PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS FAKULTAS ID

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
PRAKTIKUM PENCOKLATAN ENZIMATIS
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
HENDI KUSWENDI (240210160049)
Departemen Teknologi Industri Pangan Universitas Padjadjaran, Jatinangor
Jalan Raya Bandung-Sumedang Km. 21, Jatinangor, Sumedang 40600 Telp. (022)
7798844, 779570 Fax. (022) 7795780 Email: hendi@mail.unpad.ac.id
ABSTRACT
Enzymatic browning reactions occur in many fruits and vegetables. As a result of this
reaction will arise brown color due to conversion of phenolic compounds into melanin
with the help of polyphenol oxidase enzymes. The browning reaction occurs because
there are Fe compounds in the carat that will catalyze the reaction with oxygen. In the
practicum used sample of Apples, Pineapple, Potato, Eggplant, and Carrots. The purpose
of this lab is to know how to put oxygen and tool contact against browning vegetables, to
know how to prevent browning with chemical or natural treatments, to know the effect of
blancing on browning of vegetable enzymes. The best way to prevent enzymatic browning
is metabisulphite and to maintain the best possible texture in vegetables and fruits by
immersion as they can produce a non-brownish color. vegetable samples are most

sensitive to the enzymatic browning reaction is eggplant.

Keywords: Colour, Enzymatic browning, Polifenol oksidase, Oxygen
PENDAHULUAN
Reaksi pencoklatan enzimatis banyak
terjadi pada buah buahan dan sayuran,
terutama jika mengalami destruksi
jaringan (Koswara, 1991). Reaksi
pencoklatan enzimatis terjadi pada buahbuahan dan sayuran jika jaringan buah
atau sayuran itu terpotong atau
terkelupas. Akibat reaksi ini akan timbul
warna coklat karena konversi senyawa
fenolat menjadi melanin dengan bantuan
enzim polifenol oksidase. Reaksi
tersebut membutuhkan oksigen sebagai
akseptor H2 dan ion tembaga sebagai
katalisator (Eskin et al, 1971). Enzim
yang berperan mengkatalisa oksidasi
senyawa
fenol

adalah
polifenol
oksidase.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat reaksi pencoklatan enzimatis
adalah kandungan komponen fenolik,
aktivitas dari enzim polifenol oksidase,
kehadiran oksigen, ion logam, pH, dan
suhu (Lisinska dan Leszczynski, 1989).

Reaksi pencoklatan enzimatis dapat
dikontrol oleh inaktivasi enzim polifenol
oksidase,
pengeluaran
oksigen,
modifikasi
komponen
fenolik,
penambahan agen pereduksi, interaksi
dengan grup tembaga, mereduksi atau

menjerat senyawa quinon, bahkan
memindahkan produk akhir dari reaksi
pencoklatan (Shahidi dan Naczk, 1995).
Reaksi ini bergantung pada ketersediaan
enzim fenolase, oksigen dan ko-enzim
Cu.
Tujuan dari praktikum ini untuk
mengatetahui mengaruh oksigen dan
kontak alat terhadap pecoklatan
enzimatis sayur dan buah, mengetahui
cara pencegahan pencoklatan/inaktivasi
enzim polifenol oksidase dengan
perlakuan bahan kimia dan alami,
mengatahui pengaruh blancing terhadap
pencoklatan enzimatis sayur dan buah.

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
METODOLOGI


ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati
kembali setelah menit ke-15.

Alat dan Bahan
Blansing dan Kukus
Alat yang digunakan antaralain:
cawan plastik, dandang kecil, pisau
stainless stell, pisau besi, saringan,
talenan, stopwatch, panci, piring
kecil,
pisau besi, pisau stainless steel
Bahan yang digunakan antaralain:
asam sitrat, asam askorbat, apel, nabisulfat, nenas, kentang, terong, dan
wortel.

Mula-mula tiap sampel dicuci,
kemudian diiris dan diberi dua
perlakuan yaitu direbus dan dikukus
(lama waktu sesuai diktat), kemudian

diangkat dan direndam air es selama 3
menit. Diamkan dan diamati perubahan
pada menit ke-0 (sewaktu di potong),
dan diamati kembali setelah menit ke15.

