Analisis Laju Pendinginan pada Kulkas Thermoelektrik Super Cooler Dibandingkan Sistem Pendingin Konvensional Menggunakan Gas Freon

(1)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 110801072

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 1108010872

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA

KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER

DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

MENGGUNAKAN GAS FREON

Kategori : SKRIPSI

Nama : HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR

Nomor Induk Mahasiswa : 110801072

Program Studi : Sarjana (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

(MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Desember 2015

Komisi Pembimbing : Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU

Ketua, Pembimbing,


(4)

ii

PERNYATAAN

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa dari ringkasan yang masing – masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2015

HENDRI PRONOTO BANJARNAHOR 110801072


(5)

PENGHARGAAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih karunianya dan berkat penyertaan Tuhan yang selalu senantiasa menjaga dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Sungguh Tuhan Maha kasih, Maha baik dan Maha murah hati. Terima kasih Tuhan buat kasihMu yang selalu meyertai aku dalam setiap pekerjaan dan sepanjang kehidupanku.

Dalam penyusunan tugas akhir ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun material. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Orang tua penulis, L. Banjarnahor dan R. Br Sitanggang saya ucapkan banyak terima kasih yang senantiasa membimbing, mendukung dan selalu memberikan penulis motivasi – motivasi yang sangat berguna dan membangun untuk saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan cepat. Dan terima kasih juga penulis ucapkan untuk setiap doa – doa yang diberikan kepada penulis.

2. Dr. Marhaposan Situmorang, selaku dosen pembimbing penulis juga yang telah banyak memberikan masukan dan saran juga kepada penulis dalam pengerjaan skripsi.

3. Drs. Kurnia Brahmana,M.si, selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, dukungan dan nasehat yang diberikan kepada penulis.

4. Dr. Marhaposan Situmorang, dan Drs Syahrul Humaidi, M.sc selaku ketua dan sekretaris Departemen FISIKA, serta seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen FISIKA yang selalu memperhatikan penulis terutama dalam proses perkuliahan di Departemen FISIKA FMIPA USU.

5. Tanoto Foundation melalui program Hibah Tanoto Awards yang telah membantu penulis dari dana ataupun materi sehingga penulis dapat menyelesaiakn penelitian ini dengan baik.

6. Abang saya, Danres Arwan Ranto Banjarnahor, dan adik – adik saya Shutryani Banjarnahor, Roslita Uli Banjarnahor, Windy Banjarnahor, dan


(6)

iv

Gomgom Parulian Banjarnahor yang selalu memberikan doa dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

7. Sahabat – sahabat seperjuangan saya Jansius Sitorus, Jepri Wandes Nababan, Jerri Simanjuntak, dan Rinto Pangaribuan yang selalu setia membantu dan menemani penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Teman – teman di PHYSICS PROLIX, Hendra Damos, David Hutajulu, Dosni Sipahuar, dan Parasian Simbolon, William, Russell, Togar, Randy, Trisno, Iwan, Ingot, Steven, Wahyu, Eman, Ilham, Fahmi, Simon, David DPL, Hendra Gabe, Hendra Nababan, Rusti, Dyana, Ancela, Juliana, Tabita, Nensi, Lilis, Widya, Putri, Henni, Rahel, Pesta, Lurani, Ita yang sudah saling memberikan semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini, “Semangat dan Jaya terus PHYSIC PROLIX”.

9. Abang kakak Alumni dan adik – adikku stambuk 2012, 2013, dan juga adik – adikku stambuk 2014, yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang luar biasa sehingga penulis lebih bersemangat lagi untuk menyelsaikan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang menbangun demi penyempurnaan isi dan analisa yang disajikan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.

Medan, Desember 2015

Hendri Pronoto Banjarnahor 110801072


(7)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

ABSTRAK

Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.


(8)

vi

ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE

THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON

ABSTRACT

It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component. Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan xi

Daftar Lampiran xii

Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Batasan Masalah 3

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 4

1.6. Metodologi Penelitian 4

1.7. Sistematika Penulisan 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Termoelektrik 6

2.1.1 Sejarah Singkat Termoelektrik 6

2.2 Efek–Efek Pendinginan Termoelektrik 6

2.2.1 Efek Seebeck 6

2.2.2 Efek Joule 7

2.2.3 Efek Konduksi 8

2.2.4 Efek Peltier 8

2.2.5 Efek Thomson 9

2.3 Elemen Termoelektrik Peltier 9

2.4 Prinsip Kerja Termoelektrik 11

2.4.1 Prinsip Kerja Termoelektrik Sebagai Pendingin 11

2.4.2 Parameter Penggunaan Modul Termoelektrik 12

2.5 Sistem Pendingin Konvensional (Kulkas) 12

2.6 Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik 14

2.6.1 Beban Pendingin 15

2.6.2 Beban Panas Dari Luar 15

2.6.3 Beban Panas Dari Dalam 16

2.6.4 Perpindahan Panas 16

2.7 Mikrokontroler Atmega 8535 18

2.8 Interface Max-232 19


(10)

viii

2.10 Liquid Crystal Display (LCD) 23

2.11 Mosfet 25

Bab 3 Perancangan Sistem 3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem 28

3.2 Perancangan Rangkaian Tiap Blok 29

3.2.1 Perancangan KOtak Pendingin Termoelektrik 29

3.2.2 Perancangan Peltier Dengan Heatsink 30

3.2.3 Rangkaian LCD 30

3.2.4 Rangkaian Power Suplay 32

3.2.5 Rangkaian Driver Regulator Arus 33

3.2.6 Rangakain Sensor Suhu 33

3.2.7 Rangkaian RS-232 35

3.2.8 Rangkaian Mosfet 35

3.2.9 Rangkaian Mikrokontroler ATMega 8535 37

Bab 4 Pengujian Dan Analisis Data 4.1 Komponen Pengujian dan Parameter Yang Diukur 38

4.2 Pengujian Power Supply 38

4.3 Pengujian Daya Terpasang Pada Sistem 39

4.4 Pengujian Driver Regulator Arus 40

4.5 Perhitungan Beban Pendinginan 41

3.5.1 Beban Panas Dari Luar 41

3.5.2 Beban Panas Dari Dalam 41

4.6 Skema Pengukuran Suhu 42

4.7 Pengujian Waktu Pendingin 43

4.7.1 Pengujian Waktu Pendinginan Ruangan Pendingin 43

4.7.2 Pengujian Waktu Pendinginan Beban 43

4.8 Pengukuran Penurunan Suhu 45

4.8.1 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 1 Liter Air 45

4.8.2 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 2 Liter Air 47

4.8.3 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 3 Liter Air 50

4.8.4 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 4 Liter Air 52

4.8.5 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 5 Liter Air 55

4.8.6 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 6 Liter Air 57

4.8.7 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 7 Liter Air 59

4.8.8 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 8 Liter Air 62

4.8.9 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 9 Liter Air 64

4.8.10 Penurunan Suhu Dengan Bebaan 10 Liter Air 67

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 70

5.1 Kesimpulan 70

5.2 Saran 71

Daftar Pustaka


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman Table 2.4 Fungsi Pin-Pin pada Liquid Crystal Display 23 Table 4.1 Hasil Pengujian Power Supply pada Lampu

Mobil Depan 60 Watt 39 Table 4.2 Hasil pengujian Daya Terpasang pada Komponen Peltier 40 Table 4.3 Hubungan Antara Waktu Pendingin Freon dan Pendingin


(12)

x

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema Efek Seebeck pada Suatu Bahan 7

Gambar 2.2 Penampang Termoelektrik 10

Gambar 2.3 Proses Pemindahan Panas pada Peltier 11

Gambar 2.4 Proses Pendinginan pada Kulkas 13

Gambar 2.5 Lm35 Basic Temperatur Sensor 22

Gambar 2.6 Bentuk LCD M1632 24

Gambar 2.7 Kurva Karakteristik Mosfet 25

Gambar 3.1 Desain Blok Diagram Sistem 28

Gambar 3.2 Rangkaian LCD Karakter 2x16 31

Gambar 3.3 Rangkaian Power Suplay 32

Gambar 3.4 Rangkaian Driver Regulator Arus 33

Gambar 3.5 Rangkaian Sensor Suhu pada Pendingin Peltier 34

Gambar 3.5 Rangkaian Sensor Suhu pada Pendingin Freon 34

Gambar 3.7 Rangkaian MAX-232 35

Gambar 3.8 Rangkaian Mosfet 36

Gambar 3.9 Rangkaian Mikrokontroler ATmega 8535 37

Gambar 4.1 Skema Pengujian PSA 39

Gambar 4.2 Skema Pengujian Daya Terpasang pda Sistem 39

Gambar 4.3 Skema Pengukuran Suhu 42

Gambar 4.4 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 1 Liter Air 47

Gambar 4.5 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 2 Liter Air 49

Gambar 4.6 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 3 Liter Air 52

Gambar 4.7 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 4 Liter Air 54

Gambar 4.8 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 5 Liter Air 56

Gambar 4.9 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 6 Liter Air 59

Gambar 4.10 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 7 Liter Air 61

Gambar 4.11 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 8 Liter Air 64

Gambar 4.12 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 9 Liter Air 66

Gambar 4.13 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 10 Liter Air 68


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ADC = Analog to Digital Converter

Ah = Ampere Hours

ASCII = American Standart Code for Information Interchange CFC = Chloroflourocarbons

CMOS = Complementary Metal Oxide Semiconductorial CPU = Central Proccesing Unit

CTS = Clear to Send

DTE = Data Terminal Equipment DCE = Data Communication Equipment DSR = Data Set Ready

DTR = Data Terminal Ready DC = Direct Current

EEPROM = Electrical Erasable Programmable Read Only Memory

GND = Ground

IC = Intergrated Circuit I/O = Input/Output

LED = Light Emitting Dioda LSB = Least Significant Byte MSB = Most Significant Byte MHz = Mega Heartz

mA = Milli Ampere

RAM = Random Acces Memory ROM = Read Only Memory RTS = Request to Send

SLED = Superluminance Light Emitting Dioda TEC = Termoelektrik Cooler

Tc = Temperatur Cold Th = Temperatur Hot

VCC = Voltage Collector Collector WDT = Watchdog Timer


(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul 1. Tabel Data Penurunan Suhu dari 1 liter-10 Liter

2. Gambar alat secara keseluruhan

3. Gambar Rangkaian Alat

4. Program Alat secara Keseluruhan 5. Data Sheet


(15)

ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS THERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGIN

KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON

ABSTRAK

Telah dirancang dan dianalisis alat pendingin dengan menggunakan Peltier Cooler yang mempunyai sisi panas dan sisi dingin dengan menggunakan efek peltier sebagai prinsip kerjanya. Penelitian ini menganalisis dan membandingkan laju pendingin kulkas berbasis termoelektrik cooler dibandingkan sistem pendinginan konvensional menggunakan gas freon. Penelitian ini juga difokuskan untuk memanfaatkan kulkas konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak sebagai kotak pendingin peltier tersebut. Dengan menggunakan kipas DC pada sisi dingin untuk mempercept pendinginan dan pada sisi panas untuk membuang panas pada sisi dingin, pendingin peltier ini mampu menandingi pendingin Freon. Kedua pendinign ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) kedua pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.


