Prosiding Seminar Nasional Sains dan Tek (1)

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR Ti DAN Y PADA SS 316L
HASIL PELEBURAN TERHADAP KEKERASAN DAN
STRUKTUR MIKRO BAHAN
Saeful Hidayat dan Djoko Hadi Prayitno
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Badan Tenaga Nuklir Nasional
Jln. Tamansari No 71, Bandung, 40132

ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR Ti DAN Y PADA SS 316l HASIL PELEBURAN
TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAHAN. Telah dilakukan proses pembuatan
baja tahan karat austenit berbentuk ingot kancing dengan cara peleburan menggunakan tungku busur
listrik. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi unsur pemadu baja tahan karat SS 316L dengan
menambahkan unsur Titanium (Ti) dan Yttrium (Y). Unsur pemadu ditambahkan pada berbagai persen
berat konsentrasi. Ingot hasil peleburan yang mengandung 0,5 % berat unsur Ti dan Y, lebih keras 20

% dibandingkan dengan SS 316L. Makin besar persen berat Ti,Y yang ditambahkan, makin tinggi
kekerasan ingot yang dihasilkan. Mikrostruktur ingot kancing adalah fase austenit dendritik.
Kata kunci: SS 316L, Ti, Y, mikrostruktur, kekerasan

ABSTRACT
THE EFFECT OF ALLOYING Ti AND Y IN SS 316L OF SMELTING MATERIAL ON
HARDNESS AND MICROSTRUCTURE. Smelting process to make button ingot austenite stainless
steel by arc furnace has been conducted. On this research the modification alloying elements of SS316L
was done by adding Titanium (Ti) and Yettrium (Y). Alloying elements was added in various
concentrations weight percent. Button ingot with 0.5 % Ti,Y was 20 % harder than SS316L. The bigger
Ti,Y percent was added the harder. The microstructure of the button ingot is dendritic austenite phase.
Keywords: SS 316L, Ti, Y, microstructure, hardness

1.

PENDAHULUAN

Component ( core support structur, reactor
internals), Shut Down Cooling System (cinical
sheel, bottom, gas circulator), Heat Exchanger,

Vessel dan Reactor Core Cooling System.
Temperatur
pengoperasian
komponenkomponen tersebut antara 490°C sampai
dengan 850°C [1,2,3,4,5,6]. Logam ini
digunakan karena mempunyai sifat mekanik
yang baik pada temperatur tinggi, mudah
difabrikasi dan mempunyai ketahanan korosi
yang
baik
[7,8,9,10,11,12].
Pada
penggunaannya di dalam reaktor, bahan ini
memerlukan ketahanan terhadap tekanan dan
temperatur tinggi. Ketahanan bahan terhadap
pembengkakan (swelling) dan mulur (creep)
pada temperatur tinggi sangat diperlukan saat

Dalam rangka mendukung pengembangan
teknologi nuklir maupun non nuklir di

Indonesia, khususnya penyediaan bahan
struktur untuk reaktor daya maupun struktur
bangunan umum lainnya, perlu penguasaan
teknologi pembuatan dan pengembangan
logam-logam paduan yang diperlukan tersebut.
Logam Stainless Steel adalah salah satu jenis
logam yang digunakan pada reaktor nuklir,
diantaranya digunakan sebagai kelongsong
pembungkus elemen bakar (fuel cladding
tubes) pada reaktor jenis “Fast Breeder” . Pada
reaktor HTGR material baja tahan karat
digunakan pada Reactor System Metallic

311

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam

Mendukung Pembangunan Nasional

mengarah pada modifikasi unsur paduan bahan
Stainless Steel 316L.
Penelitian
yang
mengarah
pada
optimalisasi komposisi kimia dan kondisi
proses bahan dilakukan dengan meneliti
pengaruh penambahan unsur Ti, maupun Y
pada SS 316L. Unsur Ti maupun
Y
ditambahkan, karena unsur tersebut merupakan
salah satu unsur penguat berbentuk larutan
padat, senyawa karbida, maupun presipitat
pada baja paduan [7]. Pada Gambar 1.
diperlihatkan diagram pengembangan baja
tahan karat SS 316 dengan cara modifikasi
unsur pemadu untuk mendapatkan sifat fisik

maupun mekanik yang lebih sesuai dengan
kebutuhan.

