitas
air bersih.
Tutup menggunakan dan bahan (Sampel,
Dipersiapkan alat
Kocok sampel pada
Sampel diambil
cover glass (hindari Pipet tetes,
botol lipi / aduk
menggunakan pipet
adanya gelembung. Sedgwick Rafter
menggunakan pipet
tetes kemudian
Bersihkan sampel yang Cells, Cover glass,
tetes
ditetesi pada
tumpah di bawah object Mikroskop, dan
Sedgwick Rafter Cells
hingga terisi penuh.
glass menggunakan
Didokumentasikan
Sedgwic rafter diletakkan menggunakan
Di amati dan
Sedgwick rafter
di meja mikroskop. kamera
digambar hasil
diamati dengan
pengamatan serta
metode sapu (zig zag
Diatur fokus dan
dihitung jumlah
dari satu ujung ke
perbesarannya hingga
individunya (n)
ujung lainnya)
objek jelas teramati
Dicocokkan hasil
Hasil yang diperoleh
gambar manual dan
dari Laboratorium
Hasil
dokumentasi dengan
kemudian dihitung
buku identifikasi
kelimpahan dan
plankton
keragamannya
Gambar 1 Diagram Alir Pengamatan Plankton di Laboratorium
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Lingkungan
Pengambilan sampel plankton dilakukan di daerah Tanjung Tembaga Pelabuhan Perikanan Mayangan yang berada di Kota Probolinggo. Pelabuhan ini dibangun untuk menampung dan melayani aktivitas perikanan terutama untuk perekonomian perikanan yang dilakukan oleh nelayan maupun pendatang. Sampel
pada stasiun 1 diambil pada koordinat Latitude: 7 o 43’30.81”S dan Longitude: 113 o 13’42.69”E. Sampel pada stasiun 2 diambil pada koordinat Latitude:
7 o 43’29.67”S dan Longitude: 113 13’45.35”E.
Gambar 2 Peta Lokasi Pengambilan Sampel
Kondisi lingkungan disekitar pelabuhan Mayangan tergolong kumuh, berbau amis dan terdapat beberapa sampah hasil perikanan yang berserakan disekitar tempat pelelangan. Banyak terdapat kapal kapal yang bersandar dipelabuhan membuktikan tingginya aktivitas pelayaran nelayan yang dapat menghasilkan Kondisi lingkungan disekitar pelabuhan Mayangan tergolong kumuh, berbau amis dan terdapat beberapa sampah hasil perikanan yang berserakan disekitar tempat pelelangan. Banyak terdapat kapal kapal yang bersandar dipelabuhan membuktikan tingginya aktivitas pelayaran nelayan yang dapat menghasilkan
Gambar 3 Pelabuhan Perikanan Mayangan Probolinggo Selain terdapat aktivitas perikanan di pelabuhan ini juga terdapat aktivitas pariwisata. Para wisatawan datang untuk memancing, melihat panorama pantai dan sebagian besar datang untuk membeli ikan di TPI. Banyaknya kegiatan manusia juga mempengaruhi adanya kondisi lingkungan di perairan dan beberapa spesies ikan.
Sampel plankton di ambil dari 2 stasiun dengan lokasi yang berbeda. Stasiun
1 berada sekitar 210 m dari aktivitas pelabuhan yang memiliki pengaruh angin dan arus yang kuat serta aliran dari laut lepas. Pada stasiun 1 cenderung memiliki gelombang yg cukup tinggi dan arus yang kuat. Dalam pengambilan sampel plankton kita hanya mengukur parameter air suhu, salinitas, pH dan kecerahan. Kondisi lingkungan di stasiun 1 jauh dari aktivitas perikanan namun terdapat beberapa sampah oraganik dan lumut di tepi batuan. Pada stasiun 1 ditemukan invasive spesies berupa terntip yang menempel pada batu-batuan pantai serta beberapa ikan kecil. Ikan kerapu macam yang juga terdapat diperairan stasiun 1 yang diperoleh dari kegiatan memancing oleh warga di sekitar. Gambar kondisi lingkungan pada stasiun 1 ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Stasiun 1