(16)

vi

ANALYSIS OF COOLING RATE ON THE FRIDGE

THERMOELECTRIC SUPER COOLER THAN CONVENTIONAL COOLING SYSTEM USING GAS FREON

ABSTRACT

It has been designed and analyzed by using a cooling device which was have a Peltier cooler hot side and a cold side using a principle works of Peltier effect . These study analyze and compare the rate-based thermoelectric cooling refrigerator cooler than conventional cooling systems using freon gas. These study also focused on utilizing conventional refrigerator (Air Freon) that have been damaged as the peltier coolers. By using the DC fan on the cooler side to accelerate cooling and the hot side to dissipate heat on the cold side, peltier cooler is able to match Freon coolant. Both cooling are capable of reaching a temperature of -210C at the initial temperature of 270C. With the variation of the volume of water load (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg) both Freon cooling and cooling Peltier take each (50 minutes and 70 minutes, 99 minutes and 128 minutes, 148 minutes and 178 minutes, 197 minutes and 236 minutes, 247 minutes and 291 minutes, 296 minutes and 349 minutes, 341 minutes and 404 minutes, 398 minutes and 465 minutes, 441 minutes and 527 minutes, 493 minutes and 576 minutes). From the results obtained, it can be concluded that the refrigerant Freon is still far better than the alkaline cooling Peltier component. Keywords: Peltier Effect, Thermoelectric cooler


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebutuhan akan alat pendingin tidak pernah lepas dalam hidup manusia. Manusia butuh alat pendingin untuk menyimpan berbagai benda, seperti : bahan baku makanan dan minuman. Alat pendingin yang kerap digunakan adalah kulkas. Semakin berkembangnya jaman, kulkas semakin dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini dapat ditandai dengan penjualannya yang terus meningkat. Pemakaian teknologi pendingin sekarang masih terdapat berbagai kelemahan. Alat pendingin kulkas memiliki kelemahan, yaitu: memakan ruang (dengan ukuran yang besar), memiliki ancaman terhadap lingkungan (dengan gas CFC), serta masih banyak memakan daya listrik.

Salah satu kelemahan alat pendingin tersebut yang perlu diperhatikan secara khusus yaitu ukuran yang besar. Kulkas tidak praktis untuk dibawa kemana-mana karena ukuran yang besar. Sedangkan, barang dengan ukuran praktis dan fungsi yang serupa lebih menarik minat masyarakat sekarang. Beberapa peneliti telah menyelidiki cara kerja termoelektrik cooler dan konversi panas menggunakan kombinasi termodinamika dan non-termodinamika.

Mahdian Nasution (2013) dalam penelitiannya telah membuat dan menganalisis alat pendingin air berkapasitas 5 liter. Dengan memanfaatkan sensoer HSM-20G untuk mendeteksi perubahan suhu udara didalam ruang pendinginan, mikrokontroler untuk pemprosesan data dan pengontrolan juga LCD sebagai penampil data.

Berdasarkan hasil penelitian Mahdian (2013) bahwa pemanfaatan elemen peltier sebagai pendingin dengan kipas pada sisi pendingin dan sisi buangan panas adalah dari modul termoelektrik peltier cooler dengan melakukan simulasi mendinginkan air yang diletakkan pada sisi ruang pendingina pada modul termoelektrik peltier cooler. Dengan melakukan variasi volume sampel (tanpa beban, 1 Liter, 2 lietr, 3 liter, 4 literdan 5 liter air) dibutuhkan waktu untuk mencapai suhu 9,30C (32 menit, 158 menit, 294 menit, 756 menit, 1096 menit dan


(18)

2

1588 menit) dengan gradient kecepatan v, penurunan suhu tiap keadaan (2.92, 1.85, 1.89, 1.59, 1.64 dan 1.90) menit-1.

Kemudian Nanang Sulistiyanto (2014) merrancang sebuah permodelan pendingin termoelektrik pada Modul Superluminance LED. Berdasarkan penelitian Nanang, fenomena-fenomena fisika terkait dengan kalor, sistem pendingin termoelektrik dapat disimulasikan untuk memprediksi suhu junction SLED, suhu sisi dingin dan panas TEC, dengan arus SLED, arus TEC dan suhu lingkungan sebagai input. Hasil pengujian Nanang menunjukkan bahwa simulasi sistem pendingin termoelektrik dapat digunakan untuk mempresentasikan mudul SLED rill dengan kesalahan rms berkisar antara 0,50C sampai 0,60C pada kondisi arus TEC sebesar 300mA dan arus SLED bervariasi dari 0 sampai 200 mA.

Pada tahum 2009 R. Umboh telah membuat perancangan alat pendingin portable menggunakan elemen peltier. Sistem pendingin tersebut dapat digunakan untuk menjaga suhu suatu objek berada dibawah suhu lingkungan. Untuk menunjang kerja sistem pendingin tersebut, sistem pengendalian alat pendingin tersebut dikerjakan sepenuhnya oleh Mikrokontroler AVR Atmega8535. Umboh menyimpulkan bahwa hasil penelitiannya dari sistem pendingin tersebut tergantung pada objek atau beban pendinginan yang diberikan. Rata-rata suhu yang dicapai adalah 200C untuk pendinginan selama 1 jam.

Maman Rahman (2013) juga pada penelitiannya yaitu menganalisis pendingin termoelekrtik dengan menggunakan photovoltaic sebagai sumber energi. Rahman memfokuskan penelitiannya pada analisis beban pendingin, perhitungan pendingin Termoelektrik, perhitungan kapasitas accu untuk penyimpanan energ dari photovoltaic. Rahman menyimpulkan penelitiannya bahwa hasil analisis beban pendinginan dengan beban berupa enam botol air mineral (masing-masing 600 ml) adalah 98,34 watt. Termoelektrik yang digunakan adalah tipe TECI-12706 yang mampu mencapai temperature 50C. Accu yang digunakan pada sistem ini menggunakan accu merk Yuasa 12V, 35Ah. Sementara photovoltaic yang digunakan adalah merk solarindo tipe cx6 dengan jumlah 40 sel, masing-masing dapat mengeluarkan 0,5V atau seharinya dapat menghasilkan 480 watt. Photovoltaic ini mampu memenuhi kebutuhan energi sebesar 296,4 Watt.


(19)

Pada aplikasinya, termoelektrik dapat dikembangkan pada kulkas kecil, paket pendingin elektronik. Sementara dibidang industri terus dikembangkan dan diamati serta dianalisis, termasuk pendingin air, pendingin insulin portable, wadah minuman portable dan lain-lain. Sampai saat ini, alternatif yang lebih baik untuk pendingin CFC masih diteliti dan dikembangkan. Dengan adanya latar belakang ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS LAJU PENDINGINAN PADA KULKAS TERMOELEKTRIK SUPER COOLER DIBANDINGKAN SISTEM PENDINGINAN KONVENSIONAL MENGGUNAKAN GAS FREON” dengan menggunakan mikrokontroler sebagai pusat kendalinya dan dapat merespon berapa suhu yang ada pada ruangan pendingin yang dideteksi oleh sensor suhu, dan kemudian memberikan output ke LCD (display).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah alat pendingin konvensional yang selama ini beredar di pasaran membutuhkan biaya yang besar untuk memperbaikinya jika suatu saat rusak, sementara jika diperbaiki dengan dengan menggunakan komponen Termoelektrik cooler lebih murah dan lebih ramah lingkungan.

1.3 Batasan Masalah

Perancangan penelitian ini dilakukan dengan batasan masalah sebagai berikut : 1. Alat ini dirancang dengan menggunakan Feltier TEC1-12730

2. Menggunakan Mikkrokontroller ATMega 8535 dan PC sebagai data logger aplikasi.

3. Pendingin konvensional yang digunakan Sanyo Freezer HF-S6L 150 Watt.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut :

1. Merancang dan menganalisis alat pendingin berbasiskan Termoelektrik Super Cooler.


(20)

4

2. Membandingkan kelebihan dan kelemahan Pendingin Termoelektrik dengan Pendingin yang menggunakan gas Freon.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian alat ini merupakan bagian dari pengembangan teknologi termoelektrik yang diaplikasikan pada alat pendigin. Penelitian alat ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap usaha pengurangan penggunaan gas freon.

2. Dengan adanya penelitian ini, pendingi freon yang telah rusak dapat dimaanfaatkan kembali dengan menggunakan komponen Termolektrik Peltier Cooler.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Adapun metodologi yang digunakan dalam menyusun dan menganalisis hasil penelitian ini adalah :

1. Studi literature yang berhubugan dengan perancangan pembuatan dan analisi alat ini.

2. Perancanagan dan pembuatan alat

Merencanakan peralatan yang dirancang baik hardware maupun software. 3. Pengujian Alat

Alat yang dibangun kemudian diuji apakah telah sesuai dengan apa yang direncanakan.

4. Analisis hasil

Data yang telah didapat dari pengujian alat kemudian dianalisis dengan menggunakan software

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman maka peneliti membuat sistematika penulisan sebagai berikut :


(21)

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, metodologi penelitian atau teknik pengumpulan dan Sistematika Penulisan.