Kontak Alat

PEMBAHASAN

Mula-mula tiap sampel dicuci,
kemudian dikupas dan diiris dengan dua
pisau yang berbeda yaitu pisau stainless
stell dan pisau besi. Diamkan dan
diamati perubahan warna yang terjadi
pada menit ke-0 (sewaktu di potong),
dan diamati kembali setelah menit ke15.

Reaksi pencoklatan enzimatis
banyak terjadi pada buah buahan dan
sayuran, terutama jika mengalami

destruksi jaringan (Koswara, 1991).
Reaksi pencoklatan enzimatis terjadi
pada buah-buahan dan sayuran jika
jaringan buah atau sayuran itu terpotong
atau terkelupas. Akibat reaksi ini akan
timbul warna coklat karena konversi
senyawa fenolat menjadi melanin
dengan bantuan enzim polifenol
oksidase. Reaksi tersebut membutuhkan
oksigen sebagai akseptor H2 dan ion
tembaga sebagai katalisator (Eskin et al,
1971).
Pelaksanaan praktikum kali ini,
dilakukan percobaan dan pengamatan
mengenai cara pencegahan dan cara
meminimalisir pencoklatan enzimatis
pada bahan pangan yaitu sayur dan
buah. Sayur dan buah yang digunakan
diantaranya yaitu wortel, terong, apel,
kentang, dan nenas. Pencegahan

pencoklatan enzimatis dilakukan dengan
cara mengurangi kontak dengan
peralatan logam, mengurangi kontak
dengan oksigen, menonaktifkan enzim
polifenol oksidase, serta dengan
blancing.

Kontak O2 (Oksigen)
Mula-mula
tiap
sampel
dicuci,
kemudian direndam selama 15 menit
pada cawan yang berisi air, larutan
garam, larutan gula, dan pada cawang
kosong.
Diamkan
dan
diamati
perubahan warna dan tekstur pada menit

ke-0 (sewaktu di potong), dan diamati
kembali setelah menit ke-15.
Pencegahan Polifenol Oksidase
Mula-mula tiap sampel dicuci,
kemudian diiris dan direndam dalam
cawan yang berisi asam sitrat, asam
askorbat, Na-bisulfat dan pada cawan
kosong.
Diamkan dan diamati
perubahan warna dan tekstur pada menit

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017

Tabel 1. Kontak Alat
Sampel
Perlakuan
T = 0'
Stainless steel

oranye ++++
Wortel
besi
oranye ++++
kuning ++++
Kentan Stainless steel
g
besi
kuning +++++
Stainless steel
putih keruh
Terung
besi
putih kehijauan
Stainless steel
kuning muda ++
Nanas
besi
kuning muda ++
Stainless steel

putih ++
Apel
besi
putih++++
(Dokumentasi pribadi, 2017)
Berdasarkan data tabel 1, sampel
wortel baik dengan perlakuan pisau besi
ataupun pisau stainless steel tidak
mengalami perubahan warna. Hal ini
diduga akibat konsentrasi enzim fenolase
pada wortel tidak setinggi sampel-sampel
lainnya, sehingga waktu 15 kurang cukup
untuk menghasilkan warna cokelat.
Sampel kentang dengan pisau stainless
steel mengalami penrubahan warna dari
kuning (++++) menjadi kuning (+++),
sedangkan dengan perlakuan pisau besi
dari kuning (+++++) menjadi kuning (++
+). Kentang dikenal sebagai sayuran
yang mudah mengalami pecoklatan

akibat enzim fenolase yang dimilikinya.
Enzim fenolase berfungsi mengkatalis
reaksi oksidasi, logam tembaga dan besi
berfungsi sebagai pentransfer elektron
dan O2 berfungsi sebagai akseptor
electron. Menurut Eskin et al (1971),
agar reaksi pencoklatan dapat dikatalis
oleh enzim fenolase harus juga tersedia
senyawa Cu atau Fe dan oksigen.
Oksigen dibutuhkan dalam reaksi
oksidasi sebagai akseptor hidrogen
sedangkan Cu atau Fe berperan sebagai
ko-enzim. Terjadinya reaksi pencoklatan
enzimatik melibatkan perubahan bentuk
kuinol menjadi kuinon.
Reaksi
dengan
enzim
polifenolase
sebagai
katalis
menyebabkan timbulnya protein