pengoperasiannya. Kecenderungan kebutuhan
burn up bahan bakar yang lebih tinggi pada
pembangunanan reaktor nuklir dimasa sekarang
maupun dimasa yang akan datang dan sesuai
dengan program penelitian BATAN yang
mengarah ke reaktor HTGR, maka diperlukan
pengembangan bahan tersebut kearah yang
lebih baik. Pada saat ini pengembangan baja
tahan karat austenit sedang menjadi bahan
penelitian para peneliti di negara-negara maju.
Pengembangan bahan tersebut diantaranya
adalah dengan mengoptimalisasikan komposisi
kimia dan kondisi proses pembuatannya
(perlakuan panas, ukuran butir dan tingkat
pengerolan). Berdasarkan hal tersebut, maka
dalam rangka
penguasaan teknologi

pembuatan dan pengembangan logam-logam
paduan, dilakukan dilakukan penelitian yang

Gambar 1. Diagram alir pengembangan baja tahan karat [3].

2.

berpendingin air dan berada dalam lingkungan
atmosfer argon. Hasil proses peleburan
berbentuk ingot kancing. Diagram alir
percobaan dapat dilihat pada Gambar 2.
Komposisi paduan yang dilebur diperlihatkan
pada Tabel 1. Masing-masing komposisi
paduan dibuat 3 paduan.

BAHAN, ALAT DAN TATA KERJA

SS 316L berbentuk pelat dipotong-potong,
kemudian SS 316L, Ti maupun Y ditimbang
masing-masing sesuai dengan komposisi yang

diperlukan lalu dilebur bersama-sama di dalam
tungku busur listrik. Proses peleburan
dilakukan
dalam
krusibel
tembaga

312

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

Tabel 1. Komposisi Paduan
PADUAN

KOMPOSISI


1
2
3
4

SS 316L + 0,5 % berat Ti dan 0,5 % berat Y.
SS 316 L + 1 % berat Ti dan 1 % berat Y
SS 316 L + 1,5 % berat Ti dan 1,5 % berat Y
SS 316 L + 2 % berat Ti dan 2 % berat Y

Gambar 2. Diagram alir percobaan.

Pada proses metalografi dan karakterisasi
bahan hasil peleburan (ingot kancing) preparasi
sampel dilakukan dengan cara memotong
motong bahan sesuai kebutuhan. Pemotongan
dilakukan
menggunakan
discotom

berpendingin air. Proses metalografi untuk
mendapatkan gambaran struktur mikro bahan
dilakukan dengan cara meratakan dan
menghaluskan permukaan bahan menggunakan
ampelas (grit 120, 240, 320, 400, 600, 1000,
1200, 1500, 2000) dan proses poles
menggunakan alumina 0,3 µ. Pemeriksaan
kandungan unsur bahan di butir maupun di
batas butir dilakukan dengan SEM-EDX. Pada
karakterisasi bahan untuk melihat fase yang
terbentuk di dalam bahan dilakukan

menggunakan
XRD,
sedangkan
untuk
pengujian kekerasan dilakukan mengguakan
metode vickers.
3.


HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Proses Peleburan
Proses peleburan untuk pemaduan,
menghasilkan ingot logam paduan tahan karat
austenit berbentuk kancing berdiameter 25 mm,
tebal 10 mm. Bentuk ingot diperlihatkan pada
Gambar 3. Ingot hasil peleburan di potongpotong
untuk sampel pengujian dan
karakterisasi.

313

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional


Gambar 3. Ingot logam hasil peleburan dan pemaduan.

Gambar 4. Hasil Pengujian SEM-EDS pada ingot hasil pemaduan.

314

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

masing unsur keseluruhan, dan kemungkinan
ada unsur yang tercecer selama proses
peleburan.

3.2. Komposisi Paduan

Intensity (counts)

Pemaduan unsur Ti. maupun Y. pada SS
316L dengan cara peleburan menggunakan
tungku busur listrik
menghasilkan ingot
berbentuk kancing.
Hasil
pengujian
komposisi kimia dari ingot hasil peleburan
menggunakan SEM-EDS diperlihatkan pada
Gambar 4.
Tabel
unsur
pada
Gambar
4.
memperlihatkan keberadaan unsur Ti dan Y di
dalam ingot yang diperiksa. Hal ini
menunjukkan bahwa proses peleburan yang
dilakukan untuk penambahan unsur Ti dan Y
sebagai bahan pemadu tambahan pada logam
SS 316L berhasil dengan baik. Pada tabel
tersebut juga terlihat adanya persen berat unsur
yang kosong dan
unsur karbon yang
meningkat. Pengurangan dan penambahan ini
diduga karena terjadi penambahan unsur
pemadu baru yang mengubah persen masing-

