Partai Politik dan Sistem Kepartaian (1)

DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

...............................................................................2

A. Latar Belakang

...............................................................................2

B. Rumusan Masalah

...............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

...............................................................................3

A. Pengertian Partai Politik


...............................................................................3

B. Fungsi Partai Politik

...............................................................................5

1. Sarana Komunikasi Politik

...............................................................................5

2. Sarana Sosialisasi Politik

...............................................................................6

3. Sarana Rekrutmen Politik

...............................................................................7

4. Pengatur Konflik


...............................................................................8

C. Kepartaian di Indonesia

...............................................................................9

BAB III PENUTUP

.............................................................................12

A. Kesimpulan

.............................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

0

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Partai Politik merupakan sarana bagi warga Negara untuk turut serta atau berpartisipasi
dalam proses pengelolaan Negara. Selain itu juga partai politik telah menjadi ciri pentig
politik modern, bahkan menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari system politik, baik
yang demokratis maupun yang otoriter sekalipun.
Dewasa ini memang partai Politik sudah sangat akrab ditelinga kita maupun lingkungan
kita.Sebagai lembaga Politik, partai bukan sesuatu yang dating dengan sendirinya
ada.Kelahirannya mempunyai sejarah yang cukup panjang, meskipun juga belum cukup tua.
Di Indonesia sendiri telah menganut Demokrasi tentu suatu yang harus ada yaitu dengan
Partai Politik, sehingga sudah tidak jarang mendengar partai Politik. Namun sepertinya hanya
mengerti sekilas apa yang dinamakan dengan Partai Politik, tidak dengan mengenai Fungsi
dari Partai Politik itu.
Akibat dari ketidak tahuan itu, masyarakat banyak yang hanya memilih-milih pemimpin,
namun tidak dingar aspirasi rakyatnya, oleh karena untuk sebagai penambah pengetahuan
kita, penulis akan mencoba menjelaskan tentang Partai Politik di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, penulis akan menjelaskan :
1. Apa Pengertian Partai Politik…?
2. Apa Fungsi Partai Politik…?
3. Bagaimana Sistem kepartaian di Indonesia…?


1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Partai Politik
Partai Politik berangkat dari anggapan bahwa membentuk wadah organisasi mereka bisa
menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi
mereka bisa dikonsolidasikan.Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam
pembuatan dan pelaksanaan keputusan.
Secara etimologis, menurut Lacia Marzuki, kata Partai berasal dari bahasa latin yaitu
parsyang berarti bagian. Karena hanya suatu bagian, membawa konsekuensi pengertian
adanya bagian-bagian lain. Oleh karena itu apabila hanya terdapat satu Partai dalam suatu
Negara berarti tidak sesuai makna etimologis dari Partai itu sendiri1.
Sedangkan menurut Undang-undang no 2 tahun 2011 pasal 1 no 1 menyebutkan bahwa :
Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok
warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan, kehendak, dan cita-cita
untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa, dan
Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan

pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Dan masih banyak sekali pengertian tentang Partai Politik itu sendiri, akan tetapi secara
umum dapat dikatakan bahwa Partai Politik adalah kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini
ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan
programnya2. Namun Partai Politik baru dapat dikatakan organisasi Politik apabila memiliki
lima ciri umum atau fundamental, yaitu:
1. Berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas
2. Terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, yang dengan sengaja bertindak bersamasama untuk mencapai tujuan-tujuan partai
3. Masyarakat mengakui bahwa partai Politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk
mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka
4. Beberapa tujuan diantaranya mengembangkan aktivitas-aktivitas partai bekerja melalui
mekanisme “Pemerintahan yang mencerminkan pilihan rakyat”

1 M.Ali Syafa’at. Pembubaran Partai Politik, Rajawali:Jakarta, 2011, Hal 30
2 Prof.Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet IX, Gramedia:Jakarta, 2013, Hal 404

2

5. Aktivitas inti partai adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan public3.
Selain ciri-ciri diatas, apabila membicarakan Partai Politik, menurut Lapalombara dan