BAB II DASAR TEORI

Dalam bab ini dijelaskan tentang teori pendukung pembahasan dasar dan prinsip kerja alat. Teori pendukung itu antara lain tentang termoelektrik, elemen peltier, prinsip kerja termoelektrik, sensor temperatur, mosfet, mikrokontroler, LCD, dan IC Regulator.

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Dalam bab ini membahas tentang perancangan alat, diagram blok dari rangkaian alat dan diagram alir alat yang diisikan ke dalam mikrokontroler.

BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL

Dalam bab ini dibahas data-data hasil analisa alat dan prinsip kerja alat, gambaran tiap rangkaian blok dan penjelasannya dan pengujian secara keseluruhan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang berupa kesimpulan dari pmbahasan analisis yang dilakukan dari pembuatan alat, juga saran yang ditujukan pada pengguna dan pengembang agar pemakaian alat seefisien mungkin.


(22)

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Termoelektrik

2.1.1 Sejarah Singkat Termoelektrik

Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua logam tersebut lalu diletakkan jarum kompas. Ketika sisi logam tersebut dipanaskan, jarum kompas ternyata bergerak. Belakangan diketahui, hal ini terjadi karena aliran listrik yang terjadi pada logam menimbulkan medan magnet. Medan magnet inilah yang menggerakkan jarum kompas. Fenomena tersebut kemudian dikenal dengan efek Seebeck.

Penemuan Seebeck ini memberikan inspirasi pada Jean Charles Peltier untuk melihat kebalikan dari fenomena tersebut. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1934 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Efek Seebeck dan Peltier inilah yang kemudian menjadi dasar pengembangan teknologi termoelektrik.

2.2 Efek-Efek Pendinginan Termoelektrik 2.2.1 Efek Seebeck

Efek Seebeck pertama kali diamati oleh dokter Thomas Johan Seebeck, pada tahun 1821, ketika ia mempelajari fenomena ini terdiri dalam produksi tenaga listrik antara dua semikonduktor ketika diberikan perbedaan suhu. Panas dipompa ke satu sisi pasangan dan ditolak dari sisi berlawanan. Sebuah arus listrik yang dihasilkan, sebanding dengan gradien suhu antara sisi panas dan sisi dingin. Perbedaan suhu dingin diseluruh converter menghasilkan arus searah ke beban menghasilkan tegangan terminal dan arus terminal. Tidak ada energi mencegah


(23)

proses konversi. Untuk alasan ini, pembangkit listrik termoelektrik diklasifikasikan langsung sebagai daya konversi.

Efek seebek terjadi ketika suatu logam dengan beda temperatur antara kedua ujungnya. Ketika logam tersebut di sambung, maka akan terjadi beda potensial diantara kedua ujungnya. Efek ini digunakan dalam aplikasi termokopel.

Gambar 2.1 Skema Efek Seebek pada suatu bahan

Koefisien seebeck (S) disebut juga daya termoelektrik, seperti pada persamaan berikut:

(2.1) Keterangan:

S = Koefisien seebeck [Volt/oK] = Potential termoelektri terinduksi [Volt]

T = Temperatur [oK]

2.2.2 Efek Joule

Perpindahan panas dari sisi dalam pendingin ke sisi luarnya akan mengakibatkan timbulnya arus listrik dalam rangkaian tersebut karena adanya efek seebeck, maka hal inilah yang dinamakan efek joule. Dalam hal ini sesuai dengan hukum ohm, efek joule dirumuskan pada persamaan berikut:

Qj = I2 . R (2.2) Keterangan:

Qj = Efek joule (panas joule) [Watt]

I = Arus [Ampere]


(24)

8

2.2.3 Efek Konduksi

Panas akan merambat secara konduksi dari permukaan yang panas ke permukaan yang dingin. Perambatan tersebut bersifat irreversible dan disebut efek konduktivitas. Besarnya perambatan tersebut dinyatakan dalam persamaan:

qc = U.(Th-Tc) (2.3) Keterangan:

qc = Laju aliran panas [Watt] U = Konduktivitas thermal [Watt/oK] T1 = Temperatur hot junction [oK] To = Temperatur cold junction [oK]

2.2.4 Efek Peltier

Jean Charles Peltier pada tahun 1834 telah mendasari efek termoelektrik. Dia mengalirkan listrik pada dua buah logam yang direkatkan dalam sebuah rangkaian. Ketika arus listrik dialirkan, terjadi penyerapan panas pada sambungan kedua logam tersebut dan pelepasan panas pada sambungan yang lainnya. Pelepasan dan penyerapan panas ini saling berbalik begitu arah arus dibalik. Penemuan yang terjadi pada tahun 1834 ini kemudian dikenal dengan efek Peltier. Pada saat arus mengalir melalui thermocouple, temperature junction akan berubah dan panas akan diserap pada satu permukaan, sementara permukaan yang lainnya akan membuang panas. Jika sumber arus dibalik, maka permukaan yang panas menjadi dingin dan sebaliknya. Gejala ini disebut efek peltier yang merupakan dasar pendinginan termoelektrik. Dari percobaan diketahui bahwa perpindahan panas sebanding terhadap arus yang mengalir. Persamaan dari efek adalah sebagai berikut:

(2.4)

Keterangan:

= Koefisien peltier [Volt]

Q = Beban perpindahan panas dari junction [Watt]

Iab = Arus [Ampere]


(25)

2.2.5 Efek Thomson

Pada tahun 1854 seorang berkebangsaan Inggris yang bernama William Thomson mengemukakan hasil penelitiannya bahwa terdapat penyerapan atau pengeluaran panas bolak-balik dalam konduktor homogen yang terkena perbedaan panas dan perbedaan listrik secara simultan. Koefisien Thomson dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

(2.5) Keterangan:

= Koefisien Thomson

Q = Beban perpindahan panas yang diserap konduktor [Watt]

I = Arus [Ampere]

= Perbedaan temperature [oK]

(H.J. Goldsmid, 1960)

2.3 Elemen Termoelektrik Peltier

Semikonduktor adalah bahan pilihan untuk termoelektrik yang umum dipakai. Bahan semikonduktor termoelektrik yang paling sering digunakan saat ini adalah Bismuth Telluride (Bi2Te3) yang telah diolah untuk menghasilkan blok atau elemen yang memiliki karakteristik individu berbeda yaitu N dan P.

Bahan termoelektrik lainnya termasuk Timbal Telluride (PbTe), Silicon Germanium (SiGe) dan Bismuth-Antimony (SbBi) adalah paduan bahan yang dapat digunakan dalam situasi tertentu. Namun, Bismuth Telluride adalah bahan terbaik dalam hal pendinginan. Bismuth Telluride memiliki dua karakteristik yang patut dicatat. Karena struktur kristal, Bismuth Telluride sangat anisotropic. Perilaku anisotropic perlawanan lebih besar daripada konduktivitas termalnya. Sehingga anisotropic ini dimanfaatkan untuk pendinginan yang optimal. Karakteristik lain yang menarik dari Bismuth Telluride adalah kristal Bismuth Telluride (Bi2Te3) terdiri dari lapisan heksagonal atom yang sama. Termoelectrik dibangun oleh dua buah semikonduktor yang berbeda, satu tipe N dan yang lainnya tipe P. (mereka harus berbeda karena mereka harus memiliki kerapatan elektron yang berbeda dalam rangka untuk bekerja). Kedua semikonduktor


(26)

10

diposisikan paralel secara termal dan ujungnya digabungkan dengan lempeng pendingin biasanya lempeng tembaga atau aluminium.

Elemen termoelektrik merupakan semikonduktor tipe-p dan tipe-n yang dihubungkan dalam suatu rangkaian listrik tertutup yang terdapat beban. Dari perbedaan suhu yang ada pada tiap junction ditiap semikonduktor tersebut akan menyebabkan electron berpindah dari sisi panas menuju sisi dingin.

Jika pada batang logam semikonduktor berlaku prinsip kedua efek (efek Seeback dan efek Peltier), batang semikonduktor dipanaskan dan didinginkan pada dua semikonduktor tersebut, maka electron pada sisi panas semikonduktor akan bergerak aktif dan memiliki kecepatan aliran yang lebih tinggi dibandingkan dengan sisi dingin semikonduktor. Dengan kecepatan yang lebih tinggi pula, maka electron dari sisi panas akan mengalami difusi ke sisi dingin dan menyebabkan timbulnya medan elektrik pada semikonduktor tersebut.

Elemen peltier atau pendingin termoelektrik (thermoelektrik cooler) merupakan alat yang adapat menimbulkan perbedaan sushu antara kedua sisinya jika dialiri arus listrik searah pada kedua kutub materialnya. Dalam hal ini refrigerasi, keuntungan utama dari elemen peltier adalah tidak adanya bagian yang bergerak atau cairan yang bersikulasi dan ukurannya kecil serta bentuknya sangat mudah untuk direkayasa. Sedangkan kekurangan dari elemen peltier ada pada faktor efisiensi daya yang rendah dan biaya perancangan sistem masih relatif mahal. Namun kini banyak peneliti yang sedang mencoba mengembangkan elemen peltier yang lebih murah dan juga efisien. (Rio Wirawan, 2012)

Gambar 2.2 Penampang Termoelektrik

(Sumber: Www.Tellurex.Com)


(27)

2.4 Prinsip Kerja Termoelektrik

2.4.1 Prinsip Kerja Termoelektrik Sebagai Pendingin

Modul pendingin termoelektrik bekerja berdasarkan efek Peltier akan berfungsi apabila arus listrik DC dialirkan pada satu atau beberapa pasangan semikonduktor tipe N dan tipe P.

Gambar 2.3 Proses Pemindahan Panas (Sumber : www.tellurex.com)

Gambar diatas menunjukan aliran elektron dari semikonduktor tipe P yang memiliki tingkat energi lebih rendah, menyerap kalor di bagian yang didinginkan lalu elektron mengalir menuju semikonduktor tipe N melalui konduktor penghubung yang permukaannya (Tc) akan mengalami penurunan temperatur.

Kalor yang diserap akan berpindah melalui semikonduktor bersamaan dengan pergerakan elektron ke sisi panas modul (Th). Pada kondisi ideal, jumlah kalor yang diserap pada sisi dingin dan dilepas pada sisi panas bergantung pada koefisien Peltier dan arus listrik yang digunakan. Pada saat dioperasikan jumlah kalor yang diserap pada sisi dinign akan berkurang dikarenakan dua faktor, yaitu kalor yang terbentuk pada material semikonduktor dikarenakan perbedaan temperatur antara sisi dingin dan sisi panas modul (conducted heat) dan Joule.

