Tekanan Internasional dan Respon Kebijak

Tekanan Internasional dan Respon Kebijakan Luar Negeri: China’s Peaceful
Development dalam Isu Lingkungan Global dan Pembangunan Ekonomi
Negara

RUTH MARLIN GRACE SIDABUTAR
Abstrak
China telah tumbuh menjadi negara yang sangat pesat perkembangannya.
Dalam beberapa dekade terakhir, China telah melihat masalah lingkungan yang
serius seperti perubahan iklim yang menghantarkan China pada pembangunan
yang terhambat. Tekanan internasional (international pressures) membuat posisi
China menjadi lebih terpojok dan berupaya menciptakan inisiatif suatu kebijakan
yang akan dapat meredakan tekanan internasional tersebut. China’s Peaceful
Development menjadi kebijakan sekaligus strategi China dalam mencapai
kepentingan nasionalnya yaitu untuk pembangunan ekonomi negaranya serta
mengurangi tekanan internasional terhadap lingkungan China. Kebijakan China’s
Peaceful Development tergolong efektif dan membawa dampak positif bagi
pembangunan China. Perumusan kebijakan ini didasari oleh tujuan China yang
ingin menyelaraskan pembangunannya dengan isu lingkungan dan dibuat sesuai
dengan karakter negara China. Pada akhirnya China’s Peaceful Development
dapat menjadi instrumen China pula sebagai diplomasi publik untuk membangun
national image China ke arah yang lebih positif. Dengan demikian, negara-negara

lain berkurang orientasi pandangan negatifnya terhadap China. Tekanan
internasional pun akhirnya melemah ketika China sanggup menunjukkan pada
dunia partisipasi dan perhatiannya terhadap isu lingkungan. Hal ini ditunjukkan
oleh China dari peran aktifnya dalam salah satu mekanisme yang dihasilkan dari
Protokol Kyoto, yaitu CDM.
Kata

Kunci

Pembangunan

:

China,

China’s

Peaceful

Development,


Lingkungan,

PENDAHULUAN
Kebangkitan China tidak dapat dipungkiri menjadi ancaman dan tantangan
global bagi negara-negara superpower, layaknya Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Jauh sebelumnya bahkan tokoh pahlawan Prancis, Napoleon Bonaparte, memberi
label kepada negara China sebagai “sleeping giant” yang apabila dibangunkan,
maka akan mengguncang dunia.1
Abad ke-20 semakin menunjukkan dan membuktikan eksistensi China
dimana China menjadi negara terdepan dalam segala bidang mulai dari
perdagangan, investasi, teknologi, isu nuklir hingga lingkungan dan perubahan
iklim. Kemajuan China ini tidak terlepas dari kekuatan ekonominya yang
memiliki pengaruh besar bagi negara-negara di dunia. Tujuan jangka panjang
China sendiri adalah untuk melakukan transformasi sebagai sumber kekuatan
dunia utama (major world power) yang kini diperlihatkan dengan keberadaannya
sebagai negara yang perkembangannya telah tumbuh dengan pesat.
Pada awal abad baru, Presiden China, Hu Jintao, mempresentasikan
strategi ‘peaceful development’.2 Hal ini merupakan pilihan yang signifikan untuk
strategi pembangunan China dalam konteks globalisasi dan komitmen serius

China dalam menanggapi kekhawatiran dan keraguan peran negara China dalam
arena internasional.

                                                        
1

 Li Xing et all. 2008. The Rise of China and Its Impact on the Existing Capitalist World System. 
DIIPER Research Series, Working Paper No. 8. Aalborg University. Denmark. hal.1  Diakses dalam 
  
2
 Qin  Tianbao.  2007.  China’s  Peaceful  Development  and  Global  Climate  Change:  A  Legal 
Perspective.  Diakses  dalam    pada  tanggal  3 
Maret 2012. 