Weiner, seperti dikutip oleh Miriam Budiardjo, yang dimaksudkan, bukan organisasi Politik
apabila yang mempunyai hubungan terbatas dan kadang-kadang saja dengan Partai Politik
ialah organisasi yang mempunyai kegiatan secara berkesinambungan. Dalam kata lain, masa
periode hidupnya tak tergantung pada masa jabatan atau masa hidup para pemimpinnya.
Kemudian, organisasi yang terbuka dan permanen tidak hanya berada ditingkat pusat, tetapi
juga berada ditingkat local. Partai pemimpin ditingkat pusat dan local memiliki keinginan
kuat untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam rangka membuat keputusan
Politik secara sendiri maupun berkoalisi dengan Partai lain, dan melakukan kegiatan mencari
dukungan dari para pemilih melalui Pemilihan Umum (Pemilu) atau cara-cara lain untuk
mendapatkan dukungan umum.
Dengan demikian, dari sudut pandang kedua ilmuan tersebut, ciri-ciri umum Partai Politik
adalah4 :
1.
2.
3.
4.
5.

Berakar dalam masyarakat local
Melakukan kegiatan secara terus menerus

Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan
Ikut serta dalam Pemilihan Umum (Pemilu)
Ideologi sebagai pemersatu
Jadi, berdasarkan gambaran ciri-ciri Partai Politik yang dikemukakan tadi, maka

sesungguhnya tidaklah mudah bagi kita untuk mendirikan Partai Politik, kalau tidak memiliki
kemampuan untuk memenuhi ciri-ciri tersebut. Artinya, suatu Organisasi Politik baru dapat
dikalaim atau dikatakan Partai Politik bila “merupakan sekelompok orang yang terorganisasi
dan berakar dalam masyarakat local dengan memiliki tujuan dan beraktifitaskan menyeleksi
kandidat pejabat public yang berkesinambungan5”.
B. Fungsi Partai Politik
Setiap keberadaan organisasi Politik, tentunya memiliki struktur dan setiap struktur
memiliki fungsi. Begitupun Partai Politik, sebagai kerangka system politik tentunya memiliki
3AA.Sahid Gatara,Fh,M.Si,Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Pustaka Setia:Bandung, 2008, Hal
190
4Ibid, hal 191
5Ibid

3


struktur yang melahirkan fungsi-fungsi. Fungsi-fungsi inilah yang menentukan eksis atau
tidaknya suatu partai Politik.Selain itu, fungsi juga parameter bagi identitas dan kredibilitas
partai politik ditengah-tengah kompetisi politik masyarakat.Hal ini juga menjadi kunci
apakah keberadaan Partai Politik disukai atau tidak oleh masyarakat lingkungannya6.
Dari fungsipun akan berbeda satu sama lain, hal itu dikarenakan beragamnya system
Politik yang dijalankan oleh Negara-negara lain. Di Negara Demokrasi tentu akan berbeda
dengan fungsi Partai Politik di Negara Otoriter, hal itu karena perbedaan pandangan sehingga
berimplikasi terhadap fungsi Partai Politik itu sendiri dimasing-masing Negara. Di Negara
Demokrasi Partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat
kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingan dihadapan penguasa7.
Berikut fungsi-fungsi Partai Politik di Negara Demokrasi menurut para ahli, sebagai
berikut :
1. Sebagai Sarana Komunikasi Politik
Di masyarakat modern yang luas dan komplek, banyak ragam pendapat dan
aspirasi yang berkembang. Pendapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan
hilang tak terbekas seperti suara dipadang pasir, apabila tidak ditampung dan digabung
dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan
penggabungan kepentingan. Sesudah digabungkan, pendapat atau aspirasi tadi diolah dan
dirumuskan kedalam bentuk yang lebih teratur. Proses ini dinamakan perumusan