Heat yang nilainya akan sama dengan kuadrat dari arus listrik yang digunakan. Sehingga pada kondisi apapun kesetimbangan termal yang terjadi karena efek Peltier pada sisi dingin akan sama dengan jumlah kalor yang terbentuk pada semikonduktor dijumlahkan dengan 1 ½ Joule heat. Selain ukuran yang relatif kecil, modul termoelektrik memiliki keunggulan lain, yaitu :


(28)

12

a) Modul termoelektrik tidak memiliki bagian yang bergerak, sehingga untuk perawatan lebih mudah.

b) Pengujian usia pakai telah membuktikan bahwa modul termoelektrik bisa digunakan selama 100.000 jam.

c) Modul termoelektrik tidak memiliki kandungan chloroflourocarbons (CFC) atau material lainnya yang membutuhkan penambahan berkala.

d) Modul termoelektrik bisa dioperasikan pada lingkungan yang terlalu kecil bagi sistem pendingin konvensional.

Dengan berbagai keunggulan yang terdapat pada modul termoelektrik, penggunaan termoelektrik saat ini telah melingkupi banyak area penggunaan, misalnya teknologi militer, ruang angkasa peraltan komersil dan industri.

2.4.2 Parameter Penggunaan Modul Termoelektrik

Setiap modul termoelektrik yang digunakan untuk aplikasi pendingin dikarakterisasikan kedalam beberapa parameter penggunaan yang menentukan pemilihan modul yang lebih akurat diantara banyak pilihan modul yang tersedia. Berikut beberapa parameter yang menjadi dasar pemilihan modul termoelektrik :

a) Jumlah kalor yang akan diserap oleh sisi dingin modul.

b) Perbedaan temperatur antara sisi panas dan sisi dingin modul ketika beroperasi.

c) Arus listrik yang digunakan oleh modul. d) Tegangan listrik yang diugunakan oleh modul.

e) Temperatur tertinggi dan terendah lingkungan dimana modul beroperasi.

2.5 Sistem Pendingin Konvensional (Kulkas)

Semua berawal dari Hukum Termodinamika. Hukum Termodinamika berlaku untuk prinsip kerja lemari es. Seperti yang kita ketahui, energi panas selalu bergerak menuju ke daerah yang lebih dingin. Tetapi lemari es mengalirkan energi panas dari dalam ke udara yang lebih hangat di luar meskipun memiliki cara kerja yang berlawanan, prinsip kerja lemari es masih berhubungan erat dengan hukum


(29)

perpindahan kalor. Sebuah lemari es harus melakukan tugas untuk membalikkan arah normal aliran energi panas. Tugas itu melibatkan penggunaan energi yang bertujuan untuk memindahkan sesuatu, dan untuk melakukannya sebuah lemari es membutuhkan energi. Dalam kasus ini, energi itu disediakan oleh listrik.

Gambar 2.4 Proses Pendinginan Pada Kulkas (Sumber: researchthetopic.wikispaces.com)

Kunci proses kulkas dan sistem pendingin lain agar dapat bekerja terdapat pada refrigeran. Refrigeran ialah zat semacam Freon yang bertitik didih rendah sehingga dapat memfasilitasi perubahan bentuk antara cair dan gas. Sebagai cairan, refrigeran berperan dalam penyerapan energi panas dari udara dingin di dalam lemari es untuk diubah menjadi gas.

Jadi pertama-tama, energi panas ditransfer ke dalam lemari es untuk menjadi cairan dingin yang melewati sebuah mesin evaporator. Lalu referigeran, yang sudah dibahas sebelumnya, menyerap energi panas agar menjadi lebih hangat lalu akhirnya berubah bentuk menjadi gas. Gas yang terbentuk sebelumnya, dialirkan melalui compressor agar cairan pendingin memiliki temperatur yang lebih tinggi. Refrigeran dengan suhu yang lebih tinggi tersebut selanjutnya mengalir melalui kondensor, dimana terjadi transfer energi panas ke kumparan pendingin kondensor. Akhirnya, refrigeran tersebut kehilangan energi panasnya dan berubah menjadi energi dingin kembali, serta mengalami peristiwa kondensasi menjadi cairan. Selanjutnya refrigeran masuk ke tabung Ekspansi, dimana merupakan tempat yang memiliki ruangan untuk menyebarkan cairan keluar dalam rangka menurunkan suhu menjadi lebih rendah. Cairan dingin hasil


(30)

14

refrigeran tersebut kemudian mengalir kembali ke evaporator. Selanjutnya siklus itu kembali berulang. (K.Handoko, 1981)

2.6 Perhitungan Pendinginan Sistem Termoelektrik

Bahan termoelektrik adalah semikonduktor yang merupakan benda padat atau logam yang mempunyai nilai-nilai diantaranya nilai resistansi konduktor dan isolator. Cold junction akan menyerap panas dari produk yang dikondisikan, bagian ini sama fungsinya dengan evaporator pada sistem pendinginan kompresi uap. Hot junction yang mengeluarkan atau membuang panas ke luar, bagian ini sama fungsinya dengan kondenser. Sama halnya dengan kondenser yang menggunakan sirip-sirip untuk mempercepat pembuangan panas nya, termoelektrik pada sisi hot junction juga dtambahkan dengan heat sink untuk mempercepat proses pembuangan panas. Proses pembuangan panas di sini juga dimanfaatkan untuk memanaskan air, supaya energi panasnya tidak terbuang begitu saja. Sumber arus searah pada termoelektrik sama fungsinya dengan kompresor pada sistem kompresi uap. Pengeluaran dan penyerapan panas hanya terjadi pada kedua sisi junction, besarnya kalor yang diserap dan dikeluarkan adalah sebagai berikut:

Qo = 2.α. Tc .I – I2 (R/2) – k (Th – Tc) (2.6)

Q1 = 2α . Th .I – K. T + ½ . I2.R (2.7)

Keterangan:

Qo = Besar kalor yang diserap [Watt] Q1 = Besar kalor yang dilepas [Watt]

T = Perbedaan temperature [oK]

= Kekuatan termoelektrik dari 2 material [Volt/oK]

R = Tahanan total [Ohm]

K = Konduktifitas thermal dari 2 material [Watt/oK]

I = Arus yang mengalir [Ampere]

Th = Temperatur hot junction [oK] Tc = Temperatur cold junction [oK]

(Roy. J. Dossat, 1978)


(31)

2.6.1 Beban Pendinginan

Beban pendinginan yang dimaksud dalam analisis ini adalah beban panas yang berasal dari produk yang didinginkan dan beban panas dari luar yang harus diatasi oleh sistem untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban pendinginan dari suatu ruangan akan menentukan kapasitas dari mesin pendingin yang digunakan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung beban pendinginan dari suatu ruangan pendingin yaitu, perbedaan temperatur ruangan yang akan dikondisikan dengan tempertur luar, struktur bahan yang dipakai dalam perancangan, produk yang akan didinginkan,serta hal-hal lainnya yang mempengaruhi beban pendinginan.

2.6.2 Beban Panas dari Luar

Beban panas dari luar berasal dari konduksi udara luar dengan dinding. Besarnya beban panas dari luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

. . ∆ (2.8) Keterangan :

Q = Jumlah panas yang dipindahkan (Watt) A = Luas Permukaan (m2)

U = Angka koefisien perpindahan panas (Watt/ m2.0C)

t = Perbedaan temperatur (0C)

Harga koefisien perpindahan panas total (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

" # (2.9)

Keterangan:

U = Harga koefisien perpindahan panas [Watt/m2.oC] k1,k2,..kn = Konduktivitas thermal material [Watt/m.oC]

x = Tebal material [m]


(32)

16

Nilai $1 adalah 1,65 BTU/h = 9,27 Watt/m2.oC

$0 = Koefisien lapisan udara bagian luar [Watt/cm2.oC] Nilai $0 adalah 4 BTU/h = 22,7 Watt/m2.oC

(Roy. J. Dossat, 1978)

2.6.3 Beban Panas Dari Dalam

Beban panas dari dalam ruangan merupakan beban panas yang harus dibuang dari ruangan tersebut untuk mencapai temperatur yang diinginkan. Beban panas dari dalam ruangan berasal dari panas produk yang didinginkan. Panas produk adalah beban panas yang harus dibuang untuk mencapai temperatur produk sesuai dengan yang telah ditentukan. Beban panas dari produk dapat dibagi menjadi 2, yaitu beban panas sensibel dan beban panas laten. Perancangan ini beban panas produk hanya berasal dari beban panas sensible yaitu panas yang menyebabkan terjadinya kenaikan dan penurunan temperatur tanpa terjadinya perubahan wujud. Udara didalam ruangan dianggap 27oC dan air dikondisikan untuk mencapai temperatur -21oC.