T = 15'
oranye ++++
oranye ++++
kuning +++
kuning +++
cokelat disekitar biji
cokelat disekitar biji
kuning muda ++
kuning tua
cokelat +
putih +++ cokelat +

tembaga
dengan
menggabungkan
satu
atau lebih molekul oksigen
quinone.
Protein-Cu+-O2 +
monofenol
enzim

polifenolase

Protein-Cu2+ + oquinone +
H2O (Margono,1993)
Sampel apel, terung dan nenas juga
mengalami
reaksi
pencoklatan,
mayoritas sampel yang diberi perlakuan
atau diiris dengan pisau besi menunjukan
adanya perubahan warna yang lebih
mencolok daripada dengan pisau
stainless steel, hal ini diakibatkan kontak
dengan
besi
akan
memudahkan
terjadinya oksidasi yang berujung pada
pencoklatan, selain itu kecepatan
pencoklatan juga dipengaruhi oleh luas
permukaan pemotongan buah. Pisau besi
yang
digunakan
umumnya
mengakibatkan warna yang lebih coklat
dibandingkan pemotongan dengan pisau
stainless steel. Pisau besi lebih mudah
berkarat daripada pisau dari stainless
steel. buah dan sayur mengandung asam
yang bersifat korosif bagi berbagai jenis
logam. Reaksi pencoklatan terjadi
karena terdapat senyawa logam Fe pada
karat yang akan mengkatalisis reaksi
dengan oksigen. Stainless steel termasuk
logam yang tidak mudah bereaksi
dengan asam sehingga tidak mudah
berkarat.
Stainless
steel
dibuat


Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
menggunakan kromium. Minimum
jumlah kromium digunakan untuk
membuat Stainless steel adalah 10,5%.

Kromium juga meningkatkan daya tahan
korosi oleh pembentukan sebuah film
kromium oksida pada baja.

Tabel 3. Pencegahan Pencoklatan
Perlakuan
Sampel
Waktu
0'
Wortel
15'
Kentan
g
Terung

0'
15'
0'
15'
0'

Nanas

15'
0'

Apel
15'

Kosong
Warna
Tekstur
Orange +++ Keras ++
+
++
Orange +++ Keras ++
+
++
Kuning +++ Keras
Kuning ++
Keras
Putih
Keras+
kehijauan
Cokelat
Lunak +
Kuning ++
Keras ++
Keras ++
Kuning +
++
Putih +++
Keras ++
cokelat++
++
Putih ++
Keras ++
cokelat+++
+

Asam Sitrat
Warna
Tekstur
Orange ++

Keras ++

Orange +++

Keras +++

Kuning +++
Kuning +++

Keras
Keras

Putih kehijauan

Keras+

Putih
Kuning ++

Lunak +++
Keras ++

Kuning +

Keras +++++

Putih ++++

Keras +++

Putih ++++
Perlakuan

Sampel

Asam askorbat
Tekstur
Waktu Warna
0'
Orange ++
Keras ++
Wortel
Keras ++
15'
Orange +++
+
Kuning +++ Keras
Kentan 0'
g
15'
Kuning ++
Keras
Putih
0'
Keras+
kehijauan
Terung
15'
Cokelat
Lunak ++
0'
Kuning ++
Keras ++
Nanas
Kuning +++
15'
Keras ++
+
0'
Kuning ++
Keras+++
Apel
Keras ++
15'
Kuning +++
+
(Dokumentasi pribadi, 2017)

Na-bisulfat
Warna
Tekstur
Orange ++
Keras ++

Menurut Winarno (1991), banyak
sekali senyawa fenolik yang dapat
bertindak sebagai substrat dalam reaksi
pencoklatan enzimatis pada buah dan
sayuran. Senyawa-senyawa fenolik
tersebut di antaranya adalah katekin dan

turunannya seperti tirosin, asam kafeat,
asam klorogenat, dan leukoantosianin.
Salah satu cara pencegahan reaksi
pencoklatan
enzimatik
adalah
pencegahan aktivitas polifenol oksidase