kepentingan.
Setelah itu partai politik merumuskan menjadi usul kebijakan.Usul kebijakan itu
dimasukan kedalam program atau platform partai untuk diperjuangkan atau disampaikan
melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum8.fungsi ini
dinamakan sebagai “Broker of Idea”.Dan bagi Partai yang sedang memerintah berfungsi
sebagai Instrumen kebijakan.Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat
disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik9.
Disisi lain Partai Politik juga berfungsi memperbincangkan dan menyebarluaskan
rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan demikian terjadi arus
informasi dan dialog dua arah, dari atas kebawah atau dari bawah keatas. Dari pada itu
Partai Politik memainkan peran sebagai penghubung antara yang memerintah dan yang
6Ibid, Hal 191
7 Prof.Miriam Budiardjo, Op.Cit. Hal 405
8Ibid. Hal 406
9 Dr. M.Ali Syafa’at. Op.Cit. Hal 67

4

diperintah. Peran Partai sebagai jembatan sangat penting, karena disatu pihak kebijakan
pemerintah perlu dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan dipihak lain

pemerintah harus tanggap terhadap tuntutan masyarakat10.
Dalam menjalankan fungsi inilah Partai Politik sering disebut sebagai perantara
(broker)dalam suatu bursa ide-ide.Kadang-kadang juga dikatakan bahwa Partai Politik
bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, sedangkan bagi warga mayarakat
sebagai “pengeras suara”.
2. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik
Dalam Ilmu Politik sosialisasi Politik diartikan sebagai suatu proses yang
melaluinya seorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena Politik, yang
umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Dengan hal itu Sosialisasi Politik
merupakan cara untuk memperkenalkan nilai-nilai Politik, sikap dan etika Politik yang
berlaku atau yang dianut oleh Negara. Pada tahap ini terjadi proses penanaman nilai-nilai
kebijakan bermasyarakat atau prinsip kebijakan menjadi warga Negara yang efektif.
Agen-agen sosialisasi Politik terdapat 6 agen, yaitu keluarga, kelompok bermain atau
bergaul, sekolah, pekerjaan, media masa, dan kontak-kontak politik langsung11.
Karenanya proses Sosialisasi Politik berjalan seumur hidup, terutama dalam masa
kanak-kanak. Ia berkembang melaui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja,
pengalaman sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik. Ia juga
menjadi penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu dengan
generasi yang lain. Disinilah letaknya Partai Politik dalam memainkan peran sebagai
sosialisasi politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasi dilakukan melalui berbagai cara yaitu

media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader, penataran dan lain
sebgainya12.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi Politik Partai adalah upaya menciptakan citra
(Image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan
tujuan partai untuk menguasai pemerintah melalui kemenangan dalam pemilihan
umum.Karena itu patai harus memperoleh dukungan sluas mungkin, dan partai
berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan
partainya.

10 Prof.Miriam Budiardjo, Op.Cit. Hal 406
11Dr.Sahya Anggara, M.Si, Sistem Politik Indonesia, Pustaka Setia: Bandung, 2013. Hal 85
12 Prof.Miriam Budiardjo, Op.Cit. Hal 407