Beban panas sensibel produk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

'. (. ∆ (2.10) Keterangan:

Q = Jumlah panas yang dipindahkan [kj]

m = Berat produk [kg]

c = Panas spesifik [kj/kg.oC]

T = Perbedaan temperatur [oC] (Roy. J. Dossat, 1978)

2.6.4 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang cara untuk meramalkan perpindahan (distribusi) energi berupa panas yang terjadi karena adanya perbedaan temperatur di antara benda atau material. Perpindahan panas dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu :


(33)

Perpindahan panas secara konduksi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi pada benda atau medium yang diam (padat) bertemperatur tinggi ke bagian benda yang bertemperatur rendah atau terdapat gradien temperatur pada benda tersebut. Rumus dasar perpindahan panas secara konduksi adalah :

Q −+ , -∆ (2.11) Dimana:

Q = laju perpindahan panas (Watt) K = konduktivitas panas (W/m.0C)

A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2)

T = beda temperatur (0C) x = ketebalan bahan (m)

Perpindahan panas konveksi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi karena terdapat aliran fluida. Persamaan dasar perpindahan panas konveksi adalah :

Q = h.A. (Tw Ta) (2.12) Dimana:

Q = laju perpindahan panas (Watt)

h = koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = luasan perpindahan panas arah normal Q (m2) Tw = temperatur permukaan benda (0C)

Ta = temperatur fluida (0C)

Perpindahan panas radiasi adalah distribusi energi berupa panas yang terjadi melalui pancaran gelombang cahaya dari suatu zat ke zat yang lain tanpa zat perantara. Untuk menghitung besarnya panas yang dipancarkan yaitu menggunakan rumus :

Q = e AT 4 s (2.13)

Dimana:

Q = panas yang dipancarkan (Watt) ε = emisivitas permukaan benda (0 s.d. 1) A = luas perpindahan panas (m2)


(34)

18

T = temperatur permukaan benda (K) σ= konstanta Stefan Boltzmann (W/m2.K4)

Untuk benda hitam sempurna nilai emisivitasnya (ε) adalah 1 dan besar nilai σ =

5,67.10-8 W/m2.K4 (Holman J.P, 1995)

2.7 Mikrokontroler Atmega 8535

Mikrikontroler merupakan sebuah single chip yang didalamnya telah dilengkapi CPU (Central Processing Unit), RAM (Random Acces Memory), ROM (Read Only Memory), input dan output, time/counter, serial comport secara spesifik digunakan untuk aplikasi-aplikasi control dan aplikasi serbaguna. Mikrokontroller umumnya bekerja pada frekuensi 4MHz – 40MHz. Perangkat ini sering digunakan untuk kebuthan kontrol tertentu seperti pada sebuah penggerak motor. ROM (Read Only Memory), yang isinya tidak berubah meskipun IC kehilangan catu daya. Sesuai dengan keperluannya, sesuai dengan susunan MCS-51. Memori penyimpanan program dinamakan sebagai memory program. RAM ( Random Acces Memory) isinya akan begitu sirna jika IC kehilangan catu daya dan dipakai untuk menyimpan data ini disebut sebagai memori data.

ATMEGA 8535 memiliki dua jenis memori, yaitu program memory dan data memory ditambah satu fitur tambahan yaitu EEPROM memory untuk penyimpanan data. ATMEGA 8535 memiliki On-Chip In-System Reprogrammable Flash Memory untuk menyimpan memori. Untuk alasan keamanan, program memory dibagi menjadi dua bagian, yaitu Boot Flash Section dan ApplicationFlash Section. Boot Flash Section digunakan untuk menyimpan program Boot Loader, yaitu program yang harus dijalankan pada saat AVR reset atau pertama kali diaktifkan.

Aplication Flash Section digunakan untuk menyimpan program aplikasi yang dibuat user. AVR tidak dapat menjalankan program aplikasi ini sebelum menjalankan program Boot Loader. Besarnya memory Boot Flash Section dapat diprogram dari 128 kata sampai 1024 kata tergantung setting pada konfigurasi bitdi register BOOTSZ. Jika Boot Loader diproteksi, maka program pada Aplication Flash Section juga sudah aman. Pada ATMEGA8535. Terdapat 608 lokasi address data memori, 96 lokasi address digunakan untuk register file dan


(35)

I/O register terdiri dari 64 register. ATMEGA 8535 memiliki EEPROM 8 bit sebesar 512 byte untuk menyimpan data. Lokasinya terpisah dengan system address register, data register dan control register yang dibuat khusus untuk EEPROM dimulai dari $000 sampai $1FF. (Widodo,B. 2008)

2.8 Interface MAX-232

Interface MAX-232, atau yang juga di kenal sebagai RS-232 merupakan suatu interface yang menghubungkan antara terminal data dari suatu peralatan dan peralatan komunikasi data yang menjalankan suatu pertukaran data biner secara serial. RS 232 adalah standard komunikasi serial yang digunakan untuk koneksi periperal ke periperal. Biasa juga disebut dengan jalur I/O (input/output). Contoh yang paling sering ditemui adalah koneksi antara komputer dan modem, atau komputer dengan mouse atau komputer dengan komputer, semua biasanya dihubungkan lewat jalur port serial RS232. Standar ini menggunakan beberapa piranti dalam implementasinya. Paling umum yang dipakai adalah plug/konektor DB9 atau DB25. Untuk RS232 dengan konektor DB9, biasnya dipakai untuk mouse, modem, kasir register dan lain sebagainya, sedang yang konektor DB25, biasanya dipakai untuk joystik game.

Standar RS 232 ditettapkan oleh Electronic IndustryAssociation and Telecomunication Industry Association pada tahun 1962. Nama lengkapnya adalah EIA/TIA-232 Interface Between Data Terminal Equipment and Data Circuit Terminating Equipmen Employing Serial Binary Data Interchange. Port Seial RS232 juga mempunyai fungsi yaitu untuk menhubungi/koneksi dari perangkat yang satu dengan perngkat yang lain, atau peralatan standard yang menyangkut komunikasi data antara komputer dengan alat-alat pelengkap komputer. Standard RS-232 mendefenisikan kecepatan 256 kbps atau lebih rendah dengan jarak kurang dari 15 meter, namu belakangan ini sering ditemukan jalur kecepatan tinggi pada komputer pribadi dan dengan kabel berkualitas tinggi, jarak maksimum juga ditingkatkan secara signifikan. Dengan susunan pin khusus yang disebut null modem cable, standar RS-232 dapat juga untuk komunikasikan data antara dua komputer secara langsung.


(36)

20

Karakteristik elektris yang dimilki EIA-232 menspesifikasikan bahwa untai-untai tak seimbang digunakan dengan tegangan positif antara +3 sampai +25V. pada tegangan ini isyarat dikenal sebagai biner 0 atau ON atau space. Sedangkan tegangan -3 sampai -25 v menyatakan biner 1 dan keadaan OFF atau Mark. Sedangkan tegangan antara -3 sampai +3 V disebut sebagai daerah transisi yang besaran tegangannya tidak berlaku atau invalid. Beberapa sinyal beserta fungsinya yang terdapat pada RS-232 yaitu :

• Pin1 (Shield), dapat dihubungkan dengan casis peratalatan dan diutamakan untuk menggunakan kabel dengan shield (pelindung) karena dengan demikian akan dapat mengurangi interferensi pada lingkungan yang banyak noise. Sinyal ini disebut juga dengan protective ground (Gnd). • Pin 2 (Transmitted Data) , digunakan sebagai pengirim sinyal dari Data

Terminal Equipment (DTE) menuju ke Data Communication Equipment (DCE)

• Pin 3 (Received Data), digunakan oleh DTE untuk menerima sinyal dari DCE. Jadi sinyal dikirim dari DCE melalui terminal ini.

• Pin 4 (Request to Send atau RTS), digunakan oleh DTE untuk membangkitkan gelombang carrier dari modem.

• Pin 5 (Clear to Send atau CTS), biasanya dihubungkan secara langsung dengan RTS untuk transmisi secara langsung 2 PC yang menggunakan

Cross-cable. Pada penerapan ini antara RTS dan CTS ditambahkan timer

agar delay dapat diatur dengan besar tertentu untuk menghidupkan gelomang carrier pada DCE.

• Pin 6 (Data Set ready atau DSR), berfungsi untuk memberikan sinyal yang menyatakan modem dalam keadaan siap dipergunakan. Jika sinyal ini diberikan maka modem dalam keadaan menyala dan tidak sedang melakukan self-testing.

• Pin 7 ( Signal Ground), merupakan ground sinyal referensi bagi semua sinyal atau semua pin yang ada (data, timing, control-signal)

• Pin 8 (Data Carrier Detect), digunakan untuk menghasilkan sinyal yang mampu mendeteksi danya sinyal pada saluran yang dapat diterima. Sinyal ini diperlukan oleh DTE sebelum mengirimkan atau menerima data.


(37)

• Pin 9 dan 10 (reserve for testing), sebagai pin cadangan untuk melakukan testing

• Pin 11 (unassigned)- tidak ditetapkan dengan pasti

• Pin 12,13,14,16 dan 19 (secondary channel), merupakan saluran sinyal sekunder. Secondary channel biasanya melewatkan sinyal pada arah yang berlawanan dan pada kecepatan transfer data yang rendah.

• Pin 15 dan 17 (Transmitter/receiver signal element timing), digunakan oleh modem yang bekerja dengan metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit timing. Pin 15 untuk pengontrolan transmitter bit timing dan pin 17 untuk receiver bit timing.

• Pin 20 (Data Terminal Ready), sinyal DTR dapat dipakai untuk memaksa DCE untuk segera bereaksi karena terdapatnya indicator panggilan agar segera menjawab panggilan tersebut. Hal ini sangat penting artinya, terutama jika modem berda pada posisi auto-answer.

• Pin 21 (Remote Loopback) digunakan untuk menandakan bahwa kualitas gelombang carrier diterima dalam kondisi yang cukup atau tidak terlalu lemah.

• Pin 22 ( Ring Indikator), untuk memberikan sinyal yang mengidinkasikan bahwa DCE memberitahu DTE akan adanya sinyal dering (ringing) pada telepon. Sinyal ini mampu mendeteksi besarnya teganga dering yang kemudian dikirm ke DTE dan diteruskan ke modem untuk menjawab panggilan lewat oin ini.

• Pin 24 (Transmit Signal Element Timing), pin ini digunakan oleh modem yang bekerja pada metode pengiriman sinkron untuk pengontrolan bit timing.

• Pin 25 (Test Mode), digunakan untuk memberikan sinyal pengetesan. (Eko Agfianto,P.2002)


(38)

22

2.9 Sensor Suhu IC LM35

Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature sensor seperti pada gambar 2.1

Gambar 2.5 LM 35 Basic Temperature Sensor

IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan.

LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek, karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus. LM35 tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C pada temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35 dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C


(39)

pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).

2.10 Liquid Crystal Display (LCD)

LCD berfungsi menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. LCD yang digunakan adalah jenis LCD M1632. LCDM1632 merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya rendah. M1632 adalah merupakan modul LCD dengan tampilan 16 x 2 baris dengan konsumsi daya yang rendah. Kegunaan LCD banyak sekali dalam perancangan suatu sistem dengan menggunakan mikrokontroler. LCD dapat berfungsi untuk menampilkan suatu nilai hasil sensor, menampilkan teks, atau menampilkan menu pada aplikasi mikrokontroler. Gambar 2.12 berikut ini adalah Pin LCD M1632.

