Analisis Laju Pendinginan pada Kulkas Thermoelektrik Super Cooler Dibandingkan Sistem Pendingin Konvensional Menggunakan Gas Freon
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Termoelektrik
2.1.1 Sejarah Singkat Termoelektrik
Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.
Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.
2.2 Efek-Efek Pendinginan Termoelektrik 2.2.1 Efek Seebeck
Efek Seebeck pertama kali diamati oleh dokter Thomas Johan Seebeck, pada tahun 1821, ketika ia mempelajari fenomena ini terdiri dalam produksi tenaga listrik antara dua semikonduktor ketika diberikan perbedaan suhu. Panas dipompa ke satu sisi pasangan dan ditolak dari sisi berlawanan. Sebuah arus listrik yang dihasilkan, sebanding dengan gradien suhu antara sisi panas dan sisi dingin. Perbedaan suhu dingin diseluruh converter menghasilkan arus searah ke beban menghasilkan tegangan terminal dan arus terminal. Tidak ada energi mencegah
(2)
proses konversi. Untuk alasan ini, pembangkit listrik termoelektrik diklasifikasikan langsung sebagai daya konversi.
Efek seebek terjadi ketika suatu logam dengan beda temperatur antara kedua ujungnya. Ketika logam tersebut di sambung, maka akan terjadi beda potensial diantara kedua ujungnya. Efek ini digunakan dalam aplikasi termokopel.
Gambar 2.1 Skema Efek Seebek pada suatu bahan
Koefisien seebeck (S) disebut juga daya termoelektrik, seperti pada persamaan berikut:
(2.1) Keterangan:
S = Koefisien seebeck [Volt/oK] = Potential termoelektri terinduksi [Volt]
T = Temperatur [oK]
2.2.2 Efek Joule
Perpindahan panas dari sisi dalam pendingin ke sisi luarnya akan mengakibatkan timbulnya arus listrik dalam rangkaian tersebut karena adanya efek seebeck, maka hal inilah yang dinamakan efek joule. Dalam hal ini sesuai dengan hukum ohm, efek joule dirumuskan pada persamaan berikut:
Qj = I2 . R (2.2) Keterangan:
Qj = Efek joule (panas joule) [Watt]
I = Arus [Ampere]
(3)
2.2.3 Efek Konduksi
Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke permukaan yang dingin. Perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduktivitas. Besarnya perambatan tersebut dinyatakan dalam persamaan:
qc = U.(Th-Tc) (2.3) Keterangan:
qc = Laju aliran panas [Watt] U = Konduktivitas thermal [Watt/oK] T1 = Temperatur hot junction [oK] To = Temperatur cold junction [oK]
2.2.4 Efek Peltier
Jean Charles Peltier pada tahun 1834 telah mendasari efek termoelektrik. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1834 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Pada saat arus mengalir melalui thermocouple, temperature junction akan berubah dan panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang lainnya akan membuang panas. Jika sumber arus dibalik, maka permukaan yang panas menjadi dingin dan sebaliknya. Gejala ini disebut efek peltier yang merupakan dasar pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa perpindahan panas sebanding terhadap arus yang mengalir. Persamaan dari efek adalah sebagai berikut:
(
2.4) Keterangan:= Koefisien peltier [Volt]
Q = Beban perpindahan panas dari junction [Watt]
Iab = Arus [Ampere]
(4)
2.2.5 Efek Thomson
Pada tahun 1854 seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Thomson mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat penyerapan atau pengeluaran panas bolak-balik dalam konduktor homogen yang terkena perbedaan panas dan perbedaan listrik secara simultan. Koefisien Thomson dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:
(2.5) Keterangan:
= Koefisien Thomson
Q = Beban perpindahan panas yang diserap konduktor [Watt]
I = Arus [Ampere]
= Perbedaan temperature [oK]
(H.J. Goldsmid, 1960)
2.3 Elemen Termoelektrik Peltier
Semikonduktor adalah bahan pilihan untuk termoelektrik yang umum dipakai. Bahan semikonduktor termoelektrik yang paling sering digunakan saat ini adalah
Bismuth Telluride (Bi2Te3) yang telah diolah untuk menghasilkan blok atau elemen yang memiliki karakteristik individu berbeda yaitu N dan P.