3.3. Fase Ingot Logam Paduan
Analisis fase pada ingot logam paduan
menggunakan XRD memperlihatkan adanya
fase γ (austenit) dan fase α. Fase γ terbentuk
karena logam utama yang dilebur adalah logam
SS 316L dimana fase utamanya austenit (γ).
Sedangkan pembentukan fase α terjadi karena
segregasi unsur paduan pada saat proses
peleburan dan terbentuk di batas butir austenit.
Gambar 5. adalah data hasil pemeriksaan XRD
pada bahan SS 316L berbentuk pelat, pada
Gambar 5 tersebut terlihat semua puncak
merupakan fase γ. Sedangkan Gambar 6.
adalah data hasil pemeriksaan XRD pada ingot
logam hasil peleburan. Gambar tersebut selain
fase γ terlihat juga puncak fase α .


250

200



150





100



50



0
20

30

40

50

60

70

Gambar 5. Pola difraksi sinar-x logam SS 316L.

315

80

90

2Theta (°)



Intensity (counts)

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

300





250

200


150

100



α



50




0
20

30

40

50

60

70

80

90

2Theta (°)

Gambar 6. Pola difraksi sinar-x ingot logam hasil peleburan.

berada diantara sel-sel dendrit . Bentuk struktur
mikro tersebut diperlihatkan pada Gambar 7 s/d
10. Timbulnya fase-fase tersebut karena tipe
pembekuan paduan baja tersebut adalah ferit
austenit, karena baja tersebut mempunyai harga
Creq/Nieq yang tinggi [9]. Sedangkan timbulnya
struktur dendrit
dapat dijelaskan, bahwa
pembekuan paduan logam dikontrol oleh laju
aliran panas di daerah antarmuka padatan
(cetakan)-cairan.
Temperatur
antarmuka
padatan-cairan cukup tinggi karena pada
antarmuka tersebut terjadi pelepasan panas
peleburan. Pada saat inti tumbuh ke dalam
cairan pada permukan cetakan logam cairan
mengalami pendinginan yang berlebihan
sehingga antar-muka tidak stabil dan akan
tumbuh tonjolan sebagai lengan utama dendrit
dengan arah ke dalam cairan. Lengan utama
dendrit tersebut tumbuh pada daerah dinding
cetakan yang lain sehingga lengan tersebut
akan bertabrakan dan akan menghentikan
pertumbuhan lengan utama dendrit. Mengenai
fase delta ferit yang ada tersebut adalah ferit
yang terbentuk pada saat pembekuan yang
biasa terbentuk pada bahan coran (casting),
bukan dari hasil transformasi austenit [10].
Adanya fase delta ferit dalam paduan akan
menurunkan ketahanan korosi sumur dan
mempersulit proses pengerjaan panas (hot
working). Pada pemanasan dengan waktu yang
lama, fase delta ferit cenderung berubah
menjadi fase sigma yang bersifat keras dan
getas sehingga mengurangi elastisitas [10].

3.4. Struktur Mikro
Struktur mikro SS 316L dalam bentuk
pelat hasil proses rol ditunjukkan pada Gambar
7. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa SS
316L mempunyai fase austenit dengan bentuk
struktur mikro butir sama sumbu (equaxed ).
Selain itu juga terlihat, bahwa pada daerah
tertentu terdapat bidang kembar hasil anil
(annealing twins) dan struktur memanjang fase
ferit.

Gambar 7. Struktur mikro paduan SS 316L,
mempunyai ukuran butir no.6 pada ASTM.

Proses peleburan untuk pemaduan
menggunakan
tungku
busur
listrik,
menghasilkan bentuk struktur mikro dendrit
dan segregasi interdendritik yang mengandung
fase delta ferit, austenit endapan karbida
(carbide presipitation ) sebagai matrik pada
semua paduan yang dibuat. Fase delta ferit

316

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

Gambar 8. (a), (b). Struktur inti dendritik (dendritically cored structure) pada penampang belah ingot
paduan SS 316L ditambah 0,5 % Ti dan Y. Struktur akibat pembekuan yang cepat dari fase austenit dan
jaring ferit (ferrite network).