 



Perubahan iklim (climate change) telah menjadi wacana yang dibahas di
agenda internasional akhir-akhir ini. Hal ini tidak terlepas dari gejala iklim yang

berubah secara cepat dan dirasakan langsung oleh masyarakat di seluruh dunia.
Perubahan iklim adalah salah satu lingkungan terbesar, ancaman sosial dan
ekonomi yang dihadapi planet kita hari ini.3 Berbagai pertemuan serta perjanjianperjanjian telah dilakukan dalam mengantisipasi maupun mengatasi permasalahan
perubahan iklim.
Pemerintah China melihat perubahan iklim sebagai ancaman bersama
untuk hidup di planet ini, tetapi yang lebih penting adalah sebagai tantangan
khusus untuk pembuatan kebijakan luar negeri.4 Fakta bahwa China merupakan
negara terbesar emitor gas rumah kaca di dunia dan memproduksi lebih dari 6.000
mega ton karbon dioksida (CO2) setiap tahun, mendorong China untuk membuat
suatu kebijakan yang efektif dimana pemerintah berupaya untuk mengurangi
emisi dan lebih efektif dalam mengoptimalkan penggunaan energi.

ISU LINGKUNGAN GLOBAL : CHINA
Emisi China meningkat dengan cepat tiap tahunnya. Dari tahun 1990
hingga 2001, emisi CO2 di China meningkat sejumlah 82.3 juta ton, dengan 27%
peningkatan di seluruh dunia dalam periode yang sama. Diperkirakan pada tahun
2025, China dapat menggantikan Amerika Serikat sebagai negara dengan emisi
                                                        
3


 European Communities. 2008. EU Action Against Climate Change: Adapting to Climate Change. 
Belgia.  Diakses  dalam    pada 
tanggal 22 Desember 2011.
4
 Timothy Julian S. 2008. Understanding China’s Strategic Engagement on Climate Change: an 
Economic Nationalist Perspective. Diakses dalam 
 pada tanggal 3 Maret 2012.  

 



CO2 tertinggi di dunia.5 Dengan data ini, China telah menjadi fokus pengawasan
terhadap perubahan iklim yang telah menjadi isu global paling penting. China
pada akhirnya mendapat perhatian internasional sehingga China membuat
kebijakan yang berhubungan dengan perubahan iklim ini.
Sebelumnya China tidak terlalu memperhatikan masalah isu perubahan
iklim. China cenderung mengabaikan isu-isu seputar climate change dan tidak
terlibat di dalamnya baik berupa organisasi maupun penandatanganan perjanjian.
Pengaruh China telah meningkat dalam abad terakhir, namun China tetap menjadi

lebih dan lebih enggan untuk menandatangani perjanjian baru yang akan
terintegrasi lebih jauh ke dalam sistem internasional. 6 Tindakan Cina yang
menaruh perhatian terhadap isu perubahan iklim namun disertai keengganannya
dalam terikat secara hukum terhadap komitmen internasional menarik dan
menggugah minat untuk menganalisa masalah ini lebih lanjut. Fakta bahwa China
menjadi salah satu negara penyumbang terbesar emisi membawa China pada
kemunculan tekanan internasional yang diberikan oleh negara-negara lain
kepadanya. Tekanan internasional ini dibatasi dari keengganan China untuk
terlibat secara holistic (menyeluruh) terhadap perjanjian dalam target pengurangan
emisi. Selain itu, adanya kritikan-kritikan dan pandangan negatif terhadap China
menjadi tekanan sendiri bagi negara China sebagaimana China saat ini berusaha
untuk melakukan pencitraan terhadap negaranya sebagai negara yang dapat

                                                        
5

 Ibid.  
 Francois  Godement.  2009.  A  Global  China  Policy  EU‐China  Relations.  European  Council  on 
Foreign Relations.
6


 



dipercaya, kooperatif, cinta damai dan negara berkembang yang memperhatikan
jumlah populasi penduduknya.7
Hal ini yang menjadi anomali kembali ketika Cina telah memperhatikan
isu lingkungan namun tidak terikat secara holistic (menyeluruh) terhadap
kesepakatan antara negara-negara di dunia terkait isu lingkungan. Posisi China
layaknya suatu koin yang memiliki dua sisi, dimana di satu sisi China menjadi
suatu negara dengan posisi yang diuntungkan (benefits) dan di sisi lainnya
menjadi negara yang dirugikan (costs). Dikatakan diuntungkan karena China tidak
harus menurunkan emisi gas karbon nya dengan alasan posisi China yang berada
dalam kategori “Annex II”.
Aturan serta kesepakatan mengenai lingkungan global dapat dilihat
pertama kali dari pengadaan konvensi internasional United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC). United Nations Framework
Convention on Climate Change adalah perjanjian lingkungan internasional yang
dikeluarkan ketika Earth Summit di Rio De Janeiro, Brazil. Perjanjian ini mulai

ditandatangani pada tanggal 9 Mei 1992. UNFCCC ini merupakan konvensi
internasional pertama yang melibatkan partisipasi seluruh anggota masyarakat
internasional. Ini adalah tindakan legislatif oleh masyarakat internasional untuk
menyatakan perubahan iklim sebagai ancaman serius, yang menetapkan dasar
suara untuk tindak lanjut inisiatif internasional.8