5

Ada lagi yang juga lebih tinggi nilainya apabila partai politik dapat menjalankan
fungsi sosialisasi politik yang satu ini, yakni mendidik angota-anggotanya menjadi sadar
akan tanggung jawabnya sebagai warga Negara dan menempatkan kepentingan sendiri
dibawah kepentingan nasional. Namun memang tak dapat disangkal adakalanya partai
mengutamakan kepentingan partai diatas kepentingan nasional.Loyalitas yang diajarkan
adalah loyalitas partai, yang melibihi loyalitas kepada Negara. Dengan demikian ia
mendidik pengikut-pengikutnya untuk melihat dirinya dalam konteks yang sangat sempit.
Padangan ini malahan dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak membuat integritas,
yang bagi Negara-negara bekembang menjadi begitu penting.
3. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik
Rekrutmen Politik berasal dari dua kata yaitu rekrutmen dan Politik.Rekrutmen
berarti penyeleksian dan politik berarti berurusan dengan Negara.Jadi rekrutmen Politik
adalah penyeleksian rakyat untuk melaksanakan urusan Negara13.
Fungsi ini berkaitan dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan
internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas.Untuk kepentingan
intrnalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, Karena hanya dengan kader
yang demikian dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit
menentukan pemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon
untuk masuk kebursa kepemimpinan Nasional14.
Selain untuk tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan mempeluas
dan memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha menarik orang sebanyakbanyaknya untuk menjadi angotanya. Cara ini juga untuk menjaring dan melatih caloncalon pemimpin yang kemudian nantinya calon-calon tersebut nantinya akan dipilih oleh
rakyat sebagai kepala pemerintahan baik pusat maupun daerah juga, hal itupun dipilih
melalui rekrutmen dan seleksi melalui partai Politik, baik yang berasal dari partai itu
sendiri maupun dari pihak ketiga.
Adapun berbagai cara untuk melakukan rekrutmen politik, yaitu melalui kontak
pribadi, persuasi, ataupun cara-cara yang lain.
4. Sebagai sarana Pengatur konflik
Salah satu konsekuensi dari system demokrasi adalah perluasan partisipasi
politik.Partisipasi tidak hanya dalam bentuk pemilihan dan aspirasi kebijakan, tetapi juga
13 Dr.Sahya Anggara, M.Si. Op.Cit. Hal 89
14Dr. M.Ali Syafa’at. Op.Cit. Hal 68

6

membuka peluang terhadap semua warga Negara untuk memerintah dalam jabatan
public.Peluang itu membuka kemungkinan terjadinya pertentangan atau konflik.Konflik
hanya dapat dikelola dengan baik jika terdapat aturan main dan pelembagaan kelompokkelompok social dalam organisasi partai politik.Tanpa adanya pengorganisasian,
partisipasi dapat berubah menjadi gerakan massal yang merusak sehingga perubahan
politik cenderung terjadi melalui revolusi atau kudeta, karena setiap perbedaan
menyimpan potensi konflik15.
Oleh karenanya, disini peran partai politik diperlukan untuk membantu
mengatasinya, atau sekurang-kurangnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat
negatifnya dapat ditekan seminimal mungkin.Elit partai politik dapat menumbuhkan
pengertian diantara mereka dan bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya,
Oleh karena itu Partai Politik menjalankan fungsi sebagai sarana pengelola konflik.

C. Kepartaian di Indonesia
Ada dua hal penting yang dapat kita simak, yakni pertama pemetaan perkembangan
partai-partai besar hasil pemenang setiap penyelenggara Pemilu di Indonesia.Kedua,
pemetaan keadaan kepartaian politik dalam periodesasi system politik Indonesia setiap
masanya.
Untuk konteks apakah partai politik di Indonesia setelah merdeka berkategorikan rasionl
atau aliran ideology? Jawabannya Ideologi, mengapa?
Karena partai politik di Indonesia pada saat itu senantiasa berpijak pada lima aliran besar,
meskipun dalam perjalanannya mengalami kembang-kempis. Aliran besar tersebut meliputi
Nasionalisme-radikal,

tradisionalisme-jawa,

Islam,

sosialis-democrat,

dan

komunisme.Kelima aliran besar ini pada pemilu 1955, cenderung mewarnai empat besar
pemenang pemilu, yakni PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Begitupun, partai peserta pemilu
lainnya, yakni Partai Sosialis Indonesia (PSI) representative alliran sosialis democrat, dan
Partai Indonesia Rakyat (PIR) represntatif aliran tradisionalisme jawa16.
Empat parpol yang berhasil mendulang suara besar dalam pergelaran Pemilu 1955 bisa
menemukan tempatnya masing-masing. PNI dengan suara 23,3% mencerminkan besarnya
dukungan dari kalangan pemilih yang berhaluan skuler, dan sebagaian besar diantaranya
merupakan kaum elit. Perolehan suara sebesar 20,9% Masyumi menginformasikan bahwa
15Ibid. Hal 69
16AA.Sahid Gatara,Fh,M.Si. Op.Cit. Hal 203

7

basis sosialnya berasal dari golongan pemilih yang elit dan islamis. Partai Nahdlatul Ulama
(NU) yang berhasil menggali suara sebesar 18,4% mengisyaratkan bahwa pemilihnya
merupakan kelompok berideologi Islam dari kalangan Populis. Sementara 15,4% suara Partai
Komunis Indonesia (PKI) berlatar belakang pemilih yang skuler dan sebagaian besar dari
komunitas populis17.
Dengan formasi empat Parpol diatas, karena tidak ada persinggungan ideology antara
kaum skuler (PNI dan PKI) dan Islam (Mayumi dan NU) terjadi perdebatan yang
berkepanjangan dalam rapat-rapat konstituante yang bermuara pada kegagalan badan ini
untuk menentukan dasar konstitusi Indonesia, apakah bersifat skuler atau Islam.
Atas dasar itulah, dimulai era Demokrasi Terpimpin, yang memuluskan langkah
Soekarno untuk mewujudkan “Imajinasi” Politiknya diwaktu muda, yakni menyinergiskan
tiga ideology sekaligus (Nasionalis, Islam, Komunis) dalam kendali ototritarianisme
kepemimpinannya.
Pelengseran Soekarno pada 1966 diikuti oleh kukuhnya kepemimpinan Soeharto
diharapkan merupakan pintu demokratisasi.Namun, harapan itu layu sebelum berkembang
justru periode awal pemerintahannya, Soeharto mengembangkan pemerintahan yang bersifat
terpribadikan secara ekstrim18.Karena pada Masa Orde Baru, pertumbuhan partai politik
dibatasi sebagai akibat instabilitas yang terus menerus pada masa demokrasi Parlementer
pada awal tahun 1955-an. Dalam hal ini partai politik dianggap sebagai masalah.Oleh karena
itu ruang geraknya dibatasi dan keberadaanya hanya sebagai alat legitimasi rezim yang
berkuasa Soeharto serta hanya menjadi alat simbolik penguasa untuk melanjutkan kekuasaan
yang otoriter.
Sehingga Pemilu yang berlangsung di era Soeharto (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997)
menjadi tidak menarik karena menggunakan system proporsional dan penyederhanaan Parpol
dalam peserta Pemilu menjadi hanya tiga Partai (Golkar, PDI, PPP).
Situasi semacam ini, partai Politik tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsinya selain
hanya sebagai alat mobilisasi massa terutama pada masa pemilihan umum. Namun, mereka
hamper tidak berperan penting dalam menyalurkan aspirasi dan kepentingan rakyat pada
system politik karena kedudukannya yang hanya sebagai kelompok marginal.Semua
keputusan politik penting dilakukan oleh militer dan birokrasi dalam lingkungan elit di

17Ibid. hal 204
18Ibid. Hal 204

8

tingkat pusat. Partai politik hamper tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam proses
pengambilan keputusan19.
Sedangkan pada masa reformasi, masyarakat diberi keleluasan untuk mendirikan partai
politik dengan ideology yang beragam.Terbukti pada tahun 1999 terdaftar 144 partai politik
yang terdaftar di Departemen Kehakiman.Kemudian tahun 2002 tumbuh menjadi 209, ada
juga menyebutnya 237 Partai.Dari semuanya itu tdak semuanya menjadi peserta pemilu.
Pada Pemilu 1999 hanya 48 partai, sedangkan Pemilu legislative tahun 2004 hanya 24
Partaiyang memenuhi mengikuti Pemilihan.
Persoalannya kini adalah apakah partai-partai politik telah memainkan peran penting
dalam system politik sebagaimana yang diharapkan.?.para pengamat tampaknya sepakat
bahwa partai-partai politik yang lahir sejak reformasi dicanangkan kurang mampu
melaksanakan fungsi politiknya dengan baik. Ini karena partai politik lebih berorientasi pada
merebutkan kekuasaan dari pada menjalankan fungsi-fungsinya.Bahkan, partai politik
dituduh berperan besar dalam melakukan amnesia politik terhadap kekerasan dimasa lampau,
dan ini terjadi karena beberapa hal berikut20.
1. Dalam tubuh partai politik mengalir deras semangat pragmatisme politik dan
oportunisme, bahkan pragmatisme telah tereduksi menjadi prevalence atau kelaziman
individu elite. Dalam situasi seperti ini, solidaritas dipahami dalam pengertian sempit,
yaitu semata-mata ikatan kepentingan dan bukan oleh alasan-alasan yang lebih luas. Hal
ini dapat dilihat dari maraknya koalisi Partai yang mempunyai Ideologi berbeda, bahkan
bertentangan dimasa lampau.
2. Masih adanya kesadaran keliru bahwa Partai adalah kesatuan orang dengan segala
kepentingan dan kepentingan elite yang dominan dimutlakan. Persoalan muncul ketika
kepentingan elite didahulukan dari kepentingan public.
3. Partai politik kurang mempunyai ketegasan dalam hal Ideologi. Dalam hal ini, partai
politik kurang menanamkan ideology terhadap kader-kadernya sehingga partai menjadi
akumulasi kepentingan politik yang tidak mempunyai platform yang jelas, atau visi dan
misi yang tepat sasaran.
4. Partai Politik sekarang lebih cenderung mempunyai sasaran jangka pendek dalam bentuk
perbutan kekuasaan lima tahun.
5. Secara empiris memang terdapat peremajaan partai Politik, tetapi actor-aktor yang berada
dibelakangnya sebenarnya adalah actor-aktor lama yang berkecimpung pada masa Orde
19Dr.Sahya Anggara, M.Si.Op.Cit. Hal 56
20Ibid. Hal 57

9

Baru sehingga format politiknya mengalami perubahan namun pendukung format
politiknya masih elite politik lama yang menggunakan jubbah reformasi. Oleh karenanya
dalam kondisi yang seperti ini sulit untuk melaksanakan fungsinya secara maksimal,
sehingga yang kemudian dirasakan adalah tidak adanya perbedaan atara era sebelumnya
dan setelah bergulirnya reformasi. Pluralitas jumlah partai politik pada kenyataannya
tidak sebanding dengan kemampuan merekadalam melakukan agregasi dan artikulasi
kepentingan public, yang juga sangat pluralistic.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Partai Politik adalah kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Yang muncul dari anggapan bahwa membentuk
wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa
sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Dengan begitu pengaruh
mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan
Yang memiliki struktur juga memiliki fungsi.sebagai kerangka system politik yaitu
sebagai komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengatur konflik.
Dalam perjalanan pada masa ke masa, Orde Lama Partai Politik lebih berpijak pada
ideologi-ideologi yang dipegangnya sangat kuat, sehingga kondisi seperti itu sering
terjadinya konflik dipemerintahan, kemudian pada masa Orde Baru, Partai Politik dituduh
sebagai sumber masalah yang terjadi pada masa Orde Lama, sehingga pada masa Orde Baru,
Partai politik dibatasi ruang geraknya, yang mengkibatkan kurang maksimalnya fungsifungsi partai politik serta tidak mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pengambilan
kebijakan-kebijakan pada masa ini.
Sedangkan pada masa reformasi, terbuka kebebasan dalam berpartai, artinya warga
masyarakat dipebolehkan mendirikan partai politik sendiri dengan ideology yang
diinginkan.Akan tetapi keterbukaan ini tidak menghasilkan yang memuaskan, karena Partai
sekarang cenderung lebih mementingkan Perebutan kekuasan dalam jangka pendek, serta
tidak mempunyai kejelasan dalam hal Ideologinya.

10

DAFTAR PUSTAKA

1. AA.Sahid Gatara,Fh,M.Si. 2008. Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Pustaka Setia :
Bandung.
2. Dr.Sahya Anggara, M.Si. 2013. Sistem Politik Indonesia, Pustaka Setia : Bandung.
3. M.Ali Syafa’at. 2011. Pembubaran Partai Politik, Rajawali : Jakarta.
4.

Prof.Miriam Budiardjo. 2013. Dasar-dasar Ilmu Politik, Cet IX, Gramedia:Jakarta.

11