Sedangkan pengambilan sampel kedua di lakukan tidak jauh dari stasiun 1, sekitar 10 m jarak dari stasiun 1. Namun, di stasiun 2 terdapat perbedaan kondisi lingkunganya, pada Stasiun 2 airnya cenderung lebih tenang dan diapit oleh batas batuan pembatas pelabuhan dan merupakan wilayah lalu lintas kapal menuju pelabuhan. Airnya cenderung lebih keruh dan dekat dengan tempat bersandarnya kapal. Gelombang pada stasiun 2 kecil karena terkena batuan di sekitarnya serta angin yang tidak terlalu kuat serta cukup dangkal. Di Stasiun 2 banyak beberapa kapal nelayan lalu lalang ketika akan pergi berlayar dan menuju pelabuhan. Jarak antara lokasi stasiun 2 dengan aktivitas manusia lebih dekat sehingga tingkat dan pengaruh terhadap kualitas air dengan adanya pencemaran perairan juga cenderung lebih tinggi daripada stasiun 1. Pada stasiun 2 invasive spesies yang ditemukan berupa teritip yang menempel pada batuan di sekitar pantai. Gambaran tentang kondisi lingkungan pada stasiun 2 ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Stasiun 2
4.2 Parameter Hidrooseanografi
4.2.1 Suhu
Pengambilan sampel plankton berada di Tanjung Tembaga Pelabuhan Perikanan Mayangan Probolinggo. Pengambilan sampel berada di dua stasiun yang berbeda. Stasiun yang pertama yaitu di perairan laut yang langsung berhadapan dengan laut lepas, sedangkan stasiun yang kedua berada di perairan laut yang masih terhalang pembatas pelabuhan. Dari pengambilan sampel tersebut, kelompok kami juga mengukur beberapa faktor fisika, salah satunya adalah suhu. Pengukuran suhu saat pengambilan sampel pada stasiun 1 dilakukan pada jam 11.00 dan pada stasiun 2 dilakukan pada jam 12.45 dengan menggunkan thermometer raksa. Setelah dilakukan pengukuran suhu pada stasiun 1 dan stasiun 2 diperoleh suhu perairan pada stasiun 1 dan 2 sama-sama 31°C. Hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Hasil pengukuran suhu
Dari hasil pengukuran suhu ini menunjukan bahwa suhu pada perairan stasiun 1 dan 2 memiliki kesamaan. Suhu perairan ini sedikit berada diatas suhu optimum dari pertumbuhan plankton yang berkisar 20°- 30°C. Menurut Haslan (1995) dalam Suryanto (2011), kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 20°C – 30° C. Suhu dengan kisaran 31°C ini sedikit berada diatas suhu optimum plankton untuk tumbuh. Namun menurut Wardoyo (1983) dalam Alamanda et al (2012), nilai tersebut merupakan nilai yang normal bagi perkembangan plankton di perairan tropis yaitu 21°-35°C.
4.2.2 Salinitas
Pengukuran salinitas air saat pengambilan sampel plankton di Tanjung Tembaga Pelabuhan Perikanan Mayangan Probolinggo juga dilakukan pada stasiun
1 dan stasiun 2. Pengukuran salinitas ini menggunakan refraktometer yang diukur setelah dilakukan pengambilan sampel plankton. Dari pengukuran tersebut diperoleh data pada stasiun 1 dan stasiun 2 memiliki kadar salinitas yang sama yaitu sebesar
26 ‰. Kadar ini merupakan kadar yang sangat rendah. Kondisi perairan pada kawasan ini sangat dipengaruhi oleh sedimentasi dari wilayah mangrove yang berada pada luar pembatas pelabuhan yang mempegaruhi stasiun 1. Karena sedikit limbah yang masuk, maka aktivitas organisme yang normal tidak meningkat dan hal tersebut membuat nilai salinitas rendah. Namun selain penyebab diatas, adanya evaporasi yang rendah dan banyaknya air tawar yang masuk dan tercampur dengan air laut akibat surut yang tinggi, maka akan membuat salinitas menjadi rendah. Pengukuran salinias ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Pengukuran Salinitas
35 ‰, sedangkan untuk laut terbuka salinitasnya > 34 ‰. Salinitas untuk kehidupan biota laut adalah salinitas alami ± 10 % variasi alami dan untuk budidaya biota laut antara
Salinitas di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 30-
18- 32‰ variasi alami. Dengan demikian, salinitas ini masih dapat mendukung kehidupan organisme laut umumnya (Ruyitno, 2003).
4.2.3 Kecerahan
Pengukuran parameter kecerahan perairan dilakukan di Pelabuhan Mayangan Probolinggo pada 2 stasiun yang dipilih secara acak, yaitu stasiun 1 dan
2. Pengukuran dilakukan di stasiun yang sama saat melakukan sampling parameter biologi plankton. Pada stasiun 1 diperoleh hasil kecerahan sekitar 2 sampai 3 meter.