Orange +++

Keras +++

Kuning +++
Kuning ++++

Keras
Keras

Putih kehijauan

Keras+

Putih bersih
Kuning ++

Lunak +
Keras ++

Kuning +++

Keras ++++

Putih +++

Keras +++

Putih +++

Keras +++

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
terhadap substrat dan oksigen (Whitaker,
1994).
Pencegahan pencoklatan enzimatis
pada praktikum ini dilakukan dengan
inaktivasi
enzim
melalui
cara
perendaman menggunakan natrium
metabisulfi, asam askorbat, dan asam
sitrat. Setelah dilakukan berbagai
perlakuan untuk menonaktifkan enzim,
dilakukan pengamatan terhadap warna
dan tekstur dari masing-masing buah
dan sayuran.
Berdasarkan hasil pengamatan,
dapat diketahui bahwa beberapa
perlakuan untuk menonaktifkan enzim
dapat
memperlambat
pencoklatan
enzimatis yang terjadi pada buah dan
sayur. Buah dan sayur yang tidak diberi
perlakuan mengalami perubahan warna
menjadi kecoklatan dengan tekstur
secara umum tidak berubah, sedangkan
pada buah dan sayur yang direndam
menggunakan natrium metabisulfit,
asam askorbat, dan asam sitrat warnanya
hanya sedikit berubah menjadi cokelat
dan teksturnya sedikit berubah pula
menjadi agak melunak.
Penambahan Na-Metabisulfit dapat
dilakukan untuk menonaktifkan enzin
polifenol oksidase. Tujuan utama dari
sulfitasi adalah untuk mengurangi
pencoklatan pada waktu pengolahan dan
penyimpanan sampel ketika dilakukan
pengolahan. SO2 tidak dapat secara
mutlak
menghentikan
reaksi
pencoklatan tetapi memperlambat reaksi
tersebut (Hulme, 1991). Perendaman
sampel dengan natrium metabisulfit,
tekstur dan warna pada sampel tidak
banyak
mengalami
perubahan.
Contohnya pada wortel dan nenas warna
yang dihasilkan adalah orange (+++),
terung putih bersih, kentang kuning (++
++), apel putih (+++). Hal ini
menunjukkan terjadinya penghambatan
pencoklatan enzimatis yang sangat
efektif.
Aplikasi penambahan sulfit untuk
mencegah reaksi pencoklatan enzimatik
sangat
efektif
namun
dapat
menyebabkan
asmatik
sehingga
dikembangkan
penelitian
dengan

menggunakan asam organik diantaranya
adalah asam sitrat dan asam askorbat.
Metode penggunaan asam sebagai
penghambat pencoklatan enzimatis ini
didasarkan pada pengaruh pH terhadap
enzim polifenolase. pH optimum enzim
ini berkisar antara 4,0-7,0 dan aktivitas
terkecil pada pH dibawah 3 (Eskin et al,
1971).
Asam askorbat dalam percobaan ini
merupakan senyawa pereduksi kuat
yang bersifat asam di alam, membentuk
garam netral dengan basa, dan memiliki
kelarutan air yang tinggi. Asam askorbat
dan
garam-garam
netral
serta
turunannya merupakan antioksidan yang
digunakan pada buah-buahan dan
sayuran dan juga pada jus buah untuk
pencoklatan dan reaksi oksidatif lainnya.
Asam askorbat bertindak sebagai
antioksidan karena oksigen akan
mengoksidasi askorbat bukan senyawa
fenolik sehingga dapat menghambat atau
menurunkan
terjadinya
reaksi
pencoklatan (Martin, 1994).
Asam
askorbat juga sebagai antioksidan dan
mampu mereduksi o-quinon menjadi odihidroksi fenol alami. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
o-difenol + ½ O2 → o-quinon + H2O
o-quinon + AA → o-difenol + dehidro
AA
AA + ½ O2 → dehidro AA + H2O
Berdasarkan
hasil
praktikum,
perendaman
menggunakan
asam
askorbat
ini
memberikan
hasil
perubahan warna yang lebih banyak
dibandingkan
dengan
perendaman
menggunakan natrium metabisulfit dan
asam sitrat, hal tersebut terlihat pada
sampel
terung
yang
mengalami
perubahan menjadi cokelat. sehingga
penggunaan natrium metabisulfit dan
asam sitrat dianggap lebih efektif untuk
mencegah pencoklatan enzimatis.
Asam sitrat merupakan agen
pengkelat. Dalam aplikasinya asam
sitrat dapat bertindak sebagai pengawet
(Winarno,
1991).
Asam
sitrat
menghambat terjadinya pencoklatan
karena dapat mengkompleks ion
tembaga yang dalam hal ini berperan