                                                        
7

 Ingrid d’Hooghe. Public Diplomacy in the People’s Republic of China in The New Public 
Diplomacy. Palgrave MacMillan. New York. 
8
 Qin  Tianbao.  2007.  China’s  Peaceful  Development  and  Global  Climate  Change:  A  Legal 
Perspective. Law, Environment and Development Journal, Volume 3/1, p.58.

 



Dalam


konvensi

ini,

negara-negara

berdasarkan

persamaan

dan

persetujuan bersama sesuai dengan tanggung jawab bersama tetapi dengan porsi
yang berbeda melindungi sistem iklim untuk kepentingan saat ini dan masa depan
generasi umat manusia. Dari konvensi ini kemudian dibentuk protokol yang
dikenal dengan sebutan Protokol Kyoto pada tahun 1992 dengan tujuan
memerangi pemanasan global. Di bawah protokol ini, negara-negara yang masuk
dalam kategori “Annex I” sepakat untuk mengurangi jumlah emisi gas karbon
rumah kaca (greenhouse gases biasa disingkat GHG) sebesar rata-rata 5.2%

dalam periode 2008-2012.
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa China tidak wajib menurunkan
emisinya dengan pertimbangan negara China yang berada dalam kategori Annex
II. Hal ini menimbulkan keuntungan karena dengan demikian produksi China
akan tetap berjalan tanpa adanya kekhawatiran hasil produksi akan menurun
karena batasan emisi. Namun, disini yang menjadi sisi kerugian bagi China adalah
munculnya pandangan dan tekanan internasional terhadap China yang tidak peduli
masalah lingkungan. Tekanan internasional ini tentunya memiliki dampak
tersendiri bagi China yang mempengaruhi negaranya serta hubungannya dengan
negara-negara lain. Lantas bagaimana China merespon segala kritikan dan
tekanan-tekanan yang diberikan oleh lingkungan internasional terhadap negaranya
terkait isu lingkungan ini?

 



RESPON KEBIJAKAN LUAR NEGERI CHINA DALAM CHINA’S
PEACEFUL DEVELOPMENT TERHADAP TEKANAN INTERNASIONAL
Pemerintah China memerlukan penyelesaian dalam mengatasi kritik serta

tekanan internasional yang ditujukan pada negaranya mengenai isu lingkungan.
Ini adalah masalah yang melibatkan lingkungan dan pembangunan, tetapi
akhirnya merupakan masalah pembangunan.9 China telah lama diketahui sangat
fokus terhadap kebijakan luar negeri nya. Kebijakan luar negeri China,
bagaimanapun, adalah bawahan dari tujuan utama negara: mencapai pertumbuhan
domestik yang cepat dan modernisasi.10 Isu lingkungan global yang tidak dapat
dihindari oleh China pada akhirnya membuat China merumuskan suatu kebijakan
yang berkaitan erat dengan memperhatikan lingkungan serta pembangunan untuk
mencapai kepentingan nasional negaranya.
Kebijakan luar negeri dipahami sebagai fungsi pemerintah dan juga
sebagai bagian dari sistem internasional.11 China menyadari pembuatan kebijakan
luar negeri sangat penting dan dipengaruhi oleh politik domestik dan lingkungan
sekitarnya. Kebangkitan China di satu sisi membawa pengaruh terhadap kerugian
lingkungan. Terutama mengenai kegiatan China yang menghasilkan jumlah gas
rumah kaca di atmosfer dalam jumlah banyak. Ini membuat atmosfer bumi
menjadi hangat dan menimbulkan perubahan iklim yang signifikan. Perubahan
iklim akibat pemanasan global membawa dampak besar terhadap ekosistem dan
                                                        
