Catalytic Cracking Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) Dengan Katalis Zeolit (ZSM-5) Menjadi Biofuel

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Penggunaan minyak bumi yang terus menerus, menyebabkan penipisan

cadangan minyak bumi di Indonesia. Sejak tahun 2004, Indonesia sudah menjadi
Negara pengimpor minyak netto karena kemampuan produksi dalam negeri tidak
dapat mengimbangi peningkatan konsumsi [1]. Sehingga, diperlukan pencarian
bahan bakar alternatif yang tidak hanya terbarukan tetapi juga ramah lingkungan.
Bahan bakar tersebut dapat diperoleh dari konversi minyak sayur atau minyak
hewani. yang disebut biodiesel dan biofuel.
Biodiesel tidak 100% renewable energy dan menghasilkan produk samping
gliserol sehingga hal ini menjadi kelemahan [9] Biodiesel hanya dapat digunakan
pada truk dan bus di Negara barat. Selain itu biodiesel hanya dapat digunakan
pada mesin diesel dan tidak pada mesin bensin. Sedangkan biofuel bersifat
renewable enargi biodegradable, tidak beracun, dapat digunakan pada mesin

diesel dan bensin [14, 28].
Salah satu bahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan Biofuel ialah

Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). Bahan ini berasal dari penyulingan Crude
Palm Oil (CPO). Jumlah PFAD adalah sekitar 4% dari pengolahan Crude Palm
Oil (CPO) dan sekitar 3,66 ton PFAD dihasilkan dari setiap 100 ton CPO [7].

PFAD tidak dapat disuling kembali karena biaya operasi yang tinggi. Dengan
mengkonversi PFAD menjadi bahan bakar, dapat menjadi peluang ekonomi dan
bermanfaat bagi lingkungan tanpa bersaing dengan pasar minyak nabati. Selain
itu, dapat dijadikan sumber energi alternatif dalam bentuk biofuel [33].
Biofuel dapat dihasilkan dengan beberapa metode yaitu dengan cara

pirolisis, gasifikasi, proses transesterifikasi, cracking dan lain-lain [2]. Di antara
metode ini, cracking telah banyak di gunakan para peneliti. Cracking dapat
dibedakan menjadi 3 yaitu catalytic cracking, hydro cracking dan thermal
cracking. Masing-masing Cracking ini memiliki pendukung untuk mencapai

reaksi. Proses thermal cracking membutuhkan suhu reaksi yang tinggi 6001000oC dan menyebabkan banyak masalah lingkungan. Proses hydro cracking

1

membutuhkan hydrogen yang mahal dan susah dikontrol. Sedangkan pada proses

catalytic cracking membutuhkan katalis. Penggunaan katalis menjadikan proses

cracking memerlukan temperatur relatif rendah dari 400-550 oC dan mengurangi
waktu reaksi [4,14].
Berbagai katalis telah diteliti untuk menghasilkan hidrokarbon dari minyak
nabati. Di antaranya katalis zeolit, logam oksida, tanah liat, silika, alumina dan
katalis sintesis. Dengan adanya katalis pada reaksi cracking dapat mendukung rute
tertentu dan dapat mengubah komposisi akhir produk [3]. Katalis heterogen
zeolite sintesis telah digunakan dalam berbagai reaksi organik seperti oksidasi,
hidroksilasi, dehidrogenasi, cracking dan sebagainya [4]. Beberapa sifat zeolite
yaitu :
1.

Dapat menyaring molekuler,

2.

Tingkat keasaman yang tinggi (sejumlah besar situs asam Bronsted dan
Lewis),


3.

Stabilitas terhadap termal,

4.

Mengarah pada pembentukan rantai pendek hidrokarbon linear, siklik,
alifatik dan senyawa aromatik [3,5].
Untuk meningkatkan keasaman dari zeolite, maka perlu dilakukan sintesa

zeolite. Salah satu tipe zeolite sintesis adalah zeolite HZSM-5. Thiam Leng Chew
[28] telah melakukan kalsinasi pada katalis NH4ZSM-5 CBV 5524G pada suhu
600 oC selama 6 jam. Kalsinasi ini bertujuan untuk memperbesar luas pori dan
mengubah struktur katalis NH4ZSM-5 menjadi asam yaitu HZSM-5. Sifat katalis
yang asam sangat diperlukan untuk reaksi cracking karena akan selektif. Katalis
ini memiliki rasio mol Si/Al 50 dan luas permukaan 425 m2/g. HZSM-5 memiliki
ukuran pori yang lebih kecil dari hidrokarbon C11, memiliki struktur tiga dimensi
dan bersifat organofil sehingga selektif untuk menghasilkan hidrokarbon dibawah
C11 [6]. Beberapa peneliti yang telah menggunakan katalis HZSM-5 untuk proses
cracking menghasilkan biofuel antara lain:


Giannakopoulou, et al.,2010 melakukan cracking secara batch dari 1 L
minyak sayur dan 500 g rapessed cake dengan katalis 1% wt HZSM-5, FeZSM-5
dan H-beta ZSM-5 selama 190 menit pada 350 oC dan 400 oC menghasilkan
biofuel dengan yield 50 %wt pada 400 oC pada katalis H-ZSM-5 [8].