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
sebagai
katalis
dalam
reaksi
pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga
dapat menghambat pencoklatan dengan
cara menurunkan pH, sehingga enzim
polifenol oksidase menjadi inaktif
(Winarno, 1991). Pada sampel yang
direndam menggunakan asam sitrat,

perubahan warna menjadi warna coklat
lebih terhambat dibandingkan dengan
perendaman
menggunakan
asam
askorbat. Akan tetapi, tekstur yang
dihasilkan lebih keras dibandingkan
dengan perendaman menggunakan asam
askorbat.

Tabel 1. Kontak O2 (Oksigen)
Perlakuan
Sampel

Kosong
0'
15'
Orange+++
Orange+++
Wortel
Keras
Keras
Kuning +++
Kuning +++
Kentang
Keras
Keras
Putih cokelat
Putih cokelat
Terung
Keras ++
Keras ++
Kuning ++
Kuning pucat
Nanas
Keras +++
Keras +++
Kuning +
Putih++++
cokelat+
Apel
Keras +++
Keras ++
Sampel

Putih+++

Putih++

Keras +++
Perlakuan

Gula
0'
15'
Orange+++
Orange++
Wortel
Keras
Keras
Kuning ++
Kuning +++
Kentang
Keras
Keras
Putih cokelat + Putih cokelat +
Terung
Keras ++
Keras ++
Kuning ++
Kuning ++
Nanas Keras + berair
Keras + berair +
+
Kuning +
Putih+++
cokelat+
Apel
Keras ++
Keras ++
(Dokumentasi pribadi, 2017)
Pencegahan pencoklatan enzimatis
dapat dilakukan dengan mengurangi
kontak bahan dengan oksigen. Reaksi
pencoklatan enzimatik dapat dihambat
dengan mengurangi oksigen, salah satu
caranya yang efektif adalah dengan
perendaman (Eskin et al, 1971).

0'
Orange+++
Keras
Kuning ++
Keras
Putih cokelat
Keras ++
Kuning ++
Keras +++

Air
15'
Orange++++
Keras
Kuning +
Keras
Putih cokelat
Keras +
Kuning pucat
Keras ++

Keras ++++

Garam
0'
15'
Orange+++
Orange+++ cokelat +
Keras
Keras
Kuning ++
Kuning +
Keras
Keras
Putih cokelat + Putih cokelat +
Keras +
Keras +
Kuning ++
Kuning pucat +
Keras + berair
Keras + berair ++
+
Kuning + cokelat++
Putih+++
+
Keras ++
Keras ++
Perendaman
dilakukan
dengan
menggunakan air, larutan gula, dan
larutan garam. Perendaman dengan
air garam dilakukan untuk
mencegah sampel agar tidak
kontak
dengan
oksigen
sehingga
tidak
terbentuk

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
senyawa fenolase. Browning
dapat dicegah dengan NaCl
dengan cara menurunkan pH
pada apel sehingga mencegah
terjadinya browning. Garam
juga dapat digunakan untuk
meningkatkan rasa asin pada
sampel (Friedman, 1996)
Sampel yang direndam menggunakan
air, warna dari sampel buah dan sayur
tersebut menjadi tidak terlalu coklat
apabila dibandingkan dengan sampel
yang tidak direndam menggunakan air.
Hal ini dikarenakan perendaman dengan
air membatasi kontak antara oksigen
dengan jaringan (Tranggono dan
Sutardi, 1989). Keuntungan dari metode
perendaman menggunakan air ini adalah
tidak mengubah citarasa dari buah atau
sayur yang direndam.
Sampel yang direndam menggunakan
larutan garam, terjadi perubahan warna
yang cukup besar apabila dibandingkan
dengan
sampel
yang
direndam
menggunakan air dan gula. Hal ini
mengindikasikan bahwa kemampuan
larutan garam masih lemah dalam
memperlambat
laju
pencoklatan
enzimatis pada nenas, terong, kentang,