Bahan termoelektrik lainnya termasuk Timbal Telluride (PbTe), Silicon Germanium (SiGe) dan Bismuth-Antimony (SbBi) adalah paduan bahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu. Namun, Bismuth Telluride adalah bahan terbaik dalam hal pendinginan. Bismuth Telluride memiliki dua karakteristik yang patut dicatat. Karena struktur kristal, Bismuth Telluride sangat anisotropic. Perilaku anisotropic perlawanan lebih besar daripada konduktivitas termalnya. Sehingga anisotropic ini dimanfaatkan untuk pendinginan yang optimal. Karakteristik lain yang menarik dari Bismuth Telluride adalah kristal Bismuth Telluride (Bi2Te3) terdiri dari lapisan heksagonal atom yang sama. Termoelectrik dibangun oleh dua buah semikonduktor yang berbeda, satu tipe N dan yang lainnya tipe P. (mereka harus berbeda karena mereka harus memiliki kerapatan elektron yang berbeda dalam rangka untuk bekerja). Kedua semikonduktor
(5)
diposisikan paralel secara termal dan ujungnya digabungkan dengan lempeng pendingin biasanya lempeng tembaga atau aluminium.
Elemen termoelektrik merupakan semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang dihubungkan dalam suatu rangkaian listrik tertutup yang terdapat beban. Dari perbedaan suhu yang ada pada tiap junction ditiap semikonduktor tersebut akan menyebabkan electron berpindah dari sisi panas menuju sisi dingin.
Jika pada batang logam semikonduktor berlaku prinsip kedua efek (efek Seeback dan efek Peltier), batang semikonduktor dipanaskan dan didinginkan pada dua semikonduktor tersebut, maka electron pada sisi panas semikonduktor akan bergerak aktif dan memiliki kecepatan aliran yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisi dingin semikonduktor. Dengan kecepatan yang lebih tinggi pula, maka electron dari sisi panas akan mengalami difusi ke sisi dingin dan menyebabkan timbulnya medan elektrik pada semikonduktor tersebut.
Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelektrik cooler)
merupakan alat yang adapat menimbulkan perbedaan sushu antara kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya. Dalam hal ini refrigerasi, keuntungan utama dari elemen peltier adalah tidak adanya bagian yang bergerak atau cairan yang bersikulasi dan ukurannya kecil serta bentuknya sangat mudah untuk direkayasa. Sedangkan kekurangan dari elemen peltier ada pada faktor efisiensi daya yang rendah dan biaya perancangan sistem masih relatif mahal. Namun kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan elemen peltier yang lebih murah dan juga efisien. (Rio Wirawan, 2012)
Gambar 2.2 Penampang Termoelektrik
(6)
2.4 Prinsip Kerja Termoelektrik
2.4.1 Prinsip Kerja Termoelektrik Sebagai Pendingin
Modul pendingin termoelektrik bekerja berdasarkan efek Peltier akan berfungsi apabila arus listrik DC dialirkan pada satu atau beberapa pasangan semikonduktor tipe N dan tipe P.
Gambar 2.3 Proses Pemindahan Panas (Sumber : www.tellurex.com)
Gambar diatas menunjukan aliran elektron dari semikonduktor tipe P yang memiliki tingkat energi lebih rendah, menyerap kalor di bagian yang didinginkan lalu elektron mengalir menuju semikonduktor tipe N melalui konduktor penghubung yang permukaannya (Tc) akan mengalami penurunan temperatur.
Kalor yang diserap akan berpindah melalui semikonduktor bersamaan dengan pergerakan elektron ke sisi panas modul (Th). Pada kondisi ideal, jumlah kalor yang diserap pada sisi dingin dan dilepas pada sisi panas bergantung pada koefisien Peltier dan arus listrik yang digunakan. Pada saat dioperasikan jumlah kalor yang diserap pada sisi dinign akan berkurang dikarenakan dua faktor, yaitu kalor yang terbentuk pada material semikonduktor dikarenakan perbedaan temperatur antara sisi dingin dan sisi panas modul (conducted heat) dan Joule.
Heat yang nilainya akan sama dengan kuadrat dari arus listrik yang digunakan. Sehingga pada kondisi apapun kesetimbangan termal yang terjadi karena efek Peltier pada sisi dingin akan sama dengan jumlah kalor yang terbentuk pada semikonduktor dijumlahkan dengan 1 ½ Joule heat. Selain ukuran yang relatif kecil, modul termoelektrik memiliki keunggulan lain, yaitu :
(7)
a) Modul termoelektrik tidak memiliki bagian yang bergerak, sehingga untuk perawatan lebih mudah.
b) Pengujian usia pakai telah membuktikan bahwa modul termoelektrik bisa digunakan selama 100.000 jam.
c) Modul termoelektrik tidak memiliki kandungan chloroflourocarbons (CFC) atau material lainnya yang membutuhkan penambahan berkala.
d) Modul termoelektrik bisa dioperasikan pada lingkungan yang terlalu kecil bagi sistem pendingin konvensional.
Dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada modul termoelektrik, penggunaan termoelektrik saat ini telah melingkupi banyak area penggunaan, misalnya teknologi militer, ruang angkasa peraltan komersil dan industri.