Tingkat kecerahan di stasiun 1 terbilang rendah karena hal ini disebabkan oleh kondisi perairan yang keruh, sedimentasi agak tinggi, dan terdapat mangrove di sekitar daerah pantainya. Sedangkan pada stasiun 2 diperoleh hasil kecerahan yang hampir sama yaitu sekitar 1 meter. Tingkat kecerahahan di stasiun 2 lebih rendah karena hal ini disebabkan wilayah perairan ini lebih dangkal daripada stasiun 1 dan kondisi perairan dengan sedimentasi tinggi, terdapat banyak air balas kapal dan merupakan area jalur perlintasan kapal.
Tingginya sedimentasi di kedua stasiun ini dapat disebabkan oleh adanya masukan limbah antropogenik dan partikel-partikel tersuspensi dari daratan melalui aliran sungai. Selain itu juga dapat disebabkan oleh aktivitas di perairan itu sendiri seperti kegiatan di pelabuhan, industri atau pabrik di sekitar pantai, bauangan air balas kapal dan tumpahan minyak dari kapal. Sedimentasi dan blooming algae menjadi faktor utama meningkatnya kekeruhan perairan sehingga menyebabkan tingkat kecerahan suatu perairan menjadi sangat rendah akibat kurangnya penetrasi cahaya ke dalam perairan. Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan organisme perairan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif, karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk organisme melakukan fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air yang mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor.
Menurut MENLH (2004) dalam KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 baku mutu untuk kecerahan perairan yaitu lebih dari 3 meter untuk biota dan lebih dari 6 meter untuk wisata bahari. Hasil yang diperoleh dari pengukuran kecerahan di Pelabuhan Mayangan Probolinggo terhadap dua stasiun pengukuran dapat disimpulkan bahwa kecerahan perairan sangat rendah dan tidak bagus untuk kehidupan biota maupun wisata bahari. Rendahnya nilai kecerahan biasanya disebabkan oleh tingginya sedimentasi yang berasal dari partikel-partikel terlarut maupun tersuspensi yang dihasilkan dari limbah antropogenik serta aktivitas di perairan itu sendiri dan sekitarnya yang mengakibatkan peningkatan kekeruhan. Akibatnya, penetrasi cahaya matahari sulit untuk menembus ke kolom perairan, hal ini dapat mengakibatkan organisme akuatik sulit melakukan fotosintesis dan aktivitas metabolisme lainnya.
Menurut Sumich (1992) dalam Asmara (2005) kecerahan air ditujukan dengan kedalaman secchi disk. Kedalaman secchi disk berhubungan erat dengan intensitas matahari yang masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan- bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam
perairan, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus. Semakin tinggi kedalaman secchi disk semakin dalam penetrasi cahaya ke dalam air, hal ini merupakan faktor yang menentukan produktivitas primer perairan yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif.
4.2.4 pH
Pengukuran parameter pH dilakukan di perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Mayangan Probolinggo pada 2 stasiun yang dipilih secara acak, yaitu stasiun 1 dan 2. Hasil pengukuran pH pada stasiun 1 adalah 8. Nilai pH di stasiun 1 termasuk baik karena masuk kedalam nilai ambang batas baku mutu perairan yaitu 7-8.5 (Keputusan Menteri, 2004). Pada stasiun 2 diperoleh hasil pH yang sama yaitu
8. Nilai pH pada perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Mayangan ini juga mempengaruhi keanekaragaman plankton yang ada,sehingga keanekaragamannya tergolong tinggi karena pH-nya tergolong optimal bagikelangsungan hidup plankton. Pengukuran pH ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Hasil Pengukuran pH
Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Alga akan memanfaatkan karbondioksida hingga batas pH yang tidak memungkinkan lagi bagi alga untuk tidak menggunakan karbondioksida (sekitar 10-11), karena pada pH ini karbondioksida bebas tidak dapat ditemukan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses Menurut Effendi (2003), sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Alga akan memanfaatkan karbondioksida hingga batas pH yang tidak memungkinkan lagi bagi alga untuk tidak menggunakan karbondioksida (sekitar 10-11), karena pada pH ini karbondioksida bebas tidak dapat ditemukan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses
4.3 Plankton
4.3.1 Fitoplankton Dari kegiatan pengamatan plankton di laboratorium Hidrobiologi menunjukkan banyaknya spesies fitoplankton yang ditemukan pada perairan tersebut dan ditunjukkan pada Tabel 4: Tabel 4 Hasil pengamatan Fitoplankton
Gambar
No
Nama Spesies Pengamatan
Literatur
Chaetoceros sp.