9

National Climate Change Program. 2007. Diakses dalam 
 pada tanggal 30 Maret 2012. 
10
 Ingrid d’Hooghe. Public Diplomacy in the People’s Republic of China in The New Public 
Diplomacy. Palgrave MacMillan. New York. 
11
 Michael Clarke, Brian White. 1989. Understanding Foreign Policy: The Foreign Policy Systems 
Approach. E. Elgar. USA 

 



kondisi sosial ekonomi manusia. Dalam konteks China, hal ini dapat berpengaruh
terhadap sektor pertanian sebagaimana China bergelut di bidang agrikultur dalam
perekonomiannya. Selain itu juga wilayah pesisir China yang berbatasan dengan
Laut China Selatan menjadi ancaman karena pemanasan global mengakibatkan
kenaikan permukaan air laut. Masalah ini layak mendapatkan perhatian serius dan
sudah saatnya otoritas China untuk mengambil tindakan positif dalam
menanggapi masalah lingkungan dan keprihatinan internasional terhadap masalah
ini.
Kebijakan luar negeri China, China’s Peaceful Development, disampaikan
oleh Presiden China, Mr. Hu Jintao dalam Boao Forum for Asia (BFA) pada
tahun 2004. Sebelumnya, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dinamakan
China’s Peaceful Rise (Zhonggui de heping jueqi). Kebijakan ini menunjukkan
China sebagai pemimpin, menekankan pada soft power dan menekankan pada
wilayah regional bahwa China menguntungkan dan membawa pada kemakmuran.
Namun, konsep ini kemudian diubah karena kata ‘rise’ disini mengundang
persepsi negara China sebagai ancaman baru di dunia. Dari sini para pemimpin
China mengubah kebijakannya dan dinamakan China’s Peaceful Development.
Konotasi kebijakan semula China yang mengundang perhatian negara lain
khususnya negara-negara maju yang menganggap China sebagai ancaman utama
dapat dianalisis menjadi salah satu faktor pendorong munculnya kebijakan baru
China yaitu China’s Peaceful Development.
Di sini sesuai dengan kebijakan luar negeri yang telah dibuat China,
negara China memberi perhatian untuk membangun dan memelihara hubungan

 



persahabatan dengan negara lain. Sesuai dengan national image yang ingin
dibangun oleh China, maka disini pemimpin China merumuskan kembali
kebijakan luar negerinya sehingga membuat negara-negara lain terutama negaranegara di kawasan tidak merasa terancam dan membuat kerja sama yang
menguntungkan dengan China.
Tujuan keseluruhan China dalam peaceful development-nya melingkupi
berbagai hal mulai dari segi ekonomi hingga lingkungan. Aktivitas-aktivitas
China dalam produksinya telah membawa polusi, emisi gas, dan kelangkaan
energi. Untuk itu China perlu merumuskan strategi yang menjadi penyelaras
antara pembangunannya dan perhatiannya terhadap lingkungan. Para pemimpin
China saat ini sekarang jauh lebih sadar akan kerusakan yang dilakukan terhadap
lingkungan yang tidak sehat di masa lalu.12 China juga berambisi untuk terus
menurunkan angka kemiskinannya dan meningkatkan perekonomiannya dengan
membuat GNP per kapita mencapai tingkat medium negara maju.
Dalam membuat kebijakan luar negeri, China memulai untuk memahami
identitas negaranya terlebih dahulu sebelum suatu keputusan dibuat. Ini juga yang
menjadi alasan mengapa China susah ditembus oleh nilai-nilai Barat (western
values). China cenderung menggunakan nilai-nilai tradisionalnya yang penuh
filosofis serta apa yang disebut dengan Chinese way of thinking dalam mendasari

                                                        
12

 Victor  Bulmer  Thomas.  2007.  Inside  China’s  Peaceful  Development.  Around  the  globe,  The 
Monash  Institute  for  the  study  of  global  movements  Vol  4  No  1.  Victoria.  Diakses  dalam 
pada tanggal 30 Maret 2012.
Tianbao, Qin. 2007. China’s Peaceful Development and Global Climate Change:
A
Legal
Perspective.
Diakses
dalam
pada tanggal 3 Maret 2012.
Xing, Li et all. 2008. The Rise of China and Its Impact on the Existing Capitalist
World System. DIIPER Research Series, Working Paper No. 8. Aalborg
University.
Denmark.
hal.1
Diakses
dalam


 

18