2.4.2 Parameter Penggunaan Modul Termoelektrik
Setiap modul termoelektrik yang digunakan untuk aplikasi pendingin dikarakterisasikan kedalam beberapa parameter penggunaan yang menentukan pemilihan modul yang lebih akurat diantara banyak pilihan modul yang tersedia. Berikut beberapa parameter yang menjadi dasar pemilihan modul termoelektrik :
a) Jumlah kalor yang akan diserap oleh sisi dingin modul.
b) Perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin modul ketika beroperasi.
c) Arus listrik yang digunakan oleh modul. d) Tegangan listrik yang diugunakan oleh modul.
e) Temperatur tertinggi dan terendah lingkungan dimana modul beroperasi.
2.5 Sistem Pendingin Konvensional (Kulkas)
Semua berawal dari Hukum Termodinamika. Hukum Termodinamika berlaku untuk prinsip kerja lemari es. Seperti yang kita ketahui, energi panas selalu bergerak menuju ke daerah yang lebih dingin. Tetapi lemari es mengalirkan energi panas dari dalam ke udara yang lebih hangat di luar meskipun memiliki cara kerja yang berlawanan, prinsip kerja lemari es masih berhubungan erat dengan hukum
(8)
perpindahan kalor. Sebuah lemari es harus melakukan tugas untuk membalikkan arah normal aliran energi panas. Tugas itu melibatkan penggunaan energi yang bertujuan untuk memindahkan sesuatu, dan untuk melakukannya sebuah lemari es membutuhkan energi. Dalam kasus ini, energi itu disediakan oleh listrik.
Gambar 2.4 Proses Pendinginan Pada Kulkas
(Sumber: researchthetopic.wikispaces.com)
Kunci proses kulkas dan sistem pendingin lain agar dapat bekerja terdapat pada refrigeran. Refrigeran ialah zat semacam Freon yang bertitik didih rendah sehingga dapat memfasilitasi perubahan bentuk antara cair dan gas. Sebagai cairan, refrigeran berperan dalam penyerapan energi panas dari udara dingin di dalam lemari es untuk diubah menjadi gas.
Jadi pertama-tama, energi panas ditransfer ke dalam lemari es untuk menjadi cairan dingin yang melewati sebuah mesin evaporator. Lalu referigeran, yang sudah dibahas sebelumnya, menyerap energi panas agar menjadi lebih hangat lalu akhirnya berubah bentuk menjadi gas. Gas yang terbentuk sebelumnya, dialirkan melalui compressor agar cairan pendingin memiliki temperatur yang lebih tinggi. Refrigeran dengan suhu yang lebih tinggi tersebut selanjutnya mengalir melalui kondensor, dimana terjadi transfer energi panas ke kumparan pendingin kondensor. Akhirnya, refrigeran tersebut kehilangan energi panasnya dan berubah menjadi energi dingin kembali, serta mengalami peristiwa kondensasi menjadi cairan. Selanjutnya refrigeran masuk ke tabung Ekspansi, dimana merupakan tempat yang memiliki ruangan untuk menyebarkan cairan keluar dalam rangka menurunkan suhu menjadi lebih rendah. Cairan dingin hasil
(9)
refrigeran tersebut kemudian mengalir kembali ke evaporator. Selanjutnya siklus itu kembali berulang. (K.Handoko, 1981)
2.6 Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik
Bahan termoelektrik adalah semikonduktor yang merupakan benda padat atau logam yang mempunyai nilai-nilai diantaranya nilai resistansi konduktor dan isolator. Cold junction akan menyerap panas dari produk yang dikondisikan, bagian ini sama fungsinya dengan evaporator pada sistem pendinginan kompresi uap. Hot junction yang mengeluarkan atau membuang panas ke luar, bagian ini sama fungsinya dengan kondenser. Sama halnya dengan kondenser yang menggunakan sirip-sirip untuk mempercepat pembuangan panas nya, termoelektrik pada sisi hot junction juga dtambahkan dengan heat sink untuk mempercepat proses pembuangan panas. Proses pembuangan panas di sini juga dimanfaatkan untuk memanaskan air, supaya energi panasnya tidak terbuang begitu saja. Sumber arus searah pada termoelektrik sama fungsinya dengan kompresor pada sistem kompresi uap. Pengeluaran dan penyerapan panas hanya terjadi pada kedua sisi junction, besarnya kalor yang diserap dan dikeluarkan adalah sebagai berikut:
Qo = 2.α. Tc .I – I2 (R/2) – k (Th – Tc) (2.6)
Q1 = 2α . Th .I – K. ∆T + ½ . I2.R (2.7)
Keterangan:
Qo = Besar kalor yang diserap [Watt] Q1 = Besar kalor yang dilepas [Watt]
∆T = Perbedaan temperature [oK]
2α = Kekuatan termoelektrik dari 2 material [Volt/oK]
R = Tahanan total [Ohm]
K = Konduktifitas thermal dari 2 material [Watt/oK]
I = Arus yang mengalir [Ampere]
Th = Temperatur hot junction [oK] Tc = Temperatur cold junction [oK]
(10)
2.6.1 Beban Pendinginan
Beban pendinginan yang dimaksud dalam analisis ini adalah beban panas yang berasal dari produk yang didinginkan dan beban panas dari luar yang harus diatasi oleh sistem untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban pendinginan dari suatu ruangan akan menentukan kapasitas dari mesin pendingin yang digunakan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung beban pendinginan dari suatu ruangan pendingin yaitu, perbedaan temperatur ruangan yang akan dikondisikan dengan tempertur luar, struktur bahan yang dipakai dalam perancangan, produk yang akan didinginkan,serta hal-hal lainnya yang mempengaruhi beban pendinginan.