Gambar
No
Nama Spesies Pengamatan
Literatur
Leuderia sp.
3 16 Peridinium
88 Coscinodiscus sp.
4 Rhizosolenia sp.
Gambar
No
Nama Spesies Pengamatan
Literatur
72 Ceratium sp.
8 Gonyoulax sp.
Melosira sp.
8 Stigmophora
8 Pleurosigma
4.3.2 Kelimpahan Fitoplankton (N)
Perhitungan kelimpahan fitoplankton dihitung dengan menggunakan metode sapuan diatas gelas obyek Sedgwick Rafter dengan satuan individu per liter (ind/l). Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut :
N = Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p dengan : N
= Jumlah individu per liter Oi 2 = Luas gelas penutup preparat (mm )
Op = Luas satu lapangan pandang (mm 2 ) Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (ml) Vs = Volume air yang disaring (L)
n = Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang p
= Jumlah lapangan pandang yang teramati Dari hasil perhitungan kelimpahan fitoplankton yang telah teridentifikasi di perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Prikanan Mayangan Probolinggo diperoleh data kelimpahan tiap spesies pada Tabel 5 sebagai berikut: Tabel 5 Kelimpahan Fitoplankton setiap genus
No NAMA
1 Chaetoceros sp
2 Leuderian sp
4 Coscinodiscus sp
5 Rhizosolenia sp
6 Ceratium sp
7 Gonyolax sp
8 Melosira sp
9 Stigmophora
10 Pleurosigma
Dari tabel diatas diketahui kelimpahan fitoplankton individu perliter yang paling tinggi pada perairan Tanjung Tembaga adalah jenis Chatoceros sp yaitusebanyak572. Sedangkan untuk kelimpahan yang paling rendah adalah jenis Rhizosolenia sp yang hanya memiliki kelimpahan perliter adalah 4. Kelimpahan untuk jenis Leuderian sp sebanyak 452, Peridinium sebanyak 16, Coscinodiscus sp sebanyak 88, Ceratium sp sebanyak 72, Gonyolax sp sebanyak 8, Melosira sp sebanyak 228, Stigmophora sebanyak 8 dan Pleurosigma sebanyak 8. Menurut Isnaini (2014) Chaetoceros sp termasuk kedalam kelas Bcilariophyceae (diatom) yang merupakan jenis fitoplankton yang paling toleran terhadap kondisi lingkungan seperti suhu, mampu berdaptasi dengan baik pada lingkungan perairannya dan memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi dibandingkan jenis fitoplankton yang lain sehingga kelimpahannya tinggi. Pada saat terjadi peningkatan zat hara, Chaetoceros sp mampu melakukan pembelahan mitosis sebanyak 3 kali dalam 24 jam.
4.3.3 Indeks Shannon-Wiener (Keanekaragaman Fitoplankton)
menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum (1998):
Indeks Shannon-Wiener
digunakan
untuk
s H’ = - (ni/N) ln (ni/N)
i=1 Keterangan
H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu seluruh genera
Digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan, jika : H < 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
H 1-3 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang H >3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima atau stabil yaitu kualitas
air bersih.
Dari hasil perhitungan keanekaragaman fitoplankton yang telah teridentifikasi di perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Prikanan Mayangan Probolinggo diperoleh data keanekaragaman tiap spesies sebagai berikut:
H’ = - (ni/N) ln (ni/N) i=1
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai keanekaragaman fitoplankton pada perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Perikanan Mayangan Problinggo sebanyak 1,49. Hal ini menunjukkan stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas airnya tercemar sedang.