Gambar 9. (a). Struktur mikro pada penampang lintang ingot paduan SS 316L ditambah 1 % Ti dan Y.
Struktur delta ferit pada batas butir, carbide presipitation (warna gelap) matrik austenit. (b). Struktur mikro
pada penampang belah ingot paduan SS 316L ditambah 2 % Ti dan Y. Struktur pulau-pulau ferite,
karbida khrom pada batas butir matrik austenite.

dibuat. Kekerasan batang SS 316L adalah 209
HV. dan kekerasan masing-masing ingot
paduan yang dibuat.diperlihatkan pada grafik
dalam
Gambar
10.

3.5. Kekerasan
Hasil pengujian kekerasan menggunakan
alat uji Vicker, dilakukan pada batang SS 316L
dan pada masing-masing ingot paduan yang

317

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

Gambar 10. Grafik kekerasan ingot paduan berdasarkan persen unsur paduan
yang ditambahkan.

makin tinggi kekerasan ingot paduan yang
dihasilkan.

Pada Gambar 15. terlihat bahwa kekerasan
ingot paduan yang mengandung 0,5 % unsur
Ti dan Y mempunyai kekerasan lebih tinggi 20
% dibandingkan dengan kekerasan SS 316L.
Makin besar persen unsur paduan yang
ditambahkan, kekerasan ingot paduan makin
meningkat. Peningkatan kekerasan bila dilihat
dari struktur mikro yang terbentuk diduga
karena adanya endapan karbida dibatas butir
maupun dibutir.

4.

KESIMPULAN

1.

Proses peleburan menggunakan tungku
busur listrik untuk proses pemaduan SS
316L
dengan unsur Ti dan Y,
menghasilkan ingot berbentuk kancing.
Ingot paduan tersebut mempunyai struktur
mikro
dendrit
maupun
segregasi
interdendritik yang mengandung endapan
karbida, fase delta ferit dan fase austenit
sebagai matriknya.
Bentuk struktur dendrit berbeda-beda
karena pengaruh proses pembekuan yang
berbeda saat pendinginan.
Kekerasan ingot paduan yang mengandung
unsur Ti dan Y mengalami peningkatan
kekerasan dibanding SS 316L, makin besar
persen unsur paduan yang ditambahkan

2.

3.

5.

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

http://www.sciencedirct.com
http://en.wikipedia.org/wiki/Nuclear_fuel
http://www.nuc.umr.edu/reactor
McDEAVITT, S.M., ABRAHAM, D.P.
and PARK, J.Y., Evaluation of Stainless
Steel-Zirconium Alloys as High-Level
Nuclear Waste Forms, Chemical
Technology Division, Argone Nassinal
Laboratory, Building 205,9700 South
Cass Avenue, Argone, IL 60439-48937,
USA.
OLANDER, D.R., Fundamental Aspects
of Nulear Reactor Fuel Elements,
Department of Nuclear Engineering,
University of California, Berkeley.
SHAIKH, H., VINOY, T.V., and
KHATAK, H.S., Materials Science and
Technology 14 (Februari 1998) 129.
FUJIWARA, M. and SAWARAGI, Y.,
Research and development of FBR fuel
cladding tubes (Proceeding of the Fourth
International Symposium) (1983).
THEWLIS, G., WHITEMAN, J.A., and
SENOGLES, D.J., Materials Science and
Technology 13 (Maret 1997) 257.

5.

6.

7.

8.

318

Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir
PTNBR – BATAN Bandung, 22 Juni 2011

11. ASM, “Metal Handbook, Properties and
Selection : Irons, Steels, and HighPerformance Alloys”, 10th ed., ASM
International Handbook Committee, 1
(l990) 146.
12. http://www.arc.gov. Materials Behavior in
HTGR Environments .

9.

SHANKAR, V., et al., Welding Journal,
(Mei 1988) 193.
10. ASM, “Metal Handbook, Atlas of
Microstructures of Industrial alloys”, 8th
ed., ASM Handbook Committee, 7
(l972) 135.

6.

Tema : Peran Sains dan Teknologi Nuklir di Bidang
Kesehatan, Lingkungan, Industri dan Pendidikan dalam
Mendukung Pembangunan Nasional

DISKUSI

Djoko Hadi Prayitno:
Bagaimana mekanisme penambahan kekerasan?
Saeful Hidayat:
Mekanismenya yaitu peleburan menghasilkan karbida, maka akan meningkatkan kekerasan.
Alfa:
Apa satuan kekerasan yang digunakan?
Saeful Hidayat:
Satuan kekerasan adalah HV

319