apel, dan wortel. Perendaman dengan
larutan garam ini memiliki kelemahan.
Menurut Tranggono dan Sutardi (1989),
untuk dapat menghambat enzim buah
perlu diberikan NaCl yang banyak,
namun dari sudut rasa memang tidak
dapat diterima karena terlalu asin.
Sampel yang direndam menggunakan
larutan gula mengalami lebih sedikit
perubahan warna daripada dengan
larutan garam, dapat disimpulkan bahwa
perendaman menggunakan larutan gula
merupakan metode yang efektif
dibandingkan
dengan
perendaman
menggunakan larutan garam. Selain
dapat mengurangi kontak bahan dengan
oksigen, larutan sirup gula juga dapat
berfungsi untuk menghambat terjadinya
pencoklatan enzimatik karena larutan
gula dapat memberikan lapisan atau
mantel sehingga mencegah permukaan
buah dapat kontak dengan oksigen. Di
samping itu, larutan gula dapat
menurunkan pH lingkungan sehingga
enzim polifenol oksidase ini menjadi
inaktif. Semakin tinggi konsistensi
pemanis
dalam
suatu
larutan
menyebabkan pH menurun, hal ini
disebabkan karena gula mempunyai sifat
cooling effect (Winarno, 1991).

Tabel 4. Blancing
Perlakuan
Rebus

Sampel
Wortel
Kentang
Terung
Nanas
Apel

0'
Orange ++
Lunak +++
Kuning cerah ++++
Klunak +++
Hijau pucat
Lunak +++
Kuning +++
Lunak +++
Kuning +++
Lunak +

Sampel
0'

15'
Orange +++
Lunak +++
Kuning cerah +++
Lunak +++
Hijau kecoklatan
Lunak +++
Kuning +++
Lunak +++
Kuning +++
Lunak +++
Perlakuan
Kukus
15'

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
Orange ++
Lunak +
Kuning cerah +++
Kentang
Lunak +++
Putih kehijauan
Terung
Lunak +++ berair
Kuning +++
Nanas
Lunak ++
Kuning ++
Apel
Lunak ++
(Dokumentasi pribadi, 2017)
Wortel

Enzim polifenol oksidase dapat
diinaktivasi dengan perlakuan panas.
Pemanasan pada suhu di atas 50 o C
dapat mencegah pencoklatan enzimatis
karena pada suhu tersebut enzim mulai
terdenaturasi.
Pemanasan
pada
praktikum ini dilakukan dengan cara
blansing. Berdasarkan hasil blansing
dari masing-masing sampel, diperoleh
warna yang tidak banyak berubah dari
sebelumnya, akan tetapi tekstur dari
sampel yang diberi perlakuan blansing
ini menjadi sangat lunak bahkan hancur.
Hal ini sesuai dengan teori menurut
Tranggono dan Sutardi (1989) bahwa
buah atau sayuran yang dimasak akan
mengalami perubahan tekstur yang
kadang-kadang
tidak
dikehendaki,
begitu juga timbulnya citarasa yang
tidak enak.
Menurut Tranggono (1990) buah atau
sayuran akan menjadi coklat apabila
kontak dengan udara, yang berarti akan
menambah jumlah oksigen yang
sebenarnya secara alami sudah ada
dalam bahan tersebut. Pengeluaran
oksigen dari jaringan buah atau sayur
(perendaman) cenderung membuat
keadaan menjadi anaerob. Dengan
pencelupan atau perendaman diharapkan
residu bahan pengupas memberikan
pengaruh
penghambatan
terhadap
pencoklatan enzimatis.
Perendaman dengan blansing dalam
menonaktifkan enzim lebih efektif
perendaman dengan asam organik.
Namun,
matode
blansing
dapat
memperkuat zat cita rasa. Blansing juga
dapat
dapat
digunakan
untuk