Keanekaraman fitoplankton di perairan ini memiliki kriteria sedang yang ditinjau dari keanekaragaman fitoplankton. Fitoplankton yang berbentuk segmen- segmen seperti Chaetoceros sp dan Leuderian sp memiliki jumlah yang masih tinggi tetapi jumlah yang bergabung dan jenisnya sedikit dibandingkan dengan fitoplankton yang hidup bersoliter. Hal ini dikarenakan fitoplankton yang berbentuk segmen lebih rentan dan sulit bertahan jika ada perubahan lingkungan atau perubahan iklim. Tetapi jika berada pada lingkungan yang optimum atau baik dan memiliki nutrient yang melimpah, jenis ini akan menjadi blooming. Hal ini juga akan berpengaruh bahkan mengganggu keseimbangan atau stabilitas komunitas biota pada perairan tersebut. Perairan ini juga termasuk dalam pencemaran rendah karena berada pada wilayah pelabuhan yang menjadi jalur lalu lintas kapal yang akan menuju ke Pelabuhan dan menyumbangkan banyak air ballas dan bahan pencemar lainnya. Kemudian salinitas pada perairan ini juga rendah yaitu 26 ‰. Walaupun parameter lainnya masih tergolong baik tetapi salinitasnya rendah sehingga menyebabkan kelimpahan plankton dan keanekaragaman plankton yang bernilai sedang.
4.3.4 Zooplankton
Dari kegiatan pengamatan plankton di laboratorium Hidrobiologi menunjukkan adanya spesies zooplankton pada perairan tersebut dan ditunjukkan pada Tabel 6:
Tabel 6 Hasil pengamatan Zooplankton
Gambar
No
Nama Spesies Pengamatan
Literatur
12 Nauplius of Harpacticoida
16 Harpacticoida
16 Nauplius of Calanoida
20 Calanioda
Gambar
No
Nama Spesies Pengamatan
Literatur
4 Nauplius of Cyclops
16 Cyclops
20 Larva Bivalvia
4.3.5 Kelimpahan Zooplankton (N)
Perhitungan kelimpahan zooplankton dihitung dengan menggunakan metode sapuan diatas gelas obyek Sedgwick Rafter dengan satuan individu per liter (ind/l). Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut :
N = Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p dengan : N
= Jumlah individu per liter Oi 2 = Luas gelas penutup preparat (mm )
Op = Luas satu lapangan pandang (mm 2 ) Vr = Volume air tersaring (ml)
Vo = Volume air yang diamati (ml)
Vs = Volume air yang disaring (L) n
= Jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang p
= Jumlah lapangan pandang yang teramati Dari hasil perhitungan kelimpahan zooplankton yang telah teridentifikasi di perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Prikanan Mayangan Probolinggo diperoleh data kelimpahan tiap spesies pada Tabel 7 sebagai berikut: Tabel 7 Nilai Kelimpahan Zooplankton
1 Nauplius of Harpacticoida
3 Nauplius of Calanoida
4 Calanioda
5 Nauplius of Cyclops
7 Larva Bivalvia
Dari tabel diatas diketahui kelimpahan zooplankton individu perliter yang paling tinggi pada perairan Tanjung Tembaga adalah jenis Calanioda sp dan Larva Bivalvia yaitusebanyak20. Sedangkan untuk kelimpahan yang paling rendah adalah jenis Nauplius of Cyclops yang hanya memiliki kelimpahan perliter adalah 4. Kelimpahan untuk jenis Harpacticoida ,Nauplius of Calanoida dan Cyclops sebanyak 16, sedangkan untuk spesies Nauplius of Harpacticoida sebanyak 12. Menurut Pranoto (2005) fluktuasi komposisi jens zooplankton dipengaruhi oleh ketersediaan makanan, kondisi lingkungan yang sesuai, persaingan dan pemangsaan serta pengaruh migrasi vertikal zooplankton. Jenis calanoida dari kelas crustacea kelimpahannya lebih tinggi karena pada umumnya bersifat euryhalin, lebih mampu bertahan dari salinitas yang luas atau beruaya jauh kemuara sungai, sedangkan kisaran salinitas di perairan Proboliggo berkisar 26‰.
4.3.6 Indeks Shannon-Wiener (Keanekaragaman Zooplankton)
menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, dihitung menurut Odum (1998):
Indeks Shannon-Wiener
digunakan
untuk
H’ = - (ni/N) ln (ni/N) i=1
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener ni = Jumlah individu genus ke-i N = Jumlah total individu seluruh genera
Digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan, jika : H < 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
H 1-3 = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang H > 3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima atau stabil yaitu kualitas
air bersih. Dari hasil perhitungan keanekaragaman zooplankton yang telah teridentifikasi di perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Prikanan Mayangan Probolinggo diperoleh data keanekaragaman tiap spesies sebagai berikut:
H’ = - (ni/N) ln (ni/N) i=1
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa nilai keanekaragaman zooplankton pada perairan Tanjung Tembaga Pelabuhan Perikanan Mayangan Problinggo sebanyak 1,87. Hal ini menunjukkan stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas airnya tercemar sedang.