2.6.2 Beban Panas dari Luar
Beban panas dari luar berasal dari konduksi udara luar dengan dinding. Besarnya beban panas dari luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
. . ∆ (2.8) Keterangan :
Q = Jumlah panas yang dipindahkan (Watt) A = Luas Permukaan (m2)
U = Angka koefisien perpindahan panas (Watt/ m2.0C)
∆t = Perbedaan temperatur (0C)
Harga koefisien perpindahan panas total (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
⋯
" #
(2.9)
Keterangan:
U = Harga koefisien perpindahan panas [Watt/m2.oC] k1,k2,..kn = Konduktivitas thermal material [Watt/m.oC]
x = Tebal material [m]
(11)
Nilai $1 adalah 1,65 BTU/h = 9,27 Watt/m2.oC
$0 = Koefisien lapisan udara bagian luar [Watt/cm2.oC] Nilai $0 adalah 4 BTU/h = 22,7 Watt/m2.oC
(Roy. J. Dossat, 1978)
2.6.3 Beban Panas Dari Dalam
Beban panas dari dalam ruangan merupakan beban panas yang harus dibuang dari ruangan tersebut untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban panas dari dalam ruangan berasal dari panas produk yang didinginkan. Panas produk adalah beban panas yang harus dibuang untuk mencapai temperatur produk sesuai dengan yang telah ditentukan. Beban panas dari produk dapat dibagi menjadi 2, yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Perancangan ini beban panas produk hanya berasal dari beban panas sensible yaitu panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur tanpa terjadinya perubahan wujud. Udara didalam ruangan dianggap 27oC dan air dikondisikan untuk mencapai temperatur -21oC.
Beban panas sensibel produk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
'. (. ∆ (2.10) Keterangan:
Q = Jumlah panas yang dipindahkan [kj]
m = Berat produk [kg]
c = Panas spesifik [kj/kg.oC]
∆T = Perbedaan temperatur [oC] (Roy. J. Dossat, 1978)
2.6.4 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang cara untuk meramalkan perpindahan (distribusi) energi berupa panas yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara benda atau material. Perpindahan panas dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
(12)
Perpindahan panas secara konduksi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi pada benda atau medium yang diam (padat) bertemperatur tinggi ke bagian benda yang bertemperatur rendah atau terdapat gradien temperatur pada benda tersebut. Rumus dasar perpindahan panas secara konduksi adalah :
Q −+ , ∆
- (2.11)
Dimana:
Q = laju perpindahan panas (Watt)
K = konduktivitas panas (W/m.0C)
A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2)
∆T = beda temperatur (0C) x = ketebalan bahan (m)
Perpindahan panas konveksi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi karena terdapat aliran fluida. Persamaan dasar perpindahan panas konveksi adalah :
Q = h.A. (Tw – Ta) (2.12) Dimana:
Q = laju perpindahan panas (Watt)
h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2)
Tw = temperatur permukaan benda (0C)
Ta = temperatur fluida (0C)
Perpindahan panas radiasi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi melalui pancaran gelombang cahaya dari suatu zat ke zat yang lain tanpa zat perantara. Untuk menghitung besarnya panas yang dipancarkan yaitu menggunakan rumus :
Q = e AT 4 s (2.13) Dimana:
Q = panas yang dipancarkan (Watt)
ε = emisivitas permukaan benda (0 s.d. 1) A = luas perpindahan panas (m2)
(13)
T = temperatur permukaan benda (K)
σ= konstanta Stefan Boltzmann (W/m2.K4)
Untuk benda hitam sempurna nilai emisivitasnya (ε) adalah 1 dan besar nilai σ =
5,67.10-8 W/m2.K4 (Holman J.P, 1995)
2.7 Mikrokontroler Atmega 8535
Mikrikontroler merupakan sebuah single chip yang didalamnya telah dilengkapi CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Acces Memory), ROM (Read Only Memory), input dan output, time/counter, serial comport secara spesifik digunakan untuk aplikasi-aplikasi control dan aplikasi serbaguna. Mikrokontroller umumnya bekerja pada frekuensi 4MHz – 40MHz. Perangkat ini sering digunakan untuk kebuthan kontrol tertentu seperti pada sebuah penggerak motor. ROM (Read Only Memory), yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu daya. Sesuai dengan keperluannya, sesuai dengan susunan MCS-51. Memori penyimpanan program dinamakan sebagai memory program. RAM ( Random Acces Memory) isinya akan begitu sirna jika IC kehilangan catu daya dan dipakai untuk menyimpan data ini disebut sebagai memori data.