Tabel 2.4 Fungsi pin-pin pada Liquid Crystal Display

Sebagaimana terlihat pada kolom deskripsi (symbol and functions), interface LCD merupakan sebuah parallel bus, dimana hal ini sangat memudahkan dan sangat


(40)

24

cepat dalam pembacaan dan penulisan data dari atau ke LCD. Kode ASCII yang ditampilkan sepanjang 8 bit dikirim ke LCD secara 4 atau 8 bit pada satu waktu. Jika mode 4 bit yang digunakan, maka 2 nibble data dikirim untuk membuat sepenuhnya 8 bit (pertama dikirim 4 bit MSB lalu 4 bit LSB dengan pulsa clock EN setiap nibblenya). Gambar 2.12 berikut adalah contoh LCD (2×16) yang umum digunakan :

Gambar 2.6 LCD M1632

Jalur kontrol EN digunakan untuk memberitahu LCD bahwa mikrokontroller mengirimkan data ke LCD. Untuk mengirim data ke LCD program harus menset EN ke kondisi high (1) dan kemudian menset dua jalur kontrol lainnya (RS dan R/W) atau juga mengirimkan data ke jalur data bus. Saat jalur lainnya sudah siap, EN harus diset ke 0 dan tunggu beberapa saat (tergantung pada datasheet LCD), dan set EN kembali ke high (1). Ketika jalur RS berada dalam kondisi low (0), data yang dikirimkan ke LCD dianggap sebagai sebuah perintah atau instruksi khusus (seperti bersihkan layar, posisi kursor dll). Ketika RS dalam kondisi high atau 1, data yang dikirimkan adalah data ASCII yang akan ditampilkan dilayar.

Misal, untuk menampilkan huruf pada layar maka RS harus diset ke 1. Jalur kontrol R/W harus berada dalam kondisi low (0) saat informasi pada data bus akan dituliskan ke LCD. Apabila R/W berada dalam kondisi high (1), maka program akan melakukan query (pembacaan) data dari LCD. Instruksi pembacaan hanya satu, yaitu Get LCD status (membaca status LCD), lainnya merupakan instruksi penulisan. Jadi hampir setiap aplikasi yang menggunakan LCD, R/W selalu diset ke 0. Jalur data dapat terdiri 4 atau 8 jalur (tergantung mode yang dipilih pengguna), mereka dinamakan DB0, DB1, DB2, DB3, DB4, DB5, DB6 dan DB7. Mengirim data secara parallel baik 4 atau 8 bit merupakan 2 mode operasi primer.


(41)

Untuk membuat sebuah aplikasi interface LCD, menentukan mode operasi merupakan hal yang paling penting. Mode 8 bit sangat baik digunakan ketika kecepatan menjadi keutamaan dalam sebuah aplikasi dan setidaknya minimal tersedia 11 pin I/O (3 pin untuk kontrol, 8 pin untuk data). Sedangkan mode 4 bit minimal hanya membutuhkan 7 bit (3 pin untuk kontrol, 4 untuk data). Aplikasi dengan LCD dapat dibuat dengan mudah dan waktu yang singkat, mengingat koneksi parallel yang cukup mudah antara kontroller dan LCD. (Setiawan, 2011)

2.11 MOSFET

MOSFET (Metal Oxide Semiconductor Field Effect Transistor) merupakan salah satu jenis transistor yang memiliki impedansi mauskan (gate) sangat tinggi (Hampir tak berhingga) sehingga dengn menggunakan MOSFET sebagai saklar elektronik, memungkinkan untuk menghubungkannya dengan semua jenis gerbang logika. Dengan menjadikan MOSFET sebagai saklar, maka dapat digunakan untuk mengendalikan beban dengan arus yang tinggi dan biaya yang lebih murah daripada menggunakan transistor bipolar.

Untuk membuat MOSFET sebagai saklar maka hanya menggunakan MOSFET pada kondisi saturasi (ON) dan kondisi cut-off (OFF).

Gambar 2.7 Kurva Karakteristik MOSFET 2.11.1 Wilayah Cut-Off (MOSFET OFF)


(42)

26

Pada daerah Cut-Off MOSFET tidak mendapatkan tegangan input (Vin = 0V) sehingga tidak ada arus drain Id yang mengalir. Kondisi ini akan membuat tegangan Vds = Vdd. Dengan beberapa kondisi diatas maka pada daerah cut-off ini MOSFET dikatakan OFF (Full-Off). Kondisi cut-off ini dapat diperoleh dengan menghubungkan jalur input (gate) ke ground, sehingga tidaka ada tegangan input yang masuk ke rangkaian saklar MOSFET. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Cut-Off

Karakeristik MOSFET pada daerah Cut-Off antara lain sebagai berikut.

1. Input gate tidak mendapat tegangan bias karena terhubung ke ground (0V) 2. Tegangan gate lebih rendah dari tegangan treshold (Vgs < Vth)

3. MOSFET OFF (Fully-Off) pada daerah cut-off ini. 4. Tidak arus drain yang mengalir pada MOSFET 5. Tegangan output Vout = Vds = Vdd

6. Pada daerah cut-off MOSFET dalam kondisi open circuit.

Dengan beberapa karakteristik diatas maka dapat dikatakan bahawa MOSFET pada daerah Cut-Off merupakan saklar terbuka dengan arus drain Id = 0 Ampere. Untuk mendapatkan kondisi MOSFET dalam keadaan open maka tegnagan gate Vgs harus lebih rendah dari tegangan treshold Vth dengan cara menghubungkan terminal input (gate) ke ground.

2.11.2 Wilayah Saturasi (MOSFET ON)

Pada daerah saturasi MOSFET mendapatkan bias input (Vgs) secara maksimum sehingga arus drain pada MOSFET juga akan maksimum dan membuat tegangan Vds = 0V. Pada kondisi saturasi ini MOSFET dapat dikatakan dalam kondisi ON

secara penuh (Fully-ON).


(43)

Gambar 2.9 Rangkaian MOSFET Sebagai Saklar Pada Kondisi Saturasi

Karakteristik MOSFET pada kondisi saturasi antar lain adalah : 1. Tegangan input gate (Vgs)

2. tinggi Tegangan input gate (Vgs) lebih tinggi dari tegangan treshold (Vgs>Vth)

3. MOSFET ON (Fully-ON) pada daerah Saturasi

4. Tegangan drain dan source ideal (Vds) pada daerah saturasi adalah 0V (Vds = 0V)

5. Resistansi drain dan source sangat rendah (Rds < 0,1 Ohm) 6. Tegangan output Vout = Vds = 0,2V (Rds.Id)

7. MOSFET dianalogikan sebagai saklar kondisi tertutup

Kondisi saturasi MOSFET dapat diperoleh dengan memberikan tegangan input gate yang lebih tinggi dari tegangan tresholdnya dengan cara menghubungkan terminal input ke Vdd. Sehingga MOSFET mejadi saturasi dan dapat dianalogikan sebagai saklar pada kondisi tertutup.


(44)

BAB III

PERANCANGAN SISTEM

3.1 Perancangan Diagram Blok Sistem

Adapun diagram blok dari sistem yang dirancang adalah seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.1 berikut ini :

Driver relay

ELEMEN PELTIER

Sensor Suhu Ruang Pendingin

Mikrokontroler

LCD

buzzer

RS 232

PC Pendingin Gas

Freon Pembuangan panas

DRIVER REG. ARUS

SENSOR SUHU

SETTING

Gambar 3.1 Desain Blok Diagram Sistem

Diagram blok pada gambar 3.1 dapat diuraikan sebagai berikut :

1. LCD (liquid crystal Display) berfungsi seabagai tampilan penunjuk suhu di dalam ruangan pendingin.

2. Buzzer berfungsi sebagai indikator permintaan suhu.

3. Mikrokontroler berfungsi sebagai pemproses masukan dari sensor suhu pada masing-masing pendingin dan membandingkannya, menampilkan pembcaan suhu di dalam kabinet pendingin melalui LCD, mengendalikan


(45)

kerja elemen peltier dan kipas DC berdasarkan perintah-perintah yang telah diprogramsebelumnya pada mikrikontroler.

4. Sensor suhu berfungsi untuk mengukur/ membaca suhu ruangan pada masing-masing pendingin dan mengirimkannya pada mikrokontroler. 5. Siklus pendingin berfungsi mempercepat pembuangan/ penyerapan panas. 6. Ruang pendingin berfungsi sebagai tempat objek yang diinginkan.

7. Pembuangan panas berfungsi sebagai tempat pembuangan panas dari pendingin Termoelektrik.

8. Driver relay berfungsi sebagai rangkaian kopel untuk mengendalikan aktif tidaknya dc kipas yang dipicu dari sinyal output Mikrokontroler.

9. PC berfungsi untuk menginterface semua data yang masuk ke mikrokontroler yang dikomunikasikan lewat RS-232.

10. Driver regulator arus berfungsi sebagai pengontrol arus.

3.2 Perancangan Rangkaian Tiap Blok

3.2.1 Perancangan Kotak Pendingin Termoelektrik

Pendingin termoelektrik menggunakan kotak kulkas 150 watt yang sudah rusak. Kotak pendingin kulkas yang sudah rusak tersebut dipebaiki dan dan rangkai kembali menjadi sebuah kotak pendingin yang bagus menggunakan termoelektrik cooler. Alat ini dikondisikan dingin dengan menggunakan unit pendingin termoelektrik, tempat penyimpanan benda-benda yang akan didinginkan, heat sink dan blower.

Struktur bahan yang digunakan pada kotak pendingin ini dilapisi aluminium dibagian bawah ruangan kotak pendingin sebagai penyalur dingin dari termoelektrik dengan ketebalan 0,1 cm (0,001 m). Bahan kedua menggunakan solid plastic di bagian atas kotak pendingin yang bertujuan untuk meminimalisir aliran dingin dari termoelektrik ke bagian atas, karena bagian atas kotak pendingin adalah bagian untuk membuka dan menutup pendingin itu sendiri. Ketebalan solid plastic itu sendiri adalah 0,2 cm (0,002 m). Sementara untuk kain plastic, ketebalannya adalah 0,2 cm (0,002 m). Insulasi coolbox ini menggunakan polyurethane dengan ketebalan 1,17 cm (0,0117 m).