Orange ++++
Lunak +++
Kuning cerah ++++
Lunak ++++
Hijau kecoklatan
Lunak ++++
Kuning ++++
Lunak
Kuning ++++
Lunak ++++
menonaktifkan
enzim-enzim
yang
terdapat pada buah dan sayur termasuk
enzim polifenol oksidase. Menurut
Tjahjadi dan Marta (2014), blansing
adalah perlakuan pemanasan tipe
pasteurisasi tetapi tujuan utamanya
adalah menonaktifkan enzim, walaupun
sebagian dari mikroorganisme yang ada
padanya juga turut mati. Tujuan dari
perlakuan blansing ini yaitu untuk
menonaktifkan aktivitas enzim terutama
polifenol-oksidase
(penyebab
pencokelatan enzimatis), lipoksigenase
(penyebab ketengikan), ascorbic acid
oxidase (penyebab penguraian vitamin
C), serta katalase dan peroksidase
(keduanya dipakai sebagai indikator
kecukupan blansing), menghilangkan
kotoran yang melekat, mengurangi
jumlah mikroorganisme, melenturkan
jaringan hingga mudah masuknya ke
dalam kemasan, dan mengeluarkan
udara dari jaringan untuk mencegah
reaksi oksidasi, mencegah agar tekanan
dalam kemasan sewaktu sterilisasi
jangan terlalu tinggi, memudahkan
sortasi berdasarkan berat jenis serta
membuat jaringan yang hijau tampak
lebih cerah. Blansing dapat mengurangi
jumlah mikroorganisme pada permukaan
pangan sehingga dapat membantu dalam
operasi pengawetan terutama sterilisasi
dengan panas. Blansing juga dapat
memperlunak jaringan sayuran.
Pemanasan
dengan
cara
pengukusan lebih baik dibandingkan
dengan pemanasan
dengan
cara
perebusan
karena
pada
proses
pengukusan panas dari uap akan
mengenai langsung produk sayuran.

Nama asisten: Hanna Felina
Tanggal praktikum: 28 November 2017
Tanggal pengumpulan: 05 Desember 2017
Hasil dari pengukusan ini akan
meminimalisir
kehilangan
phytochemicals dan antioksidan yang
terkandung dalam sayur dan buah
tersebut. Selain itu, pengukusan akan
menghabiskan
sedikit
waktu
dibandingkan dengan blansing secara
konvensional karena koefisien pindah
panas kondensasi uap lebih besar
dibandingkan dengan air panas dan
terbukti relatif lebih ekonomis karena
menghemat energi.
KESIMPULAN
Cara yang paling baik untuk
mencegah pencoklatan enzimatis yaitu
metabisulfit
dan
mempertahankan
tekstur sebaik mungkin pada sayuran
dan
buah-buahan
yaitu
dengan
perendaman karena dapat menghasilkan
warna yang tidak menjad kecoklatan.
sampel sayuran yang paling sensitif
terhadap reaksi pencoklatan enzimatis
yaitu terung.
DAFTAR PUSTAKA
Eskin, N. A. M., H. M. Henderson, dan
R.
J.
Townsend.
1971.
Biochemistry of Foods. Academic
Press, New York.
Friedman, M. (1996). Food
browning
and its prevention: an
overview.
Journal
of
Agricultural
and
Food
Chemistry, 44, 631–653
Hulme, C. 1991. Food Additive Guide.
Jhon Willey and Sons, New York.
Koswara, S. 1991. Kontrol Terhadap
Reaksi
Browning
dalam
Pengolahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Lisinska, G. and W. Leszczynski. 1989.
Potato Science and Technology.

Elsevier Science Publishers, New
York.
Margono, T dkk. 1993. Buku
Panduan
Teknologi Pangan. Pusat
InformasiWanitadalamPem
bangu
nan PDII-LIPI, Jakarta.
Martin, P. 1994. Food Science and
Technology.
Instructional
Materials Laboratory, Columbia.
Shahidi, F. and M. Naczk. 1995. Food
Phenolics. Technomic Publ. Co.
Inc., USA.
Starovicova, M. 2014. Enzymatic
Browning.
Available
at:
http://www.foodinfo.net/uk/colour/enzymaticbrow
ning.htm
Tjahjadi, dan Marta. 2014. Pengantar
Teknologi Pangan (Volume I).
Jurusan
Teknologi
Industri
Pangan.
Fakultas
Teknologi
Industri Pertanian. Universitas
Padjajaran. Jatinangor
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia
dan Teknologi Pascapanen. PAU
Pangan dan Gizi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Whitaker, J. R. 1994. Principles of
Enzymologi for the Food Science.
Marcel Dekker. Inc. New York.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan
Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.