ATMEGA 8535 memiliki dua jenis memori, yaitu program memory dan data memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM memory untuk penyimpanan data. ATMEGA 8535 memiliki On-Chip In-System Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan memori. Untuk alasan keamanan, program memory dibagi menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section
dan ApplicationFlash Section. Boot Flash Section digunakan untuk menyimpan program Boot Loader, yaitu program yang harus dijalankan pada saat AVR reset atau pertama kali diaktifkan.
Aplication Flash Section digunakan untuk menyimpan program aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini sebelum menjalankan program Boot Loader. Besarnya memory Boot Flash Section dapat diprogram dari 128 kata sampai 1024 kata tergantung setting pada konfigurasi bitdi register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program pada Aplication Flash Section juga sudah aman. Pada ATMEGA8535. Terdapat 608 lokasi address data memori, 96 lokasi address digunakan untuk register file dan
(14)
I/O register terdiri dari 64 register. ATMEGA 8535 memiliki EEPROM 8 bit sebesar 512 byte untuk menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan system address register, data register dan control register yang dibuat khusus untuk EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF. (Widodo,B. 2008)
2.8 Interface MAX-232
Interface MAX-232, atau yang juga di kenal sebagai RS-232 merupakan suatu interface yang menghubungkan antara terminal data dari suatu peralatan dan peralatan komunikasi data yang menjalankan suatu pertukaran data biner secara serial. RS 232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi periperal ke periperal. Biasa juga disebut dengan jalur I/O (input/output). Contoh yang paling sering ditemui adalah koneksi antara komputer dan modem, atau komputer dengan mouse atau komputer dengan komputer, semua biasanya dihubungkan lewat jalur port serial RS232. Standar ini menggunakan beberapa piranti dalam implementasinya. Paling umum yang dipakai adalah plug/konektor DB9 atau DB25. Untuk RS232 dengan konektor DB9, biasnya dipakai untuk mouse, modem, kasir register dan lain sebagainya, sedang yang konektor DB25, biasanya dipakai untuk joystik game.
Standar RS 232 ditettapkan oleh Electronic IndustryAssociation and Telecomunication Industry Association pada tahun 1962. Nama lengkapnya adalah EIA/TIA-232 Interface Between Data Terminal Equipment and Data Circuit Terminating Equipmen Employing Serial Binary Data Interchange. Port Seial RS232 juga mempunyai fungsi yaitu untuk menhubungi/koneksi dari perangkat yang satu dengan perngkat yang lain, atau peralatan standard yang menyangkut komunikasi data antara komputer dengan alat-alat pelengkap komputer. Standard RS-232 mendefenisikan kecepatan 256 kbps atau lebih rendah dengan jarak kurang dari 15 meter, namu belakangan ini sering ditemukan jalur kecepatan tinggi pada komputer pribadi dan dengan kabel berkualitas tinggi, jarak maksimum juga ditingkatkan secara signifikan. Dengan susunan pin khusus yang disebut null modem cable, standar RS-232 dapat juga untuk komunikasikan data antara dua komputer secara langsung.
(15)
Karakteristik elektris yang dimilki EIA-232 menspesifikasikan bahwa untai-untai tak seimbang digunakan dengan tegangan positif antara +3 sampai +25V. pada tegangan ini isyarat dikenal sebagai biner 0 atau ON atau space. Sedangkan tegangan -3 sampai -25 v menyatakan biner 1 dan keadaan OFF atau
Mark. Sedangkan tegangan antara -3 sampai +3 V disebut sebagai daerah transisi yang besaran tegangannya tidak berlaku atau invalid. Beberapa sinyal beserta fungsinya yang terdapat pada RS-232 yaitu :
• Pin1 (Shield), dapat dihubungkan dengan casis peratalatan dan diutamakan untuk menggunakan kabel dengan shield (pelindung) karena dengan demikian akan dapat mengurangi interferensi pada lingkungan yang banyak noise. Sinyal ini disebut juga dengan protective ground (Gnd). • Pin 2 (Transmitted Data) , digunakan sebagai pengirim sinyal dari Data
Terminal Equipment (DTE) menuju ke Data Communication Equipment (DCE)
• Pin 3 (Received Data), digunakan oleh DTE untuk menerima sinyal dari DCE. Jadi sinyal dikirim dari DCE melalui terminal ini.
• Pin 4 (Request to Send atau RTS), digunakan oleh DTE untuk membangkitkan gelombang carrier dari modem.
• Pin 5 (Clear to Send atau CTS), biasanya dihubungkan secara langsung dengan RTS untuk transmisi secara langsung 2 PC yang menggunakan
Cross-cable. Pada penerapan ini antara RTS dan CTS ditambahkan timer agar delay dapat diatur dengan besar tertentu untuk menghidupkan gelomang carrier pada DCE.
• Pin 6 (Data Set ready atau DSR), berfungsi untuk memberikan sinyal yang menyatakan modem dalam keadaan siap dipergunakan. Jika sinyal ini diberikan maka modem dalam keadaan menyala dan tidak sedang melakukan self-testing.
• Pin 7 ( Signal Ground), merupakan ground sinyal referensi bagi semua sinyal atau semua pin yang ada (data, timing, control-signal)
• Pin 8 (Data Carrier Detect), digunakan untuk menghasilkan sinyal yang mampu mendeteksi danya sinyal pada saluran yang dapat diterima. Sinyal ini diperlukan oleh DTE sebelum mengirimkan atau menerima data.
(16)
• Pin 9 dan 10 (reserve for testing), sebagai pin cadangan untuk melakukan testing
• Pin 11 (unassigned)- tidak ditetapkan dengan pasti
• Pin 12,13,14,16 dan 19 (secondary channel), merupakan saluran sinyal sekunder. Secondary channel biasanya melewatkan sinyal pada arah yang berlawanan dan pada kecepatan transfer data yang rendah.
• Pin 15 dan 17 (Transmitter/receiver signal element timing), digunakan oleh modem yang bekerja dengan metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit timing. Pin 15 untuk pengontrolan transmitter bit timing dan pin 17 untuk receiver bit timing.
• Pin 20 (Data Terminal Ready), sinyal DTR dapat dipakai untuk memaksa DCE untuk segera bereaksi karena terdapatnya indicator panggilan agar segera menjawab panggilan tersebut. Hal ini sangat penting artinya, terutama jika modem berda pada posisi auto-answer.
• Pin 21 (Remote Loopback) digunakan untuk menandakan bahwa kualitas gelombang carrier diterima dalam kondisi yang cukup atau tidak terlalu lemah.
• Pin 22 ( Ring Indikator), untuk memberikan sinyal yang mengidinkasikan bahwa DCE memberitahu DTE akan adanya sinyal dering (ringing) pada telepon. Sinyal ini mampu mendeteksi besarnya teganga dering yang kemudian dikirm ke DTE dan diteruskan ke modem untuk menjawab panggilan lewat oin ini.
• Pin 24 (Transmit Signal Element Timing), pin ini digunakan oleh modem yang bekerja pada metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit timing.
• Pin 25 (Test Mode), digunakan untuk memberikan sinyal pengetesan. (Eko Agfianto,P.2002)
(17)
2.9 Sensor Suhu IC LM35
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature sensor seperti pada gambar 2.1
Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor
IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan.
LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek, karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus. LM35 tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C pada temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35 dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C
(18)
pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).
2.10 Liquid Crystal Display (LCD)
LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah jenis LCD M1632. LCDM1632 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya rendah. M1632 adalah merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya yang rendah. Kegunaan LCD banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan mikrokontroler. LCD dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. Gambar 2.12 berikut ini adalah Pin LCD M1632.
Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display
Sebagaimana terlihat pada kolom deskripsi (symbol and functions), interface LCD merupakan sebuah parallel bus, dimana hal ini sangat memudahkan dan sangat
(19)
cepat dalam pembacaan dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang ditampilkan sepanjang 8 bit dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu. Jika mode 4 bit yang digunakan, maka 2 nibble data dikirim untuk membuat sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock EN setiap nibblenya). Gambar 2.12 berikut adalah contoh LCD (2×16) yang umum digunakan :
Gambar 2.6 LCD M1632
Jalur kontrol EN digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller mengirimkan data ke LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset EN ke kondisi high (1) dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan R/W) atau juga mengirimkan data ke jalur data bus. Saat jalur lainnya sudah siap, EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat (tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS berada dalam kondisi low (0), data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS dalam kondisi high atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan ditampilkan dilayar.
Misal, untuk menampilkan huruf pada layar maka RS harus diset ke 1. Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data bus akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka program akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan hanya satu, yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan instruksi penulisan. Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W selalu diset ke 0. Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang dipilih pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6 dan DB7. Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode operasi primer.
(20)
Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi merupakan hal yang paling penting. Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika kecepatan menjadi keutamaan dalam sebuah aplikasi dan setidaknya minimal tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8 pin untuk data). Sedangkan mode 4 bit minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin untuk kontrol, 4 untuk data). Aplikasi dengan LCD dapat dibuat dengan mudah dan waktu yang singkat, mengingat koneksi parallel yang cukup mudah antara kontroller dan LCD. (Setiawan, 2011)
2.11 MOSFET
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) merupakan salah satu jenis transistor yang memiliki impedansi mauskan (gate) sangat tinggi (Hampir tak berhingga) sehingga dengn menggunakan MOSFET sebagai saklar elektronik, memungkinkan untuk menghubungkannya dengan semua jenis gerbang logika. Dengan menjadikan MOSFET sebagai saklar, maka dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan arus yang tinggi dan biaya yang lebih murah daripada menggunakan transistor bipolar.
Untuk membuat MOSFET sebagai saklar maka hanya menggunakan MOSFET pada kondisi saturasi (ON) dan kondisi cut-off (OFF).
Gambar 2.7 Kurva Karakteristik MOSFET 2.11.1 Wilayah Cut-Off (MOSFET OFF)
(21)
Pada daerah Cut-Off MOSFET tidak mendapatkan tegangan input (Vin = 0V) sehingga tidak ada arus drain Id yang mengalir. Kondisi ini akan membuat tegangan Vds = Vdd. Dengan beberapa kondisi diatas maka pada daerah cut-off ini MOSFET dikatakan OFF (Full-Off). Kondisi cut-off ini dapat diperoleh dengan menghubungkan jalur input (gate) ke ground, sehingga tidaka ada tegangan input yang masuk ke rangkaian saklar MOSFET. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Cut-Off
Karakeristik MOSFET pada daerah Cut-Off antara lain sebagai berikut.
1. Input gate tidak mendapat tegangan bias karena terhubung ke ground (0V) 2. Tegangan gate lebih rendah dari tegangan treshold (Vgs < Vth)
3. MOSFET OFF (Fully-Off) pada daerah cut-off ini. 4. Tidak arus drain yang mengalir pada MOSFET 5. Tegangan output Vout = Vds = Vdd
6. Pada daerah cut-off MOSFET dalam kondisi open circuit.
Dengan beberapa karakteristik diatas maka dapat dikatakan bahawa MOSFET pada daerah Cut-Off merupakan saklar terbuka dengan arus drain Id = 0 Ampere. Untuk mendapatkan kondisi MOSFET dalam keadaan open maka tegnagan gate Vgs harus lebih rendah dari tegangan treshold Vth dengan cara menghubungkan terminal input (gate) ke ground.
2.11.2 Wilayah Saturasi (MOSFET ON)
Pada daerah saturasi MOSFET mendapatkan bias input (Vgs) secara maksimum sehingga arus drain pada MOSFET juga akan maksimum dan membuat tegangan Vds = 0V. Pada kondisi saturasi ini MOSFET dapat dikatakan dalam kondisi ON
(22)
Gambar 2.9 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Saturasi
Karakteristik MOSFET pada kondisi saturasi antar lain adalah : 1. Tegangan input gate (Vgs)
2. tinggi Tegangan input gate (Vgs) lebih tinggi dari tegangan treshold (Vgs>Vth)
3. MOSFET ON (Fully-ON) pada daerah Saturasi
4. Tegangan drain dan source ideal (Vds) pada daerah saturasi adalah 0V (Vds = 0V)
5. Resistansi drain dan source sangat rendah (Rds < 0,1 Ohm) 6. Tegangan output Vout = Vds = 0,2V (Rds.Id)
7. MOSFET dianalogikan sebagai saklar kondisi tertutup
Kondisi saturasi MOSFET dapat diperoleh dengan memberikan tegangan input gate yang lebih tinggi dari tegangan tresholdnya dengan cara menghubungkan terminal input ke Vdd. Sehingga MOSFET mejadi saturasi dan dapat dianalogikan sebagai saklar pada kondisi tertutup.
(1)
2.9 Sensor Suhu IC LM35
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature sensor seperti pada gambar 2.1
Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor
IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan.
LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek, karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus. LM35 tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C pada temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35 dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C
(2)
pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).
2.10Liquid Crystal Display (LCD)
LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah jenis LCD M1632. LCDM1632 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya rendah. M1632 adalah merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya yang rendah. Kegunaan LCD banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan mikrokontroler. LCD dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. Gambar 2.12 berikut ini adalah Pin LCD M1632.
Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display
Sebagaimana terlihat pada kolom deskripsi (symbol and functions), interface LCD merupakan sebuah parallel bus, dimana hal ini sangat memudahkan dan sangat
(3)
cepat dalam pembacaan dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang ditampilkan sepanjang 8 bit dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu. Jika mode 4 bit yang digunakan, maka 2 nibble data dikirim untuk membuat sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock EN setiap nibblenya). Gambar 2.12 berikut adalah contoh LCD (2×16) yang umum digunakan :
Gambar 2.6 LCD M1632
Jalur kontrol EN digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller mengirimkan data ke LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset EN ke kondisi high (1) dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan R/W) atau juga mengirimkan data ke jalur data bus. Saat jalur lainnya sudah siap, EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat (tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS berada dalam kondisi low (0), data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS dalam kondisi high atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan ditampilkan dilayar.
Misal, untuk menampilkan huruf pada layar maka RS harus diset ke 1. Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data bus akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka program akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan hanya satu, yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan instruksi penulisan. Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W selalu diset ke 0. Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang dipilih pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6 dan DB7. Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode operasi primer.
(4)
Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi merupakan hal yang paling penting. Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika kecepatan menjadi keutamaan dalam sebuah aplikasi dan setidaknya minimal tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8 pin untuk data). Sedangkan mode 4 bit minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin untuk kontrol, 4 untuk data). Aplikasi dengan LCD dapat dibuat dengan mudah dan waktu yang singkat, mengingat koneksi parallel yang cukup mudah antara kontroller dan LCD. (Setiawan, 2011)
2.11MOSFET
MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) merupakan salah satu jenis transistor yang memiliki impedansi mauskan (gate) sangat tinggi (Hampir tak berhingga) sehingga dengn menggunakan MOSFET sebagai saklar elektronik, memungkinkan untuk menghubungkannya dengan semua jenis gerbang logika. Dengan menjadikan MOSFET sebagai saklar, maka dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan arus yang tinggi dan biaya yang lebih murah daripada menggunakan transistor bipolar.
Untuk membuat MOSFET sebagai saklar maka hanya menggunakan MOSFET pada kondisi saturasi (ON) dan kondisi cut-off (OFF).
Gambar 2.7 Kurva Karakteristik MOSFET 2.11.1 Wilayah Cut-Off (MOSFET OFF)
(5)
Pada daerah Cut-Off MOSFET tidak mendapatkan tegangan input (Vin = 0V) sehingga tidak ada arus drain Id yang mengalir. Kondisi ini akan membuat tegangan Vds = Vdd. Dengan beberapa kondisi diatas maka pada daerah cut-off ini MOSFET dikatakan OFF (Full-Off). Kondisi cut-off ini dapat diperoleh dengan menghubungkan jalur input (gate) ke ground, sehingga tidaka ada tegangan input yang masuk ke rangkaian saklar MOSFET. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.8 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Cut-Off
Karakeristik MOSFET pada daerah Cut-Off antara lain sebagai berikut.
1. Input gate tidak mendapat tegangan bias karena terhubung ke ground (0V) 2. Tegangan gate lebih rendah dari tegangan treshold (Vgs < Vth)
3. MOSFET OFF (Fully-Off) pada daerah cut-off ini. 4. Tidak arus drain yang mengalir pada MOSFET 5. Tegangan output Vout = Vds = Vdd
6. Pada daerah cut-off MOSFET dalam kondisi open circuit.
Dengan beberapa karakteristik diatas maka dapat dikatakan bahawa MOSFET pada daerah Cut-Off merupakan saklar terbuka dengan arus drain Id = 0 Ampere. Untuk mendapatkan kondisi MOSFET dalam keadaan open maka tegnagan gate Vgs harus lebih rendah dari tegangan treshold Vth dengan cara menghubungkan terminal input (gate) ke ground.
2.11.2 Wilayah Saturasi (MOSFET ON)
Pada daerah saturasi MOSFET mendapatkan bias input (Vgs) secara maksimum sehingga arus drain pada MOSFET juga akan maksimum dan membuat tegangan Vds = 0V. Pada kondisi saturasi ini MOSFET dapat dikatakan dalam kondisi ON
(6)
Gambar 2.9 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Saturasi
Karakteristik MOSFET pada kondisi saturasi antar lain adalah : 1. Tegangan input gate (Vgs)
2. tinggi Tegangan input gate (Vgs) lebih tinggi dari tegangan treshold (Vgs>Vth)
3. MOSFET ON (Fully-ON) pada daerah Saturasi
4. Tegangan drain dan source ideal (Vds) pada daerah saturasi adalah 0V (Vds = 0V)
5. Resistansi drain dan source sangat rendah (Rds < 0,1 Ohm) 6. Tegangan output Vout = Vds = 0,2V (Rds.Id)
7. MOSFET dianalogikan sebagai saklar kondisi tertutup
Kondisi saturasi MOSFET dapat diperoleh dengan memberikan tegangan input gate yang lebih tinggi dari tegangan tresholdnya dengan cara menghubungkan terminal input ke Vdd. Sehingga MOSFET mejadi saturasi dan dapat dianalogikan sebagai saklar pada kondisi tertutup.