(46)

30

3.2.2 Perancangan Peltier Dengan Heatsink

Dalam sistem ini termoelektrik yang digunakan adalah peltier super cooler TEC1-12730,adapun heatsink yang digunakan pada ruangan pendingin adalah untuk menyerap dingin yang dihasilkan peltier dan diteruskan oleh kipas ke seluruh ruangan sehingga suhu seluruh ruang homogen.

Untuk menentukan luas permukaan heatsink yang digunakan digunakan persamaan perpindahan kalor konduksi, dengan mengasumsikan heatsink seluruhnya adalah aluminium. Dalam hal ini laju perpindahan panas (P) sebesar 146 watt, beda tempetatur (∆T) bernilai 480C, ketebalan aluminium (x) sebesar

0.05 meter dan konduktivitas panas (k) untuk aluminium sebesar 200 Watt/m 0C. Jika waktu pendinginan (t) dilakukan selama 1 jam atau 3600 detik, maka dapat diperoleh luas heatsink yang diperlukan sesuai dengan rumus berikut :

Q + , ∆

- ./ 0 × 2, Maka dapat diperoleh

+×,×∆

- 0 × 2

A = 34 5-6477 - 7.78 9

:77<=; - 3> ?

Sehingga luas permukaan heatsink yang dibutuhkan untuk pendinginan 3600 detik atau 1 jam adalah seluas 2,628 m2.

3.2.3 LCD (Liquid Crystal Display)

LCD digunakan untuk menampilkan hasil pengolahan data pada mikrokontroler dalam bentuk tulisan. Pada alat ini, mode pemrogram LCD yang digunakan adalah mode pemrograman 4 bit. Dengan demikian, pin data LCD yang dihubungkan ke mikrokontroler hanya pin D4,D5, D6, dan D7. Sedangkan untuk jalur kontrolnya, pin LCD yang dihubungkan adalah pin RS dan E. LCD pada alat ini hanya digunakan sebagai penampil, sehingga pin R/W nya dihubungkan ke ground.

LCD (Liquid Crystal Display) berfungsi untuk menampilkan besar suhu yang diukur oleh sensor dan juga waktu yang dibutuhkan sistem untuk mencapai besar suhu yang telah ditentukan. Jenis LCD (Liquid Crystal Display) yang digunakan adalah ukuran 2 x 16 karakter, dan LCD (Liquid Crystal Display) ini


(47)

dicatu dengan 5 volt tegangan DC. Gambar dibawah ini menjelaskan Rangakaian minimum LCD (Liquid Crystal Display):

Gambar 3.2 Rangkaian LCD karakter 2x16

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa LCD 16×2 mempunya 16 pin. sedangkan pengkabelanya adalah sebagai berikut :

1. Kaki 2 dan 16 terhubung dengan Ground (GND) 2. Kaki 1 dan 15 terhubung dengan VCC (+5V)

3. Kaki 3 dari LCD 16×2 adalah pin yang digunakan untuk mengatur kontras kecerahan LCD. Jadi kita bisa memasangkan sebuah trimpot 103 untuk mengatur kecerahanya. Pemasanganya seperti terlihat pada rangkaian tersebut. Karena LCD akan berubah kecerahanya jika tegangan pada pin 3 ini di turunkan atau dinaikan.

4. Pin 4 (RS) dihubungkan dengan pin mikrokontroler 5. Pin 5 (RW) dihubungkan dengan GND

6. Pin 6 (E) dihubungkan dengan pin mikrokontroler

7. Sedangkan pin 11 hingga 14 dihubungkan dengan pin mikrokontroler sebagai jalur datanya.


(48)

32

3.2.4 Rangkaian Power Supply (PSA)

Rangkaian ini berfungsi untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian yang ada. Rangkaian PSA yang dibuat yaitu Travo CT. Berikut merupakan rangkaian power supplay yang ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 3.3 Rangkaian Power Supply

Trafo yang digunakan merupakan trafo stepdown yang berfungsi untuk menurunkan tegangan dari 220 volt AC menjadi 12 volt AC. Kemudian 12 volt AC akan disearahkan dengan menggunakan dua buah dioda, selanjutnya 12 volt DC akan diteruskan kepada kapasitor 2200 µF sebanyak 12 buah yang disusun paralel, sehingga mempunyai kapasitas total 26400 µF. Berdasarkan rumus mencari tegangan efektik dan tegangan maksimum pada arus bolak-balik (AC) dapat dihitung besar tegangan yang dikeluarkan oleh PSA. Pada penelitian ini perhitungan tegangan maksimum yang dikeluarkan oleh PSA adalah sebagai berikut.

@ @A'B × √2

12 × 1.4142

V 16,97 @JK2

Sehingga dengan perhitungan diatas, besar tegangan yang dihasilkan oleh PSA adalah sebesar 16,97 volt.


(49)

3.2.5 Rangkaian Driver Regulator Arus

Rangkaian regulator arus ini berfungsi untuk mengatur tegangan dan arus yang masuk dari PSA. Rangkaian PSA yang dibuat memiliki keluaran 16,97 volt digunakan untuk mensupplay tegangan ke seluruh rangkaian. Regulator arus (LM350) digunakan agar keluaran yang dihasilkan tetap 12 volt walaupun terjadi perubahan pada tegangan masukannya. Transistor PNP SA2120 disini berfungsi untuk memasok arus apabila terjadi kekurangan arus pada rangkaian, sehingga regulator tegangan tidak akan panas ketika rangkaian butuh arus yang cukup besar. Rangkaian PSA ini memiliki arus 20 Ampere sehingga PSA ini mampu mensuplai arus yang dibutuhkan oleh sistem. Rangkaian power supplay dapat ditunjukkan pada gambar 3.4 seperti dibawah ini.

Gambar 3.4 Rangkaian Driver Regulator Arus

Rangkaian regulator arus ini berfungsi untuk mengatur tegangan dan arus yang masuk dari PSA. Regulator arus ini menggunakan LM350, dimana arus maksimum yang dapat dilewati komponen ini adalah 5 A. Karena arus yang akan dilewatkan oleh PSA adalah sebesar 12 volt, maka LM350 diparalelkan sebanyak 3 buah seperti pada gambar 3.4. Berikut adalah pengujian atau perhitungan arus dan juga tegangan pada penelitian ini :

LB @ LM$

N LMO → N AMO

1,25 @ LB

1,25 @

0,33 Sℎ' 3,787


(50)

34

tersebut dilewatkan dari Transistor sehingga arus total yang keluar dari ketiga LM350 langsung masuk ke sistem. Transistor PNP SA2120 perlu ditambahkan pendingin / heatsink untuk menjaga temperatur yang tinggi pada transistor akibat disipasi panas tidak merusak transistor.

Sehingga untuk daya 150 Watt dapat diperoleh tengan sebagai berikut: P = V x Itot , 150 = Vout x 11,36 A

VTot = 13,204 Volt Dan dengan nilai R1= 2,2 kΏ maka didapat,

Vout = (WW:+ 1) × 1,25 @JK2, Vout = (::77:37 + 1) × 1,25 @JK2 Vout = 12,708 Volt.

Sehingga Daya output yang dihasilkan adalah : P = V x I

= 12,708 Volt x 11,36 A = 144,362 Watt

3.2.6 Rangkaian Sensor Suhu

IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan dengan perubahan suhu. Kedua pendingin masing-masing mempunyai LM35 sebanyak 2 buah, LM35 (1) dihubungkan dengan 2 buah dioda berfungsi untuk mengukur perubahan suhu didalam kotak pendingin sedangkan LM35 (2) berfungsi untuk mengukur perubahan suhu luar (lingkungan). Berikut adalah gambar rangkaian pengukur suhu :

Gambar 3.5 Rangkaian Sensor Suhu Pendingin Peltier

LM35 (1) Vcc Vcc Vcc Vcc LM35 (2) Vcc Vcc Vcc Vcc D D D

D1111

D D D

D2222

PA PAPA PA0000 PA PAPA PA1111 PA PAPA PA2222

0 0 0 0,,,,7 7 7 7 VVVV 0 0 0 0,,,,7 7 7 7 VVVV


(51)

Gambar 3.6 Rangkaian Sensor Suhu Pendingin Konvensional

IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada temperature ruang. Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indikator tampilan catu daya terbelah. IC LM35 dapat dialiri arus 60 mA dari supplay sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam suhu ruangan. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV. Adapun dioda yang dipakai adalah dioda silikon yang memiliki tegangan 0,7 volt sebanyak 2 buah. Sehingga tegangan yang masuk ke Mikrokontroler adalah sebesar 1,4 Volt. Jadi, ketika LM35 menunjukkan suhu -210C maka tegangan yang masuk ke mikrokontroler adalah (1,4 Volt - 0,21 Volt = 1,19 Volt) atau sebaliknya, jika LM35 menunjukkan suhu +270C maka tengangan yang masuk ke mikrokontroler adalah (1,4 Volt + 0,27 Volt = 1,67 Volt).

LM35 (1)

Vcc

VccVcc

Vcc

LM35 (2)

Vcc Vcc Vcc Vcc

D

DD

D1111

D

DD

D2222

PA PA PA PA3333 PA PA PA PA4444 PA PA PA PA5555

0 0 0 0,,,,7 7 7 7 VVVV 0 0 0 0,,,,7 7 7 7 VVVV


(52)

36

3.2.7 Rangkaian Komunikasi RS-232

Pada perancangan ini menggunakan port serial sebagai jalur komunikasi. Salah satu standart komunikasi serial yang digunakan adalah RS232 dan diperlukan IC MAX232 sebagai driver yang berfungsi untuk mensinkronkan tegangan antara mikrokontroler dengan PC baik dari serial menjadi digital ataupun sebaliknya sehingga data dapat dibaca. Komunikasi yang digunakan untuk menghubungkan PC ke IC MAX232 adalah konektor DB9. Rangkaian driver RS232 terdiri dari IC MAX232 dan 4 buah elektrolit kapasitor 10uF/25V. IC mAX232 ini mempunyai 16 pin dan memiliki fungsi yang mengubah level tegangan TTL. Beberapa pin IC MAX232 ini dikoneksikan dengan mikrokontroler dan juga DB9. Pin Tx dan Pin Rx dihubungkan pada pin Port D0 dan Port D1 mikrokontroler.

Gambar 3.7 Rangkaian MAX-232

3.2.8 Rangkaian MOSFET

Metal Oxide Semiconductor FET (MOSFET) adalah suatu jenis FET yang mempunyai satu Drain, satu Source dan satu atau dua Gate. MOSFET mempunyai input impedansi yang sangat tinggi. Pada penelitian ini, driver mosfet yang digunakan yaitu IRFZ 260, dimana komponen ini memiliki keunggulan yaitu tahan arus sampai 30A. Tegangan masukan pada mosfet adalah 12 Volt yang

3

2 DB-9

5

GDN

5V

5V 16

10 uF/ 25V 10u F/

25V

4

5

2 6

8 3 1 14 13

PD0

PD1 TXD RXD

Mikrokontroler

11

12


(53)

diberi hambatan R sebesar 550 ohm. Prinsip kerja dari pada rangkaian ini adalah ketika Led hidup, maka peltier akan mati (tidak dialiri arus) dan sebaliknya ketika Led mati maka Peltier akan hidup (dapat dialiri arus). Mosfet akan bekerja seperti relay dan memberikan keluaran kepda mikrokontroler. Berikut adalah skema rangkaian mosfet.


(1)

66

4.7.10 Penurunan Suhu Dengan Beban 10 Liter air

Untuk menurunkan suhu 10C dengan beban 10 liter air dan suhu awal air 270C dapat diperoleh berdasarkan perhitungan sebagai berikut.

1. Daya 150 Watt (Daya pendingin Freon)

Q = mair cair ∆T

Q = 10Kg. 4200 J/Kg0C .(27-26) 0C Q = 42000(1) J

Q = 42000 Joule

Maka untuk daya 150 Watt (Daya pendingin Freon) dapat diperoleh waktu penurunan suhu untuk 270C s/d 00C adalah :

t = Q/P = 37800 J/150 Watt t = 280 detik x 27

t = 7560 detik t = 126 menit

Kemudian untuk merubah wujud air menjadi es (00C air hingga 00C es) diperoleh:

Q = mir.Lair

Q = 10Kg.3,33x105J/Kg Q = 3330000 J

Maka, t = 22200 detik t = 370 menit

Untuk menurunkan suhu dari 00C es menjadi -210C diperoleh: Q = mair.ces. ∆T

Q = 10Kg.2100 J/Kg0C.(0-(-1) 0C) Q = 21000 Joule

Sehingga t = 140 detik x 21 t = 2940 detik t = 49 menit

Maka waktu total yang dibutuhkan Pendingin Freon ntuk mendinginkan air 10 liter hingga suhu -210C adalah 545 menit.

2. Daya 146 Watt (Daya Pendingin Peltier)

Untuk daya 146 Watt (Daya pendingin Peltier) dapat diperoleh waktu penurunan suhu untuk 270C s/d 00C adalah :


(2)

t = 42000J/146 Watt t = 287,67 detik x 27 t = 7767,12 detik t = 129,45 menit

Kemudian untuk merubah wujud air menjadi es (00C air hingga 00C es) diperoleh:

t = 3330000 J / 146 Watt t = 22808,22 detik t = 380,14 menit

Untuk menurunkan suhu dari 00C es menjadi -210C diperoleh:

t = 21000 J/146 Watt t = 143,83 detik x 21 t = 3020,55 detik t = 50,34 menit

Maka waktu total yang dibutuhkan Pendingin Peltier ntuk mendinginkan air 9 liter hingga suhu -210C adalah 560 menit.

Dari hasil perhitungan diatas dapat diperoleh hasil penurunan suhu secara teori pada pendingin Freon dan pendingin Peltier. Dari data dapat diperoleh grafik penurunan suhu teori pendingin Freon dan penurunan suhu teori pendingin Peltier terhadap Waktu.

Gambar 4.13 Grafik Suhu Vs Waktu Pendingin Freon Dan Peltier Dengan Beban 10 Liter Air

-30 -20 -10 0 10 20 30

1 23 45 67 89

1 1 1 1 3 3 1 5 5 1 7 7 1 9 9 2 2 1 2 4 3 2 6 5 2 8 7 3 0 9 3 3 1 3 5 3 3 7 5 3 9 7 4 1 9 4 4 1 4 6 3 4 8 5 5 0 7 5 2 9 5 5 1 5 7 3 S u h u ( C ) Waktu (Menit)

T Teori Freon (C) T Praktek Freon (C)


(3)

68

Pada beban pendinginan yang terakhir ini, terlihat waktu yang dibutuhkan pendingin freon untuk mencapai suhu 00C air adalah 137 menit, sedangkan pendingin peltier adalah 153 menit. Kemudian dari suhu 270C – 00C es waktu yang dibutuhkan masing-masing pendingin secara praktek adalah 458 menit dan 537 menit. Dan untuk menurunkan suhu dari 270C sampai -210C secara praktek adalah 493 menit untuk pendingin freon dan 576 menit untuk pendingin peltier. Artinya pendingin Freon jauh lebih cepat untuk mencapai suhu minus.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil perancangan alat hingga pengujian dan analisis sistem maka penulis dapat menarik kesimpulan, antara lain :

1. Telah dirancang dan dianalisis sebuah alat pendinginan berbasiskan termoelektrik cooler dengan menggunakan tipe TEC1-12730. Kotak pendinginan yang digunakan pada pendingin termoelektrik cooler ini adalah sebuah kotak pendingin konvensional (Pendingin Freon) yang sudah rusak. Kedua pendingin ini mampu mencapai suhu -210C pada suhu awal 270C. Dengan variasi volume beban air (1 kg, 2 kg, 3 kg, 4 kg, 5 kg, 6 kg, 7 kg, 8 kg, 9 kg, 10 kg). Jadi, secara praktek pendingin freon dan pendingin peltier membutuhkan waktu masing-masing (50 menit dan 70 menit, 99 menit dan 128 menit, 148 menit dan 178 menit, 197 menit dan 236 menit, 247 menit dan 291 menit, 296 menit dan 349 menit, 341 menit dan 404 menit, 398 menit dan 465 menit, 441 menit dan 527 menit, 493 menit dan 576 menit). Dari hasil yang didapat, dapat disimpulkan bahwa pendingin Freon masih jauh lebih bagus dari pendingin yang menngunakan komponen Peltier.

2. Dari data yang diperoleh dapat disimpulkan kelebihan dan kelemahan pendingin termolektrik dibandingkan pendingin freon. Adapun kelebihan pendingin peltier adalah bahwa dengan daya 146 Watt pendingin ini dapat mencapai suhu -210C meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama dibanding Pendingin Freon. Dengan ini, pendingin peltier dibantu dengan kipas DC untuk mendinginkan beban tersebut. Kelemahan pendingin peltier ini adalah, jika terjadi sebuah kebocoran dalam pendinginan, maka pendingin ini akan membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menurunkan suhunya. Jadi, wajar jika produksi pendingin saat ini masih menggunakan gas Freon karena lebih efisien dalam waktu.


(5)

70

5.2 Saran

Setelah melakukan penelitian, diperoleh beberapa hal yang dapat dijadikan saran untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yaitu :

1. Untuk peneliti selanjutnya, lebih teliti dalam meletakkan sensor suhunya, karena letak sensor yang akan digunakan dalam pengambilan suhu pendingin pada kotak pendingin sangat mempengaruhi terhadap data yang akan diperoleh.

2. Alat pendingin Termoelektrik merupakan teknologi masa depan yang sangat menjanjikan dalam pemasaran sehingga harus terus menerus dikembangkan.

3. Untuk membuat pendingin yang menggunakan peltier pastikan tidak ada kebocoran dalam dinding pendingin tersebut karena akan mengurangi tingkat kekoefisienan alat pendingin tersebut. Sebaiknya untuk penelitian selanjutnya lebih memperhatikan penurunan suhu dan juga waktu yang diperoleh dalam penelitian tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Braunschweiger, R. (1979). Tables and Diagram for Refrigeration & AC-Technicians. Bandung: STM Pembangunan.

Budhiarto,W. 2004. Interfacing Komputer dan Mikrokontroler. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Dossat, R.J. 1961. Princilpe of Refrigeration Edition. New York: John Wiley & Sons. Inc.

Goldsmid, H. J. 1960. Electronic Refrigeration. London: Pion. Holman, J.P.1991.Perpindahan Kalor..Edisi VI. Jakarta: Erlangga Handoko, K. 1981. Teknik Lemari Es. Jakarta: PT. Ichtiar Baru.

Jordan, C. R dan Priester, B. G. 1973. Refrigeration and Air Conditioning 2nd Edition. New Delhi: Prentice-Hall of India Private Limited.

Mahdian, N. 2013. Rancang Bangun dan Analisis Termoelektrik Peltier Cooler Untuk Sistem Pendingin. FMIPA USU.

Nanang Sulistiyanto, Pemodelan Sistem Pendingin Termoelektrik Pada Modul SLED, Jurnal EECCIS, Vol 8, No.1, Juni 2014.

Putra, E.A.2002. Teknik Antarmuka Komputer. Yogyakarta: Graha Ilmu.

R. Wirawan. 2012. Analisa penggunaan heat pipe pada thermoelectric generator. Fakultas Teknik. Depok : Universitas Indonesia.

R, Umboh. 2010.Perancangan Alat Pendinginan Portable Menggunakan Elemen Peltier,Vol.1, No.3, e-Journal Teknik lektro dan Komputer, pp 1-6.

Sara Godfrey. An Introduction to Thermoelectric Coolers. Meteor Corporation. Setiawan, 2011. Aplikasi Mikrokontroler ATMega 8535 & ATMega 16

Menggunakan Bascom-AVR. Yogyakarta : Andi.

. (2009). TEC1-12706 Heatsink Thermoelectric Cooler Peltier Cooling Plate Module.

Tersedia di: http://www.ebay.com. [28 April 2015]. . (2012). TEC Series Thermoelectric Module. Tersedia di:

http://www.sitechina.com/thermoelectric/Spec.html [2 Agustus 2015]. . (2009). Aluminum heat sink. Tersedia di: http://www.tootoo.com/buy-copper_heat_sink/. [2 Agustus 2015].