2

Nurjannah Sirajudin, et al., 2013 melakukan catalytic cracking palm oli
dengan 2 tahap menggunakan fixed bed reactor menggunakan katalis HZSM-5
pada suhu 350-500 oC selama 120 menit. Dihasilkan biofuel terbaik pada suhu
450 oC dengan fraksi tertinggi gasoline 28,8 %, kerosene 16,7% dan minyak
diesel 1,2% [6]. Pada palm oil, cracking dilakukan 2 tahap cracking yaitu proses
primer pemecahan rantai karbon trigliserida (TG) menjadi asam karboksilat,
kemudian proses sekunder yaitu pemecahan rantai karbon asam karboksilat
menjadi hidrokarbon [3]. Hal ini menunjukkan cracking pada TG membutuhkan
waktu dan suhu yang lebih tinggi untuk mendapatkan fraksi gasoline yang lebih
tinggi.
Ooi Sang-Yean, et al., 2004 melakukan catalytic cracking Palm Fatty Acid
Distillate (PFAD) menjadi biofuel dengan HZSM-5 pada microreactor pada


kondisi suhu 400-450 oC dan weight hourly space velocity (WHSV) (2.5–4:5 h−1)
dengan katalis 6-10 fatty acid/katalis (1 gram). Catalytic carcking PFAD
menghasilkan produk cair organik yang kaya dengan fraksi gasoline. Hasil
optimum fraksi gasoline 47,6%wt pada WHSV 3,55/jam, suhu 450 oC dengan
rasio katalis 8 [33].
Komponen utama PFAD adalah asam lemak bebas (palmitat, oleic, linoleic,
stearic, myristic), juga mengandung gliserida dan substansi lainnya [11].

Komponen asam lemak bebas ini merupakan asam karboksilat yang memerlukan
satu tahapan cracking, hal ini memungkinkan pada rentang suhu 400-500 oC akan
menghasilkan fraksi biofuel (gasoline, kerosene dan diesel) yang lebih tinggi.
Berdasarkan uraian di atas, maka Teknologi Catalytic Cracking Palm
Fatty Acid Distillate (PFAD) menjadi Biofuel dengan katalis HZSM-5 tepat

digunakan.

1.2

PERUMUSAN MASALAH

Dari penjelasan diatas, bahwa proses catalytic cracking dapat berlangsung

antara temperatur 350 – 500 oC pada berbagai variasi waktu. Permasalahan dalam
penelitian ini adalah mendapatkan temperatur dan waktu yang sesuai dengan
proses catalytic cracking sehingga menghasilkan yield organic liquid product
(OLP) dan komposisi biofuel yang menggunakan katalis HZSM-5.

3

1.3

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan seperti berikut :
1. Untuk mengetahui hasil produk biofuel menggunakan reaksi tanpa
katalis dan katalis tanpa tanur
2. Untuk mendapatkan pengaruh suhu dan waktu operasi terhadap
komposisi dan komposisi biofuel dari organic liquid product.
3. Untuk mendapatkan kondisi terbaik (temperatur dan waktu) proses
catalytic cracking menggunakan katalis dilihat pada komposisi biofuel


yang dihasilkan.

1.4

MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian catalytic cracking yang diharapkan, yaitu :
1.

Dapat memberikan informasi tambahan bagi ilmu pengetahuan tentang
pemanfaatan Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) menjadi biofuel

2.

Dapat memberikan informasi tentang kondisi terbaik pada proses
catalytic cracking palm fatty acid distillate (PFAD) menggunakan

katalis ZSM-5.

1.5


RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Oleochemical dan Laboratorium

Analisa. Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan Sumatera Utara. Penelitian
ini dimulai dengan proses cracking pada reaktor Batch bertekanan (parr4848)
menggunakan variable tetap yaitu berat bahan baku 500 gr dan katalis ZSM-5
sebanyak 1 % dari bahan baku [8].

Adapun variable berubah dari penelitian dapat dilihat dari tabel 1.1.
Tabel 1.1 Variasi Penelitian Catalytic Cracking PFAD
Suhu (oC)

400

425

450

Waktu (menit)


90

120

150

4

475

Adapun analisa yang dilakukan pada komposisi OLP hasil catalytic
cracking. dengan alat gas kromatografi (GC) “Shimadzu” type GC 2010 plus

detector menggunakan flame ionized detector (FID). Selain dari pada itu
dilakukan juga analisa viskositas dan densitas pada komposisi biofuel yang
